pemodelan forward dan inversi multidimensi data

20
Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data Magnetotellurik untuk Memetakan Sistem Panas Bumi Yunus Daud 1 dan Anugrah Indah Lestari 2 1. Laboratorium Geothermal, Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 2. Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 [email protected], [email protected] Abstrak Data magnetotellurik biasanya masih dihimpun dan ditampilkan dalam bentuk profil dan diinterpretasi menggunakan inversi 1-dimensi (1-D) atau 2-dimensi (2-D). Asumsi yang digunakan dalam inversi 1-D dan 2-D dapat menyebabkan kesalahan interpretasi dikarenakan kondisi riil di bawah permukaan adalah 3-D. Oleh karena itu dilakukan pengujian inversi 1-D, 2-D, dan 3-D (full tensor impedance dan off diagonal elements) profil data sintetik 3D untuk menganalisis pengaruh efek 3D dan efek tepi. Hasil dari inversi 1D dan 2D memperlihatkan ketidakmampuan dalam mempertahankan geometri model sintetik 3D terutama dalam memperlihatkan batas tepi model sintetik 3D. Dengan menggunakan inversi 3-D, terlihat memberikan hasil yang lebih baik dalam memperlihatkan geometri model sintetik 3D. Pentingnya penggunaan on diagonal elements (Z xx dan Z yy ) dalam proses inversi diperlihatkan melalui hasil data sintetik yakni menambah keakuratan dalam hasil inversi terutama pada profil bagian tepi dari benda konduktif dan resistif. Hal ini diperlihatkan melalui hasil plot nilai impedansi Z xx dan Z yy . Oleh karena itu penggunaan seluruh komponen tensor impedansi penting digunakan dalam inversi 3- D untuk menginterpretasi profil data. Arah strike juga terlihat sangat mempengaruhi hasil inversi 2-D. Analisis terhadap inversi multidimensi profil data dilakukan terhadap data riil magnetotelurik daerah prospek panas bumi Tawau, Malaysia. Dari hasil inversi1-D, 2-D, dan 3-D pada data riil didapatkan kemiripan pola distribusi zona resistivitas rendah dan tinggi pada hasil inversi 1-D dan 3-D dikarenakan hasil kedua inversi tidak dipengaruhi oleh arah strike serta hasil ini mendukung kesesuaian pada hasil model sintetik di mana hasil inversi 1-D dapat mencitrakan resistivitas bawah permukaan dengan baik pada kedalaman dangkal. Kata kunci : efek tepi; inversi 3D; inversi 2D; inversi 1D; magnetotellurik; profil data Forward Modeling and Multidimension Inversion of Magnetotelluric Data for Delineating Geothermal System Abstract Magnetotelluric data is usually still collected and displayed in profile data and interpreted by using 1- dimensional inversion (1-D) or 2-dimensional inversion (2-D). The assumption that is used in 1-D and 2-D may lead potential pitfall during interpretation because real condition beneath the surface is 3-D. Therefore, inversion 1-D, 2-D, and 3-D (full tensor impedance and off diagonal elements) is tested in 3D synthetic profile data for analyzing the influence of 3D effect and edge effect. 1-D and 2-D inversion result shows an inability to maintain the geometry of 3D synthetic model, mainly in imaging edge border of 3D synthetic model. By using 3-D inversion profile synthetic data MT, it is proven that the use of 3-D inversion gives better result in showing the geometry of 3D synthetic model. The importance of on diagonal elements (Z xx and Z yy ) in the inversion result is shown by the result of synthetic data which increase the accuracy of inversion result, particularly at edge of conductive and resistive feature. This is shown by the result of impedance value (Z xx and Z yy ) ploting. Therefore, using all components of tensor impedance is important in 3D inversion to interpret profile data. Strike direction is also seen affect the result of 2D inversion. Analysis of multidimension inversion of profile data is then performed on real magnetotelluric data in Tawau geothermal prospect area. From 1-D, 2-D, and 3-D inversion result, it is obtained that there is similarity in distribution pattern of low and high resistivity zone because both of Pemodelan forward…, Anugrah Indah Lestari, FMIPA UI, 2014

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data

Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data Magnetotellurik untuk Memetakan Sistem Panas Bumi

Yunus Daud1 dan Anugrah Indah Lestari2

1. Laboratorium Geothermal, Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 2. Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424

[email protected], [email protected]

Abstrak

Data magnetotellurik biasanya masih dihimpun dan ditampilkan dalam bentuk profil dan diinterpretasi menggunakan inversi 1-dimensi (1-D) atau 2-dimensi (2-D). Asumsi yang digunakan dalam inversi 1-D dan 2-D dapat menyebabkan kesalahan interpretasi dikarenakan kondisi riil di bawah permukaan adalah 3-D. Oleh karena itu dilakukan pengujian inversi 1-D, 2-D, dan 3-D (full tensor impedance dan off diagonal elements) profil data sintetik 3D untuk menganalisis pengaruh efek 3D dan efek tepi. Hasil dari inversi 1D dan 2D memperlihatkan ketidakmampuan dalam mempertahankan geometri model sintetik 3D terutama dalam memperlihatkan batas tepi model sintetik 3D. Dengan menggunakan inversi 3-D, terlihat memberikan hasil yang lebih baik dalam memperlihatkan geometri model sintetik 3D. Pentingnya penggunaan on diagonal elements (Zxx dan Zyy) dalam proses inversi diperlihatkan melalui hasil data sintetik yakni menambah keakuratan dalam hasil inversi terutama pada profil bagian tepi dari benda konduktif dan resistif. Hal ini diperlihatkan melalui hasil plot nilai impedansi Zxx dan Zyy. Oleh karena itu penggunaan seluruh komponen tensor impedansi penting digunakan dalam inversi 3-D untuk menginterpretasi profil data. Arah strike juga terlihat sangat mempengaruhi hasil inversi 2-D. Analisis terhadap inversi multidimensi profil data dilakukan terhadap data riil magnetotelurik daerah prospek panas bumi Tawau, Malaysia. Dari hasil inversi1-D, 2-D, dan 3-D pada data riil didapatkan kemiripan pola distribusi zona resistivitas rendah dan tinggi pada hasil inversi 1-D dan 3-D dikarenakan hasil kedua inversi tidak dipengaruhi oleh arah strike serta hasil ini mendukung kesesuaian pada hasil model sintetik di mana hasil inversi 1-D dapat mencitrakan resistivitas bawah permukaan dengan baik pada kedalaman dangkal.

Kata kunci : efek tepi; inversi 3D; inversi 2D; inversi 1D; magnetotellurik; profil data

Forward Modeling and Multidimension Inversion of Magnetotelluric Data for

Delineating Geothermal System

Abstract

Magnetotelluric data is usually still collected and displayed in profile data and interpreted by using 1-dimensional inversion (1-D) or 2-dimensional inversion (2-D). The assumption that is used in 1-D and 2-D may lead potential pitfall during interpretation because real condition beneath the surface is 3-D. Therefore, inversion 1-D, 2-D, and 3-D (full tensor impedance and off diagonal elements) is tested in 3D synthetic profile data for analyzing the influence of 3D effect and edge effect. 1-D and 2-D inversion result shows an inability to maintain the geometry of 3D synthetic model, mainly in imaging edge border of 3D synthetic model. By using 3-D inversion profile synthetic data MT, it is proven that the use of 3-D inversion gives better result in showing the geometry of 3D synthetic model. The importance of on diagonal elements (Zxx and Zyy) in the inversion result is shown by the result of synthetic data which increase the accuracy of inversion result, particularly at edge of conductive and resistive feature. This is shown by the result of impedance value (Zxx and Zyy) ploting. Therefore, using all components of tensor impedance is important in 3D inversion to interpret profile data. Strike direction is also seen affect the result of 2D inversion. Analysis of multidimension inversion of profile data is then performed on real magnetotelluric data in Tawau geothermal prospect area. From 1-D, 2-D, and 3-D inversion result, it is obtained that there is similarity in distribution pattern of low and high resistivity zone because both of

Pemodelan forward…, Anugrah Indah Lestari, FMIPA UI, 2014

Page 2: Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data

the inversion are not influenced by strike direction and this result supports the suitability of synthetic model result where 1-D inversion can image subsurface resistivity at shallow depth well.

Keywords : edge effect; 3D inversion; 2D inversion; 1D inversion; magnetotelluric; profile data

1. PENDAHULUAN

Sistem panas bumi memiliki struktur kompleks yang mengontrol aliran fluida dalam

sistem tersebut. Metode geofisika yang mengukur resistivitas listrik telah terbukti efektif

digunakan untuk eksplorasi panas bumi, salah satunya yakni metode magnetotellurik (MT).

Hal ini dikarenakan metode magnetotellurik merupakan metode geofisika pasif yang mampu

memetakan nilai resistivitas bawah permukaan bumi hingga kedalaman 600 km (Simpson dan

Bahr, 2005).

Pemetaan nilai resistivitas bawah permukaan akan didapatkan melalui pengolahan

data MT. Pengolahan data MT bertujuan untuk mendapatkan tensor impedansi. Melalui nilai

tensor impedansi ini nantinya dapat dilakukan inversi baik secara 1D, 2D, maupun 3D

sehingga didapatkan pemodelan distribusi resistivitas bawah permukaan. Pemodelan inversi

1D, 2D, dan 3D MT didasarkan pada asumsi teori 1D, 2D, dan 3D model MT dengan

konsekuensi pada perbedaan asumsi tensor impedansi (Simpson dan Bahr, 2005).

Dalam dunia industri saat ini, umumnya data riil MT masih dihimpun dalam bentuk

profil atau lintasan dan interpretasi pun dilakukan dari hasil inversi 2D. Asumsi pada inversi

1D dan 2D dapat menyebabkan kesalahan interpretasi dikarenakan kondisi riil bawah

permukaan bumi adalah 3D. Inversi 2D dan 3D telah dilakukan terhadap profil data MT 2D

menggunakan data sintetik disertai dengan analisis tensor impedansi menghasilkan inversi 3D

menggunakan empat komponen impedansi memberikan pemodelan yang lebih baik

dibandingkan dengan inversi 2D. Hal ini dapat terjadi dikarenakan asumsi yang digunakan

untuk model 2D jarang terdapat di lapangan diantaranya perlu diketahuinya arah strike.

(Chang-Hong et al., 2011).

Pada penelitian ini akan dilakukan inversi 1D, 2D, dan 3D profil MT dari data sintetik

3D. Variasi terhadap inversi 3D dilakukan dengan hanya menginversi bagian off diagonal

elements dan seluruh tensor impedansi. Hasil dari inversi ini kemudian dibandingkan dengan

model sintetik. Pengaruh arah strike juga diuji terhadap hasil inversi 1D, 2D, dan 3D model

Pemodelan forward…, Anugrah Indah Lestari, FMIPA UI, 2014

Page 3: Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data

sintetik 3D. Inversi 1D, 2D, dan 3D dilakukan terhadap data magnetotellurik di lapangan

dengan didukung hasil analisis model sintetik. Plot impedansi digunakan untuk menunjukan

kesesuaian pada pemodelan hasil inversi 3D profil data sintetik.

2. TINJAUAN TEORITIS

Metode magnetotellurik merupakan metode geofisika pasif yang melibatkan

pengukuran fluktuasi medan listrik dan medan magnet alami yang saling tegak lurus di

permukaan bumi dengan tujuan untuk menentukan resistivitas struktur di bawah permukaan

bumi. Secara independen Tikhonov (1950) dan Cagniard (1953) mengembangkan metode

magnetotellurik. Tikhonov pertama kali menunjukan turunan terhadap waktu dari medan

magnet (H) pada frekuensi rendah sebanding dengan komponen tegak lurus medan listrik (E).

Sedangkan Cagniard mengembangkan rumus berkaitan dengan Ex dan Hy pada permukan

dari medium berlapis dengan sumber gelombang bidang.

Metode magnetotellurik didasari oleh konsep gelombang elektromagnetik pada

medium konduktif dengan memanfaatkan persamaan Maxwell, yakni :

tEEB

tBE

∂+=×∇

∂−=×∇

µεµσ

dimana persamaan pertama merupakan persamaan Faraday dan persamaan kedua adalah

persamaan Ampere.

Arus listrik dapat dihasilkan dengan cara menggerak-gerakan kutub magnet dalam

penghantar atau mengerak-gerakan penghantar dalam kutub magnet yang mengakibatkan

perubahan fluks magnet. Kecepatan perubahan fluks magnet inilah, menurut Faraday dapat

memunculkan arus listrik. Dalam metode MT, medan magnet yang dibutuhkan adalah medan

magnet yang berubah-ubah terhadap waktu sehingga dapat menghasilkan medan listrik. Pada

penerapannya, medan elektromagnetik yang bervariasi terhadap waktu menginduksi batuan di

bawah permukaan bumi sehingga batuan tersebut menghasilkan arus telurik. Arus telurik

inilah yang kemudian menghasilkan medan magnet yang akan diterima oleh receiver di

permukaan.

Pengolahan data MT bertujuan untuk mendapatkan fungsi transfer yang

direpresentasikan melalui tensor impedansi yang terdiri dari empat komponen impedansi

(Simpson and Bahr, 2005). Karakteristik umum dari fungsi transfer MT, bergantung pada

Pemodelan forward…, Anugrah Indah Lestari, FMIPA UI, 2014

Page 4: Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data

dimensi dari model MT yang dapat diklasifikasi sebagai 1D, 2D, dan 3D (Berdichevsky and

Dmitriev, 2008).

Dalam model 1D, konduktivitas σ (z) hanya bervariasi terhadap kedalaman, z. Oleh

karena itu fungsi transfer MT tidak bergantung pada orientasi dari sumbu pengukuran dan

tidak memiliki nilai medan magnet vertikal. Tensor impedansi dapat dituliskan sebagai

berikut :

!!!!

=  0 !!"

−!!" 0  !!!!

(2. 1)

Dalam model 2D, konduktivitas bervariasi sepanjang sumbu z (kedalaman) dan salah

satu dari sumbu x atau y. Arah sepanjang konduktivitas bernilai konstan disebut dengan

geoelectric strike. Konsekuensi tensor impedansi menjadi :

Zxx = -Zyy

Zxy ≠ -Zyx

Jika saat pengukuran MT, arah x dan y sejajar dan saling tegak lurus terhadap strike,

maka nilai on diagonal elements akan menjadi nol, sehingga tensor impedansi menjadi :

 !!! =  0 !!"!!" 0 (2. 2)

dimana !!" =  !!" =  !!!!

dan !!" =  !!" =   !!!!

Data MT riil tidak pernah tepat 2D, meskipun arah strike telah diperhitungkan, rotasi

pada tensor impedansi akan menghasilkan nilai on diagonal elements yang tidak nol.

Penyimpangan dari karakteristik 2D yang ideal terjadi ketika terdapat struktur 3D di bawah

permukaan, data MT terdistorsi oleh struktur dekat permukaan, dan noise. Model 3D

merupakan jenis yang paling umum untuk struktur geoelektrik dimana konduktivitas dapat

berubah pada semua arah. Fungsi transfer MT memiliki bentuk umum dimana semua

komponen impedansi tidak ada yang memiliki nilai nol.

 !!! =  !!! !!"!!" !!!

(2. 3)

Forward modeling merupakan kebalikan dari proses inversi, adalah proses matematis

yang digunakan untuk memperoleh data prediksi hasil pengukuran (data observasi)

berdasarkan parameter fisis yang yang telah diberikan. Forward modeling digunakan untuk

Pemodelan forward…, Anugrah Indah Lestari, FMIPA UI, 2014

Page 5: Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data

memprediksi data simulasi atau data pengukuran berdasarkan hipotesis kondisi bawah

permukaan. Data simulasi tersebut disebut dengan data teoritik atau data sintetik.

Dalam istilah geofisika, inversi merupakan proses matematis dan statistik untuk

memprediksi atau mengestimasikan nilai parameter fisis di bawah permukaan berdasarkan

data lapangan (observasi di lapangan). Inversi data MT dapat dijelaskan bahwa untuk

mengetahui nilai apparent resistivity dan fase diperlukan model matematika yang digunakan

untuk menghubungkan antara data medan listrik dan medan magnet sebagai data lapangan

dengan parameter fisis yang ingin diestimasi besarannya.

Sistem panas bumi merupakan istilah untuk menjelaskan kesatuan sumber energi

berupa fluida panas (baik air maupun gas) yang berasal dari fluida meteorik atau magmatik,

terbentuk dalam reservoir di bawah permukaan bumi melalui pemanasan yang dilakukan oleh

hot rock (pembekuan magma) sebagai sumber panas. Energi panas yang dimiliki oleh fluida

tersebut berasal dari hot rock yang merambatkan panasnya secara konduksi memanaskan air

bawah permukaan sehingga membentuk sistem konveksi yang menghasilkan air panas

ataupun uap.

Sistem panas bumi terdiri dari tiga elemen utama yakni batuan reservoir yang

permeabel, fluida yang dapat membawa panas dari reservoir ke permukaan bumi, dan hot rock

sebagai medium yang digunakan untuk menghantarkan panas ke fluida. Sistem panas bumi

umumnya menghasilkan mata air panas dan fumarol sebagai manifestasi utama yang muncul

dari bawah permukaan bumi.

3. METODE PENELITIAN

3.1. Pembuatan Model Sintetik

Model sintetik 3D dibuat menggunakan dua software yakni MT3DFor-X dan

WinGlink. Model sintetik dari dua software tersebut dibuat identik baik dari bentuk grid,

model, dan nilai resistivitas model sintetik. Untuk melakukan kalkulasi forward terhadap data

sintetik, struktur resistivitas harus didiskritisasi ke dalam elemen sel kerangka pemodelan atau

disebut dengan mesh.

Luas area interest dalam penelitian ini adalah 36 km2 dengan jarak antar kolom sel

400 meter. Jumlah stasiun yang digunakan berjumlah 36 stasiun dengan jarak antar stasiun

adalah 1.2 km. Untuk di luar daerah interest ( x-padding dan y-padding), menggunakan 3

kolom (padding) dengan peningkatan setiap kolomnya menggunakan faktor pengali 1.5.

Pemodelan forward…, Anugrah Indah Lestari, FMIPA UI, 2014

Page 6: Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data

Untuk kedalamannya terdiri dari 10 lapisan dengan lapisan pertama setebal 50 meter dan

mengalami peningkatan dengan faktor pengali sebesar 1.5 sampai kedalamannya sekitar 5666

meter. Periode maksimum yang digunakan 100 s dan periode minimum yang digunakan

sebesar 0.01 s dengan jumlah frekuensi yang terekam adalah sebanyak 10.

Model sintetik pertama berbentuk balok konduktif dengan nilai resistivitas 1 Ωm

berdimensi sekitar 3.6 km x 8.85 km x 3 km. Balok konduktif tersebut dikelilingi oleh benda

dengan resistivitas 100 Ωm. Model ini didiskritisasi dengan dengan jumlah blok sebanyak 30

blok pada arah x (N-S), 28 blok pada arah y (E-W), dan 10 blok pada arah z. Deskripsi model

sintetik pertama yakni pada lapisan 1-5 dan 10 memiliki resistivitas homogen 100 Ωm dan

pada lapisan 6-9 terdapat balok konduktif senilai 1 Ωm yang dikelilingi oleh benda resistif

100 Ωm. Inversi 1D, 2D, dan 3D dilakukan terhadap profil A dan B. Full Tensor Impedansi

(Zxx, Zxy, Zyx, dan Zyy) dan off diagonal elements (Zxy dan Zyx) dihasilkan menggunakan

perhitungan forward dari 36 titik stasiun dan pada 10 periode (0.01, 0.028, 0.077, 0.22, 0.6,

1.67, 4.64, 12.92, 35.94 100 s).

Model sintetik kedua dan ketiga identik dengan model sintetik pertama dalam hal

bentuk geometri balok, diskritisasi, dan ketebalan lapisan. Yang membedakan adalah

resistivitas balok model sintetik kedua sebesar 10 Ωm dan 500 Ωm untuk balok pada model

sintetik ketiga.

 

Gambar 3. 1. Model sintetik 2 memotong sumbu z dengan benda konduktor berada pada

kedalaman 660-3744 meter (kiri); Cross section model sintetik 2 arah y dengan benda

konduktor berada pada kedalaman 660-3744 meter (kanan)

3. 2. Inversi

Inversi 1D dilakukan memanfaatkan software WinGlink dengan algoritma Occam

menggunakan kurva TE, TM, atau Invariant. Inversi 2D dilakukan dengan memanfaatkan

software WinGlink. Proses inversi 2D dalam penelitian ini menggunakan smooth model

inversion routine yang dikembangkan oleh Randy Mackie dengan menggunakan solusi aturan

 

Pemodelan forward…, Anugrah Indah Lestari, FMIPA UI, 2014

Page 7: Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data

Tikhonov untuk menyelesaikan masalah inversi dua dimensi memanfaatkan metode nonlinear

conjugate gradient. Inversi 2D memanfaatkan kurva TE dan TM.

Inversi 3D dilakukan dengan memanfaatkan software MT3Dinv-X yang berbasis

algoritma data space Occam (Siripunvaraporn et. al., 2005). Dengan memanfaatkan inversi

3D, berbagai asumsi arah strike pada inversi 2D tidak diperlukan.

Parameter yang dilibatkan dalam inversi 3D adalah jumlah stasiun (Ns), jumlah

periode (Np), jumlah respon impedansi (Nr), serta jumlah blok pada arah x, y, dan z. Jumlah

respon impedansi maksimum sebanyak 8 yang terdiri dari nilai riil dan imajiner dari setiap

respon impedansi.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis hasil inversi 1D, 2D, dan 3D meliputi kemampuan hasil inversi untuk

memperlihatkan bentuk geometri model sintetik 3D serta pengaruh arah strike terhadap hasil

inversi. Analisis hasil inversi pada data riil dilakukan dengan didukung kesesuaian hasil data

sintetik.

4. 1. Hasil Inversi

Hasil inversi untuk model sintetik pertama hingga ketiga diwakili oleh profil A dan B

dimana pada profil A terdapat 6 titik stasiun yang terdiri dari F19, F20, F21, F22, F23, dan

F24 serta profil B juga terdiri dari 6 titik stasiun yakni F01, F02, F03, F04, F05, dan F06.

Pada pembahasan ini diwakili oleh hasil inversi multidimensi model sintetik 2.

4. 1. 1. Hasil Inversi 1D

Gambar 4. 1 merupakan hasil inversi 1D dari profil A yang berada di tengah benda

konduktif dan profil B yang berada di tepi benda konduktif dengan RMS didapatkan kurang

dari 0.98.

Pemodelan forward…, Anugrah Indah Lestari, FMIPA UI, 2014

Page 8: Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data

Gambar 4. 1. Hasil inversi 1D profil A (baris pertama) dan profil B (baris kedua)

Hasil inversi 1D pada profil A dapat memperlihatkan jarak lateral (panjang) dari

benda konduktif cukup tepat karena menggunakan TM Mode dimana TM Mode sensitif

terhadap kontras resistivitas lateral. Hasil inversi 1D tidak mampu memperlihatkan batas

bawah benda konduktif. Hal ini terlihat dari hasil inversi pada profil A dan B dimana benda

konduktif menerus hingga kedalaman tak terhingga. Selain itu pada hasil inversi profil B,

nilai resistivitas tidak dapat sesuai bernilai 10 Ωm dikarenakan pengaruh efek tepi. Hasil

inversi TM Mode model sintetik 2 memiliki trend yang sama dengan model sintetik 1 dan 3

dimana batas geometri secara lateral dapat dicitrakan dengan benar, namun tidak untuk batas

kedalaman. Ketidakmampuan hasil inversi 1D pada profil A dan B untuk memperlihatkan

batas bawah benda konduktif dengan benar diindikasikan sebagai cara inversi 1D dalam

mengatasi pengaruh efek 3D.

4. 1. 2. Hasil Inversi 2D

Hasil inversi 2D yang didapatkan dalam penelitian ini menggunakan initial model

homogen 100 Ωm. Hasil inversi yang diperoleh pada kedua profil memiliki nilai RMS kurang

dari 1.

 

Pemodelan forward…, Anugrah Indah Lestari, FMIPA UI, 2014

Page 9: Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data

Gambar 4.2. Hasil inversi 2D profil A (kolom kedua) dan profil B (kolom ketiga)

Untuk hasil inversi pada profil A (kolom kedua) menunjukan batas bawah tidak dapat

diketahui karena adanya struktur palsu hingga kedalaman 5500 meter karena pengaruh efek

3D. Hasil inversi 2D profil B memperlihatkan nilai resistivitas benda naik menjadi sekitar 40

Ωm. Hal ini terjadi dikarenakan oleh pengaruh efek tepi pada bagian profil tepi yang kuat. Di

samping itu, profil B tidak mampu memperlihatkan geometri balok dengan benar disebabkan

pengaruh efek tepi.

4. 1. 3. Hasil Inversi 3D

Hasil inversi 3D yang didapatkan dalam penelitian ini menggunakan initial model

homogen 100 Ωm.

4. 1. 3. 1. Profil A

Gambar 4.3 merupakan hasil inversi 3D pada profil A dimana pada kolom pertama

merupakan model sintetik awal. Hasil inversi 3D full tensor impedansi ditunjukan pada baris

pertama dan hasil inversi 3D off diagonal elements terdapat pada baris kedua. Nilai RMS

didapatkan dibawah 19% untuk hasil inversi full tensor impedansi dan dibawah 1% untuk

hasil inversi 3D diagonal elements.

 

 

 

 

 

 

Pemodelan forward…, Anugrah Indah Lestari, FMIPA UI, 2014

Page 10: Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data

Gambar 4. 3. Hasil inversi 3D profil A full tensor impedansi (atas) dan off diagonal elements

(bawah)

Gambar 4. 4. Hasil inversi 3D profil A full tensor impedansi (atas) dan off diagonal elements

(bawah) pada kedalaman 1500 meter

Berdasarkan Gambar 4. 4, terdapat perbedaan dari hasil inversi 3D antara full tensor

impedansi dan off diagonal elements. Hal tersebut terlihat dari hasil inversi 3D off diagonal

elements dimana benda konduktif yang menerus pada jarak (U-S) terlihat asimetris (bergeser

ke arah kiri). Berbeda dengan hasil inversi yang dihasilkan oleh full tensor impedansi dimana

benda konduktif tersebut menerus secara simetris dan mempertahankan geometrinya. Hal ini

 

 

Pemodelan forward…, Anugrah Indah Lestari, FMIPA UI, 2014

Page 11: Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data

membuktikan bahwa dalam melakukan inversi 3D, penting untuk menyertakan on diagonal

elements dikarenakan pada nilai impedansi on diagonal elements terdapat informasi struktur.

4. 1. 3. 2. Profil B

Hasil inversi 3D full tensor impedansi terdapat pada baris pertama dan hasil inversi 3D

off diagonal elements terdapat pada baris kedua. Nilai RMS didapatkan dibawah 1% untuk

hasil inversi 3D full tensor impedansi dan hasil inversi 3D off diagonal elements.

Gambar 4. 5. Hasil inversi 3D profil B full tensor impedansi (atas) dan off diagonal elements

(bawah)

Gambar 4. 6. Hasil inversi3D profil Bfull tensor impedansi (atas) dan off diagonal elements

(bawah) pada kedalaman 1500 meter

 

 

Pemodelan forward…, Anugrah Indah Lestari, FMIPA UI, 2014

Page 12: Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data

Pada hasil inversi 3D full tensor impedansi dan off diagonal elements terdapat

perbedaan dari hasil inversi 3D antara full tensor impedansi dan off diagonal elements yakni

hasil inversi 3D menggunakan off diagonal elements tidak mampu memperlihatkan

perbatasan antara benda konduktif tersebut dengan benda yang melingkupinya (benda

beresistivitas 100 Ωm). Berbeda dengan hasil inversi yang dihasilkan oleh full tensor

impedansi dimana terlihat batasan pada jarak (U-S) sekitar 8850-9000 meter yang

mengindikasikan sebagai pertemuan antara benda konduktif dengan benda sekitar yang

melingkupinya. Oleh karena itu, menyertakan on diagonal elements dapat digunakan untuk

menyelesaikan masalah efek tepi.

4. 1. 3. 3. Plot Tensor Impedansi

Gambar 4. 7. Tensor Impedansi on diagonal elements model sintetik 2

Gambar 4. 7 merupakan plot dari nilai impedansi on diagonal elements baik riil dan

imajiner pada periode 4.6 s. Melalui Gambar 5. 17 impedansi tersebut, terlihat bahwa terdapat

abnormitas terbesar terlihat pada bagian profil B yakni di bagian tepi dan abnormitas semakin

berkurang seiring menuju bagian tengah dari benda konduktif. Hal ini menunjukan bahwa on

diagonal elements mampu memperlihatkan efek tepi dengan jelas, terlihat dari hasil inversi

3D full tensor impedansi mampu memperlihatkan batas antara dua resistivitas yang berbeda.

                         0  

     40000  

                         0  

     40000  

                         0  

 40000  

                     0  

         40000  

                   0  

                   40000                    0  

             0                                          40000                  40000  

                   0                                        40000  

Northing  (m

)  

Northing  (m

)  

Northing  (m

)  

Northing  (m

)  

Easting  (m)   Easting  (m)  

Easting  (m)   Easting  (m)  

Re Zxx Im Zxx

Im Zyy Re Zyy

ohm ohm

ohm ohm

   A  

   A  

A  

A  

   B   B  

B  B  

 

Pemodelan forward…, Anugrah Indah Lestari, FMIPA UI, 2014

Page 13: Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data

Untuk itu penting untuk melibatkan on diagonal elements dalam proses inversi 3D

dikarenakan pada kenyataan dalam melakukan survei di lapangan, tidak pernah diketahui

batasan antar benda yang berbeda resistivitasnya sehingga penggunaan full tensor impedansi

diperlukan dalam proses inversi.

4. 2. Pengaruh Arah Strike terhadap Hasil Inversi

Subbab ini akan membahas mengenai pengaruh arah strike dan penggunaan titik

proyeksi pada hasil inversi 1D, 2D, dan 3D dari model sintetik 2 yakni benda konduktif

sebesar 10 Ωm dan lingkungan sekitar sebesar 100 Ωm.

Gambar 4. 8. Profil C dan D data sintetik MT

Hasil inversi yang dibahas yakni profil C dan D di mana pada profil C terdapat 5 titik

stasiun yang terdiri dari F1, F8, F15, F22, dan F29 serta profil D terdiri dari 5 titik stasiun

yakni F05, F10, F15, F20, dan 25.

Profil C Profil D

Pemodelan forward…, Anugrah Indah Lestari, FMIPA UI, 2014

Page 14: Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data

GamGambar 4. 9. Hasil inversi multidimensi profil sejajar arah strike (kolom pertama); Hasil

inversi multidimensi profil C (kolom kedua); Hasil inversi multidimensi profil D (kolom

ketiga)

Hasil inversi 3D terlihat mampu mempertahankan geometri benda konduktif

dibandingkan hasil inversi 1D dan 2D. Hasil inversi 3D menunjukan bahwa baik inversi profil

searah strike dan tidak, hasil inversi 3D tetap dapat memperlihatkan geometri model sintetik

3D dengan baik dan tidak dipengaruhi arah strike.

 

Pemodelan forward…, Anugrah Indah Lestari, FMIPA UI, 2014

Page 15: Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data

Sama seperti profil C yang tidak searah dengan strike, hasil inversi 1D pada profil D

menunjukan batas lateral benda konduktif yang tepat, namun tetap tidak dapat

memperlihatkan batas bawah benda konduktif dengan tepat. Hasil ini menunjukan bahwa baik

pada profil yang sejajar dengan strike atau tidak, inversi 1D menunjukan batas lateral benda

konduktif yang tepat, namun tetap tidak dapat memperlihatkan batas bawah benda konduktif

dengan tepat. Sehingga dapat dikatakan bahwa inversi 1D tidak dipengaruhi oleh arah strike.

Melihat hasil inversi 2D antara profil C dan D yang merupakan sama-sama profil yang

tidak sejajar dengan strike terlihat adanya inkonsistensi pola hasil inversi 2D dibandingkan

hasil inversi 1D dan 3D. Di samping itu jika dibandingkan dengan hasil inversi pada profil

yang searah dengan strike, kualitas hasil inversi sangat jauh berbeda. Hal ini membuktikan

bahwa inversi 2D sangat dipengaruhi oleh arah strike.

4. 3. Inversi Multidimensi Profil Data Riil MT

Dengan menggunakan kesimpulan penelitian pada profil data sintetik sebelumnya

dimana telah dilakukan pengujian inversi multidimensi terhadap tiga model sintetik yang

bersifat konduktif dan resistif. Dari hasil tersebut didapatkan bahwa inversi 3D yang

melibatkan seluruh komponen impedansi dapat meminimalisir masalah efek 3D dan efek tepi

serta kemampuan dalam mempertahankan geometri model sintetik. Oleh karena itu dilakukan

pemodelan 3D full tensor impedansi terhadap profil data riil MT daerah Tawau, Malaysia.

Namun sebagai pembanding, dilakukan pula inversi 1D dan 2D.

Inversi 1D, 2D, dan 3D dilakukan pada profil T pada arah tenggara dari Gunung

Maria. Pemilihan profil tersebut didasarkan pada adanya manifestasi mata air panas A5 dan

A1-A4 yang menunjukan adanya sistem panas bumi di bawah permukaan. Mata air panas A5

merupakan mata air yang mengandung chloride dan boron serta memiliki pH yang lebih

tinggi relatif terhadap mata air A1-A4 sehingga diindikasikan berkorelasi langsung dengan

reservoir. Sedangkan mata air panas A1-A4 berpotensi menjadi outflow dalam inversi panas

bumi tersebut. Oleh karena itu dapat diperkirakan bahwa pusat reservoir berada di pada arah

tenggara Gunung Maria dimana diindikasikan heat source berasal dari Gunung Maria.

Pemodelan forward…, Anugrah Indah Lestari, FMIPA UI, 2014

Page 16: Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data

Gambar 4. 10. Profil area penelitian Tawau

4. 3. 1. Hasil Inversi Multidimensi Profil Data Riil MT

Pada subbab ini akan dibahas hasil inversi 1D, 2D, dan 3D pada profil T. Inversi 1D,

2D, dan 3D dilakukan pada profil A dimana dalam profil tersebut terdiri dari stasiun A2, B2,

C3, D4, E4, F5, dan G5 dengan nilai RMS sebesar kurang dari 7.

Gambar 4. 11. Cross section profil T dengan inversi 1D, 2D, dan 3D

T  

 

Pemodelan forward…, Anugrah Indah Lestari, FMIPA UI, 2014

Page 17: Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data

Gambar 4. 11 merupakan hasil inversi 1D, 2D, dan 3D profil T. Berdasarkan pola

persebaran zona resistivitas rendah, menengah, dan tinggi pada penampang profil T, terlihat

bahwa hasil inversi 1D dan 3D memiliki kemiripan pola distribusi resistivitas bawah

permukaan dimana terdapat penipisan zona resistivitas rendah pada titik C3 dan E4 serta pola

dome antara titik C3 hingga E4. Temuan ini serupa dengan penelitian pada area Glass

Mountain, California dimana hasil inversi 1D dan 3D dapat memperlihatkan resistivitas

bawah permukaan yang inversi lebih sesuai ketika dikorelasikan terhadap data sumur,

terutama pada zona resistivitas rendah (Cumming and Randall, 2010).

Hasil inversi 2D yang kurang sesuai pada distribusi resistivitas rendah dan tinggi dapat

dikarenakan asumsi yang digunakan pada inversi 2D dimana setiap profil pengukuran MT

harus dibuat sejajar atau tegak lurus arah strike. Hal ini dibuktikan melalui hasil inversi 2D

pada model sintetik 3D yang dilakukan dalam penelitian ini di mana arah strike memberikan

pengaruh besar pada hasil inversi 2D melalui adanya struktur palsu (spurious structure) yang

dapat mengakibatkan kesalahan dalam interpretasi data riil MT.

Pola distribusi resistivitas hasil inversi 1D dan 3D yang mirip dibuktikan oleh

pengujian data sintetik dimana baik hasil inversi 1D dan 3D mampu mencitrakan variasi

resistivitas model sintetik dengan baik secara lateral pada kedalaman dangkal (± 1000 meter).

Namun dalam model sintetik, hasil inversi 1D tidak mampu memperlihatkan batas bawah

model sintetik 3D pada kedalaman dalam dengan benar. Hal ini yang kemudian menjadi

kendala dalam menginterpretasi hasil inversi 1D pada zona di bawah zona resistivitas rendah

(di bawah base of conductor) serta pada zona tepi benda konduktif dan resistif.

Kesesuaian hasil iversi 3D dengan representasi bawah permukaan dibuktikan melalui

adanya heat source di kedalaman dangkal pada stasiun antara titik C3 hingga E4 pada hasil

inversi 3D didukung oleh adanya mata air panas A5 di dekat titik D4 dengan kandungan

choride dan boron yang tinggi mengindikasikan mata air panas A5 berlokasi dekat dengan

heat source (Javino et al., 2010). Kandungan pH pada mata air panas A1 yang lebih tinggi

dibandingkan A5 yakni sebesar 7.4 (Javino et al., 2010) mengindikasikan bahwa mata air

panas A1-A4 berlokasi lebih jauh dari zona reservoir dibandingkan mata air panas A5.

Garis struktur patahan yang berada pada area Tawau menunjukan adanya kesesuaian

pada hasil inversi 3D. Hasil inversi 3D menunjukan adanya struktur patahan pada titik

pengukuran C3 dan mata air panas A1-A4. Peta garis struktur kemudian menunjukan arah

struktur yang sama dengan arah struktur patahan yang dicitrakan oleh hasil inversi 3D.

Pemodelan forward…, Anugrah Indah Lestari, FMIPA UI, 2014

Page 18: Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data

Gambar 4.12. Garis struktur pada area sekitar manifestasi A1-A5 (Javino et al., 2010)

Selain itu melalui perbandingan antara data riil MT (observed data) dengan nilai

apparent resistivity (calculated data) di setiap stasiun pada profil T ditunjukan pada Gambar

4. 13. Melalui Gambar 4. 13, terlihat bahwa nilai apparent resistivity (ρxy dan ρyx) dan fase

hasil inversi (calculated data) sudah cukup mendekati nilai observed data (match) dengan

nilai RMS kurang dari 7. Dengan demikian, pemodelan hasil inversi 3D dapat merefleksikan

kondisi riil lapangan.

Gambar 4. 13. Hasil fitting antara observed data dan calculated data profil T

Pemodelan forward…, Anugrah Indah Lestari, FMIPA UI, 2014

Page 19: Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data

5. KESIMPULAN

Telah dilakukan inversi 1D, 2D, 3D terhadap profil data MT. Inversi 3D yang

dilakukan terbagi atas dua jenis yakni inversi 3D yang melibatkan seluruh komponen

impedansi (gabungan on diagonal elements dan off diagonal elements) dan inversi 3D yang

melibatkan off diagonal elements. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama penelitian,

diperoleh beberapa kesimpulan yakni :

1. Hasil inversi 1D dan 2D profil data sintetik MT menunjukan ketidakmampuan untuk

mempertahankan geometri model sintetik 3D, teutama pada profil bagian tepi benda

konduktif dan resistif.

2. Adanya struktur palsu (spurious structure) pada hasil inversi 1D dan 2D terhadap

profil data sintetik MT diakibatkan oleh efek 3D atau efek tepi.

3. Hasil inversi 3D pada profil data MT yang melibatkan seluruh komponen impedansi

memperlihatkan geometri model sintetik 3D lebih baik dibandingkan hasil inversi 3D

melibatkan off diagonal elements.

4. Dengan tidak melibatkan on diagonal elements dalam inversi 3D profil data MT,

mengakibatkan ketidaksimetrisan secara geometri pada model sintetik 3D dan

ketidakmampuan dalam mengatasi efek tepi.

5. Informasi struktur 3D terdapat dalam on diagonal elements (Zxx dan Zyy) dimana efek

tepi dapat terlihat jelas dalam plot on diagonal elements, sehingga inversi 3D

memerlukan seluruh komponen tensor impedansi.

6. Arah strike mempengaruhi hasil inversi 2D dan tidak mempengaruhi hasil inversi 1D

dan 3D.

DAFTAR ACUAN

Berdichevsky, M. N. and Dmitriev, V. I. 2008. Model and Methods of Magnetotellurics.

Springer.

Chang-Hong, Lin, Tan Han-Dong, and Tong Tuo. 2011. The Possibility of Obtaining Nearby

3D Resistivity Structure From Magnetotelluric 2D Profile Data Using 3D Inversion.

Chinese Journal of Geophysics.

Cumming, William and Randall Mackie. 2010. Resistivity Imaging of Geothermal Resources

Using 1D, 2D, and 3D MT Inversion and TDEM Static Shift Correction Illustrated by

a Glass Mountain Case History. World Geothermal Congress 2010.

Pemodelan forward…, Anugrah Indah Lestari, FMIPA UI, 2014

Page 20: Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data

Javino, Fredolin, Saim Suratman, Zhonghe Pang, and Manzoor Ahmed Choudhry. 2010.

Isotope and Geochemical Investigations on Tawau Hot Springs in Sabah, Malaysia.

World Geothermal Congress 2010.

Rosenkjaer, Gudni K. and Douglas W. Oldenburg. 2012. 3D Inversion of MT Data in

Geothermal Exploration : A workflow and Application to Hengill, Iceland. Thirty-

Seventh Workshop on Geothermal Reservoir Engineering

Stanford University

Simpson, F., and Bahr, K.. 2005. Practical Magnetotellurics. Cambridge University Press.

Siripunvaraporn, Weerachai, Gary Egbert, and Makoto Uyeshima. 2005. Interpretation of

Two Dimensional Magnetotelluric Profile Data with Three Dimensional Inversion :

Synthetic Examples. Geophys J Int, 804-814.

Pemodelan forward…, Anugrah Indah Lestari, FMIPA UI, 2014