pendapa news edisi i

12
Edisi I Bulan April 2013 Edisi I Bulan April 2013 Edisi I PENDAPA KEBIJAKAN BARU, KEUNTUNGAN BARU

Upload: lpm-pendapa-tamansiswa

Post on 25-Mar-2016

238 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Buletin Pendapa News terbitan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) PENDAPA Tamansiswa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta

TRANSCRIPT

Page 1: Pendapa News Edisi I

Edisi I Bulan April 2013Edisi I Bulan April 2013Edisi I

PENDAPAKEBIJAKAN BARU,

KEUNTUNGAN BARU

Page 2: Pendapa News Edisi I

Lembaga Pers Mahasiswa PENDAPA Tamansiswa Universitas Sarjanawiyata TamansiswaDrs. H. Pardimin, M.Pd.

Taofiq Tri YudhantoHironimus P. JehadunMaryaniUmmi Lailatun N.Nur Romdlon M. A.ErnawatiSuratmi

Eva YulianiIndra LevianaAchmad Fiqhi, Armansyah, Hironimus P. Jehadun, Suratmi, Eva Yuliani, Putri Rizki Lestari, Indra Leviana, Fitri NurhayatiDesi Sri Rahayu, Wulandari, Supriyanti, Sigit P, Tikha NovitasariPutri Rizki Lestari

Lili Siskayanti, Wakhidatun Aisyah R.A.Hanung B. Yuniawan, Desi Sri Rahayu, Maryani, Seno Dwi SulistyoSeno D. Sulistyo

Eva Yuliani, Fitri Nurhayati, Ahmad Mustaqim, Achmad Fiqhi, Wahyu Zulfiansyah, Syarifatur Rahma, Wayahdi.Fadheil Wiza Munabari

Drs.Hadi Pangestu Rihardjo, S.T, M.T.

Eko Budiono

Ernawati, Maryani, Ofirisha U.Ofirisha UtamiJl. Batikan No.02 Kompleks Perpustakaan FKIP UST [email protected]

EDITORIALEDITORIAL

3Buletin PENDAPA News Edisi I Bulan April 2013Buletin PENDAPA News Edisi I Bulan April 2013

Diterbitkan Oleh

PelindungPenasehat

Pemimpin Umum

Wakil Pemipin UmumSekretaris Umum

Bendahara UmumPemimpin Redaksi

Wakil Pemimpin RedaksiSekretaris Redaksi

Redaktur Pelaksana

Reporter

Editor

Dokumentasi dan Kepustakaan

Layout dan Artistik

Kepala Penelitian dan Pengembangan

Staf Litbang

Pemimpin PerusahaanStaf Perusahaan

Alamat

E-mail

Koordinator BuletinKoordinator Web

Staf Dokpus

Jaringan Kerja

SURATSURAT PEMBACA

aya mahasiswa Pendidikan Matematika angkatan 2011. Saya merasa kecewa dengan kerja perpustakaan UST SJalan Batikan semester ganjil 2012/2013. Pada saat

semester ganjil kemarin saya berniat untuk mencari referensi bacaan ke perpustakaan Jalan Batikan untuk sekedar saya baca di tempat. Karena kepala perpustakaan sudah ganti, untuk sekedar membaca di tempat saja saya disuruh melakukan pembaharuan kartu anggota perpustakaan. Kemudian saya menyerahkan syarat dan ketentuan untuk proses pembaharuan kartu tersebut. Namun karena alasan mesin pencetak yang rusak maka saya baru bisa mengambil kartu anggota pepustakaan saat menjelang akhir libur semester ganjil.

Kemudian saat masuk semester genap saya disarankan untuk perpanjang masa aktif kartu perpustakaan. Padahal kartu perpustakaan semester ganjil lalu belum sempat digunakan.

Semoga kejadian seperti ini tidak terulang kembali untuk waktu yang akan datang.

Sekar Arum Mahasiswa Pend. Matematika ‘11

PembaharuanKartu Anggota Perpustakaan

aya dan mahasiswa lain yang membayar SPP variabel setelah batas waktu pembayaran merasa dipersulit oleh Spihak administrasi dan pihak keuangan UST. Di BAU

dianjurkan bagaimana proses pembayaran SPP variabel bagi mahasiswa yang telat bayar, yaitu harus menyertakan fotokopi KRS, fotokopi kuitansi SPP tetap, dan surat dispensasi bermaterai Rp 6.000,00 yang ditandatangani oleh Kepala BAU, Nyi Trisharsiwi.

Karena antrian yang begitu lama dan panjang, akhirnya saya mencoba untuk membayar langsung ke BNI. Anehnya, di sana saya melakukan pembayaran tanpa harus menyertakan persyaratan seperti yang diminta oleh pihak BAU. Hanya saja setelah kuitansi dari BNI saya terima, salah satu kuitansi harus saya serahkan ke pihak BAAK dengan dilampiri fotokopi KRS. Administrasi UST sudah serba online, tapi kok masih harus dilampiri KRS?

Sebenarnya aturan fotokopi KRS, fotokopi kuitansi SPP tetap dan legalisir surat dispensasi itu cuma aturan yang diada-adakan atau untuk apa sih? Buktinya tanpa surat legalisir itu saya sudah dapat membayar SPP variabel. Padahal banyak teman-teman saya yang terpaksa bolos kuliah demi antri legalisir surat dispensasi tersebut.

ASMahasiswa Pertanian ‘11

2

Gratis lho dan ada door prize juga

Dimeriahkan juga dengan banyak bintang tamu

elihat cara berpakaian mahasiswa di FKIP membuat saya berpikir untuk menyampaikan Muneg-uneg saya khususnya kepada sebagian

mahasiswi di FKIP UST melalui media kampus ini.Bukankah mahasiswa/mahasiswi yang menempuh

pendidikan di FKIP adalah mahasiswa/mahasiswi dididik sebagai calon guru? Walaupun tidak semua mahasiswa mahasiswi FKIP benar-benar bercita-cita sebagai guru, paling tidak apabila kita menempuh pendidikan di FKIP sama artinya sedini mungkin mempersiapkan diri untuk menjadi guru. Salah satu persiapannya adalah bagaimana cara berpakaian seorang guru yang bisa digugu lan ditiru. Walaupun tidak serta merta harus berpakaian layaknya guru di sekolah, namun setidaknya untuk mencerminkan jiwa pendidik (guru) semestinya bisa berpakaian rapi dan sopan. Sedangkan jika saya lihat sehari-hari di kampus FKIP UST, sebagian mahasiswi seperti memanfaatkan kampus sebagai ajang “fashionista”. Berpakaian serba blink-blink dengan atasan atau bawahan yang minim (ketat) dengan jilbab lilit sana lilit sini (mahasiswi yang berjilbab), dan high heels dengan tinggi rata-rata mencapai 10 cm bahkan lebih.

Melalui media kampus ini marilah kawan-kawan kita ubah pola berpakaian ‘elegan dan sopan’ agar bisa digugu lan ditiru oleh orang di luar sana sehingga pandangan masyarakat tentang mahasiswa UST akan lebih baik lagi.

AMMahasiswa Pend. Matematika ‘11

otspot kampus kok jadi kayak gini sih? 10 menit mati 10 menit nyala,” ceplos salah satu Hmahasiswa dengan tampang agak kesal.

Ungkapan keresahan yang sering muncul dari bibir mahasiswa itulah yang menjadi kunci mengapa Tim Pendapa ingin menelusuri latar belakang masalah hotspot Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST). Bulan Maret lalu adalah bulan yang penuh dengan kegalauan dari mahasiswa pengguna hotspot kampus UST. Apalagi setelah mendengar kabar bahwa hotspot kampus akan diberlakukan sistem berbayar. Meski tidak serta merta mewajibkan dan Biro Sistem Informasi Mahasiswa (SIM) UST tetap memberikan penjelasan tentang beberapa alasan penyebab sistem berkala dalam penggunaan hotspot UST. Pada tanggal 4 April 2013, surat edaran tentang kebijakan fasilitas internet kampus mulai diinformasikan di lingkungan sivitas akademika UST. Surat edaran tersebut tidak mampu meredam kegalauan mahasiswa, akan tetapi justru semakin meresahkan.

Di sela- sela tugas kami sebagai mahasiswa pada umumnya yang setiap hari disibukkan dengan tugas- tugas dari dosen, kami tetap optimis untuk mengupas tuntas aturan baru mengenai hotspot UST tersebut. Demi dan untuk siapa kebijakan tersebut di terapkan, kami kaji secara perlahan melalui beberapa kali diskusi dengan beberapa mahasiswa, diskusi intern Pendapa, dan wawancara dengan beberapa narasumber yang paham mengenai alasan di balik perubahan sistem internet berbayar.

Meskipun penggarapannya cukup menguras waktu dan emosi, namun kata putus asa dapat kami singkirkan. Evaluasi pun terus kami lakukan. Motivasi dan semangat, serta kelapangan hati untuk menerima kritik adalah hal yang perlu kami lakukan sembari memaknai kesalahan sebagai batu pijakan untuk berbenah. Suara dari mulut kami memang tak sekeras para demonstran pada saat mereka turun dan berjuang di jalan, tapi melalui penalah kami bersuara. Menyuarakan secara netral apa yang sebenarnya terjadi di lingkungan kampus UST. Ketika semangat dan niat menyuarakan kebenaran kami muncul, tak ada yang dapat menghalangi jemari kami menarikan pena untuk bercerita.[p]

Wi-fi UST“Terbagi” Dua

“Ajining Raga Saka Busana”

Ribet-nya Mengurus Dispensasi

Penjaga Lorong Pojok

Ind

ra ’13

Page 3: Pendapa News Edisi I

Lembaga Pers Mahasiswa PENDAPA Tamansiswa Universitas Sarjanawiyata TamansiswaDrs. H. Pardimin, M.Pd.

Taofiq Tri YudhantoHironimus P. JehadunMaryaniUmmi Lailatun N.Nur Romdlon M. A.ErnawatiSuratmi

Eva YulianiIndra LevianaAchmad Fiqhi, Armansyah, Hironimus P. Jehadun, Suratmi, Eva Yuliani, Putri Rizki Lestari, Indra Leviana, Fitri NurhayatiDesi Sri Rahayu, Wulandari, Supriyanti, Sigit P, Tikha NovitasariPutri Rizki Lestari

Lili Siskayanti, Wakhidatun Aisyah R.A.Hanung B. Yuniawan, Desi Sri Rahayu, Maryani, Seno Dwi SulistyoSeno D. Sulistyo

Eva Yuliani, Fitri Nurhayati, Ahmad Mustaqim, Achmad Fiqhi, Wahyu Zulfiansyah, Syarifatur Rahma, Wayahdi.Fadheil Wiza Munabari

Drs.Hadi Pangestu Rihardjo, S.T, M.T.

Eko Budiono

Ernawati, Maryani, Ofirisha U.Ofirisha UtamiJl. Batikan No.02 Kompleks Perpustakaan FKIP UST [email protected]

EDITORIALEDITORIAL

3Buletin PENDAPA News Edisi I Bulan April 2013Buletin PENDAPA News Edisi I Bulan April 2013

Diterbitkan Oleh

PelindungPenasehat

Pemimpin Umum

Wakil Pemipin UmumSekretaris Umum

Bendahara UmumPemimpin Redaksi

Wakil Pemimpin RedaksiSekretaris Redaksi

Redaktur Pelaksana

Reporter

Editor

Dokumentasi dan Kepustakaan

Layout dan Artistik

Kepala Penelitian dan Pengembangan

Staf Litbang

Pemimpin PerusahaanStaf Perusahaan

Alamat

E-mail

Koordinator BuletinKoordinator Web

Staf Dokpus

Jaringan Kerja

SURATSURAT PEMBACA

aya mahasiswa Pendidikan Matematika angkatan 2011. Saya merasa kecewa dengan kerja perpustakaan UST SJalan Batikan semester ganjil 2012/2013. Pada saat

semester ganjil kemarin saya berniat untuk mencari referensi bacaan ke perpustakaan Jalan Batikan untuk sekedar saya baca di tempat. Karena kepala perpustakaan sudah ganti, untuk sekedar membaca di tempat saja saya disuruh melakukan pembaharuan kartu anggota perpustakaan. Kemudian saya menyerahkan syarat dan ketentuan untuk proses pembaharuan kartu tersebut. Namun karena alasan mesin pencetak yang rusak maka saya baru bisa mengambil kartu anggota pepustakaan saat menjelang akhir libur semester ganjil.

Kemudian saat masuk semester genap saya disarankan untuk perpanjang masa aktif kartu perpustakaan. Padahal kartu perpustakaan semester ganjil lalu belum sempat digunakan.

Semoga kejadian seperti ini tidak terulang kembali untuk waktu yang akan datang.

Sekar Arum Mahasiswa Pend. Matematika ‘11

PembaharuanKartu Anggota Perpustakaan

aya dan mahasiswa lain yang membayar SPP variabel setelah batas waktu pembayaran merasa dipersulit oleh Spihak administrasi dan pihak keuangan UST. Di BAU

dianjurkan bagaimana proses pembayaran SPP variabel bagi mahasiswa yang telat bayar, yaitu harus menyertakan fotokopi KRS, fotokopi kuitansi SPP tetap, dan surat dispensasi bermaterai Rp 6.000,00 yang ditandatangani oleh Kepala BAU, Nyi Trisharsiwi.

Karena antrian yang begitu lama dan panjang, akhirnya saya mencoba untuk membayar langsung ke BNI. Anehnya, di sana saya melakukan pembayaran tanpa harus menyertakan persyaratan seperti yang diminta oleh pihak BAU. Hanya saja setelah kuitansi dari BNI saya terima, salah satu kuitansi harus saya serahkan ke pihak BAAK dengan dilampiri fotokopi KRS. Administrasi UST sudah serba online, tapi kok masih harus dilampiri KRS?

Sebenarnya aturan fotokopi KRS, fotokopi kuitansi SPP tetap dan legalisir surat dispensasi itu cuma aturan yang diada-adakan atau untuk apa sih? Buktinya tanpa surat legalisir itu saya sudah dapat membayar SPP variabel. Padahal banyak teman-teman saya yang terpaksa bolos kuliah demi antri legalisir surat dispensasi tersebut.

ASMahasiswa Pertanian ‘11

2

Gratis lho dan ada door prize juga

Dimeriahkan juga dengan banyak bintang tamu

elihat cara berpakaian mahasiswa di FKIP membuat saya berpikir untuk menyampaikan Muneg-uneg saya khususnya kepada sebagian

mahasiswi di FKIP UST melalui media kampus ini.Bukankah mahasiswa/mahasiswi yang menempuh

pendidikan di FKIP adalah mahasiswa/mahasiswi dididik sebagai calon guru? Walaupun tidak semua mahasiswa mahasiswi FKIP benar-benar bercita-cita sebagai guru, paling tidak apabila kita menempuh pendidikan di FKIP sama artinya sedini mungkin mempersiapkan diri untuk menjadi guru. Salah satu persiapannya adalah bagaimana cara berpakaian seorang guru yang bisa digugu lan ditiru. Walaupun tidak serta merta harus berpakaian layaknya guru di sekolah, namun setidaknya untuk mencerminkan jiwa pendidik (guru) semestinya bisa berpakaian rapi dan sopan. Sedangkan jika saya lihat sehari-hari di kampus FKIP UST, sebagian mahasiswi seperti memanfaatkan kampus sebagai ajang “fashionista”. Berpakaian serba blink-blink dengan atasan atau bawahan yang minim (ketat) dengan jilbab lilit sana lilit sini (mahasiswi yang berjilbab), dan high heels dengan tinggi rata-rata mencapai 10 cm bahkan lebih.

Melalui media kampus ini marilah kawan-kawan kita ubah pola berpakaian ‘elegan dan sopan’ agar bisa digugu lan ditiru oleh orang di luar sana sehingga pandangan masyarakat tentang mahasiswa UST akan lebih baik lagi.

AMMahasiswa Pend. Matematika ‘11

otspot kampus kok jadi kayak gini sih? 10 menit mati 10 menit nyala,” ceplos salah satu Hmahasiswa dengan tampang agak kesal.

Ungkapan keresahan yang sering muncul dari bibir mahasiswa itulah yang menjadi kunci mengapa Tim Pendapa ingin menelusuri latar belakang masalah hotspot Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST). Bulan Maret lalu adalah bulan yang penuh dengan kegalauan dari mahasiswa pengguna hotspot kampus UST. Apalagi setelah mendengar kabar bahwa hotspot kampus akan diberlakukan sistem berbayar. Meski tidak serta merta mewajibkan dan Biro Sistem Informasi Mahasiswa (SIM) UST tetap memberikan penjelasan tentang beberapa alasan penyebab sistem berkala dalam penggunaan hotspot UST. Pada tanggal 4 April 2013, surat edaran tentang kebijakan fasilitas internet kampus mulai diinformasikan di lingkungan sivitas akademika UST. Surat edaran tersebut tidak mampu meredam kegalauan mahasiswa, akan tetapi justru semakin meresahkan.

Di sela- sela tugas kami sebagai mahasiswa pada umumnya yang setiap hari disibukkan dengan tugas- tugas dari dosen, kami tetap optimis untuk mengupas tuntas aturan baru mengenai hotspot UST tersebut. Demi dan untuk siapa kebijakan tersebut di terapkan, kami kaji secara perlahan melalui beberapa kali diskusi dengan beberapa mahasiswa, diskusi intern Pendapa, dan wawancara dengan beberapa narasumber yang paham mengenai alasan di balik perubahan sistem internet berbayar.

Meskipun penggarapannya cukup menguras waktu dan emosi, namun kata putus asa dapat kami singkirkan. Evaluasi pun terus kami lakukan. Motivasi dan semangat, serta kelapangan hati untuk menerima kritik adalah hal yang perlu kami lakukan sembari memaknai kesalahan sebagai batu pijakan untuk berbenah. Suara dari mulut kami memang tak sekeras para demonstran pada saat mereka turun dan berjuang di jalan, tapi melalui penalah kami bersuara. Menyuarakan secara netral apa yang sebenarnya terjadi di lingkungan kampus UST. Ketika semangat dan niat menyuarakan kebenaran kami muncul, tak ada yang dapat menghalangi jemari kami menarikan pena untuk bercerita.[p]

Wi-fi UST“Terbagi” Dua

“Ajining Raga Saka Busana”

Ribet-nya Mengurus Dispensasi

Penjaga Lorong Pojok

Ind

ra ’13

Page 4: Pendapa News Edisi I

SOROTSOROT

5Buletin PENDAPA News Edisi I Bulan April 2013

SOROTSOROT

4 Buletin PENDAPA News Edisi I Bulan April 2013

asilitas internet berupa Wireles Fidelity (Wi-fi) merupakan fasilitas standar yang ada di lingkungan Fkampus manapun. Kebutuhan mahasiswa akan

kenyamanan memperoleh informasi dengan cepat menjadi alasan adanya fasilitas standar tersebut. Namun sejak awal bulan Maret kemarin, wi-fi di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) mengalami perubahan. Sebelumnya, fasilitas wi-fi dapat tersambung berkala selama 25 menit. Pada bulan Maret berkurang menjadi 10 menit dan harus menunggu selama 10 menit untuk dapat tersambung kembali.

Perubahan tersebut bermula sejak munculnya Surat Edaran Rektor No. 98/UST/Rek/IV/2013 yang merupakan hasil kesepakatan pimpinan UST mengenai fasilitas hotspot yang dibagi menjadi dua: internet bebas (free hotspot area) dan internet berbayar (charged hotspot area). Untuk internet berbayar, sesuai dengan Surat Keputusan Yayasan Sarjanawiyata

Internet Berbayar,

Demi Siapa?

Tamansiswa No. 104/YSW/SK/AS-YS/XI/2012 bahwa biaya berlangganan fasilitas internet ditetapkan sebesar Rp 150.000,00 untuk biaya berlangganan selama 1 tahun.

Mau Cepat? Bayar DuluAndri Waskita Aji, S.E., M.Sc., Ak. Selaku Wakil Rektor

(Warek) II menjelaskan bahwa pada prinsipnya UST ingin maju. Salah satu tolok ukur maju atau tidaknya suatu kampus adalah kualitas pelayanan. Tolok ukur tersebutlah yang melatarbelakangi peningkatan fasilitas internet di kampus UST. Sejalan dengan Ki Andri, Drs. Hazairin Eko Prasetyo, MS selaku Warek I UST juga menuturkan bahwa fluktuasi kenaikan jurnal mahasiswa UST yang belum stabil juga melatarbelakangi kebijakan peningkatan fasilitas internet di UST. Oleh sebab itu, UST harus melakukan penyesuaian diri dengan perkembangan zaman yang semakin maju. Ki Andri menyampaikan bahwa

tahun lalu UST menggunakan bandwith dari speedy dengan sistem bandwith share, yaitu penggunaan secara bersamaan oleh seluruh masyarakat DIY. Demi peningkatan pelayanan fasilitas internet, UST beralih ke Internet Service Provider (ISP) dimana ukuran yang dipakai adalah kanal/bandwith, sehingga pada saat berlangganan diharapkan tidak ada lagi share.

“Untuk berlangganan bandwith biayanya lumayan mahal, mulai Rp 1.250.000,00 hingga Rp. 1.750.000,00 untuk setiap 1 MB bandwith. Sebelumnya UST sudah berlangganan 2 MB bandwith/bulan, yang jika dibandingkan dengan speedy, angkanya lebih kecil,” jelas Ki Andri. Sementara ini UST sudah berlangganan 6 MB. Untuk berlangganan 1MB bandwith UST mengeluarkan biaya kurang lebih sebesar Rp 1.750.000,00/bulan, jadi untuk berlangganan selama satu tahun UST membutuhkan dana kurang lebih sebesar Rp 126.000.000,00. “Untuk pembiayaan internet tidak hanya untuk berlangganan saja tapi juga termasuk item variansinya yang cukup banyak, seperti perbaikan router, perbaikan mikroting, software, dan lainnya,” lanjut Ki Andri. Meski anggaran tersebut dirasa cukup berat, namun melihat dari perkembangan UST yang semakin maju akhirnya tuntutan internet makin diperlukan. Maka, UST memberanikan diri mengambil perhitungan tersebut. “Apabila civitas menghendaki internet baik tapi anggarannya tidak ada maka tidak akan mungkin, sementara apabila memutuskan untuk berlangganan yang besar sedangkan anggaran tidak ada maka sama saja bunuh diri,” jelas Ki Andri.

Akhirnya UST mengambil jalan tengah. Pertama, UST tetap menyediakan internet yang gratis dengan alokasi bandwith tersendiri. Kedua, UST mengadakan charged hotspot area (fasilitas internet berbayar) yaitu untuk mengakomodir aspirasi mahasiswa yang menginginkan kecepatan internet stabil. Demi mengakomodir pengguna hot spot yang berbayar tersebut, UST memberanikan diri untuk berlangganan di awal. Asumsinya adalah pengguna internet berbayar akan mendapatkan kecepatan transfer data yang lebih baik. Ki Andri menegaskan, “Bukan berati yang free kecepatannya tidak baik, free hotspot harus sama seperti dulu yang pernah lancar. Penyediaan fasilitas internet yang berbayar dan gratis bukan untuk membedakan tapi untuk mengakomodir aspirasi mahasiswa.”

Jer basuki mawa bea (kalau ingin baik harus mengeluarkan biaya. red) itulah semboyan yang diungkapkan oleh Nyi. Ir. Sri Endah Prasetyowati, MP., selaku Kepala Biro Sistem Informasi Manajemen (Biro SIM) dan Ki Andri. “Kalau mau lelet ya monggo gratis, kalau mau cepat ya bayar Rp 150.000,00, perbandingan kecepatan antara yang free dengan yang berbayar adalah 1:4,” ungkap Nyi Endah.

Nyi Endah menjelaskan, dengan bandwith UST sebesar 4 MB/bulan, jika dibandingkan dengan jumlah mahasiswa yang semakin meningkat, maka akan semakin tidak seimbang kesetabilan wi-fi. Oleh sebab itu, penambahan bandwith UST mulai 15 MB hingga 21 MB per bulan harus segera dilaksanakan. Tentunya untuk penambahan kapasitas bandwith tersebut perlu biaya. Sehingga dengan adanya kebijakan tentang fasilitas internet kampus yang diedarkan pada tanggal 4 April 2013 dapat memberikan pilihan mana yang paling tepat bagi mahasiswa.

“Apabila dibandingkan dengan langganan internet operator seluler yang tiap bulannya menghabiskan biaya kurang lebih sebesar Rp 50.000,00, maka dalam satu tahun akan menghabiskan biaya kurang lebih sebesar Rp 600.000,00. Oleh sebab itu, biaya fasilitas internet berbayar UST yang ditetapkan sebesar Rp 150.000,00 untuk penggunaan selama satu tahun tanpa pembatasan kuota adalah solusi yang jauh

lebih efisien,” tutur Ki Andri. Alokasi bandwith bagi yang berbayar sementara ini 4 MB. Menurut keterangan dari Ki Andri, anggaran diperoleh dari banyak tidaknya mahasiswa yang berlangganan hotspot berbayar. Apabila yang berlangganan jumlahnya sedikit bahkan makin lama makin menyusut, maka bandwith yang berlangganan akan dikecilkan dari bandwith yang sekarang ini cukup besar. Sebaliknya apabila peminatnya banyak bahkan makin bertambah maka akan di tambahkan juga bandwithnya.

Semuanya Untuk Citra?Tujuan lain dari peningkatan fasilitas internet di UST

disampaikan oleh Ki Andri sebagai salah satu upaya peningkatan citra kampus. Apabila kecepatan internetnya tinggi maka warga intern UST akan merasa nyaman dan terfasilitasi, sehingga secara tidak sadar mereka akan menginformasikan kenyamanan tersebut pada orang di lingkungan ekstern UST. “Jika citra kampus baik maka ekspektasi orang luar terhadap UST juga akan baik,” ungkap Ki Andri.

Berdasarkan informasi dari Nyi Endah, untuk penyediaan internet, UST memilih bekerjasama dengan UII Net (PT Global Prima Utama) karena biayanya lebih hemat jika dibandingkan dengan provider yang lain. Sesuai dengan Surat Edaran tentang kebijakan fasilitas internet kampus 'hotspot area' tanggal 8 April 2013, setiap pengguna hotspot wajib menyertakan password. Dengan password tersebut, monitor jaringan mampu mendeteksi situs/konten apa saja yang dibuka oleh pengguna hotspot (baik mahasiswa, dosen, maupun karyawan). “Tujuannya agar hotspot tidak dimanfaatkan sembarangan orang,” jelas Ki Eko. Senada dengan Ki Eko, Nyi Endah menuturkan, syarat password ini merupakan salah satu upaya Biro SIM untuk mengamankan fasilitas hotspot dari orang-orang yang kurang bertanggung jawab, sehingga fasilitas hotspot baik yang free maupun berbayar hanya dapat dinikmati untuk kepentingan civitas akademika.

Ki Eko menambahkan, untuk ke depannya UST punya target dalam pembuatan jurnal online di setiap prodi masing-masing untuk memuat artikel-artikel mahasiswa, karena syarat mahasiswa dapat diwisuda adalah membuat artikel ilmiah. Apabila fasilitas internet justru melumpuhkan intelektual civitas akademika, seperti halnya rumor mahasiswa yang lebih gemar copy paste tugas, artikel, atau karya tulis dari situs-situs tanpa mencantumkan referensi, Ki Eko memberikan warning bahwa hal tersebut adalah kasus plagiat dan dapat dikenai sanksi hukum yang cukup berat sesuai Peraturan Menteri No.10 Tahun 2010. Ki Eko menambahkan, “apabila mahasiswa terbukti menulis skripsi dari copy paste yang di ambil dari internet, tetapi referensi di sembunyikan, maka sanksinya adalah dicabutnya skripsi ijazah.”

Jika melihat kebelakang, jumlah pembiayaan di UST pada tahun ajaran ini semakin merangkak naik. Seperti yang tercatat d a l a m p e m b e r i t a a n P e n d a p a d i w e b s i t e www.lpmpendapa.com tanggal 19 Februari 2013 mengenai naiknya jumlah biaya PPL, KKN dan Skripsi. Ditambah lagi sekarang dengan adanya biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp. 150.000,00 untuk biaya kenyamanan dalam menggunakan fasilitas wi-fi. Lalu kenaikan atau kebijakan pembayaran baru apa lagi yang akan keluar besok? [p]

Eva YulianiTim (Eva, Suratmi, Putri, Rion, Fiqhie)

Page 5: Pendapa News Edisi I

SOROTSOROT

5Buletin PENDAPA News Edisi I Bulan April 2013

SOROTSOROT

4 Buletin PENDAPA News Edisi I Bulan April 2013

asilitas internet berupa Wireles Fidelity (Wi-fi) merupakan fasilitas standar yang ada di lingkungan Fkampus manapun. Kebutuhan mahasiswa akan

kenyamanan memperoleh informasi dengan cepat menjadi alasan adanya fasilitas standar tersebut. Namun sejak awal bulan Maret kemarin, wi-fi di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) mengalami perubahan. Sebelumnya, fasilitas wi-fi dapat tersambung berkala selama 25 menit. Pada bulan Maret berkurang menjadi 10 menit dan harus menunggu selama 10 menit untuk dapat tersambung kembali.

Perubahan tersebut bermula sejak munculnya Surat Edaran Rektor No. 98/UST/Rek/IV/2013 yang merupakan hasil kesepakatan pimpinan UST mengenai fasilitas hotspot yang dibagi menjadi dua: internet bebas (free hotspot area) dan internet berbayar (charged hotspot area). Untuk internet berbayar, sesuai dengan Surat Keputusan Yayasan Sarjanawiyata

Internet Berbayar,

Demi Siapa?

Tamansiswa No. 104/YSW/SK/AS-YS/XI/2012 bahwa biaya berlangganan fasilitas internet ditetapkan sebesar Rp 150.000,00 untuk biaya berlangganan selama 1 tahun.

Mau Cepat? Bayar DuluAndri Waskita Aji, S.E., M.Sc., Ak. Selaku Wakil Rektor

(Warek) II menjelaskan bahwa pada prinsipnya UST ingin maju. Salah satu tolok ukur maju atau tidaknya suatu kampus adalah kualitas pelayanan. Tolok ukur tersebutlah yang melatarbelakangi peningkatan fasilitas internet di kampus UST. Sejalan dengan Ki Andri, Drs. Hazairin Eko Prasetyo, MS selaku Warek I UST juga menuturkan bahwa fluktuasi kenaikan jurnal mahasiswa UST yang belum stabil juga melatarbelakangi kebijakan peningkatan fasilitas internet di UST. Oleh sebab itu, UST harus melakukan penyesuaian diri dengan perkembangan zaman yang semakin maju. Ki Andri menyampaikan bahwa

tahun lalu UST menggunakan bandwith dari speedy dengan sistem bandwith share, yaitu penggunaan secara bersamaan oleh seluruh masyarakat DIY. Demi peningkatan pelayanan fasilitas internet, UST beralih ke Internet Service Provider (ISP) dimana ukuran yang dipakai adalah kanal/bandwith, sehingga pada saat berlangganan diharapkan tidak ada lagi share.

“Untuk berlangganan bandwith biayanya lumayan mahal, mulai Rp 1.250.000,00 hingga Rp. 1.750.000,00 untuk setiap 1 MB bandwith. Sebelumnya UST sudah berlangganan 2 MB bandwith/bulan, yang jika dibandingkan dengan speedy, angkanya lebih kecil,” jelas Ki Andri. Sementara ini UST sudah berlangganan 6 MB. Untuk berlangganan 1MB bandwith UST mengeluarkan biaya kurang lebih sebesar Rp 1.750.000,00/bulan, jadi untuk berlangganan selama satu tahun UST membutuhkan dana kurang lebih sebesar Rp 126.000.000,00. “Untuk pembiayaan internet tidak hanya untuk berlangganan saja tapi juga termasuk item variansinya yang cukup banyak, seperti perbaikan router, perbaikan mikroting, software, dan lainnya,” lanjut Ki Andri. Meski anggaran tersebut dirasa cukup berat, namun melihat dari perkembangan UST yang semakin maju akhirnya tuntutan internet makin diperlukan. Maka, UST memberanikan diri mengambil perhitungan tersebut. “Apabila civitas menghendaki internet baik tapi anggarannya tidak ada maka tidak akan mungkin, sementara apabila memutuskan untuk berlangganan yang besar sedangkan anggaran tidak ada maka sama saja bunuh diri,” jelas Ki Andri.

Akhirnya UST mengambil jalan tengah. Pertama, UST tetap menyediakan internet yang gratis dengan alokasi bandwith tersendiri. Kedua, UST mengadakan charged hotspot area (fasilitas internet berbayar) yaitu untuk mengakomodir aspirasi mahasiswa yang menginginkan kecepatan internet stabil. Demi mengakomodir pengguna hot spot yang berbayar tersebut, UST memberanikan diri untuk berlangganan di awal. Asumsinya adalah pengguna internet berbayar akan mendapatkan kecepatan transfer data yang lebih baik. Ki Andri menegaskan, “Bukan berati yang free kecepatannya tidak baik, free hotspot harus sama seperti dulu yang pernah lancar. Penyediaan fasilitas internet yang berbayar dan gratis bukan untuk membedakan tapi untuk mengakomodir aspirasi mahasiswa.”

Jer basuki mawa bea (kalau ingin baik harus mengeluarkan biaya. red) itulah semboyan yang diungkapkan oleh Nyi. Ir. Sri Endah Prasetyowati, MP., selaku Kepala Biro Sistem Informasi Manajemen (Biro SIM) dan Ki Andri. “Kalau mau lelet ya monggo gratis, kalau mau cepat ya bayar Rp 150.000,00, perbandingan kecepatan antara yang free dengan yang berbayar adalah 1:4,” ungkap Nyi Endah.

Nyi Endah menjelaskan, dengan bandwith UST sebesar 4 MB/bulan, jika dibandingkan dengan jumlah mahasiswa yang semakin meningkat, maka akan semakin tidak seimbang kesetabilan wi-fi. Oleh sebab itu, penambahan bandwith UST mulai 15 MB hingga 21 MB per bulan harus segera dilaksanakan. Tentunya untuk penambahan kapasitas bandwith tersebut perlu biaya. Sehingga dengan adanya kebijakan tentang fasilitas internet kampus yang diedarkan pada tanggal 4 April 2013 dapat memberikan pilihan mana yang paling tepat bagi mahasiswa.

“Apabila dibandingkan dengan langganan internet operator seluler yang tiap bulannya menghabiskan biaya kurang lebih sebesar Rp 50.000,00, maka dalam satu tahun akan menghabiskan biaya kurang lebih sebesar Rp 600.000,00. Oleh sebab itu, biaya fasilitas internet berbayar UST yang ditetapkan sebesar Rp 150.000,00 untuk penggunaan selama satu tahun tanpa pembatasan kuota adalah solusi yang jauh

lebih efisien,” tutur Ki Andri. Alokasi bandwith bagi yang berbayar sementara ini 4 MB. Menurut keterangan dari Ki Andri, anggaran diperoleh dari banyak tidaknya mahasiswa yang berlangganan hotspot berbayar. Apabila yang berlangganan jumlahnya sedikit bahkan makin lama makin menyusut, maka bandwith yang berlangganan akan dikecilkan dari bandwith yang sekarang ini cukup besar. Sebaliknya apabila peminatnya banyak bahkan makin bertambah maka akan di tambahkan juga bandwithnya.

Semuanya Untuk Citra?Tujuan lain dari peningkatan fasilitas internet di UST

disampaikan oleh Ki Andri sebagai salah satu upaya peningkatan citra kampus. Apabila kecepatan internetnya tinggi maka warga intern UST akan merasa nyaman dan terfasilitasi, sehingga secara tidak sadar mereka akan menginformasikan kenyamanan tersebut pada orang di lingkungan ekstern UST. “Jika citra kampus baik maka ekspektasi orang luar terhadap UST juga akan baik,” ungkap Ki Andri.

Berdasarkan informasi dari Nyi Endah, untuk penyediaan internet, UST memilih bekerjasama dengan UII Net (PT Global Prima Utama) karena biayanya lebih hemat jika dibandingkan dengan provider yang lain. Sesuai dengan Surat Edaran tentang kebijakan fasilitas internet kampus 'hotspot area' tanggal 8 April 2013, setiap pengguna hotspot wajib menyertakan password. Dengan password tersebut, monitor jaringan mampu mendeteksi situs/konten apa saja yang dibuka oleh pengguna hotspot (baik mahasiswa, dosen, maupun karyawan). “Tujuannya agar hotspot tidak dimanfaatkan sembarangan orang,” jelas Ki Eko. Senada dengan Ki Eko, Nyi Endah menuturkan, syarat password ini merupakan salah satu upaya Biro SIM untuk mengamankan fasilitas hotspot dari orang-orang yang kurang bertanggung jawab, sehingga fasilitas hotspot baik yang free maupun berbayar hanya dapat dinikmati untuk kepentingan civitas akademika.

Ki Eko menambahkan, untuk ke depannya UST punya target dalam pembuatan jurnal online di setiap prodi masing-masing untuk memuat artikel-artikel mahasiswa, karena syarat mahasiswa dapat diwisuda adalah membuat artikel ilmiah. Apabila fasilitas internet justru melumpuhkan intelektual civitas akademika, seperti halnya rumor mahasiswa yang lebih gemar copy paste tugas, artikel, atau karya tulis dari situs-situs tanpa mencantumkan referensi, Ki Eko memberikan warning bahwa hal tersebut adalah kasus plagiat dan dapat dikenai sanksi hukum yang cukup berat sesuai Peraturan Menteri No.10 Tahun 2010. Ki Eko menambahkan, “apabila mahasiswa terbukti menulis skripsi dari copy paste yang di ambil dari internet, tetapi referensi di sembunyikan, maka sanksinya adalah dicabutnya skripsi ijazah.”

Jika melihat kebelakang, jumlah pembiayaan di UST pada tahun ajaran ini semakin merangkak naik. Seperti yang tercatat d a l a m p e m b e r i t a a n P e n d a p a d i w e b s i t e www.lpmpendapa.com tanggal 19 Februari 2013 mengenai naiknya jumlah biaya PPL, KKN dan Skripsi. Ditambah lagi sekarang dengan adanya biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp. 150.000,00 untuk biaya kenyamanan dalam menggunakan fasilitas wi-fi. Lalu kenaikan atau kebijakan pembayaran baru apa lagi yang akan keluar besok? [p]

Eva YulianiTim (Eva, Suratmi, Putri, Rion, Fiqhie)

Page 6: Pendapa News Edisi I

6 Buletin PENDAPA News Edisi I Bulan April 2013

RESENSIRESENSI

yang mempelajari kesenian di Asia Tenggara. Aksi ala Hollywood disajikan dengan apik saat Jake menunjukkan kecakapannya menggunakan senjata yang tidak mungkin dimiliki oleh seorang yang berprofesi sebagai asisten pengajar. Tak ayal, hal tersebut yang membuat Hashim semakin menaruh kecurigaan terhadap Jake.

Diwarnai keraguan, Jake dan Hashim terpaksa bekerjasama untuk menyelesaikan misi mereka, menemukan kalung Sultana dan menyelamatkan Sultana yang diculik Malik. Malik adalah penjahat yang mengidap homoseksual. Dia menculik Sultana dan menguasai Achmed. Dengan memanfaatkan ideologi Islam fundamentalis yang melekat pada diri Achmed, Malik memasok dana untuk perjuangan mereka.

Kejadian demi kejadian penuh ketegangan memperkuat kerjasama Jake dan Hashim. Pertarungan semakin seru dan puncaknya terjadi saat perayaan Waisak di Candi Borobudur. Misi balas dendam pun terjadi. Di tengah keramaian festival pelepasan lampion terjadi baku tembak antara Jake bersama Hashim melawan Malik guna menyelamatkan Sultana dan keluaraga Hasyim. Adegan ini menjadi antiklimaks dalam film 'Java Heat'.

Ada kerancuan dalam film yang dibintangi Kellan Lutz (Jake), Atiqah Hasiholan (Sultana), Ario Bayu (Hashim), dan Tio Pakusadewo (Keponakan Sultan). Seperti halnya ketika Achmed muncul di kafe yang notabene area dugem, sementara dirinya masih mengenakan baju koko. Hal tersebut terasa janggal. Belum lagi bagaimana Jake datang ke Indonesia, kemudian menyelamatkan diri dari ledakan bom, tak ada sepotong gambar pun yang menjelaskan momen itu sampai ke akhir cerita. Sehingga penonton harus berimajinasi sendiri dalam pikirannya tentang adegan tersebut.

Terlepas dari alur cerita, film Java Heat berhasil menampilkan suguhan yang dikemas apik, yaitu suasana pedesaan Jawa, candi Borobudur, tradisi Jawa, dan obyek wisata yang digunakan sebagai lokasi syuting. Film tersebut juga mampu memvisualisasikan sesuatu yang berbeda dari lukisan kehidupan Yogyakarta dengan dibumbui suguhan aksi para bintang Hollywood berkolaborasi dengan artis nasional layak untuk ditonton dan patut diapresiasi.

Apabila penonton cermat, ada pesan yang secara nyata ditampilkan untuk menunjukkan bahwa Indonesia bukan sarang teroris. Seperi pernyataan yang diucapkan oleh Hashim, “Orang Amerika tidak mengenal kami, kami bukan teroris semuanya.” Film besutan Connor Allyn ini tayang perdana di Dallas International Film Festival di Amerika pada 4 April lalu. Film produksi Margate House ini diputar pertama kali di bioskop Indonesia pada hari Kamis 18 April 2013 dan diputar di 60 negara.

Pemimpin UmumLPM PENDAPA Tamansiswa

Buletin PENDAPA News Edisi I Bulan April 2013

JAVA HEAT

Sutradara : Connor AllynSkenario : Connor Allyn & Rob AllynProduser : Connor Allyn & Rob AllynGenre : Thriller, Aksi Rilis : 18 April 2013Durasi : 104 min.Pemain : Mickey Rourke, Kellan Lutz, Atiqah

Hasiholan, Ario Bayu, Rio Dewanto, Frans Tumbuan, Rudy Wowor, Teuku Rifnu Wikana, Tio Pakusadewo, Uli Auliani, Verdi Solaiman, Agung Udijana, Rahayu Saraswati, Mike Duncan, Nick McKinless, Mike Lucock, Astri Nurdin, Brent Duke

Pesan Java Heat untuk DuniaOleh: Taofiq Tri Yudhanto*

ilm diawali dengan pemandangan langit sore yang bertabur awan dengan matahari bersinar terik. Siluet stupa Fcandi Borobudur terlihat jelas. Dari sudut pandang

keramaian yang berasal dari ratusan warga berdemo di depan kantor Polisi, berpindah ke dalam ruang interogasi yang senyap.

John Jason Wild alias Jake, seorang warga Amerika diinterogasi oleh Kapten Hashim dari unit Detasemen Khusus (Densus) Antiteror 88. Jake adalah saksi insiden bom bunuh diri dalam sebuah pesta yang digelar di pendopo istana. Diduga kejadian itu merenggut nyawa Sultana, putri mahkota yang cantik memesona, dibarengi dengan pencurian perhiasan milik istana oleh penjahat internasional. Polisi mendapati sosoknya berada di tempat kejadian perkara (TKP) yang tampak dalam rekaman CCTV.

Awal konflik muncul ketika Hashim menaruh kecurigaan pada Jake yang mengaku sebagai pengajar dari Cornell University

Oleh: Suratmi*

7

dengan sengaja dan maksud tertentu menyulut kerusuhan massa di Jakarta dan Surakarta.

Pada tahun 2007, masalah Tim Mawar ini kembali mencuat ke permukaan melihat kenyataan bahwa 11 tentara yang terlibat (6 di antaranya dipecat pada tahun 1999), ternyata tidak jadi dipecat. Mereka justru tetap meniti karier, naik pangkat dan beberapa diketahui memegang posisi-posisi penting seperti Dandim dengan pangkat kolonel. 1 dari 6 perwira tersebut dinyatakan benar-benar dipecat.

Kini, nama Kopassus kembali ramai menjadi perbincangan publik. Hal ini dikarenakan 11 personil pasukan baret merah tersebut dinyatakan terlibat penyerangan dan penembakan yang menewaskan empat tahanan Polda DIY di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cebongan, Sleman, DIY. Kepada Tim Investigasi Mabes TNI, 11 personel Kopassus Grup II Kandang Menjangan, Kartasuro, mengaku nekat menyerbu Lapas Cebongan dengan motif balas dendam. Mereka tidak terima atas kematian Serka Heru Santoso yang tewas dibunuh empat tahanan Polda DIY tersebut.

Kasus tersebut membuktikan betapa eratnya jiwa korsa yang dimiliki pasukan baret merah. Meski begitu, tidak seharusnya semangat korsa dijadikan landasan atas tindakan yang negatif terlebih untuk membalas dendam seperti ini yang ditunjukan oleh pasukan elite.

Setiap hal pasti memiliki sisi baik dan sisi buruk, pernyataan tersebut berlaku pula untuk pasukan elite Kopassus milik TNI AD. Meski sudah memiliki segudang kehebatan yang menjadikannya disegani, tersimpan segelintir kasus yang bisa menjatuhkan nama baiknya. Sebagai pasukan elite, Kopassus harus sebisa mungkin untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap hukum. Bukan tidak mungkin hal tersebut akan mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap reputasinya, baik dalam negeri maupun luar negeri. Sehingga, jiwa korsa pasukan ini harus ditunjukkan dalam bentuk yang positif bukan negatif seperti balas dendam.

*Sekretaris Redaksi

KOLOMKOLOM

ribuana Chandraca Catya Dharma. Semboyan milik Komando pasukan khusus (Kopassus) ini memiliki Tdoktrin kuat yaitu: berani, benar dan berhasil. Kopassus

yang merupakan pasukan elite milik Tentara Nasional Angkatan Darat ini sering dijuluki pasukan baret merah. Semboyan tersebut menunjukkan sikap berani korbankan jiwa raga, berani pegang prinsip, dan berani jalankan amanah konstitusi dan undang-undang. Hal ini dikarenakan peran pasukan baret merah ini adalah menyelesaikan beberapa permasalahan yang mengancam kedaulatan negara dan tidak mampu diatasi oleh pasukan organik yang ada.

Sejarah mencatat keberhasilan Kopassus sebagai pasukan khusus yang mampu menangani tugas-tugas berat. Tugas yang diemban pun bukan hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Kopassus pernah dilibatkan dalam pembebasan pesawat di Bandara Don-Muang Thailand, juga pernah ditugaskan di perbatasan Vietnam, perbatasan Malaysia dan Australia. Selain itu, kopassus juga melakukan patroli operasi jarak jauh yang berbatasan dengan Papua Nugini. Beberapa operasi yang pernah dilakukan oleh kopassus diantaranya adalah Operasi Penumpasan DI/TII di Jawa Barat, Operasi Militer PRRI/Permesta, Operasi Trikora, Operasi Dwikora, Penumpasan G30S/PKI, Pepera di Irian Barat, Operasi Seroja di Timor-Timur, Muang-Thailand, Operasi GPK di Aceh, serta berbagai operasi militer lainnya.

Discovery Chanel Military edisi 2008 menempatkan Kopassus di posisi ketiga pasukan elite dunia. Kopassus juga menjadi pasukan elite yang disegani, bahkan sejumlah negara meminta Kopassus untuk melatih pasukan militernya. Diantaranya pasukan-pasukan tersebut adalah pasukan di negara Afrika Utara, Kamboja, dan Timor Leste.

Kejayaan Kopassus sempat ternodai pada tahun 1998. Hal ini dikarenakan banyaknya pihak yang menarik Kopassus untuk masuk kedalam kegiatan bernuansa politis. Nama baik kopassus sempat tercoreng berkaitan dengan aktivitas Tim Mawar yang dituding bertanggung jawab terhadap kegiatan penculikan dan penghilangan nyawa beberapa aktivis pro demokrasi. Setelah peristiwa Mei 1998, Kopassus kembali menuai tuduhan ketika banyak hasil penelitian tim pencari fakta independen menemukan adanya organisasi terstruktur rapi dalam militer yang

Gelap Dalam Terang Sang Baret Merah

Segenap Keluarga Besar LPM PENDAPA Tamansiswa

Mengucapkan Selamat Hari Kartini

“Jaya Wanita Indonesia”

do

k.is

time

wa

Page 7: Pendapa News Edisi I

6 Buletin PENDAPA News Edisi I Bulan April 2013

RESENSIRESENSI

yang mempelajari kesenian di Asia Tenggara. Aksi ala Hollywood disajikan dengan apik saat Jake menunjukkan kecakapannya menggunakan senjata yang tidak mungkin dimiliki oleh seorang yang berprofesi sebagai asisten pengajar. Tak ayal, hal tersebut yang membuat Hashim semakin menaruh kecurigaan terhadap Jake.

Diwarnai keraguan, Jake dan Hashim terpaksa bekerjasama untuk menyelesaikan misi mereka, menemukan kalung Sultana dan menyelamatkan Sultana yang diculik Malik. Malik adalah penjahat yang mengidap homoseksual. Dia menculik Sultana dan menguasai Achmed. Dengan memanfaatkan ideologi Islam fundamentalis yang melekat pada diri Achmed, Malik memasok dana untuk perjuangan mereka.

Kejadian demi kejadian penuh ketegangan memperkuat kerjasama Jake dan Hashim. Pertarungan semakin seru dan puncaknya terjadi saat perayaan Waisak di Candi Borobudur. Misi balas dendam pun terjadi. Di tengah keramaian festival pelepasan lampion terjadi baku tembak antara Jake bersama Hashim melawan Malik guna menyelamatkan Sultana dan keluaraga Hasyim. Adegan ini menjadi antiklimaks dalam film 'Java Heat'.

Ada kerancuan dalam film yang dibintangi Kellan Lutz (Jake), Atiqah Hasiholan (Sultana), Ario Bayu (Hashim), dan Tio Pakusadewo (Keponakan Sultan). Seperti halnya ketika Achmed muncul di kafe yang notabene area dugem, sementara dirinya masih mengenakan baju koko. Hal tersebut terasa janggal. Belum lagi bagaimana Jake datang ke Indonesia, kemudian menyelamatkan diri dari ledakan bom, tak ada sepotong gambar pun yang menjelaskan momen itu sampai ke akhir cerita. Sehingga penonton harus berimajinasi sendiri dalam pikirannya tentang adegan tersebut.

Terlepas dari alur cerita, film Java Heat berhasil menampilkan suguhan yang dikemas apik, yaitu suasana pedesaan Jawa, candi Borobudur, tradisi Jawa, dan obyek wisata yang digunakan sebagai lokasi syuting. Film tersebut juga mampu memvisualisasikan sesuatu yang berbeda dari lukisan kehidupan Yogyakarta dengan dibumbui suguhan aksi para bintang Hollywood berkolaborasi dengan artis nasional layak untuk ditonton dan patut diapresiasi.

Apabila penonton cermat, ada pesan yang secara nyata ditampilkan untuk menunjukkan bahwa Indonesia bukan sarang teroris. Seperi pernyataan yang diucapkan oleh Hashim, “Orang Amerika tidak mengenal kami, kami bukan teroris semuanya.” Film besutan Connor Allyn ini tayang perdana di Dallas International Film Festival di Amerika pada 4 April lalu. Film produksi Margate House ini diputar pertama kali di bioskop Indonesia pada hari Kamis 18 April 2013 dan diputar di 60 negara.

Pemimpin UmumLPM PENDAPA Tamansiswa

Buletin PENDAPA News Edisi I Bulan April 2013

JAVA HEAT

Sutradara : Connor AllynSkenario : Connor Allyn & Rob AllynProduser : Connor Allyn & Rob AllynGenre : Thriller, Aksi Rilis : 18 April 2013Durasi : 104 min.Pemain : Mickey Rourke, Kellan Lutz, Atiqah

Hasiholan, Ario Bayu, Rio Dewanto, Frans Tumbuan, Rudy Wowor, Teuku Rifnu Wikana, Tio Pakusadewo, Uli Auliani, Verdi Solaiman, Agung Udijana, Rahayu Saraswati, Mike Duncan, Nick McKinless, Mike Lucock, Astri Nurdin, Brent Duke

Pesan Java Heat untuk DuniaOleh: Taofiq Tri Yudhanto*

ilm diawali dengan pemandangan langit sore yang bertabur awan dengan matahari bersinar terik. Siluet stupa Fcandi Borobudur terlihat jelas. Dari sudut pandang

keramaian yang berasal dari ratusan warga berdemo di depan kantor Polisi, berpindah ke dalam ruang interogasi yang senyap.

John Jason Wild alias Jake, seorang warga Amerika diinterogasi oleh Kapten Hashim dari unit Detasemen Khusus (Densus) Antiteror 88. Jake adalah saksi insiden bom bunuh diri dalam sebuah pesta yang digelar di pendopo istana. Diduga kejadian itu merenggut nyawa Sultana, putri mahkota yang cantik memesona, dibarengi dengan pencurian perhiasan milik istana oleh penjahat internasional. Polisi mendapati sosoknya berada di tempat kejadian perkara (TKP) yang tampak dalam rekaman CCTV.

Awal konflik muncul ketika Hashim menaruh kecurigaan pada Jake yang mengaku sebagai pengajar dari Cornell University

Oleh: Suratmi*

7

dengan sengaja dan maksud tertentu menyulut kerusuhan massa di Jakarta dan Surakarta.

Pada tahun 2007, masalah Tim Mawar ini kembali mencuat ke permukaan melihat kenyataan bahwa 11 tentara yang terlibat (6 di antaranya dipecat pada tahun 1999), ternyata tidak jadi dipecat. Mereka justru tetap meniti karier, naik pangkat dan beberapa diketahui memegang posisi-posisi penting seperti Dandim dengan pangkat kolonel. 1 dari 6 perwira tersebut dinyatakan benar-benar dipecat.

Kini, nama Kopassus kembali ramai menjadi perbincangan publik. Hal ini dikarenakan 11 personil pasukan baret merah tersebut dinyatakan terlibat penyerangan dan penembakan yang menewaskan empat tahanan Polda DIY di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cebongan, Sleman, DIY. Kepada Tim Investigasi Mabes TNI, 11 personel Kopassus Grup II Kandang Menjangan, Kartasuro, mengaku nekat menyerbu Lapas Cebongan dengan motif balas dendam. Mereka tidak terima atas kematian Serka Heru Santoso yang tewas dibunuh empat tahanan Polda DIY tersebut.

Kasus tersebut membuktikan betapa eratnya jiwa korsa yang dimiliki pasukan baret merah. Meski begitu, tidak seharusnya semangat korsa dijadikan landasan atas tindakan yang negatif terlebih untuk membalas dendam seperti ini yang ditunjukan oleh pasukan elite.

Setiap hal pasti memiliki sisi baik dan sisi buruk, pernyataan tersebut berlaku pula untuk pasukan elite Kopassus milik TNI AD. Meski sudah memiliki segudang kehebatan yang menjadikannya disegani, tersimpan segelintir kasus yang bisa menjatuhkan nama baiknya. Sebagai pasukan elite, Kopassus harus sebisa mungkin untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap hukum. Bukan tidak mungkin hal tersebut akan mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap reputasinya, baik dalam negeri maupun luar negeri. Sehingga, jiwa korsa pasukan ini harus ditunjukkan dalam bentuk yang positif bukan negatif seperti balas dendam.

*Sekretaris Redaksi

KOLOMKOLOM

ribuana Chandraca Catya Dharma. Semboyan milik Komando pasukan khusus (Kopassus) ini memiliki Tdoktrin kuat yaitu: berani, benar dan berhasil. Kopassus

yang merupakan pasukan elite milik Tentara Nasional Angkatan Darat ini sering dijuluki pasukan baret merah. Semboyan tersebut menunjukkan sikap berani korbankan jiwa raga, berani pegang prinsip, dan berani jalankan amanah konstitusi dan undang-undang. Hal ini dikarenakan peran pasukan baret merah ini adalah menyelesaikan beberapa permasalahan yang mengancam kedaulatan negara dan tidak mampu diatasi oleh pasukan organik yang ada.

Sejarah mencatat keberhasilan Kopassus sebagai pasukan khusus yang mampu menangani tugas-tugas berat. Tugas yang diemban pun bukan hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Kopassus pernah dilibatkan dalam pembebasan pesawat di Bandara Don-Muang Thailand, juga pernah ditugaskan di perbatasan Vietnam, perbatasan Malaysia dan Australia. Selain itu, kopassus juga melakukan patroli operasi jarak jauh yang berbatasan dengan Papua Nugini. Beberapa operasi yang pernah dilakukan oleh kopassus diantaranya adalah Operasi Penumpasan DI/TII di Jawa Barat, Operasi Militer PRRI/Permesta, Operasi Trikora, Operasi Dwikora, Penumpasan G30S/PKI, Pepera di Irian Barat, Operasi Seroja di Timor-Timur, Muang-Thailand, Operasi GPK di Aceh, serta berbagai operasi militer lainnya.

Discovery Chanel Military edisi 2008 menempatkan Kopassus di posisi ketiga pasukan elite dunia. Kopassus juga menjadi pasukan elite yang disegani, bahkan sejumlah negara meminta Kopassus untuk melatih pasukan militernya. Diantaranya pasukan-pasukan tersebut adalah pasukan di negara Afrika Utara, Kamboja, dan Timor Leste.

Kejayaan Kopassus sempat ternodai pada tahun 1998. Hal ini dikarenakan banyaknya pihak yang menarik Kopassus untuk masuk kedalam kegiatan bernuansa politis. Nama baik kopassus sempat tercoreng berkaitan dengan aktivitas Tim Mawar yang dituding bertanggung jawab terhadap kegiatan penculikan dan penghilangan nyawa beberapa aktivis pro demokrasi. Setelah peristiwa Mei 1998, Kopassus kembali menuai tuduhan ketika banyak hasil penelitian tim pencari fakta independen menemukan adanya organisasi terstruktur rapi dalam militer yang

Gelap Dalam Terang Sang Baret Merah

Segenap Keluarga Besar LPM PENDAPA Tamansiswa

Mengucapkan Selamat Hari Kartini

“Jaya Wanita Indonesia”

do

k.is

time

wa

Page 8: Pendapa News Edisi I

PENDAPA PENDAPA SELINTAS

9Buletin PENDAPA News Edisi I Bulan April 2013

Wahyu Z/PENDAPA

8

Dibalik Kacamata Pendidikan

ukan rahasia lagi atau lebih tepatnya mungkin sudah menjadi rahasia umun apabila kampus dianggap Bsebagai menara gading yang hanya menciptakan jutaan

pekerja siap pakai di dunia kerja sekaligus penjara bagi mereka yang ingin belajar dengan merdeka. Sebuah skenario sudah tertata rapi hingga ke tingkat internasional, maka Perguruan Tinggi (PT) tidak lagi mencerdaskan kehidupan bangsa seperti apa yang tertera dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD '45). Akan tetapi meningkakan ketrampilan para pekerja di masa depan, dengan berbagai aturan yang dibuat seolah menjerumuskan semua penerus bangsa untuk mau tak mau harus mengikuti garis, tanpa kecerdasan dan kebebasan. Frank Zappa dengan beraninya berkata bahwa kampus bukan lagi sumber ilmu melainkan tempat untuk bercinta atau berpacaran. Pernyataan dari Frank Zappa tersebut dimuat pada Koran Tempo, Minggu (08/4).

Peraturan yang disusun melalui sekian pergantian kurikulum membuat mahasiswa apatis. Mahasiswa tidak lagi mencoba untuk berpikir kritis. Mereka hanya belajar dan mencari kesenangan di waktu senggang. Tidak ada lagi yang suka berdiskusi atau ke perpustakaan. Mereka lebih memilih bermain aman dengan peran mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang- kuliah-pulang) ataupun bersantai di tempat wisata atau hiburan.

Beberapa penjaga perspustakaan mengakui bahwa jumlah mahasiswa yang berkunjung dan meminjam buku berbanding terbalik dengan jumlah mahasiswa yang masuk dan terdaftar di perguruan tinggi yang setiap tahun mengalami kenaikan. Rumitnya proses yang diberlakukan oleh beberapa perpustakaan membuat minat mahasiswa beralih ke perpustakaan online yang lebih praktis.

Indonesia sendiri menduduki posisi sepuluh besar pengguna internet terbanyak sedunia. Namun tidak semua pengguna internet membuka dan menjelajah di situs perpustakaan online. Ketika ditanya, banyak mahasiswa yang mengaku bahwa mereka akan lebih lama di jejaring sosial seperti facebook, twitter, situs-situs berita. Ada pula yang sudah bertahun-tahun menggunakan internet belum pernah mengunjungi perpustakaan online. Bahkan dalam pengerjaan tugas, mahasiswa lebih suka browsing di internet, bahkan 90% tugas diambil dari internet tanpa mengkaji ulang kualitas dari data tersebut kemudian tidak menncatumkan sumber data referensi dalam daftar pustaka. Maka plagiat disini menjadi kegiatan yang biasa ter jadi di kalangan mahasiswa.

Sangat ironis apabila kegiatan plagiat tersebut terus terjadi, apalagi para pengajar tidak melakukan tindakan kongkrit terhadap fenomena tersebut. Ada kemungkinan terjadinya kasus

plagiat bermula dari menurunnya tingkat baca yang terjadi pada mahasiswa, sehingga mahasiswa tidak tahu bahkan tidak mau tahu mengenai informasi yang terjadi disekitarnya. budaya tidak peduli atau apatis terhadap lingkungan sosial dan politik pun mulai berkembang.

Padahal, mahasiswa menyandang predikat sebagai penerus generasi bangsa. Dengan merebaknya kasus plagiat, predikat tersebut mulai dipertanyakan. Apabila keadaan itu terus berlanjut, maka tidak ada lagi pemuda mahasiswa yang berjuang seperti Sukarno ataupun Ki Hadjar Dewantara.

Sehingga tidaklah salah apabila sebagian besar masyarakat dan aktifis mengangap kampus sebagai menara gading yang memenjarakan seluruh akal. Diakui atau tidak, hal tersebut adalah realita system yang terus membelajarkan para mahasiswa. Konsep yang diterapkan pada PT pun tidak menyuruh mahasiswa untuk berpikir kritis dan merdeka.

Meski begitu, perjuangan masih sangat panjang dan mungkin tidak ada ujungnya, masa depan bangsa ada ditangan para mereka yang ada dikampus, dibalik penjara yang cukup mewah. Namun, mahasiswa yang menentukan arah dan kehidupan bangsa ini. Apabila mahasiswa terus berjuang dan berpikir meredeka seperti yang diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara, makan bukan hal yang mustahil tercapainya kehidupan bangsa yang cerdas, yang menjadi cita- cita bangsa seperti apa yang telah tertancap pada pembukaan UUD '45.

Oleh: Hironimus P Jehadun*

Buletin PENDAPA News Edisi I Bulan April 2013

“Jika anda ingin bercinta pergilah ke perguruan tinggi. Jika anda inginkan pendidikan pergilah ke perpustakaan.”

Frank Zappa, Tokoh rock progresif (1940-1993)

*Wakil Pemimpin UmumLPM PENDAPA Tamansiswa

Pendidikan Versi Kerakyatan Bahasa,Sarana Pengembang Bakat

ertempat di Dewantara Convention Room (DCR) Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Teknologi Bdan Kejuruan (HMJ PTK) menyelenggarakan seminar

nasional bertema “Tantangan dan Hambatan dalam Membangun Pendidikan yang Bervisi Kerakyatan”, Rabu (17/4).

Seminar nasional dengan peserta sebanyak 170 mahasiswa tersebut menghadirkan dua pembicara, yaitu Drs. Bambang Supriyono M.M, M.Pd, guru teladan nasional dan Nurani Soyomukti, anggota Serikat Muda Intelektual Nusantara (Samin) . Da lam maka lahnya , Nuran i Soyomukt i mengungkapkan bahwa suatu pendidikan gratis dari SD hingga perguruan tinggi bukanlah hal yang mustahil untuk diwujudkan apabila dilakukan dengan niat yang kuat. Hal tersebut merupakan suatu kewajiban sebagaimana dijamin oleh UUD 1945, di mana tujuan adanya bangsa Indonesia adalah 'mencerdaskan kehidupan bangsa'.

Kapitalisme merupakan salah satu hambatan dalam pendidikan. Menurut Nurani, kapitalisme menjadikan pendidikan lebih eksklusif karena akan dihuni oleh mereka yang mampu membayarnya. Apabila hanya kalangan orang kaya saja yang mampu dan hak-hak setiap orang untuk mendapatkan sekolah diingkari, maka pada akhirnya sekolah hanya diisi oleh anak-anak orang berduit. Hal tersebut menunjukan adanya elitisme pendidikan. Persebaran ideologis kapitalisme sebagai proses pendidikan yang semakin nyata akan membentuk 'kesadaran' yang sesuai dengan kondisi kognitif, afektif, dan psikomotorik agar kapitalisme bertahan dan kapitalis mendapat banyak keuntungan. “Yang dimaksud disini adalah proses yang disosialisasikan di luar lembaga sekolah formal, tetapi lebih banyak melalui lembaga-lembaga sosial dan media massa,” imbuhnya.

Ketua panitia, Beta Rianto mengungkapkan bahwa pendidikan seharusnya memanusiakan manusia, sehingga tidak hanya kalangan atas saja yang bisa mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi. “Pendidikan kerakyatan adalah bagaimana caranya rakyat di pedalaman itu bisa mengenyam pendidikan yang lebih tinggi untuk pencapaian cita-cita mereka, melalui pendidikan gratis atau pemberian beasiswa,” jelas Beta.

Beta berharap, konsep kerakyatan Ki Hadjar Dewantara mampu menyamaratakan pendidikan agar tidak ada jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin.[p]

eberuntungan adalah milik orang yang punya impian. Orang yang jenius adalah orang yang bisa menyetarakan Kotak kanan dan kirinya.”

Begitulah kata-kata Moh. Rusnoto Susanto, S.Pd, M.Sn sebagai pembicara seminar pada Kamis (18/04) di gedung Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (PGSD FKIP UST) yang bertemakan “Mengeksplorasi dan Mengembangkan Bakat dan Potensi Diri Melalui Bahasa dan Seni Demi Meningkatkan Jati Diri Bangsa”. Acara yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni (HMJ JPBS) mendapat antusias cukup tinggi dari mahasiswa khususnya jurusan bahasa.

Dr. Suroso, M.Pd, M.Th, dosen Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang juga sebagai pembicara mengatakan, “sudah selayaknya mengembangkan potensi kreatif dengan meningkatkan motivasi berprestasi, dengan syarat mampu mengatasi tantangan yang dihadapi.” Menurutnya, untuk berprestasi bukan hanya sekedar capaian Indeks Prestasi Akademik, namun juga perlu pengalaman (How Know), dan sikap positif dalam menekuni profesi. Mahasiswa bahasa dan seni dapat menjadi agen perubahan manakala mampu menjadi inovator dalam bidang pendidikan, seni, bahasa, dan budaya.

Acara diskusi tersebut menekankan bahwa bakat pada setiap orang hanyalah 10%, sisanya adalah kerja keras. “Karena pada intinya semua anak yang dilahirkan dibekali potensi jenius,” pungkas Rusnoto.[p]

(Indra Leviana)

OPINIOPINI

caption |Foto: Indra

(Indra Leviana)

caption |Foto: Indrabapak Suroso saat memberikan materi pada seminar HMJ JPBS.

Indra ’13

Page 9: Pendapa News Edisi I

PENDAPA PENDAPA SELINTAS

9Buletin PENDAPA News Edisi I Bulan April 2013

Wahyu Z/PENDAPA

8

Dibalik Kacamata Pendidikan

ukan rahasia lagi atau lebih tepatnya mungkin sudah menjadi rahasia umun apabila kampus dianggap Bsebagai menara gading yang hanya menciptakan jutaan

pekerja siap pakai di dunia kerja sekaligus penjara bagi mereka yang ingin belajar dengan merdeka. Sebuah skenario sudah tertata rapi hingga ke tingkat internasional, maka Perguruan Tinggi (PT) tidak lagi mencerdaskan kehidupan bangsa seperti apa yang tertera dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD '45). Akan tetapi meningkakan ketrampilan para pekerja di masa depan, dengan berbagai aturan yang dibuat seolah menjerumuskan semua penerus bangsa untuk mau tak mau harus mengikuti garis, tanpa kecerdasan dan kebebasan. Frank Zappa dengan beraninya berkata bahwa kampus bukan lagi sumber ilmu melainkan tempat untuk bercinta atau berpacaran. Pernyataan dari Frank Zappa tersebut dimuat pada Koran Tempo, Minggu (08/4).

Peraturan yang disusun melalui sekian pergantian kurikulum membuat mahasiswa apatis. Mahasiswa tidak lagi mencoba untuk berpikir kritis. Mereka hanya belajar dan mencari kesenangan di waktu senggang. Tidak ada lagi yang suka berdiskusi atau ke perpustakaan. Mereka lebih memilih bermain aman dengan peran mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang- kuliah-pulang) ataupun bersantai di tempat wisata atau hiburan.

Beberapa penjaga perspustakaan mengakui bahwa jumlah mahasiswa yang berkunjung dan meminjam buku berbanding terbalik dengan jumlah mahasiswa yang masuk dan terdaftar di perguruan tinggi yang setiap tahun mengalami kenaikan. Rumitnya proses yang diberlakukan oleh beberapa perpustakaan membuat minat mahasiswa beralih ke perpustakaan online yang lebih praktis.

Indonesia sendiri menduduki posisi sepuluh besar pengguna internet terbanyak sedunia. Namun tidak semua pengguna internet membuka dan menjelajah di situs perpustakaan online. Ketika ditanya, banyak mahasiswa yang mengaku bahwa mereka akan lebih lama di jejaring sosial seperti facebook, twitter, situs-situs berita. Ada pula yang sudah bertahun-tahun menggunakan internet belum pernah mengunjungi perpustakaan online. Bahkan dalam pengerjaan tugas, mahasiswa lebih suka browsing di internet, bahkan 90% tugas diambil dari internet tanpa mengkaji ulang kualitas dari data tersebut kemudian tidak menncatumkan sumber data referensi dalam daftar pustaka. Maka plagiat disini menjadi kegiatan yang biasa ter jadi di kalangan mahasiswa.

Sangat ironis apabila kegiatan plagiat tersebut terus terjadi, apalagi para pengajar tidak melakukan tindakan kongkrit terhadap fenomena tersebut. Ada kemungkinan terjadinya kasus

plagiat bermula dari menurunnya tingkat baca yang terjadi pada mahasiswa, sehingga mahasiswa tidak tahu bahkan tidak mau tahu mengenai informasi yang terjadi disekitarnya. budaya tidak peduli atau apatis terhadap lingkungan sosial dan politik pun mulai berkembang.

Padahal, mahasiswa menyandang predikat sebagai penerus generasi bangsa. Dengan merebaknya kasus plagiat, predikat tersebut mulai dipertanyakan. Apabila keadaan itu terus berlanjut, maka tidak ada lagi pemuda mahasiswa yang berjuang seperti Sukarno ataupun Ki Hadjar Dewantara.

Sehingga tidaklah salah apabila sebagian besar masyarakat dan aktifis mengangap kampus sebagai menara gading yang memenjarakan seluruh akal. Diakui atau tidak, hal tersebut adalah realita system yang terus membelajarkan para mahasiswa. Konsep yang diterapkan pada PT pun tidak menyuruh mahasiswa untuk berpikir kritis dan merdeka.

Meski begitu, perjuangan masih sangat panjang dan mungkin tidak ada ujungnya, masa depan bangsa ada ditangan para mereka yang ada dikampus, dibalik penjara yang cukup mewah. Namun, mahasiswa yang menentukan arah dan kehidupan bangsa ini. Apabila mahasiswa terus berjuang dan berpikir meredeka seperti yang diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara, makan bukan hal yang mustahil tercapainya kehidupan bangsa yang cerdas, yang menjadi cita- cita bangsa seperti apa yang telah tertancap pada pembukaan UUD '45.

Oleh: Hironimus P Jehadun*

Buletin PENDAPA News Edisi I Bulan April 2013

“Jika anda ingin bercinta pergilah ke perguruan tinggi. Jika anda inginkan pendidikan pergilah ke perpustakaan.”

Frank Zappa, Tokoh rock progresif (1940-1993)

*Wakil Pemimpin UmumLPM PENDAPA Tamansiswa

Pendidikan Versi Kerakyatan Bahasa,Sarana Pengembang Bakat

ertempat di Dewantara Convention Room (DCR) Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Teknologi Bdan Kejuruan (HMJ PTK) menyelenggarakan seminar

nasional bertema “Tantangan dan Hambatan dalam Membangun Pendidikan yang Bervisi Kerakyatan”, Rabu (17/4).

Seminar nasional dengan peserta sebanyak 170 mahasiswa tersebut menghadirkan dua pembicara, yaitu Drs. Bambang Supriyono M.M, M.Pd, guru teladan nasional dan Nurani Soyomukti, anggota Serikat Muda Intelektual Nusantara (Samin) . Da lam maka lahnya , Nuran i Soyomukt i mengungkapkan bahwa suatu pendidikan gratis dari SD hingga perguruan tinggi bukanlah hal yang mustahil untuk diwujudkan apabila dilakukan dengan niat yang kuat. Hal tersebut merupakan suatu kewajiban sebagaimana dijamin oleh UUD 1945, di mana tujuan adanya bangsa Indonesia adalah 'mencerdaskan kehidupan bangsa'.

Kapitalisme merupakan salah satu hambatan dalam pendidikan. Menurut Nurani, kapitalisme menjadikan pendidikan lebih eksklusif karena akan dihuni oleh mereka yang mampu membayarnya. Apabila hanya kalangan orang kaya saja yang mampu dan hak-hak setiap orang untuk mendapatkan sekolah diingkari, maka pada akhirnya sekolah hanya diisi oleh anak-anak orang berduit. Hal tersebut menunjukan adanya elitisme pendidikan. Persebaran ideologis kapitalisme sebagai proses pendidikan yang semakin nyata akan membentuk 'kesadaran' yang sesuai dengan kondisi kognitif, afektif, dan psikomotorik agar kapitalisme bertahan dan kapitalis mendapat banyak keuntungan. “Yang dimaksud disini adalah proses yang disosialisasikan di luar lembaga sekolah formal, tetapi lebih banyak melalui lembaga-lembaga sosial dan media massa,” imbuhnya.

Ketua panitia, Beta Rianto mengungkapkan bahwa pendidikan seharusnya memanusiakan manusia, sehingga tidak hanya kalangan atas saja yang bisa mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi. “Pendidikan kerakyatan adalah bagaimana caranya rakyat di pedalaman itu bisa mengenyam pendidikan yang lebih tinggi untuk pencapaian cita-cita mereka, melalui pendidikan gratis atau pemberian beasiswa,” jelas Beta.

Beta berharap, konsep kerakyatan Ki Hadjar Dewantara mampu menyamaratakan pendidikan agar tidak ada jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin.[p]

eberuntungan adalah milik orang yang punya impian. Orang yang jenius adalah orang yang bisa menyetarakan Kotak kanan dan kirinya.”

Begitulah kata-kata Moh. Rusnoto Susanto, S.Pd, M.Sn sebagai pembicara seminar pada Kamis (18/04) di gedung Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (PGSD FKIP UST) yang bertemakan “Mengeksplorasi dan Mengembangkan Bakat dan Potensi Diri Melalui Bahasa dan Seni Demi Meningkatkan Jati Diri Bangsa”. Acara yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni (HMJ JPBS) mendapat antusias cukup tinggi dari mahasiswa khususnya jurusan bahasa.

Dr. Suroso, M.Pd, M.Th, dosen Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang juga sebagai pembicara mengatakan, “sudah selayaknya mengembangkan potensi kreatif dengan meningkatkan motivasi berprestasi, dengan syarat mampu mengatasi tantangan yang dihadapi.” Menurutnya, untuk berprestasi bukan hanya sekedar capaian Indeks Prestasi Akademik, namun juga perlu pengalaman (How Know), dan sikap positif dalam menekuni profesi. Mahasiswa bahasa dan seni dapat menjadi agen perubahan manakala mampu menjadi inovator dalam bidang pendidikan, seni, bahasa, dan budaya.

Acara diskusi tersebut menekankan bahwa bakat pada setiap orang hanyalah 10%, sisanya adalah kerja keras. “Karena pada intinya semua anak yang dilahirkan dibekali potensi jenius,” pungkas Rusnoto.[p]

(Indra Leviana)

OPINIOPINI

caption |Foto: Indra

(Indra Leviana)

caption |Foto: Indrabapak Suroso saat memberikan materi pada seminar HMJ JPBS.

Indra ’13

Page 10: Pendapa News Edisi I

CERMINCERMIN

1110 Buletin PENDAPA News Edisi I Bulan April 2013

Indra ’13

hujan air. Melainkan hujan sampah. Itu sebabnya kota kami berada di simpang empat sebelum neraka.

***Sebulan ini hujan belum juga turun. Persediaan air di rumah

kami sudah semakin menipis. Dan tak ada yang dapat aku serta keluargaku lakukan selain menunggu hujan turun. Namun, tak mungkin rasanya dapat mengetahui bila mendung datang. Karena cahaya matari beserta awan biru sudah lama tak pernah aku lihat. Malah awan mendung pun terakhir aku lihat ketika umurku masih sembilan tahun. Itu adalah pengalaman pertama, jua terakhirku saat melihat awan mendung. Hingga kotaku menjadi tertelan luapan gunung-gunung sampah.

“Ibu, kapan hujan air turun lagi bukan hujan sampah?” tanyaku kepada ibu, “apa hujan juga sudah tak sudi lagi turun di kota kita yang suram ini?”

“Tak tahulah, Nak?” Ibu melengos ke arahku. Dan memandangku gamang, “mungkin hujan akan turun kembali bila manusia di kota ini sudah ingat kembali akan surga dan Tuhan.”

“Ada apa gerangan antara manusia dengan surga dan Tuhan, Ibu? Apa hubunganya dengan hujan.”

“Banyak sekali, Nak?”“Apa karena manusia sudah lupa gamabaran indah surga,

Ibu!”“Salah satunya itu, Bim, dan...?”“Dan apa, Ibu?”“Ya, yang jelas manusia di kota ini sudah begitu lupa pada

Tuhan. Mereka semua sudah meninggalkan hubungan kalis antara manusia dan Tuhanya. Bahkan, mereka sudah melupakan hubungan antara manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan alamnya. Dan ini yang terjadi kota kita tak lagi disergah cahaya matahari, bulan, dan bintang. Bahkan Tuhan menciptakan hujan sampah untuk kita.” Ibu melengguh dalam air muka pucat.

“Ya, kau tahu, Bim, dahulu kota kita tak semuram ini. Dahulu setiap sudut kota kita adalah taman. Dan mengalir sungai-sungai cernih. Hewan-hewan pun dapat hidup dengan begitu sejahtera. Dan penduduk begitu akur terhadapa sesamanaya.”

“Lantas apa yang menyebabkannya?” tanyaku hati-hati.“Kekuasan dan modallah yang menyebabkan semua ini.”“Kekuasan dan modal? Maksud, Ibu?”“Dengarkan, Bim, penduduk sudah lupa pada Tuhan dan

surga. Mereka bergitu terlena pada kekuasan dan modal. Bahkan Tuhan, kini, di kota ini, sudah terkubur di surat-surat pajak, uang, dan kekuasaan. Penduduk sempunuhnya sudah melupakan Tuhan. Setelah itu kerakusan meraja-lela. Penduduk memakan apa saja, dan tanpa dapat kenyang. Puluhan tahun mereka makan apa saja yang dapat mereka makan. Hingga kota ini dipenuhi oleh sampah setinggi gunung-gungun. Dan sampai sekarang penduduk belum juga kenyang.”

“Apa penduduk juga memakan manusia?”“Kurasa bila hujan belum juga turun penduduk juga akan

memakan manusia, Bim.”Aku tertonggok cukup lama. Membayangkan apa saja yang

akan terjadi. Bila hujan belum juga turun. Pandangku kulempar ke sekeliling halaman rumah yang gulita. Tanpa pendar cahaya. Aku berpikir bisa saja, ada seorang di luar sana yang sedang menguntit kami. Dan berniat memakan kami. Maka mengeletarlah aku, menutup daun pintu rumah.

“Kenapa, Bim? Kau takut?” tanya Ibu tiba-tiba.“Iya, aku khawatir.”“Bagaimana kalau, Ibumu sendiri yang memakanmu?”Terperanjat aku. Ya, bisa jadi? Ibu mengatakan sekalau

penduduk kota ini semuanya rakus. Dan tak terkecuali ibu. Dia juga penduduk kota ini. Namun, tak mungkin rasanya wanita

manis. Pemilik senyum lembut itu menyakitiku. Dia terus menyeringai, menembakan pandangannya ke arahku...

***Lamat-lamat terdengar dengingan riuh penduduk

yang sedang bersorak. Tersemat juga rintih tangisan wanita yang menjerit-jerit. Tengah malam seperti ini, apa yang dilakukan penduduk kota. Aku melihat samar dari balik jendela kamar. Seorang pria menggelepar tak berdaya sedang diseret-seret dan diperebutkan penduduk.

Tampak seorang wanita sedang bersimpuh dengan mata membelalak sembari menangis histeris. Dia pun memanggil nama pria tersebut dengan panggilan “suamiku” berulang kali.

Namun, tak ada penduduk yang memedulikan pekikan wanita itu. Penduduk tungang-langgang merebutkan sosok pria yang sudah tak bergerak lagi. Hingga tampak di air muka mereka.

Tampang-tampang Iblis.Mata penduduk pun yang berebut itu, seakan

menjadi merah dan jahanam. Di kepala mereka ditumbuhi dengan tanduk. Serta ekor berwarna merah di bagian pantat mereka. Mulai tumbuh. Apakah ini yang dikatakan Ibu, kalau manusia sudah lupa akan Tuhan dan Surga?

Dan mereka terus semakin jauh karena sifat rakusnya yang tak pernah kenyang itu. Hingga tega merayah manusia tak berdaya itu. Dan dianggapnya sebagi sumber makanan.

***Seketika kerumunan itu berhenti. Gemuruh langit

meraung kerasa. Melengking memecahkan kegaduhan. Langit gulita itu mengerjap-ngerjap disusul sesekali halilitar yang menyambar gunung samapah.

Langit gulita itu tiba-tiba retak. Cahaya tumpah. Berguguran sampah dari atas langit. Dan, disusul rinai hujan yang begitu deras. Langit tak mendung. Cahaya berpendaran. Menyelinap kecelah-celah yang gulita. Hingga isi hati manusianya. Namun, langit terus menurunkan hujan-Nya. Kerumuan penduduk itu pun kembali berserok.

Namun, hujan terus turun. Hingga seminggu lamanya. Satu bulan, satu tahun, lima tahun, hingga sepuluh tahun lamanya. Hujan terus turun. Menenggelamkan kota sampah dan melarutkan samapah-samapah di dalamanya. Tak terkeculai manusia. Hujan terus turun membuncahi. Terus. Hingga mencapai bibir langit.

Semua sampah larut...

Yogyakarta 2013

*Mahasiswi PBSI ‘10

CERMIN

otaku terletak di simpang empat sebelum tikungan ke neraka. Jika kalian datang ke kotaku, pasti kalian akan Ktercengang dan terheran-heran. Karena di kotaku tak

tampak pendaran cahaya keemasan matahari, cahaya keperakan bulan, dan gemerlap bintang. Kota kami dinaungi awan kelam tak berujung. Jadi kami bila berjalan atau berlari harus berhati-hati karena tak ada penerangan yang dapat menjadi pegangan pandangan kami ketika melangkah. Juga, di setiap sudut pasti kami temukan gundukan gunung sampah. Gunung itu pun menyeruak begitu tinggi hingga menelan matahari dan bulan. Maka wajar bagi kami tak lagi dapat melihat cahaya matahari dan bulan. Pergantian waktu pun tak dapat kami ketahui.

Kota kami sepenuhnya hanya malam. Tak ada siang atau pun pagi. Walau jarum jam menujukan pukul sembilan atau dua belas siang, bagi kami sama saja. Karena kami tak dapat melihat cahaya matahari.

Perputaran waktu menjadi tak normal seperti itu. Diakibatkan karena gundukan gunung-gunung sampah. Setelah gunung sampah itu menelan matahari dan bulan kami, gunung sampah itu juga memutus poros perputaran waktu kami. Bahkan kutub-kutub di bumi ikut terputus karena gunung sampah itu. Jadi tak perlu tercengang bila kalian melihat kota kami yang melayang-layang.

Kami sudah tidak menggunakan kendaraan lagi. Karena aspal jalanan kami sudah tertimbun rimbunan sampah. Malah, tanah yang aku kenal dahulu adalah tempat menanam pohon atau

tempat hidupnya makhluk eksotis. Kini sudah tak ada di kotaku. Tanah di kotaku juga telah terlapisi miliaran sampah. Maka sampahlah pengganti tanah kami.

Sudah tak ada lagi tempat kami untuk bercocok tanam. Mengembang biakkan hewan-hewan ternak. Karena tak ada lagi tanah. Kami hidup dari sampah itu. Jamur yang tumbuh di gunung-gunung sampah itu kami jadikan sumber makanan pokok kami. Pengganti beras. Memang rasanya tak senikmat ketika memakan nasi. Jamur yang kami makan begitu busuk dan menjijikan. Tetapi apa mau dikata, tak ada lagi yang dapat kami makan selain jamur sampah itu. Mau tak mau akhirnya kami makan jua.

Air pun begitu langka di kota gulita kami yang berserakkan sampah. Bayangkan, air macam apa yang akan mengucur dari tumpukan gunung-gunung sampah itu. Selain air berwaran hijau dan berbau sama busuknya dengan jamur yang kami makan. Dan itu terus mengalir membuncahi sungai-sungai kami. Jadi, sungai kami tak berwarna jernih seperti air pada umumnya. Namun, berwarna hijau dan busuk.

Maka sumber air satu-satunya adalah air hujan. Namun, tak setiap hari hujan datang. Malah selama satu bulan, hanya sepuluh kali kota kami disapa oleh sang hujan. Terkadang sesekali yang terjadi adalah bukan

Buletin PENDAPA News Edisi I Bulan April 2013

Oleh: Risda Nur Widia*

Perpecahan CahayaPerpecahan Cahaya

Page 11: Pendapa News Edisi I

CERMINCERMIN

1110 Buletin PENDAPA News Edisi I Bulan April 2013

Indra ’13

hujan air. Melainkan hujan sampah. Itu sebabnya kota kami berada di simpang empat sebelum neraka.

***Sebulan ini hujan belum juga turun. Persediaan air di rumah

kami sudah semakin menipis. Dan tak ada yang dapat aku serta keluargaku lakukan selain menunggu hujan turun. Namun, tak mungkin rasanya dapat mengetahui bila mendung datang. Karena cahaya matari beserta awan biru sudah lama tak pernah aku lihat. Malah awan mendung pun terakhir aku lihat ketika umurku masih sembilan tahun. Itu adalah pengalaman pertama, jua terakhirku saat melihat awan mendung. Hingga kotaku menjadi tertelan luapan gunung-gunung sampah.

“Ibu, kapan hujan air turun lagi bukan hujan sampah?” tanyaku kepada ibu, “apa hujan juga sudah tak sudi lagi turun di kota kita yang suram ini?”

“Tak tahulah, Nak?” Ibu melengos ke arahku. Dan memandangku gamang, “mungkin hujan akan turun kembali bila manusia di kota ini sudah ingat kembali akan surga dan Tuhan.”

“Ada apa gerangan antara manusia dengan surga dan Tuhan, Ibu? Apa hubunganya dengan hujan.”

“Banyak sekali, Nak?”“Apa karena manusia sudah lupa gamabaran indah surga,

Ibu!”“Salah satunya itu, Bim, dan...?”“Dan apa, Ibu?”“Ya, yang jelas manusia di kota ini sudah begitu lupa pada

Tuhan. Mereka semua sudah meninggalkan hubungan kalis antara manusia dan Tuhanya. Bahkan, mereka sudah melupakan hubungan antara manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan alamnya. Dan ini yang terjadi kota kita tak lagi disergah cahaya matahari, bulan, dan bintang. Bahkan Tuhan menciptakan hujan sampah untuk kita.” Ibu melengguh dalam air muka pucat.

“Ya, kau tahu, Bim, dahulu kota kita tak semuram ini. Dahulu setiap sudut kota kita adalah taman. Dan mengalir sungai-sungai cernih. Hewan-hewan pun dapat hidup dengan begitu sejahtera. Dan penduduk begitu akur terhadapa sesamanaya.”

“Lantas apa yang menyebabkannya?” tanyaku hati-hati.“Kekuasan dan modallah yang menyebabkan semua ini.”“Kekuasan dan modal? Maksud, Ibu?”“Dengarkan, Bim, penduduk sudah lupa pada Tuhan dan

surga. Mereka bergitu terlena pada kekuasan dan modal. Bahkan Tuhan, kini, di kota ini, sudah terkubur di surat-surat pajak, uang, dan kekuasaan. Penduduk sempunuhnya sudah melupakan Tuhan. Setelah itu kerakusan meraja-lela. Penduduk memakan apa saja, dan tanpa dapat kenyang. Puluhan tahun mereka makan apa saja yang dapat mereka makan. Hingga kota ini dipenuhi oleh sampah setinggi gunung-gungun. Dan sampai sekarang penduduk belum juga kenyang.”

“Apa penduduk juga memakan manusia?”“Kurasa bila hujan belum juga turun penduduk juga akan

memakan manusia, Bim.”Aku tertonggok cukup lama. Membayangkan apa saja yang

akan terjadi. Bila hujan belum juga turun. Pandangku kulempar ke sekeliling halaman rumah yang gulita. Tanpa pendar cahaya. Aku berpikir bisa saja, ada seorang di luar sana yang sedang menguntit kami. Dan berniat memakan kami. Maka mengeletarlah aku, menutup daun pintu rumah.

“Kenapa, Bim? Kau takut?” tanya Ibu tiba-tiba.“Iya, aku khawatir.”“Bagaimana kalau, Ibumu sendiri yang memakanmu?”Terperanjat aku. Ya, bisa jadi? Ibu mengatakan sekalau

penduduk kota ini semuanya rakus. Dan tak terkecuali ibu. Dia juga penduduk kota ini. Namun, tak mungkin rasanya wanita

manis. Pemilik senyum lembut itu menyakitiku. Dia terus menyeringai, menembakan pandangannya ke arahku...

***Lamat-lamat terdengar dengingan riuh penduduk

yang sedang bersorak. Tersemat juga rintih tangisan wanita yang menjerit-jerit. Tengah malam seperti ini, apa yang dilakukan penduduk kota. Aku melihat samar dari balik jendela kamar. Seorang pria menggelepar tak berdaya sedang diseret-seret dan diperebutkan penduduk.

Tampak seorang wanita sedang bersimpuh dengan mata membelalak sembari menangis histeris. Dia pun memanggil nama pria tersebut dengan panggilan “suamiku” berulang kali.

Namun, tak ada penduduk yang memedulikan pekikan wanita itu. Penduduk tungang-langgang merebutkan sosok pria yang sudah tak bergerak lagi. Hingga tampak di air muka mereka.

Tampang-tampang Iblis.Mata penduduk pun yang berebut itu, seakan

menjadi merah dan jahanam. Di kepala mereka ditumbuhi dengan tanduk. Serta ekor berwarna merah di bagian pantat mereka. Mulai tumbuh. Apakah ini yang dikatakan Ibu, kalau manusia sudah lupa akan Tuhan dan Surga?

Dan mereka terus semakin jauh karena sifat rakusnya yang tak pernah kenyang itu. Hingga tega merayah manusia tak berdaya itu. Dan dianggapnya sebagi sumber makanan.

***Seketika kerumunan itu berhenti. Gemuruh langit

meraung kerasa. Melengking memecahkan kegaduhan. Langit gulita itu mengerjap-ngerjap disusul sesekali halilitar yang menyambar gunung samapah.

Langit gulita itu tiba-tiba retak. Cahaya tumpah. Berguguran sampah dari atas langit. Dan, disusul rinai hujan yang begitu deras. Langit tak mendung. Cahaya berpendaran. Menyelinap kecelah-celah yang gulita. Hingga isi hati manusianya. Namun, langit terus menurunkan hujan-Nya. Kerumuan penduduk itu pun kembali berserok.

Namun, hujan terus turun. Hingga seminggu lamanya. Satu bulan, satu tahun, lima tahun, hingga sepuluh tahun lamanya. Hujan terus turun. Menenggelamkan kota sampah dan melarutkan samapah-samapah di dalamanya. Tak terkeculai manusia. Hujan terus turun membuncahi. Terus. Hingga mencapai bibir langit.

Semua sampah larut...

Yogyakarta 2013

*Mahasiswi PBSI ‘10

CERMIN

otaku terletak di simpang empat sebelum tikungan ke neraka. Jika kalian datang ke kotaku, pasti kalian akan Ktercengang dan terheran-heran. Karena di kotaku tak

tampak pendaran cahaya keemasan matahari, cahaya keperakan bulan, dan gemerlap bintang. Kota kami dinaungi awan kelam tak berujung. Jadi kami bila berjalan atau berlari harus berhati-hati karena tak ada penerangan yang dapat menjadi pegangan pandangan kami ketika melangkah. Juga, di setiap sudut pasti kami temukan gundukan gunung sampah. Gunung itu pun menyeruak begitu tinggi hingga menelan matahari dan bulan. Maka wajar bagi kami tak lagi dapat melihat cahaya matahari dan bulan. Pergantian waktu pun tak dapat kami ketahui.

Kota kami sepenuhnya hanya malam. Tak ada siang atau pun pagi. Walau jarum jam menujukan pukul sembilan atau dua belas siang, bagi kami sama saja. Karena kami tak dapat melihat cahaya matahari.

Perputaran waktu menjadi tak normal seperti itu. Diakibatkan karena gundukan gunung-gunung sampah. Setelah gunung sampah itu menelan matahari dan bulan kami, gunung sampah itu juga memutus poros perputaran waktu kami. Bahkan kutub-kutub di bumi ikut terputus karena gunung sampah itu. Jadi tak perlu tercengang bila kalian melihat kota kami yang melayang-layang.

Kami sudah tidak menggunakan kendaraan lagi. Karena aspal jalanan kami sudah tertimbun rimbunan sampah. Malah, tanah yang aku kenal dahulu adalah tempat menanam pohon atau

tempat hidupnya makhluk eksotis. Kini sudah tak ada di kotaku. Tanah di kotaku juga telah terlapisi miliaran sampah. Maka sampahlah pengganti tanah kami.

Sudah tak ada lagi tempat kami untuk bercocok tanam. Mengembang biakkan hewan-hewan ternak. Karena tak ada lagi tanah. Kami hidup dari sampah itu. Jamur yang tumbuh di gunung-gunung sampah itu kami jadikan sumber makanan pokok kami. Pengganti beras. Memang rasanya tak senikmat ketika memakan nasi. Jamur yang kami makan begitu busuk dan menjijikan. Tetapi apa mau dikata, tak ada lagi yang dapat kami makan selain jamur sampah itu. Mau tak mau akhirnya kami makan jua.

Air pun begitu langka di kota gulita kami yang berserakkan sampah. Bayangkan, air macam apa yang akan mengucur dari tumpukan gunung-gunung sampah itu. Selain air berwaran hijau dan berbau sama busuknya dengan jamur yang kami makan. Dan itu terus mengalir membuncahi sungai-sungai kami. Jadi, sungai kami tak berwarna jernih seperti air pada umumnya. Namun, berwarna hijau dan busuk.

Maka sumber air satu-satunya adalah air hujan. Namun, tak setiap hari hujan datang. Malah selama satu bulan, hanya sepuluh kali kota kami disapa oleh sang hujan. Terkadang sesekali yang terjadi adalah bukan

Buletin PENDAPA News Edisi I Bulan April 2013

Oleh: Risda Nur Widia*

Perpecahan CahayaPerpecahan Cahaya

Page 12: Pendapa News Edisi I

HOT-SPOT

Milik

Siapa???

Ole

h: F

aja

r A. P

.