pengaruh earnings management terhadap nilai …eprints.undip.ac.id/35295/1/jurnal_dyas_tri_p.pdf ·...
TRANSCRIPT
PENGARUH EARNINGS MANAGEMENT TERHADAP NILAI
PERUSAHAAN DENGAN CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI
VARIABEL PEMODERASI
Dyas Tri Pamungkas
Marsono, SE, M.Adv, Acc, Akt
ABSTRACT
The purpose of this study was to analyze the effect of earnings management to firm value.
This study also to analyze the influence of corporate governance through managerial ownership,
institutional ownership, the proportion of independent board and audit quality as a moderating
variable of the relationship between earnings management and firm value.
The samples used in this study were manufacturing companies listed on the Stock
Exchange during the years 2007-2010 with a random sampling method based some multiple
criteria and obtained a sample of 140 companies.
The results showed that earnings management can reduce firm value. Moderating
variables that influence the relationship of earnings management to firm value is managerial
ownership. While institutional ownership, the proportion of independent board and audit quality
is not a moderating variables.
Keywords : earnings management, firm value, corporate governance, managerial
ownership, institutional ownership, the proportion of independent board, audit
quality
I. PENDAHULUAN
Teori Keagenan (agency theory) menjelaskan bahwa hubungan agensi terjadi ketika satu
orang atau lebih (prinsipal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa
dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen
dan Meckling, 1976). Agency theory berasumsi bahwa setiap individu hanya termotivasi oleh
kepentingan-kepentingannya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara
prinsipal dan agent (Jensen dan Meckling, 1976) yaitu disebut dengan agency conflict. Agent
sebagai pengelola perusahaan memiliki informasi yang lebih rinci dan luas tentang perusahaan
dibandingkan dengan prinsipal. Pada dasarnya agent memiliki kewajiban untuk memberikan
sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada prinsipal, tetapi pada kenyataanya agent tidak
memberikan informasi atas kepemilikannya, sehingga menimbulkan suatu informasi yang tidak
simetris atau asymetri informasi (Hans, dalam Muh. Arief Ujiyantho & Bambang Agus
Pramuka, 2007). Kondisi asymetri informasi antara agent dan prinsipal dapat memberikan
kesempatan kepada seorang agent untuk melakukan manajemen laba (earnings management).
Healy dan Wahlen (dalam Theresia, 2005) menjelaskan bahwa earnings management
merupakan upaya manajemen untuk mengubah laporan keuangan yang bertujuan menyesatkan
pemegang saham yang ingin mengetahui kinerja perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil
kontraktual yang mengandalkan angka-angka akuntansi yang dilaporkannya. Earnings
management yang dilakukan manajemen perusahaan akan meningkatkan nilai perusahaan
(Tobin’s Q) lalu kemudian akan turun (Morck, Scheifer & Vishny, 1998). Nilai perusahaan pada
dasarnya diukur dari beberapa aspek, salah satunya adalah harga pasar saham perusahaan karena
mencerminkan penilaian investor atas keseluruhan ekuitas yang dimiliki perusahaan tersebut
(Wahyudi dan Pawestri, 2006). Nilai perusahaan yang tinggi dapat meningkatkan kemakmuran
bagi para pemegang saham sehingga mereka akan menginvestasikan modalnya ke dalam saham
perusahaan tersebut (Tendi Haruman, 2008). Hal inilah yang menyebabkan manajemen
perusahaan cenderung melakukan praktik earnings management dalam rangka untuk
meningkatan nilai perusahaan mereka.
Praktik earnings management dapat diatasi atau diminimumkan dengan pengawasan sendiri
melalui good corporate governance. Forum for Corporate governance in Indonesia
(FCGI,2001) mendefinisikan corporate governance sebagai suatu perangkat peraturan yang
menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan
serta pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka. Warsono, dkk (2010) menyatakan bahwa terdapat 5 prinsip dasar corporate
governance yang harus dipenuhi dan dimiliki oleh 5 kelompok partisipan dalam perusahaan
yaitu Board of Directors, Board of Executives, Board of Commisioners/ Committees, Auditors,
dan Stakeholders. Lima prinsip tersebut adalah Transparency, Accountability and Responsibility,
Responsiveness, Independency, dan Fairness.
Sistem Corporate Governance dibagi menjadi dua bagian yaitu mekanisme internal
governance seperti proporsi dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, kualitas audit, kompensasi eksekutif dan mekanisme eksternal governance seperti
pengendalian oleh pasar dan level debt financing. Terdapat beberapa mekanisme corporate
governance sebagai sarana monitoring untuk menyelaraskan perbedaan kepentingan di antara
prinsipal dan agent (agency conflicy) di dalam penelitian ini, antara lain dengan : memperbesar
kepemilikan saham oleh manajemen, memperbesar kepemilikan saham oleh institusional,
meningkatkan proporsi komisaris independen dalam dewan, dan meningkatkan kualitas audit.
Praktik earnings management yang dilakukan oleh manajer karena adanya kesempatan yang
timbul akibat asymetri informasi akan mempengaruhi tingkat laba yang selanjutnya dapat
mempengaruhi nilai perusahaan. Sedangkan praktik corporate covernance yang baik dapat
meminimalisir earnings management yang dilakukan untuk meningkatkan nilai perusahaan
tersebut. Jadi, praktik corporate covernance dapat mempengaruhi hubungan dari earnings
management terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah earnings management berpengaruh
terhadap nilai perusahaan dan apakah corporate governance yang diproksi kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen dan kualitas audit
berpengaruh terhadap hubungan antara earnings management terhadap nilai perusahaan.
II. TELAAH TEORI
Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan menjelaskan bahwa hubungan agensi terjadi ketika pemegang saham
(prinsipal) mendelegasikan wewenang untuk pengambilan keputusan kepada agent. Eisenhardt
(dalam Ujiyantho dan Pramuka, 2007) menyatakan bahwa Teori Keagenan menggunakan tiga
asumsi dasar sifat manusia yaitu : (1) manusia pada umumnya mementingkan dirinya sendiri
(self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang
(bounded rationaly), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk adverse). Berdasarkan
asumsi dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia akan bertindak opportunistic, yaitu
manajer akan berusaha semampu mereka untuk memprioritaskan pencapaian kepentingannya
sendiri.
Manajer sebagai pengelola perusahaan memiliki lebih banyak informasi internal perusahaan
dan prospek perusahaan di masa mendatang dibandingkan dengan pemegang saham. Oleh
karena itu manajer berkewajiban memberikan sinyal kepada pemegang saham. Sinyal tersebut
dapat diberikan dalam bentuk pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan.
Situasi ini akan memicu timbulnya asymetri informasi yaitu kondisi ketidakseimbangan
perolehan informasi antara manajer perusahaan dan pemegang saham. Menurut Scott dalam
Ujiyantho (2006) terdapat dua macam asimetri informasi yaitu:
1. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya pada
dasarnya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan
dibandingkan pemegang saham atau pihak luar. Dan informasi yang mengandung fakta
yang akan digunakan pemegang saham untuk mengambil keputusan tidak diberikan
seutuhnya oleh manajer.
2. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak
seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman. Sehingga
manajer dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan pemegang saham yang melanggar
kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma tidak layak dilakukan.
Kondisi asymetri informasi tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan di antara
manajer sebagai agent dan pemegang saham sebagai prinsipal sehingga memungkinkan manajer
untuk melakukan tindakan yang menyimpang seperti earnings management. Earnings
management tersebut biasanya dilakukan oleh manajer dalam rangka meningkatkan nilai
perusahaan.
Corporate Governance
Forum for Corporate governance in Indonesia (FCGI,2001) mendefinisikan corporate
governance sebagai suatu perangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang
saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan internal dan
eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka. Dalam corporate
governance terdapat beberapa prinsip, dan prinsip-prinsip corporate governance ini dipastikan
dapat diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Terdapat 5 prinsip
dasar corporate governance yaitu Transparency, Accountability and Responsibility,
Responsiveness, Independency, dan Fairness. Utama (2003) menyatakan bahwa Prinsip-prinsip
dasar corporate governance yang diterapkan dapat memberikan manfaat diantaranya yaitu : (1)
meminimalisasi agency costs dengan mengontrol konflik kepentingan yang mungkin terjadi di
antara prinsipal dan agent; (2) meminimalisasi cost of capital dengan menciptakan sinyal positif
kepada para penyedia modal; (3) meningkatkan citra perusahaan; (4) meningkatkan nilai
perusahaan yang dapat dilihat dari cost of capital yang rendah, dan (5) meningkatkan kinerja
keuangan dengan persepsi stakeholder terhadap masa depan perusahaan yang lebih baik.
Mekanisme corporate governance dibagi menjadi dua kelompok yaitu (1) internal
mechanism (mekanisme internal) seperti komposisi dewan direksi/ komisaris, kepemilikan
manajerial, dan kompensasi eksekutif. (2) external mechanism (mekanisme eksternal) seperti
pengendalian oleh pasar dan level debt financing (Barnhart dan Rosentein dalam Herawaty,
2008). Mekanisme corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen dan
kualitas audit.
Earnings Management
Healy dan Wahlen (dalam Theresia, 2005) menjelaskan bahwa earnings management
merupakan upaya manajemen untuk mengubah laporan keuangan yang bertujuan menyesatkan
pemegang saham yang ingin mengetahui kinerja perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil
kontraktual yang mengandalkan angka-angka akuntansi yang dilaporkannya. Terdapat berbagai
motivasi yang mendorong manajer untuk melakukan earnings management. Teori Akuntansi
Positif (Positif Accounting Theory) mengusulkan 3 hipotesis motivasi earnings management,
yaitu; (1) Hipotesis program bonus (the bonus plan hypothesis) yang didasarkan adanya
dorongan manajer perusahaan untuk mendapatkan bonus berdasarkan laba yang dilaporkan oleh
manajer. (2) Hipotesis perjanjian utang (the debt covenant hypothesis). Motivasi ini muncul
karena perjanjian antara manajer dan pemilik perusahaan berbasis pada kompetensi manajerial
dan perjanjian hutang (debt covenant) (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). (3) Hipotesis biaya
politik (the political cost hypothesis). Motivasi ini timbul karena manajemen memanfaatkan
kelemahan akuntansi yang menggunakan estimasi akrual serta pemilihan model akuntansi dalam
rangka menghadapi berbagai regulasi yang dikeluarkan pemerintah (Astuti, 2005).
Menurut Sugiri (dalam Suranta, 2003) earnings management dapat dilakukan dengan
berbagai pola yang berbeda, yaitu;
1. Taking a bath yaitu dengan mengakui biaya yang akan ditanggung pada periode yang
akan datang saat periode berjalan.
2. Income minimization. Pola ini mungkin dipilih manajer perusahaan karena nampak
secara politis perusahaan selalu mendapatkan keuntungan yang besar. Pola ini dilakukan
saat perusahaan tidak ingin menanggung biaya politis akibat keuntungan besar yang
diperolehnya.
3. Income maximization. Manajer memilih pola ini karena keinginannya untuk
mendapatkan bonus dari laba besar yang dilaporkannya di laporan keuangan perusahaan.
4. Income smoothing. Pola ini dipilih oleh manajer karena mereka cenderung memilih untuk
melaporkan tren perubahan laba yang stabil daripada laba yang meningkat dan menurun
secara drastis.
Murhadi (2009) menyatakan bahwa metode yang paling sering digunakan untuk menilai
tingkat manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan adalah metode discretionary accrual.
Jumlah discretionary accrual yang positif menunjukkan bahwa perusahaan melakukan
peningkatan manajemen laba. Di sisi lain, jumlah negatif dari discretionary accrual
menunjukkan penurunan manajemen laba.
Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan dapat dilihat dari kinerja perusahaan. Penilaian kinerja perusahaan
dapat dinilai dari segi analisis laporan keuangan berupa rasio keuangan dan dari segi perubahan
harga saham. Untuk mengukur nilai perusahaan ada beberapa rasio yang dapat digunakan, salah
satu alternatif yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan rasio Tobin’s Q. Rasio ini
dikembangkan oleh Profesor James Tobin (1967) dan dinilai dapat memberikan informasi yang
paling baik, karena rasio ini dapat menjelaskan berbagai fenomena yang terjadi dalam
perusahaan seperti terjadinya perbedaan crossectional dalam pengambilan keputusan investasi.
Jika rasio-Q diatas satu, ini menunjukkan bahwa investasi dalam aktiva menghasilkan laba yang
memberikan nilai yang lebih tinggi daripada pengeluaran investasi sehingga akan menarik
munculnya investasi baru sedangkan jika rasioQ dibawah satu menunjukkan bahwa investasi
dalam aktiva tidak menarik investor untuk memberikan investasinya yang baru.
Berikut ini akan mengkaji lebih jauh tentang hubungan dari earnings management
terhadap nilai perusahaan dan faktor moderasi apa saja yang dapat mempengaruhi hubungan
tersebut. Adapun penjelasan untuk masing-masing faktor adalah sebagai berikut:
(1) Earnings Management dan Nilai Perusahaan
Kondisi asymetri informasi antara agent dan prinsipal dapat memberikan kesempatan
seorang agent untuk melakukan manajemen laba (earnings management) guna meningkatkan
nilai perusahaan pada saat tertentu sehingga dapat menyesatkan pemegang saham tentang nilai
perusahaan yang sebenarnya. Sloan (1996) dalam Herawaty (2008) menguji sifat kandungan
informasi yang terdapat dalam komponen akrual dan komponen aliran kas apakah tercemin dari
harga saham. Penelitian tersebut membuktikan bahwa kinerja laba yang berasal dari komponen
akrual sebagai aktifitas dari earnings management memiliki presistensi yang lebih rendah
dibandingkan dengan aliran kas. Laba yang dilaporkan dalam komponen akrual lebih besar dari
aliran kas operasi sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan saat ini. Maka hipotesis yang
dapat dikembangkan dari gambaran di atas yaitu;
Hipotesis 1 : earnings management berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
(2) Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap hubungan antara earnings management
dan nilai perusahaan
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa proporsi kepemilikan saham yang
dikontrol oleh manajer dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan perusahaan dan akan dapat
menyejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agent sehingga motivasi manajer untuk
melakukan earnings management pun akan berkurang. Maka dengan memperbesar kepemilikan
manajerial maka motivasi manajer untuk melakukan earnings management dengan tujuan untuk
mempengaruhi nilai perusahaan akan berkurang. Ujiyantho dan Pramuka (2007) melakukan
penelitian yang menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap
laba. Demikian halnya dengan penelitian Midiastuty dan Machfoedz (2003) yang menyatakan
bahwa kepemilikan manajerial merupakan salah satu mekanisme yang dapat membatasi perilaku
opportunistic manajer dalam bentuk earnings management. Maka hipotesis yang dapat
dikembangkan dari gambaran di atas yaitu;
Hipotesis 2 : kepemilikan manajerial memoderasi hubungan antara earnings management
dan nilai perusahaan.
(3) Pengaruh kepemilikan institusional terhadap hubungan antara earnings management
dan nilai perusahaan
Pihak institusional dianggap sebagai sophisticated investor yang memiliki jumlah
kepemilikan yang cukup signifikan untuk memonitor manajemen perusahaan sehingga dapat
mengurangi motivasi manajer untuk melakukan praktik earnings management yang selanjutnya
berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Penelitian oleh Midiastuty dan Machfoedz (2003)
menyimpulkan bahwa dengan adanya kepemilikan institusional yang tinggi dapat digunakan
untuk membatasi tindakan manajer untuk melakukan earnings management. Maka hipotesis
yang dapat dikembangkan dari gambaran di atas yaitu;
Hipotesis 3 : kepemilikan institusional memoderasi hubungan antara earnings
management dan nilai perusahaan.
(4) Pengaruh proporsi dewan komisaris independen terhadap hubungan antara earnings
management dan nilai perusahaan
Komisaris independen berfungsi untuk memonitor kinerja manajemen dan mengawasi
manajer untuk tidak melakukan earnings management. Keberadaan komisaris independen secara
tidak langsung diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan
Klein (2002) dalam Herawaty (2008) menyimpulkan bahwa besarnya discretionary accrual
lebih tinggi untuk perusahaan dengan komite audit yang terdiri dari sedikit komisaris independen
dibandingkan perusahaan dengan komite audit yang terdiri dari banyak komisaris independen.
Maka hipotesis yang dapat dikembangkan dari gambaran di atas yaitu;
Hipotesis 4 : proporsi dewan komisaris independen memoderasi hubungan antara
earnings management dan nilai perusahaan.
(5) Pengaruh kualitas audit terhadap hubungan antara earnings management dan nilai
perusahaan
Kualitas audit yang dilihat dari peran auditor yang memiliki kompetensi yang memadai dan
bersikap independen menjadi pihak yang dapat memberikan kepastian terhadap integritas angka-
angka akuntansi yang dilaporkan manajemen. Pengguna laporan keuangan lebih mempercayai
laporan keuangan yang diaudit oleh auditor berkualitas tinggi daripada yang diaudit oleh auditor
tidak berkualitas karena mereka menganggap bahwa auditor yang berkualitas akan lebih efektif
dalam melakukan proses audit dikarenakan kebutuhan mereka untuk mempertahankan
kreditibilitas. Becker dkk (dalam Herawaty, 2008) menyatakan bahwa klien dari auditor Non Big
6 melaporkan discretionary accrual yang lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh klien auditor Big
6. Berarti dapat disimpulkan bahwa klien dari auditor Non Big 6 cenderung lebih tinggi dalam
melakukan earnings management yang selanjutnya berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Maka hipotesis yang dapat dikembangkan dari gambaran di atas yaitu;
Hipotesis 5 : kualitas audit memoderasi hubungan antara earnings management dan nilai
perusahaan.
III. METODE PENELITIAN
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan. nilai perusahaan dapat
diukur menggunakan Tobin’s Q dengan rumus :
DEBV
DEMVQ
Keterangan :
Q = Nilai Perusahaan.
EMV = Nilai Pasar Ekuitas (Equity Market Value), diperoleh dari hasil perkalian harga
saham penutupan (closing price) akhir tahun dengan jumlah saham yang
beredar pada akhir tahun.
EBV = Nilai buku dari ekuitas (Equity Book Value)
D = Nilai buku dari total hutang.
2. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah earnings management yang diproksi
dengan discretionary accrual dengan menggunakan model Jones yang dimodifikasi Dechow
et.al (dalam Herawaty, 2008) dengan langkah sebagai berikut :
o Total accrual sesungguhnya;
TAC = NIit – CFOit
NIit = Laba bersih (net income) perusahaan i pada periode t
CFOit = Arus kas operasi (cash flow of operation) perusahaan i pada periode t
o Total accrual yang diestimasi dengan persamaan regresi OLS (Ordinary Least
Square)
TAit/Ait-1 = β1 (1/Ait-1 ) + β2 (Δ Revit/Ait-1 ) + β3(PPEit/Ait-1 ) + e
TAit = Total accrual pada periode t
Ait-1 = Total aset pada perode t-1
Δ Revit = Perubahan pendapatan/ penjualan bersih periode t
PPEit = Property, plant dan equipment pada periode t
β1 β2 β3 = Koefisien korelasi
o Non accrual discretionary
NDAit = β1(1/Ait-1 ) + β2(ΔRevit/Ait-1-ΔRecit/Ait-1) + β3(PPEit/Ait-1) + e
ΔRecit = Perubahan piutang bersih pada periode t
β1 β2 β3 = Fitted coefficient yang diperoleh dari hasil regeresi pada perhitungan total
accrual.
o Discretionare total accrual
DAit = TAit /Ait-1 – NDAit
TAit = Total accrual tahun t
NDAit = Non accrual diskresioner pada tahun t
3. Variabel Moderasi
Variabel moderasi dalam penelitian ini adalah corporate governance dimana mekanisme
corporate governance dalam penelitian ini adalah kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, proporsi dewan komisaris independen, dan kualitas audit.
Kepemilikan Manajerial
Dalam penelitian ini kepemilikan manajerial diukur dengan menggunakan
variabel dummy yaitu nilai 1 untuk perusahaan yang terdapat kepemilikan manajerial dan
nilai 0 untuk perusahaan yang tidak terdapat kepemilikan manajerial.
Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional dapat diukur dengan menghitung besarnya presentase
saham yang dimiliki oleh pemegang saham institusional dan pemegang saham
blockholders dari seluruh jumlah modal saham yang beredar.
Proporsi Dewan Komisaris Independen
Proporsi dewan komisaris independen dihitung dengan membagi jumlah dewan
komisaris independen dengan total jumlah komisaris yang ada dalam perusahaan.
Kualitas Audit
Untuk mengukur kualitas audit menggunakan ukuran Kantor Akuntan Publik
(KAP) menggunakan variabel dummy yaitu, menggunakan nilai 1 untuk perusahaan
yang diaudit oleh KAP Big 4 dan nilai 0 untuk perusahaan yang diaudit oleh KAP Non
Big 4. Berikut ini adalah nama-nama KAP yang termasuk dalam jajaran KAP Big 4 :
Purwantono, Suherman & Surja yang berafiliasi dengan Ernst and Young
International.
Tanudireja, Wibisana & rekan berafiliasi dengan PriceWaterhouse Coopers.
Shidharta dan Widjaja berafiliasi dengan Klynveld Peat Marwick Goeldener
(KPMG) International.
Osman, Bing, Satrio, dan rekan berafiliasi dengan Delloitte Touche and
Tohmatsu.
4. Variabel Kontrol
Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan. Halim,
Meiden dan Tobing (2005) menyatakan bahwa semakin besar suatu perusahaan maka semakin
besar pula kesempatan manajer untuk melakukan earnings management dimana perusahaan
memiliki aktivitas operasional yang lebih kompleks dan selain itu perusahaan besar juga lebih
dituntut untuk memenuhi ekspetasi investor yang lebih tinggi. Ukuran perusahaan dapat diukur
dari natural logaritma nilai pasar ekuitas perusahaan pada akhir tahun yaitu jumlah saham
beredar pada akhir tahun dikalikan dengan harga pasar saham akhir tahun.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam
Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2007-2010. Metode pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah random sampling berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Adapun
kriteria-kriteria sampel dalam penelitian ini yaitu:
a. Perusahaan manufaktur yang mengalami laba selama empat tahun berturut-turut yaitu
tahun 2007-2010
b. Perusahaan manufaktur yang memiliki data mengenai corporate governance yaitu
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris
independen, dan kualitas audit selama tahun 2007-2010.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari catatan-catatan
atau dokumen penting perusahaan berupa laporan keuangan perusahaan manufaktur.
Metode Analisis Data
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda
dengan program SPSS 16, yang diuji dengan tingkat signifikansi 0,05. Analisis regresi linier
berganda digunakan untuk mengetahui atau memperoleh gambaran mengenai pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependennya. Model regresi dirumuskan dengan persamaan
berikut:
Qit = α0 + α1 EM + α2 UP ................................................................. (1)
Qit = α0 + α1 EM + α2 KM + α2 UP + α4 EM*KM .......................... (2)
Qit = α0 + α1 EM + α2 KI + α3 UP + α4 EM*KI .............................. (3)
Qit = α0 + α1 EM + α2 KomInd + α3 UP + α4 EM*KomInd ........... (4)
Qit = α0 + α1 EM + α2 KA + α3 UP + α4 EM*KA ............................ (5)
Keterangan:
Q = Nilai perusahaan diproksi dengan Tobins’Q
α0 = Konstanta
α1, α2, α3, α4 = Koefisien
EM = Earningss management diproksi dengan discretionary accrual
KM = Kepemilikan manajerial diukur dengan dummy variable dengan
nilai 1 jika ada kepemilikan manajerial dan 0 jika sebaliknya
KI = Kepemilikan institusional diukur dengan persentase kepemilikan
saham yang dimiliki oleh institusi
KomInd = Komisaris independen diukur dengan persentase komisaris independen
dibanding total dewan komisaris yang ada
KA = Kualitas audit diukur dengan dummy variable dengan nilai 1 jika
diaudit oleh KAP Big 4 dan 0 jika sebaliknya
UP = Ukuran perusahaan diproksi dengan log natural nilai pasar ekuitas
perusahaan pada akhir tahun, yaitu jumlah saham beredar pada akhir
tahun dikalikan dengan harga pasar saham akhir tahun
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Objek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2007-2010. Metode pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah random sampling.
Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan variabel-variabel dalam penelitian
ini. Gambaran variabel-variabel dapat dilihat dari rata-rata dan standar deviasi. Hasil statistik
deskriptif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif
N Mean Std. Deviation
Q 140 1.3000 .54639
EM 140 .0037 .14060
KM 140 .56 .498
KI 140 .7236 .19609
KomInd 140 .3838 .11054
KA 140 .59 .493
UP 140 27.2361 1.80468
Valid N (listwise) 140
Proporsi (Dummy = 1) Proporsi (Dummy = 0)
Kepemilikan Manajerial 56,43% 43,57%
Kualitas Audit 59,29% 40,71%
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Uji Normalitas
Uji normalitas data dilakukan untuk melihat bahwa suatu data terdistribusi secara normal
atau tidak. Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov.
Hasil uji kolmogorov-smirnov pada kelima model regresi menunjukkan tingkat
probabilitas signifikansi di atas 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data residual kelima
model regresi terdistribusi secara normal dan dengan kata lain kelima model regresi layak untuk
dipakai dalam penelitian ini.
Uji Multikolinieritas
Uji multikolinearitas ini bertujuan untuk menguji apakah di dalam model regresi terdapat
korelasi antar variabel independennya. Untuk menguji adanya multikolinieritas ini dapat dilihat
pada tolerance value atau Variance Inflation Factors (VIF). Jika nilai tolerance value di bawah
0,10 atau nilai Variance Inflation Factors (VIF) di atas 10 maka terjadi multikolinieritas
(Ghozali, 2007).
Model Regresi I
Tabel 4.9 Hasil Uji Multikolonieritas
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 EM 1.000 1.000
UP 1.000 1.000
a. Dependent Variable: Q
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Dari tabel 4.9 di atas dapat dilihat bahwa tidak ada variabel independen yang memiliki
nilai tolerance di bawah 0,10 dan nilai VIF di atas 10. Maka dapat disimpulkan bahwa di dalam
model regresi tidak ditemukan adanya korelasi antara variabel independennya.
Model Regresi II
Tabel 4.10 Hasil Uji Multikolonieritas
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 EM .676 1.480
KM .961 1.041
EM_KM .676 1.479
UP .974 1.026
a. Dependent Variable: Q
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Dari tabel 4.10 di atas dapat dilihat bahwa tidak ada satupun variabel independen yang
memiliki nilai tolerance di bawah 0,10 dan nilai VIF di atas 10. Maka dapat disimpulkan bahwa
di dalam model regresi tidak ditemukan adanya korelasi antara variabel independennya.
Model Regresi III
Tabel 4.11 Hasil Uji Multikolonieritas
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 EM .055 18.033
KI .990 1.010
EM_KI .055 18.044
UP .994 1.007
a. Dependent Variable: Q
Dari tabel 4.11 di atas dapat dilihat bahwa variabel independen earnings management
dan variabel independen hasil interaksi antara earnings management dan kepemilikan
institusional memiliki nilai tolerance di bawah 0,10 dan nilai VIF di atas 10. Maka dapat
disimpulkan bahwa di dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel
independennya, oleh karena itu model regresi tersebut harus dibebaskan dari multikolonieritas
dengan cara mengeluarkan satu atau lebih variabel independen yang mempunyai korelasi tinggi
di dalam model regresi (Ghozali, 2009). Variabel independen yang dikeluarkan dalam model
regresi tersebut adalah variabel independen hasil interaksi antara earnings management dan
kepemilikan institusional. Hasil uji multikolonieritas untuk model regresi setelah dikeluarkannya
variabel independen hasil interaksi antara earnings management dan kepemilikan institusional
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.12 Hasil Uji Multikolonieritas
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 EM .997 1.003
KI .991 1.009
UP .994 1.006
a. Dependent Variable: Q
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Dari tabel 4.12 di atas dapat dilihat bahwa tidak ada satupun variabel independen yang
memiliki nilai tolerance di bawah 0,10 dan nilai VIF di atas 10. Maka dapat disimpulkan bahwa
di dalam model regresi tidak ditemukan adanya korelasi antara variabel independennya. Oleh
karena variabel independen hasil interaksi antara earnings management dan kepemilikan
institusional telah dikeluarkan dari model regresi untuk membebaskan model dari
multikolonieritas, maka kepemilikan institusional tidak dapat dijadikan sebagai variabel
moderasi untuk mempengaruhi hubungan antara earnings management dan nilai perusahaan
melainkan merupakan variabel independen yang akan mempengaruhi variabel dependen secara
langsung
Model Regresi IV
Tabel 4.13 Hasil Uji Multikolonieritas
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 EM .027 36.888
KomInd .918 1.090
EM_KomInd .027 37.104
UP .985 1.015
a. Dependent Variable: Q Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Dari tabel 4.13 di atas dapat dilihat bahwa variabel independen earnings management
dan variabel independen hasil interaksi antara earnings management dan proporsi dewan
komisaris independen memiliki nilai tolerance di bawah 0,10 dan nilai VIF di atas 10. Maka
dapat disimpulkan bahwa di dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel
independennya, oleh karena itu model regresi tersebut harus dibebaskan dari multikolonieritas
dengan cara mengeluarkan satu atau lebih variabel independen yang mempunyai korelasi tinggi
di dalam model regresi (Ghozali, 2009). Variabel independen yang dikeluarkan dalam model
regresi tersebut adalah variabel independen hasil interaksi antara earnings management dan
proporsi dewan komisaris independen. Hasil uji multikolonieritas untuk model regresi setelah
dikeluarkannya variabel independen hasil interaksi antara earnings management dan proporsi
dewan komisaris independen adalah sebagai berikut :
Tabel 4.14 Hasil Uji Multikolonieritas
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 EM .999 1.001
KomInd .994 1.006
UP .995 1.005
a. Dependent Variable: Q
Sumber: data sekunder yang diolah, 2012
Dari tabel 4.12 di atas dapat dilihat bahwa tidak ada satupun variabel independen yang
memiliki nilai tolerance di bawah 0,10 dan nilai VIF di atas 10. Maka dapat disimpulkan bahwa
di dalam model regresi tidak ditemukan adanya korelasi antara variabel independennya. Oleh
karena variabel independen hasil interaksi antara earnings management dan proporsi dewan
komisaris independen telah dikeluarkan dari model regresi untuk membebaskan model dari
multikolonieritas, maka proporsi dewan komisaris independen tidak dapat dijadikan sebagai
variabel moderasi untuk mempengaruhi hubungan antara earnings management dan nilai
perusahaan melainkan merupakan variabel independen yang akan mempengaruhi variabel
dependen secara langsung.
Model Regresi V
Tabel 4.15 Hasil Uji Multikolonieritas
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 EM .189 5.280
KA .850 1.176
EM_KA .191 5.238
UP .859 1.164
a. Dependent Variable: Q
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Dari tabel 4.15 di atas dapat dilihat bahwa tidak ada satupun variabel independen yang
memiliki nilai tolerance di bawah 0,10 dan nilai VIF di atas 10. Maka dapat disimpulkan bahwa
di dalam model regresi tidak ditemukan adanya korelasi antara variabel independennya.
Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi
yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas pada kelima
model regresi menunjukkan bahwa grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED menunjukkan
pola penyebaran. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada kelima
model regresi.
Uji Autokorelasi
Masalah autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu
berkaitan satu sama lainnya. Dalam penelitian ini uji autokorelasi menggunakan uji Durbin-
Watson dimana nilai DW harus berada di antara nilai Du dan nilai 4 – Du agar model regresi
terbebas dari autokorelasi. Hasil pengujian Durbin Watson menunjukkan bahwa kelima model
regresi bebas dari autokorealsi dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.16 Hasil Uji Autokorelasi
Du Dw 4-Du Keterangan Model Regresi I
1,760 2,006 2,240 Bebas autokorelasi
Model Regresi II
1,788 2,028 2,212 Bebas autokorelasi
Model Regresi III
1,744 1,960 2,226 Bebas autokorelasi
Model Regresi IV
1,744 2,017 2,226 Bebas autokorelasi
Model Regresi V
1,788 1,996 2,212 Bebas autokorelasi
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variabel dependennya. Nilai R2 yang mendekati satu menggambarkan
bahwa variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan
untuk menjelaskan variabel dependen (Ghozali, 2009).
Model Regresi I
Tabel 4.22 Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 .731a .534 .527 .375689652 2.006
a. Predictors: (Constant), UP, EM b. Dependent Variable: Q
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Pada tabel 4.22 menunjukkan koefisien determinasi dengan nilai Adjusted R2 sebesar
0,527. Hal ini berarti bahwa sebesar 52,7% nilai perusahaan dapat dijelaskan secara signifikan
oleh earnings management dan ukuran perusahaan, sedangkan 47,3% nilai perusahaan
dijelaskan oleh variabel lain.
Model Regresi II
Tabel 4.23 Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 .750a .562 .549 .366734676 2.028
a. Predictors: (Constant), UP, EM, KM, EM_KM b. Dependent Variable: Q
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Pada tabel 4.23 menunjukkan koefisien determinasi dengan nilai Adjusted R2 sebesar
0,549. Hal ini berarti bahwa sebesar 54,9% nilai perusahaan dapat dijelaskan secara signifikan
oleh earnings management, kepemilikan manajerial, dan ukuran perusahaan, sedangkan 45,1%
nilai perusahaan dijelaskan oleh variabel lain.
Model Regresi III
Tabel 4.24 Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 .733a .537 .527 .375856162 1.960
a. Predictors: (Constant), UP, EM, KI b. Dependent Variable: Q
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Pada tabel 4.24 menunjukkan koefisien determinasi dengan nilai Adjusted R2 sebesar
0,527. Hal ini berarti bahwa sebesar 52,7% nilai perusahaan dapat dijelaskan secara signifikan
oleh earnings management, kepemilikan institusional, dan ukuran perusahaan, sedangkan 47,3%
nilai perusahaan dijelaskan oleh variabel lain.
Model Regresi IV
Tabel 4.25 Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 .731a .535 .525 .376750941 2.017
a. Predictors: (Constant), UP, EM, KomInd b. Dependent Variable: Q
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Pada tabel 4.25 menunjukkan koefisien determinasi dengan nilai Adjusted R2 sebesar
0,525. Hal ini berarti bahwa sebesar 52,5% nilai perusahaan dapat dijelaskan secara signifikan
oleh earnings management, proporsi dewan komisaris independen, dan ukuran perusahaan,
sedangkan 47,5% nilai perusahaan dijelaskan oleh variabel lain.
Model Regresi V
Tabel 4.26 Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 .735a .540 .527 .375836110 1.996
a. Predictors: (Constant), UP, EM, KA, EM_KA b. Dependent Variable: Q
Sumber: data sekunder yang diolah, 2012
Pada tabel 4.26 menunjukkan koefisien determinasi dengan nilai Adjusted R2 sebesar
0,527. Hal ini berarti bahwa sebesar 52,7% nilai perusahaan dapat dijelaskan secara signifikan
oleh earnings management, kualitas audit, dan ukuran perusahaan, sedangkan 47,3% nilai
perusahaan dijelaskan oleh variabel lain.
Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Pengujian satatistik F digunakan untuk melihat apakah secara keseluruhan variabel bebas
yang dimasukkan ke model regresi mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
terikat.
Model Regresi I
Tabel 4.27 Hasil Uji Statistik F
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 22.161 2 11.080 78.505 .000a
Residual 19.337 137 .141 Total 41.497 139
a. Predictors: (Constant), UP, EM b. Dependent Variable: Q
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Dari hasil uji statistik F pada tabel 4.27 dapat dilihat bahwa nilai F sebesar 78,505
dengan probabilitas 0,000. Karena probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05 maka model regresi
tersebut dapat digunakan untuk memprediksi nilai perusahaan, atau dengan kata lain earnings
management dan ukuran perusahaan secara bersama-sama dapat menjelaskan nilai perusahaan.
Model Regresi II
Pada model regresi II tidak dilakukan uji signifikansi simultan (Uji statistik F) karena
terdapat satu variabel yang memiliki skala pengukuran nominal. Jadi tidak tepat jika dilakukan
uji signifikansi simultan yang bertujuan untuk melihat apakah secara keseluruhan variabel bebas
yang dimasukkan ke model regresi mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
terikat.
Model Regeresi III
Tabel 4.28 Hasil Uji Statistik F
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 22.285 3 7.428 52.583 .000a
Residual 19.212 136 .141 Total 41.497 139
a. Predictors: (Constant), UP, EM, KI b. Dependent Variable: Q
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Dari hasil uji statistik F pada tabel 4.29 dapat dilihat bahwa nilai F sebesar 52,583
dengan probabilitas 0,000. Karena probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05 maka model regresi
tersebut dapat digunakan untuk memprediksi nilai perusahaan, atau dengan kata lain earnings
management, kepemilikan institusional, dan ukuran perusahaan secara bersama-sama dapat
menjelaskan nilai perusahaan.
Model Regresi IV
Tabel 4.29 Hasil Uji Statistik F
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 22.193 3 7.398 52.119 .000a
Residual 19.304 136 .142 Total 41.497 139
a. Predictors: (Constant), UP, EM, KomInd b. Dependent Variable: Q
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Dari hasil uji statistik F pada tabel 4.30 dapat dilihat bahwa nilai F sebesar 52,119
dengan probabilitas 0,000. Karena probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05 maka model regresi
tersebut dapat digunakan untuk memprediksi nilai perusahaan, atau dengan kata lain earnings
management, proporsi dewan komisaris independen, dan ukuran perusahaan secara bersama-
sama dapat menjelaskan nilai perusahaan.
Model Regresi V
Pada model regresi V tidak dilakukan uji signifikansi simultan (Uji statistik F) karena
terdapat satu variabel yang memiliki skala pengukuran nominal. Jadi tidak tepat jika dilakukan
uji signifikansi simultan yang bertujuan untuk melihat apakah secara keseluruhan variabel bebas
yang dimasukkan ke model regresi mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
terikat.
Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas
secara individual dalam menjelaskan variabel terikat. Hipotesis dapat diterima ketika besar
nilai signifikansi pada tabel lebih kecil atau sama dengan tingkat signifikansi 0,05.
Tabel 4.17 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -4.630 .482 -9.607 .000
EM -.483 .227 -.124 -2.129 .035
UP .218 .018 .719 12.335 .000
a. Dependent Variable: Q Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Tujuan pengujian hipotesis 1 adalah untuk menguji apakah earnings management
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Dari hasil pengujian didapatkan nilai koefisien
earnings management sebesar -0,483 dengan nilai signifikansi sebesar 0,035 yang berada di
bawah tingkat signifikansi 0,05. Dari sini dapat disimpulkan bahwa earnings management
berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan dengan arah negatif yang berarti bahwa
penggunaan earnings management akan menurunkan nilai perusahaan. Dapat dikatakan bahwa
perusahaan-perusahaan dalam sampel penelitian ini tidak menggunakan earnings management
untuk tujuan meningkatkan nilai perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian
yang dilakukan oleh Herawaty (2008) yang menyatakan bahwa earnings management
berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan.
Ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol dalam penelitian ini memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap nilai perusahaan dengan arah positif. Hal ini dapat dilihat dari nilai
signifikansi ukuran perusahaan pada pengujian model regresi I sebesar 0,000 dengan arah
koefisien 0,218. Dari sini dapat disimpulkan bahwa semakin besar sebuah perusahaan maka
semakin besar pula nilai perusahaan tersebut. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian
yang dilakukan oleh Rachmawati dan Triatmiko (2007) yang menyimpulkan bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Tabel 4.18 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Tujuan pengujian hipotesis 2 adalah untuk menguji pengaruh kepemilikan manajerial terhadap
hubungan antara earnings management dan nilai perusahaan. Dari hasil pengujian didapatkan
nilai signifikansi kepemilikan manajerial sebagai variabel bebas sebesar 0,030 dengan nilai
koefisien -0,140. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajerial secara individual
akan menurunkan nilai perusahaan. Hal ini dimungkinkan karena belum banyak perusahaan di
Indonesia yang memiliki saham yang dikelola oleh mereka sendiri dalam jumlah yang
signifikan. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Herawaty (2008)
yang juga menemukan bahwa kepemilikan manajerial akan menurunkan nilai perusahaan.
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -4.416 .484 -9.130 .000
EM -.750 .269 -.193 -2.786 .006
KM -.140 .064 -.128 -2.197 .030
EM_KM 1.005 .479 .145 2.099 .038
UP .213 .017 .702 12.170 .000
a. Dependent Variable: Q
Kepemilikan manajerial sebagai variabel moderasi dari hubungan antara earnings
management terhadap nilai perusahaan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,038 dengan nilai
koefisien 1,005. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajerial dapat memperkuat
hubungan dari earnings management dan nilai perusahaan, dengan kata lain semakin besar
kepemilikan manajerial maka penggunaan earnings management oleh manajer dapat semakin
menurunkan nilai perusahaan. Hal ini dikarenakan dengan semakin besarnya presentase saham
perusahaan yang dimiliki oleh pihak manajemen perusahaan itu sendiri, maka jika terdapat
tindakan earnings management yang dilakukan oleh manajer, nilai perusahaan akan semakin
menurun karena membuktikan bahwa kinerja manajemen tidak bekerja secara benar padahal
sebagian jumlah saham perusahaan telah dikontrol oleh pihak perusahaan itu sendiri.
Tabel 4.19 Hasil Analisis regresi Linier Berganda
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -4.776 .507 -9.427 .000
EM -.470 .227 -.121 -2.071 .040
KI .153 .163 .055 .937 .350
UP .219 .018 .724 12.365 .000
Tujuan pengujian hipotesis 3 adalah untuk menguji pengaruh kepemilikan institusional terhadap
hubungan antara earnings management dan nilai perusahaan. Dari hasil pengujian pada model
regresi III ditemukan adanya multikolonieritas atau dengan kata lain terdapat korelasi yang
tinggi di antara variabel bebas dalam model tersebut sehingga diharuskan untuk menghilangkan
salah satu variabel bebas agar hasil dari pengujian model regresi dapat dipertanggungjawabkan
dan reliable. Karena alasan tersebut, maka variabel kepemilikan institusional sebagai variabel
moderasi terhadap pengaruh antara earnings management dan nilai perusahaan dihilangkan dari
model regresi III. Maka dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusional tidak dapat berperan
sebagai variabel moderasi yang berpengaruh terhadap hubungan antara earnings management
dan nilai perusahaan, melainkan kepemilikan institusional dapat berpengaruh langsung kepada
nilai perusahaan.
Dari hasil pengujian, kepemilikan institusional memiliki nilai signifikansi sebesar 0,350
dengan nilai koefisien 0,153. Karena nilai signifikansi berada jauh di atas tingkat signifikansi
0,05 maka dapat dinyatakan bahwa kepemilikan institusional tidak mempunyai hubungan yang
signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini dapat terjadi dikarenakan investor institusional pada
perusahaan-perusahaan dalam sampel penelitian diduga hanya merupakan investor sementara
yang lebih memfokuskan pada laba sekarang dibandingkan harus memikirkan nilai perusahaan
yang fungsinya sendiri untuk menarik investor di waktu ke depan. Hasil penelitian ini
mendukung penelitian yang dilakukan oleh Herawaty (2008) yang menyimpulkan bahwa
kepemilikan institusional tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan.
Tabel 4.20 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -4.593 .490 -9.378 .000
EM -.478 .227 -.123 -2.104 .037
KomInd -.139 .290 -.028 -.479 .633
UP .218 .018 .721 12.304 .000
a. Dependent Variable: Q Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Tujuan pengujian hipotesis 4 adalah untuk menguji pengaruh proporsi dewan komisaris
independen terhadap hubungan antara earnings management dan nilai perusahaan. Dari hasil
pengujian pada model regresi IV ditemukan adanya multikolonieritas atau dengan kata lain
terdapat korelasi yang tinggi di antara variabel bebas dalam model tersebut sehingga diharuskan
untuk menghilangkan salah satu variabel bebas agar hasil dari pengujian model regresi dapat
dipertanggungjawabkan dan reliable. Karena alasan tersebut, maka variabel proporsi dewan
komisaris independen sebagai variabel moderasi terhadap pengaruh antara earnings management
dan nilai perusahaan dihilangkan dari model regresi IV. Maka dapat disimpulkan bahwa proporsi
dewan komisaris independen tidak dapat berperan sebagai variabel moderasi yang berpengaruh
terhadap hubungan antara earnings management dan nilai perusahaan, melainkan proporsi
dewan komisaris independen tersebut dapat berpengaruh langsung kepada nilai perusahaan.
Dari hasil pengujian, proporsi dewan komisaris independen memiliki nilai signifikansi
sebesar 0,633 dengan nilai koefisien -0,139. Karena nilai signifikansi berada jauh di atas tingkat
signifikansi 0,05 maka dapat dinyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak
mempunyai hubungan yang signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini
mendukung penelitian yang dilakukan oleh Herawaty (2008) yang menyimpulkan bahwa
proporsi dewan komisaris independen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai
perusahaan.
Tabel 4.21 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -4.825 .506 -9.533 .000
EM -1.060 .521 -.273 -2.034 .044
KA -.064 .070 -.057 -.908 .366
EM_KA .697 .583 .159 1.194 .234
UP .227 .019 .748 11.887 .000
a. Dependent Variable: Q Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Tujuan pengujian hipotesis 5 adalah untuk menguji pengaruh kualitas audit terhadap hubungan
antara earnings management dan nilai perusahaan. Dari hasil pengujian didapatkan nilai
signifikansi kualitas audit sebagai variabel bebas sebesar 0,366 dengan nilai koefisien -0,064.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kualitas audit secara individual akan menurunkan nilai
perusahaan. Hal ini dimungkinkan karena penggunaan auditor dari KAP Big 4 oleh perusahaan
belum memberikan motivasi dalam upaya peningkatan nilai perusahaan itu sendiri. Hasil
penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Herawaty (2008) yang
menemukan bahwa kualitas audit akan meningkatkan nilai perusahaan.
Kualitas audit sebagai variabel moderasi dari hubungan antara earnings management
terhadap nilai perusahaan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,234 dengan nilai koefisien 0,691.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kualitas audit bukan meruapakn variabel moderasi dari
pengaruh antara earnings management dan nilai perusahaan. Hasil penelitian ini bertentangan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Herawaty yang menyimpulkan bahwa kualitas audit
dapat mengurangi aktivitas earnings managament yang dilakukan manajer untuk meningkatkan
nilai perusahaan. Hasil penelitian ini juga bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Meutia (2004) yang menyatakan bahwa kualitas audit yang dilihat dari tingkat independensi
auditor dan kualitas KAP berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Pengujian Faktor Pemoderasi
Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah variabel moderasi yang digunakan dalam
model regresi penelitian sudah benar-benar berperan sebagai variabel moderasi atau justru
menjadi variabel intervening dari hubungan variabel independen terhadap variabel dependen.
Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai Adjusted R2 dan tingkat signifikansi
antara model regresi yang belum memasukkan variabel moderasi dan model regresi setelah
dimasukkan variabel moderasi.
Model Regresi I
Dapat dilihat bahwa model regresi I dengan persamaan regresi Qit = α0 + α1 EM + α2 UP
memiliki nilai adjusted R2 sebesar 0,527 dan tingkat signifikansi sebesar 0,035 untuk variabel
earnings management dan 0,000 untuk variabel ukuran perusahaan. Tingkat signifikansi kedua
variabel berada di bawah 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel nilai perusahaan
dipengaruhi secara signifikan oleh variabel earnings management dan ukuran perusahaan.
Model Regresi II
Dapat dilihat bahwa model regresi II dengan persamaan regresi Qit = α0 + α1 EM + α2
KM + α2 UP + α4 EM*KM memiliki nilai adjusted R2 sebesar 0,549 dan tingkat signifikansi
sebesar 0,006 untuk variabel earnings management, 0,030 untuk variabel kepemilikan
manajerial, 0,038 untuk variabel interaksi earnings management dengan kepemilikan manajerial
dan 0,000 untuk variabel ukuran perusahaan. Tingkat signifikansi keempat variabel berada di
bawah 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa bahwa variabel nilai perusahaan dipengaruhi
oleh earnings management, ukuran perusahaan, dan kepemilikan manajerial baik saat sebagai
variabel bebas maupun saat sebagai variabel moderasi.
Untuk melakukan pengujian faktor pemoderasi, maka tingkat signifikansi pada model
regresi I yang belum memasukkan variabel moderasi dibandingkan dengan tingkat signifikansi
pada model regresi II setelah dimasukkan variabel moderasi yaitu kepemilikan manajerial.
Kedua model memiliki variabel-variabel dengan tingkat signifikansi yang berada di bawah 0,05
sehingga variabel kepemilikan manajerial terbukti merupakan variabel pemoderasi terhadap
hubungan antara variabel earnings management dan nilai perusahaan. Dapat dilihat juga bahwa
nilai adjusted R2 pada model regresi II sebesar 0,549 dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai
adjusted R2 pada model regresi I yaitu 0,527. Hal ini dapat menggambarkan bahwa variabel
moderasi yang dimasukkan ke dalam model regresi dapat memperkuat hubungan antara variabel
earnings management dan variabel nilai perusahaan.
Model Regresi III
Dapat dilihat bahwa saat pengujian asumsi klasik pada model regresi III dengan
persamaan regresi Qit = α0 + α1 EM + α2 KI + α3 UP + α4 EM*KI , ditemukan adanya
multikolonieritas sehingga untuk membebaskan model regresi tersebut dari multikolonieritas
maka variabel interaksi earnings management dengan kepemilikan institusional dihilangkan dari
model regresi sehingga persamaan regresi yang terbentuk adalah Qit = α0 + α1 EM + α2 KI + α3
UP. Hal ini dapat menggambarkan bahwa variabel kepemilikan institusional ternyata tidak
dapat menjalankan fungsinya sebagai variabel moderasi melainkan variabel tersebut akan
mempengaruhi langsung variabel dependen nilai perusahaan.
Model Regresi IV
Dapat dilihat bahwa saat pengujian asumsi klasik pada model regresi IV dengan
persamaan regresi Qit = α0 + α1 EM + α2 KomInd + α3 UP + α4 EM*KomInd, ditemukan
adanya multikolonieritas sehingga untuk membebaskan model regresi tersebut dari
multikolonieritas maka variabel interaksi earnings management dengan proporsi dewan
komisaris independen dihilangkan dari model regresi sehingga persamaan regresi yang
terbentuk adalah Qit = α0 + α1 EM + α2 KomInd + α3 UP. Hal ini dapat menggambarkan bahwa
variabel proporsi dewan komisaris independen ternyata tidak dapat menjalankan fungsinya
sebagai variabel moderasi melainkan variabel tersebut akan mempengaruhi langsung variabel
dependen nilai perusahaan.
Model Regresi V
Dapat dilihat bahwa model regresi V dengan persamaan regresi Qit = α0 + α1 EM + α2
KA + α3 UP + α4 EM*KA memiliki nilai adjusted R2 sebesar 0,527 dan tingkat signifikansi
sebesar 0,044 untuk variabel earnings management, 0,366 untuk variabel kualitas audit, 0,234
untuk variabel interaksi earnings management dengan kualitas audit dan 0,000 untuk variabel
ukuran perusahaan. Dapat dilihat bahwa hanya tingkat signifikansi variabel earnings
management dan ukuran perusahaan saja yang berada di bawah 0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa variabel nilai perusahaan hanya dipengaruhi secara signifikan oleh variabel earnings
management dan ukuran perusahaan.
Untuk melakukan pengujian faktor pemoderasi, maka tingkat signifikansi pada model
regresi I yang belum memasukkan variabel moderasi dibandingkan dengan tingkat signifikansi
pada model regresi V setelah dimasukkan variabel moderasi yaitu kualitas audit. Karena pada
model regresi V variabel moderasi kepemilikan manajerial memiliki tingkat signifikansi di atas
0,05, maka variabel tersebut dinyatakan bukan merupakan variabel pemoderasi maupun variabel
intervening terhadap hubungan antara variabel earnings.
V. SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN
Simpulan
1. Variabel earnings management terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap nilai
perusahaan dengan arah negatif sehingga penggunaan earnings management dalam
perusahaan dapat menurunkan nilai perusahaan.
2. Variabel kepemilikan manajerial yang terbukti sebagai variabel moderasi dari hubungan
antara earnings management dan nilai perusahaan memiliki pengaruh positif. Hal ini
berarti semakin besar kepemilikan manajerial maka penggunaan earnings management
oleh manajer dapat semakin menurunkan nilai perusahaan.
3. Variabel kepemilikan institusional tidak terbukti sebagai variabel moderasi dari
hubungan antara earnings management dan nilai perusahaan. Hal ini berarti jumlah
kepemilikan saham oleh institusional tidak berpengaruh terhadap hubungan antara
earnings management dan nilai perusahaan.
4. Variabel proporsi dewan komisaris independen tidak terbukti sebagai variabel moderasi
dari hubungan antara earnings management dan nilai perusahaan. Hal ini berarti sedikit
atau banyaknya proporsi dewan komisaris independen di dalam struktur dewan komisaris
perusahaan tidak berpengaruh terhadap hubungan antara earnings management dan nilai
perusahaan.
5. Variabel kualitas audit tidak terbukti sebagai variabel moderasi dari hubungan antara
earnings management dan nilai perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas KAP
tidak berpengaruh terhadap hubungan antara earnings management dan nilai perusahaan.
Keterbatasan
Dari hasil penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, antara lain data corporate
governance yang digunakan pada tahun yang sama dengan nilai perusahaan. Kemudian
mekanisme corporate governance yang masih terbatas, relatif rendahnya koefisien determinasi
pada penelitian yang menggambarkan bahwa masih banyaknya variabel lain yang dapat
mempengaruhi hubungan dari earnings management terhadap nilai perusahaan dan periode
pengamatan yang relatif pendek yaitu tahun 2007-2010.
Saran
Saran-saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah membedakan tahun
penerapan corporate governance dengan tahun nilai perusahaan, memasukkan mekanisme
corporate governance yang lain sebagai variabel moderasi seperti komite audit, ukuran dewan
komisaris, jumlah pertemuan rapat pemegang saham atau kompensansi eksekutif, serta
memperpanjang periode pengamatan untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Dewi Saptantinah Puji. 2005. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Manajemen Laba di Seputar Right Issue”. www.ejournal.unud.ac.id.
Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. Gumanti, T. A. 2000. “Earningss Management: Suatu Telaah Pustaka”. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan, Vol. 2, No. 2, November 2000 : 104-115. Halim, Julia dkk. “Pengaruh Manajemen Laba pada Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan
pada Perusahaan Manufaktur yang Termasuk dalam Index LQ-45”. Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo, 15-16 September 2005.
Haruman, Tendi. 2008. “Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Keputusan Keuangan dan
Nilai Perusahaan”. Simposium Nasional Akuntansi XI, Pontianak. Herawaty, Vinola. 2008. “Peran Praktik Corporate Governance sebagai Moderating Variabel
dari Pengaruh Earningss Management terhadap Nilai Perusahaan”. Simposium Nasional Akuntansi IX. Pontianak.
Jensen, Michael C. Dan William H. Meckling. 1976. “Theory of the Firm : Managerial
Behavior, Agency Costs and Ownership Structure”. Journal of Financial Economics, October, 1976, Vol. 3, No. 4, pp. 305-360. http://ssrn.com.
Meutia, Inten. 2004. “Pengaruh Independensi Auditor terhadap Manajemen Laba untuk KAP
Big 5 dan KAP Non Big 5”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 7, No. 3, September 2004, Hal. 333-350.
Midiastuty, Pratana Puspa dan Mas’ud Machfoedz. 2003. “Analisa Hubungan Mekanisme
Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba”. Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya.
Morck, R., A. Shleifer dan R.w. Vishny. 1998. “Managerial Ownership and Market Valuation :
An Empirical Analysis. Journal of Financial Economics, Vol. 20. January/ March, hal. 293-315.
Murhadi, Werner R. 2009. “Good Corporate Governance and Earnings Management Practices:
An Indonesian Cases”. http://ssrn.com. Rachmawati, Andri dan Hanung Triatmoko. 2007. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan”. Simposium Nasional Akuntansi X, Makasar, 26-28Juli 2007.
Sanjaya, I Putu Sugiartha. 2008. “Auditor Eksternal, Komite Audit, dan Manajemen Laba”.
Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 11, No. 1, Januari: 97-116. Sunarto. 2003. “Corporate Governance dan Kinerja Saham”. Fokus Ekonomi, Desember Vol. 2,
No. 3, Hal. 240-257.
Suranta, Edi dan Puspita, Pratama Merdistuti. 2003 “Analisis Hubungan StrukturKepemilikan Manajerial, Nilai Perusahaan dan Investasi dengan ModelPersamaan Linear Simultan”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 6,No. 1, h. 54-68.
Suranta, Edi dan Puspita, Pratama Merdistuti. 2004 “Income Smoothing, Tobin’sQ, Agency
Problem dan Kinerja Perusahaan”. Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar Bali, 2-3 Desember.
Theresia Dwi Hastuti. 2005. “Hubungan antara Good Corporate Governance dan Struktur
Kepemilikan dengan Kinerja Keuangan (Studi Kasus pada Perusahaan yang Listing di Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi VIII, IAI, 2005.
Tunggal, Amin Widjaja. 2011. Pengantar Kecurangan Korporasi. Jakarta. Harvindo.
Ujiyantho, Muh. Arief dan Pramuka, Bambang Agus. 2007. “Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba, dan Kinerja Keuangan”. Simposium Nasional Akuntansi X, Makassar, 26-28 Juli 2007.
Utama, Siddharta (2003). "Corporate Governance, Disclosure and its Evidence in Indonesia". Usahawan No.04 th XXXII. hal. 28-32.
Wahyudi, Untung dan Hartini P. Pawestri. 2006. Implikasi Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan: Dengan Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Intervening. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) IX Padang.
Warsono, Sony., Fitri Amalia dan Kartika Rahajeng. 2010. CGCG UGM’s Corporate
Governance Rating Model. Yogyakarta: CGCG UGM. Wedari, L. K. 2004. “Analisis Pengaruh Dewan Komisaris dan Keberadaan komite Audit
terhadap Aktivitas Manajemen Laba”. Makalah Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar, 2-3 Desemeber 2004.