tokoh profesor dalam naskah ‘pelajaran’ karya eugene ionesco sutradara jihan kusuma wardhani...
DESCRIPTION
Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : JIHAN KUSUMAWARDHANI, AUTAR ABDILLAH, http://ejournal.unesa.ac.idTRANSCRIPT
TOKOH PROFESORDALAM NASKAH ‘PELAJARAN’ KARYA EUGENE IONESCO
SUTRADARA JIHAN KUSUMA WARDHANI(Kajiaan Simbol Dan Pemaknaan)
Nama : Jihan Kusuma Wardhani/092134229Nama Pembimbing : Autar Abdillah, Sn., M.Si.
Abstrak
Naskah pelajaran adalah sebuah gambaran kecil tentang peristiwa yang sering terjadi di dalam kehidupan, baik itu secara sosial maupun strata social. Hal ini disimbolkan dengan perdebatan antara tokoh Profesor dan Murid dalam percakapan mereka tentang ilmu pengetahuan, dimana tokoh Profesor tidak mau menerima kebenaran dari muridnya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaanya. Sehingga Profesor sengaja menguji Muridnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang rumit untuk dijawab. Bila dalam kehidupan realitas dapat dilihat bahwa orang yang merasa tua atau senior sangat tidak mau disaingi maupun dibantah oleh generasi selanjutnya. Dialog antar tokoh juga sengaja dirancang dengan menggunakan logika bahasa, sehingga dengan secara tidak disadari oleh penonton bahwa “bahasa” di dalam naskah pelajaran gagal sebagai alat komunikasi. Hal ini dapat disaksikan ketika tokoh Profesor membunuh Muridnya sampai korban yang ke empat puluh, kemudian muncul lagi Murid yang ke empat puluh satu sebagai simbol bahwa kejadian ini akan terus berlangusung entah sampai kapan sebagai bentuk absurdnya naskah ini. Tokoh Profesor dalam naskah ini akhirnya menjadi sosok yang misterius untuk dikaji, karena dalam naskah ini tentu saja dapat dilihat bahwa tokoh Profesor adalah sebuah simbol ilmu pengetahuan, baik itu ketika berbicara tentang ilmu pengetahuan yang tidak konsisten dengan sikap kejahatan yang dilakukannya. Akhirnya akan timbul berbagai macam pertanyaan, siapakah sebenarnya tokoh Profesor? Apakah benar tokoh Profesor adalah simbol dari manusia itu sendiri dalam kehidupan. Karena begitu banyak manusia yang berbicara tidak seperti sikap dan tingkah laku dari kata-katanya.
Teknik penyutradaraan yang penulis pakai mengacu kepada teknik penyutradaraan W.S Rendra dan Suyatna Anirun, diantaranya meliputi Pra Produksi meliputi menentukan naskah, menentukan partner ujian, penyatuan pemikiran, menentukan tim, dan menyusun targetan. Produksi meliputi tahapan mencari-cari, tahapan memberi isi, tahapan pengembangan, tahapan pemantapan, dan latihan umum. Pementasan, secara keseluruhan berdurasi 1 jam 45 menit. Sutradara adalah pusat dari segala aspek yang dibutuhkan pada suatu tim produksi. Keberhasilan suatu proses produksi dan pementasan ditentukan juga oleh kesiapan seorang sutradara untuk memimpin timnya, dimulai dari divisi terkecil hingga yang terbesar. Oleh sebab itu dibututuhkan teknik-teknik yang sesuai untuk menjadi pijakan seorang sutradara dalam menjalankan proses yang baik.
Teknik penyutradaraan Suyatna Anirun dan W.S Rendra ini telah menuntun Sutradara menemukan banyak metode yang kemudian dieksplorasikan kepada para aktornya. Metode-metode tersebut ditekankan kepada pelatihan keterampilan aktor dalam memperkaya kekuatan dirinya untuk bermain secara tangkas di panggung, meliputi levelitas, kecepatan tangan, gerakan karikatural, pengubahan suara, akrobatik, dan improvisasi permainan. Terbukti pelatihan improvisasi yang paling utama, telah mengantarkan aktor untuk tetap bermain secara control ketika terjadi kejanggalan pentas akibat kesalahan teknis.
Kata kunci: Profesor (Ilmu Pengetahuan), Bahasa, Strata Sosial, Manusia dan pembunuhan.
1
1. PENDAHULUAN/LATAR BELAKANG
Sutradara perempuan saat ini, kehilangan eksistensinya dalam proses penggarapan
pementasan teater di Indonesia, bahkan hanya ada beberapa orang saja tokoh teater
perempuan yang bisa di ingat namanya, misalnya Prof. Yudi Ariyani, Ratna Sarumpaet dan
sebagainya. Selain daripada itu Penulis belum bisa melihat nama-nama lain yang muncul.
Begitu juga dengan daerah Surabaya yang sangat minim jumlah creator teater perempuannya.
Penulis melihat bahwa adanya mis-komunikasi dalam proses berkesenian teater tersebut
disebabkan oleh pembelajaran teater di Indonesia yang kurang memotivasi creator teater
perempuan untuk muncul menjadi tokoh teater berikutnya.
Pengamatan yang diiringi rasa keprihatinan singkat di atas, membuat penulis
mencoba menawarkan suatu konsep untuk menciptakan gagasan pementasan teater sebagai
salah satu bentuk apresiasi dan partisipasi untuk meramaikan jagad teater yang ada di
Indonesia. Adapun naskah yang penulis ambil sebagai bahan untuk mengujikan hasil
pembelajaran yang penulis tempuh selama proses perkuliahan adalah naskah Pelajaran karya
Eugene Ionesco yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh W.S. Rendra.
Naskah yang dikategorikan absurd oleh Martin Esslin ini menarik dan unik, selain
itu masih sangat kontekstual dengan zaman yang sedang berkembang saat ini. Misalnya
Absurditas bahasa dan ilmu pengetahuan, yang merupakan pokok permasalahan dari naskah
ini yaitu Ionesco siap untuk mengucapkan kata-kata yang tak bermakna dan bahwa
komunikasi antar manusia adalah suatu hal yang mustahil (Esslin, 2008; 87). Sadar maupun
tidak manusia sering mengalami keabsurditasan tersebut dalam kehidupannya. Bahasa
merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan suatu maksud tertentu. Setiap orang
bercengkerama menggunakan bahasa dan menjejalkan kata-kata untuk menyampaikan
maksud dan keinginannya. Tidak jarang terjadi mis-komunikasi dan bahkan hal-hal yang
tidak diinginkanpun kerapkali terjadi, hal ini dapat dilihat pada tokoh Professor dan Murid.
2
Penulis juga melihat masih banyak tragedi yang berlangsung dimuka bumi ini yang
disebabkan oleh naluri manusia, sehingga tidak jarang terjadinya pembunuhan antar sesama
manusia, penulis menyimbolkan adegan dalam pembunuhan Profesor terhadap murid.
Bahkan Ionesco mengungkapkan melalui dialog tokoh Profesor dalam naskah ‘Pelajaran’
yaitu “Salah satu keisengan kodrat manusia ialah naluri. Sederhana sekali bukan, satu kata
yang mempermainkan kita disini”. Dialog tersebut jika dianalisis banyak sekali maknanya.
Beberapa contoh naluri manusia ialah perang, pembunuhan, perampokan dan tindakan-
tindakan kejam lainnya, yang merupakan bagian dari naluri manusia dan semua itu tidak
terlepas atau disebabkan oleh ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam hal ini tentu saja
tidak pada arti sempit.
Contoh yang paling sederhana, sebelumnya manusia tidak begitu berani melakukan
tindakan pembunuhan dan penganiayaan, akan tetapi karena adanya pengaruh televisi yang
begitu sering menyiarkan acara-acara kekejaman baik itu berupa film maupun berita kriminal,
para penonton menjadi tahu bagaimana cara membunuh dan melampiaskan naluri dendamnya
terhadap orang yang dibencinya. Artinya dalam hal ini Televisi yang merupakan buah ilmu
pengetahuan menjadi salah satu media yang ikut menyebarluaskan metode-metode kejahatan
yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Dunia saat ini tengah mengalami perang politik dari
para intelektual, seperti perang nuklir yang terjadi di beberapa Negara. Konflik sering terjadi
seperti Negara Palestina dan Israel, Amerika dan Irak, semua itu dapat dilihat bahwa politik
yang berakar dari ilmu pengetahuan bisa menyebabkan peperangan. Seperti yang di
ungkapkan Ionesco dalam dialog tokoh pembantu ialah “Ilmu pengetahuan dapat menjurus
pada binatang buas”. Semua kejadian di dunia ini pada akhirnya tidak terlepas pada naluri
manusia demi memenuhi kepentingan-kepentingannya, adapun tokoh yang mewakili naluri
tersebut ialah Profesor sebagai pemeran utama dalam pementasan Pelajaran. Hal inilah salah
satu yang menyebabkan penulis merasa tertarik untuk kembali mementaskan naskah ini ke
3
publik agar perenungan dan kesadaran manusia dapat ditanamkan kembali. Khususnya untuk
penulis sendiri, akhirnya menyadari bahwa ilmu pengetahuan bukan untuk membunuh
melainkan untuk mengarahkan manusia ke jalan yang lebih baik tanpa harus merugikan orang
lain.
2. KONSEP KAJIAN
a. Fokus Tokoh
Proses awal penulis lakukan dengan mengumpulkan calon-calon aktor untuk
dicasting. Untuk tokoh Profesor penulis tidak melakukan seleksi, karena sudah memilih
aktor yang benar-benar siap untuk memerankan tokoh Profesor. Sehingga casting lebih
penulis fokuskan kepada tokoh-tokoh yang lain. Adapun calon-calon tokoh Murid dan
pembantu pada saat itu ialah; Marisa, Serly, Tata, Lilik, Eyip. Dan hasilnya penulis
mendapatkan tokoh murid yang diperankan lilik, tokoh pembantu diperankan Marisa,
tokoh murid 41 diperankan Tata, Sherli dan Eyip memerankan tokoh korban ilmu
pengetahuan
b. Sumber Analisis
Pada proses pendekatan tokoh absurd, penulis mengeksplorasi dari kehidupan
sehari-hari yang penulis alami. Menurut penulis, hidup itu sudah absurd, dan manusia itu
sendiri juga bagian dari absurditas itu sendiri. Setiap kejadian selalu kembali pada awal
yang sama, misalnya setiap pagi penulis bangun dan beraktifitas dan malam hari datang,
kemudian tidur dan pagipun kembali datang, setiap hari penulis selalu mengabdikan diri
pada rutinitas yang sama. Sementara semua itu akan kembali pada ketiadaan, dan apabila
difikir secara rasional maka hal itu sangat tidak bisa di logikakan, namun rutinitas
kehidupan yang penulis jalani tersebut sangatlah logis dan bisa dilakukan. Hal ini adalah
bagi penulis sesuatu yang absurd. Sehingga menurut Albert Camus manusia absurd adalah
4
manusia yang bertahan dan melawan setiap rintangan dalam hidupnya, sehingga dalam
kebertahanannya menjalani hidup tersebut meningkatkan eksistensinya dalam kehidupan,
penggambaran analogi ini dapat dilihat dalam kisah Sysifus. Hal inipulalah yang terjadi
pada tokoh Profesor sampai Murid ke emapt puluh satu.
3. TIPE / JENIS KARYA
3.1 Pemikiran dan teori Eugene Ionesco (Teater dan Anti Teater)
Teater Eugene Ionesco dikenal sebagai teater dan anti teater, karena dalam gaya
penulisan naskahnya banyak terdapat plot-plot cerita yang sirkuler, selain itu Ionesco
dianggap sebagai teater yang menolak bentuk literer atau konvensional. Karena:
“Ionesco dianggap siap mengucapkan kata-kata tak bermakna dan berfikir bahwa komunikasi antar manusia adalah suatu yang mustahil sehingga Ionesco memasukkan unsur-unsur teater kedalam naskah, misalnya, suasana, gerak, bunyi, serta simbolisasi kata-kata yang bertolak dari sesuatu yang abstrak. Bentuk drama semacam ini disebut sebagai Teater dan Anti Teater atau anti plot (Jacquart, 1974). Karya Eunesco semacam itu sering dianggap merusak konvensi yang dianggap mapan atau konvensional. (Yudiariani, 1999:270)
Penulis juga mengutip penjabaran lain tentang Teater dan Anti Teater, diantaranya
terdapat pada kutipan dibawah ini:
“Disini hadir seorang pendukung anti-teater yang memproklamirkan diri: secara eksplisit anti realis yang secara implikasinya berarti anti realitas juga. Hal itu dianggap sebagai usaha tandingan umum sebagai pintu gerbang menuju teater masa depan, dunia baru yang suram dimana keyakinan humanis pada logika maupun keyakinan pada manusia akan sirna untuk selamanya. “ Ionesco bergeser menjauh dari realisme, dengan tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa yang memiliki asal-usul yang dapat dilacak dalam kehidupan.” (Martin esslin, 2008:87)
4. METODE PENGKAJIAN
a. Rangsang Awal
Proses awal bagi seorang seorang sutradara adalah pijakan untuk merencanakan
segalanya. Memilih naskah adalah salah satu yang harus dilakukan seorang creator dalam
5
menciptakan karya yang akan dipentaskannya. Adapun naskah ‘Pelajaran’ adalah keputusan
terakhir penulis sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. meskipun
sebelumnya penulis juga sempat berfikir bahwa naskah ini sangat berat untuk di garap,
akhirnya penulis putuskan bahwa naskah pelajaran adalah naskah yang akan penulis
pentaskan sebagai Tugas Akhir. Kemudian penulis menciptakan kerangka berfikir untuk
mementaskan dan menganalisis tokoh Profesor tersebut.
5. TABEL (KERANGKA) BERPIKIR PENYUTRADARAAN JIHAN KUSUMA
WARDHANI
Pra produksi
1. Menentukan naskah2. Menentukan partner ujian3. Penyatuan pemikiran4. Menentukan tim5. Menyusun targetan
Produksi 1. Tahapan mencari-cari(Anirun)
2. Tahapan memberi isi(Anirun)
3. Tahap pengembangan(Anirun)
4. Tahap pemantapan(Rendra)
- Latihan fisik dan keterampilan- Latihan membaca- Kasting atau pemilihan
pemeran
- Penampilan fisik - Penampilan emosi dan
intelektual- Dialog dan kata-kata- Gerakan tubuh- Ruang tempat pertunjukan
- Tempo, atmosfer dan gerak
- Kejelasan ucapan- Membina klimaks- Timing
- Tempo permainan- Proyeksi
- Latihan menyesuaikanTeknis panggung
- Runtrough dan imrovisasi
6
5. Latihan umum(Anirun&Rendra)
6. Tahap pementasan(Rendra)
7. Evaluasi(Rendra)
dengan rangka cerita
- Mempercayakan semuanya pada tim yang mendukung kelangsungan pertunjukan
- Belajar dari setiap kesalahan dan kekurangan yang ada.
Teknik penyutradaraan Suyatna Anirun dan W.S Rendra
8. KONSEP PENCIPTAAN
a. Penentuan Judul dan Sinopsis
Penulis akhirnya menyimpulkan bahwa judul dari sebuah garapan sangatlah penting
sebagai gimick sebelum pertunjukan atau karya-karya yang punya judul hadir ditengah-
tengah masyarakat sebagai alat pemancing rasa penasaran penonton. Faktor pendukung dari
sebuah karya selain judul yang unik juga tentu saja judul karya yang kontekstual, yang akrab
bagi penonton akan tetapi tidak berlebihan dan terlalu verbal.
Verbal dalam hal ini ialah seperti judul-judul sinetron yang bakal sudah tertebak dari
isi ceritanya misalnya ‘Putri Yang Tertukar’. Penonton telah mengetahui bahwa akan terjadi
pertukaran seorang putri dalam cerita tersebut sehingga penonton tidak merasakan penasaran
lagi akan kelanjutan cerita tersebut. Akan tetapi sangat berbeda dengan judul seperti misal
karya sastra drama Samuel Becket seperti: Waiting For Godot, End Game, kemudian karya
7
Eugene Ionesco The Chairs (kursi-kursi), Badak-badak dan lain-lain. Oleh sebab itu
hendaklah judul yang ingin disajikan seorang kreator yang bermakna paradoks dan tidak
tertebak cerita yang akan dilangsungkan nanti.
Dalam penulisan sinopsis juga hendaknya spiritnya tetap sama dengan penulisan
judul, misalnya masih tetap memberikan rasa penasaran terhadap cerita yang akan di
pertontonkan. Sehingga penentuan akhirnya penulis tetap menggunakan judul terjemahan dan
mengambil kata-kata Profesor sebagai synopsis.
b. Teknik
Teknik adalah cara untuk mempermudah seseorang dalam menyelesaikan
persoalan-persoalannya. Penulis mengakui bahwa sedikit banyaknya teknik
penyutradaraan yang penulis pakai berdasarkan dari berbagai macam pengalaman, baik
itu dari hasil membaca buku, mendengar dan melihat. Diantara teknik-teknik
penyutradaraan yang ada, penulis memakai teknik penyutradaaraan W.S Rendra dan
kemudian penulis kembangkan. Adapun temuan teknik yang penulis lakukan ialah
sebagai berikut:
Teknik penyutradaraan WS. Rendra tentu saja tidak terlepas dari pengalamannya
baik itu prosesnya selama berkesenian di Indonesia maupun di luar negeri. Adapun cara
yang digunakan WS. Rendra tersebut menjadi salah satu cikal bakal berdirinya Bengkel
Teater di Yogyakarta.
“Langkah yang harus di tempuh WS. Rendra tersebut diantaranya ialah; menyiapkan calon aktor sebaik-baiknya, sehingga karena rendra sendiri menyadari bahwa kekuatan sebuah pementasan drama dibebankan sepenuhnya pada aktor dan aktris dengan segala fasilitas yang dimilikinya yakni tubuh dan anggota badannya. Dari titik inilah berdiri bengkel Teater yang dipimpin oleh WS Rendra.(Bakdi Soemanto 2002:227)”
Pendekatan Teknik Proses Harmonis Terhadap Seluruh Tim
Pendukung Pentas Pelajaran :
8
- Teknik kekeluargaan yaitu mengumpulkan semua tim yang terlibat untuk meminta
pertolongannya pada saat mendekati pementasan nanti.
- Teknik keterbukaan, artinya sutradara tidak menjadi jendral dalam proses, tetap
mengutamakan musyawarah dan mufakat pada saat proses latihan.
- Teknik analisis yaitu: penulis merangsang para aktor terlebih dahulu untuk dapat
menentukan setiap perbedaan antara yang logis dan tidak logis dari naskah
pelajaran.
- Teknik eksplorasi yaitu penulis sebagai sutradara memberikan kebebasan terlebih
dahulu kepada aktor/aktris untuk mencari bentuk-bentuk pada saat latihan.
c. Pendekatan teknik penataan tokoh Profesor:
Sutradara sengaja memberikan referensi untuk para aktor/aktris buku Jagat
Teater karangan Bakdi Soemanto untuk dibaca dan dipahami khususnya tokoh Profesor,
kemudian penulis mengadakan diskusi terlebih dahulu untuk selanjutnya masuk pada
tahap eksplorasi. Sementara gaya penyutradaraan yang penulis gunakan ialah lebih
kepada komunikatif atau lebih fleksibel untuk mengkomunikasikan sesuatu, akan tetapi
target dan rencana yang telah ditentukan harus tersampaikan sebagaimana semestinya.
9. PROSES PENCIPTAAN AKTOR DAN TOKOH PROFESOR
a. Eksplorasi dan Kerja Studio
Salah satu cara untuk mendapatkan hasil pementasan yang maksimal, dibutuhkan
tahapan eksplorasi dan kerja studio yang tekun, baik itu pada wilayah kerja aktor, maupun
kerja sutradara, agar dapat menentukan bentuk yang sesuai dengan konsep dan keinginan
sutradara. Untuk itu, sutradara harus memikirkan segala kemungkinan yang bisa dilakukan.
Ekplorasi ini diupayakan untuk menemukan hal-hal yang bisa digunakan pada saat
pertunjukan, dalam proses eksplorasi tersebut, kerja aktor menjadi suatu prioritas utama.
9
Adapun latihan-latihan dasar pemeranan yang di eksplorasi adalah mengolah tubuh, suara dan
rasa, yaitu sebagai berikut:
b. Pemantapan aktor untuk tokoh Profesor
1. Olah Tubuh
Tubuh adalah dasar yang sangat penting unutuk menjadi kebutuhan seorang aktor,
karena aktor yang baik tentu saja harus memiliki tubuh yang baik, yaitu di dukung dengan
kesehatan fisik dan non fisik (jasmani dan rohani) sehingga ketika memainkan acting yang
diinginkan sutradara, seorang aktor bisa mengaplikasikannya dengan maksimal, karena di
dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang kuat. Latihan tubuh masih termasuk pada latihan
tahap mencari-cari karena merupakan pondasi dasar dari bangunan lakon yang sedang
diproses (Suyatna Anirun, 2002:115).
Adapun latihan dalam pengolahan tubuh seorang aktor yang di latih yaitu ketahanan,
kelenturan dan keterampilan. Hasil dari eksplorasi tersebut akan dilanjutkan dengan
menciptakan bentuk dan kemudian dari bermacam bentuk akan dipilih sesuai dengan
kebutuhan konsep pementasan sutradara. Latihan dasar yang dilakukan ialah sebagai berikut:
2. Latihan Ketahanan Fisik dan Stamina Pemeran
Berperan di atas panggung selama dua jam tentu saja membutuhkan stamina yang
kuat, untuk itu melatih ketahanan tubuh aktor ini menjadi sangat penting. Adapun
ketahanan tubuh yang dilatih diprioritaskan pada ketahanan kaki sebagai pondasi aktor
untuk berdiri diatas panggung dan tangan yang di beberapa adegan akan di gunakan
sebagai pertahanan, baik itu untuk kebutuhan akrobatik di atas panggung maupun berlari
dan berjalan sesuai karakter tokoh. Sesuai dengan apa yang ditulis dalam buku Bakdi
Soemanto yang berjudul Godot di Amerika dan Indonesia, penulis mengutip ungkapan
Martin Esslin:
10
“Bahwa lakon Absurd sebagai pure theater, adapun yang dimaksudkannya adalah teater yang ciri-cirinya menonjol seperti dapat dilihat pada pertunjukan sirkus, acrobat, jugglers, bahkan pada pertandingan olah raga, adu banteng atau pantomime. Gerakan pemain dalam berbagai pertunjukan itu tidak mempunyai makna, walaupun mempunyai fungsi tertentu. Dengan kata lain, gerakan itu tidak mempunyai acuan di luar gerakan itu sendiri”(Bakdi Soemanto 2002:73).
Adapun latihan ketahanan tubuh yang dilakukan ialah sebagai berikut:
a. Lari
b. Jalan jongkok
c. Lompat jongkok
d. Berguling perut
e. Melatih kuda-kuda
f. Melatih punggung
3. Latihan kelenturan
Latihan kelenturan ini tentu saja mempunyai visi misi untuk menuju metode
latihannya W.S Rendra yaitu bergerak dengan alasan dan aktor menjadi relaks ketika
berakting di atas panggung, karena aktor yang tidak relaks itu aktor yang tidak bisa
menguasai diri. Sehingga dengan latihan ini diharapkan aktor bisa mengontrol nafasnya.
Sebab nafas yang teratur bisa mempengaruhi ketegangan otot, karena apabila otot relaks
maka perasaaan dan fikiran akan mudah ditenangkan dan aktor-pun terlihat dapat
menguasai perannya (Rendra, 2009L24). Adapun latihan yang dilakukan ialah:
a. melenturkan bagian kepala dan leher
b. melenturkan bagian tangan dan bahu
c. Melenturkan bagian dada
d. Melenturkan bagian perut
e. Melenturkan bagian kaki
11
f. Menari
g. Bergerak bebas (ngulet)
h. Jalan kayang melenturkan pinggang
i. Eksplorasi gerak tak bermakna
a. Latihan keterampilan Tubuh
a. Melatih rol depan (berguling ke depan)
b. Melatih rol kebelakang
c. Meroda
d. Salto depan
e. Latihan jatuhan depan
f. Latihan jatuhan belakang
g. Latihan jatuhan samping
h. Melatih berdiri cepat, dari tidur kemudian langsung berdiri
i. Melatih gulingan badan depan belakang
Latihan diatas akan terus diulang-ulang, Andaikata seorang aktor dalam kondisi
kurang fit sekalipun, bila hasil latihan itu sudah membaju, seorang aktor tidak akan terlalu
sulit dalam menakar porsi perannya dalam cerita yang sudah dilatihkan (Suyatna Anirun,
2002:16)
4. Olah Vokal (Ucapan) Dan Pernafasan
Vokal merupakan salah satu aspek penting juga dalam permainan aktor, mereka
harus memiliki suara yang jelas dan tertata ketika berdialog, apabila para pemain tidak jelas
mengucapkan dialognya, maka penonton tak akan bisa menangkap jalan cerita sandiwara
yang dipertunjukan (Rendra, 2009: 9), untuk itu olah suara atau ucapan dan olah nafas harus
dilakukan tiap kali latihan untuk menjaga kestabilitasan vokal pada saat berperan dalam
naskah. Berbagai macam cara latihannya ialah:
12
Olah vokal:
a. Latihan ketahanan suara (A I U E O)
b. Latihan kelenturan suara (tinggi rendah suara puncaknya
bernyanyi)
c. Latihan keterampilan suara (latihan menirukan berbagai macam
jenis suara)
d. Salah satunya dengan membaca puisi
e. Para pemain dengan jarak lima meter harus saling berbisik dan
bagaimana caranya bisikan itu jelas dan terdengar (Rendra,
2009:10).
Kejelasan ucapan
Maksud dari latihan ini agar aktor mampu menyampaikan kalimat yang
mengandung isi pikiran dan isi perasaan bisa ditonjolkan (Rendra, 2009:12). Adapun
capaian yang dilatih ialah:
a. Tekanan dinamik yaitu tekanan keras di dalam ucapan
b. Tekanan tempo yaitu kalimat cepat dan lambat dalam ucapan
c. Tekanan nada yaitu nada lagu untuk mengucapkan kata-kata
Latihan yang dilakukan diantaranya ialah; dengan mengekplorasi dialog-dialog sesuai
dengan kebutuhan harapan capaian di atas, misalnya kata siapa nama mu dengan
menghina, ramah, terkejut, ragu dan rasa bersalah (Rendra, 2009:11)
Olah nafas:
Pengolahan nafas tentu saja sangat penting bagi aktor yang akan bermain seni
peran, karena dengan adanya kelancaran pernafasan tersebut maka aktor tidak akan
mengalami nerveous di atas panggung sehingga dengan pengolahan nafas yang baik maka
aktor tidak kesulitan nantinya untuk melakukan teknik membangun klimaks dialog,
13
maupun mengaplikasikan timing, irama, tempo, jarak langkah yang dapat dipakai dalam
hal yang berbeda-beda (Suyatna Anirun, 2002:67). Adapun latihan yang dilakukan ialah:
5. Mengolah nafas perut (eksplorasi)
6. Mengolah nafas diafragma (eksplorasi)
7. Mengolah ketahanan nafas
8. Mengolah teknik mengambil nafas saat berdialog cepat
6. Olah rasa
Olah rasa yang dimaksud sebenarnya ialah latihan tahap member isi, agar peran
yang dimainkan oleh para aktor berbobot sesuai dengan takaran yang seharusnya kepada
seluruh aspek pemeranan yang dibawakan (Suyatna Anirun, 2002;116). Adapun latihan
yang penulis lakukan ialah salah satunya Melatih kepekaan lima panca indra, yaitu:
a. Melatih kepekaan indra dengar
b. Melatih kepekaan indra cium
c. Melatih kepekaan indra raba
d. Melatih kepekaan indra kecap
e. Melatih kepekaan indra rasa
f. Melatih intuisi
g. Melatih sukma
h. Melatih kepekaan tubuh
i. Merasakan berbagai macam pengalaman melalui eksplorasi imajinasi
j. Berdiam diri dan merenungi serta meresapi setiap apa yang dilakukan.
10. METODE ANALISA DAN EVALUASI
14
Analisa yang baik dan mendetail akan menghasilkan eksplorasi yang baik dan
mendetail pula. Diperlukan adanya kepekaan dan ketepatan dalam menyusuri teka-teki
naskah. Setiap naskah memiliki point-point penting yang akan jadi menarik bila sutradara
dapat menemukan keberadaan point penting tersebut, karena penulis lakon sendiri
menuangkan ide-ide ceritanya menurut dorongan dalam visi artistiknya, berbagai
kecendrungan bentuk dan gaya (Suyatna Anirun, 2002:57). Untuk itu telah sutradara bagi
beberapa pijakan yang mendasari penciptaan kekaryaan nantinya, antara lain:
Deskripsi Tokoh Profesor
Tokoh Profesor bukanlah tokoh yang mudah untuk dimainkan oleh actor, karena
butuh kecerdasan dan ketangkasan baik itu dari segi fisik maupun fikiran agar terwujud
tokoh Profesor yang ideal menurut penulis. Karena di dalam naskah dan pertunjukan yang
penulis rancang tokoh Profesor menjadi kunci utama, baik itu sebagai pengatur tempo dan
irama permainan, juga sebagai pengatur perjalanan pementasan berlangsung, karena secara
porsi tokoh Profesor diutungkan dengan dengan dominasi dialog yang lebih dan jumlah
bermain yang panjang. Hal inilah yang menyebabkan penulis untuk hati-hati dalam
mengolah tokoh Profesor menjalankan perannya, agar tokoh professor sebagai symbol
ilmu pengetahuan dapat terwujud dengan baik.
15
Tokoh Professor Pada Naskah ‘Pelajaran’ Karya Eugene Ionesco Sutradara Jihan Kusuma
Wardhani
11. KESIMPULAN
Naskah ‘Pelajaran’ telah hidup lebih dari setengah abad dan terus dimainkan
hingga kini. Sebagai naskah yang dikategorikan absurd dan masuk hitungan garda depan,
sutradara mencoba menyampaikan pesan pada seluruh mata yang menyaksikannya.
‘Pelajaran’ tidak hanya sebatas ‘Pelajaran’, tetapi lebih dari itu ‘Pelajaran’ memberikan
jutaan pesan dan kesan bagi yang mengartikannya lebih dalam, tentang kekonyolan-
kekonyolan hidup yang terus dijalani manusia hingga menjelang ajalnya. Mengenai
segala ketidakmungkinan yang mungkin itu adalah satu-satunya kemungkinan.
Pementasan, secara keseluruhan berdurasi 1 jam 45 menit.
12. SARAN
Tidak ada gading yang tak retak, tak ada sesuatu yang tak mungkin, juga tidak
ada satu halpun yang tidak bisa dikerjakan selama kita mau berusaha. penulis
mengucapkan terimakasih pada segenap tim besar naskah ‘Pelajaran’ yang telah berjuang
hingga proses ‘Pelajaran’ usai. Saran penulis kepada para creator berikutnya untuk lebih
menyiapkan diri dalam segala hal.
Teknik penggarapan tokoh ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritikan yang membangun sehingga bisa jadi bekal penulis pada
kegiatan berproses berikutnya. Semoga konsep teknik penyutradaraan ini bisa menambah
wawasan tentang karya-karya drama absurd sehingga bisa memberikan kontribusi dalam
dunia kesenian.
16
DAFTAR PUSTAKA
Anirun, Suyatna. 2002. Menjadi Sutradara. Bandung. STSI Press.
Esslin, Martin terjemahan Abdul Mukhid. 2008, Teater Absurd. Terbitan Pustaka Banyumili
Mojokerto.
Riantiarno. N, 2008. Kitab Teater Tanya Jawab, Penerbit: MU:3 Book.
Soemanto, Bakdi. 2001, Jagat Teater, terbitan Media Pressindo Yogyakarta.
W.S. Rendra. 2009. Seni Drama Untuk Remaja. Jakarta. Burung Merak Press
Yudiaryani, M.A. (2002). Panggung Teater Dunia, perkembangan dan perubahan Konvensi.
Pustaka gondho suli. Yogyakarta.
17