pemaknaan simbol dalam komunitas brotherhood …

24
[PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS “BROTHERHOOD”] Ditha Prasanti Sri Seti Indriani 1 PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD(Konstruksi Makna Simbol Sebagai Identitas Diri dalam Komunitas Brotherhooddi Bandung) Ditha Prasanti & Sri Seti Indriani [email protected] [email protected] Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran ABSTRACT Culture is reflected in a community, the community itself is created from a group of individuals which have similarities. These similarities can come from the same race, same level of economic, same religion, same political view or the same lifestyle. As social beings, every individual has the urge to have a sense of belonging, a need of self existence, humans also need to be accepted by a group of people or community. This 'sense of belonging' is one of the human trait. It gives the satisfaction of self- identification which they can feel as a part of a community, and so they can feel their existency. The Brotherhood community has its own characteristic identity which have been constructed before in Bandung, so it is recognized easily by the people of Bandung. They have the particular identities that range from simbols through attributes in clothing and also motorcycles. Those identities become major simbols as individuals who are members of the Brotherhood community. In this study, researchers used a qualitative approach with descriptive methods. Data collection techniques used were interviews, observation and documentation. The results of this study indicate that in this case the simbols used by the Brotherhood simbolizes 'macho', 'manly' and ‘loyality’.They are identified from the skull emblem, black colour clothing, boots, leather jackets and big classic motorcycles. As a Brotherhood member, he should continue to hold this commitment in accordance with the identity simbol attached to him, he has to look macho, manly and loyal. Keywords: Meanings, Simbol, Community Brotherhood PENDAHULUAN Budaya memiliki arti yang sangat umum, tidak hanya dicirikan melalui sesuatu yang terlihat atau ‘visible’ namun juga hal- hal yang bernuansa invisible’. Budaya dikonstruksi oleh masyarakat itu sendiri, dari cara mereka menjalankan kehidupannya, dari apa yang merupakan kebutuhan dan dari informasi apa yang mereka dapatkan. Hubungan atara budaya dan komunikasi memiliki hubungan yang

Upload: others

Post on 20-Nov-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD …

[PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS

“BROTHERHOOD”] Ditha Prasanti

Sri Seti Indriani

1

PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS ‘BROTHERHOOD’

(Konstruksi Makna Simbol Sebagai Identitas Diri dalam

Komunitas ‘Brotherhood’ di Bandung)

Ditha Prasanti & Sri Seti Indriani

[email protected]

[email protected]

Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran

ABSTRACT

Culture is reflected in a community, the community itself is created from a group of

individuals which have similarities. These similarities can come from the same race,

same level of economic, same religion, same political view or the same lifestyle. As

social beings, every individual has the urge to have a sense of belonging, a need of

self existence, humans also need to be accepted by a group of people or community.

This 'sense of belonging' is one of the human trait. It gives the satisfaction of self-

identification which they can feel as a part of a community, and so they can feel their

existency. The Brotherhood community has its own characteristic identity which have

been constructed before in Bandung, so it is recognized easily by the people of

Bandung. They have the particular identities that range from simbols through

attributes in clothing and also motorcycles. Those identities become major simbols as

individuals who are members of the Brotherhood community. In this study,

researchers used a qualitative approach with descriptive methods. Data collection

techniques used were interviews, observation and documentation. The results of this

study indicate that in this case the simbols used by the Brotherhood simbolizes

'macho', 'manly' and ‘loyality’.They are identified from the skull emblem, black

colour clothing, boots, leather jackets and big classic motorcycles. As a Brotherhood

member, he should continue to hold this commitment in accordance with the identity

simbol attached to him, he has to look macho, manly and loyal.

Keywords: Meanings, Simbol, Community Brotherhood

PENDAHULUAN

Budaya memiliki arti yang sangat

umum, tidak hanya dicirikan melalui

sesuatu yang terlihat atau ‘visible’

namun juga hal- hal yang bernuansa

‘invisible’.

Budaya dikonstruksi oleh masyarakat

itu sendiri, dari cara mereka

menjalankan kehidupannya, dari apa

yang merupakan kebutuhan dan dari

informasi apa yang mereka dapatkan.

Hubungan atara budaya dan

komunikasi memiliki hubungan yang

Page 2: PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD …

Semiotika, Volume 10, Nomor 1, JUNI 2016

2

saling berkaitan satu dengan lainnya,

tidak dapat dipisahkan karena

keduanya saling mempengaruhi.

Apa yang kita bicarakan, bagaimana

kita bicarakan, apa yang kita lihat, apa

yang tidak terlihat, apa yang dipikirkan

maupun yang tidak dipikirkan

dipengaruhi oleh budaya. Dan

begitupun sebaliknya, semua yang kita

perhatikan, bicarakan, pikirkan

maupun tidak turut membentuk suatu

budaya itu sendiri. Budaya bisa

dimulai dari yang terkecil seperti

budaya yang ada di dalam sebuah

keluarga. Budaya di satu keluarga

sangat mungkin untuk memiliki

perbedaan dengan budaya di keluarga

lainnya.

Budaya tercermin dalam sebuah

komunitas masyarakat. Sebuah

komunitas tercermin karena adanya

persamaan yang teridentifikasikan oleh

masing-masing individu dalam

komunitas tersebut. Mulai dari ras,

ekonomi, agama, politik maupun

lifestyle atau gaya hidup. Sebagai

makhluk sosial, tentu setiap individu

membutuhkan individu lainnya, dan

perasaan eksistensi, manusia pun perlu

memenuhi kebutuhannya akan

diterima oleh sebuah kelompok

masyarakat atau komunitas. Adanya

‘sense of belonging’ yang merupakan

salah satu ciri manusia. Hal tersebut

memberikan kepuasan atas identifikasi

diri, bahwa mereka merupakan bagian

dari sebuah kelompok atau komunitas.

Bandung sebagai sebuah kota yang

nyaman terkenal dengan dengan

berbagai macam komunitas yang ada

di dalamnya, mulai dari komunitas

yang sifatnya bernuansa tradisional,

pendidikan, maupun gaya hidup.

Namun, yang paling dikenal adalah

komunitas motornya. Ada banyak

komunitas motor di Bandung mulai

dari komunitas motor vespa, jepang,

hingga motor tua.

Brotherhood merupakan salah satu

klub motor asal Bandung yang

memiliki sejarah yang panjang.

Brotherhood berdiri pada tanggal 13

Juli 1988. Komunitas ini asalnya

merupakan kumpulan para penggemar

motor tua, De Motor’87. Penggemar

motor ini kerap berkumpul di Panti

Karya, Jalan Merdeka. Setelah

melewati lebih dari dua dekade, klub

motor ini akhirnya menyebarkan

eksistensinya ke seluruh Indonesia,

bahkan hingga negara tetangga.

Komunitas Brotherhood ini memiliki

ciri identitas tersendiri di lingkungan

Bandung, sehingga sangat dikenali

dengan mudah oleh masyarakat

Bandung. Mereka memiliki kekhasan

yang mencirikan identitasnya mulai

dari simbol-simbol melalui artibut

pakaian dan juga motor yang menjadi

simbol utama sebagai individu yang

merupakan anggota dari komunitas

Brotherhood.

Berdasarkan latar belakang di atas,

peneliti tertarik untuk mengangkat

penelitian tentang “Pemaknaan Simbol

dalam Komunitas Brotherhood”.

Dalam penelitian ini, masalah

penelitian ini difokuskan kepada

pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana konstruksi makna

simbol sebagai identitas diri dalam

komunitas Brotherhood di

Bandung?

Page 3: PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD …

[PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS

“BROTHERHOOD”] Ditha Prasanti

Sri Seti Indriani

3

2. Bagaimana Identitas tersebut

mempengaruhi gaya hidup dalam

komunitas Brotherhood di

Bandung?

Penelitian ini menggunakan teori

interaksi simbolik dalam mengkaji

makna simbol dalam mengidentifikasi

dirinya. Pengalaman individu dalam

memahami simbol-simbol dari

Brotherhood serta sejauh mana simbol

tersebut tertanam dalam identitas diri

anggota Brotherhood. Sesuai dengan

premis-premis dari interaksionisme

simbolik: 1). individu merespon suatu

situasi simbolik 2). makna adalah

produk interaksi sosial 3). makna yang

diintepretasikan individu dapat

berubah dari waktu ke waktu sejalan

dengan perubahan situasi yang

ditemukan dalam interaksi sosial.

(Sukidin, 2002: 59)

Penelitian ini dilakukan berdasarkan

ketertarikan peneliti dalam penelitian

terdahulu, yang ada dalam fokus kajian

budaya, yakni Konstruksi Makna

Simbol bagi Komunitas Tanah Aksara

(Ditha Prasanti: 2016). Hasil dari

penelitian ini menunjukkan bahwa

konstruksi makna simbol bagi

Komunitas Tanah Aksara telah

melekat dalam diri para anggota Tanah

Aksara. Makna simbol tersebut terdiri

dari simbol verbal maupun non verbal,

konstruksi makna simbol verbal

terlihat dalam aktivitas dan bahasa

tertentu yang digunakan oleh para

anggota Tanah Aksara sedangkan

simbol non verbalnya terlihat dalam

ikon, pakaian, dan gesture tubuh yang

digunakan dalam Tanah Aksara.

Teori lain yang sesuai dengan

penelitian ini adalah teori konstruksi

sosial atas realitas (Peter L Berger &

Thomas Luckman). Sebagaimana

dibahas oleh Basrowi dan Sukidin

(2002: 59), teori tersebut menekankan

bahwa realitas merupakan sesuatu

yang dikonstruksikan oleh manusia itu

sendiri. Simbol-simbol yang berupa

artibut-artibut di dalam lingkungan

komunitas Brotherhood ini menjadi

realitas sosial mereka, di mana simbol-

simbol tersebut dikonstruksi sesuai

dengan makna mereka sendiri.

TINJAUAN TEORI & KONSEP

Budaya merupakan kekhasan yang

dimiliki sekelompok manusia, setiap

manusia memiliki budaya yang sama

dan memiliki budaya yang tidak sama,

semakin banyaknya kesamaan dalam

beberapa aspek tertentu, maka

mencerminkan mereka berada pada

budaya yang sama, sehingga budaya

memiliki sifat pemersatu dan juga

pemisah apabila terlalu banyak budaya

yang berbeda. Budaya ini diciptakan

oleh manusia itu sendiri melalui

kebiasaan-kebiasaan, praktik-praktik

dan tradisi-tradisi yang terus

dilanjutkan secara turun temurun ke

generasi generasi selanjutnya. Budaya

juga merupakan cara berpikir kita, apa

yang menjadi pola piker kita ternyata

secara tidak disadari merupakan hal

yang terkonstruksi oleh budaya yang

kita anut.

Deddy Mulyana (2010: 112) dalam

bukunya berjudul Komunikasi Lintas

Budaya mengatakan bahwa budaya

memberikan manusia suatu identitas,

Page 4: PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD …

Semiotika, Volume 10, Nomor 1, JUNI 2016

4

identitas yang kemudian digolongkan

pada kelompok-kelompok, kita dapat

mengetahui perbedaan identitas dari

satu budaya dengan budaya lainnya

dengan melihat aspek-aspek budaya:

1. Komunikasi dan bahasa, sistem

komunikasi verbal dan nonverbal

dapat membedakan suatu

kelompok dengan kelompok

lainnya, misalnya bahasa Inggris

dan bahasa Indonesia.

2. Pakaian dan Penampilan, tiap

budaya memiliki suatu pakaian

khas dan unik yang menjadi

kebanggaan atas identitas mereka,

seperti batik yang dipakai orang

Indonesia, atau seragam sekolah

yang menandakan sebuah bahwa

kelompok tersebut adalah pelajar.

Penampilan lainnya berupa

perhiasan atau ‘make up’ yang

mereka pakai. Sepertti kita lihat

suku Indian kerap ditandai dengan

lukisan atau coretan di wajahnya.

3. Makanan dan Kebiasaan

makanan, mulai dari cara makan,

menyiapkan, mengolah makanan

serta makanan itu sendiri bisa

membedakan satu budaya dengan

budaya lainnya. Orang Asia

terkenal dengan makanan yang

mengunakan berbagai racikan

bumbu, sedangkan orang barat

tidak, banyak orang Asia yang

merasa bahwa makanan orang

Barat itu hambar dan

membosankan.

4. Waktu dan Kesadaran akan

waktu, Kita mengetahui bahwa

banyaknya orang dari negara-

negara Eropa selalu tepat waktu,

dan Indonesia terkenal dengan

budaya jam karetnya.

5. Penghargaan dan Pengakuan,

yakni cara dan metode dalam

memberikan suatu pujian bagi

perbuatan-perbuatan baik dan

berani, seperti apabila mereka

anak-anak, kemungkinan mereka

diberi penghargaan dengan cokelt

atau permen, atau pada tentara

sebuah medali.

6. Hubungan-hubungan, yang

didasarkan oleh pada usia, jenis

kelamin, status, kekeluargaan,

kekayaan, kekuasaan dan

kebijaksanaan. Contoh keluarga

adalah unit kelompok terkecil.

7. Nilai dan Norma, setiap budaya

akan memiliki nilai-nilai dan

norma-norma yang mungkin

berbeda dengan budaya lainnya,

seperti misalnya bangsa Indonesia

menjunjung tinggi nilai-nilai

pancasila. Isteri yang harus

mematuhi suami digolongkan

sebagai sebuah norma agama

islam dan lain sebagainya.

8. Rasa diri dan Ruang, kenyamanan

yang orang miliki dengan dirinya

dapat diekspresikan secara

berbeda ole budaya, misalnya

secara sedehana atau agresif.

Orang kota biasanya memiliki

jarak yang lebih jauh sehingga

terkesan sangal ‘individualistik’

sedangkan orang desa lebih

memiliki jarak yang lebih dekat.

9. Proses Mental dan Belajar, orang

Jerrman menekankan logika,

Jepang menolak sistem barat.

Dalam sistem Barat, murid

dibiasakan untuk berekspresi

sejak mereka kecil, baik dalam

memberikan pendapat atau

pandangan sehingga terkadang

terlihat ‘tidak sopan’ pada guru,

apabila dilihat dari prepektik

budaya Asia, yang tidak

dibiasakan seperti itu, dan lebih

Page 5: PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD …

[PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS

“BROTHERHOOD”] Ditha Prasanti

Sri Seti Indriani

5

dibiasakan cara belajarnya seperti

‘robot’

10. Kepercayaan dan Sikap, tiap

budaya memiliki kepercayaan-

kepercayaan tertentu. Seperti

dalam beberapa budaya yang

mempercayai hal-hal yang

supranatural. Di Barat mereka

banyak didominasi oleh banyak

kepercayaan dan tradisi orang

Kristen atau yahudi, sedangkan

budaya Timur lebih didominasi

oleh pengaruh Hinduisme,

Budhisme dan yang lainnya.

Termaksud dalam hal ini adalah

agama yang mereka anut dan

sikap mereka dalam menteledani

agama tersebut memberikan

perbedaan akan budaya yang

mereka anut. (Deddy Mulyana,

2010: 113)

Komunikasi bukan hanya sebagai

proses, melainkan komunikasi sebagai

pembangkitan makna (the generation

of meaning). Makna secara umum

adalah bentuk pengertian yang

diberikan oleh simbol atau tanda

tersebut. Brodbek (1963) juga

menggambarkan makna kedalam tiga

corak:

Makna inferensial, makna satu objek

(lambing) adalah objek, pikiran,

gagasan, konsep yang dirujuk oleh

kata tersebut. Dalam uraian Ogden dan

Richards (1946: 11), proses pemberian

makna terjadi ketika kita

menghubungkan lambang Dengan

yang ditujukan lambing (disebut

rujukan atau referent).

a. Makna significance, suatu istilah

sejauh dihubungkan dengan konsep-

konsep lain. Contoh kata “Touring”

sebagai suatu proses perjalanan

orang-orang berkendaraan motor ke

daerah-daerah yang telah disepakati

bersama.

b. Makna intensional, makna yang

dimaksud oleh seorang pemakai

lambing. Makna yang dimiliki oleh

orang dalam pemikirannya saja.

Simbol adalah sebuah tanda dimana

petanda dan penanda (signifier dan

signified) semata-mata adalah masalah

konvensi, kesepatkatan bersama atau

peraturan. Simbol memiliki hubungan

asosiatif dengan gagasan atau

referensi. Simbol merupakan tanda

yang menunjukkan hubungan alamiah

antara penanda dan petandanya.

Hubungan diantaranya bersifat

arbitrer, hubungan berdasarkan

konvensi masyarakat. Simbol tidak ada

artinya sama sekali kecuali manusia

memaknainya, dan tiap makna yang

terdapat dari dalam diri manusia

kurang lebih tidak sama cara

memaknainya, tergantung pada

pengalaman dan budaya yang ia alami.

Teori Konstruksi Sosial Realitas

Konstruksi Sosial atas Realitas (Social

Construction of Reality) didefinisikan

sebagai proses sosial melalui tindakan

dan interaksi dimana individu atau

sekelompok individu, menciptakan

secara terus-menerus suatu realitas

yang dimiliki dan dialami bersama

secara subjektif. Teori ini berakar pada

paradigma konstruktivis yang melihat

realitas sosial sebagai konstruksi sosial

yang diciptakan oleh individu, yang

merupakan manusia bebas. Individu

menjadi penentu dalam dunia sosial

yang dikonstruksi berdasarkan

Page 6: PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD …

Semiotika, Volume 10, Nomor 1, JUNI 2016

6

kehendaknya, yang dalam banyak hal

memiliki kebebasan untuk bertindak di

luar batas kontrol struktur dan pranata

sosialnya. Dalam proses sosial,

manusia dipandang sebagai pencipta

realitas sosial yang relatif bebas di

dalam dunia sosialnya.

Konstruksi sosial merupakan teori

sosiologi kontemporer, dicetuskan oleh

Peter L. Berger dan Thomas

Luckmann. Teori ini merupakan suatu

kajian teoritis dan sistematis mengenai

sosiologi pengetahuan (penalaran

teoritis yang sistematis), bukan

merupakan suatu tinjauan historis

mengenai perkembangan disiplin ilmu.

Pemikiran Berger dan Luckmann

dipengaruhi oleh pemikiran sosiologi

lain, seperti Schutzian tentang

fenomenologi, Weberian tentang

makna-makna subjektif, Durkhemian –

Parsonian tentang struktur, pemikiran

Marxian tentang dialektika, serta

pemikiran Herbert Mead tentang

interaksi simbolik.

Asal usul kontruksi sosial dari filsafat

Kontruktivisme, yang dimulai dari

gagasan-gagasan konstruktif kognitif.

Dalam aliran filsasat, gagasan

konstruktivisme telah muncul sejak

Socrates menemukan jiwa dalam tubuh

manusia, dan Plato menemukan akal

budi. Gagasan tersebut semakin

konkret setelah Aristoteles akhirnya

mengenalkan istilah, informasi, relasi,

individu, subtansi, materi, esensi, dan

sebagainya. Ia mengatakan bahwa

manusia adalah makhluk sosial, setiap

pernyataan harus dapat dibuktikan

kebenarannya, serta kunci pengetahuan

adalah fakta. Ungkapan Aristoteles

Cogito ergo sum, yang artinya saya

berfikir karena itu saya ada, menjadi

dasar yang kuat bagi perkembangan

gagasan-gagasan dari konstruktivisme

sampai saat ini.

Menurutnya, hanya Tuhan sajalah

yang dapat mengerti alam raya ini

karena hanya Ia yang tahu bagaimana

membuatnya dan dari apa Ia

membuatnya, sementara itu orang

hanya dapat mengetahui sesuatu yang

telah dikonstruksikannya.

Terdapat pula 3 (tiga) macam

Konstruktivisme, antara lain:

1. Konstruktivisme radikal

Hanya dapat mengakui apa yang

dibentuk oleh pikiran kita, dan

bentuknya tidak selalu representasi

dunia nyata. Kaum konstruktivisme

radikal mengesampingkan hubungan

antara pengetahuan dan kenyataan

sebagai suatu kriteria kebenaran.

Pengetahuan bagi mereka tidak

merefleksi suatu realitas ontologism

obyektif, namun sebuah realitas yang

dibentuk oleh pengalaman seseorang.

Pengetahuan selalu merupakan

konstruksi dari individu yang

mengetahui dan tidak dapat ditransfer

kepada individu lain yang pasif.

2. Realisme hipotesis

Pengetahuan adalah sebuah hipotesis

dari struktur realitas yang mendekati

realitas dan dapat menuju kepada

pengetahuan yang hakiki.

3. Konstruktivisme biasa

Konstruktivisme biasa ini mengambil

semua konsekuensi konstruktivisme,

serta memahami pengetahuan sebagai

gambaran dari realitas itu.

Pengetahuan individu dipandang

sebagai gambaran yang dibentuk dari

realitas objektif dalam dirinya sendiri.

Page 7: PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD …

[PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS

“BROTHERHOOD”] Ditha Prasanti

Sri Seti Indriani

7

Dari ketiga macam konstruktivisme

terdapat kesamaan, dimana

konstruktivisme dilihat sebagai proses

kerja kognitif individu untuk

menafsirkan dunia realitas yang ada,

karena terjadi relasi sosial antara

individu dengan lingkungan atau orang

di sekitarnya. Kemudian Individu

membangun sendiri pengetahuan atas

realitas yang dilihatnya berdasarkan

pada struktur pengetahuan yang telah

ada sebelumnya, inilah yang disebut

dengan konstruksi sosial menurut

Berger dan Luckmann.

Berger dan Luckman berpendapat

bahwa institusi masyarakat tercipta

dan dipertahankan atau diubah melalui

tindakan dan interaksi manusia,

walaupun masyarakat dan institusi

sosial terlihat nyata secara obyektif,

namun pada kenyataannya semua

dibentuk dalam definisi subjektif

melalui proses interaksi. Objektivitas

dapat terjadi melalui penegasan

berulang-ulang yang diberikan oleh

orang lain, yang memiliki definisi

subjektif yang sama. Pada tingkat

generalitas yang paling tinggi, manusia

menciptakan dunia dalam makna

simbolis yang universal, yaitu

pandangan hidup menyeluruh yang

memberi legitimasi dan mengatur

bentuk-bentuk sosial, serta memberi

makna pada berbagai bidang

kehidupannya.

Menurut Berger & Luckman, dalam

(Luzar, Laura Christina: 2015)

terdapat 3 (tiga) bentuk realitas sosial,

antara lain:

1. Realitas Sosial Objektif

Merupakan suatu kompleksitas definisi

realitas (termasuk ideologi dan

keyakinan) gejala-gejala sosial, seperti

tindakan dan tingkah laku yang terjadi

dalam kehidupan sehari-hari dan

sering dihadapi oleh individu sebagai

fakta.

2. Realitas Sosial Simbolik

Merupakan ekspresi bentuk-bentuk

simbolik dari realitas objektif, yang

umumnya diketahui oleh khalayak

dalam bentuk karya seni, fiksi serta

berita-berita di media.

3. Realitas Sosial Subjektif

Realitas sosial pada individu, yang

berasal dari realitas sosial objektif dan

realitas sosial simbolik, merupakan

konstruksi definisi realitas yang

dimiliki individu dan dikonstruksi

melalui proses internalisasi. Realitas

subjektif yang dimiliki masing-masing

individu merupakan basis untuk

melibatkan diri dalam proses

eksternalisasi atau proses interaksi

sosial dengan individu lain dalam

sebuah struktur sosial.

Setiap peristiwa merupakan realitas

sosial objektif dan merupakan fakta

yang benar-benar terjadi. Realitas

sosial objektif ini diterima dan

diinterpretasikan sebagai realitas sosial

subjektif dalam diri pekerja media dan

individu yang menyaksikan peristiwa

tersebut. Pekerja dari media juga

mengkonstruksi realitas subjektif yang

sesuai dengan seleksi dan preferensi

individu menjadi realitas objektif yang

ditampilkan melalui media dengan

menggunakan berbagai simbol-simbol.

Tampilan realitas di media inilah yang

Page 8: PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD …

Semiotika, Volume 10, Nomor 1, JUNI 2016

8

disebut realitas sosial simbolik dan

diterima pemirsa sebagai realitas sosial

objektif karena media dianggap

merefleksikan realitas sebagaimana

adanya.

Berger & Luckmann berpandangan

bahwa kenyataan itu dibangun secara

sosial, dalam pengertian individu-

individu dalam masyarakat yang telah

membangun masyarakat, maka

pengalaman individu tidak dapat

terpisahkan dengan masyarakat.

Manusia sebagai pencipta kenyataan

sosial yang objektif melalui 3 (tiga)

momen dialektis yang simultan, yaitu:

1. Eksternalisasi

Merupakan usaha pencurahan atau

ekspresi diri manusia ke dalam dunia,

baik dalam kegiatan mental maupun

fisik. Proses ini merupakan bentuk

ekspresi diri untuk menguatkan

eksistensi individu dalam masyarakat.

Pada tahap ini masyarakat dilihat

sebagai produk manusia (Society is a

human product).

2. Objektivasi

Merupakan hasil yang telah dicapai

(baik mental maupun fisik dari

kegiatan eksternalisasi manusia),

berupa realitas objektif yang mungkin

akan menghadapi si penghasil itu

sendiri sebagai suatu faktisitas yang

berada diluar dan berlainan dari

manusia yang menghasilkannya (hadir

dalam wujud yang nyata). Pada tahap

ini masyarakat dilihat sebagai realitas

yang objektif (Society is an objective

reality) atau proses interaksi sosial

dalam dunia intersubjektif yang

dilembagakan atau mengalami proses

institusionalisasi.

3. Internalisasi

Merupakan penyerapan kembali dunia

objektif ke dalam kesadaran

sedemikian rupa, sehingga subjektif

individu dipengaruhi oleh struktur

dunia sosial. Berbagai macam unsur

dari dunia yang telah terobjektifikasi

akan ditangkap sebagai gejala realitas

diluar kesadarannya, sekaligus sebagai

gejala internal bagi kesadaran. Melalui

internalisasi manusia menjadi hasil

dari masyarakat (Man is a social

product).

Eksternalisasi, objektifikasi dan juga

internalisasi adalah dialektika yang

berjalan simultan, artinya ada proses

menarik keluar (eksternalisasi)

sehingga seakan-akan hal itu berada di

luar (objektif) dan kemudian terdapat

proses penarikan kembali ke dalam

(internalisasi) sehingga sesuatu yang

berada di luar tersebut seakan-akan

berada dalam diri atau kenyataan

subyektif. Pemahaman akan realitas

yang dianggap objektif pun terbentuk,

melalui proses eksternalisasi dan

objektifasi, individu dibentuk sebagai

produk sosial. Sehingga dapat

dikatakan, setiap individu memiliki

pengetahuan dan identitas sosial sesuai

dengan peran institusional yang

terbentuk atau yang diperankannya.

Gagasan Berger dan Luckman tentang

konstruksi sosial, berlawanan dengan

gagasan Derrida ataupun Habermas

dan Gramsci. Kajian-kajian mengenai

realitas sosial dapat dilihat dengan cara

pandang Derrida dan Habermas, yaitu

dekonstruksi sosial atau Berger dan

Luckmann, yaitu menekankan pada

konstruksi sosial. (Luzar, Laura

Christina: 2015)

Page 9: PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD …

[PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS

“BROTHERHOOD”] Ditha Prasanti

Sri Seti Indriani

9

Dalam penelitian ini, teori konstruksi

sosial digunakan untuk menganalisis

pemaknaan simbol yang terjadi dalam

komunitas Brotherhood.

Teori Interaksi Simbolik

Esensi dari interaksi simbolik

menekankan pada suatu aktivitas yang

merupakan ciri khas manusia, yakni

komunikasi atau pertukaran simbol

yang diberi makna (Mulyana, 2010:

68). Banyak ahli di belakang

perspektif ini yang mengatakan bahwa

individu sebagai manusia merupakan

hal yang paling penting. Mereka

mengatakan bahwa individu adalah

objek yang bisa secara langsung

ditelaah dan dianalisis melalui

interaksinya dengan individu yang

lain. Menurut Ralph Larossa dan

Donald C. Reitzes (1993) interaksi

simbolik pada intinya menjelaskan

tentang kerangka referensi untuk

memahami bagaimana manusia,

bersama dengan orang lain,

menciptakan dunia simbolik dan

bagaimana cara dunia membentuk

perilaku manusia. Interaksi simbolik

ada karena ide-ide dasar dalam

membentuk makna yang berasal dari

pikiran manusia (Mind) mengenai diri

(Self), dan hubungannya di tengah

interaksi sosial, dan tujuan akhir untuk

memediasi, serta menginterpretasi

makna di tengah masyarakat (Society)

dimana individu tersebut menetap.

Mind, Self and Society merupakan

judul buku yang menjadi rujukan

utama teori interaksi simbolik,

merefleksikan tiga konsep utama dari

teori. Definisi singkat dari ke tiga ide

dasar dari interaksi simbolik, yaitu:

1. Pikiran (Mind)

Pikiran adalah suatu kemampuan

untuk menggunakan simbol yang

mempunyai makna sosial yang sama,

dimana setiap individu harus

mengembangkan pikiran mereka

melalui interaksi dengan individu lain

(West dan Turner, 2007: 102). Simbol

yang bermakna adalah tindakan verbal

berupa bahasa yang merupakan

mekanisme utama interaksi manusia.

Penggunaan bahasa atau isyarat

simbolik oleh manusia dalam interaksi

sosial mereka pada gilirannya

memunculkan pikiran (mind) yang

memungkinkannya menginternalisasi

masyarakat. Jadi menurut Mead,

pikiran mensyaratkan adanya

masyarakat; dengan kata lain

masyarakat harus lebih dulu ada

sebelum adanya pikiran (Mulyana, 84:

2010). Dengan demikian pikiran

adalah bagian integral dari dari proses

sosial, bukan sebaliknya proses sosial

adalah produk pikiran. Menurut

Mead, lewat berfikir yang terutama

ditandai degan kesadaran,manusia

mampu mencegah tindakannya sendiri

untuk sementara, menunda reaksinya

terhadap suatu stimulus (Mulyana :

86). Manusia juga mampu mengambil

suatu stimulus diantara sekian banyak

stimulus alih-alih bereaksi terhadap

stimulus yang pertama dan yang paling

kuat. Manusia pun mampu pula

memilih suatu tindakan di antara

berbagai tindakan yang direncanakan

atau dibayangkan.

2. Diri (Self)

Diri adalah kemampuan untuk

merefleksikan diri sendiri dari sudut

pandang atau pendapat orang lain.

Page 10: PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD …

Semiotika, Volume 10, Nomor 1, JUNI 2016

10

Disini diri tidak dapat dilihat dari

dalam diri seseorang melalui

introspeksi diri. Bagi Mead, diri hanya

bisa berkembang melalui kemampuan

pengambilan peran, yaitu

membayangkan diri dari pandangan

orang lain (West dan Turner, 2007 :

103). Konsep melihat diri dari

pandangan orang lain sebenarnya

sebuah konsep yang pernah

disampaikan oleh Charles Cooley pada

1912. Konsepnya adalah the looking

glass self yaitu kemampuan melihat

diri melalui pantulan dari pandangan

orang lain. Cooley meyakini bahwa

ada tida prinsip perkembangan

sehubungan dengan the looking glass

self, yaitu (1) membayangkan

penampilan kita di hadapan orang lain,

(2) membayangkan penilaian mereka

terhadap penampilan kita, dan (3)

merasa sakit hati atau bangga karena

perasaan diri.

3. Masyarakat (Society) adalah

jejaring hubungan sosial yang

diciptakan, dibangun, dan

dikonstruksikan oleh tiap individu

ditengah masyarakat, dan tiap

individu tersebut terlibat dalam

perilaku yang mereka pilih secara

aktif dan sukarela, yang pada akhirnya

mengantarkan manusia dalam proses

pengambilan peran di tengah

masyarakatnya. Oleh karena itu

masyarakat terdiri dari individu-

individu yang terbagi kedalam dua

bagian yaitu masyarakat yang

mempengaruhi pikiran dan diri.

Masyarakat yang pertama disebut

Mead sebagai particular others yang

berisikan individu yang bermakna

bagi individu yang bersangkutan

seperti anggota keluarga, teman dan

rekan kerja, sedangkan masyarakat

yang kedua adalah generalized others

yang merujuk pada kelompok sosial

dan budayanya secara keseluruhan.

Generalized others menyediakan

informasi tentang peranan, peraturan

dan sikap yang digunakan bersama

oleh komunitas, sedangkan particular

others memberikan perasaan diterima

dalam masyarakat dan penerimaan

diri. Generalized others seringkali

membantu mengatasi konflik yang

terjadi dalam particular others.

Dari pemaparan tentang latar belakang

pemikiran besar tentang manusia yang

mempengaruhi pemikiran George

Herbert Mead dan konsep dasar dari

interaksi simbolik, maka dapat

disimpukan bahwa terdapat tiga tema

konsep interaksi simbolik, yaitu :

1. Pentingnya makna bagi perilaku

manusia

2. Pentingnya konsep mengenai diri

3. Hubungan antara individu dengan

masyarakat.

Aktivitas dari seorang individu dalam

menggunakan simbol atau bahasa

dilakukannya melalui interaksi dengan

masyarakat. Hasil aktivitas individu ini

akan berpengaruh pada masyarakat

tempat individu tersebut berinteraksi.

Hubungan antara masyarakat dan

individu yang akan berinterkasi

menggunakan simbol-simbol yang

sama, akan mereka maknai sesuai

dengan interaksi mereka tersebut.

Interaksi menggunakan simbol yang

sama dalam suatu masyarakat ini dapat

membentuk konstruksi realitas sosial

bagi individu yang terlibat di

dalamnya.

Simbolisme suatu makna bukan hanya

bahasa, simbolisme adalah semua

Page 11: PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD …

[PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS

“BROTHERHOOD”] Ditha Prasanti

Sri Seti Indriani

11

aspek tindakan manusia. Hal ini

bukanlah ide baru, tetapi bahasa telah

sangat diistimewakan dalam karya-

karya para ahli interaksi simbolik.

Interaksi simbolik memungkinkan

manusia untuk memahami realitas dan

berinteraksi dengan manusia lain

dalam suatu proses komunikasi, dalam

arti dari pesan yang dimaknai dan

ditransformasikan pada pihak lain pada

akhirnya dapat mempengaruhi pihak

kedua dalam suatu proses komunikasi

yang timbal balik. Hal ini relevan

dengan penelitian peneliti, pemaknaan

simbol bagi komunitas Brotherhood

ini mengalami transformasi pesan, di

mana pesan yang dimaknai dan

ditransformasikan kepada para

anggotanya dapat mempengaruhi

proses komunikasi yang terjadi di

antara mereka.

METODOLOGI PENELITIAN

Pendekatan penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah paradigma

konstruktivis dengan menggunakan

metode deskriptif. Metode deskriptif

adalah suatu metode dalam meneliti

setatus sekelompok manusia, suatu

obyek, suatu set kondisi, suatu sistem

pemikiran, ataupun suatu kelas

peristiwa pada masa sekarang.

Tujuan dari penelitian deskriptif ini

adalah untuk membuat deskipsi,

gambaran atau lukisan secara

sistematis, faktual dan akurat

mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta

hubungan antar fenomena yang

diselidiki.

“Metodologi adalah proses, prinsip,

dan prosedur yang kita gunakan untuk

mendekati problem dan mencari

jawaban” (Mulyana, 2008: 145).

Menurut Sugiyono (2007: 1), metode

penelitian kualitatif merupakan suatu

penelitian yang digunakan untuk

meneliti pada objek yang alamiah

dimana peneliti adalah sebagai

instrumen kunci, teknik pengumpulan

data dilakukan secara gabungan,

analisis data bersifat induktif, dan hasil

penelitian kualitatif lebih menekankan

makna daripada generalisasi.

Penelitian kualitatif bertujuan

mempertahankan bentuk dan isi

perilaku manusia dan menganalisis

kualitas-kualitasnya, alih-alih

mengubahnya menjadi entitas-entitas

kuantitatif (Mulyana, 2008: 150).

Metode yang digunakan peneliti dalam

penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode penelitian

deskriptif dengan analisis data

kualitatif. Disebut sebagai metode

deskriptif karena penelitian ini tidak

menggunakan hipotesis dan variabel

melainkan hanya menggambarkan dan

menganalisis kejadian yang ada tanpa

perlakuan khusus atas objek-objek

yang diteliti.

Mengenai tipe deskriptif, Jalaludin

Rakhmat dalam buku Metode

Penelitian Komunikasi menjelaskan

bahwa “Penelitian deskriptif hanyalah

memaparkan situasi atau peristiwa.

Penelitian ini tidak mencari atau

menjelaskan hubungan, tidak menguji

hipotesis atau membuat prediksi”.

(Rakhmat, 2002: 24)

Page 12: PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD …

Semiotika, Volume 10, Nomor 1, JUNI 2016

12

Lebih lanjut Jalaludin Rakhmat

menjelaskan “Ciri lain metode

deskriptif ialah titik berat pada

observasi dan suasana alamiah

(naturalisasi setting). Peneliti

bertindak sebagai pengamat. Ia hanya

membuat kategori pelaku, mengamati

gejala, dan mencatatnya dalam buku

observasi”. (Rakhmat, 2002: 25)

Observasi yang peneliti lakukan yaitu

penelitian berdasarkan kondisi di

lapangan, peneliti tidak terlibat dalam

kegiatan tersebut hanya mengamati

gejala-gejala yang ada di lapangan

yang kemudian dilakukan analisis

untuk mendapatkan kesimpulan dari

penelitian yang dilakukan.

Teknik pengumpulan data dalam

penelitian kualitatif adalah dengan

melakukan observasi, wawancara

mendalam, dan studi dokumentasi.

1) Observasi

Observasi yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah pengamatan.

Pengamatan dilakukan dengan cara

nonparticipant observation, terhadap

objek yang diteliti yaitu yang berkaitan

dengan konstruksi makna simbol

sebagai identitas diri dalam komunitas

Brotherhood di Bandung.

2) Wawancara

Wawancara yang dilakukan penulis

dalam penelitian dimaksudkan untuk

mengetahui pandangan, kejadian,

kegiatan, pendapat, perasaan dari

narasumber (subject matter expert).

Wawancara yang dilakukan yaitu

untuk mengetahui mengenai

konstruksi makna simbol sebagai

identitas diri dalam komunitas

Brotherhood. Penggunaan teknik ini

sangat penting bagi penelitian

kualitatif, terutama untuk melengkapi

data dan upaya memperoleh data yang

akurat dan sumber data yang tepat.

3) Studi Dokumentasi

Menurut Burhan Bungin (2007: 121),

metode dokumenter adalah metode

yang digunakan untuk menelusuri data

historis. Dokumentasi dalam penelitian

ini diperlukan terutama untuk

memperkaya dari landasan-landasan

teoritis dan mempertajam analisis

penelitian yang berkaitan dengan

konstruksi makna simbol sebagai

identitas diri dalam komunitas

Brotherhood.

Informan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan teknik sampling

purposive, yakni memilih informan

sesuai dengan kebutuhan peneliti. Jadi,

peneliti mengambil tiga orang anggota

terlama dalam komunitas Brotherhood,

yaitu:

1. Dian Rahadian, 35 tahun,

Wiraswasta

2. Erwin, 40 tahun, Wiraswasta

3. Alam, 30 tahun, Wiraswasta

ANALISIS HASIL PENELITIAN

Komunitas Brotherhood melegenda di

dunia bikers Indonesia. Motor besar

nan antik serta penampilan yang

macho dari para bikers adalah ciri khas

utama dari komunitas bikers yang satu

ini. Mereka adalah bikers Brotherhood

yang merupakan komunitas motor

terbesar dan tertua yang ada di

Bandung. Bahkan nama bikers

Brotherhood juga sudah melegenda.

Ratusan anggota pencinta motor klasik

Page 13: PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD …

[PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS

“BROTHERHOOD”] Ditha Prasanti

Sri Seti Indriani

13

itu juga punya kegiatan rutin di setiap

pekan.

Beberapa titik home base mereka di

kota Bandung menjadi tempat

nongkrong bareng sambil bertukar

pengalaman dan memamerkan koleski

motornya. Motor klasik milik anggota

komunitas ini sangatlah beragam,

mulai dari motor bmw, England,

Norton, triumph, jawa, zundaap,

punch, hingga harley Davidson.

Namun tidak hanya berjenis klasik

motor sebagian motor dari para bikers

ini lain ada yang berjenis klasik

costum yaitu motor klasik yang sudah

dimodifikasi dengan gaya yang

modern. Jika dilihat dari kisaran harga

motor klasik tersebut terbilang sangat

tinggi dan bervariatif mulai dari

puluhan juta rupiah hingga ratusan juta

rupiah.

Kepemilikan motor klasik merupakan

simbol tersendiri bahwa mereka adalah

anggota Brotherhood dan memberikan

identifikasi pada individunya bahwa ia

adalah individu penyuka motor-motor

klasik yang hobinya ‘touring’.

Memiliki identifikasi tersebut, dengan

tanpa disadaripun individu harus terus

berkomitment akan identifikasi

tersebut, sehingga ia akan memakai

artibut berupa simbol-simbol lain yang

mendukung identitasnya tersebut.

Gambar 1

Gambar 2

Simbol-simbol yang digunakan

komunitas Brotherhood

Namun, untuk menjadi seorang

anggota bikers Brotherhood tidaklah

mudah. Selain tentunya harus memiliki

motor tua, mereka juga diharuskan

terlebih dahulu mengikuti tahapan -

tahapan awal yang ada dalam sistem

perekrutannya. Meskipun demikian di

dalam komunitas ini tidak pernah

mengenal adanya perbedaan dalam

bentuk apapun juga. Hal ini sesuai

dengan filosofi gambar kepala

tengkorak yang merupakan lambang

utama dari Brotherhood.

Page 14: PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD …

Semiotika, Volume 10, Nomor 1, JUNI 2016

14

Gambar Tengkorak Lambang

Brotherhood

Gambar 3

Selain digunakan oleh grup-grup

musik, lambang tengkorak pun

menjadi pilihan kreasi di kalangan

bikers, baik sebagai logo/lambang klub

ataupun kreasi disain lain. Sebagai

informasi, bukan cuma bikers dalam

negeri saja yang memakai

logo/lambang tengkorak, bikers di luar

negeri juga banyak memakai gambar

tengkorak sebagai logo klub.

Dipilihnya lambang tengkorak tersebut

umumnya dimaksudkan sebagai

lambang kebebasan, persaudaraan

yang kental, kejantanan klub yang

memangkeanggotaanya banyak

didominasi oleh kaum laki-laki.

Pengunaan lambang tengkorak

diidentikkan dengan gaya beraliran

keras (macho).

Ironisnya, dibalik penggunaan gambar

tengkorak di dunia bikers tersebut

masyarakat umum cenderung terpaku

dengan stereotype (mindset) “bikers

tukang bikin onar” atau dianggap

sebagai genk motor yang tindakannya

lebih banyak melakukan tindakan

kriminal atau anarkis. Memang ada

sebagaian klub/komunitas motor yang

memakai gambar dari tengkorak

melakukan tindakan-tindakan kriminal

terhadap masyarakat. Penggunaan

gambar tengkorak, apapun bentuk dan

disainnya,tidak harus diartikan dengan

negatif. Makna lain dari gambar

tengkorak masih banyak.

Stereotype negative mengenai geng

motor dalam masyarakat memang ada

penyebabnya. Ini karena budaya geng

motor di Amerika sebenarnya

merupakan komunitas yang memang

suka melanggar peraturan-peraturan

sistem dan melakukan banyak

kriminalitas. Di Amerika simbol-

simbol ‘geng motor’ memiliki makna

yang sangat berbeda dengan Indonesia.

Mereka memang secara terang-

terangan mengakui diri mereka sebagai

orang-orang yang ‘out law’, alias

mereka yang berada di luar hukum,

dan tidak mau mengikuti peraturan

yang ada di dalam sistem. Mereka juga

memiliki symbol-simbol tertentu yang

hanya dimengerti oleh sesama anggota

motor di Amerika, seperti mereka

menempelkan sebuah tanda huruf ‘M’

pada jaket kulitnya, yang memiliki arti

bahwa individu tersebut adalah

pengguna narkoba. ‘M’ itu sendiri

berasal dari kata mariyuana. Pada

dasarnya prinsip anak komunitas

motor Brotherhood di Indonesia

hampir sama, mereka ingin ‘bebas’,

khususnya dari sebuah ‘sistem’,

namun, mereka yang di Indonesia

tidak juga ingin berbuat keonaran, dan

tetap mematuhi peraturan yang ada

dalam masyarakat. Bahkan, mereka

ingin dikenal sebagai komunitas motor

yang ‘tertib hukum’ apalagi dalam lalu

lintas.

Page 15: PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD …

[PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS

“BROTHERHOOD”] Ditha Prasanti

Sri Seti Indriani

15

Artibut dan simbol lain yang

mendukung identitas kelompok

Brotherhood Indonesia ini juga dengan

pakaian mereka yang serba hitam,

jaket kulit, sepatu boots, dan tidak

jarang anggta Brotherhood memakai

aksessories tambahan seperti bando,

kalung metal, ataupun gelang-gelang

kulit.

Gambar 4 Anggota Brotherhood sedang melakukan

konvoi di jalanan

Komunitas motor tertua dan terbesar di

Bandung, juga memiliki agenda untuk

kegiatan sosial. Jadi, mereka tak hanya

bangga dengan motor koleksiannya,

namun ada nilai kekeluargaan yang

selalu merekatkan hubungan di antara

para anggotanya. Mereka senang

berkumpul bersama, tempat ‘hang out’

mereka memang banyak dan ada di

seputar daerah Bandung, tiap

‘tongkrongan’ ini disebut sebagai

‘check point’. Di setiap ‘check point’

ini mereka berkumpul, dan

membicarakan kegiatan-kegiatan yang

akan dilakukan atau hanya

membicarakan motor-motor atau hidup

mereka. Seperti yang ada pada gambar

berikut ini, seorang anggota

Brotherhood bernama Azwar sedang

berdiri di dekat gambar besar

yangmana bertuliskan “check point

Timur”, yang berarti adanya tempat

‘tongkrongan’ anggota Brotherhood di

daerah Bandung Timur.

Gambar 5

Check point Timur

Gambar 5 memperlihatkan suasan

acara ‘nongkrong’ bersama beberapa

anggota Brotherhood di daerah timur

Bandung. Seperti yang tampak pada

gambar tersebut terlihat bahwa satu

dengan yang lainnya memiliki

kesamaan dalam berpakaian, pakaian

mereka selain mengenakan kaos yang

ada simbol tengkorak yang

meenggunakan helmet dan bertuliskan

‘Brotherhood Indonesia’, pakaian

mereka didominasi oleh warna hitam.

Artibut lainnya yang memberi

identifikasi bahwa mereka dari

kalangan motor adalah jaket kulit

hitam dan rantai.

Page 16: PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD …

Semiotika, Volume 10, Nomor 1, JUNI 2016

16

Brotherhood sendiri memiliki arti

‘Persaudaraan’, alias ‘kakak/adik”,

sehingga hubungan antar sesama

anggota komunitas Brotherhood

selayak hubungan kakak adik. Apabila

dikaitkan dengan kelompok bikers,

maka Brotherhood memiliki arti

mereka yang memiliki visi misi tujian

dan hobby yang sama terkait akan

motor-motor klasik. Jumlah anggota

Brotherhood di Indonesia cukup besar

jumlahnya, tentu tidak semua saling

mengenal satu dengan yang lainnya,

tapi mereka akan mengenal seseorang

sebagai anggota Brotherhood melalui

simbol-simbol berupa artibut-artibut

yang mereka kenakan. Mereka

memiliki ‘kode etik’ tertentu apabila

mereka berpas-pas-an dijalan, mereka

harus saling melambaikan tangan atau

setidaknya membunyikan klakson. Itu

merupakan tradisi mereka, apabila

seseorang yang tidak melakukan hal

tersebut, maka akan dibilang sebagai

sosok yang ‘belagu’ dan kemungkinan

akan di ‘cari’.Karena ‘kode etik’

tersebut sudah disepakati di seluruh

komunitas Brotherhood se-Indonesia.

Peneliti melakukan berbagai

wawancara mendalam pada tiga

anggota ‘Brotherhood’ untuk

menyingkap pertanyaan penelitian

mengapa mereka ingin menjadi

anggota ‘Brotherhood’ dan bagaimana

mereka memaknai dan mengkonstruksi

simbol-simbol Brotherhood yang

kurang lebih menjadi identitas diri

mereka dan mempengaruhi gaya hidup

mereka. Wawancara pertama

dilakukan pada salah satu tempat

‘hang out’ anak Brotherhood yang

terletak di jalan Braga. Ia bernama

Dian berumur 35 tahun, Dian

menyatakan bahwa ia sudah tertarik

dengan motor tua sejak dia masih

duduk di bangku SMA, awalnya

diperkenalkan kakaknya Luki, yang

sudah terlebih dahulu menjadi anak

Brotherhood. Dian akhirnya mencoba

menjadi anak ‘Brotherhood’ sejak

tahun 1996, sehingga sudah 20 tahun

lamanya.Ketika diwawancara Dian

sedang memakai sepatu boots, dan

memakai kaos yang memiliki gambar

sebuah motor tua merek ‘Triumph’, di

luar kaos tersebut, Dian juga

mengenakan semacam kemeja flannel

(kemeja dengan bahan ‘wool’ dan

berkotak-kotak”, ketika ditanya

mengapa ia mengenakan simbol-

simbol berupa pakaian tersebut, Dian

menjawab bahwa pertama kalinya ia

mendatangi ‘base camp’ Brotherhood

ketika masih muda, ia melihat semua

anggota Brotherhood mengenakan hal

yang sama dan sangat identik dengan

kemeja flannel, celana jeans, dan

sepatu boots, wawancara kemudian

dilanjutkan sesuai dengan tujuan

penelitian. Dari wawancara yang

dilakukan, peneliti menguraikan

gambaran dibawah ini;

Dian mengawali ceritanya

mengenai keanggotaanya dengan

Brotherhood dengan mengisahkan

sedikit latar belakang komunitas

Brotherhood. Pada awal mulanya,

basis ‘kelompok Brotherhood’ erdiri

dari empat rayon, barat timur selatan

dan utara. Namun istilah rayon

kemudian dihilangkan karenadan

tergantikan dengan istilah ‘check

pointt’. Luna merupakan salah satu

‘check point’ yang terletak di daerah

Pagarsih Bandung. Luna menjadi

‘check point’ karena merupakan

sebuah bengkel motor tua yang

dimiliki oleh seorang ‘Brotherhood’

senior bernama Adang. Adang yang

Page 17: PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD …

[PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS

“BROTHERHOOD”] Ditha Prasanti

Sri Seti Indriani

17

ahli dalam mekanis motor tua ini

merupakan salah satu tokoh

‘Brotherhood’ yang disegani karena

keahliannya dalam membetulkan dan

menyediakan spare part motor-motor

klasik. Luna juga dilengkapi dengan

warung kopi, yang sekaligus membuat

para anggota Brotherhood nyaman dan

senang untuk ‘hang out’ disana.

Dian masuk menjadi seorang anak

‘brotherhood’ awalnya selain karena

terinspirasi oleh kakaknya, Dian juga

menyukai motor-motor tua yang

menurutnya sangat unik, beda dan anti

main stream. Dian mengakui bahwa

alasan utama Dian masuk menjadi

anggota Brotherhood adalah agar

supaya mendapatkan kemudahan

dalam mencari onderdil-onderdil

motor tua yang merupakan barang

langka pada masa itu (1996). Untuk

mendapatkan banyaknya informasi-

informasi mengenai spare part yang

berhubungan dengan motor tua, harus

bergaul dengan anggota Brotherhood.

Kegiatan yang biasa dilakukan

bersama adalah ‘touring’ yakni sebuah

kegiatan perjalanan dengan motor ke

daerah-daerah. Menurut pengakuan

Dian anggota botherhood sekarang

sudah lebih dari 600 orang, sehingga

bentuk ‘Brotherhood’ sendiri bukan

lagi sebagai suatu kelompok biasa

namun fungsinya berubah sebagai

sebuah organisasi. Pada masa sekarang

untuk menjadi salah satu anggota

‘Brotherhood’ harus melalui sebuah

prosedur tersendiri, hal ini berfungsi

agar yang masuk menjadi anggota

‘Brotherhood’ memang betul-betul

berdedikasi tinggi terhadap organisasi

tersebut dan juga terhadap motor-

motor tua. Pada tahap awal, mereka

yang ingin masuk menjadi anak

‘Brotherhood’ disebut sebut sebagai

‘prospek’. Prospek dicirikan oleh

pakaian mereka yang berbeda dengan

mereka yang sudah menjadi anggota

sesungguhnya. Sebagai calon anggota

atau prospect, tidak ada kewajiban

untuk harus mempunyai motor atau

tidak dalam tahap ini. Mereka

diharuskan loyal kepada organisasi

dengan segala aturannya. Salah satu

atribut yang disandang saat tahap ini

adalah jaket jins dengan tulisan

prospect di bagian pundak. Masa

tahapan ini bisa bervariasi tergantung

sikap calon anggota ini. Saat sudah

lulus, maka mereka akan menjadi

virgin member. Mereka dihimbau

sudah memiliki motor. Biasanya

mereka berada di tahap ini selama

sembilan bulan, ini disesuaikan dengan

masa kandungan. Mereka wajib

mengikuti setiap event yang akan/telah

diselenggarakan oleh Brotherhood.

Setelah lulus dari tahap ini, mereka

akan menjadi Life Member. Saat ini

mereka sudah benar-benar menjadi

anggota Brotherhood. Mereka harus

tetap menjaga loyalitas dan mematuhi

aturan yang ditentukan. Mereka yang

yang sudah melewati masa ini lebih

dari lima tahun mendapat atribut

simbolwing angel, 10 tahundengan

wing heaven dan 15 tahun

mendapatkan wing hell. Semua atribut

ini memang penting, namun ikatan

persaudaraan tetap yang paling utama

dalam klub motor ini.

Page 18: PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD …

Semiotika, Volume 10, Nomor 1, JUNI 2016

18

Keuntungan yang didapat ketika

menjadi anggota ‘Brotherhood’, Dian

mengakui selain pergaulan,

perlindungan dari ‘geng’ motor

lainnya, informasi onderdil motor dan

yang terpenting adalah identitas diri.

Dian mengakui bahwa simbol-simbol

yang mengkonstruksi identitas dirinya

dalam komunitas Brotherhood.

Pemakaian simbol-simbol berupa

artibut maupun lambang merupakan

sebuah fungsi dalam mengidentifikasi

dirinya. Dalam salah satu bagian

wawancara Dian mengatakan:

“Kalau anggota komunitas

Brotherhood sih pasti udah paham

sama simbol-simbol itu. Setiap

simbol yang ada punya maknanya,

dan itu tuh udah kayak identitas

diri kami sebagai anggota

komunitas Brotherhood. Trus, gue

khususnya ya, jadi punya rasa PD

yang lebih tinggi aja karena udah

jadi bagian dari Brotherhood.”

(Wawancara dengan Dian, 1/1/2016)

Sehingga, dari pernyataan Dian

tersebut, simbol-simbol tersebut yang

berupa artibut maupun cara berpakaian

mengkonstruksi identitas dirinya,

sehingga dia merasa menjadi sosok

yang percaya diri, macho, setia, dan

bebas. ‘macho’ dalam perpektif Dian

ini lebih pada karakter, karena dia

merasa bahwa dirinya memiliki

semacam ‘power’ kadang juga ia

menyalahgunakan. Menurut dari

pengakuannya, pada masa-masa ia

berumur 20 tahunan dan masih

menjadi anggota Brotherhood yang

aktif, ia beberapa kali masuk gratis

melalui ‘back stage’ sebuah konser

hanya dengan mengeluarkan simbol

tertentu yang mengidentifikasikan

bahwa dirinya adalah anak

Brotherhood. Suatu saat ada sebuah

konser dimana Dian berusaha kembali

masuk tanpa menggunakan tiket,

ketika ada penjaga yang

menghalanginya, ia langsung

berteriak, “Masa anak Brotherhood

gak boleh masuk?” dengan suara yang

tinggi, tanpa pikir panjang, penjaga

konser tersebut kemudian membiarkan

Dian masuk. Pengalaman tersebut

membuktikan bahwa makna simbol

dan identitas diri sebagai anggota

komunitas Brotherhood dibawa ke

dalam kehidupan bermasyarakat.

Wawancara berikutnya dilakukan pada

informan kedua bernama Erwin

berumur 40 tahun, Erwin yang telah

lebih lama menjadi anggota komunitas

Brotherhood sedikit berbeda dengan

Dian. Asal mula Erwin terjun ke

omunitas Brotherhood adalah pada

tahun 1994, ia sebelumnya tertarik

akan motor-motor tua, dan akhirnya

memiliki salah satu motor klasik

tersebut sehingga asal mula tujuannya

bergabung dengan komunitas

Brotherhood ini agar ia memiliki

teman-teman yang meiliki ketertarikan

yang sama. Berbeda dengan Dian,

Erwin yang menjadi anggota

komunitas Brotherhood pada tahun

1994 menuturkan bahwa pada tahun

itu identitas komunitas Brotherhood

diperlihatkan melalui sebuah rompi

jeans yang ada gambar simbol bikers.

Erwin mengakui pada saat itu senang

mengenakan simbol-simbol tersebut

agar diakui berasal dari kalangan

motor. Berbeda dengan Dian pada saat

ini 2016, Erwin sudah banyak

mengurangi kegiatannya dalam

komunitas Brotherhood dan sehari-

Page 19: PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD …

[PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS

“BROTHERHOOD”] Ditha Prasanti

Sri Seti Indriani

19

hari tidak pakai simbol-simbol tersebut

karena dianggap tidak praktis, namun

ia akan menggunakannya kalau ada

acara atau touring bersama.

Wawancara selanjutanya dilakukan

pada informan ketiga bernama Alam

yang berumur 30 tahun, ia mulai

masuk menjadi anggota komunitas

Brotherhood pada tahun 2006,

alasannya dia ikut bergabung adalah

untuk sekedar bersosialisasi dan

menambah informasi di dunia motor

tua. Alam tergolong baru menjadi

anggota komunitas Brotherhood

dibandingkan dengan kedua informan

sebelumnya. Ia menuturkan bahwa

awalnya ia diajak dan ditawarin

sebuah motor klasik, kemudian dia

menjadi tertarik untuk mencobanya.

Setelah kemudian ia membelinya, ia

merasa cocok dengan pergaulan dan

suasananya.

Menurut pengakuan Alam, sejak ia

membeli motor tua itu, ia pun

mengikuti cara berpakaian anak motor,

yang selalu identik dengan boots dan

jaket kulit. Ia mengakui dengan ini, ia

merasa seperti seorang pria sejati alias

‘macho’, dan merasa memiliki

kekuatan.

DISKUSI/ PEMBAHASAN

Identitas seseorang yang terkonstruksi

akan mempengaruhi gaya hidup mulai

dari cara berpakaian, pola pikir, dan

juga tujuan hidup. Seperti yang telah

dibahas diatas, berdasarkan hasil

wawancara dengan informan pertama,

Dian mengakui keanggotaannya dalam

komunitas Brotherhood selain

pergaulan, perlindungan dari ‘geng’

motor lainnya, informasi onderdil

motor juga yang terpenting adalah

sebagai identitas diri. Dian mengakui

bahwa identitas yang terbentuk dari

makna simbol berupa artibut-artibut

yang ada juga mempengaruhi gaya

hidup para anggota komunitasnya.

“Contohnya ya kayak gini nih,

dengan memakai simbol kayak

atributnya aja ya, gue jadi ngerasa

udah teridentitaskan sebagai

anggota Brotherhood. Jadi,

otomatis karena identitas itu, gue

juga jadi memiliki gaya hidup ya

ngikutin kayak temen-temen

Brotherhood lainnya.”

(Wawancara dengan Dian,

11/01/2016)

Berikut adalah pengakuan dari Dian

informan pertama mengenai tradisi

‘loyalitas’ dalam komunitas

Brotherhood: Dian yang berprofesi

sebagai kontraktor ketika mendapatkan

sebuah proyek senantiasa mengajak

teman-teman lainnya yang berasal dari

komunitas Brotherhood. Setiap kali

Dian memutuskan untuk berhenti dari

sebuah proyek, tentu teman-teman

sesama Brotherhood ikut hengkang

dari proyek tersebut, karena itu adalah

sikap loyalitas antar anggota

Brotherhood. Pada suatu saat Dian

memiliki sebuah masalah dengan salah

satu proyeknya sehingga memaksanya

untuk keluar dari proyek tersebut,

namun ketika dia keluar ada salah satu

temannya yang memutuskan untuk

tidak ikut keluar dan bertahan pada

proyek tersebut.Tindakan yang diluar

tradisi ‘loyalitas’ ini menjadi sebuah

pertanyaan besar dalam komunitas

Brotherhood sehingga orang tersebut

dipanggil dan ditanya. Menurut

Page 20: PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD …

Semiotika, Volume 10, Nomor 1, JUNI 2016

20

pengakuan Dian, terjadi perdebatan

keras yang berakhir pada sebuah

perkelahian antara mereka. Dian

sendiri tidak ikut campur dalam

perkelahian tersebut, namun

pengakuan lain dari Dian tersebut

membenarkan konsep proses

pelembagaan tersebut.

Pemakaian simbol-simbol berupa

artibut maupun lambang merupakan

sebuah fungsi dalam mengidentifikasi

dirinya, simbol-simbol tersebut

memaknai dirinya sebagai seorang

bikers sejati yang secara tidak

langsung menumbuhkan rasa percaya

dirinya. Selain itu, apabila

menggunakan pakaian tersebut bisa

juga berfungsi sebagai sesuatu untuk

melindungi diri, seperti jaket kulit

akan menghindarkan diri dari

penyakit-penyakit ketika sedang naik

motor. Gambar tengkorak memberikan

identitas pada dirinya bahwa ia adalah

anggota bikers Brotherhood bukan

anggota bikers lainnya. Lambang

tengkorak telah menjadi ‘true color’

anggota Brotherhood sejak lama.

Intinya, simbol-simbol tersebut

memberikan identitas pada dirinya.

Menurut pengakuan informan pertama

gaya hidup anak Brotherhood biasnya

tidak ingin masuk ke dalam sebuah

sistem. Karena menurut Dian sistem

itu membelenggu mereka akan aturan-

aturan, sedangkan mereka tidak ingin

terjebak dalam peraturan-peraturan

yang tidak membebaskan mereka.

Sebagian besar anggota Brotherhood

memiliki profesi pekerjaan yang

bersifat wiraswasta, memiliki usaha

sendiri, tidak memiliki ‘bos’ dan tidak

ada jabatan yang mengikat. Meskipun

mereka tidak masuk ke dalam sebuah

sistem yang ada, mereka tetap

memiliki tanggung jawab dalam

kehidupannya. Mereka membuat

sistem mereka sendiri yang terkesan

lebih ‘santai’ tanpa banyak aturan

yang mengikat. Selera musik anak

Brotherhood pada dasarnya memiliki

kesamaan, genre music mereka seputar

‘alternatif rock’ ‘punk rock’ dan

lainnya yang memiliki alunan rock.

Minum alkohol juga menjadi bagian

lifestyle dari anak motor, namun,

dalam pengakuan Dian informan

pertama, karena dia beraga islam dia

tidak ikut serta dalam gaya hidup

seperti itu. Dian dalam pekerjaannya,

dia berprofesi sebagai kontraktor

karena dia adalah lulusan arsitektur,

dan seperti gaya hidup anak

Brotherhood yang tidak ingin masuk

ke dalam sebuah sistem, Dian

memiliki usaha kontraktornya sendiri

yang mana ia bisa membuat sistemnya

sendiri. Meskipun Dian sudah

memiliki keluarga dan pekerjaan yang

cukup menyita waktu ia selalu

menyempatkan diri untuk pergi ke

Luna (salah satu check point

komunitas Brotherhood untuk bertemu

dengan teman-teman sesame

Brotherhood sambil membicarakan

motor-motor klasik, namun ia juga

mengakui sekarang ini ia sudah tidak

terlalu aktif dalam berbagai kegiatan

Brotherhood seperti ‘touring’ karena

tanggung jawabnya sebagai seorang

kepala keluarga yang sudah memiliki

anak dan istri.

Dari hasil pengamatan penulis, gaya

hidup informan pertama Dian, tidak

jauh seperti yang telah diakui oleh

Dian. Ia masih memakai boots, flannel,

dan kaos-kaos yang memiliki gambar

motor tua. Terkadang Dian masih

memakai jaket kulit atau rompi kulit

Page 21: PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD …

[PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS

“BROTHERHOOD”] Ditha Prasanti

Sri Seti Indriani

21

yang memiliki lambang tengkorak dan

tulisan Brotherhood. Kesehariannya

dia berada di rumah, bekerja sesuai

dengan kebutuhannya. Tidak mengenal

waktu dalam bekerja karena kembali

lagi dia bekerja tanpa sebuah sistem

yang mengikat. Musik yang

didengarkan berhubungan dengan

alternative rock dan punk rock. Dian

juga terlihat sangat macho dan percaya

diri jika masuk ke dalam lingkungan

masyarakat.

Dari hasil pengamatan penulis, gaya

hidup Erwin informan kedua tidak

jauh dari gaya hidup informan

pertama. Erwin juga merupakan

pekerja lepas yang tidak kerja pada

sebuah kantor. Ia juga bekerja dengan

Dian yang sama-sama menekuni

bidang kontraktor, ia masih sering

mengenakan kaos hitam yang memiliki

gambar-gambar motor dan kemeja

flannel dalam kesehariannya. Ia

terlihat sangat ‘manly’ dan apa adanya.

Ia pun mengakui bahwa terkadang dia

menyempatkan diri untuk pergi ke

Luna salah satu tempat ‘check point’

anggota Brotherhood.

Alam, informan ketiga mengakui

bahwa simbol-simbol Brotherhood

secara tidak langsung mengkonstruksi

identitas dan cara pola berpikirnya,

seperti dengan informan lainnya, ia

pun menyenangi sesuatu yang bersifat

‘bebas’ tidak terikat oleh sebuah

sistem. Dia juga tidak kerja di sebuah

kantor tapi membuka usaha sendiri

atau dengan kata lain berwiraswasta

menyewakan vila-vila, suatu pekerjaan

yang tidak terbelenggu oleh sistem.

Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan teori interaksi simbolik.

Teori interaksi simbolik ini relevan

dengan penelitian ini karena dapat

menyingkapi makna peran seseorang

dalam kehidupannya. George Herbert

Mead dipandang sebagai pembangun

paham interaksi simbolis ini. Ia

menekankan bahwa makna itu muncul

sebagai hasil interaksi di antara

manusia baik secara verbal maupun

nonverbal, Mead yang

mengembangkan teori ini tahun 1930-

an. Adapun premis-premis yang

menjadi dasar interaksionisme

simbolik:

1. Individu merespon lingkungan,

termasuk objek fisik (benda) dan

objek sosial (perilaku manusia)

berdasarkan makna yang dikandung

komponen-komponen lingkungan

tersebut bagi mereka. Hal ini

terbukti dengan adanya pernyataan

dari informan yang mengatakan

bahwa setiap anggota komunitas

Brotherhood merespon simbol-

simbol yang digunakan dalam

perilaku komunikasinya, yang

menandakan makna dari simbol

tersebut.

2. Makna adalah produk interaksi

sosial, karena itu makna tidak

melekat pada objek, melainkan

dinegosiasikan melalui penggunaan

bahasa. Dalam hal ini, peneliti juga

melihat adanya makna yang tidak

melekat pada objek. Misalnya,

penggunaan simbol tengkorak yang

telah disepakati, maknanya tidak

melekat pada objek, tetapi

dinegosiasikan melalui penggunaan

bahasa. Simbol-simbol yang

digunakan oleh kelompok

Page 22: PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD …

Semiotika, Volume 10, Nomor 1, JUNI 2016

22

Brotherhood, semuanya bernuansa

‘macho’ dan ‘gagah’ mulai dari

lambang tengkorak, warna pakaian

hitam, sepatu boots, dan juga jaket

kulit.

3. Makna yang diintepretasikan

individu dapat berubah dari waktu

ke waktu sejalan dengan perubahan

situasi yang ditemukan dalam

interaksi sosial. Peneliti juga

memandang asumsi ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan,

bahwa pemaknaan dari setiap

simbol yang ada dalam komunitas

Brotherhood pun diintepretasikan

anggotanya bisa berubah sesuai

perubahan situasi dalam interaksi

sosial yang mereka lakukan dalam

proses komunikasinya.

Adapun prinsip-prinsip yang diringkas

oleh George Ritzer mengenai teori

interaksi simbolik:

1. Manusia, tidak seperti hewan lebih

rendah, diberkahi kemampuan

berpikir.

2. Kemampuan berpikir itu dibentuk

oleh interaksi sosial.

3. Dalam interaksi sosial orang belajar

makna dan simbol yang

memungkinkan mereka menerapkan

kemampuan khas mereka sebagai

manusia, yakni berpikir.

4. Makna dan simbol memungkinkan

orang melanjutkan tindakan (action)

dan interaksi yang khas manusia.

5. Orang mampu memodifikasi atau

mengubah makna dan simbol yang

mereka gunakan dalam tindakan

dan interaksi berdasarkan

interpretasi mereka atas situasi.

6. Orang mampu melakukan

modifikasi dan perubahan ini

karena, antara lain, kemampuan

mereka berinteraksi dengan diri

sendiri, yang memungkinkan

mereka memeriksa tahapan-tahapan

tindakan menilai keuntungan dan

kerugian relative, dan kemudian

memilih salah satunya.

7. Pola-pola tindakan dan interaksi

yang jalin menjalin ini membentuk

kelompok dan masyarakat.

Teori interaksi simbolik ini relevan

dengan penelitian peneliti, di mana

dalam interaksi sosial orang belajar

makna dan simbol yang

memungkinkan mereka menerapkan

kemampuan khas mereka sebagai

makna, yakni berpikir.

Dalam penelitian ini, hal ini terlihat

dalam interaksi sosial anggota

Brotherhood dalam menjalin

kemampuan khasnya, peneliti melihat

dalam kekuatan integritas yang

dirasakan oleh anggota komunitas

Brotherhood.

Realitas sosial merupakan konstruksi

sosial yang diciptakan oleh individu

(Sukidin, 2002: 67), sehingga individu

sendirilah yang menentukan dunia

sosianya yang dikonstruksi

berdasarkan kehendaknya. Berger

sebagaimana dibahas oleh Sukidin

(2002), mengatakan bahwa manusia

sebagai pencipta kenyataan sosial yang

objektif melalui proses eksternalisasi,

sebagaimana kenyataan objektif

mempengaruhi kembali manusia

melalui proses internalisasi. Melalui

proses konsep berpikir dialektis ,

Berger memandang masyarakat

sebagai produk manusia dan manusia

sebagai produk masyarakat., sehingga

menjelajahi dimensi kenyataan dari

objektivasi, internalisasi, dan

eksternalisasi.

Page 23: PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD …

[PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS

“BROTHERHOOD”] Ditha Prasanti

Sri Seti Indriani

23

Konsep tersebut diatas relevan dengan

peneitian ini dimana simbol-simbol

berupa artibut maupun pakaian yang

digunakan oleh anggota komunitas

Brotherhood ini, pada awalnya

dikonstruksi atau diciptakan oleh

mereka, lalu kemudian melalui proses

eksternalisai, anggota komunitas

menyesuaikan dirinya dengan simbol

tersebut sebagai produk dari mereka

sendiri, kemudian melalui proses

objektivasi mereka mengalami proses

interaksi sosial dalam dunia

intersubjektif dan mengalami proses

institusionalisasi (dilembagakan)

dimana simbol tersebut menjadi

semacam aturan bagi mereka.

Kemudian, melalui proses internalisasi

mereka mengidentifikasikan diri

mereka dengan simbol-simbol

tersebut.

Proses pelembagaan atau proses

institusionalaisasi dibangun di atas

pembiasaan, dimana adanya suatu

tindakan yang diulang-ulang sehingga

menjadi sebuah pola dan menjadi

sebuah tindakan yang dipahaminya.

Ketika pola pembiasaan tersebut terus

terjadi, maka terjadilah pengendapan

dan tradisi.Apabila, seorang individu

yang sudah masuk dalam suatu sistem

kelembagaan dan melaukuan sesuatu

yang tidak biasa dilakukan dianggap

telah melakukan kesalahan sehingga

patut untuk dihukum. Anggota

Brotherhood melakukan pembiasaan

pembiasaan, mulai dai cara mereka

berpakaian, dan gaya hidup. Loyalitas

antar sesama anggota Brotherhood

juga merupakan sesuatu yang bersifat

tradisi.

PENUTUP

Berdasarkan pemaparan penelitian

diatas, dapat disimpulkan bahwa

simbol-simbol urut memberikan

makna identitas terhadap siapapun

yang menggunakannya. Dalam hal ini

simbol-simbol yang digunakan oleh

kelompok Brotherhood, semuanya

bernuansa ‘macho’ dan ‘gagah’ mulai

dari lambang tengkorak, warna

pakaian hitam, sepatu boots, dan juga

jaket kulit. Dengan simbol yang

dimaknainya sebagai sebuah identitas

diri, seorang anggota Brotherhood

harus terus memegang komitmen ini

sesuai dengan identitas simbol yang

melekat pada dirinya, ia harus terlihat

macho, berperilaku macho dan

memiliki tenaga yang kuat. Selain itu,

karena kata Brotherhood itu artinya

‘persaudaraan’, maka loyalitas menjadi

suatu elemen dan prinsip penting

dalam komunitas Brotherhood.

Mereka harus saling membantu satu

dengan lainnya dan mengikuti tradisi-

tradisi yang telah dikembangkan oleh

komunitas tersebut.

Adapun saran yang ingin peneliti

berikan dalam penelitian ini adalah:

Berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan, peneliti berpendapat

sebaiknya setiap anggota yang berada

dalam sebuah komunitas, tentunya

dapat menyaring makna simbol yang

ada, karena simbol itu akan menjadi

identitas dirinya, di mana individu

tersebut tinggal dalam kehidupan

bermasyarakat. Sterotype geng motor

yang bernuansa negative dimata

masyarakat sebaiknya ditanggulangi

oleh komunitas anak motor, karena

tidak benar. Komunitas motor

Page 24: PEMAKNAAN SIMBOL DALAM KOMUNITAS BROTHERHOOD …

Semiotika, Volume 10, Nomor 1, JUNI 2016

24

hendaknya melakukan kegiatan-

kegiatan yang lebih banyak yang

berkaitan dengan kemanusiaan karena

komunitas Brotherhood khususnya

bukan hanya sebuah komunitas namun

sudah menjadi sebuah organisasi

besar.

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian

Kualitatif. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group

Hamad. 2005. Perkembangan Analisis

Wacana Dalam Ilmu Komunikasi,

Sebuah Telaah Ringkas. Jakarta:

Universitas Indonesia. Online.

(diakses dari

cm.um.edu.my/umweb, pada 14

Mei pukul 10:02 WIB

Kusuma, Bayu Adi. 2007. Informasi,

Pesan, dan Makna. Online.

(diakses dari pkp.brawijaya.ac.id,

pada 13 Mei pukul 13:10 WIB

Luzar, Laura Christina. 2015. Teori

Konstruksi Realitas Sosial. Online

(diakses dari dkv.binus.ac.id,

pada 18 Mei pukul 12:15 WIB

Ogden, C.K. dan I.A. Richards. 1946.

The meaning of meaning. New York:

Harcourt, Brace & World, Inc.

Prasanti, Ditha. 2016. Konstruksi

Makna Simbol dalam Komunitas

Tanah Aksara.

Rakhmat, Jalaludin. 2009. Metode

Penelitian Komunikasi. Bandung :

PT Remaja Rosdakarya.

Sukidin, B. (2002). Metode penelitian

Kualitatif Perspektif Mikro.

Surabaya: Insan Cendekia

Surabaya.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian

Kuantitatif, Kuantitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

West, Richard. Lynn H.Turner. 2007.

“Pengantar Teori Komunikasi”.

Jakarta: Salemba Humanika.

Mulyana, Deddy. 2010. Komunikasi

Lintas Budaya. Bandung: Remaja

Rosda Karya.

Mulyana, Deddy. 2008. Metodologi

Penelitian Komunikasi. Bandung:

Remaja Rosda Karya.