pencemaran pestisida
TRANSCRIPT
II. PEMBAHASAN
2.1. Selintas Sejarah pestisida
Patut dicatat bahwa pestisida diperkenalkan untuk pertamakalinya oleh
bangsa Cina pada tahun 900 M , dengan memakai senyawa arsenat, sudah
dipakainya pestisida ultra tradisional ini menunjukkan bahwa bangsa Cina sudah
maju dibidang pertanian, terbukti dengan kenyataan pengenalan pestisida yang
pertama sekali oleh manusia.
Karena belum ada penemuan-penemuan baru, bahan arsenat ini bertahan
cukup lama. Meskipun hama-hama juga sudah menunjukkan segala kekebalan.
Pada akhirnya secara tidak disengaja seperti lazimnya penemuan yang lain, racun
tembakau mulai diperkenalkan pada masyarakat mulai tahun 1960 diEropa.
Metodenya masih sederhana Pembuatan pun cukup sederhana, karena pada
masa itu belum dikenal alat-alat industri dan pengetahuan yang cukup. Tembakau
direndam didalam air selama satu hari satu malam, baru kemudian dipakai untuk
menyemprot atau disiramkan.
Ternyata racun nikotin ini cukup efektif pula sebagai obat sekaligus racun
pembasmi hama. Berbeda didaratan eropa, di Malaysia dan sekitarnya lebih
mengenal bubuk pohon deris, yang mengandung bahan aktif Rotenon sebagai zat
pembunuh. Disamping itu juga dipakai bahan aktif Pirenthin I dan II, dan Anerin I
dan II, yang diperoleh dari bunga Pyrentrum Aneraria Forium.
Semenjak diketemukannya bahan-bahan aktif dari tumbuh-tumbuhan
tersebut, perkembangan pestisida semakin melonjak.Berbagai upaya pemikiran
mulai dilontarkan untuk mendapatkan jenis-jenis pestisida baru yang lebih ampuh.
Barulah kemudian diketemukan pestisida sintetis dari senyawa Dinitro dan
Thiosianat.
Namun ternyata sangat dirasakan, bahwa zat-zat pembasmi yang terdahulu
belum begitu memuaskan. Maka tercipta DDT (Dicholro Diphenil Trichloroetana)
pada tahun 1874 oleh seorang warga negara Jerman, Zeidler. Pada akhirnya
pembuatan DDT merupakan babak baru dalam perkembangan industri pestisida.
Dan semenjak itu makin banyak pestisida sintetis buatan manusia, baik yang
betul-betul berbeda dengan DDT, maupun derivat-derivatnya.
Gambar 1.1 Penggunaan pestisida di kalangan petani
2.2. Pengertian Pestisida
Pestisida (Inggris : pesticide) berasal dari kata pest yang berarti hama dan
cide yang berarti mematikan/racun. Jadi pestisida adalah racun hama. Secara
umum pestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk
mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara
langsung maupun tidak langsung merugikan kepentingan manusia.
Pestisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan
perkembangan/pertumbuhan dari hama, penyakit dan gulma. Tanpa menggunakan
pestisida akan terjadi penurunan hasil pertanian. Pestisida secara umum
digolongkan kepada jenis organisme yang akan dikendalikan populasinya.
Insektisida, herbisida, fungsida dan nematosida digunakan untuk mengendalikan
hama, gulma, jamur tanaman yang patogen dan nematoda. Jenis pestisida yang
lain digunakan untuk mengendalikan hama dari tikus dan siput (Alexander, 1977).
Berdasarkan ketahanannya di lingkungan, maka pestisida dapat dikelompokkan
atas dua golongan yaitu yang resisten dimana meninggalkan pengaruh terhadap
lingkungan dan yang kurang resisten. Pestisida yang termasuk organochlorines
termasuk pestisida yang resisten pada lingkungan dan meninggalkan residu yang
terlalu lama dan dapat terakumulasi dalam jaringan melalui rantai makanan,
contohnya DDT, Cyclodienes, Hexachlorocyclohexane (HCH), endrin. Pestisida
kelompok organofosfat adalah pestisida yang mempunyai pengaruh yang efektif
sesaat saja dan cepat terdegradasi di tanah, contohnya Disulfoton, Parathion,
Diazinon, Azodrin, Gophacide, dan lain-lain (Sudarmo, 1991).
Gambar 1.2. Macam-macam pestisida
Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh
jasad pengganggu tanaman. Dalam konsep Pengendalian Hama Terpadu, pestisida
berperan sebagai salah satu komponen pengendalian, yang mana harus sejalan
dengan komponen pengendalian hayati, efisien untuk mengendalikan hama
tertentu, mudah terurai dan aman bagi lingkungan sekitarnya. Penerapan usaha
intensifikasi pertanian yang menerapkan berbagai teknologi, seperti penggunaan
pupuk, varietas unggul, perbaikan pengairan, pola tanam serta usaha pembukaan
lahan baru akan membawa perubahan pada ekosistem yang sering kali diikuti
dengan timbulnya masalah serangan jasad penganggu. Cara lain untuk mengatasi
jasad penganggu selain menggunakan pestisida kadang-kadang memerlukan
waktu, biaya dan tenaga yang besar dan hanya dapat dilakukan pada kondisi
tertentu. Sampai saat ini hanya pestisida yang mampu melawan jasad penganggu
dan berperan besar dalam menyelamatkan kehilangan hasil (Sudarmo, 1991).
Informasi yang terperinci tentang tingkat keracunan, keberadaan dalam tanah,
jalan pengangkutan yang lebih dominan dari berbagai herbisida, insektisida dan
fungisida hendaknya diketahui. Kondisi cuaca penting diperhatikan pada saat
pengaplikasian (Loehr, 1984).
Menurut peraturan pemerintah RI No. 7 Tahun 1973, yang dimaksud
dengan Pestisida ialah Semua zat kimia dan bahan-bahan lain serta zasad-zasad
renik dan virus yang digunakan untuk:
• Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman,
bagian-bagian tanaman atau hasil pertanian.
• Memberantas rerumputan
• Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tak diinginkan.
• Mencegah hama-hama air.
• Membrantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit
pada manusia.
Menurut The United States Environmental Pesticide Control Act, pestisida
adalah sebagai berikut.
1. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan,
mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda,
gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus, bakteri
atau jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang.
2. Semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan
tanaman atau pengering tanaman (Djojosumarto, 2004).
2.3. Jenis-Jenis pestisida
Pestisida mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan daya kerja yang berbeda-
beda, karena itu dikenal banyak macam pestisida. Pestisida dapat digolongkan
menurut berbagai cara tergantung pada kepentingannya, antara lain: berdasarkan
sasaran yang akan dikendalikan, berdasarkan cara kerja, berdasarkan struktur
kimianya dan berdasarkan bentuknya.
Hama bersaing dengan manusia untuk mendapatkan makanan yang
ditanam oleh para petani. Oleh karena itu, jika petani ingin meningkatkan hasil
produksinya maka petani harus mengurangi atau membasmi hama tanaman. Pakar
kimia telah mengembangkan material untuk mengatasi masalah hama, yaitu
dengan cara menggunakan pestisida. Pestisida berasal dari kata pest (perusak) dan
cide (membunuh) sehingga kata pestisida dapat diartikan sebagai membunuh
perusak. Pestisida adalah zat kimia yang berfungsi mencegah, mengendalikan,
atau membunuh serangga (insektisida), tumbuhan (herbisida), dan jamur
(fungisida)
2.3.1 Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran
Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan
menurut Wudianto (2001) yaitu:
Insektisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas serangga seperti
belalang, kepik, wereng, dan ulat. Insektisida juga digunakan untuk memberantas
serangga di rumah, perkantoran atau gudang, seperti nyamuk, kutu busuk, rayap,
dan semut. Contoh : basudin, basminon, tiodan, diklorovinil dimetil fosfat,
diazinon,dll.
Fungisida adalah pestisida untuk memberantas/mencegah pertumbuhan
jamur/ cendawan seperti bercak daun, karat daun, busuk daun, dan cacar daun.
Contoh : tembaga oksiklorida, tembaga (I) oksida, carbendazim, organomerkuri,
dan natrium dikromat.
Bakterisida adalah pestisida untuk memberantas bakteri atau virus.
Salahsatu contoh bakterisida adalah tetramycin yang digunakan untuk membunuh
virus CVPD yang meyerang tanaman jeruk. Umumnya bakteri yang telah
menyerang suatu tanaman sukar diberantas. Pemberian obat biasanya segera
diberikan kepada tanaman lainnya yang masih sehat sesuai dengan dosis tertentu.
Rodentisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas hama
tanaman berupa hewan pengerat seperti tikus. Lazimnya diberikan sebagai umpan
yang sebelumnya dicampur dengan beras atau jagung. Hanya penggunaannya
harus hati-hati, karena dapat mematikan juga hewan ternak yang memakannya.
Contohnya : Warangan.
Nematisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas hama
tanaman berupa nematoda (cacing). Hama jenis ini biasanya menyerang bagian
akar dan umbi tanaman. Nematisida biasanya digunakan pada perkebunan kopi
atau lada. Nematisida bersifat dapat meracuni tanaman, jadi penggunaannya 3
minggu sebelum musim tanam. Selain memberantas nematoda, obat ini juga dapat
memberantas serangga dan jamur. Dipasaran dikenal dengan nama DD, Vapam,
dan Dazomet.
Herbisida adalah pestisida yang digunakan untuk membasmi tanaman
pengganggu (gulma) seperti alang-alang, rerumputan, eceng gondok, dll. Contoh
ammonium sulfonat dan pentaklorofenol.
Pestisida adalah suatu bahan kimia yang digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan hama. Pestisida telah terbukti secara luas di seluruh dunia dapat
menyelamatkan produk-produk pertanian dan perkebunan, sehingga tidak dapat
dipungkiri bahwa pestisida memegang peranan penting dalam melindungi
tanaman, ternak, dan juga untuk mengontrol sumber-sumber penyakit (vector-
borne diseases). Demikian juga penggunaan pestisida untuk memproteksi tanaman
bagi petani di seputar Danau Buyan tidak terelakkan.
2.3.2 Berdasarkan bentuk fisiknya bentuk fisiknya
Pestisida digolongka kedalam beberapa bentuk yang dilihat secara fisik
Bentuk pestisida yang merupakan formulasi ada berbagai macam. Formulasi ini
perlu dipertimbangkan sebelum membeli untuk disesuaikan dengan ketersediaan
alat yang ada, kemudahan aplikasi, serta efektivitasnya (Wudianto, 2001).
1. Tepung hembus, debu (dust=D)
Bentuk tepung kering yang hanya terdiri atas bahan aktif, misalnya
belerang, atau dicampur dengan pelarut aktif yang bertindak sebagai
karier, atau dicampur bahan-bahan organik seperti walnut, talk. Dalam
penggunaannya pestisida ini harus dihembuskan menggunakan alat khusus
yang disebut duster.
2. Butiran (Granula=G)
Pestisida ini berbentuk butiran padat yang merupakan campuran
bahan aktif berbentuk cair dengan butiran yang mudah menyerap bahan
aktif. Penggunaanya cukup ditaburkan atau dibenamkan disekitar
perakaran atau dicampur dengan media tanaman.
3. Tepung yang dapat disuspensi dalam air (wettablebpowder = WP)
Pestisida berbentuk tepung kering agak pekat ini belum dapat
secara langsung digunakan secara langsung untuk memberantas jasad
sasaran, harus terlebih dulu dibasahi air. Hasil campurannya dengan air
disebut suspensi. Pestisida jenis ini tidak larut dalam air, melainkan hanya
tercampur saja. Oleh karena itu, sewaktu disemprotkan harus sering
diaduk atau tangki penyemprot digoyang-goyang.
4. Tepung yang larut dalam air (water-soluble powder = SP)
Jenis pestisida ini sepintas mirip dengan bentuk WP, penggunaan
juga dicampur dengan air. Perbedaanya jenis ini larut dalam air jadi dalam
penggunaanya dalam penyemprotan, pengadukan hanya dilakukan sekali
pada waktu pencampuran.
5. Suspensi (flowable concentrate = F)
Formulasi ini merupakan campuran bahan aktif yang ditambahkan
pelarut serbuk yang dicampur dengan sejumlah kecil air. Hasilnya adalah
seperti pasta yang disebut campuran pasta.
6. Cairan (emulsifiable = EC)
Bentuk pestisida ini adalah cairan pekat yang terdiri dari campuran
bahan aktif dengan perantara emulsi. Dalam penggunannya, biasanya
dicampur dengan bahan pelarut berupa air. Hasil pengecerannya atau
cairan semprotnya disebut emulsi.
7. Ultra Low Volume (ULV)
Pestisida bentuk ini merupakan jenis khusus dari formulasi
S(solution). Bentuk murninya merupakan cairan atau bentuk padat yang
larut dalam solven minimum. Konsentrat ini mengandung pestisida
berkonsentrasi tinggi
8. Solution(S)
Solution merupakan formulasi yang dibuat dengan melarutkan
pestisida ke dalam pelarut organik dan dapat digunakan dalam
pengendalian jasad pengganggu secara langsung tanpa perlu dicampur
dengan bahan lain.
9. Aerosol (A)
Aerosol merupakan formulasi yang terdiri dari campuran bahan
aktif berkadar rendah dengan zat pelarut yang mudah menguap (minyak)
kemudian dimasukkan ke dalam kaleng yang diberi tekanan gas propelan.
Formulasi jenis ini banyak digunakan di rumah tangga, rumah kaca, atau
perkarangan.
10. Umpan beracun (Poisonous Bait = B)
Umpan beracun merupakan formulasi yang terdiri dari bahan aktif
pestisida digabungkan dengan bahan lainnya yang disukai oleh jasad
pengganggu.
11. Powder concentrate (PC)
Formulasi ini berbentuk tepung, penggunaanya dicampur dengan
umpan dan dipasang di luar rumah. Pestisida jenis ini biasanya tergolong
Rodentisida yaitu untuk memberantas tikus.
12. Ready Mix Bait (RMB)
Formulasi ini berbentuk segi empat (blok) besar dengan bobot
300gram dan blok kecil dengan bobot 10-20 gram serta pellet. Formulasi
ini berupa umpan beracun siap pakai untuk tikus.
13. Pekatan yang dapat larut dalam air (WSC)
Merupakan formulasi berbentuk cairan yang larut dalam air. Hasil
pengecerannya dengan air disebut larutan.
14. Seed Treatment (ST)
Formulasi ini berbentuk tepung. Penggunaanya dicampurkan
dengan sedikit air sehingga terbentuk suatu pasta. Untuk perlakuan benih
digunakan formulasi ini dan diaplikasikan langsung tanpa penambahan air.
2.3.3 Dari segi struktur kimianya
Menurut Dep.Kes RI Dirjen P2M dan PL 2000 dalam Meliala 2005,
berdasarkan struktur kimianya pestisida dapat digolongkan menjadi :
1. Golongan organochlorin misalnya DDT, Dieldrin, Endrin dan lain-lain
Umumnya golongan ini mempunyai sifat: merupakan racun yang
universal, degradasinya berlangsung sangat lambat larut dalam lemak.
Penggunaan pestisida makin marak sejak ditemukannya senyawa yang
disebut DDT (diklorodifenil-trikloroetan). DDT merupakan senyawa
organik yang memiliki kemampuan untuk membunuh insektisida, dengan
struktur kimia seperti berikut.
Gambar 2.3 Struktur DDT
Kali pertama DDT ditemukan oleh Othmar Zeidler pada 1874. Pada waktu
itu belum diketahui manfaatnya. Setelah 65 tahun kemudian, diketahui oleh Paul
Mueler bahwa DDT dapat membunuh serangga. Pada 1942, sebuah perusahaan
tempat Mueler bekerja memproduksi DDT dan dikirim ke Amerika untuk diuji
coba. Pada 1984, Mueler mendapat Hadiah Nobel atas penemuan tersebut. Sejak
perang dunia II, DDT digunakan secara luas untuk berbagai tujuan, seperti:
a. menghentikan wabah penyakit yang disebarkan melalui serangga, seperti
malaria, demam kuning, dan tifus;
b. membunuh hama tanaman kapas sehingga pada saat itu produksi kapas
menjadi melimpah.
Setelah diketahui manfaat DDT bagi pertanian, pestisida jenis lain mulai
banyak diteliti dan dikembangkan. Penggunaan pestisida harus hati-hati sebab
pestisida yang beredar di pasaran boleh jadi:
a. mengganggu kesehatan manusia;
b. merusak atau mengganggu sistem ekologi lingkungan;
c. menimbulkan kematian bagi serangga tertentu yang justru dibutuhkan untuk
membantu kesuburan tanah, seperti bakteri nitrifikasi.
2. Golongan organophosfat misalnya diazonin dan basudin
Golongan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : merupakan racun yang tidak
selektif degradasinya berlangsung lebih cepat atau kurang persisten di lingkungan,
menimbulkan resisten pada berbagai serangga dan memusnahkan populasi
predator dan serangga parasit, lebih toksik terhadap manusia dari pada
organokhlor.
3. Golongan carbamat termasuk baygon, bayrusil, dan lain-lain Golongan ini
mempunyai sifat sebagai berikut : mirip dengan sifat pestisida organophosfat,
tidak terakumulasi dalam sistem kehidupan, degradasi tetap cepat diturunkan dan
dieliminasi namun pestisida ini aman untuk hewan, tetapi toksik yang kuat untuk
tawon.
4. Senyawa dinitrofenol misalnya morocidho 40EC Salah satu pernafasan dalam
sel hidup melalui proses pengubahan ADP(Adenesone-5-diphosphate) dengan
bantuan energi sesuai dengan kebutuhan dan diperoleh dari rangkaian pengaliran
elektronik potensial tinggi ke yang lebih rendah sampai dengan reaksi proton
dengan oksigen dalam sel. Berperan memacu proses pernafasan sehingga energi
berlebihan dari yang diperlukan akibatnya menimbulkan proses kerusakan
jaringan.
5. Pyretroid
Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapa ester
yang disebut pyretrin yang diekstraksi dari bunga dari genus Chrysanthemum.
Jenis pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah : deltametrin,
permetrin, fenvalerate. Sedangkan jenis pyretroid yang sintetis yang stabil
terhadap sinar matahari dan sangat beracun bagi serangga adalah : difetrin,
sipermetrin, fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin,
flusitrinate.
6. Fumigant
Fumigant adalah senyawa atau campuran yang menghasilkan gas atau uap atau
asap untuk membunuh serangga , cacing, bakteri, dan tikus. Biasanya fumigant
merupakan cairan atau zat padat yang murah menguap atau menghasilkan gas
yang mengandung halogen yang radikal (Cl, Br, F), misalnya chlorofikrin,
ethylendibromide, naftalene, metylbromide, formaldehid, fostin.
7. Petroleum
Minyak bumi yang dipakai sebagai insektisida dan miksida. Minyak tanah yang
juga digunakan sebagai herbisida.
8. Antibiotik
Misanya senyawa kimia seperti penicillin yang dihasilkan dari mikroorganisme
ini mempunyai efek sebagai bakterisida dan fungisida.
2.3.4 Pestisida berdasarkan sifat toksiknya
Berdasarkan tingkat toksisitas (racun) dan kegunaannya, pestisida
dikelompokkan ke dalam empat golongan, yaitu golongan A, golongan B,
golongan C, dan golongan D.
1) Pestisida golongan A
Pestisida digolongkan ke dalam kelompok ini didasarkan pada
fungsinya, yaitu sebagai insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida.
Isektisida adalah jenis pestisida yang berfungsi mencegah dan membasmi
serangga. Isektisida juga digunakan di rumah-rumah untuk membasmi
nyamuk, kecoa, laba-laba, dan sejenisnya. Contoh insektisida: DDT,
aldrin, paration, malation, dan karbaril. Namun, saat ini penggunaan
produk tersebut dalam rumah tangga telah dibatasi. Herbisida adalah jenis
pestisida yang berfungsi mencegah dan membasmi tanaman yang
merugikan petani seperti alang-alang dan rumput liar. Contoh herbisida:
2,4–D, 2,4,5–T, pentaklorofenol, dan amonium sulfonat.
Fungisida adalah pestisida khusus untuk jamur. Selain racun bagi
jamur, juga dapat dipakai untuk racun tanaman dan racun serangga.
Contoh fungisida adalah organomerkuri dan natrium dikromat.
Rodentisida adalah pestisida khusus untuk membasmi tikus. Contoh
rodentisida adalah senyawa arsen.
2) Pestisida Golongan B
Pestisida digolongkan ke dalam golongan B didasarkan pada jenis
bahan kimia yang terkandung di dalamnya. Jenis-jenis pestisida yang
menurut golongan ini adalah:
a) Organoklor
Selain DDT, jenis pestisida yang tergolong terklorinasi
adalah aldrin, dieldrin, heksaklorobenzena (BHC), 2,4-D dan 2,4,5-
T. Aldrin dan dieldrin digunakan sebagai racun serangga
(insektisida), sedangkan 2,4- D dan 2,4,5-T digunakan sebagai
racun tanaman (herbisida).
Gambar 2.5. Struktur kimia
Aldrin
b) Organofosfat
Senyawa pestisida yang mengandung fosfat di antaranya
paration dan malation. Kedua senyawa ini tergolong insektisida.
Paration sangat efektif digunakan untuk mencegah hama
pengganggu buah-buahan, tetapi pestisida ini sangat beracun bagi
manusia. Berbeda dengan paration, malation sangat efektif untuk
serangga tertentu dan efek racunnya tidak terlalu kuat bagi
manusia.
c) Karbamat
Contoh dari pestisida yang mengandung karbamat adalah
isopropil N-fenilkarbamat (IPC), sevin, dan baygon. Isopropil N–
fenilkarbamat digunakan sebagai herbisida terutama untuk mengontrol
pertumbuhan rumput tanpa memengaruhi tanaman utama. Adapun sevin
dan baygon tergolong insektisida.
3. Pestisida Golongan C
Pestisida digolongkan ke dalam golongan C didasarkan pada pengaruhnya
terhadap hama.
Jenis Pengaruh
Repelant Dapat menjauhkan serangga
Defoliant Dapat menggugurkan daun
Perencat Dapat menggagalkan pertumbuhan
4. Pestisida Golongan D
Pestisida dapat juga digolongkan berdasarkan cara tindakannya terhadap
hama. Pestisida Golongan D
Jenis Racun Cara Tindakan
Racun perut Membunuh jika termakan
Racun sentuh Membunuh jika menyentuh kulit
Racun sistemik Membunuh jika masuk ke dalam sistem organisme
Racun pracambah Membunuh terhadap benih
2.3.5 Pestisida berdasarkan Berdasarkan bahan aktifnya
1. Pestisida organik (Organic pesticide): pestisida yang bahan aktifnya
adalah bahan organik yang berasal dari bagian tanaman atau binatang,
misal: neem oil yang berasal dari pohon mimba (neem).
2. Pestisida elemen (Elemental pesticide): pestisida yang bahan aktifnya
berasal dari alam seperti: sulfur.
3. Pestisida kimia/sintetis (Syntetic pesticide): pestisida yang berasal dari
campuran bahan-bahan kimia.
2.3.6 Berdasarkan cara kerjanya,
1.Pestisida sistemik (Systemic Pesticide): adalah pestisida yang diserap
dan dialirkan ke seluruh bagian tanaman sehingga akan menjadi racun bagi
hama yang memakannya. Kelebihannya tidak hilang karena disiram.
Kelemahannya, ada bagian tanaman yang dimakan hama agar pestisida ini
bekerja. Pestisida ini untuk mencegah tanaman dari serangan hama.
Contoh: Neem oil.
2. Pestisida kontak langsung (Contact pesticide): adalah pestisida yang
reaksinya akan bekerja bila bersentuhan langsung dengan hama, baik
ketika makan ataupun sedang berjalan. Jika hama sudah menyerang lebih
baik menggunakan jenis pestisida ini. Contoh: Sebagian besar pestisida
kimia.
2.4 Pengertian Pencemaran
Disadari atau tidak, sebenarnya masalah pencemaran lingkungan mau
tidak mau akan merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia dalam hubungannya dengan alam. Manusia memang kurang
daya penguasaanya, artinya jika kemampuan manusia menguasai alam meningkat,
maka akan lebih sedikit masalah yang akan dihadapi. Peristiwa pencemaran baru
dapat dikatakan sebagai pencemaran lingkungan bila lingkungan yang tercemar
adalah lingkungan hidup manusia, yang terkena dampak akibat negatif (yang tidak
diinginkan adalah manusianya dan didalam lingkungan tersebut terdapat bahan-
bahan berbahaya yang disebabkan oleh peradaban manusia itu sendiri.
Batasan pencemaran menurut UU No. 4 Tahun 1982, menjelaskan bahwa
“Pencemaran” adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energy
dan atau komponen lain kedalam lingkungan dan atau merubahnya tatanan
lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kwalitas lingkungan
turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menmjadi kurang
atau tidak dabat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Pencemaran suatu lingkungan bisanya melalui tahap-tahap yaitu:
1. Tingkatan Pertama
Bila zat pencemar tersebut baik jumlah dan waktu aktifnya tidak
membawa akibat yang merugikan manusia.
2. Tingkatan ke-2
Bila zat pencemar sudah mengakibatkan gangguan pada alat- alat panca
indera dan alat perkembangbiakan secara vegetatif serta kerusakan
lingkungan hidup yang lebih luas.
3. Tingkatan ke- 3
Bila zat pencemar sudah mengakibatkan gangguan fisiologis yang
membawa akibat kesakitan yang menahun.
4. Tingkatan ke- 4
Bila zat pencemar sudah mengakibatkan gangguan-ganguan yang gawat
seperti kematian dan lain-lain.
Pencemaran dapat terjadi di lingkungan hidup manusia. Berdasarkan itu
dikenal pencemaran lingkungan berdasarkan objeknya, yaitu :
• Pencemaran Udara
• Pencemaran Tanah
• Pencemaran Air
• Pencemaran Kebudayaan
Dalam karya tulis ini, pencemaran lingkungan yang akan dibahas adalah
tiga bagian yang pertama diatas yang diakibatkan oleh Pestisida.
2 5 Pencemaran pestisida
Pencemaran pestisida dapat terjadi bila pestisida digunakan secara
berlebihan. Tanah disekitar tanaman akan tercemar dan membunuh makhluk kecil
dalam tanah, antara lain bakteri, jamur, protozoa, cacing, dan insekta yang
berfungsi sebagai penyubur tanah. Akibatnya tanah menjadi keras dan tandus.
Pencemaran air oleh pestisida terjadi melalui aliran air dari tempat
kegiatan manusia yang menggunakan pestisida dalam rangka memperbanyak
produksi pertanian dan peternakan. Kadar pestisida dalam air yang tinggi dapat
membunuh organisme air antara lain ikan dan udang. Pada kadar yang rendah
pestisida dalam air meracuni organisme kecil. Organisme kecil yang telah teracuni
oleh pestisida itu, kemudian dimakan oleh ikan dan udang. Akibatnya ikan dan
udang mengalami dua kali keracunan yaitu melalui insangnya dan melalui
makanannya. Selanjutnya ikan dan udang yang keracunan itu ditangkap dan
dimakan oleh manusia. Dengan demikian, manusia juga akan keracunan pestisida.
Dari uraian diatas pestisida dapat menguntungkan manusia dalam hal
pemberantasan hama yang mengganggu tanaman manusia. Dan pestisida juga
dapat merugikan apabila digunakan secara berlebihan.
Tekanan globalisasi terhadap pertanian telah menciptakan ketergantungan
petani terhadap pengembangan pertanian konvensional yang berorientasi eksport.
Sistem pertanian tersebut mempunyai andil yang sangat besar terhadap
kehancuran lingkungan dan sistem kehidupan masyarakat lokal. Sistem pertanian
yang diciptakan dibawah tekanan kepentingan pasar global tersebut bertujuan
untuk memonopoli terhadap sumber daya agraria dan produksi pangan dunia.
Kebijakan sudah berlangsung lama, sejak ditingkatkannya penggunaan pestisida,
pupuk kimia, benih transgenic dan komersialisasi terhadap pertanian.
Penggunaan pestisida sangat berdampak terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan. Setiap hari ribuan petani dan para pekerja di pertanian diracuni oleh
pestisida dan setiap tahun diperkirakan jutaan orang yang terlibat dipertanian
menderita keracunan akibat penggunaan pestisida. Dalam beberapa kasus
keracunan pestisida langsung, petani dan para pekerja di pertanian lainnya
terpapar (kontaminasi) pestisida pada proses mencampur dan menyemprotkan
pestisida. Di samping itu masyarakat sekitar lokasi pertanian sangat beresiko
terpapar pestisida melalui udara, tanah dan air yang ikut tercemar, bahkan
konsumen melalui produk pertanian yang menggunakan pertisida juga beresiko
terkontaminasi pestisida.
2.7 Efek Penggunaan Pestisida
Usaha peningkatan produksi pertanian tidak hanya dilakukan melalui
pemupukan tetapi juga melalui upaya perlindungan tanaman agar tanaman bebas
dari serangan hama penyakit. Untuk pemberantasan hama tersebut salah satunya
adalah dengan menggunakan berbagai jenis zat kimia yang disebut dengan
pestisida. Namun penggunaan pestisida telah menimbulkan dampak negatif, baik
itu bagi kesehatan manusia maupun bagi kelestarian lingkungan. Dampak negatif
ini akan terus terjadi seandainya kita tidak hati-hati dalam memilih jenis dan cara
penggunaannya. Adapun dampak negatif yang mungkin terjadi akibat penggunaan
pestisida diantaranya:
1. Tanaman yang diberi pestisida dapat menyerap pestisida yang
kemudian terdistribusi ke dalam akar, batang, daun, dan buah. Pestisida
yang sukar terurai akan berkumpul pada hewan pemakan tumbuhan
tersebut termasuk manusia. Secara tidak langsung dan tidak sengaja, tubuh
mahluk hidup itu telah tercemar pestisida. Bila seorang ibu menyusui
memakan makanan dari tumbuhan yang telah tercemar pestisida maka bayi
yang disusui menanggung resiko yang lebih besar untuk teracuni oleh
pestisida tersebut daripada sang ibu. Zat beracun ini akan pindah ke tubuh
bayi lewat air susu yang diberikan. Dan kemudian racun ini akan
terkumpul dalam tubuh bayi (bioakumulasi).
2. Pestisida yang tidak dapat terurai akan terbawa aliran air dan masuk ke
dalam sistem biota air (kehidupan air). Konsentrasi pestisida yang tinggi
dalam air dapat membunuh organisme air diantaranya ikan dan udang.
Sementara dalam kadar rendah dapat meracuni organisme kecil seperti
plankton. Bila plankton ini termakan oleh ikan maka ia akan terakumulasi
dalam tubuh ikan. Tentu saja akan sangat berbahaya bila ikan tersebut
termakan oleh burung-burung atau manusia. Salah satu kasus yang pernah
terjadi adalah turunnya populasi burung pelikan coklat dan burung kasa
dari daerah Artika sampai daerah Antartika. Setelah diteliti ternyata
burung-burung tersebut banyak yang tercemar oleh pestisida organiklor
yang menjadi penyebab rusaknya dinding telur burung itu sehingga gagal
ketika dierami. Bila dibiarkan terus tentu saja perkembangbiakan burung
itu akan terhenti, dan akhirnya jenis burung itu akan punah.
3. Ada kemungkinan munculnya hama spesies baru yang tahan terhadap
takaran pestisida yang diterapkan. Hama ini baru musnah bila takaran
pestisida diperbesar jumlahnya. Akibatnya, jelas akan mempercepat dan
memperbesar tingkat pencemaran pestisida pada makhluk hidup dan
lingkungan kehidupan, tidak terkecuali manusia yang menjadi pelaku
utamanya.
2.8. Proses transfer pestisida
Terjadinya pencemaran pestisida terhadap lingkungan termasuk danau
disebabkan oleh beberapa hal seperti cara aplikasi, wujud pestisida saat
diaplikasikan, sifat tanah dan tanaman, volatilitas dan solubilitas pestisida, serta
iklim. Transfer pestisida dapat terjadi melalui 5 cara, yaitu:
1. Adsorpsi adalah terikatnya pestisida dengan partikel-partikel tanah.
Jumlah pestisida yang dapat terikat dalam tanah bergantung pada jenis
pestisida, kelembaban, pH, dan tekstur tanah. Pestisida dapat teradsorpsi
dengan kuat pada tanah berlempung ataupun tanah yang kaya bahan-bahan
organik, sebaliknya pestisida tidak dapat teradsorpsi dengan kuat pada
tanah berpasir. Adsorpsi pestisida yang kuat di dalam tanah
mengakibatkan tidak terjadi penguapan sehingga tidak menimbulkan
pencemaran terhadap air tanah maupun air danau (Anonim, 1996;
Waldron, 1996).
2. Penguapan adalah suatu proses perubahan bentuk padat atau cair ke
bentuk gas, sehingga dalam bentuk gas bahan tersebut dapat bergerak
dengan bebas ke udara sesuai dengan pergerakan arah angin. Kehilangan
akibat penguapan ini dapat menghancurkan tanaman yang jauh dari tempat
dimana pestisida tersebut digunakan. Pestisida dapat menguap dengan
mudah di samping memang pestisidanya bersifat mudah menguap, juga
sebagai akibat dari tanahnya yang berpasir dan basah. Cuaca yang panas,
kering dan berangin juga mempercepat terjadinya penguapan pestisida
(Anonim,1996; Waldron, 1996).
3. Kehilangan pestisida saat aplikasi adalah kehilangan yang disebabkan
terbawanya pestisida oleh angin saat disemprotkan. Kehilangan ini
dipengaruhi oleh ukuran butiran semprotan, semakin kecil ukuran butiran
semakin tinggi kemungkinan untuk hilang, kecepatan angin, jarak antara
lubang penyemprot dengan tanaman target. Pestisida yang hilang atau
tidak mengenai target ini dapat membahayakan atau mengkontaminasi
tanaman lain, bahkan dapat membahayakan orang lain, ternak ataupun
hewan bukan target. Demikian juga, pestisida ini dapat mencemari danau,
sungai sehingga membahayakan biota yang ada di dalamnya (Anonim,
1996; Waldron, 1996).
4. Limpasan akhir adalah terbawanya pestisida bersama-sama aliran air
menuju daerah yang lebih rendah. Pestisida yang terbawa ini dapat
bercampur dengan air atau terikat dengan tanah erosi yang ikut terbawa.
Banyaknya pestisida yang terbawa ini dipengaruhi oleh: kecuraman lokasi,
kelembaban tanah, curah hujan, dan jenis pestisida yang digunakan.
Limpasan dari daerah pertanian yang menggunakan pestisida akan dapat
mencemari aliran air, sungai, danau, sumur maupun air tanah. Residu
cemaran pestisida pada permukaan air dapat membahayakan tanaman,
biota dan juga dapat mencemari air tanah (Anonim, 1996; Waldron, 1996).
5. Rembesan adalah perpindahan pestisida dalam air di dalam tanah.
Perembesan dapat terjadi keseluruh penjuru, ke bawah, atas dan samping.
Fakto-faktor yang mempengaruhi terjadinya perembesan adalah sifat-sifat
pestisida dan tanah, dan interaksi pestisida dengan air seperti saat
terjadinya hujan ataupun irigasi saat musim tanam. Proses perembesan
dapat meningkat bila pestisidanya bersifat mudah larut dalam air, tanahnya
berpasir, turun hujan saat penggunaan pestisida, dan pestisidanya
teradsorpsi dengan kuat dalam tanah (Anonim, 1996; Waldron, 1996).
2.9 Pestisida Dan Revolusi Hijau
Alam dengan segala isinya di terima sebagaimana adanya. Dan manusia
menyesuaikan pola hidupnya dengan irama yang ditentukan oleh lingkungan
alam. Karena perubahan lingkungan alam berada diluar kendali tangan manusia,
maka manusia memasrahkan diri kepada lingkungan. Ini melahirkan kebiasaan
tradisi dan hukum-hukum yang tidak tertulis, yang kemudian mengatur pergaulan
hidup masyarakat.
Tetrapi satu faktor dalam kehidupan masyarakat mengalami perubahan
otonom, yaitu pertambahan jumlah manusia. Naluri mempertahankan diri manusia
mendorong hasrat berkembangbiak dan melangsungkan dehidupan. Ini
dimungkinkan oleh akal dan kemampuan berpikir manusia, yang melahirkan ilmu
dan teknologi. Oleh karena itu manusia selalu menuntut kepada alam agar
kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi. Kebutuhan primer manusia adalah makan.
Dan untuk meningkatkan hasil-hasil bumi mereka mempunyai ambisi besar untuk
meningkatkan produksi pangan. Banyak hal yang dilakukan manusia seperti
program irigasi, pemupukan intensif yang kadang berlebihan hingga merusak
struktur tanah. Dan yang paling mengerikan adalah berputarnya lingkaran setan
pestisida yang tak pernah putus ditengah jalan, justru semakin membabibuta.
Untuk mendukung keberhasilan produksi pangan ini, penelitian dan
teknologi semakin berkembang. Termasuk si lampu aladin, pestisida. Dunia
pertanian seakan terbangun dari tidurnya, terbangun untuk tragedi dari revolusi,
bukan revolusi fisik, bukan industry, tetapi revolusi hijau.Revolusii Hijau yang
mencantumkan pemakaian pestisida sebagai senjata utama yang menyakitkan
lingkungan dan manusia sendiri.
Pestisida yang digunakan untuk meningkatkan produksi pertanian dapat
menyebar dan mencemari tempat lain. Jika hal ini terjadi, pestisida dapat
meracuni ikan dan merusak ekologi lingkungan. Pestisida dapat juga terakumulasi
pada makhluk hidup. Konsentrasi pestisida pada mahluk hidup dapat berlipat
ganda akibat berbagai aktivitas. Hasil penelitian menunjukkan, pestisida yang
mencemari lingkungan dapat terakumulasi melalui alur seperti pada diagram
berikut.
Gambar 2.6 Diagram alir pencemaran Pestisida
Oleh sebab itu, pemakaian pestisida perlu dikendalikan guna menghindari
masalah-masalah keracunan atau efek samping yang tidak diharapkan. Keracunan
dapat terjadi terhadap seseorang jika pestisida termakan atau uapnya terhisap.
Dengan demikian, penggunaan pestisida harus selalu mengikuti petunjuk yang
benar demi menghindari keracunan terhadap pengguna atau masyarakat umum.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan jika menggunakan pestisida adalah sebagai
berikut.
(a) Kenali jenis hama atau penyakit tanaman yang akan dibasmi.
(b) Kenali keunggulan dan kelemahan setiap pestisida yang terpilih.
(c) Ikuti aturan pemakaian pestisida yang terpilih dan pastikan
pemakaiannya tidak mengancam lingkungan sekitarnya.
2.10 Upaya Penanggulangan Pencemaran Pestisida
Berdasarkan sumber yang diperoleh penulis, ada beberapa upaya yang mampu
menanggulangi dampak penggunaan pestisida. Ada ynag bersfat korektif,
sementara beberapa yang lainnya bersifat preventif.
1. Peraturan dan Pengarahan Kepada Para Pengguna
Peraturan dan cara-cara penggunaan pestisida dan pengarahan kepada para
pengguna perlu dilakukan, karena banyak dari pada pengguna yang tidak
mengetahui bahaya dan dampak negatif pestisida terutama bila digunakan
pada konsentrasi yang tinggi, waktu penggunaan dan jenis pestisida yang
digunakan. Kesalahan dalam pemakaian dan penggunaan pestisida akan
menyebabkan pembuangan residu pestisida yang tinggi pada lingkungan
pertanian sehingga akan menganggu keseimbangan lingkungan dan
mungkin organisme yang akan dikendalikan menjadi resisten dan
bertambah jumlah populasinya. Untuk melindungi keselamatan manusia
dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati, dan
supaya pestisida dapat digunakan efektif, maka peredaran, penyimpanan
dan penggunaan pestisida diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 7
Tahun 1973. Standar keamanan untuk pengaplikasian pestisida dan
pengarahan untuk penggunaan yang aman dari pestisida, seperti cara
pelarutan, jumlah (konsentrasi), frekuensi dan periode dari aplikasi,
ditentukan oleh aturan untuk meyakinkan bahwa tingkat residu tidak
melebihi dari standar yang telah ditetapkan. Keamanan dari produk-produk
pertanian dapat dijamin bila bahan-bahan kimia pertanian diaplikasikan
berdasarkan standar keamanan untuk penggunaan pestisida.
2. Penggunaan Pestisida dengan Memperhatikan Kondisi Lingkungan
Untuk menghindari terjadinya pencemaran udara oleh adanya pestisida
maka pada saat penggunaan pestisida, pengguna harus memperhatikan
beberapa hal yang mampu mempengaruhi pendispersian polutan tersebut di
udara. Faktor lingkungan seperti temperatur, kecepatan dan arah angin, dan
kelembaban udara sangat berperan dalam mempercepat dan atau meringakan
proses terjadinya pencemaran.
3. Pengendalian Hayati Menggunakan Biokontrol
Peningkatan pembangunan pertanian diarahkan pada sistem pertanian
berkelanjutan, dimana makna dari “berkelanjutan” adalah mengelola sumber
daya yang ada sehingga dapat digunakan secara berkesinambungan serta
meminimalisasi dampak negatif yang timbul. Dengan adanya pertanian
berkelanjutan, maka penggunaan pestisida dapat secara teliti dan bertanggung
jawab. Dalam pertanian berkelanjutan, petani harus belajar dan meninggalkan
metode produksi yang memakai banyak bahan kimia. Memakai cara rotasi
tanam, menanam kacangan dan rumput untuk mengisi persediaan N, merawat
tanah dengan pupuk dan kompos, serta mendaur ulang bahan organik.
Pendekatan ini akan melindungi tanah dan mencegah pencemaran dan
pencucian pupuk/bahan kimia dari tanah ke aliran sungai. Dengan semakin
ketatnya peraturan pemakaian bahan kimia, pengendalian hayati atau
biokontrol merupakan salah satu strategi untuk mengatasi dampak
pencemaran lingkungan akibat pemakaian bahan kimia untuk proteksi
pertanian.
Pengendalian suatu penyakit melalui biokontrol membutuhkan
pengetahuan detail tentang interaksi patogen inang dan antara patogen dengan
mikroba-mikroba sekitarnya. Pengetahuan ini sangat penting karena prinsip
biokontrol adalah pengendalian dan bukan pemberantasan patogen.
Keberhasilan suatu biokontrol ditentukan oleh kemampuan hidup agen
biokontrol tersebut dalam lingkungannya.
Salah satu agensia pengendalian hayati yang efektif yaitu jamur
Trichoderma spp yang mempu menangkal pengaruh negatif jamur patogen
pada tanaman kedelai (tanaman inang). Species Trichoderma harzianum dan
Trichoderma viridae dapat mengendalikan aktifitas jamur patogen
Rhizoctonia solanii yang memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan
berkecambah biji kedelai dan pertumbuhan biomassa tanaman. Penelitian lain
juga menyebutkan bahwa Mikorhiza sp. juga mampu menanggulangi efek
negatif patogen berupa bakteri penyakit darah pada pisang. Pengendalian
hayati sangat erat hubungannya dengan pemanfaatan sistem ketahanan
tanaman terhadap patogen penyebab penyakit. Ini juga berhubungan dengan
mekanisme reaksi biokimia di dalam jaringan tanaman tersebut.
4. Metode Bioremediasi Sebagai Tindakan Perbaikan
Sebagai tindakan korektif bagi lahan yang telah tercemar oleh residu
pestisida, saat ini juga banyak dikembangkan metode “Bioremediasi”.
“Bioremediasi” dikenal sebagai usaha perbaikan tanah dan air permukaan dari
residu pestisida atau senyawa rekalsitran lainnya dengan menggunakan jasa
mikroorganisme. Mikroorganisme yang digunakan berasal dari tanah namun
karena jumlahnya masih terbatas sehingga masih perlu pengkayaan serta
pengaktifan yang tergantung pada tingkat rekalsitran senyawa yang dirombak.