penelitian kualitatif dalam arsitektur: penemuan … filepenelitian kualitatif dalam arsitektur:...

102

Upload: tranliem

Post on 09-Jun-2019

269 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan
Page 2: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI

i

PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI

MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI

EDITOR: WIDIASTUTI

PENERBIT UDAYANA UNIVERSITY PRESS

2015

Page 3: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI

ii

Page 4: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI

iii

Page 5: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI

iv

SEKAPUR SIRIH

Dalam proses bimbingan mahasiswa Pascasarjana pada Program Magister Arsitektur, seringkali karyasiswa mengalami kebingungan baik ketika memilih judul, menyusun proposal maupun pada penulisan Tesis. Salah satu masalah yang sering dihadapi mahasiswa adalah ketika memilih metoda penelitian. Pada umumnya karyasiswa memilih metoda kualitatif. Namun pemahaman tentang metoda tersebut perlu ditingkatkan lagi. Dalam rangka memperingati ulang tahun emas (ke 50 tahun) Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana, tercetus ide untuk mengumpulkan tulisan alumni yang terserak dan tak terdokumentasi dengan baik dan penulis ditugaskan untuk menindak lanjuti ide tersebut. Karya Tesis/Disertasi ini adalah salah satu upaya penemuan jatidiri alumni dalam menapaki perjalanan yang masih panjang. Berangkat dari dua keperluan tersebut penulis menyatukannya dalam buku ini. Sistematika ringkasan Tesis dan Disertasi ini disusun dengan cara: pertama adalah kelompok Tesis dan kedua adalah kelompok Disertasi. Dari kedua kelompok tersebut diurutkan lagi berdasar tahun penyelesaian. Penulis menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada Dekan Fakultas Teknik dan Ketua Jurusan Arsitektur Universitas Udayana atas dukungannya. Terimakasih juga disampaikan kepada seluruh alumni yang telah menyumbangkan tulisannya. Tiada gading yang tak retak. Dengan waktu yang sangat terbatas penyelesaian buku ini tentu jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mohon maaf kepada seluruh penyumbang bila ada tulisannya yang berubah. Semoga tulisan ini memberi manfaat bagi pembacanya dan menjadi titik awal untuk mendokumentasikan Tesis dan Disertasi alumni secara berkesinambungan. Selamat Ulang Tahun Jurusan Arsitektur Universitas udayana. Semoga tetap menjadi institusi yang menghasilkan arsitek handal di masa depan.

Denpasar, 21 September 2015

Editor

Page 6: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI

v

DAFTAR ISI

PENGANTAR DEKAN ............................................................................. ii PENGANTAR KETUA JURUSAN .............................................................. iii SEKAPUR SIRIH .................................................................................... iv DAFTAR ISI ........................................................................................... v TENTANG PENYUMBANG .......................................................................... vii

PENDAHULUAN PENELITIAN KUALITATIF PADA TESIS DAN DISERTASI ARSITEKTUR .............................................. 1 Oleh: Syamsul Alam Paturusi REFORMASI NILAI-NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI PADA ARSITEKTUR KONTEMPORER DI BALI . STUDI KASUS BANGUNAN FASILITAS UMUM ........................................ 22 Oleh:I Wayan Gomudha MAKNA DALAM ARSITEKTUR UMAH BALI ............................................. 124 Kasus Desa Tengkudak – Bali Oleh; I Nyoman Gde Suardana PENGELOLAAN KONSERVASI PADA PURI AGUNG UBUD, GIANYAR SEBAGAI OBYEK WISATA BUDAYA ......................................... 182 Oleh: Nyoman Ratih Prajnyani Salain KAJIAN PROPORSI PADA CANDI TEBING GUNUNG KAWI DI TAMPAKSIRING – GIANYAR .............................................................. 190 Oleh: Anak Agung Gede Raka Gunawarman ADAPTIVE REUSE BANGUNAN BERCORAK ARSITEKTUR CHINA DI SAMPANGAN, PEKALONGAN, JAWA TENGAH .................................. 221 Oleh: Anis Yunanistya BALINESE TRADITIONAL ARCHITECTURAL PRINCIPLES IN HOTEL BUILDING ............................................................................. 261 Oleh: Sulistyawati SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA KASUS STUDI: PEMPATAN AGUNG DI BALI, INDONESIA......................... 295 Oleh: Widiastuti

Page 7: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI

vi

SISTEM SPASIAL DESA PEGUNUNGAN DI BALI DALAM PERSPEKTIF SOSIAL BUDAYA .................................................... 386

Oleh: I Wayan Runa ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI PADA MASJID AL HIKMAH DI KERTALANGU, DENPASAR........................ 419 Oleh: Putu Rumawan Salain PAMESUAN DALAM ARSITEKTUR BALI SUATU KAJIAN TERITORI ARSITEKTUR DENGAN (PENG-)UNGKAPAN MAKNA ............................ 434 Oleh: Anak Agung Ayu Oka Saraswati

Page 8: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI

vii

TENTANG PENYUMBANG

EDITOR

WIDIASTUTI, adalah dosen di Program Studi Arsitektur, Universitas Udayana. Menyelesaikan studi S3 di Universite De Pau et De L’Adour, Pau, Prancis pada September 2002.

PENYUMBANG TEORI

SYAMSUL ALAM PATURUSI, adalah dosen Program Studi Arsitektur, Universitas Udayana. Menyelesaikan studi S3 di Universite De Pau et De L,Adour, Pau, Prancis pada Desember 2000. Saat ini adalah Sekretaris Jurusan Program S2 Kajian Pariwisata, Program Pascasarjana Unud, serta mengajar di S2 dan S3 Kajian Pariwisata, S2 Magister Lingkungan Universitas Udayana

RINGKASAN TESIS

I WAYAN GOMUDHA, adalah dosen Program Studi Arsitektur, Universitas Udayana. Menyelesaikan studi S2 diProgram Studi Arsitektur, Bidang Studi Perancangan dan Kritik Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, pada tahun 1999

NYOMAN GEDE SUARDANA, adalah dosen tetap Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Warmadewa. Menyelesaikan Pendidikan S2 di diProgram Studi Arsitektur, Bidang Studi Perancangan dan Kritik Arsitekutr, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, pada tahun 2002

Page 9: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI

viii

NYOMAN RATIH PRAJNYANI SALAIN, adalah Arsitek

Profesional . Menyelesaikan S2 di Program Magister Arsitektur, Program Pasca Sarjana, Universitas Udayana, pada 26 Januari 2010

ANAK AGUNG GEDE RAKA GUNAWARMAN, adalah dosen Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Warmadewa. Menyelesaikan S2 di Program Magister Arsitektur, Program Pasca Sarjana, Universitas Udayana, pada tahun 2014

YUNANISTYA RAHMADHIANI, adalah Arsitek

Profesional. Menyelesaikan S2 di Program Magister Arsitektur, Program Pasca Sarjana, Universitas Udayana, pada 19 Agustus 2015

RINGKASAN DISERTASI

SULISTYAWATI, adalah Guru Besar Emeritus Universitas Udayana, menyelesaikan pendidikan S3 (Ph.D) di School of Architecture, Faculty of Environment, Oxford Brookes-UK), tahun 1995 dan S3 (DTh), Bidang Agama Kristen di STTII Bali- Denpasar . Sedang menempuh pendidikan (lagi) di S3 Pariwisata Universitas Udayana dan S3 Bidang Agama Hindu di IHDN-Denpasar.

Page 10: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI

ix

I WAYAN RUNA, adalah Guru Besar Program Studi Arsitektur, Universitas Warmadewa. Menyelesaikan pendidikan di S3 Arsitektur, Universitas Gajahmada pada tahun 2004. Sedang menjabat Wakil Direktur I Pasca Sarjana Universitas Warmadewa

PUTU RUMAWAN SALAIN, adalah Guru Besar Program Studi Arsitektur, Universitas Udayana Menyelesaikan pendidikan di S3 Kajian Budaya, Program Pasca Sarjana, universitas Udayana pada tahun 2011. Selain di S1 dan S2 Arsitektur, beliau mengajar juga di S2 Kajian Budaya Unud. Pernah menjabat Pembantu Rektor Universitas Udayana pada periode 2002 s/d 2006

ANAK AGUNG AYU OKA SARASWATI, adalah dosen Program Studi Arsitektur, Universitas Udayana. Menyelesaikan studi S3 di Program Studi Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, pada tahun 2013. Terpilih sebagai Ketua Jurusan Arsitektur Universitas Udayana Periode 2015-2019

Page 11: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

295

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM

PERANCANGAN KOTA. KASUS STUDI: PEMPATAN AGUNG DI BALI, INDONESIA

RINGKASAN DISERTASI

INSTITUT DE RECHERCHE SUR LES SOCIETES ET DE L’AMENAGEMENT

UNIVERSITE DE PAU ET DE PAYS DE L’ADOUR, PAU PERANCIS, 2002

Oleh:

Widiastuti

Page 12: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

296

ABSTRAK

Ruang bagi masyarakat Bali adalah tiruan dari Cosmos. Ini mencerminkan baik mikrokosmos (manusia) dan makrokosmos (dunia / alam). Ruang merupakan transformasi kosmologis dari tata nilai sakral dan profan. Pempatan Agung adalah pusat dari Cosmos di mana pembagian ruang atas sakral dan profan diterapkan. Ia menyatukan kekuatan agama, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Semua prosesi keagamaan, sosial-budaya, kekuasaan politik berkaitan dengan titik ini karena semua kekuatan dewata terkonsentrasi. Ia adalah kerangka kerja untuk kehidupan sehari-hari orang Bali Hindu dalam perilaku mereka, di lingkungan mereka, karena Bali percaya bahwa Pempatan Agung memimpin mereka untuk kemakmuran dan hidup kekal (Moksha). Perluasan desa dan pertumbuhan penduduk telah dicampur comologiques referensi. Batas kosmologis telah menjadi kabur, sentralitas Pempatan Agung melemah, nilai-nilai sakral dan sekuler telah bercampur di kota Bali saat ini. Tapi kehidupan sehari-hari orang Bali semakin sangat religius untuk memenuhi nilai-nilai sosial budaya dan agama. Apa dampak memiliki perubahan spasial perilaku penduduk? Apakah ada spirit Pempatan Agung untuk melestarikan pembagian ruang tradisional dalam pengembangan saat ini? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi spirit Pempatan Agung dan mengusulkan, dengan pendekatan budaya, model konservasi kota untuk melestarikan spirit ini, dari nilai-nilai sosial budaya dan agama, pada pengembangan tata ruang kontemporer dari rancang kota (urban design).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda kualitatif naturalistik, dengan pendekatan EC (perilaku ligkungan) atau "studi EB" oleh John Zeisel (1981:10), kemudian digabungkan dengan studi aspek-aspek fundamental rumah Bali oleh Parimin (1986) yaitu: sosiologis, morfologi, fungsional dan simbolis. Pendekatan ini dibangun dari pengamatan perilaku dan reaksi dari orang Bali di lingkungan mereka dan transformasi spasial konsepsi kosmologi. Pengamatan dilakukan pada 27 Pempatan Agung di 9 kabupaten dan kota dengan pengelompokan Pemparan Agung uraban (PAU), Pempatan Agung semi urban (PASU), dan Pempatan Agung rural (PAR). Untuk mengamati perubahan nilai, metode "super impose" dilakukan terhadap perubahan morfologi. Perubahan juga dimati dari perilaku masyarakat setelah perempatan agung berubah.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pempatan Agung berubah pada saat terjadi perubahan kekuatan politik. Perilaku masyarakat juga berubah karena perubahan tata ruang. Dari bentuk morfologi, perubahan perilaku dan tanggapan diamati, penelitian ini menemukan bahwa spirit budaya yang dikandung oleh bentuk spasial Pempatan Agung adalah “magis-religius, kolektif, dan pusat”. Tapi dengan kontrol sosial yang kuat dari organisasi sosial-budaya dan agama, perubahan tata ruang memiliki sedikit pengaruh pada pikiran Pempatan Agung.

Page 13: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

297

Hanya mempengaruhi pinggiran budaya, tetapi tidak kernel. Ketika spasial perubahan, konservasi sangat penting untuk melestarikan nilai-nilai budaya.

Pengalaman konservasi yang dilakukan oleh kota-kota Eropa di berbagai skala (Barcelona, Paris dan Sarlat) digunakan untuk membantu merumuskan usulan untuk tindakan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konservasi spasial, terutama ruang publik, berhasil mempertahankan spirit budaya tertentu. Peran negara, pemisahan yang jelas antara modernitas dan tradisi, sistem sirkulasi dan ruang publik adalah elemen yang memungkinkan untuk untuk mengusulkan solusi.

Model pelestarian yang diusulkan adalah "melestarikan konsepsi spasial sakral dan tradisi dan mengadaptasi aspek profan modernitas" setelah menemukan spirit budaya Pempatan Agung. Melestarikan batas spasial kosmologis dalam sistem sirkulasi, menghilangkan dualisme antara sistem politik antara administrasi dan adat di tingkat desa dan banjar, penggunaan konsepsi tata ruang dan arsitektur lokal dan penciptaan zona pejalan kaki baik sebagai ruang suci dan ruang publik di Pempatan Agung adalah cara yang diusulkan dan disimulasikan dalam panduan rancang kota.Kata kunci: kota, budaya, konsepsi perkotaan,.

Kata kunci: kota, spirit, budaya, rancang kota, Pempatan Agung, Bali

Page 14: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

298

I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

a. Budaya sebagai identitas kota

Pada tahun tujuh puluh limaan, seorang arsitek terkenal, Le Corbusier,

mengatakan bahwa suatu hari akan ada arsitektur tunggal terlepas dari lokasinya.

Visinya didasarkan pada fenomena perkembangan arsitektur modern yang

memperhitungkan hanya fungsi, efisiensi dan ekonomi. Arsitektur akan

tergantung pada teknologi dan proses industri. Akibatnya, dekorasi yang

meningkatkan bangunan dan memberikan napas pada budaya lokal, akan hilang.

Spirit integrasi dengan PBB sedang mencoba untuk meminggirkan peran politik

kota dan globalisasi tumbuh untuk beradaptasi sistem (Prevelakis, 1999: 2-4).

Menjadi warga dunia dipahami modern, serta menjadi modern dipahami Amerika

atau Eropa. Oleh karena itu, semua kapal uniformiseraient. Kota dunia akan

seperti perlahan (Danisworo 1994: 1). Tapi di sisi lain, keinginan untuk

mengekspresikan identitas lokal ditegaskan, termasuk di tingkat kota. Untuk

menjadi warga dunia, itu tidak akan diperlukan untuk melihat satu sama lain,

karena orang bisa hidup rukun dalam perbedaan. Dalam gelombang modernitas

yang memperkuat kesamaan, ada karena itu adalah kesempatan menegaskan

kekhususan dalam penciptaan kota? Eksplorasi positif dari aset alam dan sosial-

budaya telah menjadi kaya kemungkinan tindakan.

Hal ini diketahui bahwa banyak faktor yang pada asal pembentukan kota,

khususnya ekologi (misalnya subur tanah), demografi (jumlah penduduk),

ekonomi, teknologi dan agama . Namun dari semua pertimbangan ini, tampak

bahwa faktor agama hadir pada asal segala sesuatu. Kota ini berasal sebagai pusat

seremonial terkait dengan makna simbolis dikaitkan dengan kosmos. Apresiasi

kota perspektif kosmologis tercermin dalam bentuk peraturan dengan pola

spasial dan model geometris yang memberikan kota morfologi. Dengan demikian,

perbedaan dalam sudut pandang budaya perusahaan menghasilkan morfologi

Page 15: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

299

yang berbeda dari kota (Rapoport, 1980: 38-44). mengamati bahwa penting

untuk memberikan karakter unik untuk setiap tempat untuk "roh." Dengan

memahami interaksi antara aspek lingkungan dan ekspresi budaya, seseorang

dapat merasakan arah kota dan dengan demikian dapat berusaha untuk

memanfaatkan ini "roh" dari kota (Garnham, 1985).

Robert Rotenberg dan Gary MCDONOGH (1993) setuju dengan antropolog

(Bourdieu 1971; Fernandez, 1977; Richardson, 1980,1982), sosio-psikolog

(Altman, 1975; Goffman, 1971), pengembang (Perin, 1977 ), dan arsitek

(Broadbent, Bunt dan Llorens, 1980; Oliver, 1969; Rapoport, 1969) tentang

pentingnya hubungan antara budaya dan bentuk dibangun. Setiap perusahaan

memiliki nilai-nilai yang menciptakan model yang berbeda dari kota. Darnton

menunjukkan (1990: 330) bahwa orang-orang membangun makna berdasarkan

pengalaman yang berbeda: misalnya, jika ideogram tradisional Cina tidak

memiliki kata yang berarti "pribadi", mereka memiliki yin dan konsep jika jia zhou

bu KE Yang wai untuk menentukan urusan keluarga dan hubungan seksual di

rumah mereka (Pellow, 1993). Jepang Shitamachi, mantan distrik komersial

Tokyo, memiliki rasa alun-alun kota yang menghapus kepentingan individu dan

mempromosikan nilai-nilai bersama. Budaya kelompok yang berbeda sesuai

dengan mereka campuran provinsi dengan interaksi antara orang dan lembaga di

seluruh stereotip positif dan negatif (Berque, 1982 Bestor, 1993). Untuk Hiss dan

Alexander (1979: 92) orang, budaya, bangunan dan rencana semua dimensi kota.

Tidak ada dikotomi antara bentuk dan budaya dibangun. Jadi, bagaimana

melestarikan "roh" dari sebuah kota dalam globalisasi dunia?

Menciptakan ruang di kota ini tidak hanya menanam pohon di taman, itu adalah

lebih kompleks (Rodman, 1993). Konteks spesifik sosial budaya, ekonomi, politik

dan sejarah, diperhitungkan. Beberapa percobaan untuk menciptakan ruang

menenun bersama-sama wilayah, bentuk bangunan, perilaku, ide-ide untuk skala

individu dan kolektif.

Page 16: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

300

......bentuk kota, posisinya saat ini, ide-ide dan nilai-nilai yang telah menciptakan orang-orang, menulis fenomena unik. Oleh karena itu, sejarah kota tidak dapat ditulis hanya untuk menentukan distribusi pola grid persegi panjang [...] atau sepenuhnya untuk mengkoordinasikan kekuatan impersonal dari negara dan pasar [...] Seseorang harus memasukkan pengalaman saat kotak atau dalam perjalanan pengalaman sehari-hari mereka. (Lynch, 1981: 36).

Tapi semuanya berubah, tidak ada yang abadi. Berkat perkembangan ekonomi

dan pendidikan berkembang, membangun gedung-gedung baru, kota baru

dengan teknologi baru dan baru "roh". Setiap warisan generasi ulang dengan

kebebasan besar pikiran. Konservator telah banyak menghancurkan atas nama

kehendak untuk mengembalikan. Jadi bagaimana dan di mana salah satu mulai

menciptakan "roh" dari kota?Kelangsungan pikiran dan budaya di situs dirasakan

oleh permainan lapisan budaya untuk Andrea Bruno, seorang arsitek Italia. Dia

pikir terbaik untuk melestarikan keaslian dan terutama masa lalu untuk masa

depan, seperti Palang Merah yang mengkompensasi kehilangan kaki kruk. Dalam

konteks ini, mengacu pada kata-kata "restorasi, konservasi, pelestarian dan

keaslian" (Bruno, 1998: 6). Inilah sebabnya mengapa sekolah arsitektur harus

mengajarkan "roh" dari tempat. Interaksi antara budaya dan kota menciptakan

identitas ruang kota atau "roh" dari kota atau lokus Genius. Spirit kota hadir

dalam bahasa arsitektur, benda, ruang dan lingkungan yang diciptakan oleh

budaya yang kuat dan identitas etnis dalam individu sosial, budaya, ekonomi,

politik dan sejarah. Pengolahan dan pelestarian budaya sebagai makna dan

identitas kota tidak keberatan; sebaliknya, arsitektur yang diawetkan hanya jika

mereka tetap hidup, yaitu untuk mengatakan digunakan.

b. Pembangunan kota-kota di Indonesia dan di Bali

Di Indonesia, kata "negara" yang dikenal sejak abad kelima di era Kutai kerajaan

(Borneo) di masa pemerintahan Raja Mulawarman. Negara-negara kecil, tidak

stabil dan berkompetisi. Pada saat Kertanegara (kerajaan Singasari, Pulau Jawa,

1268-1292) negara itu stabil dalam masa pertumbuhan. Bentuknya adalah "kota-

Page 17: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

301

negara" yang di pusat kota diwakili oleh puri dan kuil. Negara pertama yang

mengambil équipementss perkotaan Trowulan ke Majapahit (abad XIV). Kota ini

dibangun di Jawa berdasarkan dasar-dasar agama Hindu dan Buddha. Batas

negara tidak hanya fisik tetapi juga tergantung pada pusatnya, yaitu kapasitas

daya. Kota, yang adalah kekuatan kosmik, dibangun sesuai dengan pola ritual

dengan inti yang terdiri dari puri, kuil dan pasar. Puri adalah pusat budaya dan

prosesi ritual. Pasar adalah tempat umum dan pasar sebagai Agora pada zaman

Yunani kuno. Macapat Konsep ini dikembangkan untuk dengan mudah

mengembangkan desa. Dalam konsepsi ini, unit ekonomi terdiri dari lima desa,

setiap desa memiliki pasar, dan hari setiap kegiatan dihitung setelah kalender

Hindu.

Islam telah berkembang di Mataram kerajaan era (abad kelima belas), dengan

ibukotanya Kota Gede, melalui pertukaran ekonomi dengan Cina, Gujarat (India)

dan Persia. Perannya adalah untuk menetapkan aturan organisasi pasar dalam

bentuk kota. Pasar, bagian dari kegiatan sosial-ekonomi, yang menyebabkan

banyak kota. Di pulau Jawa, sistem ini telah dikenal sebagai Peken Kuta (pasar

kota), di Aceh sebagai Uroe Gantoe, Pekan Baru dan di mana pasar ini terletak di

sebelah sungai (pada tahun 1787). Pada saat itu, Esplanade (Alun-alum) diwakili

pusat orientasi kota. Masjid, puri, pasar dan rumah-rumah yang dibangun di atas

itu semua sekitar.

Kolonisasi Eropa dimulai dengan kedatangan Portugis di tahun 1513. Mereka

bekerja sama dengan Kerajaan Pajajaran untuk menghancurkan kerajaan lain

Fatahillah (1527). Sejak saat itu, lain Eropa (Belanda, Spanyol, Inggris) juga

menetap. Belanda tiba pada tahun 1698. Mereka telah mengobarkan perang

yang dipimpin oleh Jan Pieterzoon Coen, melawan kerajaan lokal. Pada 30 Mei

1619 Jayakarta dihancurkan (sekarang Jakarta) dan kota kolonial pertama

(Batavia) dibangun. Secara bertahap kota-kota tradisional beralih ke Jawa Tengah

dan Jawa Timur. Alun-alum menjadi pusat kota kolonial, dengan rumah selatan

Page 18: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

302

dari pemerintah kolonial, barat diawetkan masjid, timur dan utara rumah Eropa

dan asing lainnya (Cina, India dan Arab) dan pasar dikeluarkan dari daerah. Kota

ini telah kehilangan arti dari pusat didedikasikan untuk prosesi ritual dan konteks

kegiatan sosial-ekonomi. Penduduk pemisahan politik (Eropa, non-Eropa dan

pribumi) menghancurkan rasa kota tradisional, sedangkan kehidupan sehari-hari

masyarakat Indonesia masih sangat ditandai oleh spirit keagamaan. Beberapa

arsitek Eropa telah mencoba untuk menerapkan konsep dan nilai-nilai dalam

proyek-proyek lokal mereka. Wolf Schoemaker yang dikandung dekorasi lokal,

Eduard Cuypers, AF Albers, HP Berlage, Maclaine Pont dengan konsep adaptasi

dan kedaerahan Thomas Karsten Herman adalah contoh. Di antara mereka,

Thomas Karsten telah paling mempromosikan integrasi semua penduduk,

berusaha untuk menghapus kebijakan segregasi di kota Indonesia.

Selama Perang Dunia II, Belanda telah membuat Jepang yang menduduki

Indonesia dari tahun 1942 sampai 1945. Ketika itu mengambil kemerdekaannya

(17 Agustus 1945) perkembangan kota terus pertumbuhan ekonomi mewakili

faktor yang paling penting. Perencanaan ini kemudian diadopsi sebagai kebijakan

pemerintah. Fungsi tradisional wajib untuk memodernisasi pasar digantikan oleh

supermarket, bangunan tua dengan set besar (super blok). Modernisasi diterima

sebagai standar internasional yang mewakili kekayaan dan kemajuan, lebih

tepatnya dilambangkan dengan "Amerikanisasi". Kekuatan ekonomi sebagai

mesin pembangunan, menciptakan kota berjiwa. Selain itu, konservasi dan

pelestarian warisan nasional diperhitungkan dalam bentuk materi mereka.

Fenomena ini terjadi di hampir semua kota di Indonesia, termasuk Bali.

Bali menangkap ruang melalui kosmologi Hindu. Dalam pendekatan ini, ruang

makrokosmos dan manusia adalah mikrokosmos, keduanya mengandung nilai-

nilai yang sama dan elemen yang sama. Satu mencerminkan lainnya.

Penekanannya adalah pada pencapaian keharmonisan antara makrokosmos dan

mikrokosmos, tercermin dalam konsep Tri Hita Karana (Keseimbangan dalam

Page 19: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

303

hubungan vertikal dan horizontal), korespondensi antara yang ilahi dan diri,

antara alam dan manusia (Budihardjo, 1985 Gelebet, 1985 Sularto, 1987 Saliya,

1975 Parimin, 1986). Prinsip-prinsip ini ditransmisikan dalam urutan hubungan

sakral-profan (Utama, Madya dan Nista) dan mendirikan hirarki struktur spasial

(Sanga Mandala dan Tri Angga) desa tradisional Bali (Desa adat atau desa adat).

Hirarki ini didasarkan pada jaringan candi teritorial. Yang pertama adalah jaringan

dari candi daerah, maka itu dari desa-desa tradisional (desa adat), akhirnya kuil

keluarga (Dadia).

Inilah sebabnya mengapa tata ruang tradisional dibangun sebagai berikut:

regional (Bali), desa adat (desa adat), dusun adat (banjar adat) dan level terendah

diwakili oleh rumah. Oleh karena itu jelas bahwa dalam pendekatan kosmologis,

kota tidak ada. Dan bahkan jika kata-kata kuta, kutanegara, kata Sanskerta atau

pura murni untuk benteng (tapi itu hanya sebuah puri) ada. Pergi ke kota

dipahami untuk pergi ke pusat kekuasaan. Kota tua Bali adalah sebuah kota kecil

dalam tradisi Anglo-Saxon, dilihat sebagai situs pasar periodik (mingguan)

(Wiryomartono 1995). Rotasi ini diterapkan di lima desa adat dalam suatu sistem

yang disebut Mancapat atau Manca Agung, yang meliputi sistem pertahanan dan

aspek sosial-budaya dengan pusat sebagai gatra modal. Ini adalah pusat desa

tradisional yang telah muncul sebagai yang paling kuat dari mereka.

Negara, sebuah kata Sansekerta, sesuai dengan "negara" kontemporer. Ini adalah

khusus sebuah "kota negara," yang terdiri dari beberapa desa tradisional (desa

adat). Menurut Geertz, "negara" Bali akan ada hanya untuk menjadi tuan rumah

upacara ritual. Pandangan ini dikritik oleh Henk Schulte Nordholt (1991), karena

meskipun keberadaan gatra Bali tanpa ritual tidak terpikirkan, kemampuan Raja

untuk memobilisasi dan mengendalikan populasi di kepentingan negara (perang,

upacara keagamaan) untuk mengontrol dan menyesuaikan irigasi dan merupakan

sumber yang kuat dari kekuasaan dan bukti yang cukup dari keberadaan gatra

Bali.

Page 20: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

304

Desa adat (desa adat), sebuah kata Sansekerta, juga tidak ada hubungannya

dengan pertentangan antara perkotaan dan pedesaan di peradaban Barat. Ini

adalah unit teritorial, komunitas dan jaringan candi di beberapa dusun adat

(banjar adat). Secara fisik, istilah ini tidak berarti ukuran yang tepat. Banjar Adat

Beberapa sangat besar dengan sangat banyak orang tetapi ada juga kecil.

Penerapan konsepsi kosmologi ditransmisikan dalam hirarki spasial desa adat:

paling suci (the Utama) untuk candi asli (Pura Puseh), rata-rata (Madya) untuk

fasilitas perumahan dan publik yang Nista (paling haram) untuk pemakaman dan

kuil kematian (Pura Dalem). Persimpangan suci (Pempatan Agung) berada di

pihak Madya.

Kota Bali dibangun dari model desa adat. Yang terakhir merupakan komponen

penting perkotaan dan memiliki posisi yang unik dalam masyarakat Bali. Ini

adalah cikal bakal pusat kota dan simbol kekuatan ekonomi dan orang-orang.

Sebagai bagian dari habitat, memiliki hubungan yang sangat kuat dengan pusat

kekuatan ekonomi dan politik. Dalam Pempatan Agung kita menemukan

peralatan sehubungan dengan hierarki sakral dan profan, pasar (Peken), puri

(puri), kuil (pura), dan esplanade (alum tawas). Masyarakat Bali berlatih kegiatan

sosial dan keagamaan di tempat-tempat ini. Singkatnya, Pempatan Agung

constutue citra budaya Bali. Model ini khas dari kota tua menjadi pusat kekuasaan

politik dan ekonomi: Denpasar, Gianyar, Klungkung, Karangasem, Mengwi,

Tabanan dan Bangli.

Konsep modern kota sebagai unit administratif yang diterapkan selama

penjajahan oleh Belanda 1908-1942, sesuai dengan struktur administrasi berikut:

residentie-afdeling-onderafdeling / departemen-kabupaten / kota perbekelan /

Kelurahan -banjar administrasi / dusun administrasi. Sistem ini diciptakan untuk

melemahkan kekuatan kerajaan lokal dan untuk mengkonsolidasikan penjajahan.

Kota sebagai pusat ekonomi dan bisnis didorong dari daerah pemukiman Arab

dan Cina dan terpinggirkan petani pribumi.

Page 21: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

305

Meskipun kondisi ini, orang Bali selalu mengikuti prinsip-prinsip kosmologis

dalam proses pengembangan desa tradisional mereka dan rumah mereka.

Mereka menggunakan tujuh aturan tradisional, ditulis dari abad kesepuluh

kesebelas dalam pelajaran Wiswakarma Asta Bumi, Kosali Asta, Asta Kosala,

Janantaka Brahma Kerti, Dewa Tattwa, Padma Bhumi.

Pendekatan ini dihormati sampai sekarang. Tapi secara fisik, kota administrasi

kontemporer Bali telah disesuaikan dengan kondisi hidup modern. Secara

bertahap, desa-desa administratif telah “menelan” desa adat, banjar administrasi

“menelan” banjar adat. Fungsi tradisional sekitar Pempatan Agung berubah.

Penciptaan lembaga baru dan fungsi, seperti pusat perbelanjaan, pusat rekreasi,

mengubah mantan penggunaan lahan. Lokasi strategis Pempatan Agung

membuat tanah yang paling dicari dari daerah lain. Kondisi ini menempatkan

tekanan untuk mengubah fungsi sistem tertentu. Daerah perumahan daerah

pusat perdagangan atau pusat administrasi. Pertumbuhan perkembangan

kehidupan modern yang dihasilkan oleh pariwisata menciptakan komponen

perkotaan baru yang merusak pola tanah tradisional Bali dan akhirnya mengubah

arah tanah. Desa adat telah kehilangan ekspresi nilai-nilai spasial mereka dalam

kehidupan sehari-hari yang masih mempertahankan nilai-nilai lainnya. Jadi apa

yang telah menjadi desa adat dengan puri sebagai pusat? Dalam kehidupan

sehari-hari, baik sosial dan keagamaan, masih berfungsi dengan baik. Memang,

85% dari populasi terdiri dari desa-desa adat dari anggota yang mematuhi

Peraturan adat (awig-awig) lebih dari pada hukum. Mereka masih percaya bahwa

pusat desa adalah pusat adat upacara di mana yang baik dan yang jahat dan

menetralisir tempat takhta Siwa. Ini adalah pusat energi spiritual desa.

Singkatnya, desa adat sebagai model organisasi masih hidup dalam semua sosial,

budaya, ritual dan ruang.

The kohabitasi dari praktek prinsip kosmologis desa adat dalam kehidupan sehari-

hari dan pelaksanaan peraturan kota administrasi di wilayah itu telah

Page 22: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

306

membingungkan warga dan pengembang. Saling adaptasi antara dua pendekatan

ini sulit karena ini sesuai dengan dua kutub yang sama sekali berbeda. Selain itu,

kota dan desa tradisional merata diwakili dalam stratifikasi spasial modern. Tapi

keinginan dan desakan untuk memulihkan rasa kota, diwakili oleh kesatuan sosial

budaya desa adat dalam pendekatan teritorial kontemporer Bali masih sangat

kuat

1.2 RUMUSAN MASALAH

Pembangunan fisik (berkat pertumbuhan ekonomi, teknologi dan politik) kota-

kota di Bali dengan pusat Pempatan Agung, sangat cepat.Selain itu kehidupan

budaya Bali menolak dan menyesuaikan, yang mengatakan, perubahan budaya

mengerem. Pertanyaan besar adalah: melakukan perubahan fisik, termasuk

Pempatan Agung, menganggap kehidupan budaya Bali? Apa perkembangan

terbaik untuk melestarikan kehidupan budaya Pempatan Agung Bali di masa

depan? Bagaimana menjaga spirit Pempatan Agung Bali dalam mengembangkan

kota?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Untuk menjawab hipotesis hipotesis bahwa “spirit” dari kota-kota di Bali adalah

dari pusat desa adat (Pempatan Agung) dan perencanaan tata ruang inti,

penelitian ini difokuskan untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut:

Apa makna Pempatan Agung untuk masyarakat Bali?

Apa saja perubahan yang terjadi diPempatan Agung (morfologis, spiritual

dan simbolis)?

Apa harapan masyarakat untuk Pempatan Agung di masa depan?

Apa metode pelestarian yang tepat bagi Pempatan Agung dalam

pengembangan kehidupan modern sebagai alat perencanaan tata ruang.

Page 23: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

307

Dalam penelitian ini akan diusulkan model perubahan Pempatan Agung seperti

yang diinginkan oleh masyarakat Bali untuk kota mereka di masa depan dan

secara umum, model konservasi kota bersejarah. Usulan model ini diharapkan

berguna untuk pemerintah Bali dalam proses pembangunan kota dan membantu

mengurangi kontradiksi antara pembangunan modern dan nilai-nilai lokal

1.4 Pendekatan

a. Domain penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian terapan. Dalam pendekatan diekplorasi

hubungan antara budaya dan kota menurut para geograf, ahli sejarah, arsitek dan

arsitek perkotaan (urban designer). Dalam penelitian ini, difokuskan pada

rancang kota, terutama dengan pendekatan budaya. Untuk memahami asal-usul

dari bentuk materi, studi ini akan fokus pada sejarah politik dan morfologi kota,

mengingat berikut:

1. Sebuah kota membutuhkan karakter tertentu sebagai tengara dan setiap

tempat memiliki diprediksi, makna dan identitas yang makhluk disimpan

dalam proses pembangunan, khususnya konservasi.

2. Perkembangan kota ini berkaitan dengan sangat kompleks multi-dimensi,

sosial, budaya, politik, ekonomi, teknologi dan alam. Meskipun kontradiksi

antara nilai-nilai budaya dan ekonomi, orang Bali selalu menerima

pembangunan, termasuk pariwisata, karena merupakan sumber penciptaan

dan pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini, pembangunan harus dilakukan

oleh keseimbangan antara nilai-nilai lokal dan kepentingan politik-ekonomi

untuk menciptakan kota yang berkelanjutan untuk budaya, tata ruang,

politik dan ekonomi

3. Budaya dinamis, tetapi tingkat adaptasi terhadap perkembangan budaya

masing-masing berbeda. Dengan demikian budaya Hindu sebagai budaya

Bali memberikan implikasi pada pertumbuhan ekonomi. Budaya masih hidup

Page 24: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

308

dalam kehidupan sehari-hari saat ini Bali dan menyesuaikan dengan tempat

ide, waktu, keadaan (desa, kala, patra). Dengan kata lain: budaya Bali

menolak dan sekaligus menerima pembangunan. Untuk ini, pengembangan

apapun harus memperhitungkan faktor budaya .

b. Beberapa studi tentang Bali

Bali adalah salah satu laboratorium yang sangat baik dari studi untuk memahami

hubungan antara budaya dan kota, terutama untuk pikiran oriental kontemporer.

Kota pertama Bali yang dibangun di atas fondasi tradisional yang berkaitan

dengan agama dan adat istiadat orang Bali Hindu. Imam adalah pemimpin agama

dan raja adalah pemimpin negara-negara tradisional (Negara). Sebagai pemimpin

negara, raja dapat memobilisasi semua orang termasuk imam untuk upacara dan

ritual keagamaan untuk melawan musuh (Nordholt, 1991; Geertz, 1980).

Pedanda hanya berkaitan dengan urusan agama, sedangkan raja berurusan

dengan urusan politik. Akibatnya, wilayah agama selalu terpisah dari puri. Selain

itu, desa adat Bali (negara) adalah otonom. Memiliki wilayah penduduk dan peran

sendiri. Meskipun terletak di pusat kota, selalu bernama Desa Adat. Beberapa

desa adat membentuk sebuah kota, bahkan jika semua kondisi ini masih hadir

dalam morfologi kota Bali. Selama sejarah panjang, bentuk pemerintahan

berubah di setiap zaman dan bentuk kota telah beradaptasi. Dalam situasi yang

meminta campuran kelompok etnis Indonesia, pertanyaan yang paling penting

adalah bagaimana kota mengakomodasi kepentingan yang berbeda dari orang.

Akhirnya, kekuatan ekonomi saat ini yang dominan, terutama di sektor pariwisata

dan komersial. Dalam proses perencanaan kota Bali, dominasi ekonomi ini

menciptakan konflik antara pembangunan tata ruang dan pemeliharaan nilai-nilai

budaya.

Umumnya, kota Bali keduanya makrokosmos dan mikrokosmos. Nilai-nilai dan

norma-norma sosial budaya dan agama terkait dengan citra pusat magis

(mandala). Sebagai mikrokosmos, mereka memiliki kepala, tubuh dan kaki

Page 25: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

309

sehingga sebagai makrokosmos, mereka memiliki atmosfer (diwakili oleh udara

dan Gunung Suci), litosfer (diwakili oleh tanah dan rumah ) dan hidrosfer (diwakili

oleh laut). Konsepsi ini masih berlaku dengan skala membaca apapun, bangunan

kecil seperti terbesar, kota dan seluruh pulau Bali.

Banyak studi ilmiah telah dilakukan pada Bali atau oleh para peneliti lokal atau

oleh orang asing. Satu catatan studi tentang dampak sosial-budaya pariwisata

(MacKean 1978 Noronha, 1980; Picard, 1992; Bandem, 1993 Pisau, 1993;

Paturusi, 2000) dan beberapa karya Ilmiah Pusat Universitas Udayana ( Bali) pada

dampaknya sosio-ekonomi (Erawan, 1987) dan dampak fisik pada lingkungan

(Mardani, 1984).

Kekuasaan politik sebagai aktor budaya Bali telah menjadi subyek dari penelitian

yang luas oleh Nordholt (1986,1991,1996), hubungannya dengan arsitektur oleh

Putra (1998) dan hubungannya dengan budaya dan sosiologi di desa-desa Bali

oleh Geertz (1959,1966,1980), Goris (1935) dan Belo (1970); hubungannya

dengan agama, simbol-simbol yang dipelajari oleh Cohen (1969.1974) dan Forge

(1980).

Identifikasi bentuk dan masalah arsitektur telah diteliti oleh Salija (1975) Sularto

(1980), Budihardjo (1985), Gelebet (1986), Pardiman (1986), Paturusi (1989)

Sulistyawati (1995 ) Lancret (1997). Ardi Pardiman Parimin jelas menunjukkan

bahwa rumah tradisional Bali terletak pada empat atribut yaitu:

sosiologis, dengan sistem hubungan Bali ditandai dengan sistem desa adat

banjar, subak, Sekehe, Dadia, perbekelan;

morfologi terkait dengan perumahan tradisional (inti dan pinggiran);

fungsional, yang berkaitan dengan praktek-praktek sosial dan keagamaan;

simbolik, berhubungan dengan arah dan sumbu kosmologis.

Selama evolusinya, desa Bali telah berubah sedikit demi sedikit. Perubahan

budaya habitat Bali telah lebih cepat di sektor non-sakral, seperti rumah, fasilitas

Page 26: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

310

umum di daerah suci (peralatan agama, kuil atau keluarga atau kolektif) (Paturusi,

1989). Menurut Sulistyawati, perubahan peralatan non-sakral telah disesuaikan

dengan peraturan publik. Tapi penelitian ini tidak memperhitungkan fitur

arsitektur: tidak ada penelitian telah dilakukan pada Pempatan sebagai embrio

pusat Agung Bali kota, perkembangannya diversifikasi, hubungan budaya dan

perannya dalam kehidupan Bali kontemporer.

c. Spirit pusat kota di Bali: sebuah hipotesa

Menurut Bagus Wiryomartono, beberapa fenomena terjadi dalam

perkembangan kota kontemporer Indonesia: menurunnya “pusat”, mengaburkan

perbedaan antara kota dan desa, kurangnya budaya urban, kurangnya “agora”

dan keberadaan kelurahan (desa kota / kampung kota) (Wiryomartono 1995:

171-182). Kota Bali juga dipengaruhi oleh perkembangan ini. Kota tumbuh lebih

dan lebih karena pertumbuhan penduduk, yang heterogenitas diperlukan karena

migrasi. Kegiatan ekonomi telah bergeser dari pertanian ke industri, terutama

pariwisata.

Dalam konteks budaya Bali, perubahan profesi penghuni juga berubah gaya

hidupnya dan akhirnya mengubah budaya sendiri (sistem nilai dan standar

pemikiran dan produksi, distribusi fungsi dan tugas). Pariwisata yang

menghasilkan pertumbuhan ekonomi merupakan pendorong yang kuat dari

perubahan. Ia telah mengganti dari sistem transportasi tradisional ke sistem

transportasi modern, pasar tradisional jadi supermarket. Aspek lain dari

perubahan berkaitan dengan evolusi sistem politik monarki kolonisasi dan

akhirnya ke republik yang mengurangi fungsi dan kekuatan puri. Kemudian

meskipun munculnya dualisme antara kekuasaan adat dan kekuasaan

administratif, puri tetap menjadi pusat budaya yang mengelola tidak hanya

urusan politik tetapi juga urusan agama dan adat istiadat. Akhirnya, teknologi

telah mengubah semua penampilan tradisional di bawah pengaruh modernitas,

akhirnya menciptakan wajah kota baru Bali.

Page 27: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

311

Variabel yang perubahan yang lambat adalah Hindu, struktur sosial tradisional,

peraturan adat dan tanah tradisional Bali:

Hindu menjiwai semua kehidupan sehari-hari orang Bali. Bahkan jika

perubahan pendidikan di bawah pengaruh nilai-nilai dan standar eksternal,

mereka hanya mempengaruhi unsur perifer agama (misalnya: bahan dan

cara Upacara).

Struktur sosial tradisional dibagi antara sistem kasta (didukung oleh agama

Hindu) dan adat setempat.

Kebiasaan tradisional Hindu hasil menetapkan hubungan antara manusia,

alam dan Tuhan.

Akhirnya, regulasi publik telah disesuaikan norma-norma dan nilai-nilai

tradisional dalam pengembangan organisasi. Meskipun peraturan hanya

mempengaruhi apa yang material, upaya ini cukup signifikan untuk

mengurangi konflik antara kebutuhan untuk memodernisasi dan

memerlukan identitas lokal (lihat Gambar 1).

Sebaliknya, variabel lain mendukung perubahan: Pariwisata telah menjadi suatu

kegiatan penting dalam kehidupan sehari-hari Bali. Untuk sampai sekarang

budaya Bali terutama yang berbasis pertanian. Perubahan aktivitas juga

mengubah kehidupan sehari-hari orang Bali.

Sistem politik kerajaan mendominasi transformasi spasial desa tradisional

Bali. Transisi dari monarki ke kolonisasi dan republik juga dipengaruhi

transformasi spasial, termasuk peran kekuatan kosmik dari pusat.

sistem transportasi dan konstruksi mempengaruhi bentuk perencanaan tata

ruang. Perkembangan dalam teknik otomotif dan konstruksi telah muncul

dengan modernisasi. Model spasial desa tradisional Bali telah berubah, dan

dengan itu proses ritual, dimensi ruang dan perjalanan kecepatan.

Page 28: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

312

Variabel terikat : 1. Struktur umum :

Parhyangan : Pura

Pawongan : Masyarakat

Palemahan : wilayah 2. Struktur spasial

a. Desa Adat

Pura Puseh

Permukiman

Pura Dalem dan kuburan b. Pempatan Agung :

Pura Desa

Bale Kul-kul

Puri

Bale Banjar/Wantilan

Pohon beringin

Pasar

Alun-alun

Variabel bebas perubahan:

1. Pariwisata 2. Sistem politik 3. Teknologi

Variabel bebas keberlanjutan:

1. Agama Hindu 2. Struktur social tradisional 3. Adat istiadat

4. Hukum nasional

Perubahan 1. Sistem Pembangunan 2. Profesi pariwisata

3. Sistem Politik

Keberlanjutan 1. Kehidupan beragama 2. Kekerabatan dan aktifitas sosial

3.Aturan adat (awig-awig)

Hasil Spasial

1. Tradisi Vs modernitas 2. Pelemahan “pusat” 3. Kaburnya batas sacral dan profan 4. Pertumbuhan kota 5. Kampung-kota

Hipotesis

Spirit kota-kota di Bali berasal dari “pusat” desa adat yaitu Pempatan Agung yang mengandung tata cara pengaturan

ruang

Gambar 1. Hipotesis Penelitian

Page 29: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

313

Dalam konteks spasial, variabel-variabel ini sehingga mengubah morfologi dan

tipologi desa tradisional Bali menjadi besar sebagai kota tradisional. Kota-kota

baru melemahkan kekuatan pusat tradisional pertumbuhan mereka. Fungsi

sekuler dan bergerak mendekati fungsi sakral, sehingga batas antara sakral dan

profan menghilang. Konflik antara modernitas dan tradisi yang rumit. Orang Bali

percaya bahwa kota masih mencerminkan makrokosmos dan mikrokosmos yang

adalah terjemahan dari nilai-nilai tradisional dan norma agama. Morfologi dan

tipologi kota dan persepsi telah berubah. Jika perubahan ini terutama

mempengaruhi pinggiran, yang mengatakan, ruang sekuler, pusat tahan terhadap

perubahan budaya.

Antara tradisi (kecenderungan untuk kelangsungan dan modernitas

(kecenderungan untuk berubah) dalam komposisi spasial desa tradisional Bali

pada akar kota hari ini, spirit yang terkait dengan pusat kekuasaan (yang

Pempatan Agung) adalah titik penyatuan antara dua kutub ini. Kami akan mencari

spirit ini dan menggunakannya untuk memberikan perencanaan tata ruang kota

Bali saat ini

1.5 METODE PENELITIAN

Menurut Susanne Almeida-Klein (1994: 193) tidak ada metodologi kuantitatif

yang pasti dan cukup relevan untuk menilai dimensi budaya dalam

pembangunan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk penelitian ini

dan penelitian yang paling sosial. Penelitian ini menggunakan metode EC

(Environment-Compertement) yang secara sistematis mengamati kegiatan dan

interaksi dari orang di lingkungan mereka (di sini: Desa Adat kota) dan pada saat

yang sama mengamati kemampuan kota untuk mengelola kegiatan ini (Zeisel,

1981). Kami akan mempertanyakan pada:

aktor yang berbeda (pemerintah, tokoh adat, arsitek, guru, dll),

tindakan mereka terhadap lingkungan dalam konteks yang berbeda,

Page 30: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

314

hasil dari tindakan ini dalam rekonstruksi morfologi (hubungan spasial).

Komentar dan survei penduduk adalah dua metode yang dominan. Pengamatan

lingkungan didasarkan pada tiga elemen: Bahan (benda, ruang, hubungan antara

ruang, kualitas), administrasi (formal dan informal regulasi) dan perilaku

(karakteristik masyarakat, kegiatan mereka, antar hubungan mereka: konflik,

aliansi , asosiasi). Didedikasikan untuk roh dari kota budaya Bali, penelitian ini

akan mempelajari evolusi spasial (morfologi dan atribut simbolik) dari Pempatan

Agung, peraturan pemerintah dan, peraturan administrasi adat dan karakteristik

demografi, agama dan kepercayaan, sistem sosial kekerabatan, perilaku orang

dalam kegiatan sehari-hari mereka. Pencarian jawabannya akan dengan

mempelajari reaksi penduduk terhadap lingkungannya. Apa yang ada di konsep

lingkungan, apa pengetahuan, nilai apa, apa yang terjadi di kehidupan sehari-hari,

tindakan apa untuk mempertahankan lingkungan ini?

1.6 Tahapan penelitian

Untuk menjawab pertanyaan ini, pekerjaan ini dibagi menjadi lima tahap:

Tahap I: Studi tentang kota dan budaya

Fase ini ingin mendefinisikan konsep budaya kota, spirit kota dan semua

pertanyaan tentang masalah identitas dan citra kota dalam hubungannya dengan

budaya. Penelitian ini merupakan penelitian literatur berbasis.

Tahap II: Studi kasus

Ini melibatkan dua langkah: pengamatan lingkungan dan pengobatan jawaban.

Untuk ini perlu untuk memilih zona untuk tahap pertama dan diwawancarai

untuk yang kedua.

Page 31: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

315

Tahap III: Analisis perubahan

Kami akan menganalisis perubahan yang diamati dan kami akan mencari

konsekuensi budaya mereka. Kami akan membandingkan struktur spasial oleh

"layering" untuk menemukan tingkat perubahan morfologi dan simbolik.

Berdasarkan hasil ini, kita akan menyoroti perubahan dalam "spirit" dari

Pempatan Agung diamati oleh orang atau lembaga yang bertanggung jawab. Hasil

yang diharapkan adalah jawaban hipotesis, masalah dan kesempatan untuk

mengembangkan Pempatan Agung dalam proyek perkotaan (urban design).

Tahap IV: Pencarian untuk pelajaran

Untuk lebih memahami metode pelestarian spirit kota, kita akan mempelajari

kasus kota-kota Eropa. Dari sejarah morfologi dan disiplin dari proyek perkotaan,

kita akan memilih beberapa elemen penting dari pusat kota Paris (Place des

Vosges, Champs-Elysées, Bastille), Barcelona (Ramblas, Plaza Catalonia, Diamond

Place, Place Royale ) dan Sarlat.

Tahap V: Rekomendasi: pelestarian spirit kota Bali

Sebagai budaya Eropa dan Bali berbeda, penerapan metode konservasi harus

disesuaikan dengan kondisi setempat (potensi, masalah dan peluang) lokal.

Dengan demikian kita akan mengusulkan beberapa model konservasi spirit pusat

kota Bali dari hasil analisis kami. Proposal ini dibuat dalam konteks proyek

perkotaan mengintegrasikan dimensi budaya dalam perencanaan tata ruang.

Page 32: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

316

Gambar 2. Tahapan Penelitian

1.7 STRUKTUR DISERTASI

Disertasi ini terdiri atas tiga bagian. Pertama melihat kota dan "spirit"

berdasarkan faktor budaya. Akan dieksplorasi teori dan konsep dari kota, budaya,

spirit kota dan proyek perkotaan. Pendekatan ini diharapkan menghasilkan

kerangka teoritis dan konseptual interaksi antara kota dan budaya. Hal ini

dilakukan melalui studi bibliografi, penelitian lebih yang telah dilakukan dan

sumber tertulis lainnya.

Kedua memberikan informasi umum dari lapangan, struktur sosial dan

administrasi dari kota-kota di Bali, kisah Bali, morfologi dan tipologi Pempatan

Agung Bali di kota, di bawah setiap rezim politik (tradisional, monarki, kolonial,

republik) . Untuk ini, data dikumpulkan dari perpustakaan dan survey lapang.

Dengan membandingkan hasil, diharapkan dihasilkan hipotesis dari keberadaan

spirit Pempatan Agung. Kemudian dianalisis perubahan morfologi diamati dan

dampak budaya menyebabkan perubahan ini. Langkah berikutnya adalah

membuat sebuah analisis oleh "berlapis", untuk membandingkan struktur spasial.

Perubahan morfologi dan simbolik dibagi menjadi tiga kelas: perubahan,

kesinambungan, adaptasi. Berdasarkan hasil ini, dianalisis pendapat dari orang

Page 33: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

317

atau lembaga yang bertanggung jawab (pemerintah, tokoh adat, arsitek, guru, dll)

dengan informasi yang dikumpulkan dengan teknik wawancara.

Bagian ketiga berkaitan dengan konservasi spirit kota dengan belajar dari

pengalaman Eropa. Mengacu pada hasil studi penelitian dan komparatif,

ditunjukkan bagaimana menggunakan Pempatan Agung, sebagai "spirit" kota Bali

untuk masa depan dan integrasi ke dalam model rancang kota

Page 34: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

318

BAGIAN PERTAMA: BUDAYA, KOTA, DAN SPIRIT: TEORI DAN KONSEP

1.1 Konsep dan Teori Kota

Apa yang saat ini diketahui tentang hubungan antara budaya dan kota? Apa ide-

ide, konsep dan hubungan tentang kota dan budaya? Apa hasil dari hubungan

antara kota dan budaya? Bagaimana menerapkan konsepsi budaya dalam

rancangan kota? Apakah masalah-masalah yang harus dihindari? Bagian ini akan

melihat evolusi hubungan antara budaya dan kota dalam konteks proyek

perkotaan. Pertanyaan-pertanyaan di atas dihubungkan dengan pembangunan

karena pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan perubahan struktural dan

menimbulkan masalah sosial budaya di negara-negara Timur. Lebih penting lagi,

perlu dipahami perubahan dan implikasi budaya di kota.

Menurut Claval (1995: 5-8) budaya adalah mediasi antara manusia dan alam,

warisan dan hasil persilangan komunikasi dan konstruksi. Hal ini memungkinkan

individu dan kelompok untuk proyek ke masa depan dan di luar dalam beragam.

Budaya adalah, untuk sebagian sangat besar, merupakan faktor penting dari

diferensiasi sosial dan objek istimewa dari geografi budaya. Ini adalah spirit yang

mereproduksi urutan tertentu. Ini adalah sebuah sistem makna diproduksi dan

terintegrasi oleh masing-masing melalui kegiatannya, hubungan dan lembaga-

lembaganya (William, 1982). Awalnya, budaya adalah sistem simbolik alam dan

pikiran (Geertz, 1983). Sebagai sebuah sistem makna dan simbol, itu merupakan

kesinambungan dan perubahan. Hal ini berakar dalam kehidupan sosial materi

(Agnew et al, 1984. 1-8). Elaborasi kota dan budaya juga dielaborasi menurut

menurut Almeida (1994). Agnew, et al., (1984 : 1); Koentjoroningrat, (1974 : 11);

Sutedjo, (1982 : 4-19), Koentjoroningrat (1981 : 12 ), dan Messier,(2001). Untuk

pemahaman lebih lanjut dielaborasi evolusi kota-kota di dunia barat dan timur

Page 35: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

319

mulai dari jaman antik sampaia sekarng. Dari perbandingan tersebut disimpulkan

bahwa walaupun pada awalnya memiliki pendekatan yang sama, dalam

evolusinya dua dunia tersebut memiliki perbedaan pendekatan dalam

perancangan kota. Dimensi sosial budaya menjadi pendekatan yang utama dalam

perancangan kota-kota dunia timur.

1.2 Budaya dan Pendekatan Budaya

Penciptaan ruang sakral terkait dengan penciptaan dunia. Dimulai dengan

pembangunan kuil, sebuah dunia baru lahir, dunia di mana orang dapat hidup

sejahtera. Kuil menjadi pusat dari kosmos dan sumbu dunia, kesucian ruang dapat

dimulai. Ini menjadi ruang dihuni dan terorganisir. Kemudian batas suci dibuat,

sebagai dinding atau kolam untuk memisahkan dari dunia lain yang asing, kacau,

di mana makhluk halus hidup. Transformasi nilai-nilai budaya di kota mengikuti

proses ini dan telah menyebar ke seluruh dunia tradisional. Konsepsi axialitas,

gunung dan puncak magis dan pembagian ruang atas sakral / profan

berhubungan erat dengan proses penciptaan dunia kosmik. Meskipun

transformasi fisik yang berbeda tergantung pada kasus, prinsip-prinsip ini masih

ada, penciptaan sebuah kota tradisional reproduksi penciptaan kosmos,

penciptaan dunia dan pusat kota masih pusat dunia, terlepas dari budaya. Studi-

studi mengenai transformasi nilai budaya dalam penciptaan kota di atas telah

dilakukan oleh Mangunwijaya (1985 : 90), Wheathley (1979 : 425(, Brunet et al.

(1992 : 220), Rapoport (dalam Catanese, 1986: 73), Eliade (1969), Volwahsen

(1968 : 43-58), Gde, I Gusti Ngurah (1981 : 90), Panerai (1999 : 15-17), dan

Wunenburger (1981 : 3).

Page 36: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

320

1.3 Spirit Kota dan Pembangunan

Perkembangan teoritis kota menunjukkan bahwa dari awal, dan untuk waktu

yang lama, kota memiliki dimensi kosmologis. Kota dianggap sebagai tiruan dari

makrokosmos, surga atau dunia ilahi diselenggarakan dengan sumbu batas dan

simbol ajaib (Cardo dan Decumanus Romawi, dinding dan portal Cina, axis mundi

India, kolam Angkor) di mana pusat adalah pusat dunia (Kota Terlarang di China,

Borobudur, Ziggurat) (Eliade, 1949,1952,1963, Mangunwidjaya, Rapoport, 1980,

1985; Wheatley, 1971). Untuk memahami kota semacamini, salah satu harus

memahami proses dimana bentuk-bentuk geometris dan kebiasaan sosial telah

memberikan makna, rendering itu dipahami budaya lain (Eliade, 1952, 1965,

Rapoport, 1969, 1986 Wheatley 1971). Aspek agama atau kosmologis ini tidak

pernah dimasukkan dalam pendekatan modern.

Pendekatan ilmiah "modern" kota dapat dikaitkan dengan rencana yang

dikembangkan oleh Hippodamus di Yunani kuno yang mendekati kota oleh nya

fungsi ekonomi, politik, militer, dengan pusat keagamaan. Hal itu juga

dikembangkan oleh Vitruvius memegang firmitas trilogi, dan Utilitas vesnustas

dan oleh Bernini master, Brunelleschi, Michelangelo, Leonardo, Christopher

Wren, Inigo Jones, Mansard, Fountain. The kotak-kotak, zonasi, membatasi

ketinggian bangunan dan kepadatan penduduk yang digunakan di Kekaisaran

Romawi untuk perencanaan kota. Esplanade dan ruang terbuka memfasilitasi

promenade penduduk, sering di bawah perlindungan sebuah gereja (Piazza San

Marco di Venesia). Pola Kotak-kotak melambangkan pembagian dunia dalam

keteraturan, keseimbangan estetika, dan monumentalitas kekuasaan

(Washington, Versailles, Paris) (Benevolo, 1983; Delfante, 1997).

Ekspansi perkotaan yang berkaitan dengan perdagangan dan industrialisasi telah

menyebabkan sejumlah masalah seperti yang di khawatirkan oleh Legoyt MA di

Perancis, Adna Weber Ferrein Amerika Serikat, Morris, Owen Richardson dan

Page 37: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

321

Ruskin di Inggris. Ini memicu gerakan pembaruan terinspirasi oleh para utopian

(Ebenezer Howard, Patrick Geddes, Tony Garnier) dan pada Walter Gropius, Mies

van der Rohe, Le Corbusier). Mereka adalah perencana-arsitek yang mendekati

kota dengan kriteria Hiegenis dan humanistik. Mereka menggabungkan seni,

teknologi dan ekonomi dengan unit administrasi, pusat bisnis, pusat politik, hutan

properti. Kota ini menjadi akumulasi teknologi tinggi, gaya baru, mesin, sistem

yang kompleks dari perkotaan, budaya yang beragam (New York, Nanterre,

Tokyo, Hong Kong, Singapura, dll).

Padahal kota dipandang sebagai perubahan budaya, tradisi dan modernisasi telah

menjadi elemen utama dalam konteks menggabungkan perubahan konsep dan

kontinuitas. Perubahan diperlukan untuk meningkatkan dimensi kuantitatif kota

dan memberikan kontinuitas dimensi kualitatif (simbolik sosial). Kombinasi dua

dimensi harus dipertimbangkan untuk memahami pembentukan kota, termasuk

hubungan dengan alam dan budaya. Mendamaikan dua dimensi ini diperlukan

untuk mendekati kota universal; harus memperhitungkan nilai-nilai budaya

(kualitas kota) sebagai kriteria sosial, teknologi ekonomi, politik, pertahanan dan

kebersihan (aspek kuantitatif). Singkatnya, pendekatan tidak bisa universal tanpa

memperhitungkan kondisi setempat.

Page 38: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

322

BAGIAN KEDUA SPIRIT BUDAYA PADA PEMPATAN AGUNG

Seperti telah disebutkan di Pendahuluan, metode penelitian yang digunakan

adalah kualitatif naturalistik, dengan pendekatan EC (perilaku ligkungan) atau

"studi EB" oleh John Zeisel (1981:10), kemudian digabungkan dengan studi aspek-

aspek fundamental rumah Bali oleh Parimin (1986) yaitu: sosiologis, morfologi,

fungsional dan simbolis. Pada bagian ini diekplorasi spirit budaya Pempatan

Agung melalui komposisi spasial, organisasi sosial-budaya dengan latar belakang

agama, pengembangan dan konsekuensinya untuk Pempatan Agung.

2.1 Penelitian lapangan: Metodologi

Budaya Bali sangat berdasarkan Hindu yang memerintah kehidupan sehari-hari.

Seluruh hidup orang Bali tampaknya didedikasikan untuk para dewa dan leluhur

dan roh-roh sihir luar yang menemukan diri mereka dalam tradisi dan

kepercayaan, ritual, seni dan hiburan, organisasi masyarakat dan kota, hak adat.

Kota Bali dibangun dari titik disebut Pempatan Agung, konsepsi kosmologis

disucikan oleh tradisi dan agama. Baru-baru ini kedatangan pariwisata di Bali

telah memperkaya kehidupan sehari-hari kontemporer dan mempengaruhi sifat

kota Bali.

Budaya dalam pendekatan teoritis perancangan kota merupakan cakrawala yang

sangat luas terbuka bagi penelitian dan dapat dikembangkan dalam banyak

dimensi. Untuk penelitian ini tidak terlalu jauh, dibatasi objek penelitian dan

penggunaan konsep dan teori yang telah dibahas sebelumnya sebagai instrumen

pengamatan untuk studi lapangan.

Pertama budaya. Dipelajari dahulu tradisi dan kepercayaan di bidang agama,

tradisi, adat dan pengalaman budaya. Kita akan melihat bagaimana unsur-unsur

hak dasar dapat ditemukan dalam fungsi sosial, struktur kekuasaan, kegiatan dan

alam. Nilai-nilai yang diamati dari sistem adalah pandangan dunia, etis, dimensi

Page 39: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

323

mistis, rasa hidup dan struktur sosial-politik. Untuk gaya hidup, kebiasaan adalah

satu-satunya elemen yang diamati, seperti arsitektur di bidang seni dan sastra.

Unsur-unsur ini akan dipelajari oleh perspektif Perencanaan. Kota ini dibangun

dari politik, sosial dan keagamaan. Kami akan mempelajari terutama dalam

dimensi ruang, berfokus pada morfologi dan tipologi kota. Peran kota akan

dibahas melalui sistem organisasi spasial dan peraturan formal dan adat. Pada

dasarnya, dipelajari kota mulai dari rancang kota dan berfokus pada perubahan

morfologi. Skematik dari rancangan penelitian tersebut dapat dilihat pada model

penelitian sebagai berikut.

Page 40: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

324

STU

DI P

END

EKA

TAN

BU

DA

YA

Budaya

Tradisi dan Kepercayaa

n

Agama

Tradisi

Adat

Budaya

Seni pertunjukan

Hak Dasar

Warisan keluarga

Fungsi sosial

Aturan Kekuasaan

Manajemen konflik

Pengaturan aktivitas dan alam

Sistem Nilai Pandangan ttg dunia

Etika

Dimensi Misits

Makna Hidup

Struktur Sosial dan Politik

Gaya Hidup Produksi

Alat

Adat

Makanan Seni dan Sastra Bahasa

Arsitektur

etc. Subjek

disertasi: Spirit kota

Kehidupan budaya

Anthropologis

Perencana

Architekte

Perancang Kota

Studi campuran Pandangan Ahli

Sintesis

Berkelanjutan

STU

DI P

EMB

AN

GU

NA

N K

OTA

Penduduk

Ruang :

Aturan

Kota

Politique

Social

Religieux

Économie

Morphologie & typologie

Technologie

Art

Organisasi Ruang

Karya

Preteks ekonomi Peraturan

Perubah Arsiitektur

Perencanaan

Perubahan morfologis

Urban disain

Gambar 3. Model Penelitian

Pandangan Ahli

Page 41: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

325

A. Teknik pengumpulan data

Terdapat dua jenis data. Data sekunder yang dikumpulkan sebelumnya oleh para

peneliti dan terkait sosial, budaya, agama dan segala sesuatu tentang latar

belakang bentuk spasial; data mentah yang dikumpulkan oleh pengamatan

lingkungan (komposisi ruang, peraturan) dan analisis respon (perilaku dan reaksi

dari orang-orang di kota untuk menjawab pertanyaan tentang kemampuan kota

untuk mengakomodasi kegiatan mereka). Untuk memfasilitasi pengumpulan,

data mentah telah disederhanakan sebagai: perilaku, ruang dan reaksi.

Kumpulan data pertama yang dikumpulkan selama wawancara dengan ahli

budaya Bali, para pemimpin desa adat, penduduk setempat maupun melalui

pengamatan langsung dari kegiatan sehari-hari warga di Pempatan Agung. Untuk

data aktivitas, kuesioner yang diberikan kepada pendudk sekitar pempatan

agung. Responden dapat memilih lebih dari satu respon yang disesuaikan dengan

kondisi mereka. Kelompok kedua dari data yang berasal dari pengamatan

langsung di lapangan, penyusunan dokumen resmi, wawancara langsung

terstruktur dengan tokoh dari desa-desa tradisional untuk mendapatkan data

morfologi. Kelompok ketiga data didasarkan pada wawancara dengan penduduk

setempat. Kebanyakan kuesioner memberi kesempatan bagi responden untuk

memilih lebih dari satu jawaban disesuaikan dengan kondisi, pendapat, persepsi,

pesan pribadi, yang memungkinkan mereka untuk memberikan pendapat pribadi

mereka pada pengembangan desa mereka.

B. Pemilihan sampel

a. Pempatan Agung

Menurut penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Salija (1975) Sularto (1980),

Budihardjo (1985), Gelebet (1986), Pardiman (1986), Paturusi (1989), Sulistyawati

(1995), Lancret (1997), desa-desa tradisional Bali , awalnya dari kota-kota baru

yang semua terbentuk pada konsep dasar yang sama sehingga bisa diperkirakan

Page 42: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

326

bahwa struktur spasial asli dari desa Bali adalah homogen. Seperti kita ketahui,

pembangunan membawa perubahan. Dipercaya bahwa pengembangan kota

mengubah desa tradisional Bali. Hasil penelitian ini digunakan untuk memilih

sampel penelitian. Dalam tata ruang yang sangat homogen, bisa dipilih sampel

dalam jumlah kecil. Tapi untuk lebih memahami perkembangan, area yang dipilih

harus ditingkatkan. Penelitian ini menggunakan metode sampling kuota (quota

sampling) untuk stratifikasi sampel (stratified sampling), yang yang menggunakan

cara hierarki administrasi.

Provinsi Bali terdiri dari 9 Daerah Tingkat II (Dati II departemen) dibagi dalam 1

kota (Denpasar) dan 8 kabupaten. Penelitian ini berfokus pada wilayah-wilayah

administratif. Di setiap kabupaten dan kota dipilih tiga Pempatan Agung sesuai

dengan lokasi mereka. Lokasi Pempatan Agung dibagi menjadi tiga jenis:

di ibukota kabupaten/kota (disebut Pempatan Agung urban, PAU): ada 9

bagian kabupaten, ditambah kotamadya Denpasar.

di ibukota kecamatan (diesbut Pempatan Agung semi-urban, PASU) : dipilih

9 kecamatan dengan masing-masing 1 kabupaten/kota satu kecamatan

di desa administratif (disebut Pempatan Agung rural, PAR): dari 51

kecamatan di Bali yang terdapat 1371 desa tradisional Bali dan 658

kelurahan.

Semua PAU kabupaten/kota diteliti sehingga, ada 9 PAU, 9 PASU, dan 9

PAR. Karena di Denpasar tidak ada PAR, maka di Denpasar ditambahkan 1 PAU

jadi ada PAU 10, 9 PASU dan 8 PAR.

Untuk mencapai sampel tersebut beberapa asumdi yang digunakan

adalah::

Pempatan Agung Urban sebagai pusat kabupaten/ kota adalah titik awal

perkembangan dari Pempatan Agung.lainnya

Page 43: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

327

PASU yang dipilih harus berada di tengah-tengah ruang didefinisikan

wilayah departemen. RAP yang dipilih harus berada, dari kerajaan kuno di

departemen.

Persimpangan yang dipilih harus persimpangan suci desa adat.

Gambar 4. Skematik pemilihan sampel

b. Responden

Seperti dalam kasus tata ruang, penduduk Bali relatif homogen. Suku Bali

adalah kelompok etnis mayoritas. Pada tahun 2000 mayoritas oarng Bali

beragama Hindu 2.830.561 atau sekitar 91% dari seluruh penduduk. Dalam

penelitian ini kehidupan sosial-budaya dan politik sehari-hari dianggap homogen.

Untuk pendekatan ini, digunakan metode yang sama, yaitu metode quota (quota

sampling) dengan sampel yang representatif (stratified sampling) untuk memilih

orang-orang untuk diwawancarai. Jadi ada tiga tingkatan orang untuk

wawancara.

Pertama adalah para pemuka masyarakat atau ilmuwan yang dianggap

memahami budaya Bali baik tingkat nasional dan provinsi yaitu: kepala PHDI

Indonesia (Ketut Wiana), kepala IAI Bali (Putu Rumawan Salain) dan undagi,

arsitek dan dosen arsitektur (I Nyoman Gelebet). Pertanyaan-pertanyaan

menyangkut konsepsi Pempatan Agung, perubahan dan kemungkinan

Page 44: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

328

perkembangan budaya. Hasil wawancara ini diberlakukan dengan seluruh

Pempatan Agung dalam arti spiritual dan spasial.

Kedua adalah pemimpin lokal yang dipilih desa-desa tradisional, anggota

keluarga kerajaan, pedanda, guru, pejabat, dll. Sebagai budaya Bali yang

diselenggarakan secara kolektif, survei dilakukan melalui kepala adat kota tuan

rumah pertemuan tersebut. Peserta adalah relawan. Akibatnya, jumlah mereka

adalah variabel (lihat Lampiran 2. Informan). Untuk seluruh bagian dari

penyelidikan, kami bertemu dengan 59 peserta. Pertanyaan-pertanyaan fokus

pada sejarah lokal baik secara politik dan morfologi dan dianalisis dalam konsepsi

Pempatan Agung.

Ketiga terdiri dari masyarakat. Kami memilih secara acak (random

sampling). Setiap desa adat menawarkan penduduknya kesempatan yang sama

untuk berpartisipasi dalam survei ini. Budaya Bali dan orang-orang relatif

homogen, sehingga tidak perlu sampel besar. Karena waktu dan dana yang sangat

terbatas, diputuskan untuk mengadakan pertemuan 5 individu untuk setiap desa.

Untuk 27 desa tradisional, sehingga dpiilih 135 orang. Pertanyaan adalah pribadi:

kegiatan mereka di Pempatan Agung, persepsi dan pandangan pada konsepsi dan

pengembangan Pempatan Agung pada umumnya dan desa adat mereka pada

khususnya.

C. Teknik Analisis

Analisis pertama menyangkut konsepsi Pempatan Agung dikumpulkan

melalui wawancara dan kuesioner (analisis perilaku). Dilakukan pengelompokkan

opini yang objektif tentang Agung Pempatan menjadi tiga kelompok yaitu untuk

mengetahui dasar kosmologis,fungsinya menurut masyarakat desa, dan

perannya dalam pembangunan saat ini dan masa depan.

Analisis kedua adalah berkaitan dengan komposisi morfologi Pempatan Agung.

Dianalisis transformasi konsepsi Pempatan Agung pada daerah yang dipilih.

Dilakukan perbandingan kondisi Pempatan Agung saat ini dengan konsepsi

Page 45: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

329

kosmologi dalam morfologi asli dari desa adat. Kemudian diteliti perubahan

akibat pembangunan. Dari lokasi puri di Pempatan Agung, dianalisis spirit budaya

Pempatan Agung dan tingkat kekuatan kosmik puri. Kemudian dianalisis

morfologi Pempatan Agung: berubah, beradaptasi dan berkelanjutan . Analisis

dengan menggunakan teknik "layering" untuk membandingkan struktur spasial.

Tingkat perubahan diukur berdasarkan tiga klasifikasi "berubah,

berkesinambungan dan beradaptasi" tergantung morfologi dan simbolik atribut

(orientasi, lokasi peralatan) dalam aplikasi dan dalam transformasi

pembangunan. Akhirnya, berdasarkan hasil ini, dicari perubahan dalam spirit

Pempatan Agung, dengan mempertimbangkan pandangan individu atau

pemuka/ tokoh masyarakat.

Dari dua analisis tersebut (perilaku dan ruang), diidentifikasikan tren dalam

berubah, berkesinambungan dan beradaptasi" Pempatan Agung untuk

menentukan nilai-nilai tata ruang, konsekuensi dari pengembangan lahan, politik

dan ekonomi di perilaku masyarakat, kelemahan dan kekuatan budaya Bali dan

akhirnya menemukan spirit budaya Pempatan Agung. Digunakan hasil analisis ini

untuk membantu dalam pelestarian spirit Pempatan Agung Bali dalam

mengembangkan kota-kota masa depan.

Analisis perubahan morfologi akan dibuat dari pendekatan budaya Bali

untuk menyoroti spirit Pempatan Agung. Dari sintesis dan dengan studi banding

tentang Konservasi kota-kota Eropa, kemudian diusulkan Model konservasi

Pempatan Agung di proyek perkotaan. Konseptualisasi tentang budaya, kota,

spirit kota dan proyek rancang kota dalam proses pembangunan yang digunakan

untuk mengatur penelitian. Pada bagian ini, akan dipelajari unsur budaya dan

kota dalam konteks Bali, khususnya spirit Pempatan Agung dari tiga pendekatan

budaya:

bentuk ideal budaya melalui konsepsi kosmologis

Page 46: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

330

bentuk perilaku seluruh kegiatan budaya, sosial dan keagamaan dari aktor

yang dihasilkan konsepsi ini;

bentuk materi budaya melalui morfologi desa adat Bali, transformasi dan

adaptasi mereka untuk proses pembangunan.

2.2 Dasar-Dasar sosial budaya dan spasial

2.2.1 Asal Budaya dan sejarah 2.2.2. Kehidupas sehari-hari (tradisi dan agama, ritual, seni, pariwisata) 2.2.3 organisasi kemasyarakatan 2.2.4 Stratifikasi sosial 2.2.5 Awig-Awig 2.2.6 Konsepsi Kosmologis 2.2.7 Konsepsi Spasial dan Arsitektural

2.3 Pempatan Agung : Konsepsi dan Aplikasi spasial

2.3.1 Konsepsi

A. Deskripsi Umum Pempatan Agung

Secara fisik Pempatan Agung adalah persimpangan besar berorientasi dari timur

ke barat, utara ke selatan. Pempatan Agung terletak di pusat desa adat tradisional

Bali. Ini adalah titik nol desa tradisional Bali. Beberapa desa tradisional menjadi

kota berkat posisi strategis mereka. Dalam perspektif masyarakat Bali,

persimpangan jalan ini adalah tempat simbolis suci. Ia lahir dari konsepsi Catus

Patha yang dipahami sebagai pertemuan empat arah (Timur, Selatan, Barat dan

Utara). Konsepsi ini berasal dari dua budaya, Bali kuno (Bali Aga) dengan konsepsi

Nyegara gunung (arah laut ke pegunungan) atau Ulun teben. Arah gunung adalah

arah yang paling suci, simbol lahir, Tuhan, kehidupan, kebalikan dari laut. Arah

matahari terbit adalah juga arah yang paling suci, melambangkan kehidupan,

kelahiran dan Tuhan. Arah matahari tenggelam adalah arah yang melambangkan

kematian.

Page 47: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

331

B. Peran dan Fungsi

Seperti tubuh manusia, dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bali, masing-

masing bagian desa memiliki peran yang berkaitan dengan hubungan, ritus,

tempat sosial dan budaya desa adat. Keterkaitan ini memastikan kehidupan desa

yang berkelanjutan. Jika salah satu bagian tubuh yang rusak, seluruh desa tidak

akan berjalan dengan baik. Menurut Lontar Catur Bhuwana Pempatan Agung

adalah takhta Shang Hyang Catur Bhuwana, yang didedikasikan untuk Siwa. Ini

adalah pusat dari lima kekuatan dalam empat arah: utara didedikasikan untuk

Wisnu (dewa penjaga), timur didedikasikan untuk Içwara, Selatan didedikasikan

untuk dewa penciptaan (Brahma) dan Barat didedikasikan untuk Mahadewa,

pusat didedikasikan untuk Ciwa. Kekuasaan ini menciptakan keseimbangan alam

(makrokosmos dan mikrokosmos) melalui mana kemakmuran diberikan kepada

empat tujuan hidup: hidup kekal (Moksha, untuk akhirat, tercermin

persimpangan), kehidupan budaya ( kama, tercermin puri, banjar bale, Wantilan),

sosial ekonomi (arta, tercermin pasar) dan kehidupan rohani (dharma, tercermin

dari Pura) (wawancara dengan kepala PHDI, Februari 2001) .

Terhadap konsepsi tersebut, 59 responden dari 135 pemuka masyarakat

(pemerintah, tokoh adat, guru, undagi, dll) mengkonfirmasi bahwa makna

Pempatan Agung adalah salah satu pusat energi spiritual. Istilah "energi" yang

merupakan roh baik atau jahat, sekala (sementara, benda, terlihat dan dunia

fisik), membalikkan Niskala (abadi, alam semesta material termasuk dalam ritus,

dengan keajaiban simbol dan persembahan energi (lihat tabel 1). Energi ini

berpotongan di Pempatan Agung, menurut mereka makna Pempatan Agung

adalah sebagai pusat pusat sosial, ekonomi, budaya dan politik dari desa adat,

ditentukan oleh lokasi puri. Demikian juga menurut responden individu,

Pempatan Agung juga merupakan pusat energi spiritual desa adat. Sekitar 95%

dari 135 responden yang diwawancara percaya bahwa Pempatan Agung adalah

persilangan antara energi bumi dan matahari yang menciptakan energi

Page 48: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

332

kehidupan. 25% dari mereka percaya bahwa itu adalah takhta Ciwa (dewa

kehancuran). 16% memaknai Pempatan Agung adalah pusat pertemuan desa dan

14% menganggapnya hanya sebagai persimpangan jalan. Hanya 5% Pempatan

Agung adalah tempat komunikasi antara raja dan rakyat, dan 4% melihatnya

sebagai tempat rekreasi. Survei ini menunjukkan bahwa spirit Pempatan Agung

adalah pusat energi dan tahta Ciwa. Ini adalah bukti bahwa agama adalah nilai

yang paling penting bagi masyarakat Bali kontemporer. Makna sosial Pempatan

Agung lebih kuat dari pada sekedar makna fungsional (lalu lintas). Semakin kecil

peran Pempatan Agung sebagai pusat kerajaan menunjukkan melemahnya peran

raja di kehidupan sehari-hari masyarakat Bali.

Tabel 1 : Makna Pempatan Agung

Makna %

Hanya persimpangan jalan 14

Energi spiritual desa adat 95

Pusat pertemuan anggota desa 16

Takhta çiwa 25

Tempat berkomunikasi raja-rakyat 5

Tempat rekreasi penduduk 4

(Sumber : Wawancara, Januari-Maret 2001)

Dalam kaitan dengan fungsinya, 92% responden menyebutkan bahwa fungsi

utama dari Pempatan Agung adalah pusat upacara ritual. Komposisinya dirancang

agar tercapai keseimbangan antara makrokosmos dan mikrokosmos. 41%

menganggap Pempatan Agung sebagai sistem sirkulasi, 22%, tempat sebagai

pusat kegiatan budaya di desa, 13% menganggapnya sebagai pusat administrasi

dan 8% sebagai pusat ekonomi. Persepsi atas fungsi ini memperkuat spirit religius

Pempatan Agung. Penurunan fungsi administrasi juga menunjukkan melemahnya

fungsi puri sebagai pusat.

Page 49: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

333

Tabel 2 : Fungsi Pempatan Agung

Fungsi %

Sebagai jalur sirkulasi 41

Pusat upacara ritual 92

Pusat administrasi 12,8

Pusat kegiatan sosial desa 22

Pusat ekonomi 8

(Sumber : Wawancara, Januari-Maret 2001)

Dengan demikian, Pempatan Agung bagi masyarakat Bali merupakan tempat

yang memiliki nilai sakral karena disanalah banyak upacara penyucian alam

dilaksanakan. Hal itu juga ditunjukkan dengan konsepsi spasial Pempatan Agung

yang secara teoritis adalah sebagai berikut.

Gambar 5 Konsepsi spasial Pempatan Agung Sumber: Wawancara dengan berbagai sumber, 2000-2001

Page 50: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

334

2.3.2 Tipologi Kota-kota di Bali

2.3.3 Denpasar (PA Denpasar, Pemecutan, Kesiman)

Aplikasi dari konsepsi tersebut beragam. Terutama setelah terjadi

pengembangan kota. Penelitan ini telah mengindentifikasi perkembangan

morfologi di 27 pempatan agung baik yang urban, semi urban dan rural.

Contohnya adalah pada Pempatan Agung Denpasar sebagai berikut.

Gambar 6.Morfologi Pempatan Agung Denpasar

Kiri atas: Pempatan Agung jaman kerajaan, kanan atas: jaman penjajahan, kiri bawah: awal kemerdekaan, dan kanan bawah adalah tahun 2000.

Sumber: AAG Agung, 1989 ; Survei lapang, 2000

Page 51: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

335

2.3.4 Pempatan Agung Badung (Mengwi, Taman, Gerana) 2.3.5 Tabanan (Tabanan, Kerambitan, Belayu) 2.3.6 Gianyar ( Gianyar, Ubud, Apuan) 2.3.7 Bangli ( Bangli, Temukus, Apuan) 2.3.8 Klungkung ( Semarapura, Gel-Gel, Takmung) 2.3.9 Karangasem (Amlapura, Ulakan, Belong) 2.3.10 Buleleng ( Paket Agung, Sukasada, Banyuning) 2.3.11 Jembrana ( Batu Agung, Negara, Yeh Embang)

2.4 Pembelajaran dalam perspektif: analisis budaya dan perubahan morfologi

Nilai-nilai sosial dan budaya sangat mempengaruhi morfologi desa adat Bali yang

saat ini merupakan kota. Analisis spasial sebelumnya menunjukkan evolusi

morfologi yang mengubah kerangka kosmologis, telah disesuaikan dengan

kehidupan sehari-hari dengan tetap menjaga prinsip-prinsip budaya Bali.

Beberapa fasilitas tetap bertahan dan sebagian lagi berubah. Kecenderungan

tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Kecenderungan berubah, tetap,adaptasi atau penciptaan baru Pempatan Agung

Fasilitas Total Berubah Tetap Adaptasi Baru

Titik PA 27 16 (59,26%) 11 (40,74%)

Wantilan 17 7 (41,17%) 4 (23,53%) 6 (35,30%)

Lapangan 17 4 (23,53%) 11 (67,70%) 2 (11,77%)

Puri 22 3 (13,64%) 15 (68,18%) 4 (18,18%)

Pura 19 1 (5,26%) 18 (94,74%) 1

Pasar 19 4 (21,05%) 11 (57,89%) 4 (21,05%) 1

Pohon berimgin 19 3 (26,32%) 14 (73,68%)

Bale Banjar 8 2 (25%) 5 (62,5%) 1 (12,5%) 3

Rumah keluarga raja

34 21 (61,76%) 13 (38,24%)

Kecenderungan perubahan pertama adalah terhadap fungsi yang terjadi

di PA tersebut. Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin sakral fungsi maka

Page 52: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

336

mereka cenderung bertahan, namun semakin profan atau komersial cenderung

berubah.

Pura A Pohon beringin B Puri C Lapangan D Bale Banjar E Pasar F Titik 0 Pempatan Agung G Wantilan H Rumah

Gambar 7 Kecenderungan berubah

Kecenderungan kedua menyangkut komposisi Pempatan Agung. Seperti

diketahui, lokasi terbaik puri terletak timur laut atau barat daya. Oleh karena itu

jelas bahwa lokasi ini akan sangat penting untuk menempatkan peralatan lainnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 50% dari puri yang terletak di timur laut,

36,36% di barat daya dan 13,64% tenggara (Gambar 8). Dari gambar ditunjukkan

pada Gambar. 3.3, perubahan berasal dari lokasi Pura, karena secara teoritis itu

harus ditempatkan di timur laut. Sudut timur laut dipertanyakan. Sudut Ini

menjadi alternatif untuk alun-alun, pura, pasar dan beringin. Penempatan Puri

dan transformasinya mencerminkan bahwa kekuasaan raja mampu menentukan

organisasi wilayahnya lebih dari kekuasaan ritual (pedanda).

Berubah

A B C D E F

G

Bertahan

H

Page 53: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

337

Gambar 8. Variasi Aplikasi Spasial Pempatan Agung

Di antara komposisi Pempatan Agung urban, Pempatan Agung dari Denpasar dan

Bangli yang paling berubah, sementara di Karangasem dan Jembrana cenderung

bertahan. Kecenderungan ketiga menyangkut "perkotaan dan pedesaan". 27

Pempatan Agung yang diamati, 10 adalah perkotaan, semi-perkotaan 9 dan 8

adalah pedesaan. Lokasi yang dipilih adalah berdasarkan posisi dalam hirarki

wilayah administratif (ibukota kabupaten/kota, kecamatan dan desa

administratif). Beberapa fasilitas masih ada sekitar Pempatan perkotaan Agung,

di antaranya Wantilan, alun-alun, puri, pohon beringin, rumah-rumah bangsawan

dan pasar (abesn di 2 Pempatan Agung urban, tapi ada dekatnya). Di Pempatan

Agung di semi-urban dan ruarl, beberapa fasilitas ini tidak ada. Kesimpulannya,

Agung Pempatan menjadi pusat perkotaan berkat adanya enam fasilitas di atas

Palais : 13,64% Wantilan : 23,53% Esplanade : 23,53% Temple : 5,26% Marché : 15,79%

Banian : 42,10%

Bale Banjar : 12,5%

Palais : 50%

Wantilan : 17,65% Esplanade : 5,9% Temple : 26,37% Marché : 15,79% Banian : 5,26% Bale Banjar : 12,5%

Palais : 0% Wantilan : 23,53% Esplanade : 41,17% Temple : 36,84% Marché : 47,37% Banian : 26,37% Bale Banjar : 0%

Palais : 36,36% Wantilan : 35,29%

Esplanade : 29,41% Temple : 26,37% Marché : 21,05% Banian : 21,05%

Bale Banjar : 50%

Nord

Est Ouest Temple :5,26%

Sud

Page 54: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

338

Mengalami perubahan fisik di pempatan Agung terjadi beberapa perubahan

perilaku masyarakat. Yang pertama adalah Ngaben. Kekosongan titik nol

Pempatan Agung, diterapkan dari abad kesepuluh di bekas kerajaan Bali

Bedahulu melambangkan ruang netral di mana mitos cosmo-logis kekuatan

positif dan negatif yang dinetralkan. Ini mengakomodasi upacara ritual, seperti

ngaben dan mecaru, atau Caru yang membutuhkan ruang yang cukup besar.

Penambahan kudus, dimulai dengan kerajaan Klungkung pada abad ketujuh

belas, menyebabkan perubahan sebagian Pempatan Agung fasad. Akibatnya,

ritual harus beradaptasi dengan perubahan ruang. Yang pertama adalah ngaben.

Biasanya Baden "menyala sendiri" kiri di titik nol Pempatan Agung untuk jiwa

Turun almarhum, memurnikan dan menyatukan makrokosmos. Kehadiran

tempat kudus pada saat ini tidak mampu melakukan ritual ini. Orang Bali telah

kemudian diadaptasi upacara dengan "berbalik" tempat kudus dari kiri. Adaptasi

yang sama ditemukan dalam upacara Ngerupuk sehari sebelum tahun baru,

ketika Bali membawa adat Ogoh-ogoh di sekitar desa, yang memutar sekitar

Pempatan Agung kemudian memimpin mereka di plaza atau ke pemakaman

untuk membakar (melambangkan kehancuran roh jahat).

Gambar 9. Perubahan kegiatan rangkaian Ngaben sebelum dan sesudah perubahan PA

(Sumber: wawancara dan survei lapang, 2001)

Bade diputar di titik PA Bade mengelilingi Tugu

Bade

Bade

Tugu

Page 55: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

339

Adaptasi kedua karena kehadiran tugu adalah mecaru, yang dirayakan setiap

Tahun Baru. Semua orang yang hadir pada upacara tersebut, membawa banyak

sesajen. Mereka membutuhkan ruang yang besar. Keberdaaan Tugu mencegah

sebagian orang untuk berpartisipasi dalam upacara di persimpangan jalanhal itu

menjadi alasan untuk mengubah lokasi. Ini adalah kasus desa adat Denpasar

menyelenggarakan upacara ini sebelum ada tugu (bersatu dengan pura desa)

atau di alun-alun.

Gambar 10. Adaptasi Upacara Mecaru di Pempatan Agung Denpasar

Kompromi terlihat di Pempatan Agung Mengwi sejak tugu dibangun di salah satu

jalan (lihat Gambar. 11). Dengan cara ini, Pempatan Agung bebas untuk Bali

digunakanupacara ritual dengan sempurna. Tugu dibangun untuk menandakan

identitas desa adat dan memenuhi keinginan rakyat untuk menempatkan sesaji

di tempat tertentu

Gambar 11. Pempatan Agung yang diadaptasi

Alun-alun

Pura

Alun-Alun

N

Sanctuaire

Page 56: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

340

Perubahan lainnya adalah berubahnya nilai kesucian zona tertentu akibat

pembangunan. Vertikal disebelah Pura. Pada bangunan yang lebih tinggi dari pura

terdapat toilet yang secara vertikal mengurangi kesucian pura. Perubahan fungsi

di lingkaran inti pempatan Agung juga merusak kerangka nilai magis religius

Pempatan agung. Berubahnya puri menjadi kantorpenguasa penjajah dan

perumahan para prajuritnya merubah pula tatanan yang diperhitungkan secara

kosmologis sebelumnya. Perubahan-perubahan tersebut pada akhirnya merubah

tingkat kesucian di kawasan pempatan Agung. Untuk orang Bali yang memahami

konsepsi kosmologi Pempatan Agung, perubahan fisik ini secara otomatis

mengubah spirit asli Pempatan Agung. 68,8% responden setuju dengan

pernyataan ini. Pempatan Agung cenderung berubah karena alasan ekonomi

yang bertentangan dengan nilai-nilai spiritual. Bangunan baru dan tugu

mengurangi dimensi ruang ritual. Orang-orang tidak dapat mengatur upacara

ritual. Akibatnya ruang kosmologis kehilangan perannya "mitis, sakral, magis dan

pusat". Perubahan fungsi puri juga dapat mengubah segalanya. Puri ini sama

dengan Pempatan Agung, jika satu berubah, kesatuan spasial Pempatan Agung

juga berubah.

Perubahan ini tentu dimungkinkan asalkan kontinuitas dipertahankan.

Perubahan yang radikal mengubah spirit Pempatan Agung. Perubahan untuk

fungsi yang setara - disebut, adaptasi - lebih diterima karena simbol-simbol asli

dipertahankan. Tapi masyarakat Bali ingin mempertahankan simbol agama.

Tindakan ini menunjukkan upaya mereka untuk melestarikan simbol agama

(pura) dan masyarakat (Bale Banjar, puri). Mereka selalu setia mematuhi nilai-

nilai kosmologis dan agama dan bertahan dalam kepercayaan mereka yang akan

memimpin mereka untuk kesempurnaan yang kekal (Moksha).

Page 57: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

341

2.5 Simpulan

Setelah mempelajari konsepsi kosmologi Pempatan Agung, aplikasi morfologinya

di 27 desa tradisional Bali dan transformasi di unit administratif kontemporer,

dapat disimpulkan tentang Pempatan Agung, khususnya pada perspektif rancang

kota. Dalam komposisi perkotaan, PA menawarkan makna religius, yang

mencerminkan perilaku sosial-budaya dan merupakan transformasi spasial dari

kekuasaan. Studi tentang makna Pempatan Agung dalam hal kosmologis dan

dalam konsepsi kota membantu untuk memahami bagaimana orang Bali melihat

dunia dan menerapkan konsepsi ini untuk perancangan kota. Transformasi spasial

dari dinamika budaya berkait dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Bali

kontemporer, organisasi masyarakat, stratifikasi sosial dan peraturan adat.

Tampaknya bahwa masyarakat Bali sangat konsisten untuk menerapkan nilai-nilai

kosmologis dalam perencanaan tata ruang. Pempatan Agung adalah pusat

kekuatan supranatural kosmik dari lima dewa mitos yang berkait dengan

kekuatan duniawi, ekonomi, politik dan sosial, dan diwujudkan dalam nilai-nilai

masing-masing fungsi. Ini berarti bahwa setiap fungsi memiliki nilai dan lokasi di

mana Bali mencapai kemakmuran.

A. Spirit Pempatan Agung

Pertama dan yang utama dari makna Pempatan Agung adalah pusat keagamaan

di mana energi spiritual desa adat. Energi ini berasal dari lima kekuatan dewa

(Panca Dewata) yang berstana di empat arah sementara pusat energi kekuatan

negatif dari buthakala dinetralkan. Hal ini memberikan spirit Pempatan Agung

sebagai pusat upacara ritual. Ini berarti PA memberi makna spirit “magis-religius”

desa adat. Melalui upacara ini, kekuatan mistis, kosmik dan supranatural

menyebar kekuasaan mereka untuk duniawi kekuasaan sebagai kekuatan politik

(puri), ekonomi (pasar), sosial (Wantilan dan Bale Banjar). Pempatan Agung

memiliki semua fasilitas sosial-budaya dan agama dalam komposisi morfologi

Page 58: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

342

tertentu. Fasilitas ini ada untuk memperkuat Pempatan Agung sebagai pusat

spiritual. Pempatan Agung merupakan representasi dari spirit “kolektivitas”

masyarakat. Ia mewujudkan kesatuan tata ruang, politik, kosmologis, sosial,

budaya dan agama. Sebagai bagian pemersatu Pempatan Agung adalah titik pusat

bimbingan untuk semua fungsi. Puri, pasar, perumahan, dan Wantilan, Bale

Banjar diarahkan ke tempat suci ini. Dalam perencanaan kota ini, itu adalah titik

pusat dari lalu lintas. Ini adalah pusat dari pusat, “sentralitas kosmos”.

Gambar 12 Spirit Pempatan Agung

B. Kosong adalah isi, isi adalah kosong

Konsepsi asli Pempatan Agung kosong. Tapi dalam kosong ini, ada konten yang

sangat kuat: kekuatan supranatural positif (lima Dewa) dan negatif (buthakala).

Orang Bali kuno telah ketat menerapkan konsepsi ini seperti yang tertulis dalam

buku Hasta Kosali Kosali. Tapi dalam pemahaman kontemporer (sejak abad

keenam belas), kosong ditafsirkan sebagai ruang di mana dapat dibangun sebuah

tugu untuk menetralisir kekuatan supranatural dan menempatkan persembahan.

Kekosongan dianggap sebagai "kehadiran isi dan isi tidak akan ada kecuali bila

ada ruang kosong." Konsepsi ini juga dijelaskan oleh Ashihara (1974) mirip

dengan konsepsi Sekala dan Niskala. Baik kosong maupun isi dapat hadir dalam

dua dimensi, fisik (dalam hal ini adalah tugu Pempatan Agung) dan spiritual

Kolektifita

Pusat

Kosmos

Magis-religius

Page 59: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

343

C. Transformasi spasial kekuatan politik

Konsepsi Pempatan Agung adalah murni agama, kosmologi, tetapi kekuasaan

politiklah yang memutuskan implementasinya. Lokasi puri masih yang terbaik,

dalam orientasi yang paling suci (timur laut, 41%) yang secara teoritis adalah

lokasi yang dicadangkan untuk pura. Ini berarti bahwa kekuasaan politik lebih

menentukan daripada agama. Hal ini bisa dimaknai bahwa puri bukan hanya

memiliki kekuatan politik tetapi juga kekuatan agama. Puri dapat memobilisasi

orang untuk merayakan ritual upacara wabah atau perang yang mengancam

keberadaan kerajaan. Masyarakat Bali kuno menerima konsepsi ini karena

mereka percaya pada konsep Tuhan Raja (Raja Dewa). Raja adalah wakil Tuhan di

bumi, bagian dari dunia dewata.

D. Pempatan Agung: titik petanda, identitas, dan ruang publik masyarakat Bali

Dalam desain kota, kota-kota Eropa memiliki sejumlah tolok ukur yang

memungkinkan mereka untuk menunjukkan identitas mereka. Sebagian besar

landmark ini berupa ruang publik. Untuk kota-kota Perancis dan Spanyol

dirancang “la place”, kota Italia terkenal dengan “piazza” mereka sementara kota-

kota Inggris adalah dengan “square”. Sementara identitas umum suatu negara

diwakili oleh beberapa bangunan yang sangat terkenal (Menara Miring atau

Coliseum di Roma, Menara Eiffel di Paris, Sagrada Familia di Barcelona, dll), peran

ruang publik adalah besar. Mereka memaksakan orientasi bangunan yang ada di

sekitar untuk memanggil pusat. Ruang publik adalah tempat di mana menjadi

representasi dari identitas budaya kota. Pempatan Agung sebagai orientasi

kosmologis juga memberikan orientasi spasial. Pempatan Agung menyusun

kesatuan pusat kota Bali yang memberikan titik acuan bagi penduduk tidak

nonHindu. Spirit "sentralitas" sangat diwakili oleh kesatuan komposisi, puri

(pemerintah pusat), Wantilan atau Bale Banjar (pusat budaya), pasar (pusat

ekonomi), pura(pusat keagamaan), alun-alun (pusat komunitas dan

kebersamaan) dan jalan-jalan utama persimpangan. Meskipun penambahan tugu

Page 60: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

344

di tengah kosmologis melemahkan konsepsi kosong, namun secara spasial

memperkuat spirit. Pempatan Agung menyatukan semua pusat dalam satu

orientasi, pusatnya pusat.

E. Dinamika budaya: berubah atau berkelanjutan

Semua fungsi yang berada di seputaran Pempatan Agung pelan namun pasti

berubah. Hal itu tidak terlepas dari lokasinya yang sangat strategis. Perubahan

tersebut langsung maupun tidak langsung meningkatkan kemampuan ekonomi

masyarakatnya. Melalui penguatan ekonomi tersebut masyarakat menjadi lebih

kuat dan menguasai pembangunan dengan baik. Sistem nilai dan agama

mempengaruhi bentuk pengembangan kota di Bali seperti apa yang harus diubah

dan apa yang harus dipertahankan. Ini berarti bahwa dinamika budaya mengubah

morfologi kota mengkonfirmasikan Pempatan Agung Bali sebagai titik awal untuk

perubahan dan keberlanjutan.

F. Pempatan Agung dalam konteks pembangunan kota

Kompleksitas dimensi Pempatan Agung menciptakan kesulitan dari semua jenis

dalam perkembangannya. Setiap fungsi fisik mengandung nilai-nilai dan spirit

budaya dan kosmologis. Tidak adanya panduan untuk transformasi konsepsi

kosmologi Pempatan Agung dalam konteks pembangunan kota kontemporer

menyebabkan ketidakteraturan dalam perkembangan kota di Bali. Pembangunan

mengikuti kekuatan ekonomi yang didukung kekuasaan politik. Ini menelan

kerangka kosmologis desa adat, berbaur dengan fungsi modern baru. Hasilnya

adalah masalah-masalah tertentu muncul yaitu:

Melemahnya pusat: munculnya koridor belanja di jalan-jalan utama

Pempatan Agung menciptakan pusat ekonomi baru yang melemahkan pusat.

Perkembangan kontemporer bahkan menciptakan pusat-pusat lainnya,

bisnis, administrasi, budaya (bioskop, teater, dll).

Page 61: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

345

kaburnya batas kosmologis: ini adalah karena menyatunya secara fisik desa

tradisional satu dengan lainnya yang membentuk semacam co-urbanisasi.

Perkembangan kota Bali cenderung mengabaikan batas kosmologis dari

desa-desa tradisional. Meskipun ini dapat diintegrasikan ke dalam proyek

rancang kota, penghapusan batas kosmologis karena pembangunan harus

dipertimbangkan dalam pembangunan kota Bali di masa depan.

Administrasi versus adat, modernitas versus tradisi: akar penyebab dari

masalah yang disebutkan di atas adalah penciptaan desa administratif di

wilayah desa adat selama penjajahan Belanda. Sejak itu, pengembangan

tidak lagi membutuhkan legitimasi dari desa adat untuk mengontrol wilayah

itu. Kota mencampur antara desa administratif yang membawa nilai-nilai

modernitas dan adat yang membawa nilai-nilai tradisi.

G. Akan jadi apakah Pempatan Agung di masa mendatang?

Keberlanjutan pusat kota tradisional Bali adalah tantangan bagi orang Bali.

Konservasi pusat kota lama, adaptasi dengan gaya hidup baru tanpa mengabaikan

nilai-nilai kosmologis dan kehidupan sehari-hari, perhatian terhadap masalah

yang muncul dengan konsekuensinya dapat menjadi panduan model

pengembangan masa depan. Pempatan Agung, sebagai identitas pusat kota Bali,

landmark, dan ruang publik, menawarkan banyak kesempatan pembangunan

masa depan. Pertama adalah konservasi Pempatan Agung lama. Kedua adalah

adaptasi bangunan tua dengan gaya hidup kontemporer. Ketiga adalah

kemungkinan penerapan model ini dalam pengembangan kota baru di mana

keanekaragaman budaya yang ada.

Pada tahap ini analisis ini, dan untuk mencapai tujuan penelitian, menjadi

menarik belajar pada pelestarian pusat kota tua di Eropa. Walaupun tidak ada

kesetaraan antara kota-kota eropa dan Bali, khususnya dalam hal sejarah dan

budaya, tujuan konservasi ini adalah untuk untuk mendapatkan metode dan

pengalaman yang dimiliki kota-kota eropa . Dengan demikian akan dapat

Page 62: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

346

memberikan arah untuk mengembangkan pendekatan konservasi di rancang kota

di Bali.

We can’t change the past, can’t do much about the present, but we can do something to change the future

(Nouk Bassomb)

Page 63: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

347

BAGIAN KETIGA: KONSERVASI KOTA

Pada bagian ini dielaborasi secara teoris strategi dan teknik konservasi pusat kota

lama. Dengan melakukan studi banding pada 3 kota di eropa yaitu: Paris,

Barcelona dan Sarlat diperoleh beberapa simpulan dalam konesrvasi pusat kota

lama.

3.1 Pendekatan dan Metode Teoris

3.2 Metoda Konservasi: Pembelajaran dari kota-kota eropa

3.2.1 Barcelona 3.2.2 Paris 3.2.3 Sarlat

3.2.4 Beberapa Pembelajaran konservasi kota-kota eropa

Konservasi kota-kota Eropa telah dilakukan dalam arti morfologi dan arsitektur.

Hal ini telah memberikan kontribusi besar untuk melestarikan warisan perkotaan

dan untuk mengingatkan spirit budaya kota kuno. Awalnya, pertumbuhan

penduduk memicu perubahan kota. Revolusi industri telah menghasilkan imigrasi

dan perluasan kota. Karena pertumbuhan dan ekstensi ini kota memburuk,

terlalu padat dengan kualitas hidup (kesehatan, teknik) menurun. Atas nama

rehabilitasi, renovasi dan modernisasi, perubahan kota dilakukan. Dalam proses

ini, konservasi muncul seiring dengan pembangunan. Risiko kehilangan warisan

budaya dan sejarah yang sangat berharga, telah mendorong kebijakan

pembangunan untuk mempertimbangkan pelestarian, sebagian di Barcelona dan

Paris dan seluruh Sarlat.

Dalam semua kasus, keputusan konservasi diambil untuk melestarikan memori

bersejarah melalui bentuk-bentuk fisik, material dan arsitektur. Tetapi kebijakan

ini juga telah berhasil mempertahankan dan mengirimkan pesan spiritual yang

dilakukan oleh benda dipertahankan. Beberapa metode kunci dari keberhasilan

ini dapat dikembangkan untuk menkonservasi spirit budaya kota Bali:

Page 64: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

348

kejelasan perubahan morfologi dan kontinuitas,

peran sistem sirkulasi,

peran ruang publik,

peran budaya dalam konservasi.

dominasi negara dalam kebijakan konservasi.

A. Perubahan dan keberlanjutan morfologis

Secara morfologis, kota-kota yang diteliti dipisahkan ke dalam pola lama dan

bentuk modern. Bersama-sama, model ini membentuk kota saat ini yang ditempa

oleh sejarah. Kota-kota ini adalah sebuah buku yang hidup dari sejarah bangsa

yang tinggal di sana. Kebijakan konservasi kota yang diteliti mempertahankan

bangunan dan lingkungan mengingatkan gaya, simbol dan nilai-nilai budaya

utama masyarakat lama. Bangunan umum seperti balai kota, gereja, lapangan,

pasar, dan ruang dan taman-taman publik menjadi monumen warisan. Secara

umum, monumen ini dikelompokkan sesuai dengan usia mereka dan membentuk

rantai komposisi perkotaan yang dilestarika. Karena setiap generasi membentuk

kota sendiri dengan nilai-nilai budaya dan agama, membentuk bersama sejarah

dalam morfologi kota yang diteliti. Bagian yang dilestarikan melambangkan

kontinuitas nilai-nilai budaya dan keberadaan bagian lainnya melambangkan

perubahan. Proses perubahan dan kesinambungan dapat dibaca dalam morfologi

kota yang diteliti. Konservasi monumen yang mengingatkan nilai pada masanya

berhasil membentuk struktur sejarah dan morfologi kota.

B. Dua wajah sistem sirkulasi

Dalam konservasi kota yang distudi, batas fisik antara yang lama dan yang baru

adalah yang paling menarik. Peran sistem sirkulasi yang luar biasa dalam konteks

itu. Wajah pertama dari sistem ini adalah untuk meningkatkan kualitas kota.

Karena densitasnya, kota perlu diperluas. Penciptaan sistem lalu lintas baru telah

memfasilitasi ekspansi ini, tetapi juga memprakarsai penghancuran bangunan

Page 65: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

349

yang ada. Pembongkaran terbukti tak terelakkan. Penciptaan Jalan Republik di

Sarlat, pengembangan Paris di bawah prefektur Haussmann adalah contoh

fenomena ini.

Sistem sirkulasi juga menyimpan jejak sejarah kota. Ini membatasi setiap tahap

perkembangan. Ini perubahan batas-batas lama, benteng, batas alam. morfologi

Paris menyajikan tahap ini perkembangan dari kota Gallo-Romaw hingga saat ini,

berkat sistem sirkulasi yang menggantikan berturut-turut berbagai benteng. Di

Sarlat, sistem ini menggantikan benteng tua dan menjadi batas antara yang lama

dan yang baru, sementara di Barcelona sistem ini mengubah batas alam (rantai

bukit) dan memberikan kesempatan untuk ekstensi tetapi pada saat yang sama

mendefinisikan kota tua dan modernitas.

Mengelola aliran waktu telah mengembangkan wisata pejalan kaki dan kegiatan

budaya. Menghentikan lalu lintas di kota tua di pasar Sarlat siang hari, misalnya,

memberikan kesempatan bagi Sarladais untuk melanjutkan tradisi kuno mereka:

musik, warga makanan dan bir tradisional. Ini adalah sama di kota tua dari

Barcelona di mana lalu lintas dibatasi. Penciptaan sistem sirkulasi dengan

pertemuan pusat-titik warga melewati spirit budaya kota dengan tradisi.

Metode konservasi dengan menciptakan sistem sirkulasi untuk menentukan bukti

sejarah memberikan kesempatan bagi kota menjadi lebih mudah dibaca. Dibaca

dalam arti morfologi, sejarah, sebagai dibaca untuk mendefinisikan kota sebagai

Lynch telah didefinisikan: jalan, penanda titik, tepi, borough dan node. Untuk

setiap jejak, dan setiap bagian dari kota menyandang nilai-nilai, arti dan spirit asli.

Sistem ini juga menempatkan nilai-nilai ini dan memberikan tampilan visual dari

identitas lokal.

Page 66: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

350

C. Peran ruang publik

Ruang publik yang terdiri dari jalan-jalan, taman umum dan kotak memiliki peran

penting dalam konservasi spirit budaya kota. Ini adalah katalis gerakan, ia

menyatukan investasi publik dan swasta, menghubungkan pusat dan pinggiran,

membawa masa lalu, sekarang dan masa depan kota, termasuk yang berbeda

sosial kelas, usia dan budaya. Ruang publik adalah untuk semua orang.

Unsur-unsur yang membentuk ruang publik adalah bangunan di sekitar, pohon,

kegiatan, fasilitas sanitasi (sampah, air mancur), selesai lantai, dll Mereka tidak

hanya memperkenalkan nilai-nilai estetika, tetapi juga nilai-nilai spirit tadi.

Pengeluaran depan Notre Dame de Paris ke rue Saint-Jacques dan rue Soufflot ke

Arenes de Lutece menyediakan pencetakan melalui kota saat ini; tapi rasanya

seperti misalnya spirit sebuah kota Romawi yang disebut oleh Thermes de Cluny,

sumbu cardo-Decumanus, spirit borjuis untuk Place des Vosges, spirit demokrasi

Perancis melalui Lapangan Bastille dan spirit masa depan di taman André-

Malraux di kompleks La Défense. Sensasi yang sama dirasakan di ruang publik dari

Barcelona, dari Plaza Sant Jaume ke Lluc-Mayor Square dan Via Julia di ekstrim

pinggiran Barcelona. Bahkan jika mereka dicampur dengan unsur-unsur modern,

item lama tetap mengingat nilai-nilai dan spirit tadi.

Dalam konteks konservasi spirit budaya kota, ruang publik muncul sebagai tema

kelangsungan budaya Eropa. Dengan distribusi perpindahan warga, ruang publik

juga menyoroti rasa kelangsungan kain perkotaan yang mengikat divisi yang

berbeda dan menghubungkan masing-masing untuk identitas lainnya. Melewati

ruang publik yang lain, tampaknya kita berpindah dari satu budaya ke yang lain,

dari satu era ke yang lain.

Politik ruang publik di kota yang diteliti, yang telah diawetkan ruang publik

mengingat simbol, nilai-nilai dan spirit tua, adalah tepat karena memungkinkan

untuk menghafal cerita. Sementara perilaku warga saat ini tidak lagi ditandai oleh

Page 67: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

351

nilai-nilai lama, generasi baru akan mengenali spirit mereka melalui bentuk-

bentuk materi dari ruang publik diawetkan. Pesan, simbol, identitas, peristiwa,

konflik ini terus spirit masa lalu dan ditularkan kepada generasi mendatang

melalui konservasi ruang publik.

D. Ruang Budaya

Jika kita berbicara tentang budaya dalam pelestarian kota, salah satu tidak bisa

mengabaikan apa yang membentuk ruang, isi materi dan dimensi spiritual serta

aktor. Setelah situs bersejarah yang diawetkan intervensi arsitektur formal

dengan baik inisiatif publik atau sektor swasta, jelas bahwa itu akan tetap dalam

kepemilikan negara. Oleh karena itu tidak mungkin untuk memberikan intervensi

pribadi atau swasta tanpa perjanjian formal. Semua tindakan arsitektur dan

budaya berada di bawah kontrol dan organisasi pemerintah. Meskipun kondisi

ini, peran individu dalam bidang budaya untuk mempertahankan warisan

arsitektur masih pusat budaya dan pertahanan spirit budaya. Dengan pelatihan

sosial budaya, ekonomi, seni dan pendidikan, spirit budaya kota menyebar ke

semua orang.

Gambar 12. Peran budaya dalan konservasi kota

Inisiatif Konservasi arsitektural

Public

Privat : Kolektif Individual

Situs bersejarah

Keberlanjutan budaya Penyebaran spiritual

Intervensi: Aturan

Menghidupkan: Activitss : sosial budaya, ekonomi Kreasi seni Pendidikan

Page 68: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

352

Budaya adalah dasar dari komposisi kota. Morfologi ditentukan oleh konsepsi

agama dan kosmologi. Kota ini berkembang, nilai-nilai budaya baik dan

mengubah keseluruhan. Melalui konservasi yang mengingatkan bagian yang

merupakan simbol dan nilai-nilai budaya dari setiap zaman, kelangsungan

morfologi membantu untuk memahami tahapan evolusi spirit kota. Dalam

pendidikan, nilai-nilai ini diwariskan dari generasi ke generasi. Pariwisata sebagai

bagian dari kegiatan ekonomi budaya memiliki peran penting tentang pesan

budaya yang ditransmisikan dari satu kota ke warga lain dan negara lain. Gambar,

patung, festival dan kerajinan mendukung komposisi perkotaan, mengabadikan

dan mengirimkan spirit kota.

E. Kebijakan publik tentang konservasi

Peran pemerintah sangat penting dalam konservasi kota-kota yang sedang

membangun sebuah warisan budaya dan dalam pilihan untuk menjaga. Peraturan

muncul sebagai salah satu alat kebijakan konservasi untuk menjamin

kelangsungan warisan arsitektur. Berkat peraturan formal, bagian fisik dari kota

yang diteliti, jika tidak semua, telah dipelihara dengan baik dan telah menjadi

pusat kegiatan budaya di mana identitas lokal diperkuat. Tapi kekuasaan juga

berkontribusi terhadap proses pembongkaran situs bersejarah atas nama

rehabilitasi dan pembangunan.

Dalam hal ini, peran masyarakat, baik secara individu maupun kolektif, sangat

penting. Hal ini dapat mengontrol kebijakan negara oleh kritikus, ilmuwan dan

debat parlemen, acara-acara publik, dll Dalam konservasi spirit budaya, peran

individu dapat dibaca. Festival keagamaan dan budaya, kehidupan sehari-hari,

standar perlindungan dan melestarikan nilai-nilai budaya kuno disampaikan dan

akhirnya spirit budaya yang diawetkan dalam segala bentuk.

Kerjasama antara peran negara dalam konservasi fisik dan arsitektur bangunan

dan bahwa individu yang mengejar kegiatan sehari-hari mereka sebagai

Page 69: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

353

pengguna ini penting untuk transformasi spirit kota secara keseluruhan budaya.

Meskipun dalam beberapa kasus tindakan ini termotivasi oleh kepentingan

ekonomi di bidang pariwisata, partisipasi semua bagian kota telah berhasil

menjaga pikirannya. Akhirnya, adalah mungkin untuk beradaptasi kerjasama

Negara dan masyarakat untuk pelestarian spirit kota Bali.

3.2 Konservasi spirit budaya Pempatan Agung: sebuah usulan

3.2.1 Prinsip Konservasi

Setelah mempelajari metoda konseravsi eropa, disusun usulan keonservasi spirit

budaya Pempatan Agung yang intinya berupa:

1. Mempreservasi kerangka konsep sakralitas dan tradisi, mengadaptasi fungsi

profan modern. Tekniknya adalah sebagai berikut

pemisahan spasial antara kota tua dan desa-desa adat baru dengan

sistem sirkulasi,

partisipasi warga dan badan pemerintah untuk organisasi sosial-budaya

dan ekonomi,

penciptaan sistem administrasi dan peraturan,

memanfaatkan ruang yang ada untuk menciptakan ruang publik sebagai

pusat budaya warisan.

Page 70: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

354

Gambar 13. Prinsip Usulan Konservasi

3.2.2 Konservasi kosmologis

Desa Adat bagi masyarakat Bali adalah kosmos, tiruan dari dunia dewata yang

terdiri dari tiga elemen (Tri Hita Karana) Parhyangan (hubungan manusia dengan

tuhannya), Pawongan (hubungan manusia dengan manusia ) Palemahan

(hubungan manusia dengan alam). Berkat keseimbangan antara ketiga hubungan

ini, orang Bali mendapatkan kebahagiaan, kemakmuran dan kedamaian. Jika

keseimbangan ini terganggu, kehidupan sehari-hari orang Bali terganggu. Oleh

karena itu, dunia imajiner ini harus dipertahankan hanya dengan mengubah batas

kosmologi desa adat dalam bentuk fisiknya.

Perubahan yang diusulkan adalah penciptaan sistem lalu lintas di sekitar desa

adat. Sistem ini harus mendamaikan konflik lalu lintas, pejalan kaki dan warga.

Memodifikasi batas bekas wilayah desa adat dan spasial memisahkan bagian lama

baru. Batas desa adat lama dibuat jalan umum dan dikendalikan

pertumbuhannya. Diliur harus menyesuaikan dengan bentuk lama

Adaptasi

Sakral:: Orientasi kosmologis Simbol religius

Préservasi

Modernitas Technologie Solusi spasial Organisasi administratif Fungsi

Tradisi:

Organisasi spasial Upacara ritual Organisasi sosial Prosesi

Profan : nilai dan simbol Ékonomi Politik Sosial

Page 71: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

355

Gambar 13. Memisahkan Desa Adat dengan daerah pengembangan Melalui sistem sirkulasi

Gambar 14. Konservasi kerangka kosmologis

Desa Adat

Batas

Expansi

spatial:Modernitas

Desa Adat

N

Pura

Pura Dalem Kuburan

Pempatan Agung : Prioritas pejalan kaki Zona sakral dan publik Zona dengan konservasi ketat

Permukiman : Prioritas untuk warga Zona profan dan komersial Zona adaptasi

Page 72: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

356

3.2.3 Penataan administratif

Dualisme administratif adalah masalah utama yang sering menimbulkan

kesemrawutan wewenang. Maka dualisme ini harus diakhiri. Kedua sistem

kekuasaan sebaiknya dimerger atau dihapus salah satunya.

Page 73: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

357

BAGIAN KEEMPAT: KESIMPULAN UMUM

4.1 Hasil

Seperti yang telah diuraikan di bagian pertama, kota ini memiliki banyak aspek:

alam, budaya, masyarakat, pertahanan, ekonomi, estetika, teknologi, dll mereka

bertanggung jawab untuk morfologi perkotaan yang bervariasi dari satu kota ke

kota lain. Perbedaan dalam gaya hidup antara masyarakat modern dan

tradisional, misalnya, tercermin dalam perbedaan antara kota modern dan kota

tradisional. Jika kota modern dapat dipelajari dalam hal teknologi, ekonomi,

kesehatan dan estetika, kota tradisional bisa lebih jauh dari budaya, agama,

struktur sosial dan nilai-nilai yang diwariskan. Kota-kota modern hasil dari

komposisi ruang yang berbeda dalam fungsi, diprioritaskan antara publik dan

swasta, dan berorientasi oleh oposisi depan / belakang atau luar / dalam; tentang

kota tradisional, mereka didasarkan pada ruang simbolik yang membuat

perbedaan antara pria dan wanita memprioritaskan sakral dan profan, panduan

bagian atas dan bawah. Meskipun morfologis ada beberapa kesamaan, dalam

kota tradisional terdapat dimensi tersenbunyi yang berkaitan dengan sistem

sosial dan budaya. Pencarian ini telah membawa kita pada realitas praktek

perencanaan tata ruang, yang cenderung mengabaikan dimensi ini, karena

pembangunan dipahami sebagai pertumbuhan dan perbaikan kuantitatif,

ditandai di atas semua oleh ekonomi . Akibatnya, pendekatan budaya

terpinggirkan. Namun, harus dpertimbangkan praktek kehidupan sehari-hari

individu, yang memberikan kualitas manusia ke kota. Keseimbangan antara

pendekatan kualitatif dan kuantitatif dalam perencanaan tata ruang bisa menjadi

alat untuk melestarikan spirit budaya kota tanpa mengabaikan kondisi teknis.

Penelitian ini telah menyoroti keberadaan konsepsi kosmologi, terutama di kota-

kota timur, spirit lokal yang menjaga menghadapi globalisasi yang dibawa oleh

Page 74: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

358

pembangunan. Hal ini membantu untuk memahami implikasi dari aspek budaya

dalam perencanaan perkotaan. Ketidaktahuan aspek ini dalam pengembangan

kota hancur kerangka kosmologis; melanggar ikatan emosional antara kota dan

orang-orang yang membangunnya, dan akhirnya kehilangan orientasi di tengah

ruang hidup. Kota di dunia timur, adalah transformasi kosmos, pusat kosmologis

yang diwujudkan di semua fasilitas sosial, budaya dan politik. Jika untuk kota di

dunia Barat hal ituyang hanya bisa menjadi warisan arsitektur, untuk dunia timur

tetap bagian hidup sehari-hari, yang memberikan nilai tambah melalui

pengalaman religius. Ini adalah titik pusat dari mana penduduk bergerak relatif

terhadap sumber dan relatif terhadap dunia luar, bahkan dengan Cosmos. Kota

sebagai cermin dari masyarakat adalah terjemahan dari nilai-nilai yang berlaku

dan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari manusia. Ini bukan hanya

penciptaan kehendak manusia, tetapi juga kehendak dewata. Meskipun budaya

berubah, perubahan hanya mempengaruhi pinggiran, dan inti budaya tetap

dalam kontinuitas, yang mengatakan bahwa perubahan sangat lambat. Agama

menjadi inti budaya di kota-kota dan berlanjut dalam proses konstruksi dan

melambangkan kekuatan identitas lokal, bahkan di kota-kota Barat kontemporer.

Transformasi spasial telah dianalisis melalui nilai-nilai budaya dimana kota Bali

dibangun dari desa-desa tradisional. Dua puluh tujuh desa yang diteliti

menerapkan konsep yang sama dalam transformasi yang berbeda disesuaikan

dengan lokasi mereka dan tingkat politik-administratif puri. Kebanyakan desa

(86,36%) menghormati lokasi yang tepat yang memberikan kemakmuran kepada

masyarakat. Ini adalah lokasi puri di empat divisi dari Pempatan Agung. Ini adalah

manifestasi dari kekuasaan raja di Bali sosial, budaya dan agama. Meskipun

tingkat transformasi yang berbeda, posisi puri sebagai pusat kosmologis penting.

Semua divisi spasial, budaya dan agama tergantung pada lokasi puri. Puri masih

memiliki peran dalam sosial, budaya dan agama, bahkan setelah perubahan rezim

politik. Tanggung jawab, perilaku teladan, dan terutama sistem kasta sosial,

memberikan keluarga kerajaan kemungkinan memegang peran mereka secara

Page 75: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

359

permanen. Legitimasi agama kekuasaan raja sangat penting bagi anggota sebuah

desa adat. Itu berhasil menjadi dalam spirit bersama masyarakat semua anggota

desa untuk membuat keputusan untuk pembangunan, merupakan hal yang

fundamental sebelum kekuasaan berasal dari desa administratif. Hal ini

merupakan identitas lokal Bali dalam keragaman budaya Indonesia. Dapat

dikatakan bahwa, untuk melestarikan identitas lokal, kehendak individu dan

kelompok yang dipimpin oleh pemimpin budaya dalam struktur organisasi

tradisional cukup efektif untuk menghindari dampak negatif dari modernitas.

Fasilitas di Pempatan Agung berubah akibat pembangunan. Tempat-tempat suci

yang melemahkan nilai utama Pempatan Agung (vakum adalah konten, konten

adalah kosong) ditambahkan ke "titik nol" dari Pempatan Agung, Wantilan

menjadi daerah komersial atau pusat administrasi, pohon-pohon beringin yang

dipotong , puri menjadi hotel. Tetapi jika kita memeriksa angka, perubahan ini

ditoleransi. Terlepas dari "titik nol" dari Pempatan Agung, tidak pernah berubah

proporsi fasilitas umum melebihi 50%. Perubahan yang paling umum diamati di

perkotaan Pempatan Agung. Tapi perubahan ini tidak mengubah aspek sosial,

budaya dan agama. Bahkan jika hal itu menyebabkan adaptasi perilaku, mereka

selalu mengikuti model yang sama. Sosial, budaya dan agama adalah sama di

kelurahan dan desa adat kebiasaan di pedesaan. Kekuatan budaya Bali adalah

standarisasi gaya hidup. Istilah Barat "urban" dan "rural" masih tidak relevan

untuk membedakan kota dan desa di Bali. Ketersediaan teknologi, otomotif,

kompleksitas fungsi ruang, semua elemen pinggiran budaya pasti membantu

membedakan komposisi ruang kota dan desa, tapi pusat hampir selalu sama.

Teori inti budaya Amos Rapoport berlaku di kota Bali. Agama, kepercayaan,

struktur sosial dan budaya adalah unsur kekuatan tradisi untuk menghadapi

tekanan modernitas.

Hasil penelitian menunjukkan perubahan spasial pada nilai-nilai kosmologis.

Seperti diketahui, di Pempatan Agung perkotaan, tingkat perubahan lebih tinggi

Page 76: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

360

dari Pempatan Agung pedesaan. Pentingnya kekuatan politik kerajaan adalah

faktor utama untuk perubahan ini sejak kolonisasi berubah peran dan kekuasaan.

Dengan demikian, nilai-nilai tata ruang telah berubah. Di tingkat desa dan

arsitektur, pembangunan telah menyebabkan kebingungan antara sakral dan

profan. Namun, pembagian ruang ini sangat penting dalam budaya Timur.

Kelanggengan nilai-nilai budaya ruang tergantung pada partisipasi penduduk

dalam kerangka politik negara. Untuk melestarikan nilai-nilai budaya, perlu

ditekankan faktor perubahan dan kontinuitas karena itu penting untuk

mengontrol dan saling memperkuat.

Keprihatinan ini terinspirasi konservasi kota-kota Eropa yang telah dipelajari:

Barcelona, Paris dan Sarlat. Meskipun modernitas adalah mesin dari kehidupan

sehari-hari saat ini, negara dan partisipasi masyarakat untuk mengontrol

perkembangan memainkan peran utama. Oleh karena itu, pusat-pusat kota tua

yang terpelihara dengan baik, juga nilai-nilai budaya mereka. Pusat-pusat

keagamaan adalah ruang publik yang dikonservasi dengan baik dan memastikan

adanya keabadian budaya kota.

Dari semua penelitian tersebut, empat refleksi penting muncul dalam tiga bagian.

Kekhawatiran pertama pentingnya pendekatan budaya untuk pembangunan

perkotaan, kedua peran spirit kota pada globalisasi pembangunan, ketiga untuk

mengembangkan konsepsi Pempatan Agung di proyek rancang kota.

Penelitian prospektif ini dapat menjadi refleksi tentang kemungkinan

menggunakan pendekatan budaya untuk proyek perkotaan, pengembangan

konsepsi sebagai Pempatan Agung yang merupakan warisan masa depan, dan

refleksi tentang status ruang publik di dunia Timur.

Page 77: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

361

4.2 Pentingnya pendekatan budaya dalam pembangunan

perkotaan

Kota sebagai produk budaya mengubah nilai-nilai budaya pada waktu yang

berbeda. Nilai-nilai budaya didasarkan pada pandangan manusia tentang hidup

dan ketergantungan mereka pada alam. Nilai-nilai yang berkembang, membuat

bentuk kota juga berubah.

Awalnya, bentuk kota tergantung pada sifat dan keyakinan di dunia ilahi. Lokasi

itu dipilih sesuai dengan kesuburan tanah. Pusat kota adalah perwujudan

kekuatan ilahi ditranskrip oleh sumbu, pusat energi nilai supranatural dan sakral

dan profan spasial. Perkembangan monoteisme memicu kota modern dengan

gereja-gereja atau masjid, pasar dan ruang publik (seperti Agora). Perang antara

kekuatan politik telah membuat kota menjadi pusat pertahanan dengan

menciptakan kota-kota benteng. Selanjutnya, pengembangan menunjukkan

bahwa pusat kota telah dikembangkan di bawah pengaruh faktor yang paling

menentukan dalam masyarakat. Kota dengan industri listrik, telah menjadi pusat

ekonomi; dengan kekayaan budaya itu bisa menjadi pusat wisata.

Dari semua faktor yang telah membentuk kota, nilai-nilai agama yang lebih tahan.

Studi tentang tiga kota Eropa (Barcelona, Paris dan Sarlat) menunjukkan bahwa

pusat-pusat keagamaan (gereja) yang tahan terhadap perubahan budaya dan

arsitektur, bahkan jika fréquention mereka kurang dengan modernitas budaya.

Hambatan dari faktor agama juga dibuktikan oleh studi dari Agung Pempatan

sebagai pusat magis dan religius dari Cosmos (desa adat). Teknologi, ekonomi bisa

tumbuh tapi nilai-nilai agama bertahan ketika merencanakan proyek perkotaan,

bahkan jika itu tidak menyangkut konteks pelestarian pusaka.

Perencanaan kota modern menjadi lebih kompleks. Masalah alam dan sosial

budaya tidak lagi satu-satunya yang perlu diperhitungkan; ada juga teknologi,

Page 78: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

362

ekonomi, politik, estetika, kesehatan dan prestise bangsa. Setelah keseragaman

fasad karena pentingnya globalisasi dan modernitas, kota, oleh bentuk, berusaha

untuk menegaskan identitasnya. Oleh karena itu faktor alam dan budaya muncul

kembali dalam perencanaan kota modern, untuk memperkuat identitas lokal

melalui konservasi bangunan tua, unsur-unsur alam yang dominan dan unsur-

unsur budaya lokal (kegiatan, simbol) serta dimulainya kembali bentuk dan nilai-

nilai lama menjadi kreasi baru. Konservasi menjadi faktor yang signifikan dari

perencanaan kota modern.

Mengingat faktor budaya aspek yang terkait dengan identitas lokal dan

keberlanjutan pembangunan, memberikan kesempatan untuk mempromosikan

wajah tertentu kota. Dari perspektif budaya, tujuan pembangunan harus

menyesuaikan dengan manusia karena persyaratan setiap manusia tidak identik.

Tujuan ekonomi bukan satu-satunya tujuan pembangunan, jelas bahwa standar

kuantitatif (PDB, kebersihan, dll) tidak dapat sama untuk semua masyarakat.

Harus mengadaptasi masalah global terhadap pengelolaan lahan dan

pengembangan nilai-nilai universal dengan cara harus melihat kehidupan dan

mengelola ruang masing-masing masyarakat.

Sebagai suatu disiplin, Perancangan kota relatif baru. Di dalamnya tidak banyak

dipelajari dan digunakan pendekatan budaya kecuali sebagai objek pelestarian.

Namun, dari studi sejarah pembentukan kota, di bagian pertama menunjukkan

peran budaya. Studi tentang Pempatan Agung juga menunjukkan bahwa kita

dapat memperhitungkan faktor-faktor budaya aspek dalam menentukan bentuk

kota. Dari konsepsi kosmologis Hindu, konsepsi tata ruang Pempatan Agung

berlaku untuk perancangan kota Bali masa depan , bahkan untuk kota-kota baru.

Hal ini dapat diterapkan sebagai roh kota Bali yang dimaksudkan untuk

menyeimbangkan material dan perkembangan spiritual. Untuk pendekatan

budaya, sumber budaya dan nilai-nilai lokal dapat dikembangkan sebagai titik

awal proyek perkotaan.

Page 79: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

363

4.3 Spirit kota: dimensi lokal globalisasi

Spirit kota mengungkapkan kesatuan perilaku, emosi dan pengetahuan yang

dialihkan secara fisik, kegiatan satuan dan fungsi, makna dan sistem simbolik dari

masyarakat. Dengan demikian, masing-masing kota memiliki bentuk tertentu

yang yang memanifestasikan identitasnya. Jika potensi penuh spirit kota

dimobilisasi dengan rancanga, tidak ada alasan untuk takut pada keseragaman.

Masing-masing kota adalah unik karena masing-masing memiliki spirit. Kita dapat

menggunakan nilai-nilai budaya disesuaikan dengan kondisi alam di proyek

perkotaan untuk kota-kota masa depan.

Penelitian ini telah menunjukkan bahwa bahkan jika asal formasi kota Bali adalah

sama (konsepsi kosmologi dari Pempatan Agung sebagai pusat), mereka memiliki

wajah yang berbeda satu sama lain. Pendekatan budaya harus disesuaikan

dengan fitur alam lokal untuk membuat perbedaan dalam komposisi ruang di

kota. Sebagai tema budaya, spirit kota yang berkembang mengikuti tren budaya

penduduk. Untuk identitas sebuah kota diabadikan, nilai-nilai budaya tertentu

yang dikonservasi.

Konservasi pertama adalah terkait dengan ruang membawa nilai-nilai budaya

lokal. Ruang suci adalah aspek penting dari masyarakat tradisional, seperti ruang

publik dalam masyarakat modern. Melestarikan ruang ini akan terus di memori

nilai-nilai budaya tertentu dihormati oleh masyarakat saat ini. Menjaga nilai-nilai

lokal di zona konservasi tertentu dan mengembangkan nilai-nilai modern secara

terpisah memberikan kesempatan untuk menciptakan keragaman budaya dari

kota tanpa mengabaikan tujuan pembangunan ekonomi. Pendekatan budaya

memungkinkan kita untuk mengekspresikan orisinalitas dari sekelompok

masyarakat.

Kedua, perencana dan pengembang proyek perkotaan harus memperhitungkan

partisipasi masyarakat lokal dalam pekerjaan mereka pada aspek modern

Page 80: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

364

pembangunan. Partisipasi ini memberi mereka kemampuan untuk mengakses

dimensi budaya dan budaya lokal, beradaptasi dengan perencanaan modern.

Partisipasi pelaku yang membawa nilai-nilai budaya dan mengekspresikan

legitimasi lokal, meningkatkan kapasitas mereka untuk bernegosiasi untuk

mendapatkan pengakuan akan eksistensi mereka. Negara memiliki peran untuk

dapat mengontrol pendekatan ini sehingga partisipasi mereka dapat memberi

ruang untuk minoritas dan semua kepentingan budaya dan ekonomi. Seperti

pembangunan merupakan isu utama bagi semua masyarakat, partisipasi sektor

swasta baik di tingkat kolektif dan individu diperlukan, terutama pada bidang

material. Jika semua pihak terorganisasi dengan baik dan semua kepentingan

dipahami, pelestarian spirit kota dapat direncanakan untuk memenuhi

kebutuhan identitas lokal

A. Desa Adat: teritorialisasi konsepsi budaya

Asal konsep desa tradisional Bali adalah desa adat desa atau pakereman. Ini

merupakan satu kesatuan baik sosial, budaya dan tata ruang. Sebagai unit sosial,

kota adat berdasarkan stratifikasi dan organisasi masyarakat dan hukum adat.

Sebagai unit budaya, itu termasuk kegiatan budaya, festival keagamaan, agama,

keyakinan dan konsepsi kosmologi. Sebagai satu unit spasial, itu terbagi menjadi

kuil jaringan (Parahyangan), wilayah (palemahan) dan rumah (pawongan).

Aturan sosial, budaya dan tata ruang ini adalah manifestasi fisik dan simbolik dari

nilai-nilai lokal Bali. Dia adalah lembaga yang sah yang dialihkan ke dalam aturan

(hukum adat atau tidak, nilai-nilai sosial), yang memiliki peran dalam kehidupan

dan ruang kolektif. Ia mengatur semua kegiatan individu dalam kehidupan sehari-

hari sosial budaya, ekonomi dan politik. Ia adalah kekuatan penting masyarakat

Bali menghadapi tekanan modernitas. Ia adalah cara untuk Bali untuk

menciptakan ruang sebagai wilayah simbolis dan teknologi.

Page 81: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

365

Semua diterjemahkan ke dalam bentuk spasial desa adat yang membentuk kota.

Perubahan tata ruang, terutama di pusat kota, di mana semua kekuatan sosial-

budaya, politik dan ekonomi, mencerminkan evolusi nilai kosmologis. Di desa

yang diteliti, hal ini menjadi kabur karena semua batas dilarutkan dalam konsepsi

pembangunan modern. Masyarakat Bali selalu menghormati nilai-nilai budaya,

dan pelestarian desa adat untuk memastikan kesatuan sosial dan ruang budaya:

desa adat Bali adalah faktor utama ketahanan budaya dan kemungkinan

kontinuitas spasial dan budaya. Ia juga merupakan katalis Bali untuk membentuk

konsepsi pembangunan berkelanjutan di tingkat lokal. Dengan

mempertimbangkan semua elemen sosial budaya dan tata ruang desa adat,

dalam pembangunan harus mengarah pada pengakuan individu dan

meningkatkan fitur dari wilayah yang berbeda.

B. Konsepsi Pempatan Agung Bali dalam proyek Perancangan Kota

Hubungan manusia dan budaya dan kota yang baik harus dikembangkan melalui

praktek-praktek yang terkait. Proyek pernacangan kota bisa menjadi perantara

dan penggunaan konsepsi dalam konservasi kota Pempatan Agung Bali. Ini akan

membawa lebih banyak solusi untuk masalah tata ruang, khususnya melemahnya

batas kosmologis di desa-desa tradisional Bali. Ini juga akan mendorong refleksi

tentang dinamika perubahan tata ruang desa tradisional Bali yang terancam oleh

modernitas, pada partisipasi masyarakat dalam konservasi, pada akulturasi dan

kepercayaan orang Bali pada penataan ruang. Sebaliknya, kehidupan sehari-hari

orang Bali akan menjadi lebih heterogen karena migrasi dan pariwisata. Populasi

yang berasal dari wilayah lain dengan lainnya budaya, non-Hindu, membutuhkan

ruang untuk menegaskan identitas mereka sebagai warga negara Indonesia.

Sehingga semua warga memiliki tempat mereka di kota, refleksi pada

keanekaragaman budaya harus dilakukan bersamaan dengan refleksi pada

perencanaan tata ruang.

Page 82: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

366

Konsepsi Pempatan Agung yang dipelajari menyediakan kemampuan untuk

memperhitungkan realitas ini. Melampaui komposisi spasial puri (pusat

kekuasaan), yang Wantilan / Bale Banjar (pusat sosial), alun-alun (ruang publik),

pura (pusat keagamaan) dan pasar desa (pusat ekonomi), ada nilai-nilai budaya.

Pempatan Agung adalah ruang simbolik yang membawa arti kosmologis, sosial

dan tata ruang. Dalam unit desa adat, dia memiliki spirit magis-religius,

kolektivitas dan sentralitas. Pusat-pusat Pempatan Agung adalah pusat kuasa

dewata dan buthakala yang dilambangkan dengan akumulasi kekuatan magis

yang dapat membawa kesejahteraan bagi rakyat. Mereka menghasilkan spirit

masyarakat untuk disemua strata sosial, pembagian generasi, jenis kelamin,

pekerjaan, suku, agama, budaya. Mereka menetralisir semua kekuatan dewata

dan buthakala di titik mikrokosmos melalui upacara ritual. Untuk semua dimensi

ini, Pempatan Agung membentuk karakter spasial kota Bali di mana, meskipun

perubahan dalam kekuasaan dan teknologi, mereka mengabadikan penyatuan

semua kepentingan penduduk.

Pempatan Agung Bali sebagai komposisi ruang kota memenuhi definisi kota

modern. Fungsinya pusat kekuasaan, ekonomi, agama dan jatuh dalam

masyarakat kota modern. Tetapi jika kita meneliti gaya hidup karena didasarkan

pada sistem sosial budaya lokal yang merupakan budaya agraris, mereka memiliki

kehidupan, perilaku, sikap, cara hidup, kegiatan sehari-hari yang identik antara

desa Bali dan desa perkotaan.

Sebagai pembentuk spasial, Pempatan Agung adalah daerah khusus yang

berkembang dari nilai-nilai budaya yang ditransmisikan oleh keputusan

kekuasaan politik dan berubah dari waktu ke waktu dalam logika geometris yang

sama. Mereka menyatukan semua penduduk dengan nilai-nilai budaya mereka.

Dalam dunia sekarang ini, mereka juga memenuhi sistem keseluruhan dari kota

administrasi dan sistem lokal adat, meskipun beberapa kesulitan sosial. Melalui

komposisi ruang mereka, mereka juga mewujudkan spirit yang tetap dalam

Page 83: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

367

perilaku individu, emosi umum dan pengetahuan. Dalam penampilan fisik

mereka, untuk kegiatan individu dan simbol yang terkandung di dalamnya, yang

Pempatan Agung cukup signifikan untuk diakui sebagai dasar identitas kota saat

ini Bali.

Di sisi lain, perubahan tata ruang Pempatan Agung terkait dengan faktor eksternal

dan internal (politik dan ekonomi, termasuk pariwisata). Pempatan Agung

perlahan berevolusi karena tantangan dan kebutuhan untuk beradaptasi dengan

perubahan organisasi kerja, pendidikan dan teknologi. Terlepas dari Pempatan

Agung perkotaan di mana, setelah kolonisasi, perubahan terjadi sangat cepat

namun tetap menjaga nilai-nilai masyarakat. Pempatan Agung berkembang

sesuai dengan dinamika horisontal yang disebabkan oleh kekuatan eksternal yang

mengakibatkan imitasi, yang asimilasi budaya dan akulturasi.

Peran aktor menentukan resistensi dan perubahan. Semua masyarakat Bali,

dalam bentuk desa adat merupakan faktor resistensi terhadap pengaruh budaya

lain (atau modernitas) dalam interaksi sosial. Meningkatkan kondisi ekonomi

karena pariwisata memberikan kemungkinan untuk meningkatkan fasilitas desa

adat Bali dan kehidupan budaya. Fungsi administrasi sebagai aktor luar

mempengaruhi interaksi sosial antara budaya dan akulturasi. Dalam proses

perubahan morfologi Pempatan Agung, perlawanan dari desa adat sangat kuat di

depan nilai-nilai dan kekuatan lainnya; mereka condong dengan mengubah

bentuk modern dan perilaku sociobudaya di ruang ini.

Namun, perpaduan tradisi dan modernitas dalam perencanaan tata ruang Bali

melawan konsepsi kosmologi. Dalam semua kasus yang diteliti, tren ini terjadi di

Pempatan Agung perkotaan. Kerangka kosmologi desa adat dikaburkan dalam

perluasan wilayah kota Bali. Pusat-pusat kekuatan magis menunjukkan

kemunduran mandala mereka karena pengembangan pusat-pusat ekonomi dan

kekuasaan, bercampur di pusat Pempatan Agung. Kerangka kosmologis

Pempatan Agung sangat terancam. Oleh karena itu ia membutuhkan alat untuk

Page 84: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

368

melindungi keberadaannya dalam budaya Bali. Perencana dan pengembang yang

bekerja pada perancangan kota harus memperdalam lebih rinci di bagian ini.

Proyek perancangan kota menghidupkan ruang kota sebagai alat konservasi dan

perantara antara modernitas dan tradisi, antara perubahan dan kontinuitas. Dari

Pempatan Agung konsepsi tata ruang, proyek perancangan kota akan

mengembangkan komposisi pusat kota Bali memprioritaskan ruang antara sakral

dan profan, dan juga mengarahkan mereka sesuai dengan aturan tradisional.

Tempat modernitas terletak pada perbedaan fungsi sedangkan perbedaan antara

pria dan wanita dalam rangka tata ruang tradisional Bali tidak ada lagi.

Alun-alun dan pusat kebudayaan seperti Wantilan, Bale Banjar dan pasar yang

merupakan fasilitas non-sakral dalam komposisi Pempatan Agung, potensial

untuk dikembangkan untuk mengakomodasi modernitas dan keberagaman

budaya, sedangkan pura, puri, pohon beringin, merupakan titik fokus dari

Pempatan Agung, orientasi dan elemen batas suci adalah wajib untuk dijaga dan

dilindungi secar ketat. Konsepsi Pempatan Agung memberikan kemungkinan

untuk mengakomodasi proyek perancangan kota bukan tradisi dan modernitas,

perubahan dan kesinambungan melalui adaptasi dari aspek di atas dan

memfasilitasi koneksi budaya atau pembangunan dengan pendekatan budaya.

4.4. Prospektif

A. Pendekatan budaya untuk proyek perkotaan

Budaya sebagai sumber perencanaan belum banyak digunakan dalam proyek

perkotaan. Hal ini dianggap sebagai dimensi manusia, yang digunakan untuk

mengatur ruang dan bangunan. Pada kenyataannya, pendekatan budaya telah

digunakan dalam waktu yang lama dalam pengembangan kota tradisional.

Penelitian ini juga menemukan peran nilai-nilai budaya dalam pembentukan kota

tradisional baik di dunia timur atau di Barat. Mereka mengontrol bentuk fisik,

Page 85: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

369

memprioritaskan dan membedakan ruang. Nilai-nilai budaya adalah kunci untuk

pengembangan kota masa depan di mana identitas lokal dianggap suatu

keharusan.

Penerapan pendekatan budaya dalam proyek perkotaan harus dipelajari secara

mendalam dengan faktor-faktor lain pembangunan, alam, teknologi, ekonomi,

politik, dll Studi multidisiplin sangat penting untuk menentukan formula yang

ideal untuk kota dari nilai-nilai budaya. Budaya sebagai spirit penduduk kota

membawa kualitas hidup. Kondisi fisik kota membawa kesehatan yang lebih baik

melalui manajemen lalu lintas, kebersihan, dll. Pendekatan budaya dalam proyek

perkotaan harus seimbang antara pendekatan fisik-ekonomi-politik dan

pendekatan sosial budaya. Ini harus memperlihatkan kemungkinan tradisi dan

modernitas, antara konservasi dan penciptaan, antara perubahan dan

kesinambungan dalam sejarah kota.

Kombinasi pendekatan ini dalam proyek perancangan kota, sumber dari banyak

transformasi ruang publik, membuat cermin kota dari kehidupan sehari-hari

penduduk, sejarah mereka dan identitas budaya mereka. Semua nilai-nilai ini

diubah oleh dinamika kehidupan sehari-hari di ruang publik: jalan-jalan,

promenade, taman dan kotak, dikelilingi oleh unsur-unsur lain dari proyek

perkotaan seperti dinding ruang terbuka. Untuk pendekatan budaya, proyek

perancangan kota yang menengahi antara arsitektur dan perencanaan, akan

membangun kota sebagai benang merah budaya lokal, tempat untuk manusia

dengan identitas mereka sendiri.

B. Pempatan Agung: Heritage Masa Depan

Hal ini dimungkinkan untuk mengembangkan konsepsi Pempatan Agung Bali

untuk mengatur ruang kota. Unsur-unsur penting dari pusat kekuasaan, Alun-

alun merupakan pusat budaya dan ekonomi yang membentuk pusat seluruh desa

Page 86: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

370

adat untuk mengeksploitasi potensi yang memperkuat spirit dan identitas kota

Bali masa depan .

Dengan penelitian menyeluruh dari unsur-unsur budaya dan morfologi yang

membentuk Pempatan Agung, proyek perkotaan dapat menggunakan konsepsi

ini untuk mengembangkan kota Bali di masa depan, baik untuk membangun kota-

kota baru, untuk melestarikan kota kuno. Kesulitan penelitian ini untuk

mengumpulkan data mengenai cerita morfologi rinci, daerah yang tepat dari desa

adat, komposisi demografis dari anggota desa adat dan anggota administrasi,

dapat diselesaikan dalam penelitian masa depan. Kemungkinan pengembangan

model ekonomi, politik, sosial, budaya, adat untuk menjaga desa dalam arti

morfologi tradisional didukung oleh kehidupan sehari-hari modern, merupakan

daerah kunci untuk memperkuat untuk menyelesaikan usulan morfologi ini.

Konsepsi Pempatan Agung sebagai salah satu nilai-nilai budaya tradisional telah

melewati politik, ekonomi, teknologi. Hal ini memainkan peran utama dalam

kehidupan sehari-hari di Bali keseimbangan antara kehidupan material dan

kehidupan spiritual. Penelitian ini menunjukkan tren ini. Oleh karena itu perlu

untuk mempertahankan konsepsi ini sebagai warisan budaya dalam penerapan

proyek kota Bali perkotaan untuk pekerjaan di masa depan. Berkat konservasi

morfologi dan arsitektur, nilai-nilai budaya yang membawa spirit kota akan

dipertahankan sebagai warisan budaya Bali dan memperkaya wajah kota-kota

terancam oleh modernitas.

Perkembangan konsepsi Pempatan Agung dalam proyek perkotaan masa depan

harus memperhitungkan partisipasi pemain kunci seperti anggota desa adat

Hindu dan non-Hindu, kebijakan pemerintah administrasi, para ahli di bidang

ekonomi, perencanaan, urbanisme, perencanaan, sosiologi, geografi, teknologi,

dan terutama para pemimpin agama (undagi yang), kepala tradisional dan dewan

dari Hindu Indonesia (Hindu Dharma Indonesia Parisada). Dimasukkannya semua

Page 87: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

371

ide-ide penting akan membantu untuk membuat adaptasi dan konservasi dalam

suatu komposisi diterima semua.

Spasial, proyek perkotaan juga harus memenuhi kutub ekstrim: tradisional dan

modern, suci dan profan, ekonomi dan mobil dan pejalan kaki sosial budaya,

administrasi dan adat. Melalui manajemen spasial proyek perkotaan, konsepsi

Pempatan Agung memiliki kemungkinan pemberian polaritas ini. Penekanan akan

ditempatkan pada konservasi dalam kaitannya dengan tradisi, pejalan kaki sosial

budaya, sakral, adat dan, dan adaptasi untuk memberikan modernitas, sekuler,

ekonomi, administrasi dan mobil . Penggunaan teknologi dapat membantu

membawa kutub ini dan menetralisir kontradiksi. Oleh karena itu kita harus

mencari strategi kompromi, cara konsiliasi untuk menyelaraskan polaritas dan

menciptakan ruang untuk keragaman budaya.

C. Untuk pendalaman status ruang publik di dunia Timur tradisional.

Umumnya, ruang publik mengacu fitur seperti ruang komunikasi publik atau

kegiatan rekreasi, mendukung diri mereka dalam kegiatan lain di situs yang sama.

Ada dua unsur utama, jalan dan alun-alun (Rob Krier, 1984; Cliff Moughtin 1992).

Secara khusus, area ruang publik adalah besar dengan bangunan di sekitar yang

dianggap dinding, besar dan kaku. Dalam aplikasi ruang modern, ruang publik

tercermin dalam "plaza / piazza" Italia atau "persegi" Inggris dan Plaza Perancis,

dimana teori ruang publik didefinisikan secara fisik.

Dalam diskursus geografi dan perencana kota, ruang publik memiliki posisi yang

menentukan. Dalam kehidupan sehari-hari "Eropa", kita bisa melihat bagaimana

ruang publik sangat penting; perayaan, resmi atau upacara militer yang terjadi di

ruang publik. Secara umum, budaya Eropa yang dapat dibaca dalam kehidupan

sehari-hari berhubungan erat dengan ruang dan bangunan umum; itu adalah

budaya jalan dan ruang publik. Ruang publik Eropa tidak ada secara kebetulan,

mereka direncanakan untuk mengakomodasi kegiatan sehari-hari manusia atau

Page 88: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

372

"membuat ruang untuk tindakan" (Heidegger, 1985). Perayaan, rekreasi,

olahraga, kehidupan sosial dan individu, bahkan kehadiran pecinta diterima di

ruang ini. Singkatnya, ruang publik adalah tempat visibilitas kehidupan sehari-hari

orang Eropa.

Pentingnya ruang publik dalam kehidupan Eropa terkait dengan kondisi alam dan

habitat. Empat musim mempromosikan habitat terkonsentrasi, rumah dekat satu

sama lain untuk mempertahankan panas. Sistem pertahanan, benteng, biaya

tanah juga didefinisikan pengembangan habitat dan meningkatkan densitas.

Akibatnya, jalan-jalan sangat sempit dan tidak cukup luas bagi warga untuk

bertemu untuk menampung kegiatan rekreasi dan budaya. Penciptaan ruang

publik di halaman depan gereja dan di sudut-sudut lingkungan memenuhi

kebutuhan manusia. Kami menemukan fenomena ini di kota-kota Romawi, kota-

kota abad pertengahan dan orang-orang dari Renaissance. Meskipun kota telah

diperbesar dan jalan-jalan telah melebar di kota-kota modern, ruang publik terus

memainkan peran penting dalam identitas budaya kota-kota Eropa.

Dalam tradisi Timur (Jepang, India, Cina, Korea dan negara-negara Asia Tenggara)

fenomena tidak ada. Penciptaan ruang selalu menjawab nilai kosmologis. Ruang

adalah imitasi dari makrokosmos. Setiap kota memiliki pusat yang terkait dengan

asal-usulnya, dunia luar. Model magis-simbolis ini dikalikan di setiap hunian.

Ruang terbuka (untuk membedakannya dari ruang publik) direproduksi untuk

melambangkan pusat dunia atau lantai dari hirarki ruang suci di rumah

(Yogyakarta, Solo, Kota Terlarang Beijing, kota Bali, Angkor). Menghubungkan

pusat mikrokosmos (kota) dan makrokosmos (dunia luar, sering dilambangkan

dengan gunung suci). Di dalam, orang menemukan bahwa kegiatan sosial-budaya

dan agama. Kita tidak bisa melakukan apa-apa di sana. Ini bukan ruang untuk

kehidupan pribadi.

Tapi tidak seperti kota-kota Eropa, rumah tradisional oriental (Jepang, Jawa, Bali)

terbuka. Sulit untuk menemukan ruang pribadi karena konsepsi yang memimpin

Page 89: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

373

konstruksi adalah sama untuk kota. Tetangga bisa bebas masuk rumah pribadi,

terutama di ruang keluarga yang terbuka (pusat simbol dunia). Pintu rumah

adalah simbol dari batas antara dunia akhirat dan bumi yang menghubungkan

pusat mikrokosmos untuk makrokosmos.

Istilah "pribadi" dan "publik" seringkali sangat membingungkan di dunia Timur.

Meskipun penciptaan ruang publik mengatakan "Eropa" atau "modern" (bukan)

berbanding terbalik di kota-kota timur saat ini, perilaku penduduk selalu berbeda.

Nilai-nilai lokal yang ditemukan dalam bentuk dibangun. Proyek perkotaan harus

memperkenalkan budaya lokal selama penciptaan ruang "publik", bahkan di kota

kontemporer.

« Si c’était à refaire, je commencerais par la culture » "Kalau ada yang harus dilakukan kembali, saya akan mulai melalui budaya"

(Jean Monnet)

Page 90: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

374

DAFTAR PUSTAKA

AGUNG, Anak Agung Ketut. Kupu-kupu Kuning yang terbang di Selat Lombok.

(Le papillon jaune qui a volé sur le détroit Lombok). Denpasar : Upada sastra, 1996

AGUNG, Anak Agung Gede Putra. Peralihan Sistem Birokrasi Kerajaan Karangasem 1890-1938. (Le changement du système bureaucratique du royaume Karangasem en 1890-1938). Thèse : Université de Gajah Mada : Jogyakarta, 1996

AGUNG, A.A.A.Putra. Sejarah Sosial Kota Singaraja. (L’histoire sociale de la ville Singaraja). Jakarta : Depdikbud, 1984

ALEXANDER, Christopher … [et al.]. A New Theory of Urban Design, Oxford : Oxford University Press, 1987. 251 p.

ALMEIDA-KLEIN, Susanne, La dimension culturelle du développement : vers une approche pratique, UNESCO, Manutention, 1994, 241p

AGNEW, John A. ; MERCER, John ; SOPHER, David E. The city in cultural context, Boston : Allen & Unwin, 1984. 299 p.

AUBARBIER, Jean-Luc. Sarlat. Rennes : Éditions Ouest-France, 1998. 32 p. AUGUSTIN , Jean-Pierre. Ville et culture, un nouveau rapport au monde, in Lieux

culturels et contextes de ville, AUGUSTIN, Jean-Pierre et LATOUCHE (dir.), Bordeaux, Maison des sciences de l’homme d’Aquitaine, 1998, p. 9-24.

AUGUSTIN , Jean-Pierre ; BERDOULAY, Vincent. Culture vivantes : variations et créativités culturelles en région. Sud-Ouest Européen, No.8, 2000, p. 1-4.

ALTMAN, Irwin ; Rapoport Amos et WHOWILL, Joachim F. (dir). Human behavior and environment : advances in theory and research. vol.4 : Environment and culture. New York : Plenum Press, 1980. 351 p.

ARGAN, Giulio Carlo. Projet et destin : Arts, architecture, urbanisme. [Saint-Maurice] : Les Éd. de la Passion, 1993. 280 p.

ASHIHARA, Yoshinobu. Exterior design in architecture. Traduction en

indonésienne par Gunadhi. Surabaya : Penerbit ITS, 1974, 144 p. AUROUX, Sylvain, Encyclopédie philosophique universelle : les notions

philosophiques, Dictionnaire I. Presses Universitaires de France, Paris, 1990, p.848-854

BACON, Edmund N. Design of cities. New York : Vicking press, 1974. 336 p. BARRE , François. Fabriquer du lien, fabriquer des lieux. Projet urbain n°. 13, août

1998, p. 4-5 BARNETT, Jonathan. An Introduction to Urban Design, New York : Harper & Row,

1982. 260 p. BARTHOLY, Marie-Claude et ACOT, Pascal. Philosophie, épistémologie, précis de

vocabulaire, Paris : Éditions Magnard, 1975. 160 p.

Page 91: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

375

BASSET, Catherine et PICARD, Michel. Bali, l’ordre cosmique et la quotidienneté. Autrement, Série Monde H.S.,1993, no.66, 243 p.

BASTIÉ, Jean et DÉZERT, Bernard. La ville, Paris : Masson, 1991. 415 p. BEAUJEU-GARNIER. Jacqueline. Traité de géographie urbaine. Paris :

Flammarion, 1977. 493 p. BEAUJEU-GARNIER. Jacqueline. Géographie urbaine. Paris : Armand Colin, 1980,

360 p. BENEVOLO, Leonardo. Histoire de la ville. Roquevaire : Parenthèses, 1983. 509 p. BERDOULAY, Vincent. Place, meaning and discourse in French language

geography. in The Power of place : bringing together and sociological imagination sous la dir. de John A. Agnew et James S. Duncan. Boston : Unwin Hyman, 1989. p.124-139

BERDOULAY, Vincent. Les valeurs géographiques. in Encyclopédie de Géographie sous la dir. Antoine BAILLY, Robert FERRAS et Denise PUMAIN. Paris : Economica, 1992. p.385-402

BERDOULAY, Vincent. Le lieu et l’espace public. Cahiers de Géographie du Québec, volume 41, n° 114, 1997, p 301-309

BERDOULAY, Vincent. Géographie culturelle et liberté. in Géographie et liberté : mélanges en hommage à Paul Claval. Paris : l’ Harmattan, 1999. p. 567-575

BERDOULAY, Vincent. et ENTRIKIN, J. Nicholas. Lieu et sujet : perspectives théoriques. L’Espace géographique, n°. 2, 1998, p.111-121

BERDOULAY, Vincent et MORALES, Monserrat. Espace public et culture :

stratégies barcelonaises. Géographie et culture, n° 29, 1999, p. 79-96 BERDOULAY, Vincent et SOUBEYRAN, Olivier. Le milieu, entre description et récit.

De quelques difficultés d’une approche de la complexité. in Milieu, colonisation et développement durable : perspectives géographiques sur l’aménagement sous la dir. de Vincent BERDOULAY et Olivier SOUBEYRAN. Paris : l’Harmattan, 2000. p. 25 – 37

BERDOULAY, Vincent et BIELZA DE ORY, Vicente. Pour une relecture de l’urbanisme médiéval processus transpyrénéens d’innovation et de diffusion. Sud-Ouest Européen, No.8, 2000, p. 75-81

BERDOULAY, Vincent ; CASTRO, Ina et GOMES, Paulo C. Da Costa. L’espace public entre mythe, imaginaire et culture. Cahiers de Géographie du Québec, Vol. 45, n° 126, 2001, p. 413-428

BERQUE, Augustin. Vivre l’espace au Japon. Paris : Presses universitaires de France, 1982.

BERQUE, Augustin. Médiance de milieux en paysage. Montpellier : Géographiques Reclus, 1990. 163 p.

BONELLO, Yves-Henri. La ville. Paris : Presses universitaires de France, 1996. 125 p.

BOURDIEU, Pierre. Outline of a theory of practice. New York : Cambridge University Press, 1977. 248 p.

Page 92: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

376

BRAND, Denis et DUROUSSET, Maurice. Dictionnaire thématique histoire géographie. Paris : Ed. Sirey,1989. 463 p.

BRODOVITCH, Michel. À quoi sert le contrôle architectural ?. Projet Urbain n° 13, août 1998, p.12-13

BRUNET, Roger ; FERRAS, Robert et THERY, Hervé. Les Mots de la géographie : dictionnaire critique. Montpellier-Paris : GIP Reclus et la Documentation française, 1992. 470 p.

BRUNO, Andrea. Esprit du lieu et authenticité. Projet urbain n° 13, août 1998, p. 6-11

BUDIHARJO, Eko. Architectural conservation in Bali. Jogyakarta : Gajahmada University Press, 1986, 113 p.

CAPANA, Antonio ; CAPANA CAPELLA, Margarita Campana et FORMELLS CASAS, Francesc. El mejor de Barcelona. Barcelona : A. Campaña, 1994. 128 p.

CAUVIN, Colette. Proposition pour une approche de la cognition spatiale intra-urbaine, Cybergeo, No.72, 2/01/99, http://www.cybergeo.presse.fr/geocult/ texte/COGNIMA.HTM

CATANESE, Anthony J ; SNYDER, James C. Introduction to Urban Planning. New York : McGraw-Hill, 1979. 455 p.

CHAMPIGNEULLE, Bernard. Paris : architectures, sites et jardins. Paris : Editions du Seuil, 1973. 639 p.

CHASTEl André. Le patrimoine. in Encyclopedia Universalis, 1990, p.220 CHENEIVIERE, Alain. Bali : une île en fête. Paris, Denoël,1990. 120 p. CHILDE, V. Gordon. The urban revolution. Town Planning Review, Vol. 21, 1950,

p 3-17 CHOAY, Françoise. L’allégorie du patrimoine. Paris : Seuil, 1992, 119 p. CHOAY, Françoise ; BANHAM, Reyner ; Baird Georges… [et al.]. Le sens de la ville.

Paris : Éditions du Seuil, 1972. 182 p. CLAVAL, Paul. La logique des villes : essai d’urbanologie. Paris : Litec, 1981. 633

p. CLAVAL, Paul. La géographie culturelle. Paris : Nathan, 1995. 384 p. COUTEAU, JEAN. Regard sur Denpasar, in Archipel 36, Paris, 1988, p 42-58 DAMANHURI. Sejarah kelahiran Kabupaten Dati II Jembrana. (L’histoire de la

naissance du département de Buleleng). 1993 [non-publié] DANISWORO, Mohammad. The need for appropriate development Guidelines in

urban heritage conservation. In Day Workshop on innovative planning technology for cultural heritage : Yogyakarta, 1994. [non publié]

DEGRÉMONT, Isabelle. Patrimoine et aménagement : étude géographique d’un outil d’aménagement, Thèse de doctorat de Géographie-aménagement sous la dir. de Vincent BERDOULAY, Pau : Université de Pau et des Pays de l’Adour, 1996. 495 p.

DELFANTE, Charles. Grande histoire de la ville : de la Mésopotamie aux Etats-Unis, Paris : Armand Colin, 1997. 461 p.

DENNIS, Michael. Court and Garden, From the French Hotel to the City of Modern Architecture. Cambridge : MIT Press, 1986. 285 p.

Page 93: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

377

DEVILLERS, Christian. Le projet urbain face à la logique sectorielle. Projet Urbain, n° 5, Septembre 1995, p. 4

DEVILLERS, Christian. Rendre l’espace à l’usage. Projet Urbain, n° 4, Mai1995, p.4

DIDIER MOLONGUET, Lise. L’acte culturel. Paris : l’Harmattan, 1998. 175 p. DORIER-APPRILL Elisabeth (dir.). Vocabulaire de la ville : notions et références,

Paris : Édition du Temps, 2001. 191 p. DUPUIS, Xavier. Culture et développement : de la reconnaissance à l’évolution,

Paris : Unesco, 1991. 174 p. DUPUY, Gabriel. L’urbanisme des réseaux : théories et méthodes. Paris : Armand

Colin, 1991. 198 p. ELIADE, Mircea. Le mythe de l’éternel retour : achétypes et répétitions. Paris :

Editions Gallimard, 1949. 255 p. ELIADE, Mircea. Images et symboles : essais sur le symbolisme magico-religieux.

Paris : Gallimard, 1952. 239 p. ELIADE, Mircea. Le sacré et le profane. Paris : Gallimard, 1965. 192 p. EPRON, Jean-Pierre (dir.). Architecture : une anthologie. Tome 1 : la culture

architecturale. Liège : Pierre Mardaga Editeur, 1992. 383 p. EVERSON, Norma. Paris : a century of change 1878-1978. New Haven : Yale

University Press. 1979. 382 p. FERRER, Amador. Barcelone : l’intégration par l’espace public. Projet urbain,n°11,

novembre 1997, p.10-11 FERRER, Amador. Barcelone : à chacun son remède. Projet urbain, n°11,

novembre 1997, p.12-13 FRANCE. MINISTÈRE DE L’ÉQUIPEMENT, DES TRANSPORT ET DU LOGEMENT. La

ville au risque de l’écologie ; questions à l’environnement urbain. Programme « Écologie urbain » Bilan d’un premier appel d’offres et état des lieux du programme, Juin 1997 (Rapport non publié]

GARNHAM, Harry Launce. Maintaining the spirit of place : a process for the preservation of town character. Mesa, Ariz. : PDA Publishers, 1985, 158 p.

GEERTZ, Clifford C. Negara : the theatre state in nineteenth century Bali. Princeton : University Press, 1980. 285 p.

GEERTZ, Clifford C. Bali : Interprétation d’une culture. Paris : Gallimard, 1983. 255 p.

GELEBET, I Nyoman. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. ( L’architecture traditionnel balinais). Denpasar : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokomentasi Kebudayaan Daerah, 1985. 476 p.

GERIYA, Wayan. Pariwisata dan dinamika kebudayaan lokal, nasional, global (Le tourisme et la dynamique culturelle locale, nationale, globale). Denpasar : Upada Sastra, 1995. 135 p.

Page 94: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

378

GESICK, Lorraine (dir.). Centers, symbols and hierarchies : essay on the classical state of Southeast Asia. New Haven, Conn. : Yale University Southeast Asia Studies, 1983. 241 p.

GINARSA, Ketut. 30 Maret Lahirnya Kota Singaradja. (Le 30 mars, naissance de la ville Singaraja). Singaraja : Indra Djaya, 1968

GOISSAUD, Antony. Haussmann et l’urbanisme parisien. in Architecture : une anthologie. Tome 1 : la culture architecturale sous la dir. de Jean-Pierre Epron. Liège : P. Mardaga, 1992. p. 137-140

GORIS, R. et Dronkers P. L. Bali : Atlas Kebudayaan, Cults and Costums. Jakarta : Republic of Indonesia, 1955. 208 p.

GREENE, Patrick. Looking at Paris. Paris Hachette Réalités, 1973. 155 p. GUILLAUME, Marc. La Politique du patrimoine. Paris : Edition Galilée, 1980. 196

p. HALL, Edward Twitchell. La dimension cachée. Paris : Editions du Seuil, 1971, 256

p. HARDOY, Jorge Enrique. Pre-Columbian cities. New York : Walker, 1973. 602 p. HAUMONT, Nicole ; JALOWIECKI, Bohdan ; MUNRO, Moïra et SZIRMAI, Viktoria.

Villes nouvelles et villes traditionnelles : une comparaison internationale. Paris : L’Harmattan, 1999. 341 p.

HEDMAN, Richard et JASZEWSKI, Andrew. Fundamentals of urban design. Washington, D.C. : Planners Press, American Planning Association, 1984. 146 p.

HEIDEGGER, Martin. L’Etre et le temps. Paris : J. Lechaux, 1985. 323 p. HEINE-GELDERN, Robert. Conceptions of state and kingship in Southeast Asia.

Ithaca, N.Y. : Dept. of Asian Sudies, Cornell University, 1956. 14 p. INSEE. Inventaire Communal 1998. [CD : Communoscopes Cartovisions] JACOBS, Allan. B. Great Streets. Cambridge, Mass. : MIT Press,1993. 331 p. JELLICOE, Geoffrey and JELLICOE, Susan. The lanscape of man : shaping the

environment from prehistry to the present day. 3e éd. New York : Thames and Hudson, 1995. 408 p.

JEUDI, Henry-Pierre. Le patrimoine en folie. Paris : Maison des Sciences de l’homme, 1989

KOENTJARANINGRAT, R. M. Kebudayaan, mentalitas dan pembangunan ( la culture, la mentalité et le développement ). Jakarta : Gramedia, 1981. 151 p.

LANCRET, Nathalie. La maison balinaise en secteur urbain : étude ethno-architecturale. Paris : Association Archipel, 1997. 303 p.

LARSEN, Svend Erik and PETERSEN, Annelise Ballegaard. La rue – espace ouvert. Odense : Odense University Press, 1997, 219 p. [voir]

LAVEDAN, Pierre. Géographie des villes. Paris : Gallimard, 1937. 207 p. LENIAUD, Jean-Michel. L’utopie française : essai sur le patrimoine. Paris : Éditions

Mengès, 1992. 181p. LÉVY, Jacques et LUSSAULT, Michel (dir.). Logiques de L’espace, Esprit des lieux :

géographies à Cerisy. Paris : Édition Belin, 2000. 351 p.

Page 95: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

379

LÉVY, Jacques. La mesure de l’urbanité. Urbanisme n°296, sept – oct. 1997, p.58-61

LYNCH, Kevin. The Image of the City, 1960 MAC RAE, Graeme S. Economy, ritual and history in a balinese tourist town.

Thèse : Auckland University,1997 MAKI, Fumihiko. Investigation in collective form. Saint-Louis : Washington

University,1964. 87 p. MANGIN, David et PANERAI, Philippe. Projet Urbain. Marseille : Éd.

Parenthèses,1999. 185 p. MANGUNWIJAYA, Johanes. Wastu Citra. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,

1985, 352 p. MARTOPO, S. Bali : balancing environment, economy & culture. [Waterloo, Ont] :

Department of Geography, University of Waterloo, 1995. 644 p. MASBOUNGI, Arielle. Quelle modernité pour l’espace public ? . Projet urbain n°

4, mai 1995, p.1 MAUBOURGUET, Jean. Sarlat et ses châteaux. Périgueux : Pierre Fanlac,

1967.107 p. MERLIN, Pierre. L’urbanisme. Paris : Presses universitaires de France, 1991. 127

p. MERLIN, Pierre. et CHOAY, Françoise (dir.). Dictionnaire de l’urbanisme et de

l’aménagement. 3° éd. revue et corrigée. Paris : Presses universitaires de France, 2000, 902 p.

MITAL, Ranjana. A Tradition for the future. in La tradition et la modernité : séminaire d’architecture. Jakarta : Université Mercu Buana, 1996. p. 415-436

MONNERAYE, Jean.Visage de l’Île-de-France. Paris : Horizons de France,1946.p11-74.

MONNET, Jérôme. La symbolique des lieux : pour une géographie des relations entre espace, pouvoir et identité. http://www.cybergeo.presse.fr/geoculte/ texte/monet.htm, 1998. 12 p.

MOUDON, Anne Vernez (dir.). Public streets for public use. New York : Van Norstrand Reinhold, 1987. 351 p.

MOUGHTIN, James Clifford. Urban design : street and square. Oxford : Butterworth Architecture, 1992. 211 p.

MUIJZENBERG, O. Van den, and WOLTERS W. Conceptualizing development. The historical-sociological tradition in Dutch non-western sociology. Amsterdam : Free university Press, 1988

NGURAH, AA Gde. Raja Bangli menjadi raja Buleleng. (Le roi de Bangli est devenu le roi Buleleng). Bangli, 1997 [non publié]

NORBERG-SCHULZ, Christian. Genius Loci : paysage, ambiance, architecture. Bruxelles : P. MARDAGA, 1981. 213 p.

NORBERG-SCHULZ, Christian. L’art du lieu : architecture et paysage, permanence et mutations. Paris : le Moniteur, 1997. 312 p.

Page 96: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

380

NORDHOLT, Henk Schulte. Bali : colonial conceptions and political change, 1700-1940 : from shifting hierarchies to « fixed » order. Rotterdam : Erasmus University, 1986. 62 p.

NORDHOLT, Henk Schulte. State, village and ritual in Bali : a historical perspective. Amsterdam : University Press, 1991. 50 p.

NORDHOLT, Henk Schulte. The spell of power : a history of balinaise politics, 1650-1940. Leiden : KITLV Press, 1996. 388 p.

PANERAI, Philippe ; DEPAULE, Jean-Charles et DEMORGON, Marcelle. Analyse urbaine. Marseille : Ed. Parenthèses, 1999. 189 p.

PARIMIN, Ardi Pardima. Fundamental study on spatial formation of island village : environmental hirarchy of sacred-profane concept in Bali. Thèse de doctorat : Université Osaka, 1986

PATURUSI, Syamsul Alam. Pengaruh pariwisata pada tata ruang tradisional Bali. (Les influences de tourisme de masse sur l’espace traditionnel balinais). Thèse aménagement du territoire de PWK-ITB : Institut Teknologi Bandung, 1988

PATURUSI, Syamsul Alam. Le problème des impacts culturels du tourisme à Bali (Indonésie) : vers une alternative planificatrice, Thèse de doctorat en Géographie-aménagement, sous la dir. d’Olivier Soubeyran, Pau : Université de Pau et des Pays de L’Adour, 2000. 256 p.

PREVELAKIS, Georges. Les Grandes métropoles comme carrefours des diasporas. http://www.cybergeo.presse.fr/culture/prevelak.htm, 1999. 8 p.

PURWA, Treh Pancoran. (Le dynastie Pancoran). Negara, 1976 [non-publié] PUTRA, I Gusti Made. Kekuasaan dan transformasinya dalam arsitektur : studi

budaya kasus puri Tabanan. (Le pouvoir et la transformation architecturale : une élaboration culturelle le cas du palais Tabanan). Thèse de Lettres : Université Udayana : Denpasar, 1998. 239 p.

QUANTRILL, Malcolm. The environmental memory : man and architecture in landscape of ideas. New York : Schocken Books, 1987. 214 p.

RAPOPORT, Amos. House form and culture. Englowood Cliffs, N.J. : Prentice Hall, 1969. 146 p.

RAPOPORT, Amos. Human aspect of urban form : toward a man-environment approach to urban form and design. Oxford ; New York : Pergamon Press, 1977. 438 p.

RAPOPORT, Amos. Asal Usul budaya permukiman. (Origin of the human settlement), dans CATANES, Anthony. J et SNYDER, James C : Pengantar Perencanaan kota, (Introduction to urban planning), traduction de l’anglais en Indonésien, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1986, p 38-82.

RACINE, Jean-Bernard. La ville entre Dieu et les hommes. Paris : Anthropos ; Genève : Presses bibliques universitaires, 1993. 354 p.

REICHERT Henri et REMOND Jean-Daniel. Analyse sociale de la ville. Paris : Masson, 1980. 226 p.

Page 97: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

381

RIEGL, Alois. Le culte moderne des monuments : essence et genèse. Paris : Ed. du Seuil, 1984. 122 p.

RIVAI Abu (dir.), Sistem Kesatuan Hidup Setempet Daerah Bali, (Le systéme d’unité de la vie locale balinaise). Denpasar : PDK (Département d’Éducation et de la culture), 1980/1981. 160 p.

ROTENBERG, Robert L. et MCDONOGH, Gary W.(dir.). The cultural meaning of urban space. Westport, Conn. : Bergin & Garvey, 1993. 226 p.

ROUX, Michel, Géographie et complexité. Les espaces de la nostalgie, L’Harmattan, Paris, 1999, 335 p.

SAEZ, Jean-Pierre (Dir.). Identités, cultures et territoires. Paris : Desclée de Brouwer, 1995. 267 p.

SALAIN, Putu Rumawan. Norma-norma dan prinsip asta bumi dalam pencerminan wujud penataan ruang perumahan dan permukiman Bali. (Les normes et principe asta bumi dans la transformation de l’aménagement spatial des habitations balinaises) : séminaire « Regionalisasi Penyebarluasan Produk », Bali, février, 1996, [non publié]

SALIYA, Yuswadi. Spatial concept in balinese traditional architecture : its possibilities for future development. Thése de magister : Université of Hawai, 1975, 143 p.

SASTRODIWIRYO, Sugianto. Gusti Anglurah Panji Sakti Raja Buleleng (1599-1680), (Gusti Anglurah Panji Sakti le roi de Buleleng 1599-1680). Denpasar : Kayumas Agung, 1993

SASTRODIWIRYO, Sugianto. Perang Jagaraga (1846-1849). (La guerre de Jagaraga 1846-1849). Denpasar : Kayumas Agung,1994

SHASTRI, ND Pandit. Sejarah Bali Dwipa (Histoire de l’Île de Bali). Denpasar : Bhuvana Saraswati, 1963, 103 p.

SHIRVANI, Hamid. The urban design process. New York : Van Nostrand Reinhold, 1985. 214 p.

SHORT, John R. An introduction to urban geography. Londres : Routledge & Kegan Paul, 1987. 259 p.

SIDEMEN, Ida Bagus (dir.). Sejarah Klungkung : Dari Smarapura sampai Puputan (L’histoire de Klungkung : de Smarapura à Puputan). Klungkung : Gouvernement du Departement, 1983. 206 p.

SIMPEN AB, Wayan. Babad Kerajaan Buleleng. (La chronique du royaume Buleleng). Denpasar : Cempaka2, 1989

SOUBEYRAN, Olivier. Comment se fabrique un territoire de la prospective ?. in La façade atlantique : émergence, supports et perspectives d’un territoire pour l’aménagement, Rapport final de recherche, C.N.R.S. Pau : Université de Pau et des Pays de l’Adour ; Paris : DATAR, 1993. 12 p.

SOUBEYRAN, Olivier. Imaginaire, science et discipline. Paris : l’Harmattan, 1997. 482 p.

Page 98: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

382

SOUBEYRAN, Olivier. De la prise en compte du milieu à son évacuation dans la géographie médicale du début du XXe siècle. in Milieu, colonisation et développement durable : Perspectives géographiques sur l’aménagement, sous la dir. de Vincent Berdoulay et Olivier Soubeyran. Paris : L’Harmattan, 2000. p. 101 – 115

SOUBEYRAN, Olivier. De quelques implications de la « relation homme/milieu ». in Logique de l’espace, esprit des lieux : géographies à Cerisy, sous la dir. de Jacques Lévy et Michel Lussault. Paris : Ed. Belin, 2000. p. 253-268

STEFANON, Laurence ; HENRY-CLAUDE, Michel et SPIERCKEL, Pierre. Cité de Sarlat guide aide-mémoire. Gavaudun : Éd. Fragile, 1994. 8 p

STIERLIN, Henri. Angkor. Fribourg : Office du Livre, 1970. 192 p. SUANDRA, I Made. Peraturan Upacara agama Hindu untuk rumah Bali (L’ordre

de cérémonie rituelle hindoue pour la maison balinaise). Denpasar : Upada Sastra, 1996

SUGIHANTARA, I Ketut. Model Penataan Kawasan Pusat Kota di Bali dengan konsep « Catus Patha » (Le modèle d’aménagement de centre ville à Bali à partir la conception de « Catus Patha »). Thèse de magister d’architecture : Institut Teknologi Bandung, 1996

SULARTO, Robby. A brief introduction to traditional architecture of Bali, some basic norms : séminaire de « The AgaKhan Awards for Architecture ». Bali, 1987, [non publié]

SULISTYAWATI, A. Balinese Traditional Architectural Principles in Hotel Buildings. Thèse d’architecture : Oxford University, 1995

SUMAWA, I Gusti Made. Kerajaan Bangli Tahun 1849. (Le royaume Bangli en 1849). Thèse : Université de Denpasar, 1992

TARNUTZER, Andreas. Kota Adat Denpasar (Bali). (La ville coutumiére de Denpasar, Bali). Stadtentwicklung, Staatliches Handeln und endogene Institutionen, Anthropogeographie, Vol. 12, Zürich, 1993. 245 p.

THURIOT, Fabrice, Fonctions culturelles et aménagement du territoire, in Quels acteurs et quels moyens pour la France de 2005 ?, p 201-227

TOO, Lilian. Applikasi Feng Shui : Pa-Kua et Lo-Shu. (L’application du Feng Shui : Pa-Kua et Lo-Shu). Jakarta : Gramedia, 1995, 169 p.

TURCO, Angelo. Pragmatiques de la territorialité : compétence, science, philosophie. in Logique de l’espace, esprit des lieux : géographies à Cerisy, sous la dir. de Jacques Lévy et Michel Lussault. Paris : Ed. Belin, 2000. p. 287-298

TURCO, Angelo. Colonisation et après : légitimité territoriale et développement durable en Afrique sub-saharienne. in Milieu, colonisation et développement durable : perspectives géographiques sur l’aménagement, sous la dir. de Vincent Berdoulay et Olivier Soubeyran. Paris : l’Harmattan, 2000. p. 175 – 184

Page 99: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

383

TURCO, Angelo. Sociotopies : institutions géographiques de la subjectivité. Cahiers de Géographie du Québec, Volume 45, N° 125, septembre 2001, p. 269 – 284

TURCO, Angelo. Mythe et géographie. Cahiers de Géographie du Québec, Volume 45, N° 126, décembre 2001, p. 369 – 388

UDAYANA, Panji Tisna. Pahlawan Nasional Patih Jelantik : Seorang Ksatri Buleleng. (Le héros national Patih Jelantik : Un héros de Buleleng). Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 1996

UNESCO (ED.). La dimension culturelle du développement : vers une approche pratique. Paris : Ed. UNESCO, 1994. 241 p.

UNITED STATES. NATIONAL MAIN STREET CENTER…[et al.] (Ed.). What do people do downtown ? : How to look at Main Street acvitity. New York : The preservation Press National Trust for historic preservation, 1981. 106 p.

VOLWAHSEN, Andreas. Inde bouddhique, hindoue et jaïna. Fribourg : Office du Livre, 1968. 192 p.

WEBB, Michael. The city Square. Londres :Thames and Hudson, 1990. 224 p. WEBER, Max. La ville. Paris : Aubier-Montaigne, 1982. 218 p. WHEATLEY, Paul. The pivot of the Four Quarters : a preliminary enquiry into the

origins and character of ancient Chinese city. Edimbourg : Edinburg University Press,1971. 602 p.

WIDIASTUTI. Identifkasi orientasi tidur orang Bali dalam rumah massal (Identification de l’orientation de dormir des Balinais dans les maisons industriel). Bali : Centre de Recherche, Université d’Udayana, 1989

WIDIASTUTI. Kebijakan pemerintah dalam pembangunan perumahan di Indonesia (La politique du gouvernement dans la réalisation du projet de logement en Indonésie). Bali : Centre de Recherche, Université d’Udayana,1993

WIDIASTUTI. «Quo Vadis» arsitektur tradisional Bali («Quo Vadis» l’architecture traditionnelle balinaise), séminaire d’histoire de l’architecture. Bandung : Institut de Technologie de Bandung, 1996. [non publié]

WIDIASTUTI. Peran Undagi dalam konservasi arsitektur Bali (Le rôle de l’«Undagi» dans la conservation de l’architecture balinaise), séminaire d’histoire de l’architecture. Bandung : Institut de Technologie de Bandung, 1997 [non publié]

WIDIASTUTI. Pempatan Agung sebagai embrio perkembangan kota-kota di Bali (Le Pempatan Agung, en tant que le point de départ de croissance des villes balinaises). Bali : Centre de Recherche, Université d’Udayana, 1997. [non publié]

WIDIASTUTI. Penataan system penghubung di pusat pariwisata Kuta, Bali. (L’aménagement du système de liaison de centre touristique de Kuta, Bali). Thèse magister d’architecture : Institut de Technologie de Bandung, 1997

Page 100: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

384

WIDIASTUTI. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan prasarana kota di Bali, (Participation communautaire dans l’établissement d’équipements urbains à Bali). Bali : Centre de Recherche, Université d’Udayana, 1998. [non publié]

WIKARMAN, I Nyoman Singgih. Bangli Tempo Dulu, (Bangli autrefois). Denpasar : Yayasan Wikarman, 1997. [non publié]

WILMOTTE, Jean-Michel. Paris : Une culture urbaine de la voirie. Le Projet urbain, n° 5, septembre 1995, p 7-8

WIRASONJAYA, Slamet. Grid system. in Environmental design : a study for Tangerang mega block, 1994 [non publié.]

WIRTH, Louis. Urbanism as way of life. American Journal of Sociology, vol. 44, 1938, p 1-24

WIRYOMARTONO, Bagoes.P. Seni Bangunan dan seni bina kota di Indonesia, (L’art des bâtiments et de ville en Indonésie). Jakarta : Gramedia, 1995. 201 p.

WUNENBURGER, Jean-Jacques. Le sacré. Presses universitaires de France, 1981. 127 p.

ZEISEL, John. Inquiry by design : tools for environment-behavoiur research. Monterey, Calif. : Brooks/Cole Pub. Co., 1981. 250 p.

MAJALAH, KORAN

Asie. Magazine Air France, n° 51 Juillet 2001, p. 58-112 Barcelone. GEO, n° 127, septembre 1989, p : 69-108 Filisofi «Tri Hita Karana» banyak dikebiri. (La philosophie « Tri Hita Karana » est

beaucoup réduite). Bali Post , 28 septembre 2000. [http://www.balipost.co.id/ ]

Konsep «Tri Hita Karana» perlu ditinjau. (Le concept « Tri Hita Karana » doit être examiné). Bali Post, 1 août 2000. [http://www.balipost.co.id/.]

Les collections de L’Histoire, Paris : la traversée des siècles, no. 9 -Octobre 2000, 114 p.

MESSIER Jean-Marie. Vivre la diversité culturelle. Le Monde, mardi 10 avril 2001, p.1 &15

Paris : Splendeurs du passé, vertiges du futur. GEO, n° 93, novembre 1986, p. 111-206

Paris 1989-1989. GEO, n° 118, décembre 1988, p. 101-174 Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Bali. ( Plan d’aménagement du territoire de

Bali). Bali Post, 11 –31 juillet 1996, p. 3 : Extrait de PERDA No°.4 1996.

Page 101: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan

SPIRIT KOTA. PENDEKATAN BUDAYA DALAM PERANCANGAN KOTA

385

PERATURAN

BIRO HUKUM DAN HUBUNGAN MASYARAKAT,. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya,. ( République d’Indonésie loi sur les réserves culturelles 1992 numéro 5). Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

DEPARTEMENT PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1993 Tentang Pelaksanaan UU No.5 Tahun 1992 Tentang benda cagar budaya

GIARSA, Ketut, Darmaning Hasta Kosala-Kosali. (Les traductions en indonésien des anciennes inscriptions des hasta kosala-kosali). Singaraja, 1967. 66 p. [non publié]

PEMERINTAH DAERAH PROPINSI BALI. Peraturan Daerah Propinsi Tingkat I Bali Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Bali. Bali, 1996

TONJAYA, I Nyoman Gede Bandesa.K. Lintasan Asta Kosali. Denpasar : Penerbit & Toko Buku Ria, 1982. 55 p.

Page 102: PENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN … filePENELITIAN KUALITATIF DALAM ARSITEKTUR: PENEMUAN JATI DIRI MELALUI KARYA TESIS/DISERTASI iv SEKAPUR SIRIH Dalam proses bimbingan