pengaruh kepribadian, moral disengagement dan...
TRANSCRIPT
PENGARUH KEPRIBADIAN, MORAL DISENGAGEMENT DAN
LONELINESS TERHADAP PELAKU CYBERBULLYING PADA
GENERASI Z
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh :
Rahmawati
NIM : 11140700000047
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “PENGARUH KEPRIBADIAN, MORAL
DISENGAGEMENT DAN LONELINESS TERHADAP PELAKU
CYBERBULLYING PADA GENERASI Z” telah diajukan dalam sidang munaqosah
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal
07 Oktober 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) di Fakultas Psikologi.
Jakarta, 14 Oktober 2019
Sidang Munaqosah
Dekan/ Wakil Dekan/
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si Bambang Suryadi, Ph.D
NIP. 196207241989032001 NIP. 197005292003121002
Anggota
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu
urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya
kepada Tuhanmu lah, hendaknya kamu berharap.
~QS. Al-Insyirah 94: 5-8~
SKRIPSI INI DIPERSEMBAHKAN UNTUK
KEDUA ORANG TUA TERCINTA
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Agustus 2019
C) Rahmawati
D) Pengaruh kepribadian, moral disengagement dan loneliness terhadap pelaku
cyberbullying pada generasi Z
E) xiv + 96 halaman + 34 lampiran
F) Cyberbullying adalah perilaku agresif terhadap orang lain dengan mengirim atau
mengunggah materi yang menyakitkan secara berulang terhadap korban yang
tidak dapat dengan mudah membela dirinya, melalui internet atau teknologi digital
lainnya. Cyberbullying memiliki bentuk dan aspek-aspek seperti flaming,
harassment, denigration, impersonation, outing, trickery dan exclusion.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kepribadian, moral
disengagement dan loneliness terhadap pelaku cyberbullying pada generasi Z.
Penelitian ini melibatkan 257 partisipan berusia 15-22 tahun di wilayah
Jabodetabek yang diambil dengan teknik non probability sampling. CFA
(Confirmatory Factor Analysis) digunakan untuk menguji validitas alat ukur dan
analisis regresi berganda digunakan untuk menguji hipotesis penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan secara
bersama-sama variabel kepribadian, moral disengagement dan loneliness terhadap
pelaku cyberbullying pada generasi Z. Secara rinci, dimensi yang berpengaruh
signifikan terhadap cyberbullying adalah cognitive restructuring. Sedangkan
dimensi lainnya seperti extraversion, agreeableness, conscientiousness,
neuroticism, openness to experience, minimizing agency, distortion of negative
consequences, blaming / dehumanizing the victim dan variabel loneliness tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap cyberbullying. Hasil penelitian juga
menunjukkan proporsi varians dari pelaku cyberbullying pada generasi Z yang
dijelaskan oleh seluruh variabel independen adalah 38.2% sedangkan 61.8%
sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
Penelitian selanjutnya diharapkan untuk meneliti korban cyberbullying pada
generasi Z, agar dapat dilihat perbandingan hasil penelitian pada pelaku dengan
korban cyberbullying dan memberikan kontrol yang lebih jelas dalam teknik
pengambilan sampel, dengan tujuan saat disebarkan melalui kuesioner online,
sampel sesuai dengan kriteria dan kebutuhan penelitian.
G) Bahan bacaan : 79; 7 buku + 47 jurnal + 1 disertasi + 24 artikel
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) August 2019
C) Rahmawati
D) The influence of personality, moral disengagement and loneliness towards
cyberbullying perpetrators in generation Z
E) xiv + 96 pages + 34 appendix
F) Cyberbullying is being cruel to others by sending or posting harmful material or
engaging in other forms of social aggression using the internet or other digital
technologies. Cyberbullying can take different forms: flaming, harassment,
denigration, impersonation, outing, trickery and exclusion.
This study aims to determine the effect of personality, moral disengagement and
loneliness towards cyberbullying perpetrators in generation Z.
This research involved 257 participants aged 15-22 years in Jabodetabek, taken by
non probability sampling technique. Confirmatory factor analysis (CFA) used to
test the validity of measuring instrument and multiple regression analysis used to
test the research hypothesis.
The results showed that there was a significant simultaneously influence of
personality, moral disengagement and loneliness to cyberbullying perpetrators in
generation Z. In detail, the dimension that significantly influenced cyberbullying
was cognitive restructuring. While other dimensions such as extraversion,
agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness to experience,
minimizing agency, distortion of negative consequences, blaming / dehumanizing
the victim and loneliness variable were not significant to cyberbullying.
The results also showed the proportion of variance of cyberbullying perpetrators
in generation Z explained by all independent variables was 38.2% while the
remaining 61.8% was influenced by other variables outside of this research.
Further research is expected to examine cyberbullying victims in generation Z, so
that we can see a comparison of the research result on cyberbullying perpetrators
with cyberbullying victims and provide clearer control over sampling techniques
so that when distributed via online questionnaire, the sample matches the research
criteria and needs.
G) Reading materials : 79; 7 books + 47 journals + 1 dissertation + 24 articles
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena
berkat izin-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan segala kemudahan dan
kelancaran yang Allah berikan. Skripsi ini terselesaikan karena bantuan dari berbagai
pihak, baik bantuan secara ilmu, waktu, pikiran, tenaga, finansial maupun doa. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh jajaran.
2. Dr. Achmad Syahid, M.Ag selaku pembimbing skripsi yang selalu sabar dalam
membimbing, membantu, mengingatkan, memberikan semangat, arahan dan
motivasi dalam penyelesaikan skripsi.
3. Dr. Rena Latifah, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bantuan serta arahan selama perkuliahan.
4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
mendidik, mengajar dan memberikan ilmu yang bermanfaat untuk penulis.
5. Kedua orang tua, Nenah (Ibu) dan Abdul Rodji (Bapak) yang selalu memberikan
doa, dukungan, bantuan dan motivasi kepada penulis. Terimakasih bu, pak.
6. Julian S.Kom yang selalu memberikan dukungan, motivasi, bantuan dan doa.
Terimakasih abang.
7. Teman-teman Psikologi UIN 2014, khususnya kepada Dwi Endang Lestari, Mahda
Dasilva, Annisa Khairun Nisa dan Vera Devi Yanti. Terima kasih atas dukungan,
ix
doa, perjuangan, kebersamaan, suka-duka yang telah dilewati bersama, serta canda-
tawa kalian yang akan selalu terkenang.
8. Terimakasih kepada Hasan Basri Ramadan S.Psi, Verona Laksmita Kusuma S.Psi,
Fathiana Arshuha dan Nia Wahdaniyah S.Psi atas bantuan dan arahan kepada
penulis dalam penyelesaian skripsi.
9. Keluarga besar Excellant Community. Terimakasih atas kebersamaan, solidaritas,
pengalaman organisasi, ilmu yang bermanfaat, serta pelajaran hidup yang telah
diberikan selama ini.
10. Seluruh pihak yang tidak dapat dituliskan satu per satu, terima kasih atas bantuan,
kebaikan, dukungan dan doa yang telah diberikan kepada penulis. Semoga
kebaikan yang telah diberikan dibalas oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini. Oleh karena itu, penulis menerima saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk
banyak pihak.
Jakarta, Oktober 2019
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................... vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1-11
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 8
1.3 Pembatasan Masalah ..................................................................... 8
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................... 10
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................... 10
BAB 2 LANDASAN TEORI .............................................................................. 12-39
2.1 Cyberbullying ................................................................................ 12
2.1.1 Definisi cyberbullying ..................................................... 12
2.1.2 Dimensi cyberbullying .................................................... 14
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi cyberbullying ........... 16
2.1.4 Alat ukur cyberbullying ................................................... 19
2.2 Kepribadian ................................................................................... 20
2.2.1 Definisi kepribadian ........................................................ 20
2.2.2 Tipe kepribadian .............................................................. 22
2.2.3 Alat ukur kepribadian ...................................................... 24
2.3 Moral Disengagement ................................................................... 25
2.3.1 Definisi moral disengagement ........................................ 25
2.3.2 Dimensi moral disengagement ........................................ 27
2.3.3 Alat ukur moral disengagement ...................................... 31
2.4 Loneliness ...................................................................................... 32
2.4.1 Definisi loneliness ........................................................... 32
2.4.2 Dimensi loneliness .......................................................... 34
2.4.3 Alat ukur loneliness ......................................................... 34
2.5 Kerangka Berpikir ......................................................................... 35
xi
2.6 Hipotesis Penelitian ....................................................................... 38
2.6.1 Hipotesis mayor ............................................................... 38
2.6.2 Hipotesis minor ............................................................... 39
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 40-69
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ..................... 40
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ............................... 41
3.3 Instrumen Pengumpulan Data ....................................................... 44
3.3.1 Teknik pengumpulan data ............................................... 44
3.3.2 Instrumen penelitian ........................................................ 45
3.4 Uji Validitas Konstruk .................................................................. 49
3.4.1 Uji validitas skala cyberbullying ..................................... 51
3.4.2 Uji validitas skala kepribadian ........................................ 54
3.4.3 Uji validitas skala moral disengagement ........................ 59
3.4.4 Uji validitas skala loneliness ........................................... 64
3.5 Teknik Analisis Data ..................................................................... 65
3.6 Prosedur Penelitian........................................................................ 68
BAB 4 HASIL PENELITIAN ............................................................................ 70-82
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ............................................. 70
4.2 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian.......................................... 71
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian .......................................... 72
4.4 Uji Hipotesis Penelitian ................................................................ 73
4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian ................................. 73
4.4.2 Pengujian proporsi varians masing-masing iv ................ 79
BAB 5 KESIMPULAN ....................................................................................... 83-89
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 83
5.2 Diskusi .......................................................................................... 83
5.3 Saran .............................................................................................. 87
5.3.1 Saran teoritis .................................................................... 88
5.3.2 Saran praktis .................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 90-96
LAMPIRAN ......................................................................................................... 97-130
xii
DAFTAR TABEL
3.1 Blue Print Skala Cyberbullying ................................................................. 46
3.2 Blue Print Skala Kepribadian ................................................................... 47
3.3 Blue Print Skala Moral Disengagement .................................................... 48
3.4 Blue Print Skala Loneliness ...................................................................... 48
3.5 Muatan Faktor Item Skala Cyberbullying ................................................. 52
3.6 Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Extraversion ................................ 54
3.7 Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Agreeableness.............................. 55
3.8 Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Conscientiousness ....................... 57
3.9 Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Neuroticism ................................. 58
3.10 Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Openness To Experience ............. 59
3.11 Muatan Faktor Item Dimensi Cognitive Restructuring ............................. 60
3.12 Muatan Faktor Item Dimensi Minimizing Agency .................................... 61
3.13 Muatan Faktor Item Dimensi Distortion of Negative Consequences ........ 62
3.14 Muatan Faktor Item Dimensi Blaming / Dehumanizing the Victim .......... 63
3.15 Muatan Faktor Item Skala Loneliness ....................................................... 65
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ......................................................... 70
4.2 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian – T Score ..................................... 71
4.3 Norma Skor Kategorisasi .......................................................................... 72
4.4 Persentase Kategori Skor Tiap Variabel ................................................... 73
4.5 R Square .................................................................................................... 74
4.6 ANOVA Pengaruh IV Terhadap DV ........................................................ 75
4.7 Koefisien Regresi ...................................................................................... 76
4.8 Proporsi Varians Masing-masing Independent Variable .......................... 79
xiii
DAFTAR GAMBAR
2.1 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian ......................................................... 38
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Adaptasi dan Modifikasi Alat Ukur ................................................. 98
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian ........................................................................ 107
Lampiran 3 Format Kuesioner Online ................................................................. 115
Lampiran 4 Syntax dan Path Diagram ................................................................ 117
Lampiran 5 Hasil Analisis Regresi Berganda ..................................................... 129
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap tahun, pengguna internet di Indonesia meningkat. Survei Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada Agustus 2018, menunjukkan hasil
bahwa pengguna internet di Indonesia mencapai 143,26 juta. Jumlah tersebut
meningkat dari survei serupa pada tahun 2016 yaitu 132,7 juta (Damar, 2019). Akses
internet yang mudah membuat siapa saja dapat menggunakannya, termasuk akses ke
media sosial. Namun, kemudahan ini juga memberikan dampak negatif seperti
cyberbullying. Cyberbullying adalah perilaku agresif terhadap orang lain dengan
mengirim atau mengunggah materi yang menyakitkan secara berulang terhadap korban
yang tidak dapat dengan mudah membela dirinya, melalui internet atau teknologi
digital lainnya (Willard, 2005).
Cyberbullying memiliki dampak yang berbahaya dan beresiko. Pelaku
cyberbullying lebih cenderung terlibat dalam berbagai perilaku maladaptif, anti-sosial,
serta berisiko ketergantungan alkohol dan narkoba. Sama seperti korban, pelaku juga
memiliki peningkatan resiko depresi dan memiliki pemikiran untuk bunuh diri. Pelaku
cyberbullying dapat mengalami berbagai kesulitan sosial dan emosional, termasuk
merasa tidak aman di sekolah dan mempersepsikan bahwa dirinya tidak diberi
dukungan di sekolah. Pelaku cyberbullying dapat mengalami gangguan perilaku
2
(conduct disorder) dan penyalahgunaan alkohol serta obat terlarang (Cowie, 2013). Di
Indonesia, cyberbullying sudah sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan data hasil survei
Ipsosiv terhadap 18.687 orang di 24 negara termasuk Indonesia, menemukan bahwa
orang Indonesia mengalami cyberbullying yang cukup tinggi (Nos, 2019).
Fenomena cyberbullying dapat ditemukan di berbagai media sosial, misalnya
di Instagram dan Youtube. Tahun 2017, Youtube menjadi media sosial nomer 1 paling
populer dan diminati oleh generasi Z (61%), posisi kedua adalah Instagram (15%),
Facebook (9%), Snapchat (9%) dan Twitter (6%) (Jarboe, 2019). Pada Agustus 2018,
pengguna Instagram menempati posisi ketiga sebanyak 1.000.000.000 (satu miliar)
diseluruh dunia setelah Facebook dan Youtube (Kallas, 2019).
Berdasarkan survei lembaga donasi anti-bullying Ditch The Label pada Juli
2017, Instagram menjadi media cyberbullying nomor 1 tertinggi dengan persentase
42%, Youtube 38%, Twitter 12% dan Tumblr 8% (Hackett, 2017). Di tahun yang sama,
Royal Society for Public Health (RSPH) melakukan survei untuk melihat jenis media
sosial yang berpengaruh pada masalah yang berkaitan dengan health dan well-being.
Hasil survei menunjukkan bahwa Instagram adalah media sosial yang paling merusak
kesehatan mental dan kesejahteraan anak muda (People, 2019).
Fenomena cyberbullying di Instagram sering terjadi. Harassment (pelecehan)
pernah dilakukan oleh istri dari Andre Taulany (dalam Erwanti, 2019). Flaming
(percekcokan) pernah dilakukan oleh Jerink dan Nikita Mirzani (Soraya, 2019), begitu
pula dengan Theresa Wienathan (dalam Rismoyo, 2019) yang pernah melakukan
3
denigration (pencemaran nama baik). Di Youtube, cyberbullying pernah lakukan oleh
Brandon Kent (dalam Syno, 2019), Winson Reynaldi, Coki Pardede dan Tretan Muslim
(dalam Fatonah, 2019) yang melakukan harassment (pelecehan) kepada Atta
Halilintar.
Cyberbullying seringkali dilakukan oleh post millennials atau biasa disebut
dengan generasi Z (Risang, 2019), generasi Z yaitu orang-orang yang lahir antara tahun
1995 dan 2010 (Bejtkovský, 2016). Menurut Institute for Emerging Issues (Singh &
Dangmei, 2016) generasi Z adalah generasi yang paling beragam secara etnis dan
canggih secara teknologi. Generasi Z memiliki cara berkomunikasi yang informal,
individual dan jejaring sosial adalah bagian penting dari kehidupan mereka. Lekatnya
generasi Z dengan perkembangan terknologi, gadget dan internet yang canggih,
membuat mereka lebih banyak menghabiskan waktu di dunia maya sehingga peluang
untuk melakukan cyberbullying lebih terbuka.
Steyer (2012) mengungkapkan bahwa generasi Z adalah generasi yang sering
berhadapan dengan cyberbullying, baik sebagai korban maupun sebagai pelaku.
Cyberbullying pada generasi Z lebih umum dan lebih sering dilakukan diantara
generasi millenial atau generasi sebelumnya (Twenge, 2017). Para peneliti di
Universitas Essex tahun 2015 melaporkan bahwa 53% generasi Z berjenis kelamin
perempuan berusia 15 tahun mengalami cyberbullying (Booker, 2018). American
Psychological Association (2018) melaporkan bahwa 45% generasi Z berusia 15
4
sampai 21 tahun adalah kelompok manusia dengan kondisi kesehatan mental terburuk
dibandingkan dengan generasi lainnya, salah satu penyebabnya adalah cyberbullying.
Usia generasi Z saat ini (tahun 2019) berada pada periode masa remaja.
Menurut Santrock, masa remaja dimulai pada usia 10-13 tahun dan berlangsung hingga
usia 18-22 tahun (Santrock, 2012). Menteri Sosial periode tahun 2014-2018, Khofifah
Indar Parawansa menyebutkan bahwa 84% anak berusia 12-17 tahun mengalami kasus
cyberbullying (Laksana, 2019). Data statistik Dewan Pencegahan Kejahatan Nasional
(National Crime Prevention Council) tahun 2014 menunjukkan bahwa 43% anak muda
menjadi korban cyberbullying. Semua orang bisa mengakses media sosial dan dapat
mengatakan apapun yang disukai, seringkali kaum muda adalah kelompok yang paling
rentan menjadi sasaran (Nessel, 2019).
Studi terbaru dari Pew Reseach Center selama tiga tahun terakhir, jumlah
berbagai bentuk cyberbullying meningkat. Pada 2017 hasil survei menunjukkan 41%
responden mengklaim pernah menjadi korban cyber harassment, sedangkan tahun
2014 hanya 36% responden yang mengaku pernah menjadi korban cyber harassment.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa terdapat peningkatan cyberbullying 5%
selama 3 tahun terakhir (Wardani, 2017). Komisioner KPAI (Komisi Perlindungan
Anak Indonesia) di bidang pendidikan, Retno Listyart mengatakan bahwa
cyberbullying di Indonesia pada tahun 2018 meningkat cukup signifikan dikalangan
para siswa seiring dengan penggunaan internet dan media sosial (Lazuardi, 2019).
5
Sejumlah penelitian telah membahas dan mengidentifikasi faktor yang
berkaitan dengan cyberbullying. Terdapat perbedaan hasil penelitian dari beberapa
jurnal yang membahas kepribadian, moral disengagement dan loneliness. Berdasarkan
penelitian Celik, Atak dan Erguzen (2012) dari kelima tipe kepribadian, openness to
experience dan neuroticism ditemukan signifikan dan lainnya tidak signifikan.
Sementara Kokkinos, et.al (2013) hanya menemukan tipe kepribadian neuroticism
yang signifikan dalam penelitiannya. Tipe kepribadian openness to experience senang
mencoba sesuatu yang baru, memiliki rasa ingin tahu yang besar dan pandai
menciptakan aktivitas di luar kebiasaan. Rasa ingin tahu yang besar membuat individu
penasaran dan ingin mencoba keluar dari zona nyaman dengan menjadi pelaku
cyberbullying, sedangkan tipe kepribadian neuroticism secara emosional tidak stabil,
sensitif dan intoleran. Sifat ini membuat individu cenderung mudah marah, tersinggung
dan tega untuk menyakiti korban di media sosial.
Van Geel, et.al (2017) hanya menemukan tipe kepribadian agreeableness yang
signifikan diantara lainnya. Tipe kepribadian agreeableness memiliki banyak teman di
dunia nyata maupun dunia maya dan dapat membentuk perilaku dengan
mempertimbangkan kondisi dimana individu perlu berperilaku. Sifat ini membuat
individu memiliki power untuk melakukan cyberbullying.
Semerci (2017) dalam penelitiannya menemukan bahwa extraversion,
agreeableness dan openness to experience adalah tipe kepribadian yang signifikan.
Tipe kepribadian extraversion, agreeableness berani dan memiliki relasi pertemanan
6
yang luas. Sifat ini membuat individu dominan dan memiliki power untuk melakukan
cyberbullying. Sementara tipe kepribadian openness to experience senang mencoba
sesuatu yang baru, memiliki rasa ingin tahu yang besar dan pandai menciptakan
aktivitas di luar kebiasaan. Rasa ingin tahu yang besar membuat individu penasaran
dan ingin mencoba keluar dari zona nyaman dengan menjadi pelaku cyberbullying.
Berdasarkan penelitian Kircaburun dan Tosuntas (2018), extraversion dan neuroticism
merupakan tipe kepribadian yang signifikan dan lainnya tidak. Tipe kepribadian
extraversion memiliki keberanian yang besar dan ingin selalu unggul. Sifat ini
membuat individu dominan dan memiliki power untuk melakukan cyberbullying.
Sedangkan tipe kepribadian neuroticism bersifat intoleran dan pemarah, sifat ini
membuat individu mudah tersinggung dan tega untuk menyakiti korbannya.
Faktor lain yang berkaitan dengan cyberbullying adalah moral disengagement.
Berdasarkan penelitian Moses (2013), blaming / dehumanizing the victim, cognitive
restructuring dan distortion of negative consequences merupakan dimensi yang
signifikan, sedangkan minimizing agency tidak signifikan. Cyberbullying terjadi ketika
individu yang mem-posting atau mengirimkan pesan kejam dan jahat kepada orang lain
di media sosial, akan menganggapnya layak mendapatkan perlakuan yang merugikan
(blaming / dehumanizing the victim), membenarkan perilakunya (cognitive
restructuring) dan melakukan pembenaran atas tindakannya merupakan strategi yang
membantu menjauhkan individu dari bahaya baginya, seperti merasa disalahkan
(distortion of negative consequences). Sementara Mayangsari (2015) menemukan
7
bahwa hanya cognitive restructuring yang signifikan. Cyberbullying terjadi karena
individu menganggap tindakannya merupakan hal yang wajar dan dapat diterima oleh
kelompoknya atau orang lain.
Faktor lain yang berkaitan dengan cyberbullying adalah loneliness. Menurut
penelitian Saricam, Yaman dan Celik (2016) dan Anwarsyah (2017), loneliness
berpengaruh secara signifikan terhadap cyberbullying. Individu yang merasa kesepian
memiliki keterampilan sosial dan komunikasi yang buruk di dunia nyata, karena
ketidaksesuaian antara hubungan sosial aktual individu dengan keinginannya untuk
berkontak sosial, sehingga individu lebih memilih dunia maya sebagai tempat
berinteraksi dan menghabiskan banyak waktu. Hal ini memungkinkan individu untuk
terlibat dalam cyberbullying. Hasil ini bertentangan dengan penelitian Sahin (2012),
Brewer dan Kerslake (2015) yang menemukan bahwa loneliness bukan prediktor yang
signifikan terhadap cyberbullying.
Dari uraian data dan fenomena mengenai cyberbullying, maka penelitian ini
penting dilakukan. Urgensi dilakukannya penelitian ini dikarenakan cyberbullying
dapat memberi berbagai dampak negatif, misalnya individu yang terlibat dan
melakukan cyberbullying meningkatkan depresi, kecemasan dan penggunaan alkohol
(Van Geel, et.al, 2017). Hal ini membuat peneliti tertarik untuk meneliti tentang
cyberbullying. Maka dari itu, penelitian ini berjudul “Pengaruh Kepribadian, Moral
Disengagement dan Loneliness terhadap Pelaku Cyberbullying pada Generasi Z.”
8
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah variabel kepribadian, moral disengagement dan loneliness berpengaruh
secara signifikan terhadap pelaku cyberbullying pada generasi Z?
2. Apakah tipe kepribadian dan dimensi moral disengagement berpengaruh secara
signifikan terhadap pelaku cyberbullying pada generasi Z?
3. Berapa sumbangan proporsi varians dari masing-masing variabel kepribadian,
moral disengagement dan loneliness?
1.3 Pembatasan Masalah
Untuk membatasi ruang lingkup dan lebih terarahnya pembahasan, maka peneliti
membatasi masalah yang akan diteliti yaitu sebagai berikut:
1. Cyberbullying yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku agresif terhadap
orang lain dengan mengirim atau mengunggah materi yang menyakitkan secara
berulang terhadap korban yang tidak dapat dengan mudah membela dirinya,
melalui internet atau teknologi digital lainnya. Cyberbullying memiliki bentuk dan
aspek-aspek seperti flaming, harassment, denigration, impersonation, outing,
trickery dan exclusion (Willard, 2005).
2. Kepribadian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah organisasi psikologis yang
dinamis, yang mengkoordinasikan pengalaman dan tindakan, menjadi pembeda
individu dalam kecenderungan untuk menunjukkan pola pemikiran, perasaan dan
tindakan yang konsisten (McCrae & Costa, 1999). Teori kepribadian dibatasi pada
9
big five personality (extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism
dan openness to experience).
3. Moral disengagement yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses sosio
kognitif yang terjadi dalam diri individu yang membuatnya dapat melakukan
tindakan yang mengerikan terhadap orang lain dimana memungkinkan individu
untuk bertindak negatif dan tidak manusiawi, karena individu terlepas dari sikap
merasa bersalah dan kecaman diri (Hymel, Rocke-Henderson & Bonanno, 2005).
Teori moral disengagement dibatasi pada dimensi cognitive restructuring,
minimizing agency, distortion of negative consequences dan blaming /
dehumanizing the victim.
4. Loneliness yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengalaman emosional yang
tidak menyenangkan, yang terkait dengan perasaan kekosongan, kecanggungan dan
kebosanan (Russel, 1978).
5. Penelitian ini dilakukan pada generasi Z yang dibatasi pada laki-laki dan
perempuan di Jabodetabek berusia 15-22 tahun.
6. Penelitian ini dilakukan pada pengguna media sosial Instagram dan Youtube dan
fokus dalam penelitian ini adalah pada pelaku cyberbullying.
10
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan paparan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pengaruh kepribadian, moral disengagement dan loneliness terhadap
pelaku cyberbullying pada generasi Z.
2. Mengetahui pengaruh masing-masing tipe kepribadian dan dimensi moral
disengagement terhadap pelaku cyberbullying pada generasi Z.
3. Mengetahui besar sumbangan proporsi varians dari masing-masing variabel
kepribadian, moral disengagement dan loneliness.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu:
1. Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengembangan khasanah keilmuan
psikologi kepribadian dan psikologi sosial pada teori: kepribadian, moral
disengagement, loneliness dan cyberbullying. Penelitian ini diharapkan juga dapat
melengkapi, memperkaya hasil-hasil penelitian terdahulu dan menjadi bahan
masukan untuk penelitian selanjutnya.
11
2. Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis, diantaranya:
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan edukasi mengenai cyberbullying
kepada generasi Z agar lebih bijak dan positif dalam menggunakan media
sosial.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
merencanakan program intervensi (pencegahan perilaku cyberbullying) pada
generasi Z.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi orang tua,
pendidik dan instansi terkait untuk memberikan pengarahan serta pengawasan
pada generasi Z dalam menggunakan media sosial.
12
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Cyberbullying
2.1.1 Definisi cyberbullying
Dalam mendefinisikan cyberbullying, peneliti perlu merujuk kepada pembahasan
bullying terlebih dahulu. Olweus (1999) mendefinisikan bullying sebagai tindakan
agresif atau perilaku yang disengaja, yang dilakukan oleh kelompok atau individu
berulang kali dan dari waktu ke waktu terhadap korban yang tidak dapat dengan mudah
membela dirinya. Cyberbullying diidentifikasi sebagai penindasan yang disengaja dan
berulang melalui penggunaan komputer, ponsel dan perangkat elektronik lainnya
(Hinduja, 2007). Lebih khusus lagi, cyberbullying merupakan aktivitas komunikasi
yang menyakitkan (Erdur-Baker, 2010).
Cyberbullying didefinisikan sebagai perilaku yang dilakukan melalui media
elektronik atau digital oleh individu atau kelompok yang berulang kali
mengkomunikasikan pesan yang bersifat agresif dan dimaksudkan untuk menimbulkan
bahaya atau ketidaknyamanan pada orang lain (Wachs, Junger & Sittichai, 2015).
Cyberbullying berbeda dari bullying tradisional karena dapat bersifat anonim, memiliki
efek yang cepat ketika komentar atau sharing video dan foto, kemudian dikirim ke
seluruh dunia dalam hitungan menit. Hal ini dapat terjadi dimana saja dan kapan saja
(Ozden & Icellioglu, 2014). Perbedaan antara bullying dan cyberbullying terletak pada
13
penggunaan media. Bullying (traditional bullying) memiliki efek yang terlihat nyata
dan serangan dilakukan secara langsung, sementara cyberbullying menggunakan media
elektronik untuk melakukan tindakan agresif (Dooley, Pyzalski & Cross, 2009).
Menurut Willard (2005), cyberbullying adalah perilaku agresif terhadap orang
lain dengan mengirim atau mengunggah materi yang menyakitkan secara berulang
terhadap korban yang tidak dapat dengan mudah membela dirinya, melalui internet
atau teknologi digital lainnya. Cyberbullying memiliki bentuk dan aspek-aspek seperti
flaming, harassment, denigration, impersonation, outing, trickery dan exclusion.
Kowalski, Limber dan Agatson (2008) mendefinisikan cyberbullying sebagai
perilaku penindasan dan intimidasi yang dilakukan individu melalui media elektronik,
email, pesan instan, ruang obrolan, situs web atau melalui pesan digital atau gambar.
Cyberbullying menurut Shariff (2009) adalah penindasan psikologis yang dilakukan
individu dan disampaikan melalui media elektronik seperti telepon seluler, blog, situs
web, chat room online, MUD rooms, Xangas, jaringan komunikasi sosial seperti
Facebook, Youtube, Orkut, Linkedin, Myspace dan lainnya.
Dari berbagai definisi yang telah dipaparkan, peneliti akan menggunakan
pengertian cyberbullying dari Willard (2005) yaitu perilaku agresif terhadap orang lain
dengan mengirim atau mengunggah materi yang menyakitkan secara berulang terhadap
korban yang tidak dapat dengan mudah membela dirinya, melalui internet atau
teknologi digital lainnya. Cyberbullying memiliki bentuk dan aspek-aspek seperti
flaming, harassment, denigration, impersonation, outing, trickery dan exclusion.
14
2.1.2 Dimensi cyberbullying
Willard membagi cyberbullying menjadi beberapa dimensi (Willard, 2005) yaitu:
1) Flaming (percekcokan)
Flaming mengacu pada percakapan singkat dan panas antar dua atau lebih individu
yang terjadi melalui teknologi komunikasi. Biasanya flaming terjadi dalam setting
publik, seperti chat room atau kelompok diskusi dan bukan percakapan pribadi.
Jika serangkaian pertengkaran dan penghinaan terjadi, maka perang berapi-api
telah dimulai dan flaming berarti pertengkaran yang terjadi secara online
menggunakan pesan elektronik dengan bahasa yang vulgar dan menunjukkan
kemarahan.
Flaming awalnya terjadi antara dua individu, namun tindakan agresif yang tidak
disangka oleh salah satu individu dapat menciptakan ketidakseimbangan dalam
percakapan. Dalam hal ini, individu yang menjadi target tidak yakin siapa lagi yang
akan pelaku libatkan dalam perang tersebut.
2) Harassment (pelecehan)
Harassment umumnya dipandang sebagai bentuk unik dari cyberbullying yang
melibatkan pesan penyerangan secara berulang-ulang dan dikirim kepada target.
Harassment sering terjadi melalui saluran komunikasi pribadi seperti email, namun
juga dapat dikomunikasikan dalam forum publik seperti chat room dan kelompok
diskusi. Salah satu bentuk harassment yaitu perang teks (perang dalam berkirim
pesan), melibatkan satu pelaku dan satu target. Pelaku biasanya mengirim ratusan
15
pesan teks kepada target dan berisi pesan yang melecehkan dengan berulang kali
mengirim pesan yang buruk, jahat dan bersifat menghina.
Meskipun secara konseptual serupa dengan flaming, namun harassment
berbeda. Harassment cenderung bersifat jangka panjang dan biasanya lebih lama
daripada flaming.
3) Denigration (pencemaran nama baik)
Denigration adalah informasi tentang orang lain yang tidak benar dan bersifat
penghinaan. Informasi dapat diunggah pada halaman web atau disebarluaskan ke
orang lain melalui email, pesan instan dan media sosial lainnya. Denigration juga
memiliki maksud yaitu mengunggah atau mengirim foto seseorang yang diubah
secara digital (edit) dan menggambarkannya secara seksual. Biasanya pelaku
melakukannya dengan tujuan untuk pencemaran nama baik, merusak reputasi atau
persahabatan target.
4) Impersonation (peniruan)
Impersonation adalah peniruan identitas, dimana pelakunya berpura-pura menjadi
target. Hal yang paling sering terjadi yaitu pelaku menggunakan password target
untuk mendapatkan akses ke akunnya, kemudian mengkomunikasikan informasi
negatif, kejam atau tidak sesuai dan seolah-olah targetnya menyuarakan pemikiran
tersebut. Selain itu, pelaku mencuri password target agar dapat mengubah profil
pribadi target pada situs jejaring sosial sehingga pelaku bisa menyertakan informasi
yang tidak pantas atau tidak masuk akal. Pelaku mencuri password sehingga bisa
mengirim pesan yang melecehkan kepada orang lain, seolah-olah pesan tersebut
16
berasal dari target. Pelaku berpura-pura menjadi orang lain dan mengirim atau
mengunggah sesuatu untuk membuat target dalam masalah, membuat target dalam
bahaya dan bertujuan untuk merusak reputasi atau persahabatan target.
5) Outing
Outing dimaksudkan membagikan informasi pribadi dan memalukan kepada orang
lain, informasi ini biasanya tidak boleh dibagikan. Outing berupa menerima email
atau pesan instan dari target yang berisi informasi atau foto pribadi yang
memalukan dan kemudian pelaku menyebarkannya kepada orang lain.
6) Trickery (Tipu daya)
Trickery mengacu pada menipu target. Pelaku akan berpura-pura menjadi orang
yang dipercaya oleh target, dengan tujuan agar target mengungkapkan rahasia serta
informasi pribadi tentang dirinya dan kemudian pelaku membagikan informasi
tersebut kepada orang lain secara online.
7) Exclusion (Pengucilan)
Mengucilkan individu di dalam group online, kemudian secara sengaja dan kejam
mengeluarkan individu tersebut dari group online.
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi cyberbullying
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi cyberbullying, yaitu:
1. Kepribadian. Menurut hasil penelitian Celik, Atak dan Erguzen (2012), Kokkinos,
et.al (2013), Ozden dan Icellioglu (2014), Semerci (2017), Van Geel, et.al (2017),
Kircaburun dan Tosuntas (2018) serta Zhou, Zheng dan Gao (2018), kepribadian
17
adalah faktor yang berpengaruh pada cyberbullying. Tipe kepribadian extraversion,
agreeableness berani dan memiliki relasi pertemanan yang luas. Sifat ini membuat
individu dominan dan memiliki power untuk melakukan cyberbullying. Sementara
tipe kepribadian openness to experience senang mencoba sesuatu yang baru,
memiliki rasa ingin tahu yang besar dan pandai menciptakan aktivitas di luar
kebiasaan. Rasa ingin tahu yang besar membuat individu penasaran dan ingin
mencoba keluar dari zona nyaman dengan menjadi pelaku cyberbullying (Semerci,
2017).
2. Moral disengagement. Menurut hasil penelitian Lazuras, et.al (2013), Moses
(2013), Robson dan Witenberg (2013), Erdur-Baker, Tanrikulu dan Topcu (2016)
serta Meter dan Bauman (2016), moral disengagement adalah faktor yang terkait
dan signifikan terhadap hubungannya dengan cyberbullying. Level sosio kognitif
pada moral disengagement mengarah pada kecenderungan agresi yang
menyebabkannya berpengaruh pada perilaku cyberbullying (Meter & Bauman,
2016).
3. Loneliness. Menurut hasil penelitian Saricam, Yaman dan Celik (2016) dan
Anwarsyah (2017), loneliness berpengaruh secara signifikan terhadap
cyberbullying. Individu yang merasa kesepian memiliki keterampilan sosial dan
komunikasi yang buruk di dunia nyata, sehingga individu lebih sering
menghabiskan banyak waktu di dunia maya. Hal ini memungkinkan individu untuk
teribat dalam cyberbullying (Anwarsyah, 2017).
18
4. Jenis kelamin (gender). Menurut hasil penelitian Kokkinos, et.al (2013), Xiao dan
Wong (2013), Wong, Chan dan Cheng (2014), Kircaburun dan Tosuntas (2018)
serta Zhou, Zheng dan Gao (2018), jenis kelamin (gender) merupakan salah satu
prediktor yang signifikan pada cyberbullying. Laki-laki secara signifikan lebih
memungkinkan untuk berperilaku agresif di dunia maya karena faktanya, mereka
lebih mudah untuk melakukan balas dendam kepada siapapun yang
mengganggunya dibandingkan wanita (Wong, Chan & Cheng, 2014).
5. Sadism. Menurut hasil penelitian Van Geel, et.al (2017), sadism adalah prediktor
yang signifikan terhadap cyberbullying. Cyberbullying terjadi karena didorong oleh
kesenangan yang sadis (sadistic pleasure) dan penganggu hanya ingin melihat
korbannya menderita.
6. Sleep quality. Menurut hasil penelitian Kircaburun dan Tosuntas (2018), sleep
quality memprediksi tindakan cyberbullying. Kualitas tidur yang buruk memiliki
banyak pengaruh psikologis dan emosi negatif seperti depresi, masalah kesehatan
mental, agresi verbal dan kemarahan yang berujung pada tindakan cyberbullying.
7. Chronotype. Menurut hasil penelitian Kircaburun dan Tosuntas (2018),
eveningness chronotype secara positif terkait dengan tindakan cyberbullying. Studi
sebelumnya menunjukkan bahwa individu yang terjaga pada malam hari
berhubungan positif dengan rendahnya harga diri, depresi yang lebih tinggi,
permusuhan, psikopati dan psikotisme yang terkait dengan tindakan cyberbullying.
8. Self-control. Menurut hasil penelitian Anwarsyah (2017), pada variabel self control
didapatkan dua dimensi yang memiliki pengaruh negatif dan signifikan, yaitu
19
cognitive control dan decisional control. Semakin rendah cognitive control dan
decisional control, semakin tinggi perilaku cyberbullying.
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi cyberbullying, maka peneliti akan
menguji kepribadian, moral disengagement dan loneliness sebagai independent
variable dalam penelitian ini.
2.1.4 Alat ukur cyberbullying
Terdapat beberapa pengukuran cyberbullying, diantaranya:
1. Cyber Bullying Inventory (CBI). Alat ukur ini dibuat oleh Erdur-Baker (2007),
terdiri dari dua bentuk paralel yaitu cyberbullying dan cyber victimization. Untuk
cyberbullying terdapat 16 pertanyaan dan cyber victimization terdapat 18
pertanyaan. Item diukur dengan menggunakan skala Likert 1-4 (1= tidak pernah
terjadi pada saya, 2= terjadi sekali atau dua kali, 3= terjadi tiga-lima kali, 4= terjadi
lebih dari lima kali). Alat ukur ini memiliki nilai internal consistency (coefficient
α) sebesar .72 (Topcu & Erdur Baker, 2010).
2. The Cyberbullying Questionnaire (CBQ). Alat ukur ini dibuat oleh Calvete, et.al
(2010), bertujuan untuk menilai prevalensi berbagai modalitas cyberbullying pada
remaja. Terdiri dari 16 item yang menggambarkan 16 bentuk cyberbullying, seperti
mengirim pesan yang mengancam atau mengintimidasi, meniru seseorang,
hacking, merekam agresi melalui telepon seluler dan lainnya. Item diukur dengan
menggunakan skala Likert 0-2, (0= tidak pernah, 1= kadang-kadang, 2= sering).
20
Alat ukur ini juga dilengkapi dengan beberapa pertanyaan terbuka untuk
menggambarkan perilaku yang dilakukan dan memiliki nilai internal consistency
(coefficient α) sebesar .81.
3. Kuesioner Cyberbullying I. Alat ukur ini dibuat oleh Mayangsari (2015) dengan
mengacu pada teori Willard (2005). Alat ukur ini terdiri dari 25 item dan mengukur
dimensi flaming, harrassment, denigration, impersonation, outing, trickery dan
exclusion. Alternatif jawaban menggunakan model skala Likert 4 poin dengan
pilihan jawaban yakni: SJ (sangat jarang), J (jarang), S (sering) dan SS (sangat
sering). Alat ukur ini memiliki nilai internal consistency (coefficient α) sebesar .82.
Pada penelitian ini, peneliti melakukan modifikasi alat ukur Kuesioner
Cyberbullying I (Mayangsari, 2015) karena alat ukur mencakup semua dimensi
cyberbullying pada teori Willard (2005), berfokus pada pelaku cyberbullying dan
sangat reliabel yang memiliki nilai internal consistency (coefficient α) sebesar .82. Alat
ukur ini dimodifikasi pada bagian media sosial yang diteliti, perbaikan kalimat agar
lebih mudah dimengerti dan menambah beberapa item untuk disesuaikan dengan
penelitian saat ini.
2.2 Kepribadian
2.2.1 Definisi kepribadian
Allport (1936) mengungkapkan bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam
individu dari sistem psikofisik yang menentukan perilaku dan pemikiran
21
karakteristiknya. Allport menambahkan bahwa kebanyakan manusia memiliki lima
sampai sepuluh trait utama (central traits) yang merefleksikan cara khusus manusia
dalam berperilaku, dalam berhubungan dengan orang lain dan dalam bereaksi terhadap
situasi baru.
Golberg (1981) menjelaskan bahwa big five adalah nama yang dipilih bukan
untuk mencerminkan kebesaran intrinsik, tetapi untuk menekankan bahwa masing-
masing faktor ini sangat luas. Dengan demikian, struktur big five tidak menyiratkan
bahwa perbedaan kepribadian dapat dikurangi menjadi hanya lima sifat. Sebaliknya,
lima dimensi ini mewakili kepribadian pada tingkat abstraksi terluas dan masing-
masing dimensi merangkum sejumlah besar karakteristik kepribadian yang berbeda
dan lebih spesifik.
Menurut Pervin (1994) kepribadian adalah organisasi yang kompleks dari
kognisi, perasaan dan perilaku yang memberikan arah dan pola (koherensi) dalam
kehidupan seseorang. Seperti tubuh, kepribadian terdiri dari struktur dan proses yang
mencerminkan sifat (gen) dan memelihara (pengalaman). Selain itu, kepribadian
termasuk efek dari masa lalu, termasuk kenangan masa lalu, serta konstruksi masa kini
dan masa depan. Menurut McCrae & Costa (1999), kepribadian adalah organisasi
psikologis yang dinamis, yang mengkoordinasikan pengalaman dan tindakan, menjadi
pembeda individu dalam kecenderungan untuk menunjukkan pola pemikiran, perasaan
dan tindakan yang konsisten.
22
Adapun dalam penelitian ini, peneliti menggunakan definisi dari McCrae &
Costa (1999) yang mendefinisikan kepribadian sebagai organisasi psikologis yang
dinamis, yang mengkoordinasikan pengalaman dan tindakan, menjadi pembeda
individu dalam kecenderungan untuk menunjukkan pola pemikiran, perasaan dan
tindakan yang konsisten.
2.2.2 Tipe kepribadian
Terdapat lima tipe kepribadian menurut McCrae & Costa (dalam Wade & Tavris,
2007), yaitu:
1) Extraversion
Extraversion mencakup trait seperti individu yang supel, banyak bicara, suka
bersosialisasi, senang berpetualang dan cenderung ingin tampil di depan umum.
Berbeda dengan sifat kebalikannya yaitu introvert, dimana trait ini cenderung
pemalu, pendiam, penyendiri, waspada dan lebih memilih untuk tampil di belakang
layar.
2) Agreeableness
Agreeableness mencakup trait seperti individu yang santai, kooperatif, cenderung
merasa aman dengan dirinya maupun lingkungan disekitarnya. Agreeableness
merefleksikan kecenderungan individu untuk memiliki hubungan yang baik dengan
rekan-rekannya. Berbeda dengan kebalikannya yaitu antagonisme yang mencakup
trait yang mudah merasa terganggu, cenderung pembangkang, mudah curiga,
23
mudah cemburu serta memiliki hubungan yang penuh ketegangan dengan rekan-
rekan individu.
3) Conscientiousness
Conscientiousness menggambarkan individu yang bertanggung jawab, pantang
menyerah, tegas, rapi, serta disiplin. Sifat kebalikannya adalah impulsive yaitu
menggambarkan individu yang tidak dapat diandalkan, mudah menyerah, sulit
untuk menentukan pendapat, cenderung ceroboh dan impulsive.
4) Neuroticism
Neuroticism menggambarkan tingkat kecemasan seseorang, tidak mampu
mengontrol dorongan dan cenderung memiliki emosi negatif seperti kemarahan,
rasa bersalah, kebencian dan penolakan. Individu seperti ini akan sering merasa
khawatir, sering mengeluh dan cenderung pembangkang, bahkan ketika individu
yang bersangkutan tidak memiliki masalah dalam hidupnya. Individu tersebut akan
selalu melihat sisi pahit dari kehidupan dan tidak dapat merasakan sisi kehidupan
yang menyenangkan.
5) Openness To Experience
Openness to experience menggambarkan kepribadian individu yang dipenuhi rasa
ingin tahu yang besar, imajinatif, selalu mempertanyakan segala hal, kreatif, senang
belajar sesuatu yang baru dan pandai menciptakan aktivitas diluar kebiasaan.
Openness to experience erat kaitannya dengan keterbukaan wawasan dan
orisinalitas ide.
24
2.2.3 Alat ukur kepribadian
Terdapat beberapa pengukuran kepribadian, diantaranya:
1. Big Five Inventory (BFI). Alat ukur ini dikembangkan oleh John dan Srivastava
(1999), terdiri dari 44 item yaitu extraversion (8 item), agreeableness (9 item),
conscientiousness (9 item), neuroticism (8 item), openness to experience (10 item)
dengan nilai internal consistency (coefficient α) sebesar .83. Big Five Inventory
(BFI) menggunakan skala Likert 5 poin yang terdiri dari skala 1 (sangat tidak
setuju) sampai skala 5 (sangat setuju) (John, Robins & Pervin, 2008).
2. Ten-Item Personality Inventory (TIPI). Alat ukur ini dikembangkan oleh Gosling,
Rentfrow dan Swann (2003), terdiri dari 10 item yang mengukur extraversion,
agreeableness, conscientiousness, neuroticism dan openness to experience dengan
nilai internal consistency (coefficient α) sebesar .72. Alternatif jawaban
menggunakan model skala Likert 7 poin, yang terdiri dari skala 1 (sangat tidak
setuju) sampai skala 7 (sangat setuju).
3. Big Five Invertory Kurzversion (BFI-K). BFI-K merupakan adaptasi Jerman dan
versi singkat dari BFI (Big Five Inventory) (Blickle, et.al, 2008). Alat ukur ini
dikembangkan oleh Rammstedt dan John (2005) dan menggunakan skala Likert 5
poin. BFI-K memiliki 21 item dimana 4 skala (extraversion, agreeableness,
conscientiousness, neuroticism) terdiri dari 4 item, sedangkan openness to
experience terdiri dari 5 item (Kovaleva, et.al, 2013). BFI-K memiliki nilai internal
25
consistency (coefficient α) sebesar .83 dengan korelasi test-retest berkisar antara
.76 dan .93.
Peneliti menggunakan dan melakukan adaptasi alat ukur BFI-K yang
dikembangkan oleh Rammstedt dan John (2005). Alasan dipilih karena efisiensi BFI-
K dan sifat psikometriknya yang relatif baik, yaitu memiliki nilai internal consistency
(coefficient α) sebesar .83 dengan korelasi test-retest berkisar antara .76 dan .93,
sehingga menjadikannya instrumen pilihan untuk beberapa penelitian selama beberapa
tahun terakhir (Kovaleva, et.al, 2013).
2.3 Moral Disengagement
2.3.1 Definisi moral disengagement
Bandura, et.al (1996) mendefinisikan moral disengagement sebagai proses sosio
kognitif dimana orang rata-rata mampu melakukan tindakan yang mengerikan terhadap
orang lain. Menurut Bandura, moral disengagement berfungsi untuk membinasakan
individu, membuat tindakan negatif dan tidak manusiawi, karena individu dibebaskan
dari kecaman diri dan potensi kesalahan. Definisi moral disengagement menurut
Hymel, Rocke-Henderson dan Bonanno (2005) adalah proses sosio kognitif yang
terjadi dalam diri individu yang membuatnya dapat melakukan tindakan yang
mengerikan terhadap orang lain dimana memungkinkan individu untuk bertindak
negatif dan tidak manusiawi, karena individu terlepas dari sikap merasa bersalah dan
kecaman diri.
26
Detert, Trevino dan Sweitzer (2008) mendefinisikan moral disengagement
sebagai seperangkat mekanisme kognitif yang menonaktifkan proses pengaturan moral
diri (moral self-regulatory), sehingga individu sering membuat keputusan yang tidak
etis tanpa rasa bersalah atau kecaman diri (self-censure). Definisi moral disengagement
menurut Lazuras, et.al (2013) yaitu bahwa moral disengagement memungkinkan
moralisasi kognitif pada tindakan yang seharusnya dianggap tidak bermoral atau
bertentangan dengan norma moral pribadi. Dengan demikian, pelepasan moral dapat
menenangkan ketidaknyamanan mental yang terkait dengan perselisihan, argumen dan
bahkan bentuk-bentuk perilaku agresif yang lebih ekstrim yang mungkin terjadi dalam
interaksi sosial.
Menurut Robson dan Witenberg (2013), moral disengagement didasarkan pada
teori kognitif sosial dan didefinisikan sebagai proses kognitif dimana seseorang
membenarkan perilakunya yang berbahaya atau agresif, dengan melonggarkan
mekanisme pengaturan diri dalam dirinya yang biasanya menjaga perilaku sesuai
dengan standar pribadi. Definisi moral disengagement menurut Meter dan Bauman
(2016) adalah mekanisme kognitif dimana seseorang meyakinkan dirinya sendiri
bahwa perilaku yang bertentangan dengan standar moral pribadi mereka dapat
diterima. Mekanisme regulasi diri (self-regulation) yang mengatur perilaku moral,
apakah menjaga perilaku individu dalam ranah moral atau melepaskan diri dari
kepercayaan moral untuk memungkinkan pelanggaran, digunakan ketika diaktifkan.
27
Dari berbagai definisi yang telah dipaparkan diatas, peneliti memilih definisi
moral disengagement dari Hymel, Rocke-Henderson dan Bonanno (2005) yaitu proses
sosio kognitif yang terjadi dalam diri individu yang membuatnya dapat melakukan
tindakan yang mengerikan terhadap orang lain dimana memungkinkan individu untuk
bertindak negatif dan tidak manusiawi, karena individu terlepas dari sikap merasa
bersalah dan kecaman diri.
2.3.2 Dimensi moral disengagement
Menurut Bandura, et.al (1996), terdapat delapan dimensi moral disengagement:
1) Moral justification
Mekanisme moral justification melibatkan rekonstruksi kognitif perilaku. Individu
biasanya tidak terlibat dalam perilaku berbahaya kecuali mereka secara moral
membenarkan tindakan seperti itu. Dalam proses ini, perilaku agresif dibuat dapat
diterima secara moral dan sosial dengan melampirkannya dengan nilai sosial atau
tujuan moral. Moral justification dapat disimpulkan bahwa individu
merekonstruksikan kerugian kepada orang lain dengan cara yang membuatnya
tampak dapat dibenarkan secara moral.
2) Euphemistic language
Bahasa eufemistik (euphemistic language) sering digunakan untuk membuat
konsekuensi dari perilaku berbahaya menjadi kurang berbahaya dan lebih dapat
diterima dengan menyembunyikan perilaku agresif dalam bahasa yang polos.
Misalnya "saya hanya membiarkan emosi saya keluar" ketika mendorong atau
28
memprovokasi orang lain. Dengan bahasa eufemistik, individu menggunakan lebih
banyak bahasa netral untuk membuat perilaku tercela tampak kurang berbahaya
atau bahkan jinak.
3) Advantageous comparison
Menurut Bandura, et.al (1996), dengan advantageous comparison (perbandingan
yang menguntungkan) perilaku tidak etis (perilaku berbahaya) dibandingkan
dengan perilaku yang bahkan lebih berbahaya, sehingga membuat perilaku asli
tampak dapat diterima. Dalam mekanisme ini, perilaku dibandingkan dengan yang
lebih serius sehingga perilaku tercela dibuat lebih dapat diterima.
4) Displacement of responsibility
Displacement of responsibility (pemindahan tanggung jawab) dapat dikatakan
bahwa individu melihat perilaku agresif mereka sebagai hasil dari tuntutan pihak
berwenang atau tekanan sosial dan bukan tanggung jawab pribadi mereka. Dengan
demikian, karena individu tidak dipandang sebagai agen sebenarnya dari tindakan
tersebut, reaksi yang menyalahkan diri sendiri atau self-censuring (kecaman diri)
dapat dihindarkan (misalnya pelanggaran yang dilakukan oleh pemain dituntut oleh
pelatih).
5) Diffusion of responsibility
Rasa tanggung jawab dapat disebarkan dan dibagikan oleh pembagian kerja,
pengambilan keputusan kelompok atau tindakan kelompok. Individu dapat
bertindak lebih kejam dalam suatu kelompok karena tindakan mereka mungkin
tidak bertanggung jawab secara pribadi, melainkan menjadi tanggung jawab
29
bersama. Misalnya "semua orang curang, jadi tidak apa-apa bagi saya untuk menipu
juga".
6) Distortion of consequences
Distortion of consequences (penyimpangan konsekuensi) yaitu dimana individu
mengurangi atau mengabaikan konsekuensi negatif yang disebabkan oleh tindakan
berbahaya mereka. Selama hasil yang merugikan diminimalkan, terdistorsi atau
diabaikan, penghukuman diri cenderung tidak diaktifkan.
7) Dehumanization
Dehumanisasi (penghilangan harkat manusia) terjadi dimana individu
menghilangkan karakteristik manusia kepada para korban tindakan agresif mereka,
sehingga kecaman diri (self-censuring) terhadap perilaku tersebut dapat dilepaskan.
Misalnya “lawan saya bertindak seperti binatang, jadi saya akan
memperlakukannya seperti itu".
8) Attribution of blame
Attribution of blame yaitu dimana individu menganggap bahwa mereka dipaksa
untuk mengambil tindakan agresif dengan provokasi, sehingga tindakan seperti itu
dibenarkan sebagai reaksi defensif dan menyalahkan para korban karena membawa
kesengsaraan pada diri mereka sendiri. Melihat perilaku berbahaya seseorang
karena didorong oleh situasi yang memaksa daripada keputusan pribadi juga dapat
menghindari penghukuman diri. Misalnya bertindak keras untuk “membalas”
perilaku agresif sebelumnya dari pihak lawan.
30
Pada tahun 2005 dengan mengacu pada teori Bandura, et.al (1996), Hymel, Rocke-
Henderson dan Bonanno (2005) mengklasifikasikan delapan dimensi moral
disengagement tersebut menjadi empat dimensi.
1) Cognitive restructuring
Cognitive restructuring adalah kepercayaan dan argumen yang berfungsi untuk
membingkai perilaku berbahaya melalui hal-hal seperti pembenaran perilaku
(moral justification), penggunaan bahasa yang membuat perilaku negatif terdengar
kurang negatif (euphemistic labeling) dan perbandingan pada perilaku yang jauh
lebih negatif (advantageous comparisons).
2) Minimizing agency
Minimizing agency mengacu pada strategi kognitif yang memindahkan,
menyebarkan atau membagikan tanggung jawab atas tindakan negatif kepada orang
yang memiliki otoritas lebih besar atau kepada kelompok untuk meminimalkan
atau menutupi tanggung jawab pribadi.
3) Distortion of negative consequences
Distortion of negative consequences melibatkan strategi individu yang membantu
menjauhkan dirinya dari bahaya atau dampak negatif yang diperoleh dari
tindakannya, misalnya individu menghindari perasaan disalahkan.
4) Blaming / dehumanizing the victim
Individu mengurangi dampak moral dari perilaku negatif dengan menyalahkan dan
tidak memanusiakan korban (blaming / dehumanizing the victim). Melihat korban
31
layak menerima tindakan yang merugikan dan bertanggung jawab atas tindakan
tersebut.
Peneliti menggunakan empat dimensi moral disengagement Hymel, Rocke-Henderson
dan Bonanno (2005), karena sudah mencakup delapan dimensi moral disengagement
Bandura, et.al (1996).
2.3.3 Alat ukur moral disengagement
1) Moral disengagement scale. Alat ukur ini dibuat oleh Bandura, et.al (1996) dan
ditujukan untuk sample anak-anak. Alat ukur ini berisi 32 item yang mengukur
dimensi moral justification, euphemistic language, advantageous comparison,
displacement of responsibility, diffusion of responsibility, distortion of
consequences, dehumanization dan attribution of blame, dengan skala Likert 3 poin
dan memiliki internal consistency (coefficient α = .80).
2) Moral disengagement scale. Alat ukur ini dikembangkan oleh Hymel, Rocke-
Henderson dan Bonanno (2005) dengan mengklasifikasikan ke delapan dimensi
moral disengagement pada teori Bandura menjadi hanya empat dimensi. Alat ukur
ini terdiri dari 18 item yang mengukur 4 dimensi, yaitu: cognitive restructuring,
minimizing agency, distortion of negative consequences, blaming / dehumanizing
the victim. Alternatif jawaban menggunakan skala Likert 4 poin dari “sangat tidak
setuju” (skala 1) sampai “sangat setuju” (skala 4). Alat ukur ini memiliki nilai
internal consistency (coefficient α = .81).
32
Peneliti melakukan modifikasi alat ukur Moral Disengagement Scale yang
dikembangkan oleh Hymel, Rocke-Henderson dan Bonanno (2005). Alat ukur ini
dipilih karena lebih baru dan memiliki reliabilitas yang tinggi dengan nilai internal
consistency (coefficient α = .81). Modifikasi dilakukan dengan perbaikan kalimat agar
lebih mudah dimengerti untuk disesuaikan dengan penelitian saat ini.
2.4 Loneliness
2.4.1 Definisi loneliness
Menurut Russell (1978) loneliness adalah pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan, yang terkait dengan perasaan kekosongan, kecanggungan dan
kebosanan. Perlman dan Peplau (1984) mendefinisikan loneliness sebagai pengalaman
tidak menyenangkan yang terjadi ketika hubungan sosial individu secara signifikan
kurang baik dalam kualitas maupun kuantitas. Definisi ini terbagi menjadi tiga poin
tentang bagaimana individu memandang loneliness. Pertama, loneliness disebabkan
oleh kekurangan dalam menjalin hubungan sosial. Loneliness terjadi ketika ada
ketidaksesuaian antara hubungan sosial aktual seseorang dan kebutuhan atau keinginan
seseorang untuk berkontak sosial. Terkadang loneliness dihasilkan dari perubahan
kebutuhan sosial individu, bukan dari perubahan dalam tingkat kontak sosial mereka
yang sebenarnya. Kedua, loneliness merupakan pengalaman subjektif dan tidak identik
dengan isolasi sosial yang objektif. Individu bisa sendirian tanpa merasa kesepian atau
merasa kesepian ditengah kerumunan. Ketiga, loneliness merupakan pengalaman yang
33
tidak menyenangkan. Meskipun kesepian mungkin memacu pertumbuhan pribadi,
pengalaman itu sendiri tidak menyenangkan dan menyusahkan.
Menurut Gierveld dan Tilburg (1998) loneliness adalah situasi yang dialami
oleh individu dimana terdapat individu yang tidak suka dengan kurangnya (kualitas)
hubungan tertentu. Ini termasuk situasi dimana jumlah hubungan yang ada lebih kecil
dari yang diinginkan atau dapat diterima, serta situasi dimana keintiman yang
diinginkannya belum terwujud. Dengan demikian loneliness terlihat melibatkan cara
individu tersebut memandang, mengalami, mengevaluasi keterasingannya dan
kurangnya komunikasi dengan orang lain. Gierveld dan Tilburg (2006) menyebutkan
bahwa loneliness adalah indikator kesejahteraan sosial dan berkaitan dengan perasaan
kehilangan hubungan intim (kesepian emosional) atau kehilangan jaringan sosial yang
lebih luas (kesepian sosial).
Hawkley dan Cacioppo (2010) menegaskan bahwa loneliness identik dengan
isolasi sosial yang dirasakan, bukan dengan isolasi sosial yang objektif. Seseorang
dapat menjalani kehidupan yang relatif menyendiri dan tidak merasa kesepian dan
sebaliknya, mereka dapat menjalani kehidupan sosial yang kaya dan seolah-olah
merasa kesepian. Kesepian didefinisikan sebagai perasaan menyusahkan yang
menyertai persepsi bahwa kebutuhan sosial seseorang tidak terpenuhi oleh kuantitas
atau terutama kualitas hubungan sosial seseorang.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, peneliti mengacu pada definisi yang
dikemukakan oleh Russell (1978) bahwa loneliness merupakan pengalaman emosional
34
yang tidak menyenangkan, yang terkait dengan perasaan kekosongan, kecanggungan
dan kebosanan.
2.4.2 Dimensi loneliness
Teori loneliness yang dikemukakan oleh Russell (1978) bersifat unidimensional.
Unidimensional adalah konstruk yang berhubungan langsung dengan item-itemnya dan
item-item tersebut bukan merupakan manifestasi dari sub-konstruk atau dimensi dari
konstruk tersebut (Purwanto, 2014).
2.4.3 Alat ukur loneliness
Terdapat beberapa pengukuran loneliness, diantaranya:
1. The Revised UCLA Loneliness Scale. Alat ukur ini dikembangkan oleh Austin
(1983) yang terdiri dari 21 item dan digunakan untuk mengukur intimate others,
social others dan belonging and affiliation. Alat ukur ini memiliki nilai cronbach’s
alpha = .85.
2. UCLA Loneliness Scale (Version 3). Alat ukur ini dikembangkan oleh Russel
(1996) dan terdiri dari 20 item dengan menggunakan skala Likert 4 poin (1= tidak
pernah, 2= jarang, 3= kadang-kadang, 4= sering). Alat ukur ini memiliki nilai
internal consistency (coefficient α berkisar antara .89 sampai .94) dan reliabilitas
test-retest .73.
3. De Jong Gierveld Loneliness Scale. Alat ukur ini terdiri dari 6 item yang mengukur
emotional loneliness dan social loneliness dengan cronbach’s alpha = .84.
35
Terdapat tiga alternatif pilihan jawaban, diantaranya “iya”, “lebih atau kurang” dan
“tidak” (Gierveld & Tilburg, 2006).
4. Loneliness Inventory. Alat ukur ini dikembangkan oleh Uma dan Krishnan, berisi
19 item dengan menggunakan skala Likert 5 poin dengan cronbach’s alpha = .72
(dalam Bhardwaj & Ashok, 2015).
Peneliti menggunakan dan melakukan adaptasi alat ukur UCLA Loneliness
Scale (Version 3) yang dikembangkan oleh Russel (1996), karena alat ukur ini sangat
reliabel yang memiliki nilai internal consistency (coefficient α berkisar antara .89
sampai .94) dan reliabilitas test-retest .73. Alat ukur ini valid diberbagai populasi dan
metode pengumpulan data, serta format respon dan item lebih sederhana dibandingkan
alat ukur lainnya.
2.5 Kerangka Berpikir
Hidup pada era generasi Z (post millennials) membuat individu tidak bisa lepas dari
penggunaan internet dan media sosial merupakan wadah yang penting untuk
berkomunikasi. Hal ini memberikan dampak negatif seperti cyberbullying. Lekatnya
generasi Z (post millennials) dengan perkembangan terknologi dan internet yang
canggih membuat mereka lebih banyak menghabiskan waktu di dunia maya dan lebih
terbuka untuk mengekspresikan dirinya tanpa harus terbentur norma sosial yang biasa
ditemukan pada interaksi langsung, sehingga peluang untuk melakukan cyberbullying
lebih terbuka. Berikut adalah faktor-faktor yang memengaruhi cyberbullying.
36
Kepribadian dapat memprediksi cyberbullying. Tipe kepribadian extraversion
cenderung percaya diri, berani, ingin selalu unggul dan menjadi pusat perhatian. Rasa
percaya diri dan keberanian yang besar membuat individu dominan dan memiliki
power, sehingga meningkatkan kemungkinan individu menjadi prediktor
cyberbullying. Tipe kepribadian agreeableness memiliki relasi pertemanan yang luas,
sehingga memiliki banyak teman di dunia nyata maupun dunia maya dan dapat
membentuk perilaku dengan mempertimbangkan kondisi dimana mereka perlu
berperilaku. Dengan banyaknya teman, individu semakin percaya diri dan memiliki
power untuk melakukan cyberbullying.
Tipe kepribadian openness to experience senang mencoba sesuatu yang baru,
memiliki rasa ingin tahu yang besar dan pandai menciptakan aktivitas di luar kebiasaan.
Rasa ingin tahu yang besar membuat individu penasaran dan ingin mencoba keluar dari
zona nyamannya dengan menjadi pelaku cyberbullying, karena individu senang
membuat aktivitas di luar kebiasaan. Tipe kepribadian neuroticism secara emosional
tidak stabil, sensitif dan intoleran. Sifat ini membuat individu cenderung lebih mudah
marah dan tersinggung jika mendapati seseorang membuat masalah dengannya,
sifatnya yang intoleran membuat individu tega untuk menyerang dan menyakiti korban
di media sosial. Hal ini meningkatkan kemungkinan individu menjadi prediktor
cyberbullying. Tipe kepribadian conscientiousness cenderung pantang menyerah dan
tegas. Sifat tegas membuat individu berani untuk menindas seseorang dan individu
37
akan muncul sebagai orang yang pantang menyerah dalam beradu mulut di media
sosial. Hal ini meningkatkan kemungkinan individu menjadi prediktor cyberbullying.
Moral disengagement dapat memprediksi cyberbullying. Individu yang mem-
posting atau mengirimkan pesan kejam dan jahat kepada orang lain di media sosial,
akan menganggapnya layak mendapatkan perlakuan yang merugikan (blaming /
dehumanizing the victim) dan membenarkan perilakunya (cognitive restructuring)
lebih memungkinkan terlibat dalam cyberbullying. Melakukan pembenaran atas
tindakannya merupakan strategi yang membantu menjauhkan individu dari bahaya
baginya, seperti merasa disalahkan (distortion of negative consequences). Individu
yang tidak merasa bersalah, merasakan suatu keuntungan atas perbuatannya dan akan
melemparkan tanggung jawab atas perbuatan cyberbullying terhadap orang lain
(minimizing agency). Dalam hal ini, dapat diasumsikan bahwa moral disengagement
memiliki peran dalam terjadinya cyberbullying.
Loneliness dapat memprediksi cyberbullying. Individu yang merasa kesepian
memiliki keterampilan sosial dan komunikasi yang buruk di dunia nyata, karena
ketidaksesuaian antara hubungan sosial aktual individu dengan keinginannya untuk
berkontak sosial, sehingga individu lebih memilih dunia maya sebagai tempat
berinteraksi dan menghabiskan banyak waktu. Hal ini memungkinkan individu untuk
terlibat dalam cyberbullying.
38
Berikut ini merupakan bagan dari kerangka berpikir penelitian:
\
Gambar 2.1 Bagan kerangka berpikir penelitian.
2.6 Hipotesis Penelitian
2.6.1 Hipotesis mayor:
Hipotesis mayor pada penelitian ini adalah: “Ada pengaruh yang signifikan dari
kepribadian (extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness to
experience), moral disengagement (cognitive restructuring, minimizing agency,
distortion of negative consequences, blaming / dehumanizing the victim) dan loneliness
terhadap pelaku cyberbullying pada generasi Z.”
Big Five Personality
Moral Disengagement
Cyberbullying
Extraversion
Agreeableness
Conscientiousness
Neuroticism
Openness
Cognitive restructuring
Minimizing agency
Distortion of negative
consequences
Blaming / dehumanizing
the victim
Loneliness
39
2.6.2 Hipotesis minor:
H1 : Ada pengaruh signifikan tipe kepribadian extraversion pada variabel kepribadian
terhadap pelaku cyberbullying pada generasi Z.
H2 : Ada pengaruh signifikan tipe kepribadian agreeableness pada variabel kepribadian
terhadap pelaku cyberbullying pada generasi Z.
H3 : Ada pengaruh signifikan tipe kepribadian conscientiousness pada variabel
kepribadian terhadap pelaku cyberbullying pada generasi Z.
H4 : Ada pengaruh signifikan tipe kepribadian neuroticism pada variabel kepribadian
terhadap pelaku cyberbullying pada generasi Z.
H5 : Ada pengaruh signifikan tipe kepribadian openness to experience pada variabel
kepribadian terhadap pelaku cyberbullying pada generasi Z.
H6 : Ada pengaruh signifikan dimensi cognitive restructuring pada variabel moral
disengagement terhadap pelaku cyberbullying pada generasi Z.
H7 : Ada pengaruh signifikan dimensi minimizing agency pada variabel moral
disengagement terhadap pelaku cyberbullying pada generasi Z.
H8 : Ada pengaruh signifikan dimensi distortion of negative consequences pada
variabel moral disengagement terhadap pelaku cyberbullying pada generasi Z.
H9 : Ada pengaruh signifikan dimensi blaming / dehumanizing the victim pada variabel
moral disengagement terhadap pelaku cyberbullying pada generasi Z.
H10 : Ada pengaruh signifikan variabel loneliness terhadap pelaku cyberbullying pada
generasi Z.
40
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh generasi Z (laki-laki dan perempuan) di
Jabodetabek. Sampel dalam penelitian ini 257 generasi Z (laki-laki dan perempuan)
berusia 15-22 tahun yang tinggal di daerah Jabodetabek. Adapun kriteria sampel dalam
penelitian ini adalah individu yang memiliki akun Instagram dan Youtube, pernah
terlibat dalam cyberbullying di Instagram dan Youtube (menyindir, menghina,
melecehkan, stalking, hacking, terlibat percekcokan atau pertengkaran, berkomentar
negatif, membuat akun palsu dengan identitas orang lain atau lainnya) setidaknya satu
kali. Kuesioner dikontrol dengan pemberian kriteria dan pernyataan “Saya sudah
membaca kriteria responden untuk mengisi kuesioner” yang harus di-klik “Ya” pada
kuesioner online untuk memastikan jika responden benar telah membaca kriteria, agar
dapat melanjutkan untuk mengisi kuesioner.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik non-probability
sampling, yaitu setiap unsur yang terdapat di dalam populasi tidak memiliki peluang
yang sama untuk dijadikan sampel, bahkan probabilitasnya tidak diketahui. Jenis
sampling yang digunakan adalah convenience sampling, yaitu metode penetapan
sampel berdasarkan kebetulan saja, anggota populasi yang ditemui peneliti dan
bersedia menjadi responden untuk dijadikan sampel.
41
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel terikat dan variabel bebas.
Variabel-variabel penelitian yang akan diteliti yaitu:
1. Dependent variable (DV) : Cyberbullying
2. Independent variable (IV) : Variabel kepribadian (extraversion, agreeableness,
conscientiousness, neuroticism, openness to experience), variabel moral
disengagement (cognitive restructuring, minimizing agency, distortion of negative
consequences, blaming / dehumanizing the victim) dan variabel loneliness.
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian berdasarkan penentuan
dependent variable dan independent variable sebagai berikut:
1. Cyberbullying adalah perilaku agresif terhadap orang lain dengan mengirim atau
mengunggah materi yang menyakitkan secara berulang terhadap korban yang tidak
dapat dengan mudah membela dirinya, melalui internet atau teknologi digital
lainnya. Cyberbullying memiliki bentuk dan aspek-aspek seperti flaming,
harassment, denigration, impersonation, outing, trickery dan exclusion. Dimensi
cyberbullying yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Flaming, yakni pertengkaran (perang berapi-api) yang terjadi secara online
menggunakan bahasa yang cenderung kasar, vulgar, menunjukkan kemarahan
dan biasa terjadi di setting publik.
b. Harassment, yakni mengirim pesan yang buruk, jahat, kasar, kejam, bersifat
melecehkan dan cenderung berulang.
42
c. Denigration, yakni mengirim, mem-posting, menyebarluaskan rumor
(informasi yang tidak benar) dan bersifat penghinaan kepada seseorang dengan
tujuan pencemaran nama baik, merusak reputasi atau persahabatan orang
tersebut.
d. Impersonation, yakni peniruan identitas dengan berpura-pura menjadi orang
lain dan mengirim atau mem-posting hal-hal yang membuat orang tersebut
dalam masalah, dalam bahaya dan merusak reputasi atau persahabatan orang
tersebut.
e. Outing, yakni menyebarluaskan rahasia atau informasi yang mempermalukan
seseorang secara online.
f. Trickery, yakni membujuk seseorang untuk menceritakan informasi
memalukan atau rahasianya yang kemudian disebarluaskan secara online.
g. Exclusion, yakni mengucilkan seseorang dalam group online dan sengaja
mengeluarkan orang tersebut dari group online secara kasar.
2. Kepribadian adalah organisasi psikologis yang dinamis, yang mengkoordinasikan
pengalaman dan tindakan, menjadi pembeda individu dalam kecenderungan untuk
menunjukkan pola pemikiran, perasaan dan tindakan yang konsisten. Tipe
kepribadian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Extraversion, yakni menggambarkan individu yang bersemangat dan antusias,
senang bersosialisasi, senang menjalin relasi dengan orang lain, asertif dalam
bersikap dan ingin menjadi pusat perhatian.
43
b. Agreeableness, yakni menggambarkan individu yang kooperatif, lembut, dapat
dipercaya dan memiliki relasi yang baik dengan teman-temannya.
c. Conscientiousness, yakni menggambarkan individu yang bertanggung jawab,
pantang menyerah, tegas, rapi, teliti serta disiplin.
d. Neuroticism, yakni menggambarkan individu yang cenderung memiliki emosi
negatif seperti kemarahan, rasa bersalah, kebencian, pencemas, tidak mampu
mengontrol dorongan, mudah mengeluh dan penolakan.
e. Openness to experience, yakni menggambarkan individu yang dipenuhi rasa
ingin tahu yang besar, imajinatif, selalu mempertanyakan segala hal,
keterbukaan wawasan dan kreatif.
3. Moral disengagement adalah proses sosio kognitif yang terjadi dalam diri individu
yang membuatnya dapat melakukan tindakan yang mengerikan terhadap orang lain
dimana memungkinkan individu untuk bertindak negatif dan tidak manusiawi,
karena individu terlepas dari sikap merasa bersalah dan kecaman diri. Dimensi
moral disengagement yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Cognitive restructuring, yakni kepercayaan dan argumen yang berfungsi untuk
membingkai perilaku berbahaya melalui hal-hal seperti pembenaran perilaku
(moral justification), penggunaan bahasa yang membuat perilaku negatif
terdengar kurang negatif (euphemistic labeling) dan perbandingan pada
perilaku yang jauh lebih negatif (advantageous comparisons).
b. Minimizing agency, yakni strategi kognitif yang memindahkan, menyebarkan
atau membagikan tanggung jawab atas tindakan negatif kepada orang yang
44
memiliki otoritas lebih besar atau kepada kelompok untuk meminimalkan atau
menutupi tanggung jawab pribadi.
c. Distortion of negative consequences melibatkan strategi individu yang
membantu menjauhkan dirinya dari bahaya atau dampak negatif yang diperoleh
dari tindakannya, misalnya individu menghindari perasaan disalahkan.
d. Blaming / dehumanizing the victim, yakni individu mengurangi dampak moral
dari perilaku negatif dengan menyalahkan dan tidak memanusiakan korban
(blaming / dehumanizing the victim). Melihat korban layak menerima tindakan
yang merugikan dan bertanggung jawab atas tindakan tersebut.
4. Loneliness merupakan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan, yang
terkait dengan perasaan kekosongan, kecanggungan dan kebosanan.
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
3.3.1 Teknik pengumpulan data
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berbeda untuk masing-masing variabel.
Cyberbullying diukur menggunakan model skala Likert 4 poin, dengan pilihan jawaban
yakni: SJ (sangat jarang), J (jarang), S (sering) dan SS (sangat sering). Pengukuran dari
kepribadian menggunakan model skala Likert 5 poin dari “sangat tidak sesuai” (skala
1) sampai “sangat sesuai” (skala 5).
Pengukuran moral disengagement menggunakan skala Likert 4 poin dari
“sangat tidak setuju” (skala 1) sampai “sangat setuju” (skala 4). Pengukuran loneliness
menggunakan model skala Likert 4 poin, dengan pilihan jawaban yakni: TP (tidak
pernah), J (jarang), KK (kadang-kadang), S (sering). Alat ukur dalam penelitian ini
45
menggunakan item pernyataan positif (favorable) dan item pernyataan negatif
(unfavorable). Partisipan diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang
tersedia, sesuai dengan apa yang dirasakan atau dialami partisipan.
3.3.2 Instrumen penelitian
1. Skala Cyberbullying
Pengukuran cyberbullying pada penelitian ini, peneliti melakukan modifikasi alat
ukur Kuesioner Cyberbullying I yang dibuat oleh Mayangsari (2015). Alat ukur ini
terdiri dari 35 item dan terdapat 7 dimensi pada skala cyberbullying, yaitu: flaming,
harassment, denigration, impersonation, outing, trickery, exclusion. Alternatif
jawaban menggunakan model skala Likert 4 poin dengan pilihan jawaban yakni: SJ
(sangat jarang), J (jarang), S (sering) dan SS (sangat sering).
46
Tabel 3.1 Blue Print Skala Cyberbullying Dimensi Indikator Item
Flaming Pertengkaran online
Penggunaan bahasa yang kasar
Penggunaan bahasa yang vulgar
1, 2, 3, 4,
5, 6*
Harassment Mengirim pesan secara kasar
Mengirim pesan menghina
Mengirim pesan berulang
7, 8, 9, 10,
11, 12
Denigration Mem-posting rumor mengenai seseorang secara online
Mengirim rumor mengenai seseorang secara online
Menyebarluaskan rumor mengenai seseorang secara online
Bertujuan pencemaran nama baik
Bertujuan merusak pertemanan
13, 14, 15,
16
Impersonation Berpura-pura menjadi orang lain
Mengirim hal-hal yang membuat orang tersebut dalam
masalah
Mem-posting hal-hal yang membuat orang tersebut dalam
masalah
17, 18, 19,
20, 21
Outing Menyebarluaskan rahasia seseorang secara online
Menyebarluaskan informasi seseorang yang memalukan
secara online
22, 23, 24,
25, 26
Trickery Membujuk seseorang untuk menceritakan rahasianya
Menghasut seseorang untuk menceritakan informasi
pribadinya
Menyebarkan informasi tersebut secara online
27, 28, 29,
30, 31
Exclusion Mengucilkan seseorang di group online
Secara sengaja mengeluarkan orang tersebut dari group online
dengan kasar
32, 33, 34,
35
Total 35
*Item unfavorable
2. Skala Kepribadian
Pengukuran kepribadian pada penelitian ini menggunakan alat ukur BFI-K (Big
Five Invertory Kurzversion) yang dikembangkan oleh Rammstedt dan John (2005)
(Kovaleva, et.al, 2013). Alat ukur ini terdiri dari 21 item dan terdapat 5 tipe
kepribadian, yaitu: extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism
dan openness to experience. Alternatif jawaban menggunakan model skala Likert
5 poin, dari “sangat tidak sesuai” (skala 1) sampai “sangat sesuai” (skala 5).
47
Tabel 3.2 Blue Print Skala Kepribadian Dimensi Indikator Item
Extraversion Bersemangat
Antusias
Senang bersosialisasi
Asertif dalam bersikap
Ingin menjadi pusat perhatian
1, 2, 3*, 4*
Agreeableness Kooperatif
Lembut
Dapat dipercaya
Memiliki relasi baik dengan teman-teman
Fokus dengan hal-hal positif pada orang lain
5, 6*, 7*, 8*
Conscientiousness Bertanggung jawab
Pantang menyerah
Tegas
Rapi
Teliti
Disiplin
9, 10, 11,
12*
Neuroticism Emosi negatif
Kemarahan
Rasa bersalah
Kebencian
Pencemas
Tidak mampu mengontrol dorongan
Mudah mengeluh
13, 14, 15,
16*
Openness to experience Rasa ingin tahu yang besar
Imajinatif
Keterbukaan wawasan
Kreatif
17, 18, 19,
20, 21*
Total 21
*Item unfavorable
3. Skala Moral Disengagement
Pengukuran moral disengagement pada penelitian ini, peneliti melakukan
modifikasi alat ukur Moral Disengagement Scale yang dikembangkan oleh Hymel,
Rocke-Henderson dan Bonanno (2005). Alat ukur ini terdiri dari 18 item dan
terdapat 4 dimensi pada skala moral disengagement, yaitu: cognitive restructuring,
minimizing agency, distortion of negative consequences, blaming / dehumanizing
48
the victim. Alternatif jawaban menggunakan skala Likert 4 poin dari “sangat tidak
setuju” (skala 1) sampai “sangat setuju” (skala 4).
Tabel 3.3 Blue Print Skala Moral Disengagement Dimensi Indikator Item
Cognitive restructuring Menganggap cyberbullying adalah hal yang
wajar
Membenarkan perilaku cyberbullying
1, 2*, 3, 4, 5
Minimizing agency Tidak bertanggung jawab atas tindakan
cyberbullying
Melemparkan tanggung jawab atas tindakan
cyberbullying kepada orang lain
Melemparkan tanggung jawab atas tindakan
cyberbullying kepada orang yang memiliki
otoritas
6, 7, 8*
Distortion of negative
consequences Mengabaikan akibat dari perilaku
cyberbullying
9, 10, 11, 12
Blaming/ dehumanizing
the victim Menyalahkan korban
Menganggap cyberbullying terjadi karena
korban
13, 14, 15, 16,
17, 18
Total 18
*Item unfavorable
4. Skala Loneliness
Pengukuran loneliness pada penelitian ini menggunakan alat ukur UCLA
Loneliness Scale (Version 3) yang dikembangkan oleh Russel (1996). Terdiri dari
20 item, alternatif jawaban menggunakan model skala Likert 4 poin dengan pilihan
jawaban yakni: TP (tidak pernah), J (jarang), KK (kadang-kadang), S (sering).
Tabel 3.4 Blue Print Skala Loneliness Definisi Indikator Item
Loneliness merupakan pengalaman emosional
yang tidak menyenangkan, yang terkait
dengan perasaan kekosongan, kecanggungan
dan kebosanan.
Pengalaman emosional
yang tidak
menyenangkan
Perasaan kekosongan
Perasaan
kecanggungan
Perasaan kebosanan
1*, 2, 3, 4, 5*,
6*, 7, 8, 9*,
10*, 11, 12,
13, 14, 15*,
16*, 17, 18,
19*, 20*
Total 20
*Item unfavorable
49
3.4 Uji Validitas Konstruk
Instrumen penelitian diuji validitas dengan menggunakan metode Confirmatory Factor
Analysis (CFA). CFA adalah suatu bagian dari analisis faktor yang digunakan untuk
menguji sejauh mana masing-masing item valid dalam mengukur konstruk yang
hendak diukur. Confirmatory Factor Analysis (CFA) diuji dengan menggunakan
software LISREL 8.7. Cara pengujian validitas item dengan metode CFA menurut
Sorayah (dalam Umar, et.al, 2015) yaitu:
1. Menguji apakah hanya satu faktor saja yang menyebabkan item-item saling
berkorelasi (hipotesis unidimensionalitas item). Hipotesis ini diuji dengan Chi-
Square untuk memutuskan ada atau tidak ada perbedaan antara matriks korelasi
yang diperoleh dari data, dengan matriks korelasi yang dihitung menurut teori atau
model. Jika hasil Chi-Square tidak signifikan (p > 0.05), maka hipotesis nihil yang
menyatakan bahwa “tidak ada perbedaan antara matriks korelasi yang diperoleh
dari data dan model” tidak ditolak yang artinya item yang diuji mengukur satu
faktor saja (unidimensional).
Sedangkan jika nilai Chi-Square signifikan (p < 0.05) maka hipotesis nihil
tersebut ditolak, yang artinya item-item yang diuji ternyata mengukur lebih dari
satu faktor (multidimensional). Dalam keadaan demikian, maka peneliti melakukan
modifikasi terhadap model dengan cara memperbolehkan kesalahan pengukuran
pada item-item saling berkorelasi tetapi dengan tetap menjaga bahwa item hanya
mengukur satu faktor (unidimensional). Jika sudah diperoleh model yang fit (tetapi
tetap unidimensional) maka dilakukan langkah selanjutnya.
50
2. Menganalisis item mana yang menjadi sumber tidak fit. Terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan untuk mengetahui item mana yang menjadi sumber tidak fit,
yaitu:
a. Melakukan uji signifikansi terhadap koefisien muatan faktor dari masing-
masing item dengan menggunakan t-test. Jika nilai t yang diperoleh pada
sebuah item tidak signifikan (t < 1.96) maka item tersebut akan dieliminasi,
karena dianggap tidak signifikan sumbangannya terhadap pengukuran yang
sedang dilakukan.
b. Melihat arah dari koefisien muatan faktor (factor loading). Jika suatu item
memiliki muatan faktor negatif, maka item tersebut dieliminasi karena tidak
sesuai dengan pengukuran (berarti semakin tinggi nilai pada item tersebut,
semakin rendah nilai pada faktor yang diukur).
c. Sebagai kriteria tambahan (optional) dapat dilihat juga banyaknya korelasi
partial antar kesalahan pengukuran, yaitu kesalahan pengukuran pada suatu
item yang berkorelasi dengan kesalahan pengukuran pada item lain. Jika pada
suatu item terdapat terlalu banyak korelasi seperti ini (misalnya lebih dari tiga),
maka item tersebut juga akan dieliminasi. Alasannya adalah karena item yang
demikian, selain mengukur apa yang ingin diukur juga mengukur hal lain
(multidimensional item).
d. Menghitung faktor skor. Jika langkah-langkah diatas telah dilakukan, maka
diperoleh item-item yang valid untuk mengukur apa yang ingin diukur.
51
3.4.1 Uji validitas skala cyberbullying
Peneliti menguji apakah 35 item dari skala cyberbullying bersifat unidimensional,
artinya benar hanya mengukur cyberbullying saja. Dari hasil awal analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 2787.09,
df = 560, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.125. Setelah peneliti melakukan modifikasi
terhadap model, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 354.67, df = 353, P-
value = 0.46498, RMSEA = 0.004.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di-drop
atau tidak. Dalam hal ini, yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Adapun koefisien muatan faktor untuk item-item cyberbullying dijelaskan pada tabel
3.5 sebagai berikut:
52
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Skala Cyberbullying
No. Item Koefisien Standard Error T-value Signifikan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
0.69
0.66
0.73
0.72
0.72
-0.40
0.61
0.79
0.78
0.78
0.71
0.86
0.78
0.79
0.86
0.75
0.73
0.77
0.64
0.90
0.59
0.74
0.60
0.78
0.84
0.84
0.85
0.94
0.93
0.89
0.94
0.65
0.52
0.76
0.74
0.06
0.06
0.06
0.06
0.06
0.06
0.06
0.05
0.06
0.06
0.06
0.05
0.06
0.06
0.05
0.06
0.06
0.06
0.06
0.05
0.06
0.06
0.06
0.05
0.05
0.05
0.05
0.05
0.05
0.05
0.05
0.06
0.06
0.06
0.06
11.99
11.12
12.81
12.68
12.34
-6.33
10.14
14.48
13.81
14.06
12.33
15.94
13.86
14.19
15.97
13.04
12.55
13.87
10.68
16.99
9.73
13.08
10.10
14.21
15.60
15.43
15.98
18.76
17.96
16.95
18.30
10.96
8.77
13.45
12.98
✓
✓
✓
✓
✓
X
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
Keterangan: tanda ✓ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
53
Pada tabel 3.5, terdapat item yang memiliki muatan faktor negatif (t < 1.96)
yaitu item nomor 6. Hal ini berarti bahwa item nomor 6 harus di-drop atau dihilangkan
dan tidak disertakan dalam analisis selanjutnya.
Langkah terakhir yaitu dari item-item cyberbullying yang tidak di-drop,
dihitung faktor skornya. Faktor skor ini dihitung untuk menghindari estimasi bias dari
kesalahan pengukuran. Kemudian yang kedua, untuk menghidari nilai minus pada
faktor skor agar pembaca mudah memahami interpretasi nilai penelitian.
Perhitungan faktor skor ini tidak menjumlahkan item-item variabel pada
umumnya, tetapi justru dihitung true score pada tiap item. Setelah didapatkan faktor
skor, peneliti mentransformasikan faktor skor menjadi true score. True score ini
diharapkan dapat meniadakan skor negatif, sehingga lebih mudah dipahami dan
ditafsirkan. Jika pada Z score memiliki mean = 0 dan standar deviasi = 1, maka true
score memiliki mean = 50 dan standar deviasi = 10. Adapun rumus true score yaitu
true score = (faktor skor x 10) + 50.
Setelah didapatkan faktor skor yang telah diubah menjadi T score, nilai baku
inilah yang akan dijadikan data dalam uji hipotesis regresi. Perlu dicatat, bahwa hal
yang sama dilakukan pada semua variabel independen.
54
3.4.2 Uji validitas skala kepribadian
3.4.2.1 Uji validitas tipe kepribadian extraversion
Peneliti menguji apakah 4 item dari tipe kepribadian extraversion bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur extraversion saja. Dari hasil awal
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-
Square = 82.09, df = 2, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.396. Setelah peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square =
0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di-drop
atau tidak. Dalam hal ini, yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Adapun koefisien muatan faktor untuk item-item extraversion dijelaskan pada tabel 3.6
sebagai berikut:
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Extraversion
No. Item Koefisien Standard Error T-value Signifikan
1
2
3
4
0.42
0.43
0.78
0.80
0.07
0.07
0.08
0.08
5.88
6.43
10.01
10.20
✓
✓
✓
✓
Keterangan: tanda ✓ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
55
Pada tabel 3.6, seluruh item signifikan (t > 1.96) dan semua koefisien
bermuatan positif. Hal ini berarti bahwa semua koefisien muatan faktor dari item sesuai
dengan sifat item dan tidak ada item yang harus di-drop atau dihilangkan, artinya
seluruh item disertakan dalam analisis selanjutnya.
3.4.2.2 Uji validitas tipe kepribadian agreeableness
Peneliti menguji apakah 4 item dari tipe kepribadian agreeableness bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur agreeableness saja. Dari hasil awal
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata fit dengan Chi-Square
= 1.71, df = 2, P-value = 0.42630, RMSEA = 0.000.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di-drop
atau tidak. Dalam hal ini, yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Adapun koefisien muatan faktor untuk item-item agreeableness dijelaskan pada tabel
3.7 sebagai berikut:
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Agreeableness
No. Item Koefisien Standard Error T-value Signifikan
5
6
7
8
0.04
0.51
0.25
1.00
0.06
0.14
0.07
0.27
0.65
3.67
3.53
3.70
X
✓
✓
✓
Keterangan: tanda ✓ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
56
Pada tabel 3.7, terdapat item yang memiliki muatan faktor negatif (t < 1.96)
yaitu item nomor 5. Hal ini berarti bahwa item nomor 5 harus di-drop atau dihilangkan
dan tidak disertakan dalam analisis selanjutnya.
3.4.2.3 Uji validitas tipe kepribadian conscientiousness
Peneliti menguji apakah 4 item dari tipe kepribadian conscientiousness bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur conscientiousness saja. Dari hasil awal
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-
Square = 8.09, df = 2, P-value = 0.01747, RMSEA = 0.109. Setelah peneliti melakukan
modifikasi terhadap model, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.00, df =
0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di-drop
atau tidak. Dalam hal ini, yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Adapun koefisien muatan faktor untuk item-item conscientiousness dijelaskan pada
tabel 3.8 sebagai berikut:
57
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Conscientiousness
No. Item Koefisien Standard Error T-value Signifikan
9
10
11
12
0.66
0.85
0.73
0.21
0.06
0.06
0.06
0.08
10.64
13.69
11.82
2.44
✓
✓
✓
✓
Keterangan: tanda ✓ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel 3.8, seluruh item signifikan (t > 1.96) dan semua koefisien
bermuatan positif. Hal ini berarti bahwa semua koefisien muatan faktor dari item sesuai
dengan sifat item dan tidak ada item yang harus di-drop atau dihilangkan, artinya
seluruh item disertakan dalam analisis selanjutnya.
3.4.2.4 Uji validitas tipe kepribadian neuroticism
Peneliti menguji apakah 4 item dari tipe kepribadian neuroticism bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur neuroticism saja. Dari hasil awal
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-
Square = 39.71, df = 2, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.271. Setelah peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square =
0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di-drop
atau tidak. Dalam hal ini, yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
58
Adapun koefisien muatan faktor untuk item-item neuroticism dijelaskan pada tabel 3.9
sebagai berikut:
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Neuroticism
No. Item Koefisien Standard Error T-value Signifikan
13
14
15
16
1.02
0.90
0.46
0.24
0.07
0.07
0.06
0.06
13.91
12.68
7.08
3.77
✓
✓
✓
✓
Keterangan: tanda ✓ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel 3.9, seluruh item signifikan (t > 1.96) dan semua koefisien
bermuatan positif. Hal ini berarti bahwa semua koefisien muatan faktor dari item sesuai
dengan sifat item dan tidak ada item yang harus di-drop atau dihilangkan, artinya
seluruh item disertakan dalam analisis selanjutnya.
3.4.2.5 Uji validitas tipe kepribadian openness to experience
Peneliti menguji apakah 5 item dari tipe kepribadian openness to experience bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur openness to experience saja. Dari hasil
awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan
Chi-Square = 54.38, df = 5, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.196. Setelah peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square =
1.16, df = 3, P-value = 0.76222, RMSEA = 0.000.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di-drop
atau tidak. Dalam hal ini, yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
59
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Adapun koefisien muatan faktor untuk item-item openness to experience dijelaskan
pada tabel 3.10 sebagai berikut:
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Openness To Experience
No. Item Koefisien Standard Error T-value Signifikan
17
18
19
20
21
0.51
0.68
0.80
0.60
-0.16
0.07
0.06
0.06
0.06
0.08
7.67
10.81
12.40
9.40
-1.98
✓
✓
✓
✓
X
Keterangan: tanda ✓ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel 3.10, terdapat item yang memiliki muatan faktor negatif (t < 1.96)
yaitu item nomor 21. Hal ini berarti bahwa item nomor 21 harus di-drop atau
dihilangkan dan tidak disertakan dalam analisis selanjutnya.
3.4.3 Uji validitas skala moral disengagement
3.4.3.1 Uji validitas dimensi cognitive restructuring
Peneliti menguji apakah 5 item dari dimensi cognitive restructuring bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur cognitive restructuring saja. Dari hasil
awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan
Chi-Square = 73.23, df = 5, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.231. Setelah peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square =
0.81, df = 2, P-value = 0.66814, RMSEA = 0.000.
60
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di-drop
atau tidak. Dalam hal ini, yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Adapun koefisien muatan faktor untuk item-item cognitive restructuring dijelaskan
pada tabel 3.11 sebagai berikut:
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Dimensi Cognitive Restructuring
No. Item Koefisien Standard Error T-value Signifikan
1
2
3
4
5
0.42
0.52
0.94
1.03
0.54
0.07
0.07
0.09
0.09
0.07
6.26
7.28
10.05
11.13
7.52
✓
✓
✓
✓
✓
Keterangan: tanda ✓ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel 3.11, seluruh item signifikan (t > 1.96) dan semua koefisien
bermuatan positif. Hal ini berarti bahwa semua koefisien muatan faktor dari item sesuai
dengan sifat item dan tidak ada item yang harus di-drop atau dihilangkan, artinya
seluruh item disertakan dalam analisis selanjutnya.
3.4.3.2 Uji validitas dimensi minimizing agency
Peneliti menguji apakah 3 item dari dimensi minimizing agency bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur minimizing agency saja. Dari hasil awal
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata fit dengan Chi-Square
= 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000.
61
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di-drop
atau tidak. Dalam hal ini, yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Adapun koefisien muatan faktor untuk item-item minimizing agency dijelaskan pada
tabel 3.12 sebagai berikut:
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Dimensi Minimizing Agency
No. Item Koefisien Standard Error T-value Signifikan
6
7
8
0.32
0.57
0.90
0.08
0.10
0.13
4.28
5.84
6.70
✓
✓
✓
Keterangan: tanda ✓ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel 3.12, seluruh item signifikan (t > 1.96) dan semua koefisien
bermuatan positif. Hal ini berarti bahwa semua koefisien muatan faktor dari item sesuai
dengan sifat item dan tidak ada item yang harus di-drop atau dihilangkan, artinya
seluruh item disertakan dalam analisis selanjutnya.
3.4.3.3 Uji validitas dimensi distortion of negative consequences
Peneliti menguji apakah 4 item dari dimensi distortion of negative consequences
bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur distortion of negative
consequences saja. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu
faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 28.92, df = 2, P-value = 0.00000,
RMSEA = 0.229. Setelah peneliti melakukan modifikasi terhadap model, maka
62
diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA =
0.000.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di-drop
atau tidak. Dalam hal ini, yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Adapun koefisien muatan faktor untuk item-item distortion of negative consequences
dijelaskan pada tabel 3.13 sebagai berikut:
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Dimensi Distortion of Negative Consequences
No. Item Koefisien Standard Error T-value Signifikan
9
10
11
12
0.71
0.72
0.70
0.63
0.07
0.07
0.08
0.07
10.18
10.27
8.94
9.19
✓
✓
✓
✓
Keterangan: tanda ✓ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel 3.13, seluruh item signifikan (t > 1.96) dan semua koefisien
bermuatan positif. Hal ini berarti bahwa semua koefisien muatan faktor dari item sesuai
dengan sifat item dan tidak ada item yang harus di-drop atau dihilangkan, artinya
seluruh item disertakan dalam analisis selanjutnya.
3.4.3.4 Uji validitas dimensi blaming / dehumanizing the victim
Peneliti menguji apakah 6 item dari dimensi blaming / dehumanizing the victim bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur blaming / dehumanizing the victim saja.
63
Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak
fit dengan Chi-Square = 33.39, df = 9, P-value = 0.00011, RMSEA = 0.103. Setelah
peneliti melakukan modifikasi terhadap model, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square = 10.17, df = 7, P-value = 0.17926, RMSEA = 0.042.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di-drop
atau tidak. Dalam hal ini, yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Adapun koefisien muatan faktor untuk item-item blaming / dehumanizing the victim
dijelaskan pada tabel 3.14 sebagai berikut:
Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Dimensi Blaming / Dehumanizing The Victim
No. Item Koefisien Standard Error T-value Signifikan
13
14
15
16
17
18
0.62
0.86
0.83
0.78
0.13
0.71
0.06
0.05
0.05
0.05
0.07
0.06
10.41
16.57
15.63
14.41
2.02
12.34
✓
✓
✓
✓
✓
✓
Keterangan: tanda ✓ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel 3.14, seluruh item signifikan (t > 1.96) dan semua koefisien
bermuatan positif. Hal ini berarti bahwa semua koefisien muatan faktor dari item sesuai
dengan sifat item dan tidak ada item yang harus di-drop atau dihilangkan, artinya
seluruh item disertakan dalam analisis selanjutnya.
64
3.4.4 Uji validitas skala loneliness
Peneliti menguji apakah 20 item dari skala loneliness bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur loneliness saja. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 1246.96, df = 170,
P-value = 0.00000, RMSEA = 0.157. Setelah peneliti melakukan modifikasi terhadap
model, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 125.52, df = 105, P-value =
0.08401, RMSEA = 0.028.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di-drop
atau tidak. Dalam hal ini, yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Adapun koefisien muatan faktor untuk item-item loneliness dijelaskan pada tabel 3.15
sebagai berikut:
65
Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Loneliness
No. Item Koefisien Standard Error T-value Signifikan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
0.42
0.54
0.66
0.79
0.58
0.56
0.78
0.53
0.56
0.59
0.78
0.63
0.70
0.79
0.62
0.68
0.22
0.73
0.68
0.59
0.06
0.06
0.06
0.05
0.06
0.06
0.05
0.06
0.06
0.06
0.05
0.06
0.06
0.05
0.06
0.06
0.06
0.05
0.06
0.06
6.88
9.20
11.54
14.73
9.83
9.61
14.75
9.04
9.35
10.31
14.80
10.96
12.49
14.79
10.74
12.24
3.53
13.34
12.05
10.18
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
✓
Keterangan: tanda ✓ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel 3.15, seluruh item signifikan (t > 1.96) dan semua koefisien
bermuatan positif. Hal ini berarti bahwa semua koefisien muatan faktor dari item sesuai
dengan sifat item dan tidak ada item yang harus di-drop atau dihilangkan, artinya
seluruh item disertakan dalam analisis selanjutnya.
3.5 Teknik Analisis Data
Analisis data digunakan untuk melihat pengaruh independent variable terhadap
dependent variable. Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
multiple regression analysis atau analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda
66
merupakan analisis regresi dengan satu variabel dependen dan lebih dari satu variabel
independen. Rumus regresi berganda pada penelitian ini adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + b10X10+ e
Keterangan:
Y = Cyberbullying
a = intercept atau konstan
b = koefisien regresi untuk masing-masing X
X1 = extraversion
X2 = agreeableness
X3 = conscientiousness
X4 = neuroticism
X5 = openness to experience
X6 = cognitive restructuring
X7 = minimizing agency
X8 = distortion of negative consquences
X9 = blaming / dehumanizing the victim
X10 = loneliness
e = residual
Penilaian terhadap model regresi yang dihasilkan ditinjau pada beberapa pengujian
berikut (Janie, 2012):
1. R2 (Koefisien Determinasi)
Nilai R2 menunjukkan besarnya proporsi pengaruh independent variable terhadap
dependent variable. Dalam melihat proporsi, R2 dikalikan dengan 100% sehingga
67
didapatkan nilai proporsi pengaruh dalam bentuk persen. Sisa dari persentasi R2
merupakan faktor lain yang mempengaruhi dependent variable yang tidak diuji
dalam penelitian. Tabel model summary dalam SPSS juga menunjukkan nilai
Standard Error of Estimate dimana semakin kecil nilai SEE, maka model regresi
semakin tepat dalam memprediksi dependent variable. Nilai R2 diperoleh dari
rumus berikut:
R2 =SSreg
SSy
2. Uji F
Pada tabel ANOVA akan diperoleh nilai F dan nilai signifikansi (Sig). Nilai Sig
<0.05 menunjukkan bahwa keseluruhan independent variable secara simultan
memiliki pengaruh terhadap dependent variable. Nilai Sig < 0.05 juga
menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) signifikan. Rumus dalam
penghitungan nilai F sebagai berikut:
F =𝑅2/𝑘
(1 − 𝑅2)/ (𝑁 − 𝑘 − 1)
K merupakan jumlah IV dan N merupakan jumlah sampel.
3. Uji t
Interpretasi koefisien parameter independent variable dapat dilakukan dengan
menggunakan unstandardized coefficients maupun standardized coefficients. Nilai
koefisien yang didapatkan dari masing-masing dimensi pada variabel menunjukkan
68
arah hubungan serta besaran koefisien masing-masing dimensi pada model regresi.
Adapun terdapat nilai signifikansi untuk mengetahui apakah masing-masing
dimensi berpengaruh secara signifikan terhadap dependent variable. Uji t
dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
𝑡 = 𝑏
𝑆𝑏
Nilai b pada rumus tersebut adalah koefisien regresi dan Sb adalah standard
error dari b.
3.6 Prosedur Penelitian
Adapun mengenai prosedur dalam penelitian ini terbagi menjadi 3 tahapan, yaitu:
1. Tahap persiapan
Pada tahap awal, peneliti membuat proposal penelitian. Proposal penelitian terdiri
dari:
a) Variabel terikat dan variabel bebas yang akan diteliti.
b) Perumusan masalah.
c) Landasan teori yang digunakan.
d) Penentuan alat ukur yang akan digunakan.
e) Pembuatan kuesioner.
f) Teknik dan metode yang akan digunakan.
g) Penentuan subyek penelitian.
69
2. Tahap pelaksanaan
Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti melakukan pengambilan data. Pengambilan
data dilakukan secara online menggunakan google form. Penyebaran kuesioner
dilakukan pada tanggal 17 Mei 2019 sampai 17 Juni 2019 melalui media sosial
Instagram, Youtube, Twitter, Facebook, Whatsapp dan Line. Laman kuesioner
yaitu https://forms.gle/2esbtUuVgRsdfm4T6. Jumlah data yang masuk sebanyak
269 data (laki-laki dan perempuan). Kemudian terjadi pengurangan data sebanyak
12 dikarenakan responden mengisi double, sehingga data yang digunakan untuk
dianalisis dalam penelitian ini sebanyak 257 data.
3. Tahap olah data
Setelah proses pengambilan data selesai dilakukan, peneliti kemudian melakukan
pengolahan data dengan tahapan sebagai berikut:
a. Menginput data.
b. Melakukan coding dan scoring terhadap skala yang telah diisi oleh responden.
c. Melakukan uji validitas dengan teknik CFA (Confirmatory Factor Analysis)
dengan software LISREL 8.7.
d. Melakukan analisa data dengan metode analisis regresi berganda (multiple
regression analysis) menggunakan software SPSS 17.0.
4. Setelah proses pengolahan data dilakukan, tahapan selanjutnya yaitu membuat
laporan hasil analisis, diskusi serta kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini.
70
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Pada bagian ini, peneliti akan memaparkan gambaran data subjek penelitian seperti
usia, jenis kelamin dan daerah tempat tinggal subjek penelitian. Partisipan dalam
penelitian ini merupakan generasi Z di Jabodetabek berusia 15-22 tahun, dengan total
subjek penelitian sebanyak 257 orang. Berikut merupakan gambaran subjek penelitian
secara keseluruhan.
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Jumlah Persentase
Usia
15-22 tahun
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Tempat tinggal
Jakarta
Bogor
Depok
Tangerang
Bekasi
257
72
185
119
17
26
65
30
100%
28,02%
71,98%
46,30%
6,63%
10,11%
25,29%
11,67%
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar sampel dalam
penelitian ini berada pada kategori remaja madya sampai akhir (15-22 tahun) berjumlah
257 orang dengan persentase sebesar 100%. Jumlah responden laki-laki memiliki
persentase sebesar 28.02% (72 orang), sedangkan reponden perempuan memiliki
persentase sebesar 71.98% (185 orang). Dapat disimpulkan bahwa partisipan terbanyak
dalam penelitian ini adalah perempuan yakni 71.98% (185 orang).
71
Data tempat tinggal partisipan penelitian menunjukkan sebaran partisipan dari
masing-masing wilayah. Partisipan penelitian yang tinggal di Jakarta sebanyak 46.30%
(119 orang), Bogor 6.63% (17 orang), Depok 10.11% (26 orang), Tangerang 25.29%
(65 orang) dan Bekasi 11.67% (30 orang). Dapat disimpulkan bahwa partisipan
terbanyak berasal dari Jakarta, yakni 46.30% (119 orang).
4.2 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian
Sebelum dilakukan uji hipotesis, peneliti melakukan analisis deskriptif. Analisis
deskriptif tersebut bertujuan untuk menganalisis sejumlah data yang dikumpulkan
dalam penelitian, guna memperoleh gambaran mengenai suatu variabel. Hasil analisis
deskriptif meliputi jumlah sampel, nilai minimum, nilai maksimum, mean (rata-rata),
dan standar deviasi dari masing-masing variabel. Selanjutnya nilai mean akan
digunakan untuk menentukan kategorisasi skor variabel penelitian. Deskripsi data
penelitian disajikan dalam tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian – T Score
Norma N Minimun Maximum Mean Std. Dev
Cyberbullying
Extraversion
Agreeableness
Conscientiousness
Neuroticism
Openness
Cognitive
Minimizing
Distortion
Blaming
Loneliness
Valid N (listwise)
257
257
257
257
257
257
257
257
257
257
257
257
42.58
22.72
32.46
24.33
25.96
16.41
37.68
36.39
37.19
34.52
26.39
107.11
66.30
63.54
65.02
62.22
62.57
76.98
70.57
75.08
70.78
71.86
50.0000
50.0000
50.0000
50.0000
50.0000
50.0000
50.0000
50.0000
50.0000
50.0000
50.0000
9.84248
8.75876
8.90600
8.89360
9.66179
8.52593
9.10574
8.65004
8.68655
9.17722
9.58762
72
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Kategorisasi skor variabel bertujuan untuk mengelompokkan atau menempatkan
individu ke dalam kelompok-kelompok menurut suatu jenjang kontinum tertentu.
Contoh dari jenjang kontinum adalah dari rendah ke tinggi. Jenjang kontinum ini akan
digunakan dalam kategorisasi skor variabel penelitian.
Kategorisasi skor variabel dilakukan dengan menggunakan norma tertentu.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan norma rendah dan tinggi seperti yang tertera
pada tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3 Norma Skor Kategorisasi
Kategori Norma
Rendah
Tinggi
X < Mean
X ≥ Mean
Keterangan dari penormaan sebagai berikut: X (skor yang diperoleh masing-
masing individu), Mean (nilai rata-rata skor keseluruhan). Setelah penetapan norma,
selanjutnya peneliti akan memaparkan perolehan nilai persentase untuk setiap kategori
skor (rendah dan tinggi) yang meliputi variabel cyberbullying, extraversion,
agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness to experience, cognitive
restructuring, minimizing agency, distortion of negative consequences, blaming /
dehumanizing the victim dan loneliness pada tabel 4.4 berikut:
73
Tabel 4.4 Persentase Kategori Skor Tiap Variabel
Variabel
Frekuensi (%)
Rendah Tinggi
Cyberbullying 117 (68.9%) 80 (31.1%)
Extraversion 115 (44.7%) 142 (55.3%)
Agreeableness 136 (53.5%) 121 (46.5%)
Conscientiousness 129 (50.2%) 128 (49.8%)
Neuroticism 117 (45.5%) 140 (54.5%)
Openness to experience 115 (44.7%) 142 (55.3%)
Cognitive restructuring 132 (51.4%) 125 (48.6%)
Minimizing agency 132 (51.4%) 125 (48.6%)
Distortion of negative consequences 139 (54.3%) 118 (45.7%)
Blaming / dehumanizing the victim 135 (52.5%) 122 (47.5%)
Loneliness 128 (49.8%) 129 (50.2%)
Berdasarkan tabel 4.4, variabel cyberbullying, agreeableness,
conscientiousness, cognitive restructuring, minimizing agency, distortion of negative
consequences dan blaming / dehumanizing the victim, pada generasi Z di Jabodetabek
cenderung rendah. Sedangkan variabel extraversion, neuroticism, openness to
experience dan loneliness pada generasi Z di Jabodetabek cenderung tinggi.
4.4 Uji Hipotesis Penelitian
4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian
Pada tahapan uji hipotesis penelitian, peneliti menggunakan teknik analisis regresi
dengan software SPSS 17.0 seperti yang sudah dijelaskan pada bab 3. Dalam regresi
terdapat 3 hal yang dilihat, yaitu pertama melihat R Square untuk mengetahui berapa
persen (%) varians dependent variable yang dijelaskan oleh independent variable,
kedua apakah seluruh independent variable berpengaruh secara signifikan terhadap
74
dependent variable, terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari
masing-masing independent variable. Langkah pertama peneliti melihat besaran R
Square untuk mengetahui berapa persen (%) varians dependent variable yang
dijelaskan oleh independent variable. Selanjutnya untuk tabel R Square, dapat dilihat
pada tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5 R Square
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .618a .382 .357 7.89016
a. Predictors: (Constant), loneliness, openness to experience, minimizing agency, blaming /
dehumanizing the victim, neuroticism, conscientiousness, extraversion, agreeableness,
distortion of negative consequences, cognitive restructuring
Pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa diperoleh R Square sebesar 0.382 atau
38.2%. Artinya, proporsi varian dari cyberbullying yang dijelaskan oleh kepribadian
(extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness to experience),
moral disengagement (cognitive restructuring, minimizing agency, distortion of
negative consequences, blaming / dehumanizing the victim) dan loneliness adalah
sebesar 38.2%, sedangkan 61.8% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar
penelitian. Langkah kedua yaitu melihat hasil dari uji F untuk mengetahui pengaruh
independent variabel terhadap dependent variable signifikan atau tidak. Adapun hasil
uji F dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut:
75
Tabel 4.6 ANOVA Pengaruh Independent Variable Terhadap Dependent Variable
Model Sum of
Squares
Df Mean Square F Sig.
1 Regression
Residual
Total
9485.196
15314.632
24799.828
10
246
256
948.520
62.255
15.236 .000a
a. Predictors: (Constant), loneliness, openness to experience, minimizing agency, blaming /
dehumanizing the victim, neuroticism, conscientiousness, extraversion, agreeableness,
distortion of negative consequences, cognitive restructuring
b. Dependent Variable: Cyberbullying
Berdasarkan uji F pada tabel 4.6, terdapat nilai signifikansi dari keseluruhan
independent variable terhadap dependent variable. Nilai signifikansi dilihat dari kolom
sig. sebesar 0.000. Nilai sig < 0.05 menunjukkan bahwa pengaruh yang ada signifikan.
Hal ini bermakna bahwa ada pengaruh yang signifikan variabel kepribadian
(extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness to experience),
moral disengagement (cognitive restructuring, minimizing agency, distortion of
negative consequences, blaming / dehumanizing the victim) dan loneliness terhadap
cyberbullying.
Langkah selanjutnya, peneliti melihat koefisien regresi dari masing-masing
independent variable. Jika sig < 0.05 maka koefisien regresi tersebut signifikan, yang
berarti independent variable tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
cyberbullying. Adapun besarnya koefisien regresi dari masing-masing independent
variable terhadap cyberbullying dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut:
76
Tabel 4.7 Koefisien Regresi
Unstanderdized Coefficients Standardized
Coefficients
Model B Std. Error Beta T Sig.
1 (Constant)
Extraversion
Agreeableness
Conscientiousness
Neuroticism
Openness
Cognitive restructuring
Minimizing agency
Distortion of negative
Blaming/dehumanizing
Loneliness
19.550
-.029
-.067
-.017
.021
-.038
.432
-.002
.134
.123
.053
9.027
.064
.067
.061
.057
.064
.087
.058
.081
.079
.062
-.026
-.060
-.016
.021
-.033
.400
-.002
.118
.114
.052
2.166
-.460
-.988
-.284
.374
-.602
4.975
-.035
1.657
1.547
.850
.031
.646
.324
.777
.709
.547
.000*
.972
.099
.123
.396
a. Dependent Variable: Cyberbullying
Keterangan: (*) signifikan (< 0.05)
Berdasarkan data pada tabel 4.7, dapat dipaparkan persamaan regresi sebagai
berikut: cyberbullying = 19.550 - 0.029 extraversion* - 0.067 agreeableness* - 0.017
conscientiousness* + 0.021 neuroticism* - 0.038 openness to experience* + 0.432
cognitive restructuring* - 0.002 minimizing agency* + 0.134 distortion of negative
consequences + 0.123 blaming / dehumanizing the victim* + 0.053 loneliness*
Berdasarkan tabel 4.7, signifikansi masing-masing independent variable dilihat
dari nilai sig. Nilai sig < 0.05 menunjukkan bahwa koefisien regresi yang dihasilkan
signifikan. Hasil yang terdapat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 1
koefisien regresi yang signifikan, yaitu cognitive restructuring. Sedangkan variabel
lainnya yaitu extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness to
experience, minimizing agency, distortion of negative consequences, blaming /
dehumanizing the victim dan loneliness tidak menunjukkan nilai koefisien regresi yang
77
signifikan. Adapun penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh masing-
masing independent variable sebagai berikut:
1. Extraversion
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.029 dengan taraf sigifikansi 0.646 (sig
< 0.05). Hal ini bermakna bahwa variabel extraversion tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap cyberbullying.
2. Agreeableness
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.067 dengan taraf sigifikansi 0.324 (sig
< 0.05). Hal ini bermakna bahwa variabel agreeableness tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap cyberbullying.
3. Conscientiousness
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.017 dengan taraf sigifikansi 0.777 (sig
< 0.05). Hal ini bermakna bahwa variabel conscientiousness tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap cyberbullying.
4. Neuroticism
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.021 dengan taraf sigifikansi 0.709 (sig
< 0.05). Hal ini bermakna bahwa variabel neuroticism tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap cyberbullying.
78
5. Openness to experience
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.038 dengan taraf sigifikansi 0.547 (sig
< 0.05). Hal ini bermakna bahwa variabel openness to experience tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap cyberbullying.
6. Cognitive restructuring
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.432 dengan taraf sigifikansi 0.000 (sig
< 0.05). Hal ini bermakna bahwa variabel cognitive restructuring berpengaruh
secara positif dan signifikan terhadap cyberbullying.
7. Minimizing agency
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.002 dengan taraf sigifikansi 0.972 (sig
< 0.05). Hal ini bermakna bahwa variabel minimizing agency tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap cyberbullying.
8. Distortion of negative consequences
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.134 dengan taraf sigifikansi 0.099 (sig
< 0.05). Hal ini bermakna bahwa variabel distortion of negative consequences tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap cyberbullying.
9. Blaming / dehumanizing the victim
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.123 dengan taraf sigifikansi 0.123 (sig
< 0.05). Hal ini bermakna bahwa variabel blaming / dehumanizing the victim tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap cyberbullying.
79
10. Loneliness
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.053 dengan taraf sigifikansi 0.396 (sig
< 0.05). Hal ini bermakna bahwa variabel loneliness tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap cyberbullying.
4.4.2 Pengujian proporsi varian masing-masing iv terhadap dv
Hal selanjutnya yang dilihat dalam analisis regresi adalah proporsi varians masing-
masing independent variable terhadap dependent variable. Proporsi varians dilihat dari
nilai R Square Change. Apabila nilai Sig. F Change < 0.05, maka sumbangan proporsi
varians signifikan. Adapun proporsi varians masing-masing independent variable
terhadap dependent variable sebagai berikut:
Tabel 4.8 Proporsi Varians Masing-masing Independent Variable
Model Summary
Model R R
Square
Adjusted
R Square
Std.
Error of
the
Estimate
Change Statistics
R
Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
.108a
.351b
.352c
.355d
.355e
.602f
.602g
.612h
.617i
.618j
.012
.123
.124
.126
.126
.363
.363
.374
.381
.382
.008
.116
.113
.112
.109
.348
.345
.354
.358
.357
9.80367
9.25365
9.26882
9.27435
9.29076
7.95036
7.96564
7.90945
7.88572
7.89016
.012
.111
.001
.002
.000
.237
.000
.011
.007
.001
3.031
32.215
.169
.698
.110
92.770
.041
4.551
2.495
.722
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
255
254
253
252
251
250
249
248
247
246
.083
.000*
.681
.404
.740
.000*
.839
.034*
.116
.396
a. Predictors : (Constant), extraversion
b. Predictors : (Constant), extraversion, agreeableness
c. Predictors : (Constant), extraversion, agreeableness, conscientiousness
d. Predictors : (Constant), extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism
e. Predictors : (Constant), extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism,
openness
80
f. Predictors : (Constant), extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism,
openness, cognitive
g. Predictors : (Constant), extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism,
openness, cognitive, minimizing
h. Predictors : (Constant), extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism,
openness, cognitive, minimizing, distortion
i. Predictors : (Constant), extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism,
openness, cognitive, minimizing, distortion, blaming
j. Predictors : (Constant), extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism,
openness, cognitive, minimizing, distortion, blaming, loneliness
Berdasarkan tabel 4.8, proporsi varians masing-masing independent variable
dan signifikansinya dijelaskan sebagai berikut:
1. Variabel extraversion memberikan sumbangan varians sebesar 0.012 atau 1.2%
dengan Sig. F Change = 0.083 (< 0.05). Sumbangan varians extraversion tidak
signifikan.
2. Variabel agreeableness memberikan sumbangan varians sebesar 0.111 atau 11.1%
dengan Sig. F Change = 0.000 (< 0.05). Sumbangan varians agreeableness
signifikan.
3. Variabel conscientiousness memberikan sumbangan varians sebesar 0.001 atau
0.1% dengan Sig. F Change = 0.681 (< 0.05). Sumbangan varians
conscientiousness tidak signifikan.
4. Variabel neuroticism memberikan sumbangan varians sebesar 0.002 atau 0.2%
dengan Sig. F Change = 0.404 (< 0.05). Sumbangan varians neuroticism tidak
signifikan.
81
5. Variabel openness to experience memberikan sumbangan varians sebesar 0.000
atau 0% dengan Sig. F Change = 0.740 (< 0.05). Sumbangan varians openness to
experience tidak signifikan.
6. Variabel cognitive restructuring memberikan sumbangan varians sebesar 0.237
atau 23.7% dengan Sig. F Change = 0.000 (< 0.05). Sumbangan varians cognitive
restructuring signifikan.
7. Variabel minimizing agency memberikan sumbangan varians sebesar 0.000 atau
0% dengan Sig. F Change = 0.839 (< 0.05). Sumbangan varians minimizing agency
tidak signifikan.
8. Variabel distortion of negative consequences memberikan sumbangan varians
sebesar 0.011 atau 1.1% dengan Sig. F Change = 0.034 (< 0.05). Sumbangan
varians distortion of negative consequences signifikan.
9. Variabel blaming / dehumanizing the victim memberikan sumbangan varians
sebesar 0.007 atau 0.7% dengan Sig. F Change = 0.116 (< 0.05). Sumbangan
varians blaming / dehumanizing the victim tidak signifikan.
10. Variabel loneliness memberikan sumbangan varians sebesar 0.001 atau 0.1%
dengan Sig. F Change = 0.396 (< 0.05). Sumbangan varians loneliness tidak
signifikan.
Sumbangan varians terbesar adalah variabel cognitive restructuring yaitu
23.7%, sedangkan yang memberikan sumbangan terkecil adalah variabel openness to
experience dan minimizing agency yaitu sebesar 0%. Jumlah keseluruhan R Square
Change sebesar 38.2% sesuai dengan nilai R Square yang didapatkan. Berdasarkan
82
tabel 4.8, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga variabel yang signifikan
sumbangannya terhadap cyberbullying yaitu agreeableness, cognitive restructuring
dan distortion of negative consequences jika dilihat dari besarnya pertambahan R2 yang
dihasilkan setiap kali dilakukan penambahan variabel independen (sumbangan
proporsi varian yang diberikan).
83
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka
kesimpulan dari penelitian ini adalah “terdapat pengaruh yang signifikan variabel
kepribadian, moral disengagement dan loneliness terhadap pelaku cyberbullying pada
generasi Z.
Hasil uji hipotesis minor yang menguji signifikansi masing-masing koefisien
regresi terhadap dependent variable (cyberbullying) menunjukkan terdapat 1 variabel
yang memiliki pengaruh signifikan, yaitu cognitive restructuring. Sedangkan 9
variabel lainnya memiliki nilai koefisien regresi yang tidak signifikan, yaitu
extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness to experience,
minimizing agency, distortion of negative consequences, blaming / dehumanizing the
victim) dan loneliness.
5.2 Diskusi
Pada bagian ini, peneliti akan menjelaskan hasil penelitian berkaitan dengan kesepuluh
independen variabel yang digunakan dalam penelitian, yaitu: extraversion,
agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness to experience, cognitive
restructuring, minimizing agency, distortion of negative consequences, blaming /
dehumanizing the victim dan loneliness terhadap dependen variabel yaitu cyberbullying
84
pada generasi Z, serta akan membahas penelitian dan literatur terdahulu mengenai
kesepuluh independen variabel yang dikaitkan dengan dependen variabel.
Dalam penelitian ini terdapat variabel demografi yang muncul yaitu jenis
kelamin, usia dan tempat tinggal. Diperoleh hasil bahwa responden terbanyak dalam
penelitian ini berjenis kelamin perempuan yakni 185 orang (71.98%), dengan usia
terbanyak 22 tahun (27.23%) dan kebanyakan berasal dari Jakarta, yakni 199 orang
(46.30%).
Berdasarkan hasil penelitian, tipe kepribadian extraversion, agreeableness,
conscientiousness pada variabel kepribadian tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap cyberbullying. Hasil ini didukung oleh Celik, Atak dan Erguzen (2012) yang
tidak menemukan pengaruh signifikan tipe kepribadian extraversion, agreeableness,
conscientiousness pada penelitiannya. Hal ini dijelaskan oleh Celik, Atak dan Erguzen
(2012) bahwa tipe kepribadian extraversion, agreeableness dan conscientiousness
memiliki sifat yang dominan ceria, senang bersosialisasi dan disiplin, dimana
kepribadian seperti ini tidak menunjukkan perilaku dan ciri seorang pem-bully. Selain
itu, tipe kepribadian extraversion, agreeableness, conscientiousness cenderung lebih
menyukai interaksi secara langsung dibandingkan melalui dunia maya, sehingga
kemungkinan individu untuk terlibat dalam perilaku cyberbullying sangat kecil. Hasil
penelitian ini sejalan dengan Semerci (2017) bahwa tidak ada pengaruh signifikan pada
tipe kepribadian conscientiousness terhadap cyberbullying, karena conscientiousness
85
merupakan tipe kepribadian positif pada big five personality yang mengacu pada
keandalan, tanggung jawab, kepatuhan dan disiplin pada diri seseorang.
Tipe kepribadian neuroticism pada variabel kepribadian ditemukan tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap cyberbullying. Hasil penelitian ini sejalan
dengan Semerci (2017), namun tidak sejalan dengan Celik, Atak dan Erguzen (2012).
Hal ini dijelaskan oleh Semerci (2017) bahwa perbedaan teknik analisis data dan
kelompok usia responden mempengaruhi perbedaan hasil penelitian. Selain itu, sikap
intoleran yang dimiliki neuroticism membuat individu bersikap apatis, tidak peduli dan
tidak tertarik untuk terlibat dalam aktivitas apapun, termasuk cyberbullying.
Tipe kepribadian openness to experience pada variabel kepribadian ditemukan
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap cyberbullying. Hasil ini didukung
oleh Kircaburun dan Tosuntas (2018) bahwa tidak ditemukan pengaruh yang signifikan
antara openness to experience dan cyberbullying. Hal ini dijelaskan oleh Kircaburun
dan Tosuntas (2018) bahwa tipe kepribadian openness to experience sebagian besar
mengekspresikan hal kreatif, unik dan berwawasan luas, sehingga tipe kepribadian
seperti ini tidak terkait dengan tindakan cyberbullying.
Berdasarkan hasil penelitian pada variabel moral disengagement, terdapat 1
dimensi yang ditemukan signifikan terhadap cyberbullying yaitu cognitive
restructuring. Hasil penelitian ini didukung oleh Moses (2013) dan Mayangsari (2015)
bahwa dimensi cognitive restructuring pada moral disengagement memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap cyberbullying. Hal ini dijelaskan oleh Moses (2013) bahwa
86
individu yang melakukan cyberbullying cenderung terlibat dalam proses cognitive
restructuring pada moral disengagement untuk membenarkan perilakunya. Dalam hal
ini, individu yang melakukan cyberbullying menganggap bahwa tindakan tersebut
merupakan hal yang wajar dan dapat diterima, karena pada dasarnya individu telah
menganggap benar strategi pemikirannya dan menganggap cyberbullying bukan
merupakan hal yang memalukan (Mayangsari, 2015).
Hasil penelitian dimensi minimizing agency, distortion of negative
consequences dan blaming / dehumanizing the victim pada variabel moral
disengagement ditemukan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
cyberbullying. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Moses (2013), hal ini dapat
disebabkan karena adanya keterbatasan individu dalam membuat dan memikirkan
strategi untuk membantu dirinya lepas dari konsekuensi negatif yang didapatkannya
dari melakukan cyberbullying. Menurut Hymel, Rocke-Henderson dan Bonanno
(2005) mekanisme kognitif pada moral disengagement berguna untuk membantu
individu mengurangi dampak dari tindakan negatif. Selain itu, dapat disebabkan karena
individu dalam kognitifnya tidak melepaskan self regulation maupun self-censuring
yang mana membuat individu masih berpegang teguh pada moral standarnya. Menurut
Bandura (2002) strategi kognitif yang terjadi pada moral disengagement tidak secara
instan mengubah individu melakukan hal yang kejam, karena perubahan itu hanya bisa
dicapai jika individu me-non aktifkan self-regulation dan melepaskan diri dari self-
censuring (kecaman diri) (dalam Hymel, Rocke-Henderson & Bonanno, 2005).
87
Adapun penyebab lainnya karena adanya perbedaan wilayah atau negara.
Moses (2013) melakukan penelitian di Amerika Serikat, dimana merupakan negara
dengan kasus cyberbullying tertinggi ke 3 di dunia pada tahun 2018 (Dhiraj, 2019).
Sementara peneliti melakukan penelitian di Indonesia, dimana Indonesia tidak masuk
dalam daftar 28 negara yang memiliki kasus cyberbullying tertinggi di dunia pada tahun
2018. Data ini memberikan fakta bahwa Indonesia memiliki kasus cyberbullying yang
lebih rendah dibandingkan dengan Amerika Serikat.
Pada variabel loneliness, hasil penelitian ditemukan tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap cyberbullying. Hasil penelitian ini sejalan dengan Sahin
(2012) yang tidak menemukan korelasi signifikan antara loneliness dan cyberbullying.
Hal ini dijelaskan oleh Sahin (2012) bahwa, individu yang kesepian cenderung menarik
dirinya dari kehidupan sosial, merasa tidak bahagia, tidak berdaya dan lebih
mengandalkan internet sebagai cara untuk mengisolasi dirinya dari masyarakat. Dalam
hal ini, individu yang kesepian lebih cenderung menjadi korban dibandingkan menjadi
pelaku cyberbullying.
5.3 Saran
Berdasarkan proses dan hasil penelitian yang telah diperoleh, peneliti menyadari bahwa
terdapat beberapa kekurangan dalam penelitian ini. Peneliti memberikan beberapa
saran yang mencakup saran teoritis dan saran praktis. Saran penelitian ini sebagai
bahan penyempurnaan penelitian selanjutnya yang terkait dengan topik cyberbullying.
88
5.3.1 Saran teoritis
Saran teoritis penelitian didapatkan dari celah yang terdapat dalam proses maupun hasil
penelitian. Saran ini ditujukan terhadap penelitian selanjutnya agar dapat menutupi
kekurangan penelitian ini, yaitu:
1. Disarankan pada penelitian selanjutnya untuk memberikan kontrol yang lebih jelas
dalam teknik pengambilan sampel, dengan tujuan saat disebarkan melalui
kuesioner online, sampel sesuai dengan kriteria dan kebutuhan penelitian. Misalnya
dengan memberikan pernyataan “Saya masuk ke dalam kriteria pelaku
cyberbullying”.
2. Disarankan pada penelitian selanjutnya untuk meneliti korban cyberbullying pada
generasi Z, agar dapat dilihat perbandingan hasil penelitian pada pelaku dengan
korban cyberbullying.
5.3.2 Saran praktis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa cognitive restructuring pada variabel moral
disengagement menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap cyberbullying. Oleh
karena itu, peneliti menyarankan kepada:
1. Individu : Individu sebaiknya sering melakukan introspeksi, evaluasi diri serta
meningkatkan kesadaran diri pada nilai moral yang telah diajarkan di dalam
keluarga, sekolah dan masyarakat. Individu sebaiknya menggunakan media sosial
dengan bijak, tidak terprovokasi oleh akun yang ikut serta menyebar kebencian di
media sosial.
89
2. Orang tua : Orang tua harus membangun kesadaran moral, menanamkan akhlak
dan etika dengan mengajari anak memperlakukan orang lain dengan baik dan
memberikan edukasi tentang cyberbullying beserta dampaknya.
3. Sekolah / institusi pendidikan : Guru di sekolah hendaknya memberikan edukasi
tentang cyberbullying beserta dampaknya untuk menekan peningkatan
cyberbullying.
90
DAFTAR PUSTAKA
Adnamazida, R. (2019, September 13). Merdeka.com. Retrieved from Cyberbullying juga
terjadi di dunia kerja: https://www.merdeka.com/gaya/cyberbullying-juga-terjadi-di-
dunia-kerja.html
American Psychological Association. (2018). Stress in America: Generation Z. Stress in
America™ Survey, 1-11.
Anwarsyah, F. (2017). Pengaruh loneliness, self-control, dan self esteem terhadap perilaku
cyberbullying pada mahasiswa. Tazkiya journal of psychology, 5(2), 2-9. Doi:
10.15408/tazkiya.v22i2.8401
Austin, B. A. (1983). Factorial structure of the UCLA loneliness scale. Psychological Reports,
53(3), 883-889. Doi: 10.2466/pr0.1983.53.3.883
Bandura, A., Barbaranelli, C., Caprara, G. V., & Pastorelli, C. (1996). Mechanisms of moral
disengagement in the exercise of moral agency. Journal of personality and social
psychology, 71(2), 364. Doi: http://dx.doi.org/10.1037/0022-3514.71.2.364
Bejtkovský, J. (2016). The current generations: The baby boomers, X, Y and Z in the context
of human capital management of the 21st century in selected corporations in the
Czech Republic. Littera Scripta, 9(2), 25-45.
Bhardwaj, M., & Ashok, M. S. J. (2015). Mobile phone addiction and loneliness among
teenagers. International Journal of Indian Psychology, 2(3), 28-34.
Blickle, G., Meurs, J. A., Zettler, I., Solga, J., Noethen, D., Kramer, J., & Ferris, G. R. (2008).
Personality, political skill, and job performance. Journal of Vocational Behavior,
72(3), 377-387. Doi: https://doi.org/10.1016/j.jvb.2007.11.008
Booker, C. L., Kelly, Y. J., & Sacker, A. (2018). Gender differences in the associations
between age trends of social media interaction and well-being among 10-15 year olds
in the UK. BMC public health, 18(1), 321. Doi: 10.1186/s12889-018-5220-4
Brewer, G., & Kerslake, J. (2015). Cyberbullying, self-esteem, empathy and loneliness.
Computers in human behavior, 48, 255-260. Doi:
https://doi.org/10.1016/j.chb.2015.01.073
Brilio.net. (2019, April 22). Line Today. Retrieved from 4 konten youtube Atta Halilintar ini
viral tapi tuai hujatan:
https://today.line.me/id/pc/article/4+Konten+YouTube+Atta+Halilintar+ini+viral+ta
pi+tuai+hujatan-EjaDan
Calvete, E., Orue, I., Estévez, A., Villardón, L., & Padilla, P. (2010). Cyberbullying in
adolescents: Modalities and aggressors’ profile. Computers in Human Behavior,
26(5), 1128-1135. Doi: https://doi.org/10.1016/j.chb.2010.03.017
91
Çelik, S., Atak, H., & Erguzen, A. (2012). The effect of personality on cyberbullying among
university students in Turkey. Eurasian Journal of Educational Research, 49, 129-
150.
Cowie, H. (2013). Cyberbullying and its impact on young people's emotional health and well-
being. The Psychiatrist, 37(5), 167-170. Doi:
https://doi.org/10.1192/pb.bp.112.040840
Damar, A. M. (2019, April 24). Liputan 6. Retrieved from Pengguna internet Indonesia tembus
143 juta: https://www.liputan6.com/tekno/read/3301353/pengguna-internet-di-
indonesia-tembus-143-juta
De Jong Gierveld, J. (1998). A review of loneliness: Concept and definitions, determinants
and consequences. Reviews in Clinical Gerontology, 8(1), 73-80. Doi:
https://doi.org/10.1017/S0959259898008090
Detert, J. R., Treviño, L. K., & Sweitzer, V. L. (2008). Moral disengagement in ethical decision
making: A study of antecedents and outcomes. Journal of Applied Psychology, 93(2),
374. Doi: 10.1037/0021-9010.93.2.374.
Dhiraj, A. B. (2019, July 28). Ceoworld Magazine. Retrived from Countries where
cyberbullying was reported the most in 2018:
https://ceoworld.biz/2018/10/29/countries-where-cyber-bullying-was-reported-the
most-in-2018/
Dooley, J. J., Pyżalski, J., & Cross, D. (2009). Cyberbullying versus face-to-face bullying: A
theoretical and conceptual review. Zeitschrift für Psychologie/Journal of Psychology,
217(4), 182-188. Doi: http://dx.doi.org/10.1027/0044-3409.217.4.182
Effendi, A. (2019, Februari 21). KapanLagi.com. Retrieved from Foto diedit, Prilly
Latuconsina difitnah sudah tidak suci lagi:
https://www.kapanlagi.com/showbiz/selebriti/foto-diedit-prilly-latuconsa-difitnah-
sudah-tidak-suci-lagi-3b443a.html
Eka, M. (2019, Februari 21). KapanLagi.com. Retrieved from Akun instagram kena hack,
Annisa Bahar tipu teman-teman artis:
https://www.kapanlagi.com/showbiz/selebriti/akun-instagram-kena-hack-annisa-
bahar-tipu-teman-teman-artis-f0880f.html
Erdur-Baker, Ö. (2010). Cyberbullying and its correlation to traditional bullying, gender and
frequent and risky usage of internet-mediated communication tools. New media &
society, 12(1), 109-125. Doi: https://doi.org/10.1177/1461444809341260
Erdur-Baker, Ö., Tanrıkulu, I., & Topcu, Ç. (2016). Gender differences in cyberbullying
perpetration: The role of moral disengagement and aggression. A social-ecological
approach to cyberbullying, 77-96.
Erwanti, M. O. (2019, April 23). Detiknews. Retrieved from Istri Andre Taulany hina Prabowo,
BPN: Keterlaluan! penghinaan luar biasa!: https://news.detik.com/berita/d-
4518607/istri-andre-taulany-hina-prabowo-bpn-keterlaluan-penghinaan-luar-biasa
92
Fatonah, T. (2019, Oktober 13). Matamata. Retrieved from 5 kasus perseteruan youtuber dan
selebgram terheboh: Paling seru ya kontroversinya Atta Halilintar:
https://www.matamata.com/life/2018/10/03/160000/5-kasus-perseteruan-youtuber-
dan-selebgram-terheboh
Feist, J., & Feist, G. J. (2006). Theories of personality : Sixth edition. New York: The McGraw-
Hill Companies, Inc.
Gierveld, J. D. J., & Tilburg, T. V. (2006). A 6-item scale for overall, emotional, and social
loneliness: Confirmatory tests on survey data. Research on aging, 28(5), 582-598.
Doi: https://doi.org/10.1177/0164027506289723
Gosling, S. D., Rentfrow, P. J., & Swann Jr, W. B. (2003). A very brief measure of the Big-
Five personality domains. Journal of Research in personality, 37(6), 504-528. Doi:
https://doi.org/10.1016/S0092-6566(03)00046-1
Hackett, L. (2017). The Annual Bullying Survey 2017. Ditch The Label-your world, prejudice
free, 26.
Haryadi, S. K. (2019, September 9). Kompas. Retrieved from Darurat kesehatan mental
generasi Z: https://muda.kompas.id/baca/2019/04/12/darurat-kesehatan-mental-
generasi-z/
Hawkley, L. C., & Cacioppo, J. T. (2010). Loneliness matters: A theoretical and empirical
review of consequences and mechanisms. Annals of behavioral medicine, 40(2),
218-227. Doi: 10.1007/s12160-010-9210-8.
Hinduja, S. J. (2007). Cyberbullying research summary: Emotion and psychological
consequences. Journal of School Violence, 1.
Hymel, S., Rocke-Henderson, N., & Bonanno, R. A. (2005). Moral disengagement: A
framework for understanding bullying among adolescents. Journal of Social
Sciences, 8(1), 1-11.
Janie, D. N. A. (2012). Statistik deskriptif & regresi linier berganda dengan SPSS. Semarang:
Semarang University Press.
Jarboe, G. (2019, September 20). Tabular Insights. Retrieved from No matter how you define
it, generation Z can’t live without Youtube: https://tubularinsights.com/generation-z-
youtube/
John, O. P., Robins, R. W., & Pervin, L. A (2008). Handbook of personality: Theory and
research, third edition. New York: The Guilford Press.
Kallas, P. (2019, Februari 12). DreamGrow, FE International Company. Retrieved from Top
15 most popular social networking sites and apps [August 2018]:
https://www.dreamgrow.com/top-15-most-popular-social-networking-sites/
Kırcaburun, K., & Tosuntaş, Ş. B. (2018). Cyberbullying perpetration among undergraduates:
evidence of the roles of chronotype and sleep quality. Biological rhythm research,
49(2), 247-265. Doi: https://doi.org/10.1080/02723646.2017.1352918
93
Kokkinos, C. M., Antoniadou, N., Dalara, E., Koufogazou, A., & Papatziki, A. (2013). Cyber-
bullying, personality and coping among pre-adolescents. International Journal of
Cyber Behavior, Psychology and Learning (IJCBPL), 3(4), 55-69. Doi:
10.4018/ijcbpl.2013100104
Kovaleva, A., Beierlein, C., Kemper, C. J., & Rammstedt, B. (2013). Psychometric properties
of the BFI-K: A cross-validation study. The International Journal of Educational and
Psychological Assessment, 13(1), 3-5.
Kowalski, R. M., Limber, S. P., & Agatson, P. W. (2008). Cyberbullying: Bullying in the
digital age. Oxford: Blackwell Publishing.
Laksana, B. A. (2019, Februari 21). Detik News. Retrieved from Mensos : 84% Anak usia 12-
17 tahun mengalami bullying: http://news.detik.com/berita/d-3568407/mensos-84-
anak-usia-12-17-tahun-mengalami-bullying
Lazuardi, G. (2019, Februari 19). Tribunnews.com. Retrieved from KPAI : Sepanjang 2018,
kasus 'cyberbully' meningkat: http://www.tribunnews.com/nasional/2018/12/27/kpai-
sepanjang-2018-kasus-cyberbully-meningkat
Lazuras, L., Barkoukis, V., Ourda, D., & Tsorbatzoudis, H. (2013). A process model of
cyberbullying in adolescence. Computers in Human Behavior, 29(3), 881-887. Doi:
10.1016/j.chb.2012.12.015
Mayangsari, D. (2015). Pengaruh self esteem, moral disengagement dan pola asuh terhadap
remaja pelaku cyberbullying. Jurnal Psikologi, 122-124.
McCrae, R. R., & Costa Jr, P. T. (1999). A five-factor theory of personality. Handbook of
personality: Theory and research, 139-153.
Meter, D. J., & Bauman, S. (2018). Moral disengagement about cyberbullying and parental
monitoring: Effects on traditional bullying and victimization via cyberbullying
involvement. The Journal of Early Adolescence, 38(3), 303-326. Doi:
10.1177/0272431616670752
Moses, H. T. (2013). Relationship between the processes of moral disengagement and youth
perceptions of cyberbullying behaviors during their final semester of high school.
Dissertation, Department of Philosophy. Florida: University of Florida.
Nessel, N. (2019, Maret 2). Gettinggenz.com. Retrieved from Gen Z Unplugged :
Cyberbullying: https://gettinggenz.com/2016/12/20/gen-z-unplugged-cyber-bullying/
Nissa, R. S. I. A. P. (2019, April 22). Hitekno.com. Retrieved from Buat prank PUBG tapi
ketahuan settingan, youtuber ini banjir bully:
https://www.hitekno.com/games/2019/03/13/131500/buat-prank-pubg-tapi-ketahuan-
settingan-youtuber-ini-banjir-bully
Nos. (2019, Februari 21). Berita Surabaya. Retrieved from Anak-anak Indonesia banyak alami
cyberbullying: http://beritasurabaya.net/index_sub.php?category=8&id=8668
94
Ozden, M. S., & Icellioglu, S. (2014). The perception of cyberbullying and cybervictimization
by university students in terms of their personality factors. Procedia-Social and
Behavioral Sciences, 116, 4379-4383. Doi: 10.1016/j.sbspro.2014.01.951
People, R. (2019, Februari 12). RSPH (Royal Society for Public Health). Retrieved from
Instagram ranked worst for young people’s mental health:
https://www.rsph.org.uk/about-us/news/instagram-ranked-worst-for-young-people-s-
mental-health.html
Perlman, D., & Peplau, L. A. (1984). Loneliness research: A survey of empirical findings.
Preventing the harmful consequences of severe and persistent loneliness, 13, 46.
Purwanto, B. M. (2014). Beberapa isu pengukuran konstruk dalam riset keperilakuan dan
organisasi. Benefit Jurnal Manajemen dan Bisnis, 18(1), 2. Doi:
https://doi.org/10.23917/benefit.v18i1.1392
Rahmawati, P. E. (2019, April 22). TribunWOW.com. Retrieved from Buang squishy ke dalam
toilet, Ria Ricis dihujat dan ditantang duel oleh pecinta lingkungan ini:
http://wow.tribunnews.com/2017/12/28/buang-squishy-ke-dalam-toilet-ria-ricis-
dihujat-dan-ditantang-duel-oleh-pecinta-lingkungan-ini?page=3
Reginasart, A., & Gusniarti, U. (2016). Subjective well-being from the perspective of self-
compassion in adolescents. Jurnal Psikologi, 1.
Risang, P. (2019, September 10). Swara. Retrieved from Mendampingi generasi Z yang haus
eksistensi di dunia maya: https://swara.tunaiku.com/gayahidup/mendampingi-gen-z-
yang-haus-eksistensi-di-dunia-maya
Rismoyo, M. (2019, Oktober 13). Detikhot. Retrieved from Pesan menohok staf Raffi-Nagita
ke asisten Nia Ramadhani yang doyan gibah: https://hot.detik.com/celeb/d-
4732636/pesan-menohok-staf-raffi-nagita-ke-asisten-nia-ramadhani-yang-doyan-
gibah
Robson, C., & Witenberg, R. T. (2013). The influence of moral disengagement, morally based
self-esteem, age, and gender on traditional bullying and cyberbullying. Journal of
school violence, 12 (2), 211-231. Doi: https://doi.org/10.1080/15388220.2012.762921
Russell, D. W. (1996). UCLA loneliness scale (version 3): Reliability, validity, and factor
structure. Journal of personality assessment, 66(1), 20-40. Doi:
http://dx.doi.org/10.1207/s15327752jpa6601_2
Şahin, M. (2012). The relationship between the cyberbullying/cybervictmization and
loneliness among adolescents. Children and Youth Services Review, 34(4), 834-837.
Doi: https://doi.org/10.1016/j.childyouth.2012.01.010
Santrock, J.W. Life-span development. Perkembangan masa hidup, edisi ketigabelas jilid 1.
Benedictine Wisdyasinta (terj). 2012. Jakarta: Erlangga.
Sarıçam, H., Yaman, E., & Çelik, İ. (2016). The mediator effect of loneliness between
perceived social competence and cyber bullying in turkish adolescents.
International Journal of Progressive Education, 12(1), 99-107.
95
Semerci, A. (2017). Investigating the effects of personality traits on cyberbullying. Pegem
Egitim Ve Ogretim Dergisi= Pegem Journal of Education and Instruction, 7(2), 211.
Doi: 10.14527/pegegog.2017.008
Shariff, S. (2009). Confronting cyber-bullying what school need to know to control misconduct
and avoid legal consequences. Cambridge: Cambridge University Press.
Singh, A. P., & Dangmei, J. (2016). Understanding the generation Z, the future workforce.
South-Asian Journal of Multidisciplinary Studies, 3(3), 1-5.
Soraya, S. (2019, Oktober 13). KapanLagi.com. Retrieved from Nikita Mirzani ngamuk di
Instagram, gara-gara sindiran Jerinx SID?:
https://www.kapanlagi.com/showbiz/selebriti/nikita-mirzani-ngamuk-di-instagram-
gara-gara-sindiran-jerinx-sid-54e74b.html
Syno, B. (2019, Oktober 13). UC News. Retrieved from Di kritik pedas oleh Brandon Kent,
ini jawaban Atta Halilintar!: https://www.ucnews.id/news/Di-Kritik-Pedas-Oleh-
Brandon-Kent-Ini-Jawaban-Atta-Halilintar-/243427914621045.html
Topcu, Ç., & Erdur-Baker, Ö. (2010). The revised cyber bullying inventory (RCBI): Validity
and reliability studies. Procedia-social and behavioral sciences, 5, 660-664. Doi:
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2010.07.161
Twenge, J. M. (2019, Oktober 13). Child Mind Institute. Retrieved from Smartphones and
social media: https://childmind.org/report/2017-childrens-mental-health-
report/smartphones-social-media/
Umar, J., Mardapi, D., et.al (2015). JP3I. Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan
Indonesia, 4(1), 36-38. Doi: 10.15408/jp3i
Van Geel, M., Goemans, A., Toprak, F., & Vedder, P. (2017). Which personality traits are
related to traditional bullying and cyberbullying? A study with the big five, dark
triad and sadism. Personality and Individual Differences, 106, 231-235. Doi:
10.1016/j.paid.2016.10.063
Wachs, S., Junger, M., & Sittichai, R. (2015). Traditional, cyber and combined bullying roles:
Differences in risky online and offline activities. Societies, 5(1), 109-135. Doi:
https://doi.org/10.3390/soc5010109
Wade, C., & Tavris, C. (2007). Psikologi edisi ke sembilan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Wardani, A. S. (2017, July 13). Liputan 6. Retrieved from Tekno.liputan6.com:
http://tekno.liputan6.com/read/3020349/studi-tindak-bullying-di-internet-meningkat
Willard, N. E. (2005). Educator’s guide to cyberbullying and cyberthreats. Center for safe and
responsible use of the internet, 1-2.
Wong, D. S., Chan, H. C. O., & Cheng, C. H. (2014). Cyberbullying perpetration and
victimization among adolescents in Hong Kong. Children and youth services review,
36, 133-140. Doi: https://doi.org/10.1016/j.childyouth.2013.11.006
96
Xiao, B. S., & Wong, Y. M. (2013). Cyber-bullying among university students: An empirical
investigation from the social cognitive perspective. International Journal of Business
and Information, 8(1).
Zhou, Y., Zheng, W., & Gao, X. (2018). The relationship between the big five and
cyberbullying among college students: the mediating effect of moral disengagement.
Current Psychology, 1-12. Doi: https://doi.org/10.1007/s12144-018-0005-6
97
LAMPIRAN
98
Lampiran 1
Modifikasi Alat Ukur Cyberbullying
No. Dimensi
cyberbullying
(Willard, 2005)
Item asli (Mayangsari, 2015) Modifikasi
1 Flaming :
pertengkaran
online dengan
menggunakan
bahasa yang kasar,
vulgar dan
menunjukkan
kemarahan. Biasa
terjadi di setting
public
1) Saya membalas seseorang yang menghina saya
di dunia maya
2) Saya mengirimkan kata-kata kasar kepada
seseorang di jejaring sosial ataupun chat room
ketika tersinggung
3) Saya meng-update status dalam akun jejaring
sosial menggunakan kata-kata yang menarik
perhatian
4) Saya sopan kepada siapapun dalam dunia maya
5) Saya menjaga perkataan saya ketika saya online
di jejaring sosial, forum, ataupun chat room
1) Saya membalas seseorang yang menghina
saya di Instagram / Youtube
2) Saya mengirimkan kata-kata kasar di
Instagram / Youtube ketika tersinggung
kepada seseorang
3) Saya mengirimkan kata-kata vulgar di
Instagram / Youtube ketika tersinggung
kepada seseorang
4) Saya mengirimkan pesan yang berisi ejekan
di Instagram / Youtube
5) Saya terlibat pertengkaran di kolom
komentar Instagram / Youtube dengan orang
lain
6) Saya sopan kepada siapapun di Instagram /
Youtube
2 Harassment :
berulangkali
mengirimkan
pesan penyerangan
dengan
melecehkan, jahat,
kasar, kejam dan
mengolok-olok
1) Saya meng-update status yang menghina
seseorang karena kesal terhadap orang tersebut
2) Saya berulangkali mengirimkan pesan melalui
situs jejaring sosial mengenai kebencian saya
terhadap seseorang secara online
1) Saya meng-update status di Instagram yang
menyindir seseorang karena kesal
terhadapnya
2) Saya mengomentari foto atau video
seseorang di Instagram / Youtube dengan
bahasa yang melecehkan
99
3) Saya mengirimkan pesan kepada seseorang
di Instagram / Youtube dengan bahasa yang
kasar
4) Saya berulangkali mengirimkan pesan di
Instagram / Youtube mengenai kebencian
saya terhadap seseorang
5) Saya ikut berpartisipasi dalam polling di
Instagram / Youtube yang menunjukkan
kebencian atas seseorang
6) Saya mengirimkan pesan di Instagram /
Youtube yang berisi ancaman kepada orang
yang saya benci
3 Denigration :
mengirimkan atau
mem-posting
rumor mengenai
seseorang yang
tidak benar dan
bersifat
penghinaan, untuk
merusak
pertemanan atau
reputasi orang
tersebut
1) Saya menyebarkan gosip mengenai seseorang
melalui media online
2) Saya ikut berpartisipasi dalam polling yang
menunjukkan kebencian atas seseorang
3) Saya membuat atau ikut serta dalam group
facebook yang menunjukkan kebencian saya
terhadap seseorang
4) Saya mem-posting kata-kata kasar atau bohong
mengenai seseorang dalam situs jejaring sosial,
forum, blog atau chat room
5) Saya mengirimkan sms pesan melalui situs
jejaring sosial yang berisi ejekan dan atau
ancaman kepada seseorang yang saya benci
1) Saya menyebarkan gosip mengenai
seseorang di Instagram / Youtube
2) Saya menyebarkan informasi hoax (tidak
benar) mengenai seseorang di Instagram /
Youtube
3) Saya mem-posting kata-kata kebohongan
mengenai seseorang di Instagram / Youtube
4) Saya meng-edit dan upload foto seseorang di
Instagram / Youtube dengan tujuan
mempermalukannya
4 Impersonation :
berpura-pura
menjadi orang lain
dan mengirimkan
atau mem-posting
hal-hal yang dapat
membuat orang
1) Saya sign in menggunakan akun orang lain dan
meng-update status tanpa sepengetahuan orang
tersebut
2) Saya berpura-pura menjadi orang lain dan
mengirimkan pesan di media online atas
namanya, tanpa seizin orang tersebut
1) Saya log in Instagram / Youtube
menggunakan akun orang lain dan meng-
update status tanpa sepengetahuan orang
tersebut
2) Saya berpura-pura menjadi orang lain dan
mengirimkan pesan di Instagram / Youtube
atas namanya, tanpa seizin orang tersebut
100
tersebut dalam
masalah atau
bahaya, merusak
pertemanan dan
reputasi orang
tersebut
3) Saya log in akun seseorang menggunakan
password-nya tanpa seizin orang tersebut
4) Saya mengirimkan email berisi hal yang tidak
benar dari akun orang lain tanpa sepengetahuan
orang tersebut
5) Saya sign in menggunakan akun orang lain untuk
mengumpulkan informasi
3) Saya log in akun Instagram / Youtube
seseorang menggunakan password-nya,
tanpa seizin orang tersebut
4) Saya mengirimkan pesan berisi hal yang
tidak benar dari akun Instagram / Youtube
orang lain, tanpa sepengetahuan orang
tersebut
5) Saya log in Instagram / Youtube
menggunakan akun orang lain untuk
mengumpulkan informasi
5 Outing :
menyebarkan
rahasia atau
informasi yang
mempermalukan
seseorang secara
online
1) Saya menyebarkan foto/video yang memalukan
mengenai seseorang dalam situs jejaring sosial,
forum atau chat room
2) Saya mem-forward percakapan pribadi dari IM
atau email tanpa persetujuan dari lawan bicara
3) Saya menggunakan informasi yang saya
dapatkan secara online untuk mengikuti,
mengejek, mempermalukan atau menghina
seseorang secara langsung
1) Saya menyebarkan foto atau video yang
memalukan mengenai seseorang di
Instagram / Youtube
2) Saya menyebarkan percakapan pribadi di
Instagram / Youtube tanpa persetujuan dari
lawan bicara
3) Saya menggunakan informasi yang saya
dapatkan untuk mengejek seseorang di
Instagram / Youtube
4) Saya menggunakan informasi yang saya
dapatkan untuk mempermalukan seseorang
di Instagram / Youtube
5) Saya menggunakan informasi yang saya
dapatkan untuk menghina seseorang di
Instagram / Youtube
6 Trickery :
membujuk
seseorang untuk
menceritakan
rahasia atau
informasi yang
memalukan, yang
1) Saya menguak rahasia seseorang dan
menyebarkan melalui media online
1) Saya dengan curang membujuk seseorang,
untuk mendapatkan kelemahannya dan
menyebarkannya di Instagram / Youtube
2) Saya membujuk seseorang agar ia mau
menceritakan aibnya, kemudian
menyebarkannya di Instagram / Youtube
101
kemudian
disebarkan secara
online
3) Saya melakukan tipu daya untuk
mendapatkan informasi yang memalukan
mengenai seseorang, kemudian
menyebarkannya di Instagram / Youtube
4) Saya dengan tidak jujur, mendapatkan
informasi yang memalukan mengenai
seseorang, kemudian menyebarkannya di
Instagram / Youtube
5) Saya mendapatkan informasi rahasia tentang
seseorang dan menyebarkannya di
Instagram / Youtube
7 Exclusion :
mengucilkan
seseorang dan
secara sengaja
mengeluarkannya
dari group online
secara kasar
1) Saya menandai akun seseorang sebagai spam
agar orang tersebut tidak bisa mengakses
akunnya
2) Saya dan teman-teman sepermainan saya mem-
block akun seseorang, agar orang tersebut tidak
dapat mengakses informasi mengenai kami
3) Saya ikut ambil bagian dalam mengeluarkan
seseorang dari suatu group online
4) Saya mengajak teman-teman se-gang saya untuk
tidak mengajak salah satu teman yang saya tidak
sukai dalam suatu forum atau chat room online.
1) Saya menandai akun Instagram / Youtube
seseorang sebagai spam, agar saya tidak bisa
mengakses posting-an di akunnya
2) Saya dan teman-teman sepermainan mem-
block akun Instagram / Youtube seseorang,
agar orang tersebut tidak dapat mengakses
informasi mengenai kami
3) Saya ikut ambil bagian dalam mengeluarkan
seseorang dari suatu group di Instagram /
Youtube
4) Saya menghasut teman-teman saya untuk
tidak mengajak orang yang saya tidak sukai,
dalam suatu forum atau chat room di
Instagram / Youtube
102
Adaptasi Alat Ukur BFI-K (Big Five Inventory-Kurzversion)
No Pernyataan Terjemahan
I see myself as someone who… Saya memandang diri saya sebagai seseorang yang...
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
…is outgoing, sociable
…generates a lot of enthusiasm
…tends to be quiet
…is reserved
…is generally trusting
…tends to find fault with others
…can be cold and aloof
…is sometimes rude to others
…does things efficiently
…does a thorough job
…makes plans and follows through with them
…tends to be lazy
…gets nervous easily
…worries a lot
…is depressed, blue
…is relaxed, handles stress well
…values artistic, aesthetic experiences
…is curious about many different things
…has an active imagination
…is ingenious, a deep thinker
…has few artistic interests
ramah, mudah bergaul
mudah membangkitkan antusiasme
cenderung pendiam
tidak mudah bergaul
secara umum, mudah percaya
cenderung mencari kesalahan orang lain
bisa menjadi dingin dan menyendiri
terkadang kasar kepada orang lain
melakukan berbagai hal dengan efisien
melakukan pekerjaan dengan menyeluruh
membuat perencanaan dan menindaklanjutinya
cenderung malas
mudah cemas
mudah khawatir
depresi, murung
santai, mengatasi stress dengan baik
menghargai seni dan pengalaman estetika
ingin tahu banyak hal yang berbeda
memiliki imajinasi yang aktif
pandai, seorang pemikir yang mendalam
tidak terlalu tertarik kepada artistik
103
Modifikasi Alat Ukur Moral Disengagement Scale
No (Hymel, 2005) Modifikasi
1 Bullying is just a normal part
of being a kid
Bully di media sosial (cyberbullying) merupakan hal
yang biasa di kalangan remaja
2 Bullying is a criminal
offense
Bully di media sosial (cyberbullying) adalah sebuah
tindakan criminal
3 It’s okay to join in when
someone you don’t like is
being bullied
Tidak masalah bergabung dalam mem-bully
seseorang yang tidak kita sukai
4 Sometimes it’s okay to bully
other people
Terkadang tidak masalah mem-bully orang lain
5 In group of friends, bullying
is okay
Di antara kelompok pertemanan, mem-bully di
media sosial (cyberbullying) adalah hal yang biasa
6 Adults at school should be
responsible for protecting
kids from bullies
Orang dewasa di lingkungan sekolah seharusnya
bertanggung jawab melindungi murid dari
cyberbullying
7 When I see another kid
getting bullied, there’s
nothing I can do to stop it
Saat melihat orang lain di-bully, saya tidak bisa
berbuat apapun untuk menghentikannya
8 It’s my responsibility to
intervene or do something
when I see bullying
Saya bertanggung jawab untuk menolong seseorang
yang di-bully
9 Bullying gets kids to
understand what is
important to the group
Bully di media sosial (cyberbullying) menjadikan
seseorang lebih mengerti apa yang penting dalam
sebuah kelompok
10 Getting bullied helps to
make people tougher
Di-bully di media sosial (cyberbullying) membuat
orang lebih kuat
11 Some kids need to be picked
on just to teach them a lesson
Terkadang seseorang perlu di-bully untuk
mendapatkan pelajaran
12 Bullying can be a good way
to solve problems
Bully di media sosial (cyberbullying) bisa menjadi
cara yang baik untuk menyelesaikan masalah
104
13 Kids get bullied because
they are different
Seseorang di-bully di media sosial (cyberbullying),
dikarenakan mereka berbeda
14 Some kids get bullied
because they deserve it
Beberapa orang di-bully di media sosial
(cyberbullying), karena mereka pantas
mendapatkannya
15 Some kids get bullied
because they hurt other kids
Beberapa orang di-bully di media sosial
(cyberbullying), karena mereka menyakiti orang lain
16 It’s okay to pick on losers Tidak masalah mem-bully seorang pecundang
17 If kids didn’t cry or give in
so easily they wouldn’t get
bullied so much
Orang yang tidak cengeng dan tidak mudah
menyerah, jarang di-bully di media sosial
(cyberbullying)
18 Most students who get
bullied bring it on
themselves
Kebanyakan orang yang di-bully di media sosial
(cyberbullying) dikarenakan perbuatan mereka
sendiri
105
Adaptasi Alat Ukur UCLA Loneliness Scale (Version 3)
No. Pernyataan Terjemahan
1 How often do you feel that you are “in tune” with the people
around you?
Seberapa sering kamu merasa bahwa kamu “selaras” dengan orang-
orang di sekitarmu?
2 How often do you feel that you lack companionship? Seberapa sering kamu merasa bahwa kamu kurang bersahabat?
3 How often do you feel that there is no one you can turn to? Seberapa sering kamu merasa bahwa tidak ada seorang pun yang dapat
kamu andalkan?
4 How often do you feel alone? Seberapa sering kamu merasa sendiri?
5 How often do you feel part of a group of friends? Seberapa sering kamu merasa menjadi bagian dari sekelompok
pertemanan?
6 How often do you feel that you have a lot in common with the
people around you?
Seberapa sering kamu merasa memiliki banyak kesamaan dengan
orang-orang di sekitarmu?
7 How often do you feel that you are no longer close to anyone? Seberapa sering kamu merasa bahwa kamu sudah tidak lagi dekat
dengan siapapun?
8 How often do you feel that your interests and ideas are not
shared by those around you?
Seberapa sering kamu merasa bahwa minat dan idemu disimpan sendiri,
tanpa diceritakan dengan orang-orang di sekitarmu?
9 How often do you feel outgoing and friendly? Seberapa sering kamu merasa ramah dan bersahabat?
10 How often do you feel close to people? Seberapa sering kamu merasa dekat dengan orang lain?
11 How often do you feel left out? Seberapa sering kamu merasa ditinggalkan?
12 How often do you feel that your relationships with others are
not meaningful?
Seberapa sering kamu merasa bahwa hubunganmu dengan orang lain
tidak berarti?
13 How often do you feel that no one really knows you well? Seberapa sering kamu merasa bahwa tidak ada seorang pun yang benar-
benar mengenalmu dengan baik?
14 How often do you feel isolated from others? Seberapa sering kamu merasa terasing dari orang lain?
15 How often do you feel you can find companionship when you
want it?
Seberapa sering kamu merasa dapat menemukan persahabatan saat
kamu menginginkannya?
16 How often do you feel that there are people who really
understand you?
Seberapa sering kamu merasa bahwa ada orang yang benar-benar
mengerti kamu?
17 How often do you feel shy? Seberapa sering kamu merasa malu?
18 How often do you feel that people are around you but not with
you?
Seberapa sering kamu merasa bahwa banyak orang berada di
sekelilingmu, tapi tidak bersamamu?
106
19 How often do you feel that there are people you can talk to? Seberapa sering kamu merasa bahwa ada orang yang bisa kamu ajak
bicara?
20 How often do you feel that there are people you can turn to? Seberapa sering kamu merasa bahwa ada orang yang bisa kamu
andalkan?
107
Lampiran 2
KUESIONER PENELITIAN
Assalamualaikum Wr. Wb.
Salam sejahtera, semoga kita selalu berada dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Saya
Rahmawati, mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada saat ini
sedang melakukan penelitian skripsi mengenai cyberbullying (bully di media sosial). Bersama
dengan hal ini, saya mengharapkan kesediaan Anda untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Silahkan Anda mengisi kuesioner dengan mengikuti petunjuk pengisian yang diberikan, tidak
ada jawaban benar maupun salah dalam kuesioner ini. Jawablah pernyataan sesuai dengan
apa yang Anda rasakan atau alami saat ini. Data yang Anda berikan akan dijamin
kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Atas perhatian dan
bantuannya, saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Hormat saya,
Rahmawati
DATA REPONDEN
Nama : …………………………………………..
Usia : …………………………………………..
Jenis Kelamin : …………………………………………..
Daerah tempat tinggal : (Jakarta/Bogor/Depok/Tangerang/Bekasi)
*) Bulatkan sesuai daerah tempat tinggal
Nomor Hp / WhatsApp : ………………… (Harap diisi untuk undian saldo gopay/ovo/pulsa)
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk menjadi responden dalam
penelitian ini.
…………………………..
(Nama dan Tanda Tangan)
108
SKALA 1
INSTRUKSI
Berikut ini terdapat beberapa pernyataan. Anda diminta untuk mengemukakan apakah
pernyataan-pernyataan tersebut sesuai dengan diri Anda, dengan memberi tanda centang (✓).
Tidak ada jawaban yang benar atau salah, pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan keadaan
Anda.
Keterangan :
SS : Sangat Sering
S : Sering
J : Jarang
SJ : Sangat Jarang
No Pernyataan SJ J S SS
1 Saya membalas seseorang yang menghina saya di
Instagram / Youtube
2 Saya mengirimkan kata-kata kasar di Instagram /
Youtube ketika tersinggung kepada seseorang
3 Saya mengirimkan kata-kata vulgar di Instagram /
Youtube ketika tersinggung kepada seseorang
4 Saya mengirimkan pesan yang berisi ejekan di
Instagram / Youtube
5 Saya terlibat pertengkaran di kolom komentar
Instagram / Youtube dengan orang lain
6 Saya sopan kepada siapapun di Instagram /
Youtube
7 Saya meng-update status di Instagram yang
menyindir seseorang karena kesal terhadapnya
8 Saya mengomentari foto atau video seseorang di
Instagram / Youtube dengan bahasa yang
melecehkan
9 Saya mengirimkan pesan kepada seseorang di
Instagram / Youtube dengan bahasa yang kasar
10 Saya berulangkali mengirimkan pesan di
Instagram / Youtube mengenai kebencian saya
terhadap seseorang
109
11 Saya ikut berpartisipasi dalam polling di Instagram
/ Youtube yang menunjukkan kebencian atas
seseorang
12 Saya mengirimkan pesan di Instagram / Youtube
yang berisi ancaman kepada orang yang saya benci
13 Saya menyebarkan gosip mengenai seseorang di
Instagram / Youtube
14 Saya menyebarkan informasi hoax (tidak benar)
mengenai seseorang di Instagram / Youtube
15 Saya mem-posting kata-kata kebohongan
mengenai seseorang di Instagram / Youtube
16 Saya meng-edit dan upload foto seseorang di
Instagram / Youtube dengan tujuan
mempermalukannya
17 Saya log in Instagram / Youtube menggunakan
akun orang lain dan meng-update status tanpa
sepengetahuan orang tersebut
18 Saya berpura-pura menjadi orang lain dan
mengirimkan pesan di Instagram / Youtube atas
namanya, tanpa seizin orang tersebut
19 Saya log in akun Instagram / Youtube seseorang
menggunakan password-nya, tanpa seizin orang
tersebut
20 Saya mengirimkan pesan berisi hal yang tidak
benar dari akun Instagram / Youtube orang lain,
tanpa sepengetahuan orang tersebut
21 Saya log in Instagram / Youtube menggunakan
akun orang lain untuk mengumpulkan informasi
22 Saya menyebarkan foto atau video yang
memalukan mengenai seseorang di Instagram /
Youtube
23 Saya menyebarkan percakapan pribadi di
Instagram / Youtube tanpa persetujuan dari lawan
bicara
24 Saya menggunakan informasi yang saya dapatkan
untuk mengejek seseorang di Instagram / Youtube
25 Saya menggunakan informasi yang saya dapatkan
untuk mempermalukan seseorang di Instagram /
Youtube
110
26 Saya menggunakan informasi yang saya dapatkan
untuk menghina seseorang di Instagram / Youtube
27 Saya dengan curang membujuk seseorang, untuk
mendapatkan kelemahannya dan menyebarkannya
di Instagram / Youtube
28 Saya membujuk seseorang agar ia mau
menceritakan aibnya, kemudian menyebarkannya
di Instagram / Youtube
29 Saya melakukan tipu daya untuk mendapatkan
informasi yang memalukan mengenai seseorang,
kemudian menyebarkannya di Instagram / Youtube
30 Saya dengan tidak jujur, mendapatkan informasi
yang memalukan mengenai seseorang, kemudian
menyebarkannya di Instagram / Youtube
31 Saya mendapatkan informasi rahasia tentang
seseorang dan menyebarkannya di Instagram /
Youtube
32 Saya menandai akun Instagram / Youtube
seseorang sebagai spam, agar saya tidak bisa
mengakses posting-an di akunnya
33 Saya dan teman-teman sepermainan mem-block
akun Instagram / Youtube seseorang, agar orang
tersebut tidak dapat mengakses informasi
mengenai kami
34 Saya ikut ambil bagian dalam mengeluarkan
seseorang dari suatu group di Instagram / Youtube
35 Saya menghasut teman-teman saya untuk tidak
mengajak orang yang saya tidak sukai, dalam suatu
forum atau chat room di Instagram / Youtube
SKALA 2
INSTRUKSI
Berikut ini terdapat beberapa pernyataan berupa "Bagaimana Anda memandang diri Anda".
Anda diminta untuk memilih salah satu bulatan yang tersedia dengan memberi tanda centang
(✓). Semakin ke kanan bulatan, pernyataan semakin sesuai menggambarkan diri Anda.
Sebaliknya, semakin ke kiri bulatan, pernyataan semakin tidak sesuai menggambarkan
diri Anda. Tidak ada jawaban yang benar atau salah, pilihlah jawaban yang paling sesuai
dengan keadaan Anda.
111
No Pernyataan Jawaban
Saya memandang diri saya sebagai
seseorang yang…
1 ramah, mudah bergaul Sangat Tidak Sesuai O O O O O Sangat
Sesuai
2 mudah membangkitkan antusiasme Sangat Tidak Sesuai O O O O O Sangat
Sesuai
3 cenderung pendiam Sangat Tidak Sesuai O O O O O Sangat
Sesuai
4 tidak mudah bergaul Sangat Tidak Sesuai O O O O O Sangat
Sesuai
5 secara umum, mudah percaya Sangat Tidak Sesuai O O O O O Sangat
Sesuai
6 cenderung mencari kesalahan orang lain Sangat Tidak Sesuai O O O O O Sangat
Sesuai
7 bisa menjadi dingin dan menyendiri Sangat Tidak Sesuai O O O O O Sangat
Sesuai
8 terkadang kasar kepada orang lain Sangat Tidak Sesuai O O O O O Sangat
Sesuai
9 melakukan berbagai hal dengan efisien Sangat Tidak Sesuai O O O O O Sangat
Sesuai
10 melakukan pekerjaan dengan menyeluruh Sangat Tidak Sesuai O O O O O Sangat
Sesuai
11 membuat perencanaan dan
menindaklanjutinya
Sangat Tidak Sesuai O O O O O Sangat
Sesuai
12 cenderung malas Sangat Tidak Sesuai O O O O O Sangat
Sesuai
13 mudah cemas Sangat Tidak Sesuai O O O O O Sangat
Sesuai
14 mudah khawatir Sangat Tidak Sesuai O O O O O Sangat
Sesuai
15 depresi, murung Sangat Tidak Sesuai O O O O O Sangat
Sesuai
16 santai, mengatasi stress dengan baik Sangat Tidak Sesuai O O O O O Sangat
Sesuai
17 menghargai seni dan pengalaman estetika Sangat Tidak Sesuai O O O O O Sangat
Sesuai
18 ingin tahu banyak hal yang berbeda Sangat Tidak Sesuai O O O O O Sangat
Sesuai
112
19 memiliki imajinasi yang aktif Sangat Tidak Sesuai O O O O O Sangat
Sesuai
20 pandai, seorang pemikir yang mendalam Sangat Tidak Sesuai O O O O O Sangat
Sesuai
21 tidak terlalu tertarik pada artistik Sangat Tidak Sesuai O O O O O Sangat
Sesuai
SKALA 3
INSTRUKSI
Berikut ini terdapat beberapa pernyataan. Anda diminta untuk mengemukakan apakah
pernyataan-pernyataan tersebut sesuai dengan diri Anda, dengan memberi tanda centang (✓).
Tidak ada jawaban yang benar atau salah, pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan keadaan
Anda.
Keterangan :
SS : Sangat setuju
S : Setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
No Pernyataan STS TS S SS
1 Bully di media sosial (cyberbullying) merupakan
hal yang biasa di kalangan remaja
2 Bully di media sosial (cyberbullying) adalah
sebuah tindakan criminal
3 Tidak masalah bergabung dalam mem-bully
seseorang yang tidak kita sukai
4 Terkadang tidak masalah mem-bully orang lain
5 Di antara kelompok pertemanan, mem-bully di
media sosial (cyberbullying) adalah hal yang biasa
6 Orang dewasa di lingkungan sekolah seharusnya
bertanggung jawab melindungi murid dari
cyberbullying
7 Saat melihat orang lain di-bully, saya tidak bisa
berbuat apapun untuk menghentikannya
8 Saya bertanggung jawab untuk menolong
seseorang yang di-bully
113
9 Bully di media sosial (cyberbullying) menjadikan
seseorang lebih mengerti apa yang penting dalam
sebuah kelompok
10 Di-bully di media sosial (cyberbullying) membuat
orang lebih kuat
11 Terkadang seseorang perlu di-bully untuk
mendapatkan pelajaran
12 Bully di media sosial (cyberbullying) bisa menjadi
cara yang baik untuk menyelesaikan masalah
13 Seseorang di-bully di media sosial
(cyberbullying), dikarenakan mereka berbeda
14 Beberapa orang di-bully di media sosial
(cyberbullying), karena mereka pantas
mendapatkannya
15 Beberapa orang di-bully di media sosial
(cyberbullying), karena mereka menyakiti orang
lain
16 Tidak masalah mem-bully seorang pecundang
17 Orang yang tidak cengeng dan tidak mudah
menyerah, jarang di-bully di media sosial
(cyberbullying)
18 Kebanyakan orang yang di-bully di media sosial
(cyberbullying) dikarenakan perbuatan mereka
sendiri
SKALA 4
INSTRUKSI
Berikut ini terdapat beberapa pernyataan. Anda diminta untuk mengemukakan apakah
pernyataan-pernyataan tersebut sesuai dengan diri Anda, dengan memberi tanda centang (✓).
Tidak ada jawaban yang benar atau salah, pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan keadaan
Anda.
Keterangan :
S : Sering
KK : Kadang-kadang
J : Jarang
TP : Tidak Pernah
114
No Pernyataan TP J KK S
1 Seberapa sering kamu merasa bahwa kamu
“selaras” dengan orang-orang di sekitarmu?
2 Seberapa sering kamu merasa bahwa kamu kurang
bersahabat?
3 Seberapa sering kamu merasa bahwa tidak ada
seorang pun yang dapat kamu andalkan?
4 Seberapa sering kamu merasa sendiri?
5 Seberapa sering kamu merasa menjadi bagian dari
sekelompok pertemanan?
6 Seberapa sering kamu merasa memiliki banyak
kesamaan dengan orang-orang di sekitarmu?
7 Seberapa sering kamu merasa bahwa kamu sudah
tidak lagi dekat dengan siapapun?
8 Seberapa sering kamu merasa bahwa minat dan
idemu disimpan sendiri, tanpa diceritakan dengan
orang-orang di sekitarmu?
9 Seberapa sering kamu merasa ramah dan
bersahabat?
10 Seberapa sering kamu merasa dekat dengan orang
lain?
11 Seberapa sering kamu merasa ditinggalkan?
12 Seberapa sering kamu merasa bahwa hubunganmu
dengan orang lain tidak berarti?
13 Seberapa sering kamu merasa bahwa tidak ada
seorang pun yang benar-benar mengenalmu
dengan baik?
14 Seberapa sering kamu merasa terasing dari orang
lain?
15 Seberapa sering kamu merasa dapat menemukan
persahabatan saat kamu menginginkannya?
16 Seberapa sering kamu merasa bahwa ada orang
yang benar-benar mengerti kamu?
17 Seberapa sering kamu merasa malu?
18 Seberapa sering kamu merasa bahwa banyak orang
berada di sekelilingmu, tapi tidak bersamamu?
19 Seberapa sering kamu merasa bahwa ada orang
yang bisa kamu ajak bicara?
20 Seberapa sering kamu merasa bahwa ada orang
yang bisa kamu andalkan?
115
Lampiran 3
FORMAT KUESIONER ONLINE
116
Format kuesioner online ini diambil dengan menggunakan handphone.
117
Lampiran 4
HASIL CFA KONSTRUK CYBERBULLYING
UJI VALIDITAS CYBERBULLYING
DA NI=35 NO=257 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23
X24 X25 X26 X27 X28 X29 X30 X31 X32 X33 X34 X35
PM SY FI=CYBERBULLYING.COR
MO NX=35 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
CYBERBULLYING
FR TD 15 14 TD 26 25 TD 28 21 TD 3 2 TD 21 19 TD 20 19
FR TD 34 33 TD 9 8 TD 29 27 TD 18 17 TD 33 32 TD 24 12
FR TD 14 13 TD 28 13 TD 24 3 TD 31 17 TD 28 1 TD 20 2
FR TD 32 2 TD 28 7 TD 11 10 TD 25 24 TD 22 16 TD 32 10
FR TD 28 6 TD 26 24 TD 28 26 TD 31 26 TD 7 3 TD 31 20
FR TD 24 16 TD 23 8 TD 33 25 TD 18 10 TD 19 17 TD 35 2
FR TD 35 33 TD 24 22 TD 35 34 TD 27 22 TD 22 12 TD 32 22
FR TD 17 16 TD 31 24 TD 34 21 TD 10 7 TD 33 7 TD 33 21
FR TD 19 15 TD 32 19 TD 16 14 TD 29 14 TD 29 8 TD 17 14
FR TD 26 3 TD 10 9 TD 27 9 TD 22 9 TD 4 2 TD 4 3 TD 19 12
FR TD 12 5 TD 13 5 TD 5 1 TD 28 5 TD 22 18 TD 30 18 TD 33 18
FR TD 32 18 TD 23 18 TD 31 18 TD 23 3 TD 23 14 TD 23 12 TD 20 17
FR TD 27 14 TD 31 30 TD 15 1 TD 29 26 TD 32 1 TD 29 12 TD 31 22
FR TD 27 24 TD 14 2 TD 34 9 TD 32 29 TD 26 9 TD 28 9 TD 31 8
FR TD 32 5 TD 25 12 TD 34 12 TD 19 7 TD 32 16 TD 30 17 TD 30 27
FR TD 30 29 TD 27 8 TD 12 11 TD 35 28 TD 12 3 TD 9 6 TD 27 4
FR TD 23 21 TD 32 27 TD 27 10 TD 30 14 TD 30 16 TD 26 1 TD 27 25
FR TD 33 24 TD 6 5 TD 22 11 TD 10 2 TD 33 20 TD 33 26 TD 18 13
FR TD 34 14 TD 33 14 TD 14 11 TD 22 3 TD 12 6 TD 18 6 TD 8 6
FR TD 17 12 TD 21 17 TD 27 17 TD 29 17 TD 34 17 TD 21 2 TD 27 26 TD 23 19
FR TD 23 22 TD 25 4 TD 15 4 TD 15 3 TD 31 15 TD 19 14 TD 17 2 TD 21 5 TD 14 12
FR TD 28 14 TD 30 20 TD 20 18 TD 24 19 TD 31 19 TD 28 15 TD 15 9 TD 33 17 TD 30 6
FR TD 34 6 TD 19 5 TD 8 1 TD 27 18 TD 19 18 TD 21 18 TD 34 18 TD 21 16 TD 16 8 TD 19 16
FR TD 24 4 TD 24 21 TD 23 20 TD 28 20 TD 20 12 TD 26 12 TD 18 16 TD 33 31 TD 33 30
FR TD 16 12 TD 22 15 TD 29 23 TD 29 19 TD 15 12 TD 33 19 TD 33 23 TD 17 5 TD 14 5 TD 5 2
FR TD 35 13 TD 24 5 TD 23 5 TD 29 5 TD 35 11 TD 11 2 TD 35 7 TD 35 32 TD 32 28 TD 30 24
FR TD 26 16 TD 18 7 TD 20 13 TD 31 13 TD 29 13 TD 20 5 TD 20 15 TD 11 5 TD 10 5 TD 33 27
FR TD 33 3 TD 33 2 TD 34 29 TD 19 6 TD 7 6 TD 29 1 TD 10 6 TD 10 4
PD
OU TV SS MI AD=OFF
118
119
HASIL CFA KONSTRUK KEPRIBADIAN
1. EXTRAVERSION
UJI VALIDITAS KONSTRUK EXTRAVERSION
DA NI=4 NO=257 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=EXTRAVERSION.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
EXTRAVERSION
FR TD 2 1 TD 4 1
PD
OU TV SS MI
120
2. AGREEABLENESS
UJI VALIDITAS AGREE
DA NI=4 NO=257 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=AGREE.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST
LK
AGREE
PD
OU TV SS MI ME=UL
121
3. CONCIENTIOUSNESS
UJI VALIDITAS CONSCIENTIOUSNESS
DA NI=4 NO=257 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=CONSCIENTIOUSNESS.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
CONSCIENTIOUSNESS
FR TD 4 1 TD 4 2
PD
OU TV SS MI
122
4. NEUROTICISM
UJI VALIDITAS NEUROTICISM
DA NI=4 NO=257 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=NEUROTICISM.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
NEUROTICISM
FR TD 4 3 TD 3 2
PD
OU TV SS MI
123
5. OPENNESS TO EXPERIENCE
UJI VALIDITAS OPENNESS TO EXPERIENCE
DA NI=5 NO=257 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5
PM SY FI=OPENNESS.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
OPENNESS TO EXPERIENCE
FR TD 5 1 TD 5 3
PD
OU TV SS MI
124
HASIL CFA KONSTRUK MORAL DISENGAGEMENT
1. COGNITIVE RESTRUCTURING
UJI VALIDITAS COGNITIVE RESTRUCTURING
DA NI=5 NO=257 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5
PM SY FI=COGNITIVE.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
COGNITIVE RESTRUCTURING
FR TD 5 1 TD 2 1 TD 4 3
PD
OU TV SS MI
125
2. MINIMIZING AGENCY
UJI VALIDITAS MINIMIZING AGENCY
DA NI=3 NO=257 MA=PM
LA
X1 X2 X3
PM SY FI=MINI.COR
MO NX=3 NK=1 LX=FR PH=ST
LK
MINIMIZING
PD
OU TV SS MI
126
3. DISTORTION OF NEGATIVE CONSEQUENCES
UJI VALIDITAS DNC
DA NI=4 NO=257 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=DNC.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
DNC
FR TD 4 3 TD 3 1
PD
OU TV SS MI
127
4. BLAMING / DEHUMANIZING THE VICTIM
UJI VALIDITAS BDC
DA NI=6 NO=257 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6
PM SY FI=BDC.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
BDC
FR TD 6 5 TD 6 1
PD
OU TV SS MI
128
HASIL CFA KONSTRUK LONELINESS
UJI VALIDITAS LONELINESS
DA NI=20 NO=257 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20
PM SY FI=LONELINESS.COR
MO NX=20 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
LONELINESS
FR TD 10 6 TD 16 15 TD 11 4 TD 20 16 TD 6 5 TD 10 9
FR TD 6 1 TD 10 5 TD 9 2 TD 19 9 TD 20 14 TD 8 7 TD 14 9
FR TD 13 12 TD 18 17 TD 12 6 TD 11 6 TD 19 16 TD 20 19 TD 15 11
FR TD 13 3 TD 18 1 TD 18 6 TD 7 6 TD 19 2 TD 10 1 TD 9 1 TD 5 1
FR TD 17 10 TD 7 5 TD 5 2 TD 20 8 TD 20 3 TD 12 5 TD 19 8 TD 7 3
FR TD 19 13 TD 13 9 TD 19 3 TD 15 4 TD 5 4 TD 14 6 TD 11 10 TD 2 1
FR TD 6 3 TD 15 5 TD 14 3 TD 19 11 TD 11 9 TD 19 4 TD 14 12 TD 10 3
FR TD 16 10 TD 15 10 TD 15 6 TD 20 12 TD 20 13 TD 14 13 TD 13 4 TD 11 1
FR TD 9 4 TD 10 4 TD 18 15 TD 15 8 TD 12 9
PD
OU TV SS MI
129
Lampiran 5
HASIL ANALISIS REGRESI BERGANDA
Descriptive Statistics
130
Model Summary
Model R R
Square
Adjusted
R Square
Std.
Error of
the
Estimate
Change Statistics
R
Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
.108a
.351b
.352c
.355d
.355e
.602f
.602g
.612h
.617i
.618j
.012
.123
.124
.126
.126
.363
.363
.374
.381
.382
.008
.116
.113
.112
.109
.348
.345
.354
.358
.357
9.80367
9.25365
9.26882
9.27435
9.29076
7.95036
7.96564
7.90945
7.88572
7.89016
.012
.111
.001
.002
.000
.237
.000
.011
.007
.001
3.031
32.215
.169
.698
.110
92.770
.041
4.551
2.495
.722
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
255
254
253
252
251
250
249
248
247
246
.083
.000
.681
.404
.740
.000
.839
.034
.116
.396
a. Predictors : (Constant), extraversion
b. Predictors : (Constant), extraversion, agreeableness
c. Predictors : (Constant), extraversion, agreeableness, conscientiousness
d. Predictors : (Constant), extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism
e. Predictors : (Constant), extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness
f. Predictors : (Constant), extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness,
cognitive
g. Predictors : (Constant), extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness,
cognitive, minimizing
h. Predictors : (Constant), extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness,
cognitive, minimizing, distortion
i. Predictors : (Constant), extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness,
cognitive, minimizing, distortion, blaming
j. Predictors : (Constant), extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness,
cognitive, minimizing, distortion, blaming, loneliness