pembahasan.docx nilda
TRANSCRIPT
ISLAM SEBAGAI PENGETAHUAN ILMIAH
DOSEN PENGAMPU : RUSIADI
DISUSUN OLEH :
FITRI
NILDA
JURUSAN : TARBIYAH ( S I )PROGRAM STUDI: PENDIDIKAN AGAMA ISLAMSEMESTER : 1 (GANJIL )
SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA ISLAM SAMBAS
2010 – 2011
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. i
Daftar pustaka ……………………………………………………………… ii
BAB I PEMBAHASAN ……………………………………………………. 1 – 12
Kesimpulan ………………………………………………………………… 13
i
BAB I
PEMBAHASAN
ISLAM SEBAGAI PENGETHUAN ILMIAH
Rasa ingin tahu yang bersifat ilmiah dan penyelidikan-penyelidikan ilmiah yang sistematis
merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam peradaban Islam. Hal ini tidak mengherankan karena
Islam adalah sebuah agama yang rasional tetapi bukan sebuah agama yang rasionalistis (berpijak
pada rasio semata). Agama Islam mengembangkan sebuah kesadaran yang tinggi mengenai
kedudukan akal sebagai inti dalam tradisi-tradisi agama dan dalam mempertahankan sikap kritis
terhadap ilmu pengetahuan. Islam tak hanya menghargai dan menyuruh belajar tapi juga
memberikan metode pengamatan yang rasional. Dengan begitu, Islam tidak hanya menghasilkan
“ilmuwan-ilmuwan” besar, tetapi juga sebuah tradisi sains yang menyeluruh -sebuah tradisi yang
mengintegrasikan obyektifitas ilmiah di dalam Filsafat Islam.
1. Ilmu hadits, yang merupakan dasar bagi moral dan kitab perundang-undangan resmi di
dalam Agama Islam, yang memberikan sebuah metodologi tinggi untuk kritik-kritik
terhadap penulisan tafsir, atau komentar terhadap ayat-ayat Al Quran, telah pula
memperkembangkan sebuah metodologi tinggi (sophisticated) sebagaimana tradisi dalam
dunia akademis. Secara bersama-sama, alQuran dan hadits telah dijadikan sebagai dasar bagi
semua aktifitas ilmiah untuk penulisan tafsir, keduanya telah mempengaruhi hidup manusia
maupun cabang-cabang ilmu pengetahuan alam.
1
Di bawah pengaruh Islam, sains tumbuh subur dan mempunyai bentuk yang unik. Sarjana-
sarjana Eropa Utara yang berkultur latin benar-benar bersimpuh di depan ilmuwan-ilmuwan
Muslim di Spanyol dan di pusat-pusat peradaban Islam di sepanjang pantai Laut Tengah, untuk
mempelajari dasar-dasar sains dan aspek-aspek lain dari prestasi Islam. Barulah pada abad
keenambelas sains dan teknologi Eropa bisa menyamai keunggulan Islam itu.
Tradisi sains dan ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh Kaum Muslimin betul-betul unik;
namun keunikan itu tak hanya terletak di dalam metodeloginya tetapi juga di dalam
epistemologinya. Epistemologi Islam mengandung sebuah konsep yang holistik mengenai
pengetahuan. Di dalam konsep ini, tidak terdapat perpisahan antara pengetahuan dan nilai-nilai.
Pengetahuan dikaitkan dengan fungsi sosialnya dan dipandang sebagai sebuah ciri dari manusia.
Dengan demikian terdapatlah sebuah kesatuan antara manusia dengan pengetahuannya. Tidak
ada informasi-informasi khusus yang bebas nilai untuk tujuan-tujuan tertentu. Tidak ada
perendahan martabat manusia, pengisolasian, dan pengasingan manusia.
2
Menurut epistemologi Islam, pengetahuan adalah sebagai sebuah pohon, sedang berbagai sains
itu adalah cabang-cabangnya yang tumbuh dan mengeluarkan dedaunan beserta buah-buahan
sesuai dengan sifat pohon itu sendiri. Tapi, karena cabang-cabang sebuah pohon tidak tumbuh
terus menerus, maka sebuah disiplin tidak perlu dituntut melampaui batas-batasnya. Menuntut
sebuah cabang ilmu pengetahuan tertentu dengan melampaui batas-batasnya akan menjadi
sebuah aktivitas yang sia-sia. Bukankah jika sebuah cabang tumbuh terus-menerus, akhirnya ia
akan menghancurkan keharmonisan seluruh pohon?
Salah satu di antara artikulasi-artikulasi terbaik mengenai epistemologi ini kita temui dalam Book
of knowledge karya Imam Abu Hamid Muhammad Al Ghazali (1058-1111). Al Ghazali adalah
seorang guru besar di Akademi Nizamiyyah Baghdad
2. Al ghazali menganalisa pengetahuan berdasarkan tiga buah kriteria:
a. Sumber
- Pengetahuan yang diwahyukan: Pengetahuan ini kita peroleh dari para Nabi dan Rasul, tidak
kita peroleh dengan menggunakan akal seperti ilmu hitung, juga tidak dengan percobaan-
percobaan seperti obat-obatan atau dengan pendengaran seperti bahasa- bahasa”.
-Pengetahuan yang tidak diwahyukan: sumber pokok dari “ilmu-ilmu” ini adalah akal,
pengamatan, percobaan, dan akulturasi (penyesuaian).
b. Kewajiban-Kewajiban
- Pengetahuan yang diwajibkan kepada setiap orang (fardh al ‘ain): yaitu pengetahuan yang
penting sekali untuk keselamatan seseorang, misalnya etika sosial, kesusilaan, dan sebagainya.
- Pengetahuan yang diwajibkan kepada masyarakat (fardh al kifayah): yaitu pengetahuan yang
penting sekali untuk keselamatan seluruh masyarakat. Misalnya pertanian, obat-obatan, arsitektur
dan teknik mesin.
3
c. Fungsi Sosial
- Ilmu-Ilmu yang patut dihargai: yaitu ilmu-ilmu (sains) yang berguna dan tak boleh diabaikan
“karena segala aktifitas hidup ini tergantung kepadanya…” - Ilmu-ilmu yang patut dikutuk:
termasuk astrologi, magik, studi ilmiah mengenai cara-cara penyiksaan, dan sebagainya.
Di dalam kerangka di atas, sains dan kemanusiaan tidak berdiri sebagai “dua buah kultur” yang
saling terpisah tetapi sebagai dua pilar yang memperoleh rasa solidaritasnya yang vital dari
keseluruhan kultur manusia. Jadi, di dalam kerangka ini, pengetahuan itu sekaligus bersifat
dinamis dan statis. Terdapat perkembangan setahap-demi setahap dalam bentuk-bentuk ilmu
pengetahuan (sains) tertentu, sementara terdapat pula kesadaran akan keabadian pengetahuan
prinsipil yang diperoleh dari wahyu itu. Kerangka pengetahuan Islam tak pernah menutup mata
terhadap pengetahuan yang diwahyukan itu, pengetahuan yang merupakan “matriks” kerangka
bagi semua sains.
Tujuan mempelajari sesuatu masalah di dalam Islam adalah karena pentingnya bagi masyarakat
atau relevansi sosialnya. Di dalam Islam tidak terdapat ide: sains untuk sains. Islam juga
menolak pengertian tentang sains yang utilitarian murni. Legitimasi untuk mempelajari sains kita
jumpai dalam AlQuran dimana manusia diperintahkan untuk merenungkan kejadian langit, bumi,
dan segala sesuatu yang dikandungnya. Jika engkau mengucapkan dan meyakini Allah Maha
Mengetahui, maka engkau tak berhak untuk tetap berada dalam kebodohan.
Di Sini, Islam menekankan pentingnya pengetahuan murni dan menyuruh manusia menuntut
pengetahuan untuk kesempurnaan hidupnya
2. Apakah yang lebih bermanfaat bagi manusia selain pengetahuan yang merupakan hiasan
jiwanya dan alat untuk mencapai kesempurnaannya. Namun, nikmat dalam menuntut
ilmu itu harus dibarengi dengan manfaatnya dan fungsi sosialnya. Lebih dari sekedar
untuk dinikmati, pengetahuan itu harus merupakan alat untuk meraih tujuan-tujuan yang
lebih luhur. Setiap ilmu pengetahuan, baik yang berasal dari wahyu maupun yang berasal
dari penyelidikan ilmiah dapat berubah menjadi ilmu yang “patut dikutuk” jika buta
terhadap tujuan yang sebenarnya.
4
Bagaimana suatu ilmu pengetahuan menjadi terkutuk? Bila sains itu membawa bencana. Bila ia
merugikan masyarakat, bila ia cenderung kepada suatu tingkat abstraksi yang membuat manusia
terasing dari saudara-saudaranya, dan bila ia tak menerangi tapi menyesatkan [4]. Epistemologi
Islam menghendaki sebuah metodologi yang menyertakan pengalaman batin manusia maupun
penginderaan, eksperimen, deduksi dan induksi. Pengalaman manusia sebagai makhluk yang
sempurna tak hanya mencakup rangsangan-rangsangan fisik dan indera, tetapi mencakup pula
intuisi intelektual dan proses-proses psikis. Memisahkan pengalaman fisik dan pengalaman batin
akan merendahkan kepribadian manusia, mengasingkan manusia, dan akhirnya menghancurkan
manusia. Bagi manusia yang “utuh” semua pengalaman adalah riil seperti riilnya gaya berat.
Oleh karena itu semua pengalaman patut dievaluasi dan diselidiki. Mengabaikan salah satu di
antara pengalaman-pengalaman itu berarti mengabaikan realitas itu sendiri. Islam menyuruh
penganut-penganutnya untuk mendekati realitas itu secara keseluruhannya. Sebuah pernyataan
yang tepat sekali mengenai pengakuan konsep di atas adalah sebuah ucapan yang menyangkal
dan menetapkan. “Tidak ada sesuatu realitas pun kecuali Realitas yang Esa” (Laa ilaha Illallah).
Semua realitas yang ada hanyalah nisbi dan bergantung kepada Relaitas Yang Esa itu. Segenap
ketentuan-ketentuan jagad raya, baik yang berwujud maupun yang tak berwujud, baik yang halus
maupun kasar, hanyalah pertanda dari Realitas Yang Esa, darimana ketentuan-ketentuan itu
muncul melalui proses penciptaan atau manifestasi diri. Untuk mendapatkan pandangan yang
sempurna terhadap realitas itu, penginderaan kita harus dibantu dengan semacam penginderaan
yang di dalam Al Quran disebut fu’ad atau Qalb atau mata batin. Mata batin ini adalah semacam
intuisi batin atau wawasan yang menurut rangkaian kata-kata indah dari Maulana Jalaluddin
Rumi “Hidup dari cahaya matahari dan menghubungkan kita kepada aspek-aspek Realitas yang
berbeda dari realitas-realitas yang terbuka bagi akal kita secara analitis dan penginderaan”.
Sesungguhnya mata batin adalah sesuatu yang “menyaksikan” dan “laporan-laporannya” tidak
pernah salah jika ditafsirkan sebagaimana mestinya. Ini tak berarti bahwa mata batin itu adalah
sebuah modus berhubungan dengan Realitas itu dimana sensasi-sensasi fisiologis tak berperan.
Namun pengalaman yang dibentangkan di depan kita sama nyata dan konkritnya seperti setiap
pengalaman fisik. Untuk menerangkannya sebagai pengalaman “spiritual” “mistis” maupun
“supernatural” tak mengurangi nilainya sebagai sebuah pengalaman.
5
A. Klasifikasi Ilmu Pengetahuan
Pembagian Ilmu pengetahuan tergantung dari cara dan tempat ahli itu meninjaunya, menurut
pembagian klasik, ilmu pengetahuan dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut
1. Naturan science (kelompok-kelompok ilmu alam)
3. Social science (kelompok-kelompok ilmu social)
Menurut Dr. C.A. Van Pourson, pembagian ilmu adalah sebagai berikut :
1. Ilmu pengetahuan kemanusiaan
2. Ilmu pengetahuan alam
3. Ilmu pengetahuan hayat
4. Ilmu pengetahuan logic deduktif
Paling umum pembagian ilmu pengetahuan yaitu
1. Ilmu Agama, terdiri dari Ilmu Agama dan ilmu jiwa
2. Ilmu kebudayaan, terdiri dari ilmu sastra, ilmu sejarah, ilmu pendidikan dan ilmu filsafat
3. Ilmu social, terdiri dari ilmu hukum, ilmu ekonomi, ilmu social, ilmu social dan poilitik, ilmu
ketatanegaraan dan ketataniagaan. Ilmu eksakta dan teknik terdiri dari ilmu hayat, ilmu
kedokteran, ilmu farmasi, ilmu kedokteran hewan, ilmu pertanian, ilmu pasti alam, ilmu teknik,
ilmu geologi, dan ilmu geografi
6
B. Pendekatan Pokok Studi Ilmiah
1. Interdisiplin
Prentice (1990) menyatakan Ilmu Informasi sebagai disiplin, dan khususnya memakai
pendekatan interdispliner (interdisciplinary approach). Dia menyatakan disiplin sebagai
struktur, isi, dan implikasi dari sekumpulan pengetahuan tertentu (body of knowledge).
Dalam perkembangan pesat saat ini, maka disiplin menjadi semakin kompleks.
Ada banyak disiplin yang berbeda-beda tetapi mungkin memiliki titik-awal dan tujuan yang
sama, dan mungkin hanya berbeda dalam cara masing-masing memandang persoalan (subject
matter) yang sama. Di dalam masyarakat, sebuah disiplin akademik biasanya membentuk
organisasi profesional yang menerbitkan jurnal ilmiah, mengadakan konferensi, atau memberi
penghargaan kepada ilmuwan atau peneliti yang dianggap mumpuni. Selain memiliki organisasi,
sebuah disiplin juga biasanya memiliki “bahasa khusus” untuk memperlancar komunikasi ilmiah
antar ilmuwan, strategi kebenaran (truth strategies) yang mempertegas perbedaan satu disiplin
dari yang lainnnya., dan organisasi pengetahuan.
Sebuah disiplin lahir dan tumbuh dengan berbagai cara, misalnya:
1. Pecahan dari disiplin yang sudah ada.
2. Berada di pinggiran dari sebuah disiplin, dan tidak lagi menjadi pusat perhatian disiplin
itu, lalu memisahkan diri menjadi disiplin khusus.
3. Gabungan dari berbagai disiplin karena ada kesamaan –> bisa berbentuk disiplin baru
atau interdisciplinary.
4. Kebutuhan untuk mengatasi persoalan penting yang khas.
Selain Ilmu Informasi, Prentice memberi beberapa contoh disiplin baru. misalnya sosiologi
pedesaan (rural sociology), arkeologi industri (industrial archeology), kajian penduduk setempat
(native studies), sejarah ilmu pengetahuan, antropologi wanita , dan komunikasi ujaran (speech
communication). Di Indonesia kita juga memiliki kajian ketahanan nasional, kajian lingkungan,
dan kajian wanita.
7
Beberapa disiplin juga memperlihatkan fokus kepada upaya mengatasi masalah-masalah spesifik
melalui kerjasama berbagai ilmu, misalnya:
Kedokteran hewan menggabungkan pengetahuan yang didapat dari ilmu tentang genetik,
patologi, dan ilmu-ilmu dasar (basic sciences).
Kerja sosial menggabungkan pengetahuan yang didapat dari bidang hukum, ilmu perilaku
dan psikologi.
Perencanaan sosial menyempat dari kerja sosial dan menambahkan bidang pengetahuan
perencanaan regional (regional planning) ke dalamnya.
Kedokteran gigi menyempal dari kedokteran umum dan menambahkan pengetahuan
budaya, terutam aspek estetika ke dalamnya.
Terkadang penggabungan berbagai disiplin memperlihatkan berbagai ciri yang berbeda,
sehingga Prentice membedakan antara tiga hal, yaitu:
Interdisipliner (interdisciplinary) adalah interaksi intensif antar satu atau lebih disiplin,
baik yang langsung berhubungan maupun yang tidak, melalui program-program
pengajaran dan penelitian, dengan tujuan melakukan integrasi konsep, metode, dan
analisis.
Multidisipliner (multidisciplinay) adalah penggabungan beberapa disiplin untuk bersama-
sama mengatasi masalah tertentu.
Transdisipliner (transdisciplinarity) adalah upaya mengembangkan sebuah teori atau
aksioma baru dengan membangun kaitan dan keterhubungan antar berbagai disiplin.
Sementara itu, menurut Paisley (1990), Ilmu Informasi merupakan bagian dari sebuah konstelasi
berbagai disiplin dan wilayah penelitian interdisipliner yang punya fokus sama, yaitu komunikasi
manusiawi (human communication). Dia merujuk ke pendapat Fritz Machlup dan Jesse Shera
yang sama-sama menganggap bahwa disiplin informas memperhatikan salah satu aspek dari
sistem komunikasi yang menyeluruh (total communication system). Tulisan Vannevar Bush – As
We May Think, sering dianggap sebagai “the manifesto of information science” walaupun Bush
tidak menggunakan kata informasi, melainkan komunikasi dan pengetahuan.
8
Dalam pandangan Paisley, di dunia barat dan di Amerika Serikat muncul kecenderungan pihak
teknologi dan rekayasa menggunakan istilah ‘informasi’ sementara pihak sosial-budaya
menggunakan istilah ‘komunikasi’. Dalam konteks ini maka informasi lebih sering dikaitkan
dnegan entitas yang tersimpan dan tersalurkan melalui teknologi tertentu, baik dalam bentuk
perpustakaan maupun Internet. Sementara komunikasi merujuk ke proses yang dijalani manusia
untuk memperoleh informasi dan pengetahuan.
Paisley berpendapat bahwa Ilmu Informasi selama ini lebih berurusan dengan simpan dan temu
kembali informasi, dan kurang memperhatikan aspek proses komunikasi dan lingkungan sosial-
budaya yang mempengaruhinya. Sebaliknya Ilmu Komunikasi, khususnya disiplin komunikasi
massa, lebih berurusan dengan kajian terhadap pengaruh media, terutama televisi, dengan lebih
memperhatikan aspek sosial budaya daripada teknologi informasinya.
Dalam perkembangan selanjutnya, menurut Paisley, ada tiga hal yang semakin lama semakin
mempertegas ciri-ciri Ilmu Informasi sebagai multidisiplin, yaitu:
Informasi semakin diletakkan dalam konteks institusi, terutama perpustakaan, sekolah,
media massa, perencanaan sumberdaya informasi, penyediaan jasa informasi, dan
pengembangan sistem informasi.
Teknologi komunikasi memainkan peranan penting dalam perubahan, tetapi konteks
sosial semakin diperhatikan juga. Perpustakaan digital, misalnya, tetap adalah sebuah
perpustakaan.
Konteks epistemologi semakin dipertegas, karena kenyataan bahwa Ilmu Informasi juga
mengandung beberapa cabang dari analisa sistem, statistika linguistik, cybernetics, dan
antarmuka manusia-mesin, terutama yang dipengaruhi oleh pandangan kognitif dari
bidang psikologi.
Konteks sosial juga ikut dipertegas, terutama dengan mempelajari aspek sosi0-historis
dan ekonomis dari penerapan teknologi informasi. Paisley mengingatkan bahwa Royal
Society’s Conference of Scientific Information di tahun 1948 sudah bicara tentang bidang
baru informasi bahkan sebelum ada komputer. Tahun 1950an dan 1960an ada upaya
membangun sistem informasi untuk mendukung BigScience, dan baru pada pertengahan
9
upaya itu muncul komputer. Makanya computer science dan information science
berdekatan, sebelum akhirnya juga mengait ke hukum, psikologi, dan sebagainya. Juga
ada kaitan dengan bisnis menjadi kajian khusus seperti business information dan
information industry.
Pendekatan Multi-disiplin
Dahulu orang mengatakan bahwa biologi tidak mungkin di gabungkan dengan fisika, kini
biofisika dikenal sebagai ilmu (cabang fisika) yang menerapkan fisika dalam biologi. Dahulu
orang sukar membayangkan hubungan antara geologi dengan fisika, kini para geolog akrab
dengan geofisika sebagai ilmu yang menerapkan fisika dalam geologi. Dahulu orang tidak
pernah membayangkan hubungan antara matematika dan ekonomi, kini para ekonom mengakui
bahwa ekonometri sangat bermanfaat dalam ilmu ekonomi. Bagaimana dengan ekonofisika yang
menerapkan fisika untuk menganalisa data-data ekonomi yang begitu kompleks? Sebagai suatu
cabang fisika baru, tentu wajar-wajar saja orang, termasuk beberapa fisikawan, curiga dengan
ilmu ini. Namun seperti pepatah mengatakan “anjing menggonggong kafilah berlalu”,
ekonofisika terus melaju dengan publikasi-publikasi ilmiahnya. Ratusan publikasi ilmiah tentang
ekonofisika telah dipublikasikan dalam berbagai jurnal ilmiah termasuk Physical Review, suatu
jurnal fisika yang sangat bergengsi di dunia.
Apa yang terjadi pada biofisika, geofisika, ekonometri, dan ekonofisika akan terus
berkembang untuk bidang-bidang lain. Pendekatan-pendekatan muldi disiplin dianggap mampu
menyederhanakan persoalan dan memecahkan masalah yang semula dianggap tidak mungkin di
selesaikan.
Pendekatan multi disiplin yang sekarang menjadi trend ini sudah lama berkembang.
Salah satu kelompok yang terkenal dengan pendekatan multidisiplin ini adalah Santa Fe
Institute (SFI) yang didirikan pada tahun 1984 di New Mexico, Amerika Serikat.
SFI didirikan dengan membawa ‘mimpi’ besar para perintisnya untuk menyatukan
berbagai bidang ilmu pengetahuan, termasuk matematika, komputer, fisika, kimia, biologi,
10
neurobiologi, imunologi, ekologi, arkeologi, bahasa, ekonomi, keuangan, politik, sejarah,
komunikasi, teknik manufaktur, bahkan ilmu aerospace. Sebagian besar orang yang baru
pertama kali mendengar ide tentang pendekatan multi disiplin ini langsung membenarkan
penggunaan istilah ‘mimpi’. Bagaimana mungkin semua disiplin ilmu yang begitu berbeda satu
sama lain bisa dilebur menjadi satu? Lagipula, UNTUK APA ilmu-ilmu tersebut harus
digabungkan? Apa manfaatnya? Setiap disiplin ilmu sudah memiliki kerumitan dan
kompleksitasnya masing-masing; bukankah penggabungan ini justru akan menambah kerumitan
tersebut? Ternyata mimpi bisa menjadi kenyataan. Banyak ilmuwan (satu di antaranya adalah
Murray Gell-Mann, fisikawan pemenang Nobel Prize pada tahun 1969) mampu menunjukan
bahwa berbagai disiplin ilmu yang berbeda itu dapat dikaitkan satu sama lain menjadi suatu
kesatuan. Manfaatnya pun sangat jelas, yaitu didapatkannya jalan keluar yang paling sederhana
dari masalah-masalah yang paling rumit dan kompleks di masing-masing disiplin ilmu.
Di usianya yang sudah hampir dua dekade, SFI telah banyak mempublikasikan berbagai
penelitiannya yang menggunakan pendekatan multi disiplin ini. Keberhasilan ini ternyata tetap
dibayang-bayangi oleh keraguan berbagai pihak untuk mengakui bahwa pendekatan multi
disiplin benar-benar dapat diterapkan. Banyak yang menuduh bahwa keberhasilan itu hanya
merupakan kebetulan belaka. Gell-Mann, yang juga merupakan salah satu pendiri SFI, memilih
menggunakan pepatah lama untuk menjawab kritikan ini: ‘A scientist would rather use someone
else’s toothbrush than another scientist’s nomenclature’. Manusia, menurut Gell-Mann, ‘…are
prone to superstition and often engage in denial of the obvious…’
Hal yang paling banyak diperdebatkan adalah menghubungkan ilmu-ilmu eksakta dengan
ilmu-ilmu yang bersifat sosial dan yang melibatkan sifat dan perilaku manusia. Tidak banyak
yang menyangkal bahwa ilmu fisika berhubungan erat dengan matematika dan kimia karena
semuanya sama-sama tergolong dalam ilmu eksakta. Begitu pula halnya dengan penggabungan
ilmu ekonomi dengan politik dan sosial. Serangan-serangan mulai terasa saat dimulainya usaha
menghubungkan fisika dengan ekonomi, misalnya. Fisika adalah ilmu yang murni melibatkan
variabel-variabel eksak, sedangkan ekonomi melibatkan interaksi sosial dan perilaku manusia
yang, menurut sebagian besar orang, tidak dapat diramalkan. Karena sifat eksaknya, ilmu pasti
langsung digolongkan sebagai sesuatu yang lebih sederhana (the simple), sedangkan ilmu-ilmu
non eksakta, dengan segala ketidakpastiannya, dianggap sebagai sesuatu yang lebih kompleks
(the complex). Buku The Quark and The Jaguar: Adventures in The Simple and The Complex
11
yang ditulis oleh Gell-Mann membahas hubungan antara the simple (diwakili oleh quark dari
dunia fisika) dan the complex (diwakili oleh jaguar sebagai salah satu unsur keanekaragaman
alam). Ia mengakui bahwa permasalahan yang melibatkan makhluk hidup, terutama manusia dan
interaksi sosialnya, memang jauh lebih rumit dan kompleks untuk dianalisa. Lebih rumit bukan
berarti tidak mungkin. Kerumitan hanya menggambarkan bahwa proses analisa sistemnya
membutuhkan waktu lebih lama daripada analisa sistem yang sederhana. Suatu complex pattern
tetap memiliki keteraturan (regularities). Alam raya tersusun dari berbagai ketidakberaturan
yang teratur sehingga disebut sebagai universe dan bukan multiverse. Istilah UNI (dari unity) ini
diciptakan oleh manusia. Istilah ini dengan jelas menggambarkan pengakuan manusia akan
adanya suatu kesatuan antara berbagai elemen alam yang saling berinteraksi. Inilah yang
dikatakan Gell-Mann sebagai denial of the obvious.
Menurut penelitian multi disiplin, tindakan-tindakan sosial dan perilaku manusia dalam
membuat keputusan-keputusan besar (misalnya keputusan untuk membeli saham, membeli
rumah, menikah, bahkan keputusan seorang pemimpin negara untuk memulai perang) maupun
keputusan yang didasari spontanitas (misalnya gerak refleks, memuntahkan makanan yang
dirasakan terlalu pedas, berteriak saat mendapatkan kejutan, tersenyum saat melihat dan
merasakan sesuatu yang indah) merupakan suatu yang dapat diramalkan secara eksak. Penelitian-
penelitian tentang jaringan otak manusia menunjukkan bahwa semua keputusan yang dibuat oleh
manusia sudah direncanakan sebelumnya oleh sel-sel otak. Ini berarti bahwa jauh sebelum
manusia itu memutuskan untuk melakukan suatu gerak refleks seperti berteriak saat
mendapatkan kejutan, sel-sel otak sudah menyusun sistem yang mempersiapkan dan kemudian
mendorong manusia untuk mengambil keputusan untuk berteriak. Jangka waktu antara pertama
kali sel otak mulai bekerja menyusun sistem tersebut dengan titik saat keputusan itu dibuat dapat
dihitung secara eksak.
Dengan menghitung secara eksak perilaku manusia yang kompleks itu maka suatu saat
kita dapat meramalkan kapan seorang pialang saham memutuskan untuk menjual semua
asetnya, kapan seorang akan berubah menjadi teroris dan menyerang suatu negara, dan kapan
seorang pejabat pemerintahan akan melakukan korupsi. Memang kemajuan teknologi manusia
saat ini belum sampai pada tahap untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, tetapi
langkah awal untuk menuju ke sana sudah dimulai. Dan SFI sebagai salah satu pionir terus
melaju merombak tradisi, melawan berbagai kritikan dan menunjukkan bahwa pendekatan multi
12
disiplin inilah yang dapat membantu memecahkan banyak masalah di dunia ini.
KESIMPULAN
Al Qhazali menganalisis pengetahuan berdasarkan 3 buah criteria yaitu sumber, kewajiban-kewajiban, dan fungsi social. Tujuna mempejlajari sesuatu malasah di dalam islam adalah Karena pentingnya bagi masyarakat atau relevensi sosialnya.
Klasipikasi ilmu pengetahuan menurut Dr.C.A Van Pourson, pembagian ilmuy adalah saebagai berikut : Ilmu pengetahuan kemanusiaan, pengetahuan alam, pengetahuan hayat dan ilmu pengetahuan logic deduktif. Paling umu adalah pengetahuan yaitu ilmu agama, kebudayaan, dan social
Beberapa disiplin juga memperlihatkan focus kepada upaya mengatasi masalah-masalah
spesipik melalui kerja sama berbagai ilmu misalnya : Kedokteran hewan menggabungkan
pengetahuan yang didapat dari ilmu tentang genetic, pasologi, dan ilmu-ilmu dasar.
Menurut penelitian mutidisiplin, tindakan-tindakan sosial dan perilaku manusia
dalam membuat keputusan-keputusan besar merupakan suatu yang dapat diramalkan secara
eksak
13
DAFTAR PUSTAKA
http://mysuahanastories.wordprees .com/2010/05/21/islam-dan pengetahuan-ilmiah
http://wwwyohanessurya.com/aktivitas php=30 1& id=57
http://iperpin.wordpress.com/interdisiplin/
ii