pemberian slow stroke back massage (ssbm)...
TRANSCRIPT
PEMBERIAN SLOW STROKE BACK MASSAGE (SSBM)
TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Tn. S DENGAN AKUT LOW
BACK PAIN (LBP) DI RUANG PARANG SELING
RS ORTHOPEDI PROF. DR. R. SOEHARSO
SURAKARTA
DI SUSUN OLEH :
IIN ROSSALINDA
NIM. P.12 032
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
PEMBERIAN SLOW STROKE BACK MASSAGE (SSBM)
TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Tn. S DENGAN AKUT LOW
BACK PAIN (LBP) DI RUANG PARANG SELING
RS ORTHOPEDI PROF. DR. R. SOEHARSO
SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH :
IIN ROSSALINDA
NIM. P.12 032
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan dibawah ini:
Nama : Iin Rossalinda
NIM : P.12 032
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul Karya Tulis : PEMBERIAN SLOW STROKE BACK MASSAGE (SSBM)
TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI
PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. S DENGAN
ACUTE LOW BACK PAIN (LBP) DI RUANG PARANG
SELING RS ORTHOPEDI PROF. DR. R. SOEHARSO
SURAKARTA
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapan dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, 22 Mei 2015
Yang Membuat Pernyataan
Iin Rossalinda
NIM. P.12032
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis ini diajukan oleh :
Nama : Iin Rossalinda
NIM : P.12 032
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul : PEMBERIAN SLOW STROKE BACK MASSAGE (SSBM)
TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Tn. S DENGAN ACUTE LOW
BACK PAIN (LBP) DI RUANG PARANG SELING RS
ORTHOPEDI PROF. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Hari/ Tanggal : Jumat / 22 Mei 2015
Pembimbing : Ns. Anissa Cindy NurulAfni,M.Kep ( )
NIK. 201188087
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis ini diajukan oleh :
Nama : Iin Rossalinda
NIM : P.12 032
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul : PEMBERIAN SLOW STROKE BACK MASSAGE (SSBM)
TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Tn. S DENGAN ACUTE LOW
BACK PAIN (LBP) DI RUANG PARANG SELING RS
ORTHOPEDI PROF. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Hari/ Tanggal : Jum’at / 22 Mei 2015
Pembimbing : Ns. Anissa Cindy NurulAfni, M.Kep ( )
NIK. 201188087
Penguji I : Intan Maharani S Batubara S.Kep.,Ns ( )
NIK. 201491128
Penguji II : JokoKismanto S.Kep.,Ns ( )
NIK. 200670020
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan
STIKES Kusuma Husada Surakarta
Atiek Murharyati, Kep. Ns., M.Kep
NIK. 200680021
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “PEMBERIAN SLOW STROKE BACK MASSAGE
(SSBM) TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Tn. S DENGAN ACUTE LOW BACK PAIN (LBP) DI
RUANG PARANG SELING RS ORTHOPEDI PROF. DR. R. SOEHARSO
SURAKARTA“.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Program studi DIII Keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STiKes
Kusuma Husada Surakarta.
2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di
STiKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Anissa Cindy Nurul Afni, M.Kep, selaku dosen pembimbing dalam
penyusunan yangtelah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-
masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
demi sempurnanya studi kasus ini.
4. Intan Maharani S BatuBara, S.Kep., Ns, selaku dosen penguji yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi
kasus ini.
5. Joko Kismanto, S.Kep., Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
v
6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STiKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
7. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan
semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Teman-teman mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STiKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, Mei 2014
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ..................................... ................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................... ..................... iii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ....................................................................... .............. v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Tujuan Penulisan ......................................................................... 4
C. Manfaat Penulisan ....................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. TinjauanTeori ............................................................................. 6
1. Low back pain (LBP) .......................................................... 6
2. Asuhan keperawatan ............................................................ 12
3. Nyeri .................................................................................... 22
4. Slow stroke back massage (SSBM) ..................................... 36
B. Kerangka Teori .......................................................................... 41
C. Kerangka Konsep ....................................................................... 42
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI
A. Subjek aplikasi riset .................................................................... 43
B. Tempat dan waktu ....................................................................... 43
C. Media atau alat yang digunakan .................................................. 43
D. Prosedur tindakan ........................................................................ 43
E. Alat ukur evaluasi tindakan ......................................................... 45
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas klien ............................................................................. 46
B. Pengkajian .................................................................................. 46
C. Perumusan masalah keperawatan .............................................. 53
vi
D. Perencanaan ............................................................................... 54
E. Implementasi .............................................................................. 55
F. Evaluasi ...................................................................................... 57
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian ................................................................................... 60
B. Perumusan masalah keperawatan ................................................ 64
C. Perencanaan................................................................................. 66
D. Implementasi ............................................................................... 71
E. Evaluasi ....................................................................................... 74
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................ 75
B. Saran ......................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Pathway .................................................................................... 11
Gambar 2 Pengukuran skala VSA ............................................................ 28
Gambar 3 Pengukuran skala VDS ........................................................... 29
Gambar 4 Pengukuran wong-boker faces pain rating scale ...................... 29
Gambar 5 Kerangka Teori......................................................................... 40
Gambar 6 Kerangka Konsep ..................................................................... 41
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Usulan Judul
Lampiran 2. Lembar konsul
Lampiran 3. Surat Pernyataan
Lampiran 4. Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 5. Jurnal Utama
Lampiran 6. Asuhan Keperawatan
Lampiran 7. Log Book
Lampiran 8. Pendelegasian
Lampiran 9. Lembar Obeservasi
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kejadian nyeri pinggang bawah atau Low Back Pain (LBP),
hampir sama pada semua populasi baik di negara maju maupun di negara
berkembang (Shocker, 2008). Dari hasil penelitian Cropcord Indonesia
(2004) menunjukkan bahwa penderita LBP pada jenis kelamin pria
prevalensinya sebesar 18,2% dan pada wanita sebesar 13,6%. Populasi di
dunia yang pernah mengalami dari total populasi nyeri pinggang bawah
sekali atau lebih selama hidupnya antara 60% hingga 90% (Setyohadi,
2005).
Hasil penelitian yang dilakukan di 14 kota di Indonesia bahwa
kelompok nyeri Persatuan Dokter Saraf seluruh Indonesia ditemukan
18,13% penderita nyeri punggung bawah dengan rata-rata nilai
VisualAnalog Scale (VAS)sebesar 5,46±2,56 yang berarti nyeri sedang
sampai berat (PERDOSSI,2002). Diperkirakan 40% penduduk Jawa
Tengah berusia 65 tahun pernah menderita LBP dan prevalansinya pada
laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6% (Mahadewa &Maliawan, 2009).
Berdasarkan data bulan April – September 2006 jumlah klien LBP rawat
jalan sebanyak ± 1416 pasien ( Rekam Medis, RS. Ortopedi prof. dr. r.
1
soeharso surakarta, 2006 ). Kebanyakan klien mengeluh nyeri punggung
bawah dengan skala 9.
Penyebab LBP yang paling sering ditemukan adalah kekakuan dan
spasme otot punggung oleh karena aktivitas tubuh yang kurang baik serta
tegangnya postur tubuh. Selain itu berbagai penyakit juga dapat
menyebabkan LBP seperti osteoarthritis, osteoporosis, fibromyalgia,
scoliosis, dan rematik. Kesalahan postural atau gerakan tubuh yang tidak
proporsional dalam waktu lama dan terus menerus pada otot dan fascia
akan menimbulkan nyeri kemudian terjadi spasme otot pinggang dan otot
akan mengalami iskemik (Shocker, 2008).
Adanya nyeri membuat penderitanya seringkali takut untuk
bergerak sehingga mengganggu aktifitas sehari-harinya dan dapat
menurunkan produktifitasnya. Di samping itu, dengan mengalami nyeri,
sudah cukup membuat pasien frustasi dalam menjalani hidupnya sehari-
hari sehingga dapat mengganggu kualitas hidup pasien. Karenanya, terapi
utama diarahkan untuk menangani nyeri ini (Potter & Perry, 2005).
Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan
terapi nonfarmakologi. Terapi farmakologi dengan menggunakan
siklooksigenase inhibitor (COX inhibitor) sering menimbulkan efek
samping yaitu gangguan gastrointestinal (Kozier, 2004). Selain itu,
penggunaan jangka panjangnya dapat mengakibatkan perdarahan pada
saluran cerna, tukak peptik, perforasi dan gangguan ginjal (Daniel, 2006).
2
Saat ini banyak dikembangkan terapi non farmakologis untuk
menurunkan nyeri. Salah satu jenis terapi nonfarmakologis untuk
menurunkan nyeri punggung bawah LBP adalah SSBM dengan
memberikan masase usapan pada area punggung secara perlahan. Slow
stroke back massage (SSBM) adalah suatu tindakan memberi kenyamanan,
yang dapat meredakan ketegangan, merilekskan pasien dan meningkatkan
sirkulasi. Cara kerja dari SSBM ini menyebabkan terjadinya pelepasan
endorfin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri (Potter & Perry,
2005).
Keuntungan dari SSBM adalah tindakan ini dapat dilakukan di
rumah, sehingga memungkinkan pasien dan keluarga melakukan upaya
dalam mengontrol nyeri (Potter & Perry, 2005). Hal ini dapat membantu
kemandirian klien dan keluarga dalam mengelola nyeri, khususnya bagi
pasien yang sulit mendapatkan fasilitas pelayanan medis atau pasien yang
tidak ingin mengatasi nyeri dengan menggunakan terapi farmakologis.
Selain itu dalam pemberian SSBM tidak perlu menggunakan alat khusus
yang membutuhkan biaya yang besar sehingga stimulus ini dapat diberikan
kepada masyarakat mulai dengan tingkat ekonomi atas hingga masyarakat
ekonomi bawah.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis ingin
mengaplikasikan riset tentang pemberian SSBM terhadap penurunan
intensitas nyeri pada pasien low back pain.
3
B. Tujuan
1) Tujuan Umum
Mengaplikasikan tindakan pemberian terapi Slow Stroke Black
Massage (SSBM) terhadap intensitas nyeri pada pasien Low Back
Pain.
2) Tujuan Khusus
a) Penulis mampu melakukan pengkajian pada klien Tn. S dengan
Low Back Pain
b) Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien Tn.
S Low Back Pain
c) Penulis mampu menyusun intervensi pada klien Tn. S Low Back
Pain
d) Penulis mampu melakukan implementasi pada klien Tn. S Low
Back Pain
e) Penulis mampu melakukan evaluasi pada klien Tn. S Low Back
Pain
f) Penulis mampu menganalisa hasil pemberian terapi slow stroke
black massage terhadap penurunan intensitas nyeri pada klien Tn.
S Low Back Pain.
4
C. Manfaat Aplikasi Riset
1) Bagi Penulis
Setelah melakukan tindakan keperawatan pada pasien LBP dengan
pemberian slow stroke back massage diharapkan penulis dapat lebih
mengetahui cara mengontrol dalam penurunan intensitas nyeri.
2) Bagi Institusi
Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang
lebih berkualitas sehingga dapat menghasilkan perawat yang
professional, terampil, inovatif, dan bermutu dalam memberikan
asuhan keperawatan secara komprehensif berdasarkan ilmu dab kode
etik keperawatan.
3) Bagi Rumah Sakit
Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
mempertahankan hubungan kerjasama baik anatara tim kesehatan
maupun klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan yang optimal pada umumnya dan klien dengan penurunan
intensitas nyeri.
4) Bagi Keluarga dan Pasien
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan low back
pain diharapkan pasien dan keluarga mampu merawat anggota
keluarga yang mengalami nyeri dengan memberikan slow stroke back
massage.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Teori
1. Low Back Pain(LBP)
a. Definisi
Nyeri punggung bawah merupakan penyebab kedua
kunjungan ke dokter setelah penyakit saluran napas atas. Sekitar
12% orang yang mengalami nyeri puggung bawah menderita
Herniasi Nukleus Pulposus (HNP). Low Back Pain (LBP) ataunyeri
punggung bawah merupakan salah satu gangguan musculosceletal
yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yan kurang baik. Masalah
nyeri pinggang yang timbul akibat duduk lama menjadi fenomena
yang sering terjadi pada mahasiswa (Idyan, 2007).
b. Klasifikasi Low Back Pain (LBP)
Menurut Bimariotejo (2009), berdasarkan perjalanan kliniknya
LBP terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1) Acute Low Back Pain
Acute low back pain ditandai dengan rasa nyeri yang
menyerang secara tiba-tiba dan rentang waktunya hanya
sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa
nyeri ini dapat hilang atau sembuh. Acute low back pain dapat
6
disebabkan karena luka traumatik seperti kecelakaan mobil
atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian.
Kejadian tersebut selain dapat merusak jaringan, juga dapat
melukai otot, ligamen dan tendon. Pada kecelakaan yang lebih
serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal dapat
masih sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanan awal
nyeri pinggang akut terfokus pada istirahat dan pemakaian
analgesik.
2) Chronic Low Back Pain
Rasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih
dari 3 bulan. Rasa nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh
kembali. Fase ini biasanya memiliki onset yang berbahaya dan
sembuh pada waktu yang lama. Chronic low back pain dapat
terjadi karena osteoarthritis, rheumatoidarthritis, proses
degenerasi discus intervertebralis dan tumor.
c. Penyebab Low Back Pain (LBP)
Beberapa faktor yang menyebabakan terjadinya LBP, antara lain:
1) Perubahan postur tubuh biasanya karena trauma primer dan
sekunder.
a) Trauma primer seperti : Trauma secara spontan,
contohnya kecelakaan.
7
b) Trauma sekunder seperti : Adanya penyakit HNP,
osteoporosis, spondilitis, stenosis spinal, spondilitis,
osteoartritis.
2) Ketidakstabilan ligamen lumbosacral dan kelemahan otot.
3) Prosedur degenerasi pada pasien lansia.
4) Penggunaan hak sepatu yang terlalu tinggi.
5) Kegemukan.
6) Mengangkat beban dengan cara yang salah.
7) Keseleo.
8) Terlalu lama pada getaran.
9) Gaya berjalan.
10) Merokok.
11) Duduk terlalu lama.
12) Kurang latihan (olah raga).
13) Depresi /stress
14) Olahraga (golp, tennis, sepak bola)
(Brunner & Suddarth,2002).
d. Manifestasi Klinis
1) Keluhan nyeri punggung akut maupun kronis (berlangsung
lebih dari dua bulan tanpa perbaikan) dan kelemahan
2) Nyeri bila tungkai ditinggikan dalam keadaan lurus, indikasi
iritasi serabut saraf.
8
3) Adanya spasme otot paravertebralis (peningkatan tonus otot
tulang postural belakang yang berlebihan)
4) Hilangnya lengkungan lordotik lumbal yang normal
5) Dapat ditemukan deformitas tulang belakang (Lukman &
Nurma, 2013)
e. Patofisiologi
Kolumna vertebralis dapat di anggap sebagai sebuah batang
elastik yang tersusun atas banyak unit rigid (vertebrae) dan unit
fleksibel (diskus intervertebralis) yang diikat satu sama lain oleh
kompleks sendi faset, berbagai ligamen dan otot para vertebralis.
Kontruksi punggung yang unik tersebut memungkinkan
fleksibilitas sementara di sisi lain tetap dapat memberikan
perlindungan yang maksimal terhadap sumsum tulang belakang.
Lengkungan tulang belakang akan menyerap goncangan yang
vertikel pada saat berlari atau melompat. Batang tubuh membantu
menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan thoraks
sangat penting pada aktifitas mengangkat beban. Bila tidak pernah
dipakai akan melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas,
masalah postur, masalah struktur, dan peregangan berlebihan
pendukung tulang belakang dapat berakibatkan nyeri punggung.
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat
ketika usia bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama
9
tersusun atas fibrokatilago dengan matriks gelatinus. Pada lansia
akan menjadi fibrokatilago yang padat dan tak teratur. Degenarasi
diskus merupakan penyebab nyeri punggung yang biasa. Diskus
lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S1, menderita stres mekanis paling
berat dan perubahan degenarasi terberat. Penonjolan diskus
(herniasi nukleus pulposus) atau kerusakan sendi faset dapat
mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari
kanalis spinalis, yang mengakibatkan nyeri yang menyebar
sepanjang saraf tersebut. Sekitar 12% orang dengan nyeri
punggung bawah menderita herniasi nukleus pulposus (Brunner &
Suddarth, 2002).
10
Pathway
Masalah musculoskeletal gangguang ginjal
Masalah pelvis, tumor
Tulang belakang menyerap goncangan vertical
Otot abdominal dan Terjadi perubahan struktur dengan discus
toraks melemah susun atas fibri fertilago dan matrik gelatinus
fibri kartilago padat
mobilitas fisik terganggu padat dan tidak teratur
jarang bergerak
penonjolan diskus/
struktur melemah kerusakan sendi pusat
penumpukan lemak karena tubuh menekan akar syaraf
kurang gerak
Gambar 1.Pathway
Kerusakan
mobilitas fisik
Nutrisi lebih dari
kebutuhan
Gangguan rasa
nyaman nyeri
11
2. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada
gangguan sistem muskoloskeletal sehubungan dengan low back
pain tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya
komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati
adalah sebagai berikut :
1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab) : nama,
umur, jenis kelamin, agama, alamat, golongan darah,
hubungan klien dengan keluarga.
2. Riwayat kesehatan : tingkat kesadaran / GCS (< 15), muntah,
dispnea/ takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah,
luka pada kepala, akumulasi pada saluran nafas, kejang.
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang
berhubungan dengan sistem muskuloskeletal maupun
penyakit sistem sistemik lainya.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau
keluarga sebagai data subyektif. Data – data ini sangat berarti
karena dapat mempengaruhi prognosa klien.
3. Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah :lakukan pengkajian
tulang belakang, Krista iliaka, dan simetris bahu. Otot
paraspinal dipalpasi, dan catat adanya spasme serta nyeri
12
tekan. Klien diminta membungkuk ke depan, ke samping dan
ke belakang, catat adanya myeri dan keterbatasan gerak. Efek
keterbatasan gerak terhadap aktivitas sehari-hari harus
dicatat.Kaji terhadap parestesi, kelemahan otot atau paralisis,
nyeri punggung dan tungkai dengan pengangkatan tungkai
lurus.Perlu juga dikaji adanya obesitas karena dapat
menimbulkan nyeri punggung bawah.
4. Pemeriksaan Setempat (Status Lokalis)
Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal
dari anggota tubuh terutama mengenai status neurovaskuler.
Pada pemeriksaan orthopedi / musculoskeletal yang penting
adalah (appley) :
1. Look (Inspeksi)
2. Feel (Palpasi)
3. Move ( pergerakan, terutama mengenai lingkup gerak)
Disamping gerak perlu dilakukan pengukuran bagian yang
penting untuk membuat kesimpulan kelainan, apakah suatu
pembengkakan atau atrofi, serta melihat adanya selisih
panjang (discrepancy).
1. Look (Inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat, antara lain :
a. Sikatrik (jaringan parut, baik yang alamiah maupun
yang buatan (bekas pembedahan))
13
b. Cafe au lait spot (birth mark)
c. Fistulae
d. Warna (kemerahan / kebiruan (livide) /
hiperpigmentasi)
e. Benjolan / pembengkakan / cekukan dengan hal – hal
yang tidak biasa, misalnya adanya rambut diatasnya,
dan seterusnya..
f. Posisi serta bentuk dari ekstremitas (deformitas).
g. Jalan pasien (gait, waktu masuk kamar periksa).
2. Feel ( Palpasi)
Pada waktu ingin palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki agar dimulai dari posisi netral / posisi
anatomi.Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah, baik bagi pemeriksa
maupun bagi penderita.Karena itu perlu selalu
diperhatikan wajah penderita atau menanyakan perasaan
penderita.
Yang dicatat adalah :
a. Perubahan suhu terhadap sekitarnya serta kelembaban
kulit.
b. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi
atau hanya oedema, terutama daerah persendian.
14
c. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak
kelainannya (1/3 proksimal / medial / distal)
d. Otot, tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi.
e. Benjolan yang terdapat dipermukaan tulang atau
melekat pada tulang.
f. Sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,
konsistensinya dan pergerakan terhadap permukaan
atau dasar, nyeri atau tidak dan ukurannya.
3. Move / Gerak
Setelah memeriksa feel, pemeriksaan diteruskan dengan
menggerakan anggota gerak dan dicatat apakah terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan. Pada pemeriksaan Move,
periksalah bagian tubuh yang normal terlebih dahulu,
selain untuk mendapatkan kooperasi dari penderita, juga
untuk mengetahui gerakan normal penderita.
a. Apabila ada fraktur, tentunya akan terdapat gerakan
yang abnormal didaerah fraktur (kecuali fraktur
incomplete).
b. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan
dari tiap arah pergerakan, mulai dari titik 0 (posisi
netral) atau dengan ukuran metric. Pencatatan ini
penting untuk mengetahui apakah ada gangguan
gerak.
15
c. Kekakuan sendi disebut ankylosis dan hal ini dapat
disebabkan oleh factor intraarticuler atau
ekstraarticuler.
d. Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif
(apabila penderita sendiri yang menggerakan karena
disuruh oleh pemeriksa) dan gerak pasif (bila
pemeriksa yang menggerakan) (RS ortopedi).
b. Pemeriksaan penunjang
a) Sinar X vertebra, mungkin memperlihatkan adanya fraktur,
dislokasi, infeksi, osteoartritis atau skoliosis
b) Computed tomography (CT) Scan, berguna untuk mengetahui
penyakit yang mendasari , seperti adanya lesi jaringan lunak
tersembunyi di sekitar kolumna vertebralis dan masalah
diskus intervertebralis.
c) Ultrasonografi (USG), dapat membantu mendiagnosis
penyempitan kanalis spinalis
d) Magneting resonance imaging (MRI), memungkinkan
visualisasi sifat dan lokasi patologi tulang belakang
e) Miclogram dan diskogram, dimana sejumlah kecil bahan
kontras disuntikkan ke diskus intervertebralis untuk dapat
melihat visualisasi sinar. Dapat dilakukan untuk diskus yang
mengalami degenarasi atau protusi diskus.
16
c. Diagnosa
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
b) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot
c) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang dapat
mengingat tidak familier dengan sumber informasi
d) Perubahan peran berhubungan dengan gangguan mobilitas dan
nyeri kronik
d. Rencana Keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
Rencana asuhan keperawatan pada kliennyeri punggung
bawah (LBP), disusun meliputi diagnosis keperawatan,
tindakan keperawatan, dan kriteria evaluasi.
Kriteria hasil :
Klien mengalami nyeri berkurang atau hilangnya nyeri :
1) Istirahat dengan nyaman
2) Mengubah posisi dengan nyaman
3) Nyeri hilang melalui penggunaan modalitas fisik, teknik
psikologis dan medikasi
4) Menghindari ketergantungan obat
17
Rencana keperawatan :
1) Dorong pasien untuk tirah baring dan perubahan posisi
Rasional : untuk memperbaiki posisi lumbal
2) Ajarkan pasien teknik relaksasi
Rasional : untuk mengontrol dan menyesuaikan nyeri
3) Ajarkan dan anjurkan untuk melakukan pernafasan
diafragma
Rasional : untuk mengurangi tegangan otot
4) Upayakan untuk mengalihkan perhatian pasien
Rasional : membaca, bercakap-cakap, menonton TV
5) Berikan masase jaringan lunak dengan lembut
Rasional : untuk mengurangi spasme otot, memperbaiki
perederan darah dan mengurangi nyeri
6) Pahami, ajarkan, dan bantu pasien cara penggunaan TENS
Rasional : pasien yang menggunakan alat pacu jantung
tidak boleh menggunakan TENS, karena dapat
menyebabkan disritmia
7) Catat respon pasien terhadap berbagai modalitas
penatalaksanaan nyeri
Rasional : untuk mengetahui score nyeri
8) Berikan obat-obatan sesuai dosis
Rasional : untuk mengurangi nyeri
18
b) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot
Klien menunjukkan kembalinya mobilitas fisik
Kriteria hasil :
1) Kembali ke aktivitas semula secara bertahap
2) Menghindari posisi yang menyebabkan ketidaknyamanan
dan spasme otot
3) Merencanakan (jadwal) istirahat baring setiap hari
Rencana keperawatan :
1) Kaji secara kontinu mobilitas fisik pasien
Rasional : untuk mengetahui tingkat mobilitas klien
2) Bantu klien merubah posisi
Rasional :untuk menurunkan resiko iskemia jaringan
3) Ajarkan pasien cara yang tepat turun dari tempat tidur
Rasional : agar tidak mengalami penurunan mobilitas
4) Sampaikan dan ingatkan pasien tidak boleh melakukan
gerakan memutar atau melenggok
Rasional : agar tidak terjadi kerusakan otot pada punggung
5) Dorong pasien melakukan ganti-ganti posisi
Rasional : agar pasien bisa melakukan aktivitas kembali
19
c) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang dapat
mengingat tidak familier dalam informasi
Klien menunjukkan mekanika tubuh yang memilihara
punggung
Kriteria hasil :
1) Perbaikan postur
2) Mengganti posisi sendiri untuk meminimalkan stress pada
punggung
3) Memperlihatkan penggunaan mekanika tubuh yang baik
4) Berpartisipasi dalam program latihan
Rencana keperawatan :
1) Ajarkan klien cara berdiri, duduk berbaring dan
mengangkat barang yang benar
2) Anjurkan/mengganti sepatu/sandal dengan yang bertumit
rendah
3) Anjurkan klien untuk mengistirahatkan salah satu kaki
4) Anjurkan klien untuk melihat postur yang benar melalui
cermin
5) Jelaskan bahwa mengunci lutut saat berdiri dan
membungkuk ke depan dalam waktu yang lama harus
dihindari.
20
d) Perubahan peran berhubungan dengan gangguang mobilitas
dan nyeri kronik
Klien kembali ke peran semula
Kriteria hasil :
1) Menggunakan teknik menghadapi masalah untuk
menyesuaikan dengan stress
2) Memperlihatkan berkurangnya ketergantungan kepada
orang lain untuk perawatan diri
3) Kembali ke pekerjaan bila nyeri punggung bawah sudah
sembuh
4) Kembali ke gaya hidup produktif penuh
Rencana keperawatan :
1) Bantu klien menghadapi sensor spesifik dan belajar
bagaimana menghadapi stress tersebut
2) Bantu klien dan keluarga dalam mengidentifikasi
kebutuhan ketergantungan yang berkepanjangan
3) Bantu klien dan keluarga mengidentifikasi dan
mengahdapi alasan yang mendasari ketergantungan
4) Konsultasikan ke klinik punggung atau ke klinik nyeri
5) Konsultasikan dengan ahli psikoterapi untuk membantu
klien kembali kehidupan yang produktif.
21
3. Nyeri
a) Pengertian
Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingakatan
tertentu. Nyeri merupakan alasan yang paling umum orang mencari
perawatan kesehatan. Walaupun merupakan salah satu gejala yang
paling sering terjadi di bidang medis, nyeri merupakan salah satu
yang paling sedikit dipahami. Individu yang merasakan nyero
merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya untuk
menghilangkan nyeri. Perawat menggunakan berbagai intervensi
untuk menghilangkan nyeri atau mengembalikan kenyamanan.
Perawat tidak dapat melihat atau merasakan nyeri yang klien
rasakan. Nyeri bersifat subjektif, tidak ada dua individu yang
mengalami nyeri yang sama dan tidak ada dua kejadian nyeri yang
sama menghasilkan respons atau perasaan yang identikpada
seorang individu(Potter dan Perry, 2005).
b) Patofisiologi Nyeri
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi dan perilaku.
Cara yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan
membantu untuk menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut,
yakni : resepsi, persepsi dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri
mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri
memasuki medulla spinalis dan menajalani salah satu dari beberapa
22
rue saraf dan akhirnya sampai di dalam massa berwarna abu-abu di
medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan
sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak
mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral.
Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak
menginterpretasi kualaitas nyeri dan memproses informasi tentang
pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan
dalam upaya mempersepsikan nyeri.
a) Resepsi
Nyeri terjadi karena ada bagian/organ yang menerima
stimulus nyeri tersebut, yaitu reseptor nyeri (nosiseptor).
Nosiseptor merupakan ujung-ujung saraf yang bebas, tidak
bermielin atau sedikit bermieln dari neuron aferen. Nosiseptor
tersebar luas pada kulit dan mukosa dan terdapat pada struktur-
struktur yang lebih dalam seperti pada visera, persendian,
dinding arteri, hati dan kandung empedu. Nosiseptor memberi
respon terhadap stimuli yang membahayakan seperti stimuli
kimiawi, thermal, listrik atau mekanis. Spasme otot
menimbulkan nyeri karena menekan pembuluh darah yang
menjadi anoksia. Pembengkakan jaringan menjadi nyeri akibat
tekanan (stimulus mekanis) kepada nosiseptor yang
menghubungkan jaringan (Kozier, 2004).
23
b) Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap
nyeri. Stimulus nyeri ditransmisikan ke talamus dan otak
tengah. Dari talamus, serabut mentransmisikan pesan nyeri ke
berbagai area otak. Setelah transmisi saraf berakhir di dalam
pusat otak yang lebih tinggi, maka individu akan
mempersepsikan sensasi nyeri dan terjadilah reaksiyang
kompleks. Faktor-faktor psikologis dan kognitif berinteraksi
dengan faktor-faktor neurofisiologis dalam mempersepsikan
nyeri (Potter & Pery, 2006).
c) Reaksi
Reaksi terhadap nyeri merupakan respons fisiologis dan
perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri. Reaksi
terhadap nyeri meliputi beberapa respon antara lain :
a) Respon fisiologi
Nyeri dengan intensitas yang ringan hingga sedang
dan nyeri yang superfisial akan menimbulkan reaksi
“flight or fight”, yang merupakan sindrom adaptasi
umum. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf
otonom menghasilkan respon fisiologis dan sistem saraf
parasimpatis akan menghasilkan suatu aksi (Potter dan
Perry,2006).
24
b) Respon Perilaku
Gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang
mengindikasikan nyeri meliputi menggeretakkan gigi,
memegang bagian tubuh yang terasa nyeri, postur tubuh
membengkok, dan ekspresi wajah yang menyeringai.
Seorang klien mungkin menangis atau mengaduh, gelisah
atau sering memanggil perawat. Namun kurangnya
ekspresi tidak selalu berarti bahwa klien tidak mengalami
nyeri(Potter dan Perry, 2005).
Mendeskripsikan 3 fase pengalaman nyeri, yaitu:
1) Antisipasi terhadap nyeri memungkinkan individu
untuk belajar tentang nyeri dan upaya untuk
menghilangkannya
2) Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Individu
bereaksi terhadap nyeri dengan cara yang berbeda-
beda, tergantung toleransinya
3) Toleransi bergantung pada sikap, motivasi dan nilai
yang diyakini seseorang. Fase akibat terjadi ketika
nyeri berkurang atau berhenti. Klien mungkin masih
memerlukan perhatian perawat. Jika klien mengalami
serangkaian episode nyeri yang berulang, maka
respon akibat dapat menjadi masalah kesehatan yang
berat. Perawat membantu klien memperoleh kontrol
25
dan harga diri untuk meminimalkan rasa takut akan
kemungkinan pengalaman nyeri.
c) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri
Karena nyeri merupakan sesuatu yang kompleks , banyak
faktor yang mempengaruhi pengalaman nyeri individu. Perawat
mempertimbangkan semua faktor yang mempengaruhinklien yang
merasakan sakit. Hal ini sangat penting dalam upaya memastikan
bahwa perawat menggunakan pendekatan yang holistik dalam
pengkajian dan perawatan klien yang mengalami nyeri.
1) Usia
Usia menrupakan variabel penting yang mempengaruhi
nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Perbedaan dan
perkembangan, yang ditemukan di antara kelompok usia ini
dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi
terhadap nyeri. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan
memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang
menyebabkan nyeri.Anak-anak kecil yang belum dapat
mengucapkan kata-kata juga mengalami kesulitan untuk
mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri
kepada orang tua atau petugas kesehatan.Secara kognitif, anak-
anak toodler dan prasekolah tidak mampu mengingat
penjelasan tenatang nyeri atau mengasosiasikan nyeri sebagai
26
pengalaman yang dapat terjadi di berbagai situasi. Dengan
memikirkan pertimbangan perkembangan ini, perawat harus
mengadaptasi pendekatan yang dilakukan dalam upaya
mencari cara untuk mengkaji nyeri yang dirasakan anak-anak
(termasuk apa yang akan ditanyakan dan perilaku yang akan
diobservasi) dan bagaimana mempersiapkan seorang anak
untuk prosedur medis yang menyakitkan.
Nyeri bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang
tidak dapat dihindari. Pada lansia yang mengalami nyeri, perlu
dilakukan pengkajian, diagnosis, penatalaksanaan secara
agresif. Namun, individu yang berusia lanjut memiliki resiko
tinggi mengalami situasi-situasi yang membuat mereka
merasakan nyeri. Karena lansia telah hidup lebih lama, mereka
kemungkinan lebih tinggi mengalami kondisi patologis yang
menyertai nyeri. Sekali pun klien yang berusia lanjut
menderita nyeri, maka ia dapat mengalami gangguan status
fungsi yang serius. Mobilisasi, aktivitas perawatan diri,
sosialisasi di lingkungan luar rumah, dan toleransi aktivitas
dapat mengalami penurunan(Potter & Perry, 2006).
2) Jenis kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam berespons terhadap nyeri. Diragukan apakah
hanya jenis kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam
27
pengekspresian nyeri. Beberapa kebudayaan yang
mempengaruhi jenis kelamin (misalnya, menganggap bahwa
seorang laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis,
sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis dalam
situasi yang sama). Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi
subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita. Akan
tetapi, toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor
biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap individu,
tanpa memperlihatkan jenis kelamin(Potter & Perry, 2006).
3) Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara
individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang
diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka.
Hal ini meliputi bagaimana reaksi terhadap nyeri. Petugas
kesehatan seringkali berasumsi bahwa cara yang mereka
lakukan dan apa yang mereka yakini adalah sama dengan cara
dan keyakinan orang lain. Dengan demikian, mereka mencoba
mengira bagaimana klien akan berespons terhadap nyeri. Ada
perbedaan makna dan sikap yang terkaitdengan nyeri
diberbagai kelompok budaya. Suatu pemahaman tentang nyeri
dari segi makna budaya akan membantu perawat dalam
merancang asuhan keperawatanyang relevan untuk klien yang
mengalami nyeri(Potter & Perry, 2006).
28
4) Makna nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri
mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang
beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat
dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu akan
memperspsikan nyeri dengan cara berbeda-beda , apabila nyeri
tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman
dan tantangan(Potter & Perry, 2006).
5) Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada
nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang
meningkat dihubungkan dengan nyeri yang menigkat,
sedangkan upaya penglihatan (distraksi) dihubungkan dengan
respons nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan salah satu
konsep yang perawat terapkan diberbagai terapi untuk
menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi
pembimbing dan masase. Dengan memfokuskan perhatian dan
konsentrasi klien pada stimulus yang lain, maka perawat
menempatkan nyeri pada kesadaran yang perifer. Biasanya hal
ini menyebabkan toleransi nyeri individu meningkat,
khususnya terhadap nyeri yang berlangsung hanya selama
waktu distraksi(Potter & Perry, 2006).
29
6) Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks.
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri
juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Pola
bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas. Sulit
untuk memisahkan dua sensasi. Suatu bukti bahwa stimulus
nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini
mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas. Sistem
limbik dapat memproses reaksi emosi terhadap nyeri, yakni
memperburuk atau menghilangkan nyeri(Potter & Perry,
2006).
7) Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan
menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum
pada setiap individu yang menderita penyakit dalam jangka
lama. Apabila keletihan disertai kesulitan tidur, maka persepsi
nyeri bahkan dapat terasa lebih berat lagi. Nyeri seringkali
lebih berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur
yang lelap dibanding pada akhir hari yang melelahkan(Potter
& Perry, 2006).
30
8) Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri.
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa
individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah
pada masa yang akan. Apabila individu sejak lama sering
mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh
atau menderita nyeri yang berat, maka ansietas atau bahkan
rasa takut dapat muncul. Sebaliknya, apabila individu
mengalami nyeri, dengan jenis yang sama berulang-ulang,
tetapi kemudian nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan,
akan lebih mudah bagi individu tersebut
menginterpretasikansensasi nyeri. Akibatnya klien akan lebih
siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan
untuk menghilangkan nyeri(Potter & Perry, 2006).
9) Gaya koping
Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik
sebagaian maupun keseluruhan/total. Klien seringkali
menemukan berbagai cara untuk mengembangkan koping
terhadap efek fisik dan psikologis nyeri. Penting untuk
memahami sumber-sumber koping klien selama ia mengalami
nyeri. Sumber-sumber seperti berkomunikasi dengan keluarga
pendukung, melakukan latihan atau menyanyi dapat digunakan
dalam asuhan keperawatan dalam mendukung klien dan
31
mengurangi nyeri sampai tingkat tertentu (Potter & Perry,
2006).
10) Dukungan keluarga dan sosial
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri
ialah kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana
sikap mereka terhadap klien. Individu dari kelompok
sosiobudaya yang berbeda memiliki harapan yang berbeda
tentang orang tempat mereka menumpahkan keluhan mereka
tentang nyeri. Individu yang mengalami nyeri seringkali
bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk
memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan. Walaupun
nyeri tetap klien rasakan, kehadiran orang yang dicintai klien
akan meminimalkan kesepian dan ketakutan. Apabila tidak ada
keluarga atau teman, seringkali pengalaman nyeri membuat
klien semakin tertekan. Kehadiran orang tua sangat penting
bagi anak-anak yang sedang mengalami nyeri (Potter & Perry,
2006).
d) Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah
nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat
subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas
yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda.
32
Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling
mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap
nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak
dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri.
Menurut Smeltzer & Bare (2002), jenis pengukuran nyeri adalah
sebagai berikut :
1) Skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS) tidak melebel
subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili
intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal
pada setiap ujungnya. Skala ini memberi pasien kebebasan
penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat
merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif
karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada
rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka
(Potter & Perry, 2005).
Gambar 2. Pengukuran skala Visual Analog scale (VAS)
2) Skala Intensitas Nyeri Deskriptif
Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS)
merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata
pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di
33
sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa
nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat
menunjukkan pasien skala tersebut dan meminta pasien untuk
memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga
menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan
dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat
VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk
mendeskripsikannyeri.
Gambar 3. Pengukuran Skala VDS
3) Wong-Baker Faces Pain Rating Scale
Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang
berbeda, dimulai dari senyuman sampai menangis karena
kesakitan. Skala ini berguna pada pasien dengan gangguan
komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang
kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan
bahasa lokalsetempat.
34
Gambar 4. Pengukuran Wong-Baker Faces Pain Rating Scale
4) Pengkajian nyeri dengan prinsip PQRST
a) Provoking Incident : merupakan hal-hal yang menjadi
faktor presipitasi timbulnya nyeri, biasanya berupa trauma
pada bagain betis dan tungkaibawah.
b) Quality of Pain : merupakan jenis rasa nyeri yang dialami
klien. Frakturtibia biasa menghasilkan sakit yang bersifat
menusuk.
c) Region, Radiation, Relief : Area yang dirasakan nyeri pada
klien terjadi diarea betis atau tungkai bawah yang
mengalami patah tulang. Imobilisasiatau istirahat dapat
mengurangi rasa nyeri yang dirasakan agar tidakmenjalar
atau menyebar.
d) Severity (Scale) of Pain : Biasanya klien frktur tibia akan
menilai sakityang dialaminya dengan skala 5-7 dari skala
pengukuran 0-10.
e) Time : Merupakan lamanya nyeri berlangsung, kapan
muncul dan dalamkondisi seperti apa nyeri bertambah
35
buruk. Klien Fraktur akan merasa lebih nyeri saat bagian
yang mengalami fraktur dilakukan pergerakan. (Muttaqin,
2008).
4. Slow Stroke Back Massage (SSBM)
a) Pengertian
Stimulus kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan
untuk menghilangkan nyeri, bekerja dengan cara mendorong
pelepasan endorfin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri.
Cara lainnya adalah dengan mengaktifkan transmisi serabut saraf
sensori A-beta yang lebih besar dan lebih cepat, sehingga
menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan A-delta
berdiameter kecil sekaligus menutup gerbang sinap untuk transmisi
impuls nyeri (Potter & Perry, 2005).
Slow-stroke back massage adalah tindakan masase
punggung dengan usapan yang perlahan selama 3-10 menit (Potter
& Perry, 2005). Masase punggung ini dapat menyebabkan
timbulnya mekanisme penutupan terhadap impuls nyeri saat
melakukan gosokan penggung pasien dengan lembut. Pesan yang
dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor. Apabila masukan
yang dominan berasal dari serabut delta-A dan serabut C, maka
akan membuka sistem pertahanan disepanjang urat saraf dan klien
mempersepsikan nyeri.
36
b) Prosedur Pelaksanaan
Prosedur pelaksanaan stimulus kutaneus slow stroke back massage
(Shocker, 2008), adalah:
1) Fase Orientasi :
a. Mengucapkan Salam
b. Memperkenalkan diri
c. Kontrak waktu
d. Menjelaskan tujuan
e. Menanyakan kesiapan pasien
2) Fase Kerja
a. Klien dipersilahkan untuk memilih posisi yang diinginkan
selama intervensi, bisa tidur miring, telungkup, atau
duduk.
b. Buka punggung klien, bahu, dan lengan atas. Tutup
sisanya dengan selimut.
c. Sebelum melakukan terapi SSBM, dilakukan pemeriksaan
lokalis terlebih dahulu
d. Setelah itu perawat mencuci tangan dalam air hangat.
Hangatkan losion (minyak kelapa) di telapak tangan atau
tempatkan botol losion ke dalam air hangat. Tuang sedikit
losion di tangan. Jelaskan pada responden bahwa losion
37
akan terasa dingin dan basah. Gunakan losion sesuai
kebutuhan.
e. Lakukan usapan pada punggung dengan menggunakan jari-
jari dan telapak tangan sesuai dengan metode di atas selama
3-10 menit. Jika responden mengeluh tidak nyaman,
prosedur langsung dihentikan.
f. Akhiri usapan dengan gerakan memanjang dan beritahu
klien bahwa perawat mengakhiri usapan.
g. Bersihkan kelebihan dari lubrikan dari punggung klien
dengan handuk mandi.
h. Bantu memakai baju/piyama.
i. Bantu klien posisi yang nyaman.
j. Rapikan alat dan cuci tangan
3) Fase Terminasi
a. Menyampaikan hasil anamnesa dan dokumentasi
b. Menyampaikan rencana tindak lanjut dan berpamitan
4) Penampilan Selama Tindakan
a. Ketenangan
b. Menjaga keamanan perawat
c. Menjaga keamanan pasien
38
c) Manfaat Slow Stroke Back Massage
Selain untuk mengatasi nyeri pada penderita LBP, stimulus
kutaneus slow stroke back massage juga bermanfaat untuk
mengatasi nyeri pada remaja yang mengalami dismenorea.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Mukhoirotin dan
Zuliani yang berjudul pemanfaatan stimulus kutaneus slow stroke
back massage terhadap penurunan intensitas nyeri haid
(Dismenorea) didapatkan hasil bahwa ada pengaruh stimulasi
kutaneus (SSBM) terhadap penurunan intensitas nyeri haid
(dismenorea).
Oleh sebab itu disarankan stimulasi kutaneus dapat
dimanfaatkan untuk menurunkan nyeri haid sehingga rasa nyaman
terpenuhi dan tidak mengganggu aktivitas sehari-hari pada remaja.
(Mukhoirotin dan Zuliani, 2012)
d) Indikasi dan kontraindikasi Slow Stroke Back Massage
Nyeri dapat diatasi dengan terapi farmakologis dan
nonfarmakologi, untuk terapi nonfarmakologi atau terapi
komplementer dapat diberikan stimulus kutaneus slow stroke back
massage. Terapi ini yaitu memberikan sentuhan pada punggung
klien selama 3-10 menit.
Masase punggung dapat merupakan kontraindikasi pada
pasien imobilitas tertentu yang dicurigai mempunyai gangguan
39
penggumpalan darah. Identifikasi juga faktor-faktor atau kondisi
seperti fraktur tulang rusuk atau vertebra, luka bakar, daerah
kemerahan pada kulit, atau luka terbuka yang menjadi
kontraindikasi untuk masase punggung.
40
B. Kerangka teori
Gambar 5. Kerangka teori (Amstrong, 2009)
Faktor pekerjaan :
1. Faktor tubuh
2. Repetisi
3. Pekerjaan statis
4. Pekerjaan yang
memaksakan
tenaga
Faktor individu :
1. Masa kerja
2. Wanita
menopause
3. Kebiasaan
merokok
4. Kebiasaan
olahraga
5. Posisi kerja
6. Indeks masa
tubuh
Faktor lingkungan:
1. Getaran
2. Temperatur
ekstrim
Keluhan Low
Back Pain (LBP)
Masalah
keperawatan
: Nyeri
41
C. Kerangka Konsep
Gambar 6. Kerangka konsep
Slow Stroke Back Massage Penurunan nyeri pada
pasienLow Back Pain (LBP)
42
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset
Subjek dari aplikasi riset ini adalah pasien dengan Low Back Pain diruang
ParangSeling RS Othopedi Prof. DR. R. Soeharso Surakarta.
B. Tempat dan Waktu
Aplikasi riset ini direncanakan atau dilaksanakan di ruang Parang Seling RS
Othopedi Prof. DR. R. Soeharso Surakarta pada tanggal 9-21 Maret 2015.
C. Media dan Alat Aplikasi Riset
Media yang akan digunakan di aplikasi riset ini adalah
1. Media gambar/ leaflet
2. Pemberian terapi slow stroke back massage
3. Lembar observasi
D. Prosedur tindakan
FaseOrientasi :
1. Mengucapkan Salam
2. Memperkenalkan diri
3. Kontrak waktu
4. Menjelaskan tujuan
43
5. Menanyakan kesiapan pasien
Fase Kerja
1. Klien dipersilahkan untuk memilih posisi yang diinginkan selama
intervensi, bisa tidur miring, telungkup, atau duduk.
2. Buka punggung klien, bahu, dan lengan atas. Tutup sisanya dengan
selimut.
3. Sebelum melakukan terapi SSBM, dilakukan pemeriksaan lokalis terlebih
dahulu
4. Setelah itu perawat mencuci tangan dalam air hangat. Hangatkan losion
(minyak kelapa) di telapak tangan atau tempatkan botol losion ke alam air
hangat. Tuang sedikit losion di tangan. Jelaskan pada responden bahwa
losion akan terasa dingin dan basah. Gunakan losion sesuai kebutuhan.
5. Lakukan usapan pada punggung dengan menggunakan jari-jari dan telapak
tangan sesuai dengan metode di atas selama 3-10 menit. Jika responden
mengeluh tidak nyaman, prosedur langsung dihentikan.
6. Akhiri usapan dengan gerakan memanjang dan beritahu klien bahwa
perawat mengakhiri usapan
7. Bersihkan kelebihan dari lubrikan dari punggung klien dengan handuk
mandi.
8. Bantu memakai baju/piyama.
9. Bantu klien posisi yang nyaman.
10. Rapikan alat dan cuci tangan
44
Fase Terminasi
1. Menyampaikan hasil anamnesa dan dokumentasi
2. Menyampaikan rencana tindak lanjut dan berpamitan
Penampilan Selama Tindakan
1. Ketenangan
2. Menjaga keamanan perawat
3. Menjaga keamanan pasien
E. Alat ukur
Alat yang digunakan untuk aplikasi riset adalah Skala analog visual (Visual
Analog Scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus,
yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal
pada setiap ujungnya. Skala ini memberi pasien kebebasan penuh untuk
mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran
keparahan nyeri yang lebih sensitifkarena pasien dapat mengidentifikasi
setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu
angka.
45
BAB IV
LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien
Nama klien : Tn. S, umur : 56 tahun, jenis kelamin : laki-laki, agama :
Islam, pendidikan: SD, pekerjaan: wiraswasta, alamat: Komp.babakan RT 07
RW 02 jaloksana, kuningan, jawa barat, Tanggal masuk rumah sakit pada
tanggal 10 Maret 2015, No. RM: 272671, Diagnosa Medis: Herniasi Nukleus
Pulposus(HNP).
Identitas penanggung jawab nama :Ny. A, umur : 45 tahun, jenis
kelamin :perempuan, agama : Islam, pekerjaan : Ibu rumah tangga,
pendidikan: SD, alamat: Komp.babakan RT 07 RW 02 jaloksana, kuningan,
jawa barat, hubungan dengan klien : Istri.
B. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 10Maret 2015 pukul 20.00 WIB.
Pengkajian ini dilakukan dengan metode autoanamnesa dan alloanamnesa,
mengadakan pengamatan atau observasi secara langsung, pemeriksaan fisik,
serta dengan melihat catatan medis dan catatan keperawatan sebelumnya.
Keluhan utama adalah pasien mengatakan nyeri pada punggung bawah
menjalar ke tungkai kaki kiri. Riwayat penyakit sekarang pasien datang dari
poli lalu dibawa kebangsal parang kusumo pada tanggal 10 Maret 2015 jam
16.00 dengan keluhan nyeri punggung bawah menjalar ke tungkai kaki kiri,
46
±2 bulan nyeri punggung bawah mulai sering kambuh. Sejak 8 tahun yang
lalu pasien pernah mengalami jatuh terpleset dan dibawa ke RS kuningan
jawa barat. Dari bangsal parang kusumo pasien diawa ke ruang IGD operasi
jam 17.00 untuk melakukan injeksi. Setelah dilakukan injeksi di ruang IGD
operasi pasien dipindahkan ke ruang bangsal parang seling untuk dilakukan
perawatan selanjutnya.
Riwayat penyakit dahulu :pasien mengatakan sudah lama mempunyai
penyakit nyeri punggung bawah dan sudah pernah mondok di rumah sakit
sebelumnya.
Riwayat kesehatan keluarga :Pasien mengatakan mempunyai riwayat
penyakit Hipertensi dan maag. Struktur genogram :
Gambar 6. Genogram Bp. S
Keterangan:
: Laki – laki : Tinggal dalam satu rumah
: Perempuan : Menikah
: Pasien : Anak
: Meninggal
47
Dalam pengkajian pola kesehatan fungsional pola persepsi dan
pemeliharaan kesehatan pasien mengatakan kasehatan itu penting, oleh
karena itu klien selalu menjaga kesehatannya dan bila sakit langsung
membawanya berobat ke dokter. Intake nutrisi makan dan minum , sebelum
sakit klien mengatakan makan 3 kali sehari habis 1 porsi dengan nasi, lauk,
sayur dan tidak ada keluhan. Selama sakit klien mengatakan makan 3 kali
sehari yaitu nasi, lauk, sayur 1 porsi habis dan tidak ada keluhan. Sebelum
sakit pasien mengatakan minum kurang lebih 5 kali sehari dengan jenis air
putih,teh, kurang lebih 1000cc dan tidak ada keluhan. Selama sakit pasien
mengatakan minum kurang lebih 5 kali sehari, jenis air putih, susu, kurang
lebih 1000cc dan keluhan tidak ada.
Pola eliminasi sebelum sakit klien mengatakan BAB 1 kali per hari
setiap pagi dengan konsistensi lunak berbentuk, berbau khas, dengan warna
kuning kecoklatan, spontan dan tidak ada keluhan. BAK 6-7 kali per hari
sekitar 1400cc, warna kuning jernih, berbau amoniak, dan tidak ada keluhan.
Selama sakit klien mengatakan BAB 1 kali per hari,konsistensi lunak
berbentuk, berbau khas, warna kuning kecoklatan, dan tidak ada
keluhan.BAK 4-5 kali per hari sekitar750 cc/8jam, warna kuning jernih, tidak
ada keluhan.
Pola aktifitas dan latihan sebelum sakit pasien mengatakan semua
kegiatan dilakukan secara mandiri seperti makan, toileting, berpakaian,
mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi/ROM. Selama sakit pasien
48
mengatakan kegiatan sepertimobilitas ditempat tidur,berpindah dibantu
dengan orang lain, toileting dibantu orang lain dan alat.
Pola istirahat tidur pasien mengatakan sebelum sakit pasien biasa tidur
siang 2 jam, tidur malam 6-7 jam, tidak menggunakan obat tidur dan tidak
ada gangguan tidur.Selama sakit pasien mengatakan tidak bisa tidur karena
dipunggung masih terasa nyeri dan pengaruh obat injeksi.
Pola kognitif dan perseptual pasien mengatakan sebelum sakit mampu
melihat, membaca dengan baik, berbicara lancar, mampu menjawab
pertanyaan dengan baik, pasien mampu mengindentifikasi bau minyak kayu
putih, merasakan tehmanis, dan merasakan sentuhan. Selama sakit pasien
mengatakan mampu melihat, membaca dengan baik, berbicara lancar, mampu
menjawab pertanyaan dengan baik, pasien mampu mengindentifikasi bau
minyak kayu putih, merasakan teh manis, dan merasakan sentuhan, P: pasien
mengatakan nyeri bertambah saat dibawa duduk atau berdiri, Q: nyeri seperti
di tusuk-tusuk, R: nyeri pada punggung bawah yang menjalar ke kaki kiri, S:
skala 5 dari 10, T: nyeri perlahan mulai hilang.
Pola persepsi konsep diri pada gambaran diri pasien mengatakan tidak
mau sakit atau pun masuk rumah sakit, karena itu klien selalu menjaga
kesehatannya selama sakit pasien mengatakan sangat khawatir dan sangat
diperhatikan sama keluarganya saat dia sakit daningin cepat sembuh, segera
pulang kerumah.
Pola hubungan peran sebelum sakit pasien mengatakan hubungannya
dengan keluarga, saudara dan tetangga terjalin sangat baik.Selama sakit
49
pasien mengatakan masih berhubungan baik dengan keluarga dan
tetangganya.Pola seksualitas reproduksipasien mengatakan berstatus seorang
suami sudah mempunyai dua anak. Pekerjaan sehari-harinya wiraswasta.
Pola mekanisme koping sebelum sakit pasien mengatakan dia adalah
orang yang terbuka, jika ada masalah tidak dipendam sendiri dan dibicarakan
dengan keluarganya.Selama sakit pasien mengatakan bahwa saat merasa sakit
langsung dibercerita pada keluarganya dan meminta mengantarkan ke
dokter.Pola nilai dan keyakinan sebelum sakit pasien mengatakan beragama
islam dan menjalankan ibadah sholat lima waktu. Selama sakit pasien
mengatakan saat sakit tidak menjalankan ibadah shalat tetapi selalu berdoa
agar cepat sembuh.
Berdasarkan pengkajian pada tanggal 10 Maret 2015 dari pemeriksaan
fisik yang dilakukan pada Tn. S didapatkan hasil bahwa keadaan umum Tn.
Sbaik, tingkat kesadaran composmentis, tanda – tanda vital tekanandarah
140/90 mmHg, suhu 37o C, nadi 84kali per menitirama teratur dan kekuatan
baik, pernafasan 16kali per menit irama teratur. Pada pemeriksaan kepala
kulit rambut berwarna hitam, kulit kepala bersih, bentuk kepala
mesocephal.Matapalpebra tidak oedem, konjungtiva tidak anemis,
pupilisokor, sclera tidak ikhterik, tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
Hidung tidak ada sekret, simetris, tidak ada polip, tidak ada nafas cuping
hidung, tidak ada alat bantu pernafasan. Mulut warna bibir kecoklatan,
mukosa bibir lembab, tidak ada bau mulut. Telinga tampak bersih, tidak ada
serumen. Leher tidak ada pembesaran kelenjarlimfe dan tidak ada distensi
50
vena leher. Pada pemeriksaan Paru-paruinspeksibentuk dada simetris, tidak
ada jejas dan tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan. Palpasi vocal
fremitus kanan dan kiri sama. Perkusi kanan dan kiri sama yaitu sonor pada
seluruh lapang dada. Auskultasi inspirasi dan ekspirasisama panjang tidak
ada nafas tambahan.Jantung inspeksi ictus cordis tidak tampak.Palpasi ictus
cordisteraba tidak kuat di sic 4.Perkusi batas jantung melebar.Auskultasi
bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, tidak ada bunyi nafas tambahan.
Abdomen inspeksi datar, warna kulit putih kecoklatan, simetris, tidak ada
jejas. Auskultasi bising usus 12 kali per menit.Perkusi suara tympani pada
2,3,4 dan pekak kuadran 1. Palpasi tidak ada nyeri tekan. Pada pemeriksaan
punggung look dibagian punggung kiri terdapat luka bekas injeksi dan tidak
ada pembengkakan. Feel adanya nyeri tekan pada punggung. Move pasien
tidak dapat membungkukan badannya ke belakang karena nyeri. Pada
pemeriksaan genetalia tidak teratasi. Pada pemeriksaan rektum tidak tertasi.
Pada pemeriksaan ekstremitas atas kekuatan otot kanan/kiri normal
(5), ROM bergerak aktif, tidak ada oedema, tangan kiri pasien terpasang
infuse RL 20 tpm, tangan kiri pergerakan terbatas, tangan kanan pegerakan
bebas, capillary refile <2 detik, akral traba hangat. Ektremitas bawah kaki
kanan kekuatan otot tangan kanan (5) dengan gerakan normal penuh, ROM
mampu bergerak aktif, tidak ada perubahan bentuk tulang, capillary refile <2
detik, tiak ada oedema, akral teraba hangat, gravitasi tidak dengan penahanan
penuh.Ekstermitas bawah kiri kekuatan otot lemah (4) karena bekas trauma
jatuh, ROM kiri bergerak terbatas karena sulit untuk berjalan atau duduk,
51
tidak ada perubahan bentuk tulang, nyeri seperti di tusuk-tusuk. Pemeriksaan
Look tidak ada pembengkakan, tidak ada oedma, capillary refile >2 detik.
Feel psien mengatakan masih terasa nyeri ditungkai kaki kiri, kekuatan otot 4.
Move pergerakan ditungkai kaki kiri terbatas karena jatuh terpleset, kekuatan
otot 4, kontraksi otot halus dapat dirasakan bila otot diraba .
Terapi yang diberikan pada tanggal 10 maret 2015. Intra venaInfus
RL 20 tetes per menit cairan parenteral fungsinya untuk memenuhi kebutuhan
cairan pada tubuh , obat oral cefadroxil 250 mg/12 jam golongan sefalosporin
berfungsi infeksi saluran nafas dan infeksi lain yang berkaitan dengan
organisme bersangkutan, Mekobalamin 500mg/12 jam termasuk golongan
vitamin dan mineral berfungsi untuk membantu memenuhi kebutuhan
antioksidan dan membantu meredam radikal bebas sehingga mencegah
kerusakan sel, Natrium diklofenak 500mg/8jam termasuk golongan
mempengaruhi tulang berfungsi untuk membantu mengurangi nyeri.
Hasil pemeriksaan penunjang hasil Laboratorium yang dilakukan pada
tanggal 10 Maret2015 adalah hemoglobin14,9 g/dl (12,2-13,1), eritrosit6,7
juta u/l (4,04-6,13), hematokrit44 % (40-54), leukosit 1160 ribu/ul (4000-
10000), trombosit 296 ribu/ul (150-500), prothrombin 14 detik (10-14),
APTT 31,2 detik (16-36), glukosa darah puasa 100 mg/dL (70-105), ureum
20 mg/dL (13-43), kreatinin 0,62 mg/dL (0,6-1,1), SGOT 22 U/L (<37),
SGPT 40 U/L (<42),RBC 5,65 106/mm
3 (4,50-6,50), HGB 14,9 g/dL (13,0-
17,0), HCT 43,9 % (40,0-54,0), MCV 85 µm3 (80-100), MCH 26,4 pg (27,0-
32,0), MCHC 34 g/dL (32,0-36,0), RDW 12,1 % (11,0-16,0), PLT 296
52
106/mm
3 (150-500), MPV 7,6 µm
3 (6,0-11,0), PCT 0,223 % (0,150-0,500) ,
PDW 12,5 % (11,0-18,0), WBC 10 106/mm
3 (4,0-10,0).
C. Perumusan Masalah Keperawatan
Berdasarkan pengkajian diatas penulis merumuskan masalah
keperawatan yang terjadi pada Tn. Sdengan data subyektif pasien mengatakan
sudah 2bulan nyeri punggung menjalar ke tungkai kaki kiri terus menerus
dengan skala 9 dan sekarang pasien sudah di injeksi di ruang IGD operasi,
nyeri mulai berkurang dengan skala 5, P: nyeri timbul saat berdiri atau duduk,
Q: nyeri seperti ditusuk-tusukt, R: nyeri punggung bawah menjalar ke tungkai
kaki kiri ,S: skala nyeri 5 dari 10, T: nyeri mulai berkurang. Data obyektif
pasien tampak sedikit nyeri saat digerakkan dibagian tungkai kaki kiri dan
pasien tampak sedikit kesakitan dibekas injeksi bagian punggung, TD 140/90
mmHg, respirasi16kali per menit, Nadi 84kali per menit, suhu 370C. Dari
hasil analisa data yang didapatkan maka penulis menegakkan diagnosa
keperawatan “nyeri akut berhubungan agen cidera fisik.
Data subyektif yang didapatkan penulis pada Tn. S, pasien
mengatakan kaki kiri terasa nyeri jika dibawa jalan atau bergerak, pasien
mengatakan pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya karena jatuh terpleset
8 tahun yang lalu. Data obyektif yang didapatkan penulis pada pasien Tn. S,
kekuatan otot 4 pada ekstermitas bawah kiri, ROM kiri bergerak terbatas
dengan ADL (ambulasi/ROM, toileting, mobilitas ditempat tidur dan
berpindah). Dari hasil analisa data yang didapatkan maka penulis menegakkan
53
diagnosa keperawatan “hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot”.
D. Perencanaan
Berdasarkan diagnosa keperawatan utama nyeri akut agen cedera fisik
selanjutnyapenulis menyusun intervensi keperawatan dengan tujuan dan
kriteria hasil yaitu setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam
diharapkan nyeri akut pasien berkurang , dengan kriteria hasil tanda-tanda
vital dalam batas normal tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 60-100 kali per
menit, respirasi 16-20 kali per ermenit, suhu 36,5-37,5o
C, skala nyeri turun
dari skala 5 menjadi 3, pasien terlihat rileks.Tindakan keperawatan yang
dilakukan penulis adalah kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien dengan
P,Q,R,S,T guna mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan pasien, berikan
posisi sim’s guna agar klien merasa nyaman dan nyeri tidak bertambah,
ajarkan tehnik slow stroke back massage (SSBM) guna mengurangi rasa nyeri
atau mengurangi intensitas nyeri. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
obat analgesik guna menurunkan intensitas nyeri.
Berdasarkandiagnosa keperawatan yang kedua hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan langkah selanjutnya penulis menyusun intervensi
keperawatan dengan tujuan dankriteria hasilyaitusetelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkantidak menunjukkan penurunan
kekuatan otot atau mengalami peningkatan kekuatan otot 5, klien mampu
melakukan gerak aktif dan pasif, dan klien meningkatkan aktivitas fisik yang
54
mandiri seperti toileting, mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi/ROM.
Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah kaji kemampuan klien dalam
mobilitas guna untuk mengetahui tingkat mobilitas klien, ubah posisi klien
guna untuk menurunkan resiko iskemia jaringan, ajarkan klien untuk
melakukan gerak aktif dan pasif pada ekstermitas yang sakit ataupun tidak
sakit guna untuk mengurangi rasa nyeri pada ekstermitas yang sakit.
Kolaborasi dengan fisioterapis guna untuk melatih gerak sendi-sendi agar
semakin lentur dan mengurangi rasa nyeri pada ekstermitas kiri bawah.
E. Implementasi keperawatan
Pada tanggal 10 Maret2015 dilakukan tindakan keperawatan
padamasalahkeperawatannyeriakut yaitupada jam 20.30 WIB mengkaji
karakteristik nyeri dengan pola P,Q,R,S,Trespon subyektif Tn. Smengatakan
setelah di operasi injeksi nyeri di punggung bwah sudah mulai berkurang tapi
untuk tungkai kaki kiri masih terasa nyeri jika dibawa jalan. Tn. S
mengatakan masih sakit dibagian punggung bawahnya bekas injeksi P: nyeri
mulai berkurang dibagian punggung, Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri
dibagiang punggung bawah menjalr ke tungkai kaki kiri, S: skala nyeri 5, T:
nyeri perlahan mulai hilang, respon obyektif pasien tampak meringis
kesakitan di daerah bekas injeksi TD : 140/90 mmHg, N : 82x/menit, RR :
18x/menit S : 36,50C. Jam 20.45WIB memberikan posisi sim’s evaluasi
subyektif pasien mengatakan nyaman saat diposisikana sim’s, respon obyektif
pasien tampak nyaman dengan posisi sim’s . Jam 21.00 WIBmengajarkan
55
tehnik slow stroke back massage, dengan respon subyektif pasien mengatakan
bersedia di ajarkan tehnik massage, respon obyektif pasien tampak nyaman
saat di massage. Jam 21.15 WIB mengkaji kemampuan klien dalam
mobilisasi, respon subyektif pasien mengatakan semua anggota tubuhnya bisa
digerakkan tapi dibagian tungkai kaki kiri jika dibawa jalan masih terasa
nyeri, repon obyektif pasien tampak sulit untuk berjalan. Jam 21.35 WIB
mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan respon subyektif pasien
mengatakan mau melakukan tehnik relaksasi nafas dalam yang di ajarkan,
respon obyektif pasien tampak nyaman dan mampu melakukan tehnik
relaksasi nafas dalam
Pada tanggal 11 Maret 2015 Jam 06.00 WIB mengkaji karakteristik
nyeri dengan pola P,Q,R,S,T dengan respon subyektif pasien mengatakan
nyeri dipunggung sudah berkurang, pasien mengatakan ditungkai kaki kirinya
masih terasa nyeri jika dibawa berdiri atau berjalan P: pasien mengatakan
nyeri berkurang, Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri di punggung bawah,
S: skala nyeri 4, T: nyeri berkurang, respon obyektif pasien tampak meringis
kesakitan TD : 120/80 mmHg, RR : 18x/menit, N : 80x/menit, S : 36,50C.
Jam 06.30 WIBmengkolaborasikan dengan dokter pemberian obat cefadroxil
250mg per 12 jam, mekabalamin 500mg per 12 jam, Na.diklofenat 500mg per
8jamdengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia obatcefadroxil
250mg, mekabalamin 500mg, Na.diklofenat 500mg, respon obyektif pasien
tampak meminum obat yang diberikan. Jam 07.00 WIB memberikan
memberikan teknik slow stroke back massage dengan respon subyektif pasien
56
mengatakan bersedia diajarkan tehnik slow stroke back massage, respon
obyektif pasien tampak nyaman, rileks dan mengerti yang di ajarkan. Jam
07.45 WIB memberikan posisi sim’s respon subyektif pasien mengatakan
nyaman dengan posisi sim’s, respon obyektif pasien tidur dengan
posisimiring ke kanan. Jam 09.00 WIBmengajarkan pasien untuk latihan
gerak aktif dan pasif dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia
diajarkan latihan gerak aktif dan pasif, respon obyektif koopertif. Jam 09.15
WIB mengkaji kemampuan klien dalam mobilisasi dengan respon subyektif
pasien mengatakan bisa berjalan tapi di tungkai kaki kiri masih sedikit nyeri,
respon obyektif pasien tampak menahan rasa nyeri di tungkai kaki kirinya.
Jam 10.00 WIB mengkolaborasikan dengan fisioterapis dengan evaluasi
respon subyektif pasien mengatakan mau diajarkan gerakan ROM, dengan
evaluasi obyektif pasien mau diajarkan latihan gerakan ROM.
F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi hasil perkembangan tanggal10 Maret 2015jam 22.00 WIB
evaluasi diagnosa keperawatan nyeri akut, yaitu subyektif Tn. S mengatakan
nyeri dipunggung bawah sudah mulai berkurang P: pasien mengatakan nyeri
bertambah saat jalan, Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri didaerah
punggung bawah menjalar ke tungkai kaki kiri, S: skala nyeri 5, T: nyeri
perlahan mulai hilang. Obyektif pasien tampak meringis kesakitan TD:
140/90 mmHg, Nadi: 84 kali per menit, pernafasan: 16 kali per menit, suhu:
37o C. Analisa masalah belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan kaji
57
karakteristik dengan pola PQRST, ajarkan pasien tehnik slow stroke back
massage, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat.
Evaluasi tanggal10 Maret 2015 jam 22.05WIB evaluasi diagnosa
keperawatan hambatan mobilitas fisikdata subyektif pasien mengatakanbisa
menggerakkan seluruh tubuhnya tapi untuk berjalan masih terasa nyeri
dibagian tungkai kaki kiri. Obyektif pasien tampakmenahan rasa nyeri saat
berdiri atau berjalan.Analisa masalah belum teratasi. Planning intervensikaji
kemampuan pasien dalam mobilisasi, ajarkan pasien untuk latihan gerak
ROM dan kolaborasi dengan fisioterapis.
Evaluasi hasilperkembangantanggal 11 Maret 2015 jam 11.00 WIB
evaluasi diagnosa keperawatan nyeri akut, yaitu subyektifTn. Smengatakan
nyeri dipunggung sudah berkurang, P: pasien mengatakan nyeri sat dibawa
jalan, Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri didaerah punggung bawah, S:
skala nyeri 3, T: nyeri mulai berkurang. Obyektif pasien tampak mulai
rileksTD: 120/80 mmHg, Nadi: 80 kali per menit, pernafasan: 18 kali per
menit, suhu: 36,5oC. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning intervensi
dilanjutkan berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga pasien untuk
latihan terapi SSBM dirumah secara mandiri.
Evaluasi tanggal 11 Maret 2015 jam11.05WIB evaluasi diagnosa
keperawatan hambatan mobilitas fisik data subyektif pasien mengatakan
sudah bisa melakukan aktivitas fisik yang ringan dan bisa berjalan. Obyektif
pasien tampak menahan nyeri saat berjalan, ADL dibantu orang lain yaitu
mobilitas ditempat tidur, berpindah.Analisa masalah teratasi. Planning
58
intervensi berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga pasien untuk
melanjutkan latihan ROM dirumah secara mandiri.
59
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang Asuhan Keperawatan Tn. S
dengan Low Back Pain di Ruang Parang Seling Rumah Sakit Orthopedi Surakarta.
Pembahasan pada bab ini terutama membahas adanya kesesuaian maupun
kesenjangan antara teori dengan kasus. Asuhan keperawatan meliputi tahap
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan, dan
keperawatan klien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan(Deden,
2012).Pengkajian pada Tn. S didapatkan data pasien mengatakan kurang
lebih dua bulan pasien mengeluh nyeri di punggung bawah hingga menjalar
ke tungkai kaki kiri. Pasien didiagnosa Herniasi Nukleus Pulposus(HNP) atau
disebut juga Low Back Pain (LBP).Low Back Pain (LBP) adalah salah satu
gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang
baik (Idyan, 2007).
Pengkajian pada pasien LBP adalah menjelaskan ketidaknyamanannya
(misal : lokasi, beratnya, durasi, sifat, penjalaran dan kelemahan tungkai yang
berhubungan). Penjelasan mengenai bagaimana nyeri timbul dengan tindakan
tertentu atau dengan aktivitas dimana otot yang lemah digunakan secara
60
berlebihan dan bagaiamana pasien mengatasinya selama ini sering
mengarahkan ke mana kita akan melakukan intervensi dan pendidikan pasien.
Bila nyeri punggung merupakan masalah kambuhan, informasi mengenai
keberhasilan kontrol terhadap nyeri sebelumnya dapat membantu dalam
perencanaan sekarang.Pada pemeriksaan fisik, dikaji lengkungan tulang
belakang, Krista iliaka, dan simetrisitas bahu. Otot paraspinal dipalpasi , dan
dicatat adanya spasme dan nyeri tekan. Pasien diminta membungkuk ke
depan dan ke samping, dicatat adanya ketidaknyamanan dan keterbatasan
gerakan. Efek keterbatasan gerak ini terhadap aktivitas hidup sehari-hari
ditentukan.Pasien kemudian dievaluasi mengenai adanya keterlibatan saraf
dengan mengkaji ras yang tidak normal, kelemahan otot, dan nyeri punggung
dan tungkai dengan pengangkatan tungkai lurus (Brunner & Suddarth, 2002).
Keluhan utama yang dirasakan Tn. S adalahnyeri. Secara teori, Low
back pain menimbulkan nyeri yang hebat yang akan menjadi alasan bagi
pasien untuk mencari pelayanan kesehatan.
Pengkajian seperti pola kesehatan fungsional, pola eliminasi, pola
konsep diri, pola mekanisme koping tidak ditemukan adanya masalah.Fokus
utama pengkajian pada pasien ini terutama ditekanan pada pola aktivitas dan
latihan.
Pengkajian pola aktifitas dan latihan selama sakit kegiatan pasien
seperti mobilitas ditempat tidur, berpindah dibantu dengan orang lain,
toileting dibantu orang lain dan alat.Pada pemeriksaan punggung look
dibagian punggung kiri terdapat luka bekas injeksi dan tidak ada
61
pembengkakan. Feel adanya nyeri tekan pada punggung. Move (pergerakan)
pasien tidak dapat membungkukan badannya ke belakang karena nyeri.
Kondisi Tn. S tersebut sesuai dengan teori LBP yang ada.
Acute low back pain adalah ditandai dengan rasa nyeri yang
menyerang secara tiba-tiba dan rentang waktunya hanya sebentar, antara
beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau
sembuh. Acute low back pain dapat disebabkan karena luka traumatic seperti
kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian.
Kejadian tersebut selain dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot,
ligament dan tendon (Bimariotejo, 2009).
Penyebab nyeri pada LBP yaitu perubahan postur tubuh biasanya
karena trauma primer dan sekunder.Trauma primer seperti trauma secara
spontan, contohnya kecelakaan.Trauma sekunder seperti adanya penyakit
HNP, osteoporosis, spondilitis, stenosis spinal, spondilitis,
osteoartritis.Ketidak stabilan ligamen lumbosacral dan kelemahan otot,
prosedur degenerasi pada pasien lansia, penggunaan hak sepatu yang terlalu
tinggi, kegemukan, mengangkat beban dengan cara yang salah, keseleo,
terlalu lama pada getaran, gaya berjalan, merokok, duduk terlalu lama, kurang
latihan (olah raga), depresi/stress, olahraga seperti golp, tennis, sepak bola
(Brunner & Suddarth, 2002).
Manifestasi klinis yang biasanya muncul pada pasien dengan Acute
Low Back Pain adalah keluhan nyeri punggung akut maupun kronis
(berlangsung lebih dari dua bulan tanpa perbaikan) dan kelemahan, nyeri bila
62
tungkai ditinggikan dalam keadaan lurus, indikasi iritasi serabut saraf, adanya
spasme otot paravertebralis (peningkatan tonus otot tulang postural belakang
yang berlebihan), hilangnya lengkungan lordotik lumbal yang normal dan
dapat ditemukan deformitas tulang belakang (Lukman & Nurma,
2013).Namun pada Tn. S tidak terjadi deformitas tulang belakang.
Hasil pengkajian riwayat kesehatan keluarga pada pasien
menunjukkan tidak adanya riwayat penyakit hipertensi, asma, jantung dan
keturunan lainnya. Low back pain bukan merupakan penyakit keturunan yang
dapat diwariskan.Hasil pengkajian kognitif dan persepsi menunjukkan adanya
keluhan nyeri pada pasien Tn. S.
Hasil pemeriksaan fisik secara keseluruhan normal namun pada
pemeriksaan ekstermitas ditemukan adanya masalah pada ROM kiri
ekstermitas bawah terbatas. Pasien juga mengeluh sulit berjalan atau duduk,
pada tungkai kaki kiri pasien akibat terpleset jatuh. Pemeriksaan fisik
ekstermitas dapat menguatkan adanya permasalahan pada ektermitas pasien.
Hasil pemeriksaan penunjang laboratorium ditemukan adanya masalah
pada hemoglobin dan leukosit.Hubungannya low back paindengan
hemoglobin dan leukosit adalah untuk menghitung jenis dan fungsi ginjal.
Hemoglobin adalah metalprotein pengangkut oksigen yang mengandung besi
dalam sel merah dalam darah mamalia dan hewan lainnya. Molekul
hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein dan empat gugus heme, suatu
molekul organik dengan satu atom besi.
63
Pada tanda-tanda vital ada perubahan dihari pertama tekanan darah
140/90 mmHg dan hari kedua 120/80 mmHg.Tekanan darah pada pasien
meningkat dapat disebabkan karena pasien mempunyai riwayat hipertensi
yang dimilikinya.Terkadang nyeri hebat yang dirasakan dapat mempengaruhi
tekanan darah.
B. Perumusan Masalah
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon
individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan/proses
kehidupan yang aktual atau potensial yang merupakan dasar untuk memilih
intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggungjawab
perawat (Doengos, 1998 : Deden, 2012).
Data yang mendukung adalah pasien mengatakan sudah 2bulan nyeri
punggung menjalar ke tungkai kaki kiri terus menerus dengan skala 9 dan
sekarang pasien sudah di injeksi di ruang IGD operasi, nyeri mulai berkurang
dengan skala 5, P: nyeri timbul saat berdiri atau duduk, Q: nyeri seperti
ditusuk-tusukt, R: nyeri punggung bawah menjalar ke tungkai kaki kiri ,S:
skala nyeri 5 dari 10, T: nyeri mulai berkurang.Data obyektif pasien tampak
sedikit nyeri saat digerakkan dibagian tungkai kaki kiri dan pasien tampak
sedikit kesakitan dibekas injeksi bagian punggung, TD 140/90 mmHg,
respirasi 16 kali per menit, Nadi 84 kali per menit, suhu 370
C. Dari hasil
analisa data yang didapatkan maka penulis menegakkan diagnosa
keperawatan “nyeri akut berhubungan agen cidera fisik.
64
Nyeri akut adalah yang terjadi setelah cedera akut, penyakit, atau
intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang
bervariasi (ringan sampai berat) dan berlangsung untuk waktu singkat (Potter
& Perry, 2006).Batasan karakteristik untuk diagnosa nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik adalah mengekspresikan perilaku, sikap melindungi
area nyeri, melaporkan nyeri secara verbal, perubahan posisi untuk
menghindari nyeri, dan sikap tubuh melindungi (NANDA, 2014). Diagnosa
nyeri akut pada Tn. S diambil karena didapatkan sesuai dengan batasan
karakteristik dari NANDA 2012-2014 yaitu pada pasien mengekspresikan
perilaku atau wajahnya, sikap melindungi area nyeri, melaporkan nyeri secara
verbal, perubahan posisi untuk menghindari nyeri dan sikap tubuh melindungi
tidak dapat melihat atau merasakan nyeri yang klien rasakan.
Nyeri bersifat subjektif, tidak ada dua individu yang mengalami nyeri
yang sama dan tidak ada dua kejadian nyeri yang sama menghasilkan respons
atau perasaan yang identikpada seorang individu (Potter dan Perry, 2006).
Gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang mengindikasikan
nyeri meliputi menggeretakkan gigi, memegang bagian tubuh yang terasa
nyeri, postur tubuh membengkok, dan ekspresi wajah yang
menyeringai.Seorang klien mungkin menangis atau mengaduh, gelisah atau
sering memanggil perawat. Namun kurangnya ekspresi tidak selalu berarti
bahwa klien tidak mengalami nyeri (Potter dan Perry, 2006).
Diagnosa keperawatan yang kedua : hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Hambatan mobilitas fisik
65
adalah suatu keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami
keterbatasan gerak fisik. Perubahan dalam tingkat mobilisasi fisik dapat
mengakibatkan instruksi pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring,
pembatasan gerak fisik selama penggunaan alat bantu eksternal (mis : gips
atau traksi rangka). Pembatasan gerakan volunter atau kehilangan fungsi
motorik (Potter & Perry, 2006).
Penulis merumuskan diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan penurunan kekuatan otot.Tindakan keperawatan telah disesuaikan
dengan diagnosa NANDA2012-2014.Penulis mencantumkan diagnosa
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
dengan alasan mengacu kepada pengkajian yaitu data subyektif pasien
mengatakan di tungkai kaki kiri terasa nyeri dibawa jalan atau bergerak. Data
obyektif didapatkan pasien susah untuk berjalan atau melakukan aktivitas
seperti ROM, toileting, mobilitas ditempat tidur dan berpindah, kekuatan otot
4 pada ekstermitas bawah kiri.Batasan karakteristik hambatan mobilitas fisik
menurut (NANDA 2012-2014) yaitu kesulitan membolak-balik posisi,
pergerakan lambat.
C. Perencanaan
Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang
merupakan keputusan awal tentang sesuatu yang akan dilakukan, bagaimana
dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan (Deden,
2012).
66
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
Pada kasus Tn. S penulis melakukan rencana tindakan selama 2x24
jam diharapkan tanda-tanda vital dalam batas normal, skala nyeri turun
dari skala 5 menjadi skala 3, pasien tampak rileks (Nanda, 2012-2014).
Intervensi yang dilakukan adalah kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien
dengan P,Q,R,S,T dengan rasionalisasi mengetahui tingkat nyeri yang
dirasakan pasien.
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan
sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan
pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon
fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri (Smeltzer & Bare, 2002).
Dalam asuhan keperawatan ini penulis menggunakan skala
intensitas nyeri deskriptif yaitu skala Verbal Descriptor Scale(VDS)
merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata
pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis.
Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang
tidak tertahankan”. Penulis menunjukkan pasien skala tersebut dan
meminta pasien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan.
Penulis juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan
dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan.Alat VDS ini
67
memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan
nyeri (Smeltzer & Bare, 2002)..
Berikan posisi sim’s dengan rasionalisasi agar pasien merasa
nyaman dan nyeri tidak bertambah.Ajarkan tehnik slow stroke back
massage (SSBM) dengan rasionalisasi untuk mengurangi nyeri.
Stimulus kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk
menghilangkan nyeri, bekerja dengan cara mendorong pelepasan
endorfin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri. Cara lainnya
adalah dengan mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta yang
lebih besar dan lebih cepat, sehingga menurunkan transmisi nyeri melalui
serabut C dan A-delta berdiameter kecil sekaligus menutup gerbang sinap
untuk transmisi impuls nyeri (Potter & Perry, 2005).
Nyeri dapat diatasi dengan terapi farmakologis dan
nonfarmakologi, untuk terapi nonfarmakologi atau terapi komplementer
dapat diberikan stimulus kutaneus slow stroke back massage. Terapi ini
yaitu memberikan sentuhan pada punggung klien selama 3-10 menit.
Masase punggung dapat merupakan kontraindikasi pada pasien
imobilitas tertentu yang dicurigai mempunyai gangguan penggumpalan
darah.Identifikasi juga faktor-faktor atau kondisi seperti fraktur tulang
rusuk atau vertebra, luka bakar, daerah kemerahan pada kulit, atau luka
terbuka yang menjadi kontraindikasi untuk masase punggung.
Intervensi lain yang direncanakan adalah kaji tanda-tanda vital
dengan rasionalisasi mengetahui perubahan tanda-tanda vital pasien.
68
Intervensi lain, kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgesik
dengan rasionalisasi menurunkan intensitas nyeri.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
Pada kasus Tn. S penulis melakukan rencana tindakan selama
3x24 jamdiharapkan tidak menunjukkan penurunan kekuatan otot atau
mengalami peningkatan kekuatan otot 5 dengan kriteria hasil klien
mampu melakukan gerak aktif dan pasif dan klien meningkatkan aktifitas
fisik yang mandiri seperti toileting, mobilitas ditempat tidur, berpindah,
ROM, berjalan. (Nanda 2012-2014). ROM (range of motion)adalah
istilah baku untuk menyatakan batas atau besarnya gerakan sendi yang
normal dan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan ataupun
untuk menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal. ROM dikenal
dengan gerakan aktif dan pasif sehingga penilaian ROM juga terbagi dua
yaitu ROM pada gerakan sendi aktif dan ROM pada gerakan sendi pasif
seperti abduksi dan aduksi gerakan yang dapat ditemukan pada sendi
bahu, panggul, sendi metakarpofalang dan metatarsofalang. Abduksi
adalah gerakan yang mendekati garis tengah tubuh. Pada tangan dan kaki
, garis tengah terletak pada jari tengah tangan dan jari tengah
kaki(Muttaqin, 2008).
Dorso fleksi dan palmar atau lantar fleksi.Dorso fleksi adalah
gerakan jari-jari kaki atau ibu jari kaki dengan arah permukaan ke dorsal,
sedangkan gerakan dorso fleksi pada jari-jari tangan dan pergelangan
tangan juga terhadap permukaan dorsal.Plantar fleksi adalah gerakan jari
69
kaki dan ibu jari kaki kea rah permukaan plantar kaki. Palmar kfleksi
adalah gerakan jari tangan ke arah permukaan palmar (Muttaqin, 2008).
Inverse dan eversi gerakan yang terjadi secara simultan pada
sendi subtalar dan midtalsar kaki.Eversi adalah berputar permukaan
plantar kaki kea rah luar tehadap tungkai bawah.Inverse adalah gerakan
berputar permukaan plantar kaki ke arah dalam terhadap tungkai
bawah(Muttain, 2008).
Rotasi interna dan rotasi eksterna. Rotasi interna atau rotasi media
dan rotasi eksterna atau lateral dapat terjadi pada sendi bahu, panggul,
dan sedikit pada lutut. Rotasi interna adalah gerakan berputar dari
permukaan depan anggota gerak ke adalam atau ke medial. Rotasi
eksterna adalah gerakan berputar dari permukaan anggota gerak kea rah
luar atau lateral (Muttain, 2008).
Pronasi atau supinasi gerakan yang terjadi pada anggota gerak
lengan bawah melalui sendi siku dan sendi pergelangan tangan serta pada
kaki depan melalui sendi midtarsal (Muttain, 2008).
Intervensi yang dilakukan adalah kaji kemampuan klien dalam
mobilitas dengan rasionalisasi mengetahui tingkat mobilitas klien, ubah
posisi klien dengan rasionalisasi untuk menurunkan resiko iskemia
jaringan, ajarkan klien untuk melakukan gerak aktif dan pasif pada
ekstermitas yang sakit ataupun tidak sakit dengan rasionalisasi untuk
mengurangi nyeri pada ekstermitas yang sakit, kolaborasi dengan
70
fisioterapi dengan rasionalisasi untuk melatih gerak sendi-sendi agar
semakin lentur dan mengurangi nyeri pada ekstermitas bawah.
D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatanyang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan (Deden, 2012).
Pemberian terapi non farmakologi dengan terapi tehnik slow stroke
back massage (SSBM) untuk penurunan nyeri pada punggung bawah. Dari
implementasi yang dilakukan pasien selama 3-10 menit terhadap Tn. S
didapatkan hasil :
1. Diagnosa pertama adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
fisik.
Tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu mengkaji nyeri
pasien, mengkaji tanda-tanda vital, mengajarkan tehnik slow stroke back
massagedilakukan dua kali sehari. Intervensi yang direncanakan pada
diagnosa pertama dapat diimplementasikan dengan baik karena adanya
kerjasama diantara tim kesehatan yang ada serta adanya peran serta
keluarga dan pasien dalam tindakan keperawatan. Untuk intervensi yang
akan dilanjutkan dan akan didelegasikan oleh perawat.
Hasil dari implementasi setelah pemberian SSBM berkurang dari
skala 10 ke skala 5.Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang
71
dilakukan Husna dan Dewi (2012) yang menunjukkan bahwa SSBM
dapat menurunkan intensitas nyeri pada LBP.
Cara yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan
membantu untuk menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut, yakni :
resepsi, persepsi dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan
impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla
spinalis dan menajalani salah satu dari beberapa rue saraf dan akhirnya
sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medulla spinalis. Terdapat
pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah
stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa
hambatan ke korteks serebral.Sekali stimuus nyeri mencapai korteks
serebral, maka otak menginterpretasi kualaitas nyeri dan memproses
informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi
kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (Potter & Perry, 2005).
Masase nyeri akan merangsang sel inhibitor yang akan mencegah
timbulnya stimulus agar tidak menstranmisikan pesan nyeri ke otak.
Stimulus kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk
menghilangkan nyeri, bekerja dengan cara mendorong pelepasan
endorfin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri. Cara lainnya
adalah dengan mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta yang
lebih besar dan lebih cepat, sehingga menurunkan transmisi nyeri melalui
serabut C dan A-delta berdiameter kecil sekaligus menutup gerbang sinap
untuk transmisi impuls nyeri (Potter & Perry, 2005).
72
Faktor kekuatan dari implementasi ini adalah masalah nyeri yang
dirasakan oleh pasien menunjukkan bahwa individu tersebutharus
diberikan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan pasien terutama
mengurangi nyeri yang dirasakan pasien. Penulis tidak memiliki
hambatan dalam implementasi, hal tersebut karena adanya kerjasama
yang baik antara penulis, pasien dan tim kesehatan yang lain.
2. Diagnosa kedua adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot.
Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis pada diagnosa
ini lebih berfokus pada latihan gerakan pasif dan aktif untuk mengurangi
nyeri di ekstermitas kanan bawah agar bisa melakukan aktivitas kembali,
untuk melakukan gerakan pasif dan aktif dilakukan dua kali sehari
selama 3-10 menit. Data yang diperoleh dari Tn. S diantaranya data
subyektif pasien mengatakan kaki kiri terasa nyeri jika dibawa jalan atau
bergerak.Data obyektif didapatkan pasien tampak menahan rasa
nyeri.Implementasi ini dilakukan selama dua hari. Hasil 2 pengelolaan
terhadap masalah hambatan fisik pada Tn. S menunjukkan adanya
perubahan dengan dilakukan ROM. Hal ini dapat ditunjang dengan
kooperatif pasien dan keluarga selama implementasi.
73
E. Evaluasi
Evaluasi adalah membandingkan suatu hasil/perbuatan dengan standar
untuk tujuan pengambilan keputusan yang tepat sejauh mana tujuan tercapai
(Deden, 2012).
Hasil evaluasi yang pertama pada diagnosa masalah nyeri akut belum
teratasi, pasien mengatakan nyeri dipunggung bawah sudah mulai berkurang,
nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri dibagian punggung bawah menjalar ke
tungkai kaki kiri, skala nyeri 5 dari 10, nyeri perlahan mulai hilang, pasien
masih tampak meringis kesakitan, dilakukan tindakan mengajarkan tehnik
slow stroke back massage. Setelah di lakukan SSBM nyeri berkurang dari
skala 10 ke skala 5.Hasil ini menunjukkan bahwa SSBM efektif untuk
menurunkan nyeri. Hasil ini dapat dilihat pada lembar observasi (Lampiran
ke-1).
Intervensi yang akan dilanjutkan adalahkaji tingkat nyeri yang
dirasakan pasien dengan ajarkan tehnik slow stroke back massagedan
kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik.
Hasil evaluasi yang kedua pada diagnosa masalah hambatanmobilitas
fisik belum teratasi, pasien mengatakan bisa menggerakkan seluruh tubuhnya
tapi untuk berjalan masih terasa nyeri di bagian tungkai kaki kiri, pasien
tampak menahan rasa nyeri saat berdiri atau berjalan.Intervensi yang
dilanjutkan kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, ajarkan untuk latihan
gerak aktif dan pasif dan kolaborasi dengan fisioterapis untuk melakukan
latihan selanjutnya.
74
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan pengkajian, penentuan diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi tentang Asuhan Keperawatan Tn. S
dengan Low Back Pain di ruang Parang Seling RS Orthopedi metode
mengaplikasikan hasil pemberian terapi non farmakologi slow stroke back
massage untuk penurunan nyeri pada low back pain maka dapat ditarik
kesimpulan:
1. Pengkajian
Hasil pengkajian pada Tn. S yang mengalami keluhan nyeri di
punggung bawah menjalar ketungkai kaki kiri, seperti ditusuk-tusuk,
nyeri hilang timbul, skala nyeri 5 dari 10.
2. Diagnosa
Hasil diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. S dengan low
back pain adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisikdan
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
3. Intervensi
Intervensi yang dapat disusun untuk menyelesaikan masalah pada
Tn. S dengan low back pain adalah nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera fisik intervensi yang dilakukan adalah kaji tingkatan nyeri yang
dirasakan pasien dengan P,Q,R,S,T, berikan posisi yang nyaman
anjurkan untuk melakukan tehnik slow stroke back massage, kolaborasi
75
dengan dokter pemberian analgesik. Diagnosa hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot intervensi yang dilakukan
kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, memberikan pendidikan
kesehatan kepada keluarga untuk melanjutkan latihan gerak aktif dan
pasif atau ROM dirumah secara mandiri.
4. Implementasi
Implementasi yang dilakukan oleh penulis untuk menyelesaikan
diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik pada Tn. S
dengan low back pain meliputi mengobservasi keadaan umum pasien,
mengkaji tanda-tanda vital pasien, mengkaji intensitas nyeri dengan P, Q,
R, S, T, memberikan terapi nonfarmakologis low stroke back massage.
Diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan otot
meliputi mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, mengajarkan
latihan gerak aktif dan pasif atau ROM.
5. Evaluasi
Hasil evaluasi pada masalah nyeri akut belum teratasi, pasien
tampak meringis kesakitan, tekanan darah 140/90 mmhg, nadi 84 kali per
menit, pernafasan 16 kali per menit. Maka dari itu intervensi dilanjutkan
untuk observasi tingkatan nyeri pasien. Beri posisi yang nyaman, ajarkan
tehnik slow stroke back massage, kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat analgetik. Masalah hambatan mobilitas fisik belum
teratasi pasien tampak menahan rasa nyeri saat berdiri. Maka dari itu
76
intervensi dilanjutkan untuk kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi,
latihan gerak aktif dan pasif atau ROM.
6. Analisa Intervensi
Analisa hasil pada pemberian slow stroke back massage terhadap
penurunan intensitas nyeri bahwa SSBM mampu menurunkan nyeri pada
pasien Low Back Pain meskipun tidak terlalu signifikan.
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan low
back pain, penulis akan memberikan usulan dan masukkan yang positif
khususnya dibidang kesehatan antara lain:
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan rumah sakit khususnya RS Orthopedi dapat
memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan kerjasama baik
antar tim kesehatan maupun dengan pasien sehingga asuhan keperawatan
yang diberikan dapat mendukung kesembuhan pasien.
2. Bagi Pasien
Saran bagi pasien low back pain untuk melakukan terapi dan
pengobatan yang tepat dan kontinyu untuk mencegah terjadinya timbul
nyeri
77
3. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Aplikasi riset ini dapat menjadi bahan referensi bagi instituso
pendidikan tentang penerapan terapi slow stroke back massage pada
pasien low back pain.
4. Bagi Penulis
Diharapkan bisa memberikan tindakan pengelolaan selanjutnya
pada pasien dengan low back pain dalam pemberian terapi
nonfarmakologi tehnik slow stroke back massage untuk penurunan nyeri
pada pasien low back pain.
78
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong and Chaffin. 2009. Elements of Ergonomics Programs A Primer Based
On Workplace Evaluations of Musculoskeletal Disorders. US Departement
of Health And Human Services NIOSH. Amerika.
Bimariotejo. 2009. Hubungan Antara Postur Tubuh dengan Terjadinya Nyeri
Punggung Bawah pada Pasien Poliklinik Neurologi. http
://www.journal.usu.ac.id. 16 februari 2015
Brunner & Suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8,
Volume 3.Jakarta: EGC
Daniel. 2006. OAINS Konvensional Masih Jadi Pilihan. Diambil 15 Februari
2015 dari http://www.majalah.farmacia.com/default.asp
Dermawan, Deden. 2012. Proses Keperawatan. Penerapan Konsep & Kerangka
Kerja. Yogyakarta : Gosyen Publising
Husna, G.S. dan Dewi, W.S. 2012. The effect of Slow Stroke Back Massage
(SSBM) To The Change Of The Pain Intensity In Patients With Acute Low
Back Pain (LBP. Jurnal Nursing Studies 1 (1) 66-73
Idyan. 2013. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguang system
musculoskeletal. Jakarta : EGC
Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI. 2002. Nyeri neuropatik di daerah punggung
bawah (low back pain) : penuntun penatalaksanaan nyeri punggung
bawah. Yogyakarta : PERDOSSI
Kozier B .,Glenora, E., Audrey B.,Shirlee, J S. 2004. Fundamental Nursing:
Concept and Procedures. 8th edition. USA: Pearson Prentice Hall.
Lukman & Nurma. 2013. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguang
system musculoskeletal. Jakarta : EGC
Mukhoirotin dan Zuliani. 2012. Pemanfaatan Stimulasi Kutaneus (Slow Stroke
Back Massage) Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Haid (Dismenorea).
Jombang : Unipdu www.journal.unipdu.ac.id Home 1 (2)
Muttain, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan keperawatan Klien Gangguan sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : EGC
Potter P.A & Perry A.G., 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.
Setyohadi, B. 2005. Etiopatogenesis Nyeri Pinggang, Temu Ilmiah Rematologi
Dan Kursus Nyeri. Jakarta: IRA.
Shocker, M. 2008. Pengaruh Stimulus Kutaneus: Slow-Stroke Back Massage
terhadap Intensitas Nyeri Osteoarthritis. http://www.scribd.com. Diambil
15 Februari 2015
Smeltzer, S C & Bare, B G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi
8 Vol.3. Agung Waluyo (penterjemah). Jakarta: EGC.