pemaknaan audiens terhadap, melissa octavianti, fikom umn ...kc.umn.ac.id/10306/6/lampiran.pdf ·...
TRANSCRIPT
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP
Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.
LAMPIRAN A
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
LAMPIRAN B
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
Informan 1
Nama : Levina
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 10 April 1997
Umur : 22 Tahun
Pekerjaan : Mahasiswa Public Relation di Binus International
Lokasi/Waktu Wawancara : Zenbu, Plaza Indonesia / 4 April 2019
Keterangan : M = Melissa
L = Levina
M: Halo Levina. Boleh silahkan perkenalkan diri terlebih dahulu.
L: Halo nama saya Levina. Sekarang saya mahasiswa tingkat akhir jurusan Public
Relations di Binus International.
M: Levina sekarang kesibukannya lagi apa?
L: Kesibukannya lagi kelas aja dan kadang-kadang kalau ada waktu luang jadi juri lomba
debat.
M: Wah kok bisa jadi juri lomba debat?
L: Karena emang udah masuk komunitasnya dari sejak maba (mahasiswa baru).
M: Punya prestasi apa aja di debat?
L: Hmmm ya ga banyak sih, cuma kemaren baru jadi semifinalis di UK Petra di Surabaya
terus.. udah, karena udah lama banget ga debat. Terakhir aktif debat tahun 2018 awal.
Sekarang cuma iseng-iseng doang, buat refreshing atau jadi juri aja.
M: Yang saya tahu, Levina aktif di bidang feminisme dan gerakan aktivis, boleh tahu
awalnya kenapa bisa masuk ke dunia aktivisme?
L: Sebenarnya sih awalnya tertarik ke dunia feminisme dari mulai kuliah. Sebenernya pas
dari SMA udah mulai tertarik, cuma SMA tuh tereksposnya dengan kesetaraan gender aja
dan bukan feminisme. Jadi aku belom terlalu mengerti tentang teori feminisme cuma tau
kesetaraan gender dari sosial media. Masuk kuliah, aku mulai banyak harus bikin esai
tentang isu-isu sosial, terus aku juga ikut klub debat kan jadi banyak bgt belajar mengenai
isu spesial termasuk feminisme. Ya tertarik aja karena itu kan juga sangat menyangkut
hidup aku pribadi sebagai perempuan di Indonesia.
M: Terus isu feminisme yang paling menarik buat Levina itu apa?
L: Yang paling menarik itu aku pernah tertarik sama kaya debat mengenai apakah
feminisme itu harus dikomersialisasi atau ga. Dikomersialisasi itu misalnya kalau
sekarang kita pergi ke banyak banget kaya barang HnM, Forever 21, mereka bikin kaos-
kaos "feminism is for everyone", "everyone must be a feminist", maksudnya di satu sisi
mereka menggunakan ideologi feminisme untuk mencari keuntungan/kapital, tapi satu
sisi juga itu sangat mencakup byk orang karena tentu saja kalau feminisme hanya terpapar
di blok-blok tertentu atau harus baca buku tertentu mungkin itu tidak akan seluas itu
mencakup orang orang. Banyak sih pro kontra tentang hal ini.
M: Bagaimana pandangan Levina terhadap kelompok LGBT?
L: Kalau aku tentu saja sangat support karena aku juga ga terlalu perduli mereka dosa apa
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
ngga karena itu urusan mereka dengan agamanya sendiri atau kalau mereka ga punya
agama. Tapi menurut aku cukup sulit kalau sekarang kelompok LGBT mau mencari
momentum untuk mencapai kesetaraan karena menurut aku gerakan sosial progresivisme
itu ada gelombang-gelombangnya tersendiri. Kaya kalau di negara barat, gerakan
feminisme itu ada gelombangnya. Gelombang 1 itu kita cuma bisa kasih hak untuk
memilih presiden dan hak untuk memiliki tanah untuk para perempuan. Gelombang ke 2
kita mulai membahas isu-isu seksualitas dan ya perempuan itu juga bisa menjadi orang
yang bisa mengekspresikan seksualitasnya ga cuma timid aja gitu ya bahasa inggrisnya.
Terus gelombang ke 3 baru membicarakan kalau feminisme itu hrs inklusif dan
menyadari kalau perjuangan perempuan-perempuan yang termarjinalkan sama
perempuan-perempuan yang lebih berada itu berbeda. Jadi gimana ya semua itu ada
stepnya gitu. Jadi kalau sekarang kelompok LGBT dikucilkan terus bener-bener dijelek-
jelekin itu menurut aku yang terbaik untuk dilakukan gerakan aktivisme sekarang adalah
melindungi tapi kalau untuk mengadvokasi masih susah. Advokasi paling hanya sebatas
kita gaboleh melakukan tindak kekerasan ke orang yang LGBT, tapi kalau kita mau
berkoar-koar kalau mereka tuh harus boleh menikah atau gimana mungkin menurut aku
susah sekarang gitu sih.
M: Levina punya temen atau pengalaman dengan orang LGBT?
L: Banyak, temenku banyak yang gay. Aku belom pernah secara langsung kenalan sama
yang lesbian tapi kalau yang gay banyak.
M: Punya temen gay yang religius ga?
L: banyak yang religius, yang bukan Muslim ktp juga banyak. Dia masih sholat, puasa, ga
minum alkohol, masih taat juga banyak tapi dia ttp mengakui kalo dia suka laki-laki.
M: Dengan punya temen gay ada pengaruh ga di hidup levina?
L: pas sma tuh aku ga pernah terlalu bergaul dengan orang-orang di grup LGBT, cuma ini
lucu banget aja karena pas masuk kuliah ada ospek kan. Terus ospeknya tuh ada yang
kaya outbond* gitu, baru seminggu masuk kuliah dan di outbond itu aku kenalan sama
satu cowo dan dia langsung come out ke kita cewe-cewe. Aku dalam hati cuma bisa 'wow
this is university life'. Random banget. Sebenernya kalau pengaruh, nggak sih karena dari
dulu aku ga pernah punya pikiran kalau aku ga suka sama orang gay jadi kaya yauda,
paling sekarang aku lebih terekspos aja ke gay culture. Kaya kalau mereka ngomong in a
certain way, ya sekarang aku lebih tau tentang gay culture aja sih.
M: Levina sendiri statusnya apa kalau boleh tahu?
L: hetero, gua straight.
M: Biasanya baca media dari mana?
L: Dari Twitter, atau kalau pas dikirimin sama orang. Atau ga aku ada aplikasi media di
HP yaitu Guardian ama Economist.
M: Biasanya berapa lama mengonsumsi media?
L: Sehari satu-dua artikel. Tergantung sih, kalau lagi in the mood gua bisa banyak sih.
M: Selain Guardian dan Economist, biasanya baca apa?
L: Project Syndicate kalo pas buka laptop karena itu gaada aplikasinya, Vox. Itu yang
biasanya gua buka sendiri, tapi kalau ada orang lain kirimin link ya gua baca.
M: Tau kasus alpantuni ngga?
L: Nggak tau. Nggak pernah denger.
M: Di sini ada berita dari media A. Coba dibaca dulu dari awal sampai habis dan kalau
ada kosakata ga ga diketahui kasih tau aja ya.
L: Oke.
M: Menurut lu, secara umum apa sih pemaknaan lu sama isi media ini? Ada yang lu
setuju atau nggak setuju kah?
L: Menurut aku ini kritis aja sih ke pemerintah Indonesia. Mungkin kalau berita-berita
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
seperti ini kita akan jarang temui di media Indonesia kecuali jakpost yang mereka
lumayan progresif.. Tapi aku juga bingung ya mungkin karena aku punya personal
opinion sendiri.
M: Lu setuju ga kalau alpantuni pergi dari Instagram setelah Indonesia having outrage?
Setuju dengan judulnya ga?
L: Tapi yang aku dapat dari beritanya, alesan kenapa akun ini tibatiba gaada kan masih
blom tau. Bisa karena dia di-block sama Indonesia, atau instagram, atau di-report sama
orang-orang. Kalau dari judulnya, keliatannya si pemilik akun ini yang pergi sendiri
bukan dipaksa. Tapi ya kalau yang aku baca aku belom tau sih dia cabut kenapa.
M: Setuju ga sama judulnya setelah baca judulnya? Mewakili isinya ga judulnya?
L: Mewakili-mewakili aja karena goes off udah gaada lagi gitu kan.
M: Kan di berita ditulis kalau akun ini tuh menggambarkan perjuangannya gay Muslim di
Indonesia dan hilang setelah ada pemerintah yang bilang kalau itu pornografi. Setuju ga
dengan statement itu?
L: Ya aku ga setuju ya karena yang aku tangkep akun ini cuma menggambarkan
keseharian seseorang Muslim yang gay. Gaada yang pornographic mengenai ini. Struggle
menurut aku masuk karena dia bilang di keseharian ini dia facing discrimination and
abuse, tapi kalau pornographic sih harusnya ngga sih kalo dari baca ini ya.
M: Kalau menurut Levina, akun ini melanggar regulasi konten Instagram ga?
L: kalau dari baca berita ini doang ngga sih ya karena ga dibilang kalo ini ada
pornographic content. Dan kalau akun dari luar negeri kan banyak banget yang tentang
LGBT gitu dan mereka ga diblok jadi harusnya nggak.
M: Lu sendiri merasa ga kalau diskriminasi dan abuse thd orang LGBT itu semakin
meningkat sejak 2015?
L: Menurut aku iya, karena tahun 2015 itu kelompok radikal mulai naik terus abis itu kan
ada debat RUU PKS banyak orang kubu konservatif bilang kalo RUU PKS itu
melegalkan LGBT dan zina padahal kaga. Jadi discourse terkait LGBT mulai naik lagi,
apalagi lagi mau election jadi pasti banyak yang kaya gitu di politisasi.
M: "materi LGBT ini melanggar health rules, religion rules dan cultural norms dan tidak
selaras dengan Indonesia". Lu setuju ga dengan pernyataan menteri ini?
L: Kalau health menurut aku nggak, karena ya kalau health mau disangkutapiautin sama
STD ya orang hetero juga bisa kena STD. Kalau misalnya religion sama culture ya
menurut aku pasti clash apalagi Indonesia religius banget. Tapi menurut aku ini ranah
privat seseorang yang ga perlu diatur sama negara. Asalkan dia tidak menularkan ke-
LGBT-an dia ya orang santai ajalah.
M: Menurut lu ada backlash ga dari pihak LGBTnya sendiri?
L: Kalau protes dari pihak LGBT pasti ada, tapi aku ga terlalu involve sama komunitas
LGBT kalau di online, sosmed, aku cuma kenal sama orang gay doang. Aku kurang tau
gimana reaksi komunitas LGBT Indonesia secara spesifik.
M: Lu setuju ga kalau komunitas LGBT diberi label “vulnerable”?
L: Agree, karena meskipun hukumnya abu-abu, LGBT itu dikucilkan di society.
M: Lalu, kalau orang-orang yang bilang LGBT immoral itu disebut “konservatif” lu
setuju ga?
L: Setuju karena biasanya orang konservatif itu religius dan agamanya melarang LGBT.
M: Ada yang komen untuk memasukan Alpantuni ke penjara, dan kontennya ga cuma
penistaan agama tapi juga merusak moral. Bagaimana pendapatmu?
L: Ya menurut aku ini reaksi standar dari orang Indonesia kalo mereka melihat sesuatu
yang bukan "norma Indonesia". Cuma menurut aku yang harus dikasih tau ke orang-
orang, ini mau norma Indonesia apa ngga, kalau dia ga ganggu hidup lu yaudah ga usa
gangguin dia. Karena its not your jurisdiction. Apalagi menurut aku kegiatan orang
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
LGBT tidak merusak moral bangsa. Orang-orang Indonesia kan suka banget menghakimi
orang secara online.
M: Apakah lu setuju dengan pernyataan bahwa "Alpantuni depicts honest gay Muslim
life"?
L: of course, karena orang gay itu manusia biasa seperti orang hetero di Indonesia tapi ya
pasti mereka akan mengalami diskriminasi meskipun mereka tidak out dan masih
closetted. Pasti mereka mengalami banyak gejolak karena lingkungannya expect buat
pacaran ama cewe, nikah sama perempuan, dan dia juga gabisa mencari pacar secara
bebas ga seperti kita yang hetero.
M: Apakah lu setuju dengan pernyataan Andreas Harsono yang mengkritik pemerintah?
L: Setuju lah karena ya akun ini cuma menjelaskan realita aja sib. Gaada yang boong dari
itu, dan kalau realita itu controversial ya so be it lah.
M: itu yang media A, ini yang media B, silahkan dibaca terlebih dahulu.
L: Oke, ini ditunjukkin ya komik stripnya seperti apa.
M: Kalau secara umum bagaimana pemaknaan lu sama berita di media ini?
L: Kalau di media B ini lebih dijelasin isi komiknya apa, tapi aku tetep merasa ini bukan
pornografi meskipun ada komik yang menjelaskan dia have sex gitu karena yaudah kartun
dan menurut aku ini bukan pornografi karena ini cuma picture of them having sex but not
the sexual act. Di sini lebih jelas gimana proses pemblokirannya. Katanya kan pemerintah
Indonesia kirim surat ke Instagram tapi ujung-ujungnya Instagram bilang akun ini tidak
violate regulation mereka. Akun ini ilang tapi masih gatau siapa yang ilangin, cuma clear
di sini pemerintah Indonesia ngapain dan Instagram ngapain. Mungkin dia yang ngilang
sendiri karena dia takut sih mungkin ya.
M: Lu setuju sama judul beritanya?
L: Aku lebih setuju sama kata vanishes-nya karena memang dia ilang dan sampe sekarang
gatau dia ilang kenapa. Dan Indonesia calls it pornographic memang sih karena di berita
ini kan orang orang Indonesia pada protes bilang itu pornografi.
M: Di leadnya kan dia bilang kalau dia ilang karena ada uproar, dan kasus Alpantuni itu
the latest flash point in a slowburning battle over morality and civil rights in Muslim
majority nation. Dan di sini dikatakan kalo LGBT people in the country assert
themselves. Dari paragraf ini, apa yang Levina maknain?
L: Iya, ada semacam clash dari civil right movement yang pro LGBT dan Islamic
movement yang pushes homophobic policy. Dan untuk yang LGBT assert themselves,
gerakan LGBT di Indonesia itu ada, tapi dibanding feminist movement, mereka lebih
tersembunyi, mereka lebih open for member doang karena aku pernah iseng follow arus
pelangi, mereka akunnya diprotect dan mereka nanya-nanya aku dulu via DM sebelom
aku diaccept jadi follower. Kaya arus pelangi itu apa gitu-gitu. Karena aku juga ga
bergabung ke komunitas LGBT, aku juga kurang tahu mereka aktivismenya seperti apa.
Yang aku tahu, mereka ada di Indonesia.
M: Levina setuju ga dengan paragraf ke-3 dari berita yang ini kalau komik Alpantuni ini
komik berbahasa Indonesia yang addressed gay identity dan religious bigotry?
L: Menurut aku ini tipikal Indonesian gay aja. Kalau mereka ada gay identity, mereka
facing bigotry, hook up culture emang ada di LGBT community itu. Khususnya yang
religious bigotry, apalagi kalau mereka dipaksa ke masjid terus ustadnya ceramah "LGBT
itu penyakit" tapi mereka gabisa ngapa-ngapain. Kalau mereka marah-marah ketauan kan.
Gaada orang gay di Indonesia yang ga merasakan bigotry meskipun mereka lahir di
keluarga yang progresif, yang accepting, pasti mereka tetap merasa itu.
M: Do you think Alpantuni does blasphemy?
L: Ngga blasphemy, karena menurut aku blasphemy itu ... ini juga opini pribadi aku.
Menurut aku gaada yang disebut blasphemy karena kritik apapun yang kira berikan
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
kepada agama tertentu itu kritik karena menurut aku agama itu meskipun "sesuatu yang
sempurna dan berasal dari Tuhan" tapi implementasinya di dunia kan dilakukan oleh
manusia. Dan manusia itu gabisa sempurna. Jadi kalau kita mengkritik agama A itu jelek
karena mereka ajarannya begini* terus nanti orang dari agama A bilang itu blasphemy.
Ya itu cara kita mengkritik ya gimana gitu kan, jadi ya menurut aku of course its not
blasphemous karena ya udah dia cuma ngasih tau kalau misalnya ini struggle ini living as
a religious Muslim yang juga gay. Mungkin orang nganggep itu blasphemy karena
mereka gabisa menerima fakta kalau orang yang beragama itu juga bisa menjadi gay.
M: Media ini kan menghubungi MUI. Bagaimana pemaknaan Levina terhadap kutipan
ucapannya MUI?
L: Jadi dari yang God created human as man and woman, ya ini klasiklah adam dan
hawa. Ya gimana ya menurut aku emang di sini clashnya agama dan seksualitas karena
menurut aku jarang banget, mungkin ada ya agama yang mengakui seksualitas yang beda
atau gimana, tapi sejauh pengetahuan aku, agama-agama yang besar kaya Kristen dan
Islam masih tidak menganggap itu. Aku gabisa debatin ini karena itu kepercayaan. Tapi
yang bikin berpengaruh adalah MUI punya pengaruh di Indonesia. Mungkin kalau
semacam Islamic counsel di Eropa orang akan nganggep itu bukan urusan gua, tapi
karena yang ngomong MUI orang pasti dengerin. Kalau LGBT as psychological illness
menurut aku ini bukan fakta karena ini udah di-debunk oleh World Health Organization
di tahun... tahunnya udah lama, udah decades ago. Mereka udah bilang kalau being gay is
not an illness, its just sexuality and sexuality is not an illness. Trus kalau it will ruin
people faith in a long term, ini yang paling membingungkan karena gimana ya, kalau
misalnya seksualitas itu menular, orang-orang gay udah jadi straight sekarang. Karena
orang-orang straight kan lebih banyak daripada orang-orang gay. Secara probabilitas
mereka terlahir di komunitas yang straight, jadi sebelom mereka bisa jadi gay duluan
mereka udah ketularan sama orang-orang yang straight. Jadi ga make sense gitu. Ini juga
medianya masukin kutipan dari MUI, bisa aja maksudnya biar diketawain sama orang-
orang barat yang udah tahu kalau gay tuh bukan psychological illness. "This will ruin
people faith in the long term" gua ga ngerti aja kalau misalnya orang-orang tuh seteguh
itu sama imannya sama seksualitasnya terus tiba-tiba liat orang gay terus mereka jadi
ikutan gay. Kaya ga make sense gitu loh menurut aku, gimana caranya. Bahkan kalau
melihat dari berita ini, karakter utamanya kan dia seorang Muslim kan. Asumsi aku dia ga
promosi kaya kita sebagai orang yang terlahir Muslim tapi kita gay ya kita harus
meninggalkan agama kita. Ya aku lihat di sini mungkin dia menggambarkan realita dia
sebagai orang Muslim. Aku tidak melihat ada suatu ajakan yang mengajak orang untuk
meninggalkan keyakinannya.
M: Menkominfo bilang kalau Alpantuni ini violate Indonesia law of distributing
pornography?
L: Menurut sepengetahuan aku, kalau lu nyebarin video porno kaya ariel sama luna maya
itu lu ngelanggar peraturan. Jadi yang harus dilihat elemennya adalah menyebar dan
kontennya pornografi. Kalau dari menyebar, okelah dia menyebar komik. Tapi balik lagi
buat aku komik ini bukan pornografi. Jadi dia menyebar suatu komik tapi komik itu
bukan pornografi.
M: Di media ini, pihak instagram lebih banyak dibahas. Dari pernyataan Instagram, poin
mana yang lu setuju dan mana yang nggak?
L: Menurut aku Instagram menjawab sesuai kapasitas mereka sebagai private company.
Menurut aku, Alpantuni ini menghilang dan orang-orang nanya "jadi sebenernya siapa
yang ilangin, Instagram atau Indonesia ministry?" menurut aku Instagram punya hak
untuk ga bilang sebenernya alpantuni ini ilang apa garagara dia deactivate sendiri, apa
diblok orang, apa dia diapain. Menurut aku Instagram punya hak untuk ga mebeberkan
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
karena itu kan privacy data. Jadi Instagram juga dia ga merespon yang whether it had
taken acc with similar names. Expected ajalah dari private company.
M: Dari paragraf "theres a longstanding - if grudging......", apa pemaknaan Levina?
L: Dari kalimat ini, sebenernya aku ga setuju karena dari dulu sudah ga toleran aja. Cuma
mungkin sekarang lebih terekspos semenjak 2016 kan radikal FPI mulai naik daun. Tapi
dari dulu sebenernya tetep semuanya harus hidup secara sembunyi-sembunyi kan. Dari
dulu tuh ga pernah ada gerakan yang tiba-tiba toleran, atau pemerintah tiba-tiba toleran
kepada orang LGBT. Dia lebih banyak dapat exposure aja sih sekarang.
M: Fokus terhadap LGBT malah bisa digunakan sama politisi Indonesia untuk mendapat
support dari pendukung islam garis keras dan mencemarkan pemilu nanti. Bagaimana
menurut Levina?
L: Ini mungkinlah terjadi. Sekarang ada konkretnya, RUU PKS kan. Dari kubu yang
konservatif bilangnya ini pro LGBT, legalkan zina. Jawaban dari orangorang yang pro
RUU PKS, mereka cuma bisa bilang tidak RUU PKS tidak melegalkan LGBT titik. tapi
mereka ga ngasih support ke LGBT. Mereka cuma bilang tidak melegalkan LGBT dan
cuma buat kekerasan seksual aja. At the same time, paling progresif itu orang-orang di
pemerintah cuma bisa netral doang dan aku bisa mengerti. Kenapa? Karena suicide aja
menurut aku kalo ada politisi yang tibatiba mendukung LGBT. Tapi kemarin PSI udah
kena protes karena ada spanduknya dia yang pro LGBT dan tersebar gitu. Tapi abis itu
langsung ilang aja sih isunya ga diomongin gitu jadi gatau lagi sih. setuju ada clash, tapi
antara anti LGBT banget sama netral aja
M: Ada komentar negatif tentang karakter alpantuni. Bagaimana pendapatmu?
L: Ya setujulah kalau ini overwhelmingly hateful dan refleksi yang cukup akurat terhadap
pembenci LGBT. Ini kritik klasik terhadap gerakan progresif LGBT lah, feminislah,
cuma aku bingung gitu ya, gapapa orang ngata-ngatain orang-orang LGBT itu stupid,
uncivilized. Tapi aku bingung sama kritik yang bilang kalo lu mau jadi Muslim jangan
jadi gay, jadi kalau gua gay tapi gua ateis itu boleh gitu? Karena maksud gua kalau pun lu
beragama, lu pasti berdosa ga sih. Meskipun orang-orang mengklasifikasikan gay itu
sebagai dosa, yaudah orang-orang ini berdosa aja seperti manusia pada layaknya. Kalau
gitu gua jadi ateis aja. Aneh aja kritiknya. Come one make some better arguments.
M: Oke deh Lev, sudah selesai wawancaranya. Thank you atas waktunya ya!
L: Sama-sama.
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
Informan 2
Nama : Dimas Mahendra
Tempat, Tanggal Lahir : Padang, 30 Agustus 1996
Umur : 23 Tahun
Pekerjaan : Project Executive di salah satu start-up
Lokasi/Waktu Wawancara : Pappajack, AEON BSD City / 6 April 2019
Keterangan : M = Melissa
D = Dimas
M: Halo Kak Dimas. Boleh silahkan perkenalkan diri dulu kak.
D: Halo Melissa, Aku Dimas, nama lengkapnya Dimas Mahendra. Sekarang tinggal di BSD
City, kayanya penting sih buat di-mention, aku Muslim, dan baru kemaren, tahun lalu baru
aja wisuda, dan sekarang sedang fokus kerja sambil nunggu aplikasi S2.
M: oh, mau S2 di mana kak?
D: Masih bingung sih, ada 3 destinasi utama yang diinginkan. Satu di Inggris, satu di
Belanda, yang satu lagi di Australia.
M: Ambil psikologi lagi?
D: Ambil psikologi tp cenderungnya ke data science sih, jadi behavioral data science gitu.
M: Oh wow. Tempat tanggal lahir kakak dimana?
D: Aku lahir di Padang 30 Agustus 1996.
M: Kalau saya boleh tahu, kalo menurut kakak, status ekonomi kakak seperti apa?
D: Kayanya aku menengah deh, iya menengah.
M: Kesibukan saat ini kan kerja sambil nunggu S2, kerjanya kerja apa nih kalau boleh tau?
D: Aku jadi project executive di salah satu start up.
M: Kalau boleh tahu, orientasi seksual kakak apa?
D: Aku homoseksual. Gimana ya how to define it, aku lebih seneng mengidentifikasi diri
aku sebagai gay/homoseksual, tapi ketertarikan aku tuh kadang masih ada ke arah wanita.
Jadi secara teoritis aku biseksual, tapi secara identitas aku lebih nyaman diidentifikasikan
sebagai gay.
M: Boleh cerita ga pengalaman come out kakak dulu kaya gimana?
D: Sebenernya come out itu sangat tidak direncanakan. Awal come out itu ke sosial media
dulu, karena waktu itu zamannya ask fm trs jawab” pertanyaan. Awalnya ask fm aku tuh
sepi yang nanya, habis itu mulai lah ada pertanyaan menjurus yang kaya “sebenernya kamu
suka cewe atau cowo sih?” “menurut kamu LGBT itu gimana?” at that time aku merasa
dilema gitu. Oh my god, should i expose myself in this platform? Tapi akhirnya aku mikir
yaudahlah toh di sini gaada orang yang kenal gua gitu. Waktu itu temen-temen aku gaada
yang follow ask fm aku, jadi ask fm itu bener-bener orang asing semua. Yaudah terus I
identify myself as a bisexual at that time. Jadi aku ngetik “aku biseksual, aku suka cewe
dan aku suka cowo”. Dan akhirnya itu mulai rame yang nanya banyak hal dan kebetulan
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
aku belajar psikologi kan, jadi at the same time aku berusaha untuk memahami diri aku
dari sudut pandang psikologis. Dan byk pertanyaan yang sering ditanyakan oleh orang lain
gt. Dan aku bantu jawab dari sudut pandang ilmiah. Nah sejak itu udah mulai rame tuh. Pas
rame itu, akhirnya temen aku found out about my ask fm page, di sana aku dikonfrontasi.
Ada satu anonymous question yang nanya “gua ga nyangka ya dim, gua harus tahu
mengenai jati diri lu lewat ask fm, bukan lu bilang langsung ke gua” terus gua kaya “oh
shit ini siapa ya..” terus akhirnya peer group atau geng aku tuh, kita lumayan deket. Jadi
kaya kita tuh ngumpul sekali seminggu, ada intimate night sekali seminggu, dan itu biasa
ngomongin topik-topik tertentu. Waktu itu tiba-tiba kaya “kita mau nanya dimas soal ini”.
Akhirnya gua semacam disidang gt di sana. Akhirnya came out lah ke temen-temen.
Setelah itu, ini parah sih, aku kan kuliah di sini orang tua aku di padang. Pas sebulan
sebelum aku berencana pulang ke Padang, ada seseorang ngesms link ask fm aku ke hp
mama. Terus mama langsung nelpon, “dimas ini maksudnya apa ya, mama ga paham buka
linknya”. Trs gua kaya “oh thank God my mom doesnt know technology”. “Tapi nanti mama
coba tanya deh sama abangmu” dan segala macem, akhirnya abang gua kan yang buka. Trs
abang gua langsung nelpon “oh jadi lu gay?” “Oh my god lu tau dari mana?” “Iya ini ada
yang ngirim link ke hape mama” terus aku bilang “can you keep it for now? Gua pengen
ngasih tau ke mama secara langsung bukan dari orang lain” “oh yaudah yang penting
rencana lu pulang tetep pulang ya” dia bilang kaya begitu. “Oh yaudah” itu waktu bulan
puasa, akhirnya aku pulang bulan puasa, pokoknya taraweh. Aku kalo taraweh di rumah
karena aku ga suka rame-rame gitu, jadi aku taraweh di rumah mama taraweh di mesjid.
Pas pulang dari mesjid, mama langsung ke kamar, “mama mau tanya dong” segala macem.
Di sanalah mulai, di sana came out ke mama. Terus kaya ngobrol-ngobrol. “Iya jadi
sebenernya, hal yang seperti ini udah dimas rasain sejak dulu, dimas ga berubah, dimas
masih Dimas mama yg dulu. Cuma sekarang mama tahu kalo dimas, jati diri dimas
sebenernya apa.” Terus mamaku langsung nangis gituloh, “mama salah apa ya dulu
ngebesarin kamu” segala macem. Terus aku bilang kan “mama ga salah apa-apa kok,
buktinya dimas tumbuh dengan benar, waktu itu kaya UI kan kaya oooh UI gitu loh, dimas
bisa sampai kuliah di UI. Apa sih yang salah dari didikan mama, gaada” aku bilang kaya
gitu kan. “Jadi jangan salahin diri mama”. Akhirnya kaya yaudah segala macem, that night
was super emotional for me, akhirnya kita pelukan sama mamaku dan kita kaya oh yaudah.
At that time, kita takut kalo papa tahu karena papa orangnya lumayan keras kan. Jadi oke,
jangan sampai papa tahu soal ini. Sembunyiin itu dari papa. Akhirnya mama sama abangku
sepakat buat nyembunyiin ini. Terus itu akhirnya baru came out ke temen-temen udah
mulai nyaman karena oh my mom already know about it. Jadi satu fakultas akhirnya tahu
that i’m gay waktu itu. Setelah itu, udah nih aku di semester 4 itu I spent it di Bangkok, aku
dapet scholarship gitu buat exchange 1 semester. Aku berangkat ke sana, tapi sebelom itu
aku organize project sama ownernya website melela, rio damar. Nah aku ada project gt
sama dia, kita bikin kaya semacam peer counseling for LGBT youth who doesnt want to
come out to anyone, but they come out to us. Nah waktu itu, masih pilot project gt loh jadi
kita belom bikin public, cuma kita udah punya poster dan segala macem. Nah poster itu
yang tersebar di awal tahun 2016. Ampe masuk media nasional, mukaku terpampang
dimana-mana, akhirnya papa tahu. Aku lagi di Bangkok. Di Bangkok itu apartemen aku
ada rooftopnya kan jadi sering ke atas gitu. Waktu itu papa langsung bilang, “Dimas lagi
di mana?” “Aku lagi santai” “Oh ya boleh skype sebentar ga?” Terus akhirnya skype,
dibombardir dengan segala pertanyaan, itu kaya yang namanya aku bingung harus jawab
apa, karena aku ga siap kan buat menghadapi itu. Akhirnya papa bilang “ya pokoknya kamu
kalo udah pulang ke sini, kamu langsung pulang ke Padang, jangan ke Jakarta”. Gua kaya
oh my God, gua diadili. Terus kaya oh yaudah segala macem. Abis itu, kan kalo dari
Bangkok gaada flight langsung ke Padang, terpaksa harus ke jakarta dulu. Di sana aku
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
memanfaatkan kaya gaada gua harus stay di Jakarta dulu sebulan, gua harus prepare
ketemu sama papa. Terus akhirnya aku stay di Jakarta, ternyata waktu poster aku masuk ke
berita nasional itu orang fakultas tahu. Dipanggillah aku sama fakultas waktu itu. “Dimas
kamu sebenernya…” Terus untungnya fakultas aku fakultas psikologi kan, untungnya
mereka bilang kita menghargai semua pilihan hidup seseorang, kita juga paham apa yang
terjadi sama dan segala macam. Yang penting kamu selama kuliah, ini agak transphobic
sih, dia bilang selama kuliah kamu daftar sebagai laki-laki kan, kamu wisuda harus sebagai
laki-laki juga ya. Akhirnya kaya “oh iya mbak, nggak kok aku gay, aku bukan trans, aku
nyaman dgn kondisi tubuh aku saat ini. Aku cuma punya orientasi seksual yang berbeda.”
“Oh iya, oke, kalo gitu kita gapapa. Kamu bisa kembali kuliah.” Oh yaudah oke, nyaman,
aman. Akhirnya pulang. Pas nyampe di Padang itu kaya yang namanya papa cuma diem
doang pas udah nyampe, yaudah ngobrol-ngobrol, akhirnya papa bilang “yaudah tapi
pembicaraan ini gaboleh dibicarakan di rumah” papaku pake prinsip “don’t ask don’t tell”
jadi selama aku ga mengungkit apapun, dia juga ga akan tanya apa-apa. Beda sama mama,
kalau sama mama, aku udah intim banget. Soalnya papaku pengurus masjid, jadi dia
semacam orang penting. Waktu berita itu muncul ya dia kena bombardir, orang tuaku kena
blackmail waktu beritaku masuk ke media nasional. Dan akhirnya setelah itu, aku mulai
punya kebebasan. “Oke kalo misalnya ada orang nanya, gua orientasi seksualnya apa, atau
misalnya mereka keliatan nih mereka berasumsi tertentu, gua langsung bilang ‘oh gua gay,
i’m a homosexual’. Seperti itulah aku came out.
M: Tapi kalau sebelum came out itu, pernah punya temen-temen gay ga sih?
D: Hmmm waktu SMA nggak. Waktu SMA i was super homophobic. Jadi aku punya
defense mechanism, in order to cover my identity supaya orang ga curiga ke aku, aku arahin
ke orang lain. Aku bilang “oh dia gay loh” dan menyebar gosip. Tapi pas kuliah, aku udah
mulai dipaparkan dengan jurnal-jurnal ilmiah dan aku paham “oh my god, what I did was
wrong. That was super asshole”. Terus akhirnya aku punya temen, ada komunitas SGRC,
aku sampai sekarang masih ngurus di sana sih. Dulu di SGRC itu kita punya suatu kegiatan
di mana namanya arisan. Arisan itu bukan kocok uang segala macem, tapi kita diskusi
mengenai topik-topik seksualitas dan gender. Nah disana kita memperkenalkan diri. Jadi
di pertemuan pertama aku ga berani bilang orientasi seksualnya apa, orang” udah pada
ngejelasin kaya “oh I’m gay” “i’m bisexual” “I’m a trans” di pertemuan pertama. Gua cuma
bilang “oh I dont know what I am” waktu itu. Terus mereka kaya “oh iya it’s okay”. Di
pertemuan kedua, I decided to came put to them. “Gua gay” “oh iya welcome”. They gave
a really good support system SGRC ini. Mungkin kalo ditanya faktor pendukung, SGRC
salah satu faktor pendukung kenapa aku berani come out semudah itu ke siapapun. Karena
mereka bener-bener menunjukkan, “if anything bad happen to you, when your family
rejects you, we can accept you”. Dan itu bukan cuma tipikal “accept you” yang “oh iya gua
temenin lu makan” gitu nggak. Mereka nyediain tempat tinggal, we have some kind of
saving. Jadi kalo lu belom sempet daftar beasiswa buat kuliah lu, dan lu harus bayar tapi lu
udah di-kick out sama family lu, kita bisa bantuin dulu. SGRC menyediakan itu.
M: Berarti sekarang komunitasnya sama SGRC UI?
D: Kalo komunitas, mungkin karena SGRC udah di-banned kan dari UI, jadi kita itu pindah
ke luar. Di luar kampus kan, ketika di luar kampus kita blend in sama komunitas lain. Jadi
aku ga cuma belong to one community, SGRC doang. Aku kadang main ke arus pelangi,
aku main ke GWL INA, aku kadang main ke SEJUK, jadi macem-macem sih.
M: Kak Dimas sendiri biasanya baca berita dari mana?
D: Aku biasanya kalo pagi buka jakpost, sama guardian. Habis itu, aku gatau sih medium
itu masuk berita ga, itu writing platform gitu. Top 3 yang aku baca pas lagi di kereta otw
kantor itu ya Jakpost, Guardian, sama Medium.
M: Itu setiap hari?
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
D: Iya
M: Kira-kira ngabisin waktu berapa lama buat baca media itu?
D: Totalnya dari awal berangkat, sekitar 1 jam di dalam kereta.
M: Bacanya melalui aplikasi atau melalui website?
D: Aku punya aplikasinya tiga-tiganya. Aku punya aplikasi Guardian, Jak Post sama
Medium.
M: Pernah denger kasus Alpantuni nggak?
D: Pernah, tahu.
M: Di sini aku akan kasih media yang nulis kasus ini, cuma aku ga kasih tahu medianya
media apa dan pure hanya beritanya aja. Ini berita pertama coba dibaca dulu.
D: Oke
M: Kalau secara umum, kakak baca berita itu gimana? Pesan apa yang di dapat?
D: Overall, aku suka sih the way it describe everything soalnya pertama dia ngeliatin apa
namanya komen-komen yang negatif soal akun tersebut kan. But at the same time dia juga
ngasih pandangan dari si Andreas Harsono sama beberapa juga komen dari Twitter usernya
ini. Jadi menurut aku ini lumayan balance sih. Terus overall ga memihak ke siapapun juga.
Lumayan netral, jadi kaya it doesnt sound like it is pro LGBT atau pro dengan apa yang
terjadi dengan alpantuni. Yang aku baca dari sini bener-bener ngeliatin kaya oh ini yang
terjadi, apa yang terjadi di lapangan kaya gini. Yang aku lihat gaada interpretasi apapun
sih.
M: Kalau dari judulnya sendiri, pesan apa yang kakak dapat?
D: Judulnya...lumayan, bukan lumayan sih, mewakili sih dari yang aku baca. Ketika aku
baca, judulnya itu dijelaskan secara detail di kontennya.
M: Media ini kan mendeskripsikan komik Alpantuni sebagai gambaran perjuangan gay
muslim di Indonesia dan potret jujur dari seorang gay muslim. Kakak setuju ga dengan
kalimat itu?
D: Kalau Alpantuni itu sendiri menurut aku dia tidak berusaha menghighlight perjuangan
yang dia hadapi sih. Dia cuma menggambarkan sebenernya kehidupan gay Muslim di
Indonesia gimana. Menurut aku gaada unsur perjuangan di sana secara eksplisit. Kalau
secara implisit itu menggambarkan apa yang kita alami, dan itu menguap itu ke permukaan.
Tapi kalau perjuangan nggak.
M: Di sini kan Kemenkominfo bilang kalau akun ini tuh pornografi dan melanggar regulasi
konten Instagram. Bagaimana pandangan kakak?
D: Aku pernah liat kontennya Alpantuni. Pornographic nggak. Erotic content, iya. Karena
menampakan bagian tubuh tertentu. Tapi obviously semua orang punya sensitivitas
terhadap stimulus tertentu, beda-beda kan sensitivitasnya. Kalo breach IG content, no IG
content gapapa nge-expose itu sebenernya. Jadi menurut aku, kurang tepat aja sih
pernyataan Kemkominfo. Menurut aku its not a pornographic content. It’s an explicit
material, yes. But it’s not a pornographic content.
M: Menurut kakak pornographic content itu yang kaya gimana?
D: Di kepalaku, pornographic content itu pasti stimulate the most basic human instinct
which is sex drive-nya mereka, dan itu general ke semua orang. Jadi kalau diliatin ini,
semua orang bakalan merasakan hal tertentu. Merasa terstimulasi. Tapi konten alpantuni
itu ga semua orang terstimulasi dengan itu jadi menurutku its not a pornographic content.
M: Dari pernyataan “diskriminasi dan kekerasan terhadap LGBT menjadi sering terjadi
sejak akhir 2015 dengan politisi dan pemimpin agama yang konservatif memulai kampanye
yang menggambarkan LGBT sebagai ancaman terhadap negara”, pesan apa yang kakak
dapatkan?
D: Ini kayanya gara-gara gua dah. 2015 itu poster aku naik ke media makanya mulai ada
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
respon-respon dari publik figur. Menurut aku, aku masih bingung ketika mereka melihat
kelompok gua sebagai ancaman terhadap negara. Bagian apa sih yang kita ancam?
Sejujurnya kalo mereka kuatir soal moralitas, sebenernya moral itu… aku mendefinisikan
moral sebagai apa yang seharusnya dilakukan orang dan tidak menyakiti atau mengganggu
orang lain. Jadi lets say, membunuh itu tindakan tidak bermoral karena itu mengambil
nyawa orang lain. Jadi kalo misalnya concern mereka moralitas, ya we never really do
anything in front of them. We dont even dare to do that. Kita bahkan ga berani melakukan
itu. Jadi kaya aku menolak untuk diidentifikasi sebagai ancaman pada negara.
M: Rudiantara juga menyatakan bahwa materi LGBT melanggar aturan kesehatan, agama,
dan norma budaya yang tidak sesuai dengan Indonesia. Pesan apa yang kakak dapat dari
kalimat itu?
D: Aku ga setuju sama sekali. Apalagi bagian health rules. Bagian health rules itu kaya…
promoting LGBT itu bahkan sebagian besar konten IG yang mempromosikan LGBT itu we
are promoting healthy sexual life gitu. Jadi kaya whenever you’re going to have sex, use a
condom. And get checked once in three months. Jadi kaya kalo menurut mereka material
promoting LGBT itu against health rules, that is so wrong. Sedangkan kalo religious rules,
how many religion are there in indonesia? Lu mau paksain yang mana? Karena lets say di
hindu, mereka ga against dan ga pro juga gituloh dengan homosexuality atau LGBT.
Beberapa indigenous religion juga kaya they’re fine with LGBT. Jadi religious rules yang
mana? Kadang yang aku sayangkan di Indonesia, religious rules bagi mereka adalah
religious rules of majority which is Muslim. Dan itu yang mereka paksakan ke semua orang
yang ada di Indonesia, padahal mereka tahu juga kalo di Indonesia ga cuma Muslim doang.
Kalo health rules, I’m totally against that, kalo religious rules it is questionable, harus
diklarifikasi. Kalau dia bilang religious rulesnya Abrahamic religion, then mention it
specifically. It is against Abrahamic religion rules. Cultural norms, which culture, dude
what the hell. You can found a lot of transgender people in the history. Gua rasa dia ga
baca banyak materi, jahatnya kalo di komunitas, biasanya kalo kita ketemu sama menteri-
menteri, atau misalnya sama public figure politician yang nyatain sesuatu gitu, terus
mereka bawa-bawa agama dan culture, kita akan bilang mereka ahistoris. Karena mereka
gatau sejarah itu gimana, yang mereka jadikan tolak ukur sekarang itu dari apa yang terjadi
sekarang. Dan menurut aku yang sekarang itu masih bisa dipatahkan, lu harus refleksi ke
belakang gimana.
M: Kakak tadi bilang kalo agama muslim itu against LGBT. Kakak sendiri sebagai seorang
Muslim yang juga masuk di kelompok LGBT gimana pendapatnya?
D: Muslim dan LGBT. Hmm sebenernya sekarang I’m at peace with my religion and my
identity at the same time karena aku berusaha menginterpretasikan Al Quran bersama
beberapa temen. Karena biasanya yang dipakai sama orang itu ada satu ayat yang ceritanya
persis sama kaya di Alkitab tentang sodom dan gomora itu. Permasalahannya di sana bukan
God against what we do or our identity. God against the behaviour of rape. Soalnya cerita
di Sodom dan Gomora itu adalah ketika nabi Lut itu dapat tamu dan tamunya itu harus
diberikan ke orang-orang disekitarnya untuk dipersetubuhi. Dan itu yang ditolak oleh
Tuhan, bukan kasih sayang antarmanusia. Dan menurut aku, bukan kegiatan sodominya
itu. Itu menurut aku dan temen-temenku. Menurut aku Islam, mungkin juga Kristen dan
Katolik, itu tidak menolak LGBT. Tapi agama-agama ini menolak tingkah laku tertentu
yang menginjak hak-hak orang which is kalo selama me stick with what I believe, gua ga
menginjak siapapun, hak-hak siapapun ga gua ambil, I think I’m totally fine with that.
M: Media ini menggambarkan kelompok LGBT sebagai ‘vulnerable/rentan’. Menurut
kakak, LGBT di Indonesia masuk kategori itu ga sih?
D: rentan ini dalam aspek apa? Rentan dari perundungan dan persekusi itu iya, dari
lingkungan sekitar kita. Kalau dari vulnerable-nya dari sudut pandang itu iya, kita rentan.
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
Tapi ketika dibilang rentan kita.. Kan banyak isu yang diangkat itu kita rentan terhadap
HIV, STD dan segala macem. In fact, our community is stronger than the non LGBT
community when it comes to that. Karena edukasi yang kita lakukan itu gencar. Dan kalo
rentannya itu mengenai backlah, persekusi, perundungan gitu, ya kita rentanlah.
Maksudnya, ketika LGBT diturunkan ke seorang individual, si individu ini sangat rentan
di publik, apalagi kalo visibilitas dia itu tinggi. Contohnya temen-temen transpuan, itu
mereka rentan banget mengalami perundungan. Komunitas apalagi. Jangankan komunitas
LGBT, sebuah komunitas yang ingin membahas isu LGBT aja bisa kena perundungan kaya
“ngapain kalian bahas ini di kampus”. Jadi kalo rentan ya kita bisa dibilang rentan sih.
M: Kakak setuju ga sih kalo dalam berita ini orang-orang yang kontra LGBT yang bilang
LGBT immoral itu diberi label konservatif?
D: konservatif ini sangat multi interpretasi banget. Karena sekarang konservatif itu sudah
stigmatized banget gitu loh. Kaya nolak sesuatu yang progresif dibilang konservatif.
Menurut aku wording-nya aja sih yang salah. Kalo misalnya emang kontra LGBT ya bilang
aja langsung “orang-orang yang kontra LGBT branding it as immoral” karena ada kok
orang-orang konservatif, they’re against LGBT but they dont.. Mereka ga berusaha
mempromosikan kalo LGBT itu harus dilempar batulah. No, they stick to their belief aja.
Orang-orang konservatif itu basicly kalau diturunin katanya kan ‘conserve’ they’re trying
to conserve something which is kalau di sini pasti conserve the moral values, yang menurut
mereka benar. Ya menurut aku, when people try to conserve something, they have some
kind of objective. Dan ga semua orang di dalam konservatif itu adalah orang-orang buruk
gituloh, jadi ketika ngelabelin orang-orang yang heated online debate ini konservatif itu
sangat tidak adil buat mereka juga. Kalo orang-orang itu kontra LGBT ya bilang aja kontra
LGBT branding it immoral.
M: Kalau dari komentar orang-orang yang kontra LGBT, pesan apa yang kakak terima?
D: Orang-orang di IG itu, jangankan di IG, di Twitter, di Line, semuanya, orang yang punya
waktu untuk komen sesuatu itu, aku ga habis pikir gituloh. How do they have time to
comment such things on something, terus mikir kaya gitu lagi. Karena mungkin aja mereka
mikir cuma sekelibat gitu doang, oh gua akan ketik ini, terus gua ketik. Menurut aku kaya
that’s crazy idea to put people in prison just because of.. Ya ini bisa dibilang artistic content
kan. Karena ini came from an idea, terus dituangkan dalam bentuk komik strip. Thats crazy
kalo dibilang harus put it in prison. Blaspheming islam… bentar which part of those comic
yang blaspheming islam gituloh. There’s no part of that yang blaspheming islam. Menurut
aku Alpantuni cuma nge-potray itu secara deskriptif dan eksplisit. Udah gitu aja. Dan sesuai
dengan realita, emang itu yang kejadian, there’s no part of it yang blaspheming islam. Kalo
misalnya let’s say, kan kalo di Islam kita gaboleh ngegambar Nabi Muhammad. Kalo
misalnya dia ngegambar Nabi Muhammad, that can be counted as blaspheming islam, in
my opinion. Tapi kalo dia cuma ngedeskripsiin, ngeliatin ke orang-orang kondisi dia
sebagai gay itu seperti ini, dan orang-orang di sekitar dia yang kebetulan Islam, itu
memunculkan perilaku seperti ini. Dia ga nambahin apapun, dia ga memodifikasi apapun
terhadap realita tersebut, ya menurut aku gaada blaspheming Islam sih.
M: Di bagian penutup berita, ada pernyataan dari Andreas Harsono yang mengkritik
pemerintah. Pesan apa yang kakak tangkap dari bagian tersebut?
D: Bener sih, Andreas Harsono. Menurut aku dia bener, he’s trying to restate kalo misalnya
LGBT individuals itu banyak yg ditangkap, dipersekusi dan dimasukin penjara. And
removing that account, pertama itu ga nolongin komunitas kita untuk menghilangkan
stigma-stigma tersebut. Harusnya rudiantara melakukan mediasi, diskusi what’s going on
honestly, padahal dia punya akses ke sana. Doesn’t help us juga kalo dia take down that
account, berarti secara tidak langsung dia bilang apa yang terjadi di komik itu benar dan
dia berusaha menutupi itu. It doesn’t help them juga ketika government menutupi sesuatu
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
kenyataan dari orang banyak berarti mereka tahu itu salah. It gives them a bad name aja.
Andreas Harsono is right by saying that.
M: Oke itu berita satu, ini berita kedua. Silahkan dibaca dulu.
D: Oke.
M: Nah kalo berita ini, secara umum pemaknaan kakak gimana?
D: Agak hiperbola sih. Dia mendeskripsikan kasus ini dengan kata-kata yang lebay gituloh.
For example ya, kalimat “The episode is the latest flash point in a slow-burning battle over
morality…” dude, do you really have to describe it in a over-exaggerated way gitu loh.
Dan arah dia itu kaya akun ini bener-bener bokep, bener-bener porno. Dan ini yang terjadi
sama akun ini. Soalnya yang aku lihat gaada pernyataan yang mendukung kenapa akun ini
seharusnya dipertahankan. Yang dia sediakan cuma pernyataan-pernyataan yang against
that, dari muhaidin junaidi. Menurut aku, yang ini arahnya lebih ke menggambarkan akun
ini bener-bener jelek aja gitu.
M: Kalo dari judul berita yang ini, pesan yang kakak terima itu apa?
D: Aku kurang nyaman sama judulnya karena kata vanishes nya itu. Vanishes itu seakan-
akan setelah di call out, orang ini kabur gitu menghilang. Padahal kejadian sebenernya
mungkin bukan seperti itu.
M: Di paragraf ke-2 disebutkan kalau LGBT di Indonesia itu assert themselves. Menurut
kakak gimana?
D: For some people in the capital city, yes. Ketika di-generalize ke country, no. Banyak
orang di daerah itu mereka ga berani untuk come out. Ini overgeneralize aja sih. “Even as
gay, lesbian, bisexual and transgender people in the country assert themselves” Country itu
impactful gitu, seakan-akan semua orang LGBT di Indonesia dari sabang sampai merauke
itu mereka berani menyatakan itu. Dan aku rasa.. Mungkin dia mau bilang kalo misalnya
di media itu keliatannya kita assert ourselves. Tapi kenyataannya di media itu temen-temen
aktivis dari Jakarta dan capital city. Itu ga adil aja sih buat temen-temen di daerah ketika
di-generalize jadi country.
M: Di sini dia juga ngomong di bagian bawah kalo Alpantuni dideskripsikan sebagai
“Indonesian-language comics addressed gay identity and religious bigotry, and depicted
men with their shirts off and in bed together, though never fully nude.” Pesan apa yang
didapat dari kalimat ini?
D: addressed gay identity and religious bigotry… religious bigotry itu powerful words loh
menurut aku. Ketika you use that, seakan-akan akun ini berusaha depict kalo islam itu
bigot, dan sebenernya yang dia depict itu bukan religious bigotry-nya, yang dia depict
adalah what is going on, what is really going on. Jadi I’m not really comfortable with
religious bigotry karena kata-kata itu kaya menggiring pembacanya kaya akun ini jahat,
akun ini try to depict religious bigotry, especially Islam. Dan Islam is a majority in this
country. Paragraf yang ini menurut aku menggiring pembaca untuk “membenci akun
alpantuni ini”. Kaya seakan-akan dia berusaha menggambarkan Islam itu jahat, dan
menggambarkannya itu dengan menampilkan dua orang laki-laki berada di atas tempat
tidur dan telanjang meskipun ga secara penuh telanjang. Deskripsinya bener-bener jahat
sih menurut aku
M: Di bawahnya dia masukin kutipan MUI, pandangan kakak dari kutipan MUI ini
gimana?
D: “There is no third sex” first of all, there is a third sex. Intersex is a third sex and its
biological, God created that. Itu crazy aja sih. “God created humans as man and woman,
a couple, and there is no third sex” its irrelevant. No one is talking about third sex when it
comes to alpantuni. Kita ngomongin laki-laki dan laki-laki. Gaada yang ngomongin laki-
laki dan intersex, atau laki-laki dengan orang dengan jenis kelamin lainnya. Dan dia tiba-
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
tiba bawa third sex. It’s irrelevant, yang kedua “as man and woman, a couple”. Itu konsep
Abrahamic sekali sih. Padahal sebenernya kaya bisa man and man as a couple, woman and
woman as a couple. Jadi kaya sebenernya mungkin in penafsiran dia terhadap teks agama,
“man and woman as a couple” tapi pas udah nyampe ke “there is no third sex” that is a
crazy statement. First its irrelevant, second it isn’t supported by any scientific claims. Jadi
menurut aku kalo mau ngomongin dari sudut pandang agama lu, dan dari tafsir atau
pemahaman lu bahwa “God created man and woman as a couple” yaudah sampai di sana
aja gausa bawa-bawa third sex. It makes you look stupid.
M: Kalau kalimat “L.G.B.T. is a psychological illness that needs to be cured, and this comic
is promoting it,” dan “That will ruin the people’s faith in the long term.” Gimana
pemaknaan kakak?
D: Oh my God tadi paragraf ini, I wanted to skip this. That is not a psychological illness.
Dari mana dia tahu psychological illness? Karena pertama gua kebetulan belajar psikologi
sih, kita udah ga identify homosexuality as an illness. Itu dari ilmunya sendiri, lu mau pake
referensi apalagi.Jelas-jelas dia ga baca materi, dia gabaca teks. “Needs to be cured” which
part of us that needs to be cured? Dan promoting it, komik itu ga mem-promote apapun.
Then again, menurut aku, komik alpantuni itu cuma sebuah deskripsi doang atas apa yang
terjadi, representasi realita yg terjadi atas gay muslim. Dia ga mem-promote you have to be
an LGBT people because its fun. Dari depiction dia, its not fun at all. Lu kena persekusi,
lu kena bully. Jadi kaya there’s no part of promoting it, no advertising there. “That will
ruin people’s faith in the long term”. Gua masih bingung sih apa yang di-ruin dari
komiknya alpantuni. Iya itu ngeekspos gimana orang Muslim mempersekusi kelompok
homoseksual, tapi it doesn’t make people disbelieve something right? Pernyataan dia di
satu paragraf ini bener-bener bodoh aja sih, what the hell are you trying to say dude? First
you say about third sex, now about the psychological illness, terus kaya long term faith.
Yang dia nyatakan itu pertama gaada basisnya. Mungkin dia kasih reasoning tapi medianya
ga meletakan itu. Jadinya kaya seakan-akan dia menyatakan pernyataan-pernyataan tanpa
klaim gitu.
M: Di sini ditulis “said in a telephone interview” berarti medianya secara sadar
menghubungi pihak MUI untuk minta keterangan. Bagaimana menurut kakak?
D: telephone interview itu menurut aku kalo misalnya jurnalisnya ini ada di Indonesia,
ethically speaking lu harus dateng langsung kesana dan temui dia di tempat. Soalnya I’m
doing research kan, we dont prefer telephone interview, karena pertama pasti ada
nonverbal cues yang ga kebaca ketika telephone interview dan ada banyak miskomunikasi
terjadi ketika telephone interview, dan dia gabisa mengklarifikasi apapun. Jadi menurut
aku, telephone interview.. That’s a crazy idea to get information from someone, karena bisa
aja telephone interview di-setup sebagai pembicaraan yang kasual.
M: Kementerian Kominfo menyebut bahwa akun ini violate an indonesian law on
distributing pornography. Bagaimana pemaknaan kakak terhadap paragraf ini?
D: Aku nggak setuju, kan akun alpantuni ga menampilkan laki-laki tanpa busana kan.
Bagian bawahnya ga keliatan kan. Jadi bener-bener upper body doang. Kalo misalnya itu
pornographic content, majalah mens health kenapa ga ditarik? There are a lot of content
like that on Instagram, dan banyak orang Indonesia, influencer, exposing their upper body
in Instagram. Kalo itu violate Indonesian law of distributing pornography, kenapa yang
lain ga di-takedown, kenapa harus alpantuni? Apa sih yang disembunyiin?
M: Di bagian setelah itu kan ada pernyataan dari Instagram yang lebih lengkap dari media
sebelumnya. Pesan apa sih yang kakak tangkap dari paragraf-paragraf itu?
D: Oke, hmm dari but ig said terus statement-nya chin yee wong, itu menurut aku neutral.
That’s totally fine. Terus paragraf selanjutnya yang ig did not respond to the question, itu
seakan-akan corner instagram doesn’t want to take action about this. Padahal sebenernya
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
menurut Instagram there is nothing wrong about that content. Terus tiba-tiba ada “there
was a speculation that the account might be based in Malaysia”. Kenapa itu tiba-tiba
dibahas gitu, kaya what’s the relation between Indonesia and malaysia. Terus kenapa
“always follow the law”nya dikasih quotation ya. It’s misleading for me, karena seakan-
akan Instagram lepas tangan gituloh. “Oh yaudah kalau lu mau post nudity, yaudah it’s in
your responsibility. Kalau negara lu ngepersekusi ya that’s your fault negara lu punya law
yg kaya gitu. Paragraf pernyataan IG ini, I’m uncomfortable with that.
M: Di dua paragraf setelahnya, ada kalimat “A longstanding — if grudging — tolerance
for homosexuality in the country began to erode in 2016, when the authorities, under
pressure from right-wing Islamic groups, began arresting gay men in record numbers.” dan
setelah itu medianya juga memberi contoh hal-hal buruk yang terjadi ke kelompok LGBT.
Makna apa yang kakak terima?
D: Tolerance probably yes sebelum 2016 karena dari yang aku lihat people were totally
fine about.. Not homosexuality but feminime guy back then. But now, itu bener-bener
against gitu loh. Dulu bahkan kalau kamu tahu Aming itu bisa dengan bebasnya
mengekspresikan dirinya di televisi gituloh. Sekarang sejak itu udah gaada. Kalau
tolerance mungkin ada, tapi kalau acceptance it was never there. Sebelum-sebelum itu
bahkan temen-temen dari akar rumput (komunitas) dan di daerah-daerah itu sebelum
kejadian di awal tahun 2016 itu mereka bilang “dulu hidup kita okeoke aja, people were
okay about us” tapi sejak ada masalah mengenai isu LGBT sekarang orang jadi against us,
dan mereka menyalahkan temen-temen di jakarta karena kita kan yang sering mengontrol
isu itu naikin atau nggak. Toleransi itu longstanding iya, dan kalau itu dipaksakan juga iya.
Mungkin dulu mereka toleran dan merasa terpaksa karena belom ada movement yang
menyatakan kalau kebencian terhadap LGBT itu diperbolehkan. Setelah 2016, mulai
muncul FPI, MUI, mulai menunjukkan kalau its okay to mengarahkan kebencian lu ke
kelompok LGBT. Makanya jadinya kaya gitu.
M: Setelah paragraf itu, media ini menulis “The recent spike in such legislation may reflect
a growing recognition by some Indonesian politicians that they can win popular support by
appealing to hard-line Islamic sentiment. The country is preparing for a presidential
election in April, and some fear a return of the sectarian intolerance that marred the last
such vote in 2014.” Makna apa yang kakak dapatkan dari paragraf ini?
D: Bisa banget isu LGBT dipake buat politik karena orang kita itu populis, they’re
following the voice of majority. Ketika ada satu isu diangkat dan diangkatnya oleh figur
agama, the majority of people yang menganut agama itu akan ngikut. Jadi ketika itu
dijadikan alat politik, itu bisa banget dijadikan alat politik karena ketika lu grab ini lu bisa
nge-grab banyak orang.
M: Kalau sampai isu LGBT digunakan buat alat politik, tanggapan kakak sendiri gimana?
D: Oh God, pertama aku sedih karena mereka mempolitisasi identitas aku sebagai manusia,
while it should be personal to me but they use it for politic, political weapon. Aku bukan
kecewa sama government. Mungkin government juga gabisa ngapa-ngapain karena
masyarakat bakal backlash ke mereka kalo misalnya mereka bukan mendukung sih, tapi
berusaha mengakomodasi kelompokku. Jadi itu hard choice juga. Tapi jangan sampai lah
lu jadiin identitas gua sebagai alat politik, karena that’s just sad. Itu kaya lu gunain agama
lu sebagai alat politik gitu. That’s just sad, religion should be something that bring peace
to you and make you love your surroundings and not to be used against someone in a
political contestation. Jadi that’s just sad. Sedih aja sih.
M: Menurut kakak, itu belom kejadian sekarang ini?
D: Iya (kejadian). Pertama, bukan di pilpresnya langsung ya. Banyak hal-hal tertentu kaya
di partai-partai, if you’re aware with PSI kan mereka sangat progresif segala macem. Partai-
partai lain itu selalu menyerang PSI kalau PSI bakal dukung LGBT segala macem, dan itu
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
bener-bener berdampak ke elektabilitasnya PSI. Bahkan PSI itu ga secara eksplisit bilang
kalau mereka mendukung LGBT, tapi itu dipake sama parpol lain. Kalo di pilpresnya
secara langsung, secara eksplisit gaada sih yang aku liat LGBT dijadikan bahan politik.
Toh sekarang kalo kamu lihat di sosial media, kelompok LGBT itu they choose to not vote.
Mereka pilih golput karena duaduanya ga pantas buat dipilih.
M: Setelah paragraf itu, ada bagian ending dari berita mulai dari saat akun Alpantuni ini
“tertidur”, ada orang-orang yang nge-repost komik dia dan komentar-komentar negatif
tentang Alpantuni yang diberi label “critic”. Makna apa yang kakak tangkap?
D: Ending berita ini tuh full of negativity. Pertama, I was about to say the same thing,
kenapa critic gituloh padahal yang di-present itu adalah komen. There’s no critical content
about that, it’s just an opinion. “If you want to be Muslim, don’t be gay” that’s an opinion.
“It’s your right to be godless, but don’t be Muslim and gay. That’s just greedy”.
Maksudnya yang ditaruh di bagian terakhir adalah kalimat seperti ini dan gua
meninggalkan berita ini dengan perasaan yang sangat hateful gituloh. The after effect is just
not good for me kalau gua baca ini in the morning on my way to work. Dan dia nge-cite si
coconut report itu kan. Menurut aku, gatau sih di jurnalisme itu kaya gimana, tapi kalo di
academic writing, kita tuh selalu diusahakan untuk always use primary resource jangan
secondary resource. Ini kan secondary resource, terlebih lagi ini sebuah interpretasi
gituloh. What is your stand on this? Seakan-akan kaya “oh kalo gua ketik ini dan gua dapet
backlash, bukan gua yang disalahin, coconuts yang disalahin”. What media is this? Dia
seakan-akan tidak mau disalahkan atas berita ini, dan lu udah lebay gituloh pemberitaannya
di awal. Mungkin itu teknik yang bagus buat dapet engagement dan klik di website lu,
emotion appeal kan supaya orang “Gua emosi nih baca ini, gua mau baca lanjut”. Tapi kaya
would it be beneficial for other people to read like that? I don’t think so. To close the news
in this way, in such negativity, itu juga not good gituloh. Implikasinya bukan ke media lu,
implikasinya ke orang-orang yang jadi central point di berita lu. Jangankan soal LGBT,
soal artis aja kalo lu tutup di akhir itu jelek, people will hate them. Let’s say syahrini, kalau
lu beritain syahrini kaya gitu ya people will hate her. Padahal she does a lot of good things
juga sebenernya. This news is just so.. I’m not comfortable reading this.
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
Informan 3
Nama : Puspa Amelia
Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 31 Juli 1994
Pekerjaan : Konsultan hukum di persekutuan perdata
Lokasi/Waktu Wawancara : Starbucks, Stasiun BNI City / 8 April 2019
Keterangan : M = Melissa
P = Puspa
M: Hai Kak Puspa, boleh tolong perkenalin diri dulu kak?
P: Halo Melissa, namaku Puspa Amelia, biasa dipanggil Mela. Aku lahir di Tangerang, 31
Juli 1994. Agamaku Islam, pekerjaan aku sekarang sebagai konsultan hukum.
M: Konsultan hukum di agensi gitu kak?
P: Kalau di lawyer gitu ada namanya persekutuan perdata, nah kebetulan persekutuan
perdata ini yang sekarang aku tempatin, dia bergerak di bidang corporate law jadi ngurusin
perusahaan
M: Sebelumnya, kakak sekolah di mana?
P: Dulu aku S1nya di Universitas Dipenogoro di Semarang, S2nya di UI.
M: Ambil jurusan?
P: S1nya aku ambil hukum internasional, S2nya aku ambil hukum tata negara.
M: Berarti kesibukan saat ini kerja sambil s2?
P: S2nya udah lulus sih, karena ga sambil kerja, kuliah doang
M: Menurut kakak, status ekonomi kakak seperti apa?
P: Menengah ke atas lah.
M: Yang aku tahu, kakak pernah masuk pesantren kan ya?
P: Iya
M: Boleh cerita ga kakak masuk pesantren dari kapan, terus kenapa bisa masuk pesantren?
P: Aku dari kelas 2 SMP sampai 3 SMA di Nurul Fikri Boarding School di Anyer, sebelum
itu aku sekolah islamic tapi pulang pergi. Kalau dulu sih, awalnya dipaksa karena memang
akunya yang nakal sih. Dan aku gapunya pilihan waktu itu. Tapi akhirnya aku merasa
beruntung karena aku compare sama temen-temenku yang seumuranku kaya masih belom
ngerti cara sholat yang benar.
M: Kakak berapa bersaudara ya?
P: Aku anak kedua dari tiga bersaudara
M: Itu semuanya masuk pesantren?
P: Iya semuanya anak pesantren.
M: Itu ajaran dari orangtua kah yang emang wajibin anaknya masuk pesantren?
P: Nggak juga sih, dulu orang tuaku kan nggak masuk pesantren, dan mereka merasa ketika
mereka udah tua, mereka baru mendalami islam. Dan mereka gamau anaknya mengalami
hal yang sama. Makanya udah dipercayain aja ke pesantren. Pesantren juga bukan yang
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
belajar yang keras, yang penting bisa ngaji, tahu cara sholat, gitu-gitu. Bukan pesantren
yang keras gitu nggak.
M: kalau boleh tahu, orientasi seksual kakak apa ya?
P: Aku hetero.
M: Kakak sendiri pernah punya temen atau kenalan yang ada di kelompok LGBT ngga?
P: Kalau LGBT, yang aku kenal ada satu temenku yang lesbian aja sih. Pas aku sempet ikut
summer school di Belanda, dan temennya dari berbagai negara, mereka terbuka dengan
LGBT. Dan ada beberapa spot yang menyediakan informasi tentang LGBT. Waktu aku ke
amsterdam sih.
M: Kalau kakak sendiri gimana pandangannya terhadap LGBT?
P: Kalau dari aku, itu sebenernya bukan sesuatu yang dibenarkan terutama dalam
kepercayaan aku. Bukan sesuatu yang dibenarkan dan diwajarkan sebenernya. Tapi sikap
aku terhadap LGBT sendiri, kita lihat situasinya sih, maksudnya kalo di Indonesia itu
sendiri kan lebih ga begitu kuat LGBTnya, tapi kalau di luar negeri kita ga bisa ‘oh LGBT
itu ga bener’, emang itu udah budaya di sana, dan kita ga boleh menyikapinya berbeda,
selama dia ga macem-macem ke kita, ga melakukan hal yang merugikan buat kita, menurut
aku sih ga masalah ya.
M: Dulu pas di pesantren dikasih tahu ga sih LGBT itu salah?
P: Kalau secara tersurat gitu ngga, tapi kalau dibilang Tuhan menciptakan Adam dan Hawa
itu iya dikasih tahu, Tapi kalau ‘kamu gaboleh menyukai sesama jenis’ gitu ngga. Ya Tuhan
menciptakan ada perempuan ada laki-laki.
M: Pas di Belanda, kakak kenapa bisa lebih menerima temen-temen yang LGBT? Bukan
benci atau menjauhi mereka?
P: Kalau aku sih apapun itu ya, mau kamu LGBT, tatoan, aku orangnya bukan ngeliat orang
dari penampilan atau apa yang dia anut. Selama kamu ga mengganggu aku, selama kamu
ga merugikan aku ya ga masalah. Aku pun temenan sama mereka sampe sekarang pun
masih kontak-kontakan, mereka juga biasa aja gitu.
M: Kalau menurut kakak mungkin ga sih kelompok LGBT itu juga menjalankan agama
yang melarang LGBT?
P: Hmm aku kurang tahu ya, setahu aku sih selama aku di Amsterdam, temenku yang lesbi
ini ga pernah ke gereja sih. Karena kalo disitu kan suka ke gereja bareng, nah dia nggak.
Kalau yang aku tahu, itu Milendaru saudaranya ashanty, aku denger cerita dari dia. Dia ga
transgender, dia ga operasi alat kelamin dia, tapi dia mengakui kalau dia sukanya itu sama
laki-laki, dan dari dulu dia suka dandan. Kalau aku lihat sih itu gabisa dijelaskan pake kata-
kata sih, yaudah itu terjadi pada diri dia sendiri gitu. Entah itu dari lingkungan, apa yang
dia lihat, pergaulannya, kita gapernah tahu kenapa dia bs seperti itu, tapi ya emang nyata.
Dia sempet berhenti sebentar doang, normal jadi laki-laki, tapi ya naluriny balik lagi. Jadi
menurutku itu gabisa, kalau orang awam kaya aku itu gabisa menerka-nerka ‘oh mungkin
dia gini gini’, karena itu hubungannya mungkin psikolog. Aku gatau sih gimana dia bisa
punya agama, dia sholat gituloh, dia Islam, dia pernah direkam sama temen dia sholat, tapi
ya penampilan dia perempuan, dia berhubungan sesama laki-laki. Kenyataannya kaya gitu,
kita gabisa nerima di akal tapi ya ada gituloh. Dan itu baru yang terekspos dan diakui.
M: Kakak biasanya baca berita dari mana?
P: Karena medsos sekarang lagi naik banget, paling lewat medsos. Pas berangkat kerja,
sebelum pulang kerja, aku baca berita lewat Twitter. Aku follow Republika, kalo media
internasional aku follow Al Jazeera, itu sih paling. Kalau tv udah jarang sih
M: Biasanya berapa lama sih baca beritanya?
P: Kalau beritanya menarik dan kita paham, biasanya bisa sejam lebih ya. Kadang ikut
komentar juga.
M: Pernah denger kasus Alpantuni ngga?
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
P: Ngga, belom pernah denger.
M: Aku bakal kasih berita tentang Alpantuni yang berasal dari dua media yang berbeda,
tapi aku ga kasih tahu medianya apa. Ini berita yang pertama, boleh tolong dibaca dulu dari
awal sampai selesai ya kak
P: Oh oke.
M: Kalau secara umum, setelah kakak baca berita itu, pesan apa sih yang kakak dapat?
P: Sebenernya sih kalau aku lihat dari dua sisi ya, kalau dari sisi negaranya dimana ini di
Indonesia, kalau aku lihat memang tidak ada atau tidak siap untuk menerima budaya
tersebut untuk masuk ke negara Indonesia. Dan sepertinya sampai kapanku nggak akan
siap, menurut aku. Terutama kalau aku melihat mayoritas penduduknya beragama muslim.
Tapi kalau di satu sisi, dari Alpantuni itu kan sebenernya dia mencoba untuk sharing dan
itu yang aku bilang tadi, sebenernya LGBT itu kadang bukan pilihan. Kita gatau ya gimana
rasanya, tapi mungkin itu naluri mereka, dan ga seharusnya mereka diperlakukan beda sih.
Budayanya tidak tepat aja masuk ke Indonesia
M: Kalau dari judulnya, pesan apa sih yang kakak tangkap?
P: Dari judulnya aja sih, kaya terlalu...kurang tepat sih kalau menurut aku. Kalau misalnya
ngeliat kontennya kaya gini, kaya misalnya diblok terus setelah diblok dari Instagram,
alesannya apa, dan dihubungkan dengan kenapa Indonesia tidak menerima hal tersebut.
Sebenernya ini jatohnya kaya nyerang ya, jadi kaya ofensif gituloh, kalau menurut aku
kenapa ga dibikin kaya edukatif aja, karena kalo yang aku lihat ga hanya berita ini tapi di
berita-berita Indonesia pun, isinya apa tapi judul beritanya apa. Kurang edukatiflah
judulnya menurut aku.
M: Di paragraf pertama kan ditulis kalau akun instagram ini mempublish komik strip yang
menggambarkan perjuangan gay muslim di Indonesia. Makna apa yang kakak tangkap?
P: Yang pertama sih aku lihat dari diri dia dulu ya. Seperti yang tadi aku bilang, aku, kita
mungkin tidak tahu rasanya jadi dia atau LGBT yang lainnya, tapi mungkin itu satusatunya
cara dia untuk mengekspresikan apa yang dia alami selama ini. Dan yang kedua, dengan
beradanya sosial media terutama Instagram sekarang ini kan lagi naik-naiknya, apa-apa
semua via IG via sosmed, menurut aku ini kurang tepat sih kalau di share di Instagram.
Karena kalau dia memang ingin mengekspresikannya, apa lebih tepat kalau dia membuat
suatu artikel, atau dia nanya ke komunitas. Kalau IG itu terlalu luas dan bisa dijangkau ama
siapa aja. Dia juga harus memperhatikan negara tempat ia berada, kalau dia di Belanda ya
dia biarin aja gitu kan, tapi kalau di Indonesia, apa resikonya? Di satu sisipun kita gabisa
nyalahin rasa yang dia ada, dia ingin mengungkapkan itu, dia ingin orang itu tahu, hanya
mungkin caranya ga tepat aja sih menurut aku.
M: Berita ini kan bilang kalo Alpantuni hilang setelah pemerintah memberi label pornografi
kepada dia. Kalau dari pemaknaan kakak, konten Alpantuni itu pornografi ga sih?
P: Kalau dibilang pornografi kurang tepat ya menurut aku. Kalau hukum yang berlaku
mungkin lebih ke kebangsaan sih, UUD, lebih ke ras/suku, melencenglah dari pancasila.
Sebenernya lebih ke situ sih. Kalau pornografi kan lebih… karena aku ga pernah liat ya
kontennya gimana, tapi kalau dari kata-katanya dia di abuse, kalo dia menampilkan gambar
abusenya, mungkin iya dia bisa kena pornografi. Tapi kalau dia cuma cerita, kartun,
menurut aku seharusnya ngga sih.
M: Nilai-nilai pancasila apa sih yang dilanggar?
P: Kalau dari pancasilanya itu sendiri kan nggak pernah diakui keberadaan LGBT itu
sendiri. Dan apa ya.. Secara tersuratnya sih gaada ya, cewe harus suka sama cowo, tapi
memang sikapnya agak berbeda dan itu ga diterima atau belum diterimalah.
M: Dia juga bilang kalau konten Alpantuni ini melanggar regulasi konten di Instagram.
Gimana menurut kakak?
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
P: Kalau misalnya… ini asumsi ya karena aku ga melihat post-nya. Kalau dia bilang abuse,
apalagi dia membawa nama muslim di sini, terus dia… kalau ternyata di post-nya ada
gambar abusenya, iya itu breach the regulations, karena itu ga diperbolehkan baik di
Instagram maupun di regulasi kita.
M: regulasi kita itu apanya?
P: UU ITE, itu ga diperbolehkan.
M: Komik ini menggambarkan karakter yang facing discrimination and abuse, dan ini
semakin sering terjadi sejak akhir 2015 saat ada politisi dan pemimpin agama yang
konservatif yang mengampanyekan bahwa LGBT adalah ancaman negara. Makna apa yang
kakak dapatkan dari paragraf ini?
P: Sebenernya sih itu bener-bener tergantung sama budaya dari negara itu sendiri ya. Kalau
aku lihat Indonesia bener-bener ga siap dan tidak akan menerima keberadaan LGBT
meskipun pada kenyataannya emang ada, mereka hidup di sekitar kita. Tapi kalau misalnya
discrimination and abuse ya itu yang aku bilang tadi, bukan karena mereka LGBT, mereka
berbeda dari kita, itu membenarkan mereka untuk mendiskriminasi dia, menyiksa dia, itu
tidak dibenarkan sama sekali. Tapi kalau kampanye kaya anti LGBT, apa sih bahayanya
LGBT, selama masih under regulation, selama nggak menyerang personal langsung,
menurut aku itu ga masalah. Negara ini kan negara demokratis ya, kalau memang kita tidak
setuju kalau mau kampanye ya sesuai aturan, dan kenapa kamu ga setuju.
M: Orang-orang yang ga setuju diberi label konservatif. Makna yang Kakak dapet dari kata
‘konservatif’ itu apa?
P: sebenernya inti dari LGBT itu budaya, culture. Kenapa dia bs bilang konservatif? Karena
dia melihat ke luar. “Di luar tuh udah diakui loh, di luar tuh komunitas ini udah dirangkul,
lu tuh konservatif, lu ga mengakui kita, padahal penduduk lu juga banyak yang kaya gitu.”
Tapi kalau misalnya untuk penyebutkan konservatif itu sendiri kalau kita ngeliat dari
sejarah negara kita gabisa dibilang konservatif juga, karena ini adalah suatu hal yang baru
dan sebenarnya pun kalau aku melihat belom ada hal yang membenarkan hal terebut ada di
negara ini.
M: Menkominfo kan bilang kalau materi yang mempromosikan LGBT itu against health
rules, religion rules, dan cultural norms yang tidak sesuai dengan Indonesia. Menurut kakak
pesan apa sih yang kakak dapat dari kata-kata Rudiantara?
P: Kalau menurut aku, aku setuju sih sama pernyataan yang diutarakan menteri kita. Karena
memang pada kenyataannya itu tidak sesuai dengan, kalau bahasa kerennya, falsafah kita
lah. Itu tidak pernah dibenarkan di negara kita, tapi pun kita tidak bs membatasi atau
menghilangkan keberadaan mereka juga. Tapi kalau dibilang against our regulation,
cultural norms, itu iya, itu benar.
M: Kakak kan lulusan hukum nih, dan kakak setuju dengan pernyataan Rudiantara.
Menurut kakak, health rules, religion rules, dan cultural norms yang dilanggar itu secara
spesifik apa sih?
P: Kalau misalnya setahu aku aja nih, aku kurang tahu kalau di agama lain. Kalau di
agamaku sendiri, dari agama Islam, dan aku pernah sekilas baca di Yahudi. Bahkan di
Yahudi itu kalau menyukai sesama jenis, kalau ga salah hukumannya hukuman mati. Nah
pun di agamaku itu tidak dibenarkan, kenapa diciptakan Adam dan Hawa ya karena itu,
bukan Adam dan Adam gitu sih. Sebenernya lebih ke situ. Dan kalau itu diterima,
dibenarkan, menjadi aliran dan menjamur, kemudian negara ini jadi kehilangan pegangan.
Kita bukan hanya bicara hanya pada islam doang, di Indonesia kan agamanya banyak. Aku
gatau ya ada agama yang membenarkan LGBT atau ngga, tapi kalau udah masuk ke ranah
agama, aku rasa itu susah sih. Menurut aku gaakan siap sih, bakal culture shock.
M: Kalau dari health rulesnya, apa sih yang dilanggar komunitas LGBT?
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
P: Mungkin banyak yang akan terpengaruh ya, misalnya UU Pelecehan atau unsur
pemaksaan antara perempuan dan laki-laki dikatakan zinah segala macem. Kalau LGBT
(dilegalkan) itu merubahnya akan luar biasa banget dan menurut aku itu sangat sulit
dirumuskan dan tidak mungkin. Dan ketika keberadaan LGBT itu diakui dan dibenarkan
secara hukum, kemudian diakui dalam UU atau dalam bentuk peraturan lainnya, itu akan
bertabrakan dengan nilai asusila, ketuhanan yang maha esa, dari undang-undang aja, dari
agama itu kan sudah melarang gituloh.
M: Media ini memberi label komunitas LGBT sebagai vulnerable atau rentan. Menurut
kakak cocok ngga sih pemberian label itu, dan makna apa yang kakak dapatkan dari label
tersebut?
P: Rentan… kalau dibilang rentan mah bisa dibilang iyalah. Kalau reproduksi kan cewe
sama cowo ya, itu juga pasti akan mengganggu rantai hiduplah ibaratnya. Harusnya cewe
sama cowo. Kalau cewe sama cewe atau cowo sama cowo kan ga nyambung. Lebih ke
norma aja sih. Rentannya terhadap peraturan yang berlaku di Indonesia. Akan banyak
banget berbenturan kalau LGBT diakui.
M: Di bawahnya ada komentar dari warganet yang kontra terhadap alpantuni. Pesan yang
kakak dapat itu apa?
P: Kalau dilihat dari kebebasan haknya, itu hak mereka. Seperti kaya dia ngepost itu, seperti
dia bikin cerita itu, sharing itu, itu hak dia. Begitu juga dengan orang-orang yang komen di
sini, itu hak mereka. Apalagi ada yang bilang ‘its not only blaspheming Islam, but its also
destroying morality’ ya dia merasa itu bs merusak moral segala macem. ‘Oh ini orang
harusnya masuk penjara’ ya itu hak mereka. Kalau aku lihat dari komen itu sih belom ada
yang kaya parah banget ya, ini menurutku masih ga masalah sih kalau ini. Itu pendapat
mereka, keculai kalau udah menyudutkan atau ngata-ngatain dia itu baru keluar batas lah.
M: Bagian akhir dari berita ini kan media ini memasukan kutipan dari Human Right Watch
yang mengkritik pemerintah. Dari bagian akhir berita ini, pesan apa sih kakak dapatkan?
P: Gimana ya… Kalau misalnya dibilang Indonesia belum membantu mereka.. Kalau
dilihat keluar dari konteks LGBT pun banyak ya masalah-masalah yang ga kesentuh sama
pemerintah. Tapi khusus terkait LGBT, ya memang kalo kita mau bicara HAM ya sulit
juga karena aturan kita, regulasi kita, undang-undang kita memang tidak mewadahi hal
tersebut. Tapi pun, terlepas dari LGBT, seperti kekerasan, penyerangan keluarga segala
macem, ya itu tidak dibenarkan, itu termasuk pidana. Contohnya gini deh, misalnya
diserang karena kamu Islam, kamu teroris, gitu segala macem, kamu bisa kena. Tapi kalau
LGBT karena tidak diwadahi dan aku rasa tidak akan diwadahi ya di Indonesia. Kalau
terkait kekerasan, harusnya pemerintah bisa tetep bertindak atas hal tersebut, tanpa melihat
alasan dia LGBT atau ngga karena itu tetap kekerasan. Aku setuju ga setuju sih. Kalau
dibilang setuju, nggak juga. Setuju kalau pemerintah ga konsen ke situ. Tapi kalau dibilang
ga setuju, bukan karena LGBT dia pantes dapet kelakuan tersebut, jadiin between sih.
Pokoknya kekerasan apapun, itu tidak dibenarkan dan secara hukum bisa dipidana. Tapi
kalau misalnya terlepas alasannya LGBT atau tidak, karena kita belum atau tidak mengatur
ya tidak ada payung hukumnya. Pemerintah pun bingung, kalau di satu sisi dia mau
ngelindungin, ‘oh gaboleh LGBT itu manusiawi segala macem’ ntar pemerintahnya yang
kena. Ini negara sebenernya nganut apa sih.
M: Berarti kalau kelompok LGBT dipersekusi, dimasukin penjara cuma karena dia LGBT
itu gaada payung hukumnya dong?
P: Sebenernya sih gaada ya. Cuma kaya berapa kali kan suka ketangkep yang pesta homo
gitu-gitu kan, di gym segala macem, ya itu merusak moral juga sih. Untuk Indonesia sendiri
harus tegas, kalau dia mau melarang ya melarang gitu. Dan kita pun sebagai warga negara
indo, kalau kita tidak siap dengan aturan tersebut ya itu pilihan kalian, kalau misalnya kita
sudah siap ya udah.
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
M: Oke, ini berita yang kedua. Dibaca dulu aja ya dari awal sampai habis.
P: Oh berita ini ada gambarnya ya.
M: Kalau dari berita ini, secara umum pesan apa yang kakak dapatkan?
P: Kalau menurut aku, berita yang ini lebih deskriptif menggambarkan apa yang terjadi.
Tapi dia kurang informatif dalam menyebutkan regulasi mana yang dilanggar. Kalau yang
sebelumnya diperkuat sama statement dari menteri. Kalau ini kan hanya dari MUI. Menurut
aku kurang balance, harusnya pemerintah dihadirkan dalam sebuah artikel. Pun kalau mau
ambil dari muslimnya, atau dari budayawannya. Kalau mau lebih bagus sih kaya gitu ya,
jadi dari perspektif pemerintah gimana sih, dari perspektif muslim gimana karena dia
adalah seorang muslim, dan dari perspektif budayawan gimana sih yang mungkin lebih
openminded. Jadi ga berat sebelah. Ini kurang aja sih, apalagi dia bilang against regulations
tapi cuma dari segi agama itu kurang.
M: Kalau dari judul berita yang ini, makna yang kakak dapet apa sih?
P: Kalau yang aku dapet sih, ada seseorang yang membuat komik, bikin cerita sambil
sharing. Kemudian dia dihukum karena Indonesia menganggap itu pornografi.Sebenrnya
itu juga, aku ga setuju sama judul dua-duanya sih, karena kenapa Indonesia menganggap
itu pornografi itu kan ada dasarnya. Jadi kalau mau netral ya sesuai kenyataan, ya
dicantumin. Misalnya under pornography regulations.
M: Nah di paragraf kedua kan ditulis kalau kasus Alpantuni ini “The episode is the latest
flash point in a slow-burning battle over morality and civil rights in Indonesia, a Muslim-
majority nation. Even as gay, lesbian, bisexual and transgender people in the country assert
themselves, others support an ascendant Islamic movement that has embraced some
homophobic policies and portrayed L.G.B.T. people as a threat to national harmony.”
Makna apa sih yang kakak dapat dari paragraf ini?
P: Yang aku dapat si penulisnya lebih berat ke si alpantuni. Jadi kaya dia tuh cuma mau
kasih tahu kalau kita tuh eksis, tapi ternyata ada sekelompok muslim yang bilang kalau itu
anceman. Kalau aku melihat dia lebih membela si pembuat komiknya ini sih.
M: Di paragraf selanjutnya, media ini kan menjelaskan apa atau siapa sih Alpantuni itu.
Pesan apa yang kakak dapat dari paragraf ini?
P: Sebenernya kalau yang aku lihat ya, kalau aku lihat dari statementnya dia, kalau dari
kalimat yang dia kutip, dia cuma ngambil dari yang ada gitu. Kalau aku lihat di sini dia
gaada counter apa-apa. Di sini aku ngeliat ada keberpihakan lagi sih, “depicted men with
their shirts off and in bed together, though never fully nude” kaya yaudah never fully nude
itu menurut aku statement yang membela alpantuni. Ya dia sebenernya cuma gambarin
gini-gini aja. Kalau dari kata religious bigotrynya, kenapa dia ngomongnya religious
bigotry? Mungkin karena sebelumnya dia cerita kalau keluarganya dia tuh kaya islam
konservatif segala macem, mungkin pemilihan katanya agak berlebihan sih menurutku. Ga
tepat aja, menurut aku.
M: Media ini kan memasukan kutipan dari MUI. Dari kutipan MUI ini, pesan apa sih yang
kakak dapatkan?
P: Kalau menurut aku, itu yang tadi aku bilang. Kenapa media ini kurang, karena dia hanya
menggambarkan dari segi islamnya aja. Ya kalau dari Islam emang seperti itu, ya Tuhan
menciptakan Adam dan Hawa, gaada kaum yang lain. Dia mengungkapkan apa yang ada
di agamanya, jadi menurutku ga masalah. Seharusnya pun kalau yang baiknya ya
dicompare, oh kalau dari segi regulations begini, kalau dari segi budayawan begini.
M: Kalau dari kutipan berikutnya yang dia bilang LGBT itu psychological illness yang
perlu disembuhkan, dan komik ini mempromosikan LGBT yang bisa menghancurkan iman
seseorang dalam jangka waktu lama, itu gimana kak? Setuju ngga?
P: Pemilihan katanya kurang tepat ya, ini terlalu menyerang sih menurut aku. Mungkin
bagi dia itu sebuah psychological illness, tp itu kan bahasa yang tidak bisa diterima semua
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
orang. Mungkin perlu kata ‘probably’ jadi kaya ini dapat, ini bisa menjadi kerusakan moral
segala macem, dan kenapa? Harus dijelaskan juga kenapa kamu menjelaskan seperti itu,
jangan kamu ngutarain pendapat tapi gaada dasarnya.
M: Di paragraf selanjutnya, dia ada masukin pernyataan dari Menkominfo tetapi nggak
dikutip aja. Dia bilang kalau akun ini melanggar aturan Indonesia tentang penyebaran
pornografi. Dari paragraf ini, pesan apa yang kakak dapatkan?
P: Setelah aku melihat gambarnya, iya. Kan tidak boleh menampilkan adegan bermesraan,
itu kan masuk UU Pornografi, terus yang kedua, ini kan adegan agak ngangkang gitu ga
sih, kaya gini-ginilah bisa masuk pornografi. Terus mungkin percakapannya bisa masuk
pornografi juga.
M: Di paragraf selanjutnya, media ini memasukan pernyataan Instagram yang telah
memutuskan untuk tidak me-remove akun ini. Kalau dari paragraf-paragraf penjelasan
Instagram ini, pesan apa yang kakak dapatkan?
P: Kalau menurutku wajar IG ngomong begini karena IG ya bukan hanya untuk di
Indonesia, IG bisa diakses di seluruh dunia. Banyak juga negara yang open minded
terhadap LGBT, kalau komik-komik kaya gini mungkin di negara lain itu biasa dan ga
violated gitu loh. Jadi menurutku IG wajar kalau dari seginya dia ngomong kaya gitu.
M: Dua paragraf setelah itu, media ini memasukan kalimat “A longstanding — if grudging
— tolerance for homosexuality in the country began to erode in 2016, when the authorities,
under pressure from right-wing Islamic groups, began arresting gay men in record
numbers.” Dan di paragraf-paragraf selanjutnya ada contoh kasus yang terjadi di Indonesia.
Menurut kakak, apa sih makna paragraf-paragraf ini?
P: Kalau yang pertama, aku komen dari yang Aceh. Kalau Aceh iya, kita tahu kan kalau
dia menganut hukum Islam, jadi ya memang ketika kamu berbuat itu di kota itu, kamu
harus tahu resikonya. Jangankan yang sesama jenis, yang tidak sesama jenis dan belum
menikah aja itu dihukum. Jadi menurutku itu resiko dia. Kalau yang di west sumatera, ya
itulah uniknya Indonesia. Ada yang nanya “regulations mana sih yang dilanggar?”
meskipun tidak tersurat dia bilang ‘oh tidak boleh cowo sama cowo’, Indonesia itu
mengakui adanya hukum adat. Hukum adat itu diakui dan memiliki kekuatan hukum di
Indonesia. Jadi pun aku melihat disini kejadian di West Sumatera dia bilang immoral acts,
kalau menurut hukum adat mereka, menurut kebiasaan mereka itu immoral, ya itu
dibenarkan. Itu uniknya indonesia, ada hukum adat yang diakui keberadaannya yang belum
tentu di negara lain itu ada. Di mana hukum adat itu berasal dari kebiasaan” masyarakat
sekitar. Bahkan ada beberapa yang kita ga berani sentuh dari segi hukum, kaya contohnya
Aceh dia menganut Islam, karena itu kepercayaan dan adat dia, ya kita gabisa sentuh.
Banyak sih, kalau itu bukan LGBT aja, dari segala aspek pun hukum adat keberadaannya
cukup kuat di Indonesia.
M: Tapi kakak setuju ga di paragraf awal yang bilang “longstanding — if grudging —
tolerance for homosexuality in the country began to erode in 2016 when the authorities,
under pressure from right-wing Islamic groups, began arresting gay men in record
numbers”?
P: Kurang setuju sih, balik lagi aku bilang kalau keberadaan itu pasti ada ya. Eksistensinya
kelihatan atau tidak itu kan kita gatau ya. Misalnya kadang dia menampakan diri, kadang
nggak. Tapi kalau hubungannya dengan sebuah pemerintahan, itu tergantung pemerintahan
itu sendiri, pemerintahnya mau tegas atau ngga, gimana pemerintah itu menentukan ini
harus ditindaklanjuti atau ngga, bukan semata-mata under pressure from right wing islamic
group. Karena selain muslim pun, LGBT tidak atau belum diterima di negara ini, terlebih
negara ini mayoritasnya muslim, jadi kelihatannya lebih kuat ke muslimnya. Tapi
mayoritas kan bukan berarti negara ini negara muslim kan. Mayoritas kan hanya melihat
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
dari jumlahnya aja. Kalau kita lihat dari yang ada di negara kita pun, ada 6 agama yang
diakui. Jadi bukan karena islam, menurut aku pemerintah gaboleh kaya gitu.
M: Kakak setujukah pernah ada toleransi untuk kelompok homoseksual?
P: Aku rasa nggak pernah ada. Belum pernah ada.
M: Di paragraf selanjutnya kan dikatakan “The recent spike in such legislation may reflect
a growing recognition by some Indonesian politicians that they can win popular support by
appealing to hard-line Islamic sentiment. The country is preparing for a presidential
election in April, and some fear a return of the sectarian intolerance that marred the last
such vote in 2014.” Makna apa yang kakak dapatkan dari paragraf itu?
P: Nggak sih, menurut aku nggak. Menurut aku LGBT bukan isu yang baru ya, sebelum
legislasi pun LGBT udah jadi isu ya, ada demo segala macem, jadi bukan karena ada
legislasi tahun 2019 ini. Tapi ya balik lagi namanya politik kan, apa juga dijadikan alasan.
Bukan cuma LGBT doang. Nggak sih kalau untuk dijadikan alasan, apalagi presidential
election. Nggak terjadi sih, tapi bisa dijadikan alasan. Tapi untuk major issue nggak sih.
M: Di bagian ending berita, mulai dari ‘as of wednesday afternoon…’ sampai komentar
yang “It’s your right to be godless, but do not be both Muslim and gay,” wrote another.
“That is just greedy.”’ Pesan apa sih yang kakak dapatkan?
P: Coconuts itu apa sih?
M: Itu media lain
P: Berarti dia ngutip dari media lain?
M: Iyaaa.
P: Oke, kalau misalnya yang aku lihat ya di sini dia ngambil contoh komen itu satu jenis,
yang ga setuju sama komik strip ini. Seharusnya sih kalau dia mau netral, dia ambil juga,
ini dari segi negatifnya, ini komentar negatifnya, but on the other side, masih ada kok yang
support. Kalau dari sini dia melihat dari yang hatefulnya aja, orang ini dapet hateful
comments.
M: Kakak setuju ga kalau frame berita ini intoleransi kelompok muslim thd LGBT di
indonesia?
P: Dari artikel ini, iya. Karena itu yang aku bilang, dia ngambil pendapat cuma dari MUI
aja, dari segi muslimnya aja. Jadi orang membaca hanya dari, oh ini tokoh muslim, oh dia
intoleran, oh itu bertentangan sama agama mereka, oh ternyata di Islam itu begini-begini.
Karena dia ngutipnya cuma dari tokoh muslim aja. Tapi kalau dibilang Indonesia
intolerance, aku kurang setuju ya dari artikel ini.
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
Informan 4
Nama : Nathan
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 22 Maret 1993
Pekerjaan : Guru Biologi di SMA Kasih Immanuel
Lokasi/Waktu Wawancara : Simplicity Coffee, Citra Garden 6 / 17 April 2019
Keterangan : M = Melissa
N = Nathan
M: Hai ko, boleh silahkan perkenalkan diri terlebih dahulu
N: Nama saya Nathan, saya lahir di Jakarta, 22 Maret 1993. Saya agama Kristen,
pendidikan terakhir S1 di UNIKA Atma Jaya ambil Bioteknologi
M: Kesibukan saat ini apa?
N: Sekarang lagi sibuk kerja aja. Kerjanya macem-macem, bantuin mama jualan siomay,
jual pupuk organik juga, ngajar Biologi juga di SMA Kasih Immanuel, sambil nungguin
proyek pembersihan sungai Citarum juga.
M: Yang aku tahu, koko sekarang pelayanan kan ya di GBI Gilgal?
N: Iya
M: Pelayanannya jadi apa?
N: Pemusik, jadi pemain bass. Dulu pernah sih jaman pelayanan masih di Youth, ada kamp
ada apa bantuin. Dulu sempet pegang jadi ketua komsel di Youth, tapi sekarang udah nggak
karena udah pindah ke komsel yang dewasa. Dulu pas jadi ketua komsel, anak-anaknya
kritis semua, nanyain hal-hal kaya ngerokok, minum bir, saya jawab sebenernya gaada
peraturan sih, cuma buat apa lu ngerokok? Secara kesehatan juga paru-paru rusak. Okelah
kalo bir minum dikit buat ngehangatin badan, tapi kalau rokok kan ga baik. Jadi banyak
yang dibahas, apalagi anak-anak youth yang semuanya mau dibahas. Dijelasinnya logic
aja, kalau blak-blakan langsung “Firman Tuhan bilang ga boleh..” ya gabisa langsung
diterima. Anak sekarang tuh lebih nanya kenapa? Lebih mau alesan kenapa. Dulu pas di
komsel juga banyak yang nanya, dan harus jelasin sampai mereka ngerti. Jadi mereka ga
asal nurut, tapi nurut karena ngerti alesannya.
M: Pelayanannya udah kapan?
N: Di Gilgal dari 2014
M: Kalau menurut koko, status ekonomi koko apa?
N: Saya menengah lah
M: Koko orientasi seksualnya apa ya?
N: saya straight
M: koko sendiri sikapnya terhadap LGBT itu gimana?
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
N: Kurang setuju ya, itu seperti ga mensyukuri yang Tuhan ciptakan. Kita diciptakan
sebagai pria ya sebagai pria, itu cara kita bersyukur. Kalau lesbian atau gay itu bisa karena
latar belakang juga sih. Dari keluarga mungkin menolak, mungkin juga karena sodaranya
kebanyakan wanita, dari lima bersaudara dia cowo sendiri terus dia diperlakukan seperti
wanita. Atau ga ada yang mau punya anak pria tapi anaknya wanita semua, jadi anaknya
dididik keras seperti pria. Itu bisa jadi karena latar belakang keluarga. Kalau saya sih
sebenernya biasa aja, temen, tapi ya mesti jaga jarak, hubungan spesial jangan sampai,
bahaya. Saya netral-netral aja sih.
M: Pernah punya temen yang masuk kelompok LGBT nggak?
N: Sering. Ada satu temen cewe, dia bener-bener punya hubungan sama cewe juga.
M: Temennya itu beragama kah?
N: Kalau dia sih Islam KTP ya, tapi kayanya ga pernah ngaji ga pernah sholat. Ya KTP lah
istilahnya.
M: Itu kenalnya dari mana?
N: Dulu temen kantor, pas masih sama-sama jadi agen di bank
M: Koko tau dia lesbi dari mana? Dia cerita kah?
N: Kan temen, jadi lama-lama terbuka. Kan follow Instagram, kalo abis pulang kantor
kadang-kadang ngumpul. Kadang dibawa (pacarnya) sama dia, tapi di situ dia ga bilang
apa-apa. Cuma begitu liat Instagramnya, storynya kan keliatan kan.
M: Oh jadi tahunya ga secara langsung?
N: Iya, ga secara langsung. Mungkin dia malu juga.
M: Kalo koko sendiri biasanya baca berita dari mana sih?
N: Random sih, seringnya sih detik.com, kalo internasional seringnya BBC via aplikasi
M: Biasanya seberapa sering sih baca berita?
N: Paling pagi aja sih, ga lama kok 15-20 menit cari yang hits-hits aja beritanya. Kalau
yang politik-politik gamau dah pusing. Paling berita yang menakjubkan aja yang dicari.
M: Pernah denger kasus Alpantuni nggak?
N: Nggak sih
M: Ini aku kasih berita dari dua media yang berbeda. Dua-duanya tentang Alpantuni. Ini
aku kasih satu berita dulu dari Media A, tolong dibaca dulu dari awal sampai habis ya ko.
N: Oke.
M: Setelah membaca berita ini, secara keseluruhan pesan apa sih yang koko dapat?
N: Ada orang yang milih buat LGBT, tapi masih banyak orang yang melihat itu sebagai
sesuatu yang sangat haram. Seperti dosa yang harus dihukum matilah, dijauhkan dari
lingkungan lah, ditolak agamalah. Sebenernya susah juga, dia udah umur 25-26, dia LGBT,
kita mau berbuat apa lagi. Kita kan ga pernah tahu gimana pas kecil dia dididiknya,
lingkungannya bagaimana, terpengaruhi siapa, ga bisa sepenuhnya dia disalahin. Itu
pengaruh dari lingkungan juga kan. Caranya adalah bukan menyingkirkan dan hukum
orang itu, tapi gimana caranya biar budaya sekarang budaya sehat, supaya anak-anak yang
masih muda, yang kecil-kecil ini dididik, LGBT itu ga boleh, ga baik segala macem. Kalau
di sini dia langsung menuding, menghakimi.
M: Berarti yang didapat pesannya berbentuk tudingan?
N: Iya, namanya sosial media kan semua orang bilangnya bebas untuk mengekspresikan
apa yang dia mau omongkan. Nah ni orang (Alpantuni) juga bebas mengekspresikan, tapi
banyak orang yang menentang.
M: Kalau dari judul berita media A aja, pesan apa sih koko dapat?
N: Iya karena banyak suara orang Indonesia yang nuding-nuding…
M: Sesuai ga judul sama isinya?
N: Secara garis besar sesuai sih, karena dari isinya membahas ini (judulnya)
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
M: Di paragraf pertama kan menjelaskan kalau Alpantuni ini menggambarkan perjuangan
muslim gay di Indonesia. Pesan yang koko dapatkan dari kalimat pertama ini apa?
N: Saya belom pernah lihat komiknya sih. Yang disini kan tulisnya kalau dia tuh taat
beragama tapi dia punya rahasia. Ya itu keputusan dari agamanya sih ya, kalau agamanya
melarang dan dia memilih agama itu berarti dia harus taat dong. Sebenernya sulit juga ya.
Kalau dia taat beragama saya juga bingung kenapa dia bisa jadi gay, mungkin pergaulan
temen-temennya kali. Kalau dia taat beragama ga mungkin dia bisa jadi gay. Itu juga
rahasia dia sendiri. Kalau memperjuangkan lebih baik bikin web bentuknya pendapat,
gausa bentuk komik. Bagaimanapun juga orang lebih sensitif dengan gambar. Kalaupun
tulisan pendapat opini mungkin ada yang protes, ga setuju, tapi itu kan opini. Kalau
bentuknya komik kan its a story, sebuah cerita, nah itu lebih sensitif menurut saya. Ya
mungkin dia gay muslim, namanya di Indonesia kan bebas berpendapat. Karena dia bikin
komik, orang banyak yang tersinggung, jadi kenapa harus bikin komik?
M: Berarti dari artikel ini aja koko gabisa bilang dengan tegas kalo komik ini
menggambarkan perjuangan muslim gay di Indonesia?
N: Iya gabisa karena saya ga pernah lihat jadi saya gabisa tahu separah apa komik ini orang
sampai protes. Cuma menurut saya gausa bikin sampai komik sih, ngapain? Kaya mancing
buat orang ke trigger, kalau pendapat kan ya namanya orang punya pendapat ya biarin.
M: Di paragraf yang sama, dikatakan kalau akun ini hilang setelah diberi label pornografi
oleh pemerintah. Di paragraf selanjutnya juga dibilang kalau akun ini melanggar regulasi
konten Instagram. Pesan apa yang koko dapet dari paragraf-paragraf itu?
N: Kalau regulasi konten, iya dong. Kan yang mengandung SARA, agama, ras, itu
dimanapun di Instagram, di Facebook juga dilarang. Saya ga pernah liat komiknya sih kalau
pornografi, kalau emang ada pasti kena. Sejujurnya saya ga tahu apakah pemerintah punya
peraturan yang mengatur itu ga? Di sini kan ditulis kalau “homosexual is not illegal in
Indonesia”, berarti dia ga illegal, berarti ga ada peraturan yang menjelaskan homoseksual
itu ga boleh. Indonesia ga ada peraturannya kalau dari berita ini. Berarti legal di Indonesia,
ga ada yang melarang. Kalau dia bilang itu pornografi, ga ada peraturannya gitu. Dia mau
dituntut dengan kasus apa, dengan UUD apa. Bingung juga kalau dia masuk penjara segala
macem, dia mau dituding pakai pasal berapa?
M: Di paragraf ke-5, dia bilang “The comics depicted gay characters facing discrimination
and abuse, which has become increasingly common in Indonesia since late 2015 when
conservative politicians and religious leaders began a campaign of portraying lesbian, gay,
bisexual and transgender people as a threat to the nation.” Pesan apa yang koko dapet dari
paragraf ini?
N: Ancaman negara dalam bidang apa? Kalau sampai ancaman negara, nggak sih. Dalam
sisi apa, dia mengancam negaranya kan? Saya juga bingung. Ancaman negara dalam
bidang apa? Kalau dia ga merugikan, ga membuat ribut massa gitu kan, atau dia demo
“sahkan LGBT”, kalau ga sampai begitu ga lah ga mengancem. Selama ini kan di Amerika
banyak kan gay, lesbian, tapi Amerika ga runtuh garagara gay dan lesbian. Di sana kan
LGBT disahkan, dan ada banyak. Ga sampai mengancam keamanan negara sih, itu lebay
sih.
M: Di paragraf selanjutnya kan dikatakan “Communications Minister Rudiantara had
earlier warned that Instagram could be blocked in Indonesia if the account was not
removed. ‘Materials promoting LGBT are against health rules, religious rules and cultural
norms. It is not in accordance with Indonesia,’ the minister told CNN Indonesia. An
account of the same name on Facebook, which owns Instagram, was also no longer
accessible.” Pesan yang koko dapat dari tiga paragraf ini apa?
N: Ya kalau Instagram diblock ya block aja, ntar juga muncul software baru. Sulit juga
karena Indonesia banyak politik di belakang, gatau siapa yang ngendaliin. F** itu kan
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
menyebar, gatau apakah mereka sah bikin lembaga seperti itu, tapi ya pasti ada orang kuat
di belakangnya. Makanya mereka sampai sekarang tahan. Nah kita juga gatau nih orang
mana yang ngomong begini, orang sekuat apa yang protes ini, sampai suruh Instagram
tutup kan. Ini sih udah main politik, saya sudah bingung. Kalau against health rules, saya
setuju sih. Kalau dari kedokteran, biologi memang agak berbahaya. Itu udah permainan
hormon antara pria dan wanita dan memang harus pria dan wanita. Kalau dari kesehatan,
kedokteran memang jangan. Bilangnya sih alergi ya, karena ada gen hormon yang
berlawanan kerjanya. Testosteron sama estrogen itu kan sesuai, kalau pria lihat wanita atau
wanita lihat pria itu hormon dopaminnya muncul. Yang pasti itu ada alergen. Saya bukan
dokter tapi karena saya belajar biologi jadi ngerti dikit-dikit. Ada alergen karena itu.
M: Tapi menurut koko, LGBT itu alamiah atau nggak?
N: Itu dia saya bingung, berarti ketertarikannya bukan karena hormon, bukan alamiah. Itu
lebih karena masa lalu, dia terbiasa hidupnya seperti apa, sama siapa gitu. Kayanya bukan
alamiah seperti hormon, mungkin karena wanita dididik seperti pria.
M: Oh oke, lalu kalau yang religious rules dan cultural norms?
N: Kalau Islam kan memang melarang ya.. Saya sih nggak tahu kalau Buddha atau Hindu
itu ngelarang atau nggak, tapi Kristen kan ngelarang. Saya ga pernah baca sih. Kalau
budaya, susah juga di Indonesia. Satu, ga ada peraturan tertulis, kedua, budaya Indonesia
nggak pernah ada ngomongin LGBT. Yang pasti emang nggak sesuai agama, dan kedua ya
keturunan selanjutnya berbahaya juga. Oh orang gede ada yang gay dan lesbian, berarti
disahkan dong. Nah itu yang bahaya.
M: Menurut koko, LGBT itu tidak sesuai dengan Indonesia kah?
N: Nggak, karena Indonesia bangsa yang besar, rakyatnya juga besar. Kan pria dan pria,
wanita dan wanita itu nggak mungkin punya anak kan. Apakah itu akan mengganggu
keturunan dan perkembangan jumlah rakyat? Itu satu hal. Kedua ya kalau menurut agama,
dia sebagai orang Islam, Kristen, Katolik, melakukan seperti itu kan ga sesuai agama, jadi
pancasila nomor satu, itu kan banyak poin-poinnya, berarti ada yang ga ditaati dong, kita
ga menuruti pancasila. Dasar negara kita ga kuat, masih ada aja orang yang melanggar, tapi
ga ditindak tegas. Berarti kan mereka lihat, “ih masih banyak orang Indonesia seperti itu,
peraturan pemerintah nggak mengatur ya?” kalau amerika kan memang diperbolehkan, tapi
kalau Indonesia kan nggak jelas boleh apa nggaknya.
M: Setuju ga sih kalau kelompok LGBT ini diberi label vulnerable atau rentan seperti yang
ada di paragraf 12?
N: Rentan karena apa nih? Rentan buat lingkungan mungkin. Misalnya ada perkumpulan
LGBT semua, terus masuk satu orang, dipengaruhi, rentan dong? Bahaya kan? Orang itu
yang dipengaruhi bisa jadi seperti mereka. Jadi rentannya buat lingkungan sekitarnya.
M: Jadi bukan kelompok LGBTnya yang rentan?
N: Ya kalau mereka kan susah, mereka dari lahir, dari kecil sudah kaya begitu. Akar
pohonnya udah nancep ke dalem, udah gede batangnya, mau dicabut juga susah. Tapi
jangan sampai itu menjalar ke sebelahnya. Kita terima mereka tapi harus hati-hati jangan
sampai sekelilingnya terpengaruh karena ini ga baik. Rentannya karena itu, rentan buat
sekelilingnya lah, buat pergaulannya.
M: Oke, terus di paragraf selanjutnya kan bilang kalau “The comic strip sparked heated
online debate with some conservatives branding it immoral.” Koko setuju ga dengan
pelabelan “konservatif” untuk orang yang bilang LGBT itu immoral?
N: Nggak juga sih, emang itu ga sesuai moral. Konservatif iya, tapi nggak juga sih.
Konservatif iya karena zaman sekarang gabisa orang LGBT itu ditolak mentah-mentah,
kita jangan seperti mereka tapi jangan tidak mau menerima mereka. Tapi kalau dibilang
konservatif ya harus juga, karena kalau kita menerima begitu aja, kaya globalisasi gitu
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
semua kita terima, ga disaring, kacau juga kan. Yes konservatif, but no juga. Satu sisi
konservatif bagus karena mereka ga menerima gitu aja, tapi kedua jangan sampai
konservatif itu malah bikin orang sakit hati, orang kepahitan, jadi terpuruk karena sangking
konservatifnya kita ngomongin di belakang, itu bahayanya konservatif.
M: Di paragraf selanjutnya kan ada kutipan dari pengguna Instagram terhadap konten
Alpantuni, pesan yang koko dapat dari kutipan-kutipan komentar tersebut apa?
N: Oh ini mah cuma oknum aja sih yang main komen, kaya kita aja ngelihat orang sebarin
Youtube, Instagram, belom tahu bener atau nggak infonya, dilebih-lebihkan atau nggak,
udah main komen. Ya kalau lihat komiknya sih saya ga pernah jadi gatau separah apa
sampai orang ngomong begini ya, saya jadi penasaran mau lihat. Maksudnya ga lah, gausa
sampai ikut campur begini lah. Ngomong aja its not good, its immoral, please stop that. If
you want to give opinion, just tell, jangan bikin komik. Bisa kan bilang gitu aja, jangan
disebarluaskan, kamu boleh punya pendapat sendiri, tapi ga usa disebarkan. Ini orang
sampai minta dimasukin penjara, blaspheming Islam, ini mah oknum-oknum yang panas-
panasin suasana aja.
M: Oke, di bagian akhir berita itu kan ada pendapat yang pro ke Alpantuni, dan ada
pendapat dari Andreas Harsono juga. Dari bagian akhir berita ini, pesan apa sih yang koko
dapat?
N: “It's no secret that many LGBT individuals are arrested, their houses raided, some are
sentenced to prison terms” With what regulations? Dengan peraturan apa? Orang di atasnya
bilang it (homosexuality) is not illegal kok. Bingung juga dengan tindakan yang langsung
masukin penjara, mereka kan gatau apa yang terjadi sama hidup orang itu kan? Betapa
menderitanya dia dulu makanya seperti itu? Perlakuan orang tuanya seperti apa? Main
ditangkep. Kalau udah ada peraturan resmi juga dia ga akan macem-macem kok. Kalau itu
emang mesti ditangkep. Tapi kalau cuma karena ini, mereka ga merugikan masyarakat kok.
Mereka kan ini pasti diem-diem, ga mungkin kaya di Amerika, enak aja pelukan cewe sama
cewe. Justru mereka yang immoral.
M: Merekanya itu siapa?
N: Ya ini oknum pemerintah yang main tangkep aja. Arrested, house raided, ya siapa lagi
kalau bukan pemerintah? Sebaiknya kaya gitu dimasukin rehabilitasi lah daripada
ditangkep dipenjara, kalau emang Indonesia nggak mau ada warganya yang seperti itu.
Masukin rehabilitasilah, bikin penyuluhan khusus. Kenapa masukin ke penjara? Kaya
kriminal. Mereka ga berbuat jahat apa-apa kok. Mereka emang seperti itu perasaannya.
Kecuali kalau mereka membunuh, dan melakukan kekerasan di mana-mana, nah itu udah
beda. Kalau seperti ini kan lebih baik direhab daripada dipenjara. Bener kata Andreas
Harsono, kalau ditangkep dan diblock itu kan berarti dipojokan, dikucilkan, itu nggak baik
sih. Saya kalau ketemu sama orang LGBT pengen saya ajak ngobrol saya tanya kenapa
bisa seperti itu, nggak langsung ditindak keras.
M: Oke, berita satu sudah, ini ada satu berita lagi dari media yang berbeda. Sama prosesnya
kaya tadi, jadi koko baca dulu semuanya, abis itu aku tanya-tanya lagi.
N: Oh iya yang ini ada komiknya juga ya
M: Iya.
N: Oke udah selesai bacanya.
M: Kalau secara umum, pesan apa yang koko dapat dari berita ini?
N: Sama aja sih kaya yang tadi, cuma ini lebih detail. Bukan cuma satu sisi dari pihak yang
menuding, di sini lebih detail Instagram bilang apa, pihak-pihak lainnya seperti apa.
Didukung sama bukti-bukti kaya 2017 di Sumatera Barat ada apa, ini lebih lengkap sih.
Kalau dari komiknya ya, kesalahannya cuma satu, kenapa dia harus menandakan kalau dia
Islam? Kalau mau bilang dia LGBT ya gapapa, cuma kalau dia sudah menyebut Islam ya
cari ribut sama orang-orang Islam di Indonesia ya kan? Buat apa gituloh dia nuding Islam?
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
Dia cuma cukup bikin komik yang gaada faktor Islamnya, orang juga tahu di statusnya dia
Islam, kenapa harus bawa-bawa peci dan yang lain-lain yang menandakan kalau dia itu
Islam? Di sini bener sih kata orang ini, “If you want to be a Muslim, don’t be gay.” Karena
kan emang mereka melarang. Lu boleh jadi gay, tapi kenapa lu harus menunjukkan kalau
lu Muslim? Ya kita sebagai orang Kristen, kalau dibikin komik, abis pulang dari ibadah,
terus gay sama cowo, tersinggung ga? Ya tersinggung tapi mungkin ga seheboh yang
fanatik-fanatik Islam sih, tapi iya kan kalau dia menunjukkan dia Kristen, abis ikut komsel,
terus malemnya dia berhubungan seksual sama yang sesama jenis, kan kita juga, “kalau lu
mau jadi Kristen, jangan munculin kalau lu Kristen tapi gay.” Ntar penganut agama lain
berpikir kalau Kristen memperbolehkan gay, sama dong? Ntar semua orang berpikir kalau
Islam itu memperbolehkan gay, padahal ga boleh. Dari komiknya, itu doang sih
kesalahannya, dia menonjolkan islamnya. Kalau bikin komik untuk masalah gay itu mah
gapapa, ga ada pornografi kok. Mungkin ini lebih ke 17+ ya daripada pornografi. Tapi
menyinggungnya lebih ke agama.
M: Lalu kalau dari judul berita di media B ini dapat pesan apa?
N: Kalau yang sebelumnya, judulnya lebih sopan sih, lebih bisa diterima. Kalau yang ini
lebih blak-blakan. Tapi isinya lebih tajam, lebih dalam, ngupasnya lebih bagus. Kalau yang
sebelumnya itu kan saya sama sekali ga tau faktor apa yang terjadi, kalau ini kan kita tahu
isi komiknya seperti apa, dan pendapat orang Islamnya sendiri seperti apa, di sini lebih
sopan, ga bilang ditangkep, penjarain, mereka cuma bilang kalo mau jadi gay, jangan
tunjukkin kalau lu muslim, kan membawa nama baik agama lu.
M: Di paragraf pertama dan kedua, pesan yang koko dapet apa?
N: Balik lagi kan mereka bilang ini threat to national harmony, sebenernya ini mirip sih
sama yang sebelumnya. Threat to national harmony dalam hal apa? Dalam hal pertahanan
keamanan gaada hubungannya, lebih ke pergaulan masyarakat yang terganggu karena
mereka. Banyak yang dipengaruhi, banyak yang ikut-ikutan, padahal awalnya nggak, tapi
kalau pertahanan kemanan perang itu mah ga ada hubungannya. Kalau yang LGBT in the
country assert themselves, mereka bisa kaya gitu aja udah hebat berarti.
M: Koko merasa kalau orang LGBT di Indonesia itu assert themselves?
N: Iya dong, karena mereka tahu negara Indonesia demokratis. Negara Indonesia bukan
negara presidensial, atau kaya dulu zaman Soeharto. Mereka pasti udah nyari gaada
peraturan yang melarang, jadi mereka pede-pede aja. Mungkin mereka berpikir “Ah gua ga
peduli lah gua diterima atau nggak di masyarakat, yang penting gua kaya gini. Gua masih
punya temen-temen yang sama kok kaya gua.” Cuma kan ada beberapa orang yang minder,
kan ga semua orang sikapnya sama.
M: Kalau dari kalimat pertama di paragraf kedua, “The episode is the latest flash point in
a slow-burning battle over morality and civil rights in Indonesia, a Muslim-majority
nation.” setuju ga?
N: HAM itu iya. Kalau emang diatur di HAM ya itu pertempuran sih, tapi kalau ga ada ya
itu lebay aja. Tapi kalau dibilang pertempuran, ya ini aja kan bentuk pertempuran.
M: Oke, kalau dari paragraf ke-3, pesan apa sih yang koko dapat?
N: Ini yang saya bilang sebelumnya, mungkin secara hormon mereka gaada ketertarikan
seperti pria dan wanita. Kita ga tahu kan banyak latar belakang yang bisa buat mereka
LGBT. Jadi bukan berarti mereka bersama-sama di satu ranjang tapi ada ketertarikan
seperti pria dan wanita, belum tentu. Mungkin mereka, saudara-saudaranya cewe, terus liat
pria berotot, jadi ikut-ikutan saudaranya. Ya begitulah, terus kan kepengaruh di luar,
mainnya sama wanita-wanita. Kan banyak yang seperti itu sekarang. Saya punya satu
temen, lagi-lagi orang bank. Dia cowo, tapi dia tuh lucu, dia sering post di story, dia edit
mukanya jadi miss universe. “Besok saya pemilihan nih, pilih saya ya” Jadi miss universe
mana, dia pasang mukanya. “Saya masuk 3 besar nihh” Dalam pikiran saya, ini orang apaan
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
sih tapi dia emang ya gitu. Terus dia post foto Zayn Malik, terus bilang this is so handsome
gitu, terus ada lambang hatinya. Dia cowo, tapi dia ekspres itu dengan santainya. “Emang
gua demen ekspres kaya gitu.” Yang kaya gitulah kira-kira, yang dia menunjukkan kalau
dia kagum dengan pria ganteng, dan menunjukkan kalau dia seneng jadi miss universe. Dan
tahu ga dia agamanya apa? Katolik. Dan dia tahu kalau dia percaya Tuhan, dan alkitab ga
memperbolehkan, tapi dia tetep begitu. Cuma dia ga bikin yang kontroversial seperti ini
sih. Jadi ya bener ga selalu pria dan pria itu tertarik secara seksual, bisa karena sehari-hari
sama wanita, dan ga pernah bergaul sama pria meski dirinya sendiri pria. Jadi begitu liat
pria, wow dia gagah yaa. Ya sama kaya wanita yang main sama pria terus dan jadi tomboy
kan. Ya who knows. Ya ini bener sih, tapi cara penyampaiannya aja yang salah. Gay itu ga
selalu berdua di kamar seperti pria dan wanita, ya cuma cara penyampaian di komik ini
terlalu men-trigger orang.
M: Setuju ga tapi kalau komik ini addressed gay identity and religious bigotry?
N: Bisa jadi, karena dia munculin peci dan kebiasaan agama Islam. Ini peci pasti islam. Ya
kalau dia kasih gini bahwa Islam itu antigay segala macem, udah pasti dia menyampaikan
kalau Islam itu fanatik, ga memperbolehkan gay. Ditambah lagi tindakan mereka, makin
keliatan dong kalo Islam fanatik. Ya menurut saya ya itu, kesalahannya satu di komiknya
terlalu menonjolkan Islam.
M: Terus setuju ga kalo pembuat komik ini di-accuse sebagai blasphemy?
N: Penistaan nggak lah. Nggak dong, kalau penistaan bukannya orang beragama lain
menghina agama lain kan? Kalau dia menghina agama sendiri itu aneh dong, penista
gimana? Kaya dulu Ahok dibilang menista agama Islam, ya kalau dia menista Kristen ya
lu silahkan keluar dari agama ini, tapi kan ga dianggap penistaan. Justru satu hal emang ini
harus ditindak, tapi satu hal ya Islam harus berpikir dong. Gimana dengan orang-orang gay
Islam. Sebaiknya mereka bikin pesantren untuk rehabilitas. Orang agamanya sendiri loh
disiksa. Kalau kasus Ahok kan, okelah Ahok agama Kristen, dia menista Islam, lah ini
sodara lu sendiri, lu siksa, lu tuding, makin keliatan dong Islam seperti gimana.
M: Kan dia ambil pernyataan dari perwakilan MUI, dari paragraf 4-6, pesan apa yang koko
dapat?
N: Ini setuju banget, dua pernyataan ini bener, yang “God created humans as man and
woman, a couple, and there is no third sex” sama “For us, being L.G.B.T. is a psychological
illness that needs to be cured, and this comic is promoting it”. Nah ini, ini bukan
pelanggaran peraturan dan moral, tapi dia adalah penyakit psikologis. Ini bener banget,
needs to be cured. Not to be punished. Ini bener banget, setuju banget. Ini pasti orang yang
punya otak lah, kasarnya gitu, orang yang lebih berpendidikan. Ini sebuah penyakit
psikologi, kayanya ga ada deh pria diciptakan dan dia langsung ga suka wanita dan
demennya sama pria secara genetik, itu pasti karena psikologinya bermasalah. Kalau yang
kutipan “That will ruin the people’s faith in the long term.”, bingung juga, kan kita percaya
dengan Tuhan dan hubungan LGBT, sebenernya ga ada hubungannya kan. Kaya Islam, I
believe God, but God created human as man and woman, tapi ya itu pilihan mereka buat
menciptakan third sex, menganggap adanya third sex. Kalau ngomong iman susah sih.
Cuma otomatis hidup kita ga akan nyaman kalau kita Kristen, tapi kita LGBT, ya hidup
kita ga akan tenang. Satu karena ga sesuai firman Tuhan, dua karena di pergaulan pasti sulit
diterima, dan ga semua orang yang seagama sama kita bisa menerimanya dengan baik. Ada
aja yang kaya gini, nuding-nuding. Lama-lama dia mikir “ah orang agama gua kaya gini,
ngapain gua beragama ini?” Pergaulan kita akhirnya membuat mereka beragama dengan
baik, tapi pilihan mereka seperti ini tapi kita gabisa nerima. I just want to have a friend,
bisa jadi. LGBT dalam jangka waktu panjang emang bisa menghancurkan iman seseorang.
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
M: Lalu dari Menkominfo di sini bilang kalau akun ini “violated an Indonesian law on
distributing pornography”. Tapi Instagram bilang ini ga violate community guidelines dari
Instagram. Dari paragraf-paragraf ini, pesan apa yang koko dapet?
N: Saya gatau sih peraturan pemerintah tentang distribusi pornografi seperti apa, ga pernah
baca peraturan itu. Kalau emang ada ya peraturannya, dan di sini Instagram bilang kalau
dia ga violated the company’s “community guidelines.” Berarti dari Instagram, dia ga ada
anjuran di komunitas kalau itu ga boleh. Terus kenapa Indonesia menerima begitu saja.
Indonesia bilang dia ada peraturan, terus kenapa Instagram diterima di Indonesia? Makanya
mau diblock kan Instagramnya. Ya tapi balik lagi si Instagram gapunya peraturan seperti
itu, bukan berarti setelah kasus ini dia membuat peraturan. Instagram kan ga cuma di
Indonesia doang, di Amerika di mana itu kan dibolehin, mereka ga ada yang komen, cuma
Indonesia aja yang komen. Jadi ya sebaiknya dibatasi, kalau web bisa kan Indonesia sehat,
internet sehat, cuma kalau software gatau ya bisa apa ga disaring yang seperti itu bisa
langsung diblock. Lebih baik fokus sama ke depannya mau gimana sama Instagram
daripada berkutat di sini, soalnya selama ini kan gaada peraturan yang transparan. Mending
sekarang urusin tuh Instagram, gimana caranya konten-konten seperti ini diblock. Dan dia
bilang ini bukan di Indonesia kan tapi di Malaysia kan? Kalau di Indonesia, masalah. Tapi
kalau di Malaysia, apa hubungannya sama Indonesia? Berarti Indonesia yang ga membuat
firewall. Ga logis kan, aneh loh. Ini lebih jelas dan keliatan aja anehnya.Orang Malaysia
ngapain dimasalahin di Indonesia? Kecuali orang Indonesia. Orang Malaysia kan gaada
hubungannya. Orang Malaysia ya Malaysia. Di Indonesia ga boleh ya diblock lah, ngapain
diliatin terus. Ya emang sih melanggar aturan distribusi pornografi Indonesia, tapi ya balik
lagi gimana Indonesia menghadapinya? Jangan cuma yang udah masalah ditindak,
mending mencegah.
M: Berarti koko nganggep konten Alpantuni ini pornografi? Soalnya sebelumnya koko
bilang ini bukan pornografi
N: Ga semuanya, kalo yang udah di kasur itu iya pornografi. Tapi kalau yang di sekolah
gitu kan ga lah. Tapi kalau emang ini bukan orang Indonesia, kenapa dimasalahin? Berarti
orang Indonesia kepo dong. Kalau di Malaysia memperbolehkan, Indonesia mau ngomong
apa? Berarti mereka yang kepo.
M: Ada pesan tambahan kan yang koko dapat dari penyataan Instagram?
N: Yang lucu ya tadi tuh banyak orang yang akhirnya nge-repost. Akunnya dormant, tapi
banyak Instagram user lain yang ngerepost its comic. Susah ya, gaada peraturan yang jelas
sih ya tentang LGBT. Orang yang ngerepost juga kayanya sama kaya dia yang masuk
kategori minoritas LGBT juga. Kalau ga buat apa mereka ngerepost? Gaada tujuan kan
mereka ngerepost? Ya kaya saya, walaupun saya netral-netral aja, ga mungkin saya ngepost
LGBT boleh. Ga mungkin. Pasti yang ngepost orang-orang yang sama juga. Justru kalo
banyak yang ngerepost harusnya ngaca dong, ini banyak orang yang mempermasalahkan
kefanatikan ini. Daripada mereka jadi fanatik, terus dihukum, dicari-cari, dikejer-kejer,
bikinlah tempat rehabilitas, pesantren buat ngurusin mereka. Kalau its about religion
problem, susah. Kita aja Kristen aja susah, banyak hal yang jadi perdebatan. Ya gatau susah
lah kalau ngomongin agama. Contohnya aja, minum bir. Ya minum bir ga ada yang larang
kok, tapi ada yang bilang “itu ga baik buat kesehatan, tubuh lu kan bait Allah.” Kalau lu
lagi dijamu sama temen lama lu, apalagi sama orang Cina, ga minum wine, ga hormat.
Udah minum nih, dituang lagi sampai penuh. Ga minum, suruh minum. Minum dikit,
dituang lagi sampai penuh. Susah kan, hal-hal seperti itu perdebatan kan. Pulang-pulang ya
mabok, pasti merah mukanya, tapi kita menghormati temen sekerja kita. “Minum jangan
sampai mabok” ya susah juga. Hal-hal kalau agama agak susah sih.
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
M: Oke, di paragraf ke 15 itu kan dia kasih konteks kalau Indonesia itu penduduknya
mayoritas Muslim, terus dia bahas toleransi terhadap homoseksual juga di Indonesia. Dari
paragraf ke15 sampai 18, pesan apa yang koko dapet?
N: Nah itu ada peraturannya ga yang mengatur hukum cambuk gitu? Oh kalau syariah bener
sih. Kalau emang orang itu Islam ya sesuai peraturan mereka kan, gabisa bilang apa-apa.
Kalau paragraf yang ke 16 itu gabisa komen apa-apa ya soalnya kan di Kristen juga pelacur
di perjanjian lama dirajam sampai mati kan. Di perjanjian baru, Tuhan bilang ampuni dia.
Kalau dia bertobat sepenuhnya yaudah pergi dan jangan berbuat dosa lagi. Beda kan, kita
gatau kalo versi Islam itu seperti apa. Dan orang seperti kan kalau di peraturan Indonesia
mungkin ada peraturan penjara, buat pembunuh ada hukuman mati, tapi secara agama,
Tuhan bilang kalau emang orang itu bertobat ya kembalilah ke jalan yang benar. Cuma ya
itu, itu kan agama ya susah ya kalo agama kita kan ada perjanjian lama perjanjian baru,
kalau udah ngomongin agama terserahlah kalau emang di agamanya diatur ya sudahlah.
Cuma ya karena banyak orang gay yang ditangkep.. 90% warga negara Indonesia Islam,
dan pemerintahan pun yang nguasain Islam. Susah, Jokowi-Maruf Amin Islam, ya
walaupun Jokowi netral, maruf amin kan majelis ulama. Yang nguasain Islam, ya peraturan
mereka sangat kuat, kadang lebih kuat dari peraturan pemerintah Indonesia. Susahlah kalau
ngomongin agama itu sensitif, ya kita aja Kristen ada yang sensitif loh. Dihina langsung
ngamuk-ngamuk, buat apa ngomong kotor. Apalagi yang mayoritas? Selama ini yang saya
lihat LGBT ditindak secara hukum agama daripada hukum pemerintah.
M: Setuju ga dengan kalimat “A longstanding — if grudging — tolerance for
homosexuality in the country began to erode in 2016”?
N: Kalau toleransi ada atau ngga saya gatau ya, tapi mungkin dulu ada ya. Kalau mereka
ga merugikan lingkungan ya gapapa. Tapi karena banyak kelompok fanatik, 2016 ke atas
politik makin kuat, ada F** itu kan.
M: Dari paragraf ke-19, pesan apa sih yang koko dapat?
N: Nah ini udah main politik, saya juga susah ya ngomongnya. Ya banyak kok orang Islam
yang belom dewasa, yang masih sentimen, fanatik banyak. Cuma ya dibanding yang netral,
gatau ya kalo saya bandingin netral gimana justru menurut saya orang yang netral itu lebih
orang yang… Orang pemerintah itu banyak yang fanatik loh dibanding orang-orang yang
hidupnya sehari-hari biasa. Mereka lebih netral kok biasa aja. Justru orang-orang yang di
atas itu yang lebih fanatik, menurut saya. Bahaya kalau sampai dia disupport sama orang
yang punya kekuasaan. Dulu kan sempet ada ketakutan pancasila mau diubah lagi kan,
ketuhanan yang maha esa dengan menjalankan syariat Islam. Wah itu bahaya, kalau orang-
orang yang punya kuasa, punya wewenang untuk mengubah itu yang dukung tuh bahaya.
Ya kita berdoa jangan sampai. Ya kalo pemilu, ga lah kalau Jokowi naik kayanya nggak.
Prabowo… keluarganya kristen kan ya? Ngga sih kayanya pemilu kali ini gaada calon yang
Islam fanatik. Intinya jangan sampai penguasa yang naik dukung mereka (orang islam yang
fanatik)
M: Menurut koko isu LGBT ini dipakai sebagai bahan politik untuk pemilu tahun ini ga
sih?
N: Nggak sih, kalau tentang LGBT sih kayanya ga pernah deh. Belom sih bukan ngga,
makanya ngeri-ngeri juga.
M: Kalau dari bagian akhir berita, dari paragraf ke-20 sampai selesai, pesan apa yang koko
dapat?
N: Ya kaya saya aja kritik gituloh. Bikin gini boleh, cuma satu gausa sampai bikin komik,
dua gausa menonjolkan islamnya. Ngapain, itu kan trigger banget. Terus ini juga bagus nih,
“a pretty accurate reflection of the L.G.B.T. haters depicted in the comic itself” kan banyak
kan hater-hater yang benci dengan LGBT. Dia boleh menyampaikan, tapi its not a good
way. Di bawahnya kan dukung tuh, “If you want to be a Muslim, don’t be gay.” Sama aja,
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
dia bilang jangan bikin kalau orang Muslim itu ga demen gay. Jangan menghina agama lu
sendiri.
M: Jadi koko setuju dengan penggunaan kata kritik di sini?
N: Iya, kritik kok. Saya juga mengkritik, terlalu berlebihan lah. Kalau bisa bikin blog segala
macem, tulisan ajalah, gausa sampai komik. Tulisan ada kok saya pernah baca dia kritik
hubungan pria dan wanita, bikin suami istri ga baik, ya itu cuma tulisan aja. Gausa sampai
komik, komik kan lebih visual, orang jadi gampang tersinggung. Dan satu lagi, kalau bukan
orang Indonesia ya gausa protes. Tapi kalau sampai banyak Instagram user yang ngerepost,
itu berarti udah masalah. Pemerintah juga harus lihat kalau ada sesuatu dengan LGBT.
Apakah karena terlalu dikekang, dimusuhin, dikucilkan, sampai orang begini. Peraturan
pemerintah lah ubahlah. Harus jelas, iya ya iya, nggak ya nggak, jangan kaya sekarang ga
transparan, boleh atau nggak. Akhirnya hukum agama yang mengatur, jangan sampai, kita
negara kesatuan bukan negara agama. Kesatuan berarti semua agama harus sama
(peraturannya), semua suku, semua budaya harus kita terima, jangan sampai hukum agama
yang ngatur pemerintahan. Kecuali semua agama sudah bikin satu peraturan ya boleh, nah
ini kan cuma satu agama yang mengatur, jadi bahaya. Kaya 85 kali dicambuk, mana ada di
agama lain? Gaada di agama lain. Ini kan nunjukin bahwa selama ini yang ngatur hal seperti
ini adalah hukum agama dan bukan hukum pemerintahan. Harus dibikin hukum sendiri
yang ngatur ini, revisi UUD.
M: Oke deh ko, cukup dulu wawancaranya. Terima kasih banyak yaaa
N: Iya sama-sama.
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
Informan 5
Nama : Marina Tjandra
Tempat, Tanggal Lahir : Sorong, 4 Agustus 1992
Pekerjaan : Freelancer Interior Design
Lokasi/Waktu Wawancara : Starbucks Coffee, Citra Garden 6 / 18 April 2019
Keterangan : A = Melissa
B = Marina
A: Hai ci Marina, boleh tolong perkenalkan diri terlebih dahulu
B: Namanya Marina, tempat tanggal lahir di Sorong, 4 Agustus 1992. Agamanya Buddha.
Pendidikan terakhir S1 Desain Interior di UPH
A: Sekarang lagi ada kesibukan apa nih ci?
B: Hmm paling freelance interior sih. Dulu sempet kerja 3 tahun, terus resign.
A: Kalau yang saya tahu, penganut agama Buddha itu kan sering melakukan baksos seperti
yang ada di Tzu Chi. Cici sendiri pernah jadi relawan gitu kah di kegiatan-kegiatan vihara?
B: Kalau relawan pernah tapi bukan di tzu chi sih karena ada vihara sendiri kah. Jadi
biasanya relawannya di situ, kaya kalo ada acara waisak gitu. Kalau tzu chi biasanya cuma
ikut kebaktiannya doang sih.
A: Kalau menurut cici, status ekonomi cici masuk golongan apa?
B: Aku menengah lah ya.
A: Kalau boleh tahu, orientasi seksual cici apa ya?
B: Suka lawan jenis hahaha
A: Secara umum, pandangan cici terhadap kelompok LGBT itu seperti apa sih?
B: Kalau secara pribadi ya, (LGBT) itu kan pilihan. Kalau mereka pilih seperti itu ya ga
ada salahnya juga kan yang jalanin hidup juga mereka, asal mereka ga ganggu orang lain,
tetep di dalam lingkupnya mereka juga, ga melakukan sesuatu yang di luar dari moral
mereka ya its okay menurut aku sih.
A: Berarti kalau boleh dikategorikan, cici masuknya ke pro/netral/kontra?
B: Netral.
A: Selama ini pernah punya temen atau kenalan yang masuk kategori LGBT ga?
B: Kalau secara terang-terangan dia bilang dia suka ama cowo sih nggak. Cuma kalau
punya temen yang kaya gitu tuh ada. Yang dari gerak-geriknya ya gitulah, dia cowo tapi
gerak geriknya kelihatan kalau misalnya dia suka pakai baju cewe, aksesoris-aksesoris.
A: Temennya kenal di mana tuh kalau boleh tahu?
B: Di kampus sih.
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
A: Satu jurusan kah?
B: Nggak, dia jurusan yang lain. Tapi ketemu karena ada mata kuliah yang sama.
A: Terus dari yang cici tahu, temen cici itu punya agama ga sih?
B: Hmm punya. Agamanya katolik atau kristen, aku lupa juga. Yang pasti dia ke gereja sih
yang aku tahu.
A: Kalau menurut cici, mungkin ga sih seseorang ada di kelompok LGBT tapi juga punya
agama? Mungkin agamanya juga yang melarang LGBT seperti Kristen/Katolik/Islam?
B: Mungkin atau nggak sih, aku bilang mungkin-mungkin aja. Karena orang buat jadi
LGBT itu proses kan. Ga mungkin ada orang yang mau tiba-tiba langsung dari awal dia
mau berubah jadi LGBT. Itu kan proses yang panjang. Kalau sampe akhirnya dia kaya gitu
ya its okay sih. Karena itu kan proses.
A: Jadi its okay buat seseorang punya agama dan jadi LGBT at the same time?
B: Iya.
A: Kalau dari pandangan agama Buddha sendiri ke komunitas LGBT itu seperti apa sih?
B: Setahu aku ya, kalau yang aku tahu sih ya, kayanya di agama Buddha itu, kalau
hubungan antara manusia itu cuma ada kaya ibaratnya dewa sama dewa, manusia sama
manusia, yang bawah sama yang bawah gitu. Jadi misalnya dewa sama dewa itu orang
ibaratnya punya status yang sama, dia punya kebajikan yang sama. Keliatannya kalo orang
liat itu mereka serasi gitu, kaya begitu kita lihat ada orang-orang berhubungan, mereka itu
serasi. Jadi maksudnya keuangannya oke, pokoknya semuanya sama. Manusia sama
manusia juga sama, cuma dia dibawahnya yang dewa ini. Kalau misalnya yang bawah sama
yang bawah itu, kalau di dunia itu kan ada ekonomi, ada keluarga, ada relationship dan
macem-macem kan. Kalau di bawah itu mungkin ada masalah di beberapa faktor itu.
Biasanya gitu sih. Tapi kalau sampai ga boleh ada LGBT itu setahu aku sih aku ga pernah
denger sih ada yang kaya gitu. Intinya kan cinta kasih, kasih sayang, kebajikan, selama
masih tetap dia pegang itu, ya gaada larangan sih.
A: Berarti ga ada aturan khusus tentang LGBT?
B: Yang aku tahu sih ga ada ya.
A: Biasanya cici baca berita dari mana sih kalau boleh tahu?
B: Dari link sih kalau dikirimin. Atau pas buka Instagram dan ada link beritanya ya baca.
A: Oh berarti lebih dari media sosial ya?
B: Iya.
A: Biasanya baca berita itu seketemunya aja atau setiap pagi pasti baca?
B: Seketemunya aja sih
A: Biasanya suka baca berita topik apa?
B: Topik hmm… gatau random sih, sekitar di sini aja topiknya. Yang lagi in aja topiknya,
apapun itu.
A: Kalau media internasional pernah bacanya media apa?
B: CNN pernah, Times juga pernah baca majalahnya tapi sekelewatnya aja.
A: Pernah denger kasus Alpantuni nggak ci?
B: Nggak pernah denger
A: Abis ini aku bakal kasih dua berita dari media yang berbeda tentang kasus Alpantuni
ini. Nama medianya emang sengaja aku nggak kasih tahu supaya nggak ada persepsi awal.
Cici tolong baca dulu berita pertama dari media A, abis selesai baca nanti baru kasih tahu
aku ya.
B: Oke.
(sudah selesai baca)
A: Setelah baca berita ini, pesan yang cici dapat secara umum apa?
B: Kaya peraturannya masih belom jelas gitu sih. Kaya antara di negara ini, dia boleh atau
ga boleh? Jadi Instagram ini juga di mau bikin keputusan yang pasti tentang aturan itu juga
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
dia ga berani karena gaada peraturannya. Emang ada ga sih peraturan pemerintah gitu
(tentang LGBT)? Gaada kan? Masih belom jelas antara boleh dan nggak, kaya abu-abu gitu
A: Itu Instagramnya atau pemerintahnya?
B: Pemerintahnya.
A: Kalau dari judulnya sendiri, pesan yang cici dapet apa?
B: Ada orang yang kontra di situ kalau aku lihat.
A: yang kontra itu siapa?
B: Ya ini orang yang outrage itu. Yang kontra ya subjek-subjek orang yang mungkin dia
nggak setuju tentang itu, jadi dia insult orang itu (Alpantuni). Jadi dia mau LGBT itu ga
ada. Tapi hukumnya sendiri di Indonesia aku gatau sih sekarang gimana, cuma yang aku
tahu sih ya memang belom ada peraturan yang ngelarang tentang itu. Jadi orang masih
bingung di tengah-tengah itu. Tapi kalaupun ada peraturannya, juga gabisa dicegah sih.
LGBT itu tetap ada. Pasti ada.
A: Di paragraf yang pertama kan dia bilang Alpantuni depicting the struggles of gay
Muslim in Indonesia. Dari yang sudah cici baca, cici setuju ga dengan kalimat ini?
B: Hmm iya sih kalau diliat sih emang kaya gitu. Cuma emang ada abusenya ada
sesuatunya yang dia bilang di sini. Ada konten itunya.
A: Menurut cici, kata “struggle” itu masuk discrimination and abuse juga ga?
B: Aku gatau sih kontennya ini bersifat negatif atau dia cuma ceritain sejarahnya doang,
gatau sih.
A: Kalau dari yang cici tangkep tapi gimana?
B: Kalau dari yang aku tangkep sih… Aku ga nangkep dia menceritakan history-nya. Aku
nangkepnya dia cerita tentang kaya biasa sehari-hari gitu. Kaya komik yang dibaca ringan,
cuma mungkin ada abusive-nya, ada sesuatunya gitu.
A: Tapi kan di sini kominfo bilang kalau komik ini pornografi, bahkan dia mengancam
untuk memblok Instagram dari Indonesia dan ini tidak sesuai dengan regulasi konten
Instagram. Menurut cici gimana?
B: Makanya karena aku ngira dia kaya gitu isinya, dia negatif tapi bukan karena LGBTnya
atau karena sejarahnya atau tentang perjuangannya gitu. Kaya sehari-hari yang biasa gitu
kaya komik-komik yang receh lah. Tapi ada abusenya ada pornonya dan itu emang untuk
diblokir sih.
A: Berarti melanggar regulasi konten Instagram juga?
B: Iya, terlepas dari itu LGBT atau nggak.
A: Di paragraf ke-5, dijelaskan kalau Alpantuni ini “depicted gay characters facing
discrimination and abuse, which has become increasingly common in Indonesia since late
2015 when conservative politicians and religious leaders began a campaign of portraying
lesbian, gay, bisexual and transgender people as a threat to the nation.” Pesan yang cici
terima dari paragraf ini apa?
B: Karena respon dari masyarakatnya lebih.. Di mana-mana yang kontra pasti lebih keliatan
kan, karena respon yang kontranya udah mulai...kayanya tahun-tahun lalu ga kaya gini
kan.Baru akhir-akhir ini, bahkan di luar negeri juga Ellen kan dia pro tentang LGBT.
Makanya jadinya sekarang politisi udah mulai…
A: Berarti kalau menurut cici, LGBT itu ancaman terhadap negara ga sih?
B: Nggak sih.
A: Berarti pesannya cici ga setuju, tapi emang kejadiannya ada gitu?
B: Iya.
A: Oke. Di bagian bawahnya, Kemenkominfo, Rudiantara itu bilang kalau akun ini bisa
diblok dan “Materials promoting LGBT are against health rules, religious rules and
cultural norms. It is not in accordance with Indonesia”. Kalau dari 2 paragraf ini, pesan
yang cici dapat itu apa?
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
B: Kalau dia against health rules, aku bilang iya. Kalau religious rules, kalau emang ada
aturan dari agamanya ya iya, kalau cultural norms… iya tapi kan dia udah dewasa, itu
resikonya sendiri. Jadi menurut ga harus diatur. Lagian kan orang lahir terus tiba-tiba dia
LGBT itu kan ga mungkin.
A: Tadi kan cici setuju kalau LGBT melanggar health rules, boleh didetailin ga menurut
cici, health rules apa yang dilanggar?
B: Health rulesnya ya mungkin dia bisa jadi, tau kan ini ga seharusnya. Religious rules…
kan ini pernah ku dengar juga kaya mungkin ada di kitabnya. Mungkin ini pengaruhnya ke
lingkungannya sih, kaya di gereja orang kan jadi ngeliatnya karena itu ga boleh,
psikologinya juga berpengaruh. Kalau cultural menurut aku, ini kan timur kan, jadi ya
paling pengaruhnya disitu sih. Bahkan di western aja ini masih bermasalah kan, apalagi di
timur.
A: Berarti ga sesuai dengan budaya timur?
B: Iyaa.
A: Kalau health rules tadi gimana?
B: Kalau cowo dan cewe kan reproduksinya bisa, tapi kalau LGBT kan tidak seharusnya.
A: Di paragraf ke-12 menyebutkan “Homosexuality is not illegal in Indonesia, except in
Aceh province under the region's Islamic law, but a backlash against the vulnerable LGBT
community is growing and same-sex relationships are widely frowned upon.” Dari paragraf
ini pesan apa sih yang cici dapat?
B: Menurut aku sih ini emang secara luas, bukan cuma di Aceh aja. Aku bahkan baru tahu
kalau di Aceh kaya begini. Kalau yang aku dapat sih ya di Indonesia emang udah ada yang
kasih peraturan yang jelas tentang itu, tapi dampaknya gabisa kelihatan dalam waktu dekat.
Ini mungkin dampaknya di Aceh ini ya mungkin dampak sosionya baru bisa kelihatan
setelah beberapa tahun. Jadi meskipun udah ada peraturannya, aku gabisa bilang kalau
peraturan ini fix mengatasi masalah itu atau nggak. Atau malah bikin dia stres atau apa kan
ga tau. Perlu waktu sih kayanya.
A: di paragraf ini kan komunitas LGBT diberi label “vulnerable” atau rentan. Kalau yang
cici dapat, makna vulnerable di sini apa sih?
B: Rentan apa ya? Menurut aku ga rentan. Kenapa aku bisa mikir itu ga rentan? Karena
pribadinya aku ga merasa bermasalah. Aku netral-netral aja sih.
A: Kalau dari kata rentan sendiri, yang cici tangkep itu apa sih?
B: Kalau dari yang aku tangkep, maksudnya rentan LGBT itu mungkin karena banyak yang
kontra sama dia ya dia jadi kaum minoritas gitu kalau aku bilang.
A: Berarti menurut cici dia ga vulnerable, dan dia bukan kaum minoritas?
B: Iya
A: Terus di paragraf selanjutnya kan ada tertulis “The comic strip sparked heated online
debate with some conservatives branding it immoral.” Cici setuju ga dengan pelabelan
konservatif di situ?
B: iya, soalnya kan kaya tadi aku bilang budaya timur sama budaya barat itu. Kalau yang
ini, aku setuju-setuju aja sih.
A: Kalau dari pemahaman cici, konservatif itu apa sih?
B: Berhubungan sama budaya ini.
A: berarti orang-orang dari budaya timur itu masuknya konservatif?
B: Iyaa.
A: Terus di bawahnya kan ada komentar baik pro maupun kontra LGBT nih dari warganet.
Pesan yang cici dapat dari komentar-komentar itu apa?
B: Kalau ini sama kaya yang tadi sih ada yang pro ada yang kontra. Cuma kalo aku pribadi
aku lebih sesuai sama yang ini deh. Emang ini honest potrait of gay life sih.
A: Kalau yang di paragraf 14-15, setuju ga?
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
B: Nggak sih. Karena aku ga ngelihat mereka salah. Mungkin sampai tahap tertentu mereka
masih ga masalah, tapi kalau mereka udah lewat dari ruang lingkupnya misalnya kaya
mereka LGBT, terus mereka menerima tekanan dari publik dan mereka stres, terus mereka
nge-drugs atau yang lain, ya itu salah.
A: Tapi kalau LGBTnya sendiri itu nggak salah?
B: Nggak
A: Kalau dari bagian akhir berita, paragraf 18 ke bawah mulai dari komentar Andreas
Harsono, pesan apa sih yang cici dapat?
B: Yang aku tangkep dari sini ya peraturannya masih belum kaya jelas tertulis, jadi
setengah-setengah. Kalau yang aku tangkep.
A: Setuju ga dengan kritikan Andreas Harsono? Yang ada di paragraf 19-20
B: Iya setuju, karena yang aku tangkep dari si Andreas ini, dia bilang kalau aturannya masih
belom jelas antara ini kan udah arrested, tapi dia bilang rumahnya dijarah, masuk penjara
dan lain-lainnya, di sisi lain pemerintah juga tidak men-declare peraturannya secara jelas
jadi ga tuntas semuanya.
A: Oke, itu berita pertama. Ini berita yang kedua, silahkan dibaca dulu.
B: Oh yang ini ada gambar komiknya yaa.
A: Iyaaa, kalau sudah selesai baca bilang aja ya ci.
B: Assert itu apa ya?
A: Assert itu behave or speak in a confident and forceful manner.
B: Counsil of Ulamas itu MUI ya?
A: Iya MUI.
B: Coconuts itu siapa ya?
A: Dia media juga. Media lain tapi bukan media yang nulis berita ini.
B: Sectarian itu apa ya?
A: Sectarian itu rigidly following the doctrines of a sect or other group
(Setelah baca berita di media B)
A: Secara umum, pesan yang cici dapat setelah membaca berita ini apa?
B: Kalau tadi abis aku baca komiknya, yang mereka bilang bener sih kalau itu emang layak
buat di-banned, di blokir karena mengandung unsur pornografi terus kata-kata kasar,
tindakan-tindakan yang… kaya yang dia bilang di paragraf 3. Komik ini emang apa yang
mencerminkan apa yang ada di paragraf 3, kalau menurut aku ya emang harus diblokir.
Sama ini yang di bagian akhir kan dia bilang “if you want to be muslim, don’t be gay”,
negara ini memang religionnya kuat banget, jadi pasti berpengaruh sama LGBT.
A: Tadi kan aku sempet tanya, bisa ga sih seseorang menjadi religius tapi juga LGBT.
Berarti kalau dari paragraf yang terakhir itu cici setuju atau nggak?
B: Kalau aku pribadi nggak sih.
A: Kalau dari judul yang ini, pesan yang cici dapat apa sih?
B: Ya artikel ini lebih jelas sih, lebih meyakinkan deh.
A: Kenapa lebih meyakinkan?
B: Soalnya ada gambar komiknya, dan dia jelasin kenapa ini bisa diblokir, dia jelasin ada
konten apa di dalamnya, dan kutipan-kutipan dari MUI. Kalau yang satunya (Media A) itu
lebih ke pendapat pribadi, sementara yang ini (media B) lebih menceritakan.
A: Berarti kalau yang ini (media B) lebih bercerita, kalau yang tadi itu (media A) pendapat
pribadinya wartawan yang nulis?
B: Iya.
A: Kalau yang tadi (Media A) menurut cici arah pemberitaannya lebih ke pro atau kontra
LGBT?
B: Yang tadi sih kayanya lebih ke kontra ya.
A: Kalau yang ini (media B)?
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
B: Kontra juga.
A: Kalau dari paragraf 1-2, dia jelasin instagram account ini apa, dan kenapa dia mau
dihilangin segala macem. Terus di paragraf 2 dia bilang kalo kasus ini “the latest flash point
in a slow-burning battle over morality and civil rights in Indonesia, a Muslim-majority
nation”. Pesan yang cici dapat dari 2 paragraf itu apa?
B: Hmm kalau yang aku dapet, ini emang masalah yang lagi happening di sini. LGBT
emang lagi happening di sini. Kayanya lagi diproses sama pemerintah juga karena ada
beberapa orang yang nganggep LGBT itu anceman buat national harmony.
A: Berarti menurut cici emang ada pertentangan antara morality dan civil right di
Indonesia?
B: Iya.
A: Tadi kan cici sempet tanya tentang kata “assert”, nah menurut pandangan cici emang
orang LGBT di Indonesia itu assert themselves seperti yang dinyatakan di paragraf ini?
B: di beberapa daerah mungkin iya, misalnya kaya disini (Jakarta). Tapi kalau untuk di
beberapa daerah kaya Aceh yang tadi dibilang sih aku rasa minor deh.
A: Berarti kalau dibilang “in the country” cici ga setuju karena hanya di beberapa bagian
di Indonesia?
B: Iya.
A: Lalu di bagian akhir paragraf ini kan dia bilang kalau ada gerakan Islam yang
menggambarkan orang LGBT sebagai ancaman untuk keharmonisan nasional. Kalau
pandangan cici sendiri bagaimana dari kalimat itu?
B: Hmmm kayanya sih iya ya. Soalnya kan emang ada bukti nyatanya. Ini yang di belakang
yang dia bilang immoral acts, atau yang dia bilang tadi… terus psikologinya terganggu,
pergaulannya juga bisa terganggu.
A: Terus kalau dari paragraf ke-3, kan cici tadi bilang kalau cici setuju dengan deskripsi
Alpantuni yang ada di paragraf ke-3.
B: Iya
A: Berarti cici setujukah kalau emang Alpantuni itu addressed gay identity and religious
bigotry?
B: Iya
A: Kenapa tuh setujunya?
B: Karena ya contohnya seperti yang dibaca di situ aja. Kaya yang dia bilang ada men with
their shirts off and in bed together kan emang ada konten itu. Ya aku setuju sih yang ini.
A: Karena emang sesuai dengan yang cici lihat?
B: Iya.
A: Lalu yang religious bigotry, cici tahu dari mana ada religious bigotry di komik ini?
B: Hmm tadi yang bagian yang dia bilang murtad, terus dia dilemparin kotoran sama
sesama orang Islam.
A: Cici sendiri memandang religious bigotry sebagai sesuatu yang positif atau negatif?
B: Ga tahu deh, aku netral sih.
A: Tapi emang ada religious bigotry di konten Alpantuni?
B: Iya, ada.
A: Lalu di paragraf 4 kan dibilang kalau akun ini di-accuse pornography sama blasphemy.
Terus dia juga masukin pernyataan dari MUI. Dari paragraf-paragraf itu, pesan yang cici
dapat apa?
B: Kalau yang 4-5 sih aku setuju-setuju aja. Cuma kalau yang 6 karena aku ga merasa dia
illness dan bakal ruin people faith itu sih menurut aku biasa-biasa aja sih.
A: Alesannya apa tuh?
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
B: Eh yang ke-5 sama 6 aku ga setuju deh. Yang ke-4 aku setuju sih. Karena yang ke-4 kan
tentang akunnya. Kalau yang 5-6 itu kan pendapat dia. “God created humans as man and
woman, a couple, and there is no third sex”... Ya menurut aku ini tergantung pribadi sendiri.
A: Kalau menurut cici ada third sex berarti?
B: Iya, ada.
A: Di paragraf 7-8 kan dibilang kalau Menkominfo menganggap akun ini melanggar aturan
tentang distribusi pornografi. Dan cici juga setuju kalau ini pornografi. Berarti cici
sependapat dengan Menkominfo dalam hal ini?
B: Aku setuju-setuju aja sih, karena ini melanggar jadi berhak untuk dilaporin kan.
A: Terus dari kalimat Instagram di media ini kan lebih detail. Dari paragraf 9-13, pesan apa
yang cici dapat?
B: Kayanya Instagram masih its okay aja tentang ini, karena aku juga ga tau sih udah ada
peraturan belom tentang LGBT ini. Kalo dari sini sih, Instagram oke aja tentang LGBT
asalkan dia tidak melanggar, kaya ini nih, yang penting dia tetep follow the law. As long
as ini, dan ga ada konten-konten yang emang udah tahu itu dilanggar dan ga boleh. Bukan
LGBTnya yang jadi sorotan Instagram, tapi konten di dalamnya. Kaya pornografinya,
kekerasannya, kata-katanya, kaya tadi dia manggil orangnya kan biadab gitu-gitu, terus
yang dia sensor-sensor gitu.
A: Terus di bawahnya kan ada background yang ngejelasin coconut itu apa, dan dia juga
kasih konteks Indonesia sebagai negara mayoritas muslim. Lalu di paragraf selanjutnya ada
kalimat “A longstanding — if grudging — tolerance for homosexuality in the country
began to erode in 2016, when the authorities, under pressure from right-wing Islamic
groups, began arresting gay men in record numbers.” Lalu di bawahnya juga ada contoh
kasus di Indonesia. Dari paragraf-paragraf ini, pesan apa yang cici dapat?
B: Yang aku tangkep dari sini, ini kan dia bilang kan tahun 2016, mungkin awalnya LGBT
ga terlalu jadi masalah, cuma karena banyak yang kontra, dan yang kontra itu keliatan, jadi
itu mulai jadi isu pemerintah.
A: Tapi cici setuju ga kalau sebelum 2016 itu emang ada toleransi meskipun terpaksa?
B: Toleransi… setuju-setuju aja. Soalnya kan ga ada yang ngelawan, ga kaya sekarang.
A: Terus menurut cici, kenapa sih media ini sebelumnya memberi konteks kalau Indonesia
itu negara dengan mayoritas penduduk Muslim?
B: Ya ini kan emang bener. Mungkin karena yang paling kontra itu kan dari kelompok
Muslim, dan dia juga masukin Aceh. Di artikel sebelumnya juga ada masukin Aceh. Ya
kalau di Aceh kan emang dominannya Muslim. Ya ini emang bener sih.
A: Jadi dia pakai konteks Indonesia dengan mayoritas penduduk Islam karena emang
banyakan orang Islam yang tidak setuju LGBT?
B: Iyaa.
A: Kalau dari paragraf ke-19, pesan yang cici dapat apa sih?
B: Tadi aku skip loh ini, hahahaha. Ini rada susah gitu. Hmmm iya sih, bisa juga karena isu
itu emang lagi happening jadi dia sengaja ngangkat isu ini untuk memengaruhi.
A: Ini kan tulisannya bulan Februari, sebelum pemilu. Menurut cici sendiri paragraf ini
kejadian di dunia nyata nggak sih?
B: Iya kejadian. Partai PKS kan yang dia nolak LGBT. Dan sekarang orang-orang juga,
aku tahu partai itu juga karena topik ini sih karena dia nolak LGBT.
A: Terus dari bagian akhir berita ini, kan berita ini paparin bahwa saat akun Alpantuni ini
di kondisi dormant, banyak akun lain yang nge-repost komiknya, terus ada kutipan juga
dari media coconut, dan ada kritikan juga atas Alpantuni. Dari bagian akhir ini, pesan apa
yang cici dapatkan?
B: Hmm yang aku dapat dari sini ya itu kalau misalnya ada yang tetep masih fine aja, aku
gatau ya dia pro, netral, atau kontra, di mana-mana kontra lebih keliatan sih. Sama ya itu,
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
agama emang kentel banget, apalagi di budaya eastern yang masih terpengaruh sama
budaya, sama adat istiadat, gitu-gitu lah.
A: Kalau dari kritik yang “stupid,” “uncivilized” and “godless” for being gay, menurut cici
gimana? Wajarkah mereka dikritik seperti itu?
B: Hmm kalau buat aku yang netral sih aku merasa itu wajar-wajar aja kalau mereka kritik
ini. Karena kan balik lagi terpengaruh sama agama dan budayanya.
A: Kalau menurut cici, kenapa dia pakai kutipan dari media lain? Kenapa dia ga buat
statement sendiri?
B: Supaya lebih terpercaya aja. Maksudnya kan kalau dia pake statement sendiri itu kan
berarti personal kaya artikel yang tadi (media A). Kalau yang aku baca artikel ini, aku lebih
percaya sama yang ini daripada yang itu.
A: Tapi isinya sendiri menurut cici bener? Yang dia bilang komentar di akun Instagram itu
“overwhelmingly hateful (and a pretty accurate reflection of the L.G.B.T. haters depicted
in the comic itself).” Atau malah biasa aja?
B: Biasa aja. Itu emang komentar standar. Itu kan emang haknya mereka (untuk memberi
komentar).
A: Oke sudah selesai wawancaranya. Terima kasih banyak ya ciii
B: Iya sama-sama.
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
Informan 6
Nama : Benwinson
Tempat, Tanggal Lahir : Pekanbaru, 16 November 1991
Pekerjaan : Developer Operational di Sirclo
Lokasi/Waktu Wawancara : Foodcourt The Breeze, BSD / 22 April 2019
Keterangan : M = Melissa
B = Benwinson
M: Hai Ko, boleh tolong perkenalkan diri terlebih dahulu?
B: Nama saya Benwinson. Tempat tanggal lahir di Pekanbaru, 16 November 1991.
Pendidikan terakhir S1 Sistem Informasi di Stikom Pelita Indonesia di Pekanbaru.
Agamanya Buddha.
M: Koko setiap minggu ke vihara kah?
B: Dulu iya pas di Pekanbaru, kalo sekarang semenjak di Tangerang sudah nggak lagi.
M: Ohhh. Emang anggota keluarga semua Buddha ya?
B: Iya keluarga semua Buddha.
M: Kesibukan saat ini apa aja ko?
B: Bekerja sebagai Developer Operational di Sirclo di sini (The Breeze).
M: Lalu kalau boleh dikategorikan, status ekonomi koko sendiri seperti apa?
B: Saya menengah sih.
M: Hmm terus kalau boleh tahu, orientasi seksual koko apa?
B: Straight.
M: Koko sendiri sikap terhadap LGBT itu seperti apa ya?
B: Saya netral.
M: Kenapa tuh?
B: Karena setiap orang bisa punya pendapat dan cara hidup yang berbeda-beda, ya gua ga
mau ikut campur urusan orang.
M: Jadi karena itu bukan urusan kita jadi nggak mau urus gitu ya?
B: Iya.
M: Tapi pernah punya temen atau kenalan yang masuk kelompok LGBT nggak?
B: Ada.
M: Boleh cerita nggak temennya itu kaya gimana, kenalnya dari mana?
B: Hmmm ya temen kerja tapi ya biasa aja gitu. Maksudnya kita berinteraksi seperti dua
manusia normal yang berinteraksi gitu. Kita ga ada kaya “karena lu gay, maka gua gimana”
gitu.
M: Temennya berarti gay?
B: Iya.
M: Kenalnya di kantor sekarang?
B: Iya.
M: Ohh oke. Itu tau dari mana dia gay? Apakah dia ngomong terang-terangan?
B: Iya.
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
M: oh dia ngomong? Ketemu pertama langsung ngomong?
B: Iya. Maksudnya itu kaya bukan sesuatu yang perlu ditutupi sebenarnya. Kalaupun iya
(dia gay) ya kenapa karena memang tidak masalah. Kan saya netral tadi.
M: Hmm iya sih tapi kan meskipun netral tetap aja pasti ada kelompok LGBT yang agak
sungkan untuk come out. Apalagi pas pertama ketemu kan nggak tahu kita netral apa
nggak.Tapi kalau temen koko yang gay itu kko tahu ngga dia punya agama atau nggak?
B: Nggak tahu. Lebih tepatnya nggak mau mencari tahu sih. Jadi kaya emang nggak
begitu...karena ya tadi bukan urusan saya. Jadi ya apapun dia, ga langsung berhubungan
dengan aku ya udah gitu.
M: Menurut koko, mungkin ga sih seseorang dari kelompok LGBT itu punya agama dan
religius dengan agamanya?
B: Bisa. Kenapa orang LGBT bisa punya agama? Karena bisa jadi dia dibesarkan dari kecil
punya agama, punya kepercayaan yang dia ga bisa lepas, satu. Sekarang kita menerka-
nerka kan jadinya. Yang kedua bisa jadi orangnya memang... jadi menurut gua LGBT itu
bukan sesuatu yang dipelajari. Itu sesuatu yg didapat dari kecil. Jadi kaya oh aku besar jadi
ini. Bukan kaya aku mau jadi gay maka aku gay. Itu lebih ke kaya hormon di dalam tubuhku
lebih banyak yang bukan aku. Jadi kalau misalnya aku cowo berarti hormon di dalam
tubuhku lebih banyak cewenya, maka aku akan lebih tertarik kepada cowo. Itu sesuatu yang
didapat dari lahir, dan agama adalah sesuatu yang dipelajari. Agama itu diajari orang tua,
kita belajar sendiri, mencari tahu. Bukan sesuatu yang didapat dari lahir. “Oh aku dari lahir
Buddha, maka aku Buddha selamanya” gitu nggak juga. Makanya aku tetep harus berpikir
kritis tentang LGBT.
M: Koko tahu nggak ada beberapa agama yang melarang LGBT?
B: Iya (tahu).
M: Menurut koko, mungkin ga orang itu LGBT dan punya agama tersebut? Kalau Buddha
kan setahu saya nggak ada aturan tertulis tentang LGBT.
B:Bisa sih. Jadi aku belajar Kristen kaya beberapa tahun, dari TK sampai SMA. Dan gua
tahu bener kalau itu dilarang, dan banyak yang melarang. Tapi juga akhirnya ya di Amerika
Serikat sendiri juga ada beberapa state itu akhirnya dilegalisir juga kan meskipun mereka
beragama. Mereka bisa punya agama, kenapa tidak.
M: Koko biasa baca berita dari mana?
B: Google News.
M: Di Google News kan banyak medianya, biasa paling sering baca media apa?
B: Ketemunya… to be honest gua ga pernah ngeliat sumbernya dari mana. Tapi kalau yang
kelihatan itu Jakarta Post, CNN, ya semacam itu.
M: Itu bacanya setiap hari?
B: Iya setiap hari. Sekitar 20 menit.
M: Tujuan baca beritanya apa tuh?
B: Buat cari info terbaru.
M: Biasanya cari berita topik apa?
B: Teknologi, Politik, Ekonomi.
M: Pernah denger kasus Alpantuni nggak?
B: Nggak sih.
M: Ini ada dua berita dari dua media yang berbeda. Ini aku kasih satu dulu dari media A.
Koko boleh baca dulu semuanya sampai habis nanti kasih tahu aku ya.
B: (Saat baca sekilas) Oh, ya gua tahu. Kayanya pernah baca deh. Kayanya ga asing, komik
yang gay terus diban sama Instagram. Terus pemerintah atau siapa ada yang klaim gitu..
Akhirnya ditarik ya kalau ga salah. Okelah aku baca dulu ya.
(Setelah baca berita Al Jazeera)
M: Setelah selesai baca berita ini, secara umum, pesan apa sih yang koko dapet?
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
B: Orang bikin Instagram isinya tentang LGBT dan dia tetap beragama gitu. Terus itu
mengundang pro dan kontra. Ada yang komen di Instagramnya kaya oh ini harus diban apa
segala macem, pemerintah juga ga bilang mereka yang klaim untuk ditutup, Instagram juga
ga ngeklaim mereka yang nutup. Jadi kemungkinan yang ada adalah orang itu menarik
akunnya sendiri. Kurang lebih seperti itu.
M: Kalau dari judulnya sendiri, pesan apa sih yang koko dapet?
B: Kaya hmm Indonesia adalah negara Muslim yang memang menolak gay.
M: Berarti dapetnya Indonesia emang sebagai negara Muslim?
B: Iya.
M: Terus di paragraf satu kan dia bilang Instagram account ini apa. Dan di sini pemerintah
memberi label kalau Instagram account ini pornografi dan mengancam akan memblok
media sosial ini. Dari paragraf pertama ini, pesan yang koko dapet apa sih?
B: Ya Indonesia menolak komik ini.
M: Koko pernah lihat komiknya ga sebelumnya?
B: Nggak.
M: Koko setuju ga dengan kalimat pertama bahwa Instagram account ini hanya depicting
the struggles of gay Muslims in Indonesia?
B: Hmm karena gua ga pernah lihat komiknya jadi gua gabisa menilai apa yang ditulis
sama media ini.
M: Di paragraf kedua ini kan dibilang kalau komik ini pornografi dan ngelanggar regulasi
konten di Instagram. Koko setuju nggak?
B: Nggak. Karena Instagram punya konten setahu aku selama masih gambar kayanya
harusnya masih belom masalah. Dan dia ga menunjukkan sesuatu yang eksplisit kan seperti
alat kelamin diumbar-umbar. Ini cuma sebuah cerita. Dan gua rasa banyak komik-komik
yang vulgar tentang cerita, bukan cuma ini. Yang dijual sama komik ini bukan sebuah
gambar, tapi sebuah ide, sebuah cerita. Apakah sebuah cerita bisa menjadi sesuatu yang
bisa di-ban.
M: Berarti koko setuju dengan yang ditulis di paragraf ke-3 dan 4?
B: Iya.
M: Terus di paragraf ke-5 dia tulis “The comics depicted gay characters facing
discrimination and abuse, which has become increasingly common in Indonesia since late
2015 when conservative politicians and religious leaders began a campaign of portraying
lesbian, gay, bisexual and transgender people as a threat to the nation.” Dari paragraf itu,
pesan apa yang koko dapat dan gimana interpretasinya?
B: Jadi menurut aku, ada dua ya politisi dan religious leader atau pemimpin agama. Jadi
beberapa pemimpin agama jelas mereka punya agama, mereka punya kepercayaan,
kepercayaan mereka bilang tidak boleh, maka mereka beranggapan pemerintah harus
melarang itu. Karena mayoritas dari negara Indonesia juga punya sebuah agama Islam.
Karena itu mereka beranggapan karena ada peraturan tertulis bahwa ini nggak boleh,
seharusnya ada peraturan tidak boleh juga yang berlaku ke semua orang. Di mana
pemerintah harus mengambil sikap. Pemerintah harus mengiyakan atau mentidakkan.
Karena mayoritas memiliki peraturan yang sama, mau ga mau pemerintah harus bilang iya,
supaya mereka punya rating naik.
M: Berarti kalau bisa dikonklusikan, politisi-politisi ini semacam dikontrol oleh agama
mayoritas?
B: Iya bisa dibilang begitu. Tapi lebih dikontrol sama masyarakat mayoritas. Pendapat
publik yang mainstream, itu mereka harus ngikut. Kalau ga mereka akan dilawan oleh,
mereka harus memilih antara mendukung mayoritas atau melawan mayoritas. Logically
speaking, orang yang bekerja di pemerintahan, apalagi pengen punya karir, mereka akan
mengikuti mayoritas gimana pun ceritanya.
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
M: Oke, lalu di paragraf ke-6 sampai 8, dia masukin kutipan dari Rudiantara kalau
Instagram itu bisa diblok kalau akun ini ga diremove, dan materi tentang LGBT itu “against
health rules, religious rules and cultural norms. It is not in accordance with Indonesia” dan
akun dengan nama sama di Facebook juga udah nggak bisa diakses. Dari tiga paragraf itu,
pesan apa yang koko dapat?
B: Sejujurnya aku ga tahu seberapa kuat posisi Menkomifo itu. Apakah dengan dia bilang
ke Instagram dan Facebook “Oh aku ga suka akun ini, akun ini tolong diblok” maka
Instagram dan Facebook akan memblok akun ini meskipun itu masih sesuai, abu-abulah,
dengan terms and condition Facebook dan Instagram. Kalau dari yang dibaca di berita ini
tersampaikan bahwa Instagram mau gamau harus ngeblok akun ini kalau masih mau
aplikasi ini ada di Indonesia. Jadi kaya menteri kita mengancam satu aplikasi akan
dihilangkan sepenuhnya, gabisa diakses sama sekali kalau masih ada akun ini. Di mana
juga kalau ini terjadi dan pemilik akun tidak menghapus akun dia, pastinya Instagram akan
memblok akun ini. Dan melihat yang mereka kejar adalah revenue, bukan konten. Mereka
punya alasan gitu pemerintah minta diblok jadi mau ga mau harus diblok. Tapi juga karena
akunnya udah ditakedown ya gimana.
M: Kalau dari kalimatnya Rudiantara, interpretasi koko gimana?
B: Religious rules iya, seperti yang tadi. Aku ga tahu banget sih tapi aku tahu Islam
melarang jadi aku berasumsi ada tulisan tertulis di sana. Khusus untuk religious rules, oke
iya, itu memang benar. Health rules.. Kalau dilakukan secara bebas, bahkan straight pun
bisa jadi masalah anyway mungkin health rules nggak. Cultural norms iya, karena emang
dari awal diajarin gitu kalau cewe sama cowo dan bukan cowo sama cowo atau cewe sama
cewe, and its not in accordance with Indonesia, iya. Kecuali untuk health rules, semuanya
bener kata Rudiantara.
M: Berarti health rules yang koko tangkep di sini tuh lebih ke STD?
B: Iya, penyakit menular seksual. Maksudnya kalau gay juga ada gay yang bener yang
bukan prostitute. Dan bukan semua gay prostitute.
M: Oke, terus di paragraf ke 12, ditulis “Homosexuality is not illegal in Indonesia, except
in Aceh province under the region's Islamic law, but a backlash against the vulnerable
LGBT community is growing and same-sex relationships are widely frowned upon.” Dari
paragraf ini, makna yang koko dapat itu apa?
B: Jadi peraturannya belom ada tapi dia mau bikin. Yang tadi dipermasalahkan adalah
konten Instagram, dan sekarang kita udah pindah ke peraturan Indonesia. Peraturan
Indonesia sendiri masih belum mengambil sikap terhadap LGBT. Tapi juga si pemerintah,
meski ga ada peraturan tentang itu, tapi mereka sudah mengambil sikap kalau LGBT itu
dilarang meskipun belum ada peraturan tertulis tentang itu.
M: Di sini kan dia pakai kata “vulnerable” sebagai kata sifat untuk komunitas LGBT. Dari
kata “vulnerable” sendiri, makna apa yang koko dapat?
B: Karena ini tulisannya bahasa Inggris jadi aku berasumsi ini media internasional. Di
mana-mana LGBT vulnerable. Jadi kaya merasa oh minoritas, terancam, kalah lah
pokoknya. Mereka melawan arus. Mereka berasumsi juga kalau di Indonesia juga seperti
itu. Yang di mana, apakah di Indonesia LGBT itu vulnerable? Kayanya iya, karena
pandangan masyarakat masih jelek tentang mereka, karena juga sikap mereka yang terlihat
terlalu negatif. Yang keliatan itu kaya banci-banci yang jalan sana-sini, ngamen,
menawarkan dirinya di jalanan, bukan mereka yang memang punya kertarikan terhadap
cowo tapi menjalani hidupnya dengan normal. Jadi ya pandangan masyarakat memang
negatif.
M: Jadi vulnerable di sini yang koko dapat dia vulnerable terhadap lingkungan
masyarakatnya?
B: Iya.
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
M: Hm lalu di paragraf 13 kan ditulis “The comic strip sparked heated online debate with
some conservatives branding it immoral.” Apa pesan yang koko dapet dari kata konservatif
di sini?
B: Garis keras. Karena orang yang punya pendapat dan merasa dia benar, dan
menyampaikan pendapatnya, bagi gua itu di berita ini masuk konservatif. Karena they
branding it immoral, mereka menganggap itu immoral, mereka kasih tahu ini nggak baik,
ini immoral, ini jelek, take down.
M: Di paragraf ke-14 sampai 15 itu kan dia masukin komentar negatif dari warganet tentang
alpantuni, dan disusul dengan komentar positif meskipun cuma satu komentar. Dari
paragraf ke 14-17 ini pesan apa sih yang koko tangkap? Kenapa media masukin komentar-
komentar itu?
B: Hmm karena orang setelah mendengar berita ini, orang pasti penasaran apa sih yang
ditulis sama orang-orang. Jadi ini kaya salah satu contohnya loh, jadi pembaca bisa “Oh
kurang lebih kaya gini. Oh ini yang ditulis sama mereka” Terus pembaca bisa menilai
sendiri apakah ini konservatif atau tidak.
M: Tadi koko kan bilang “pembaca”, koko sendiri sebagai pembaca bacanya seperti apa?
B: Mereka lumayan balance untuk ngasih dari beberapa sisi. Mereka ngambil sampel gitu,
oh ini yang garis kerasnya kaya gini, oh ini yang ga-nya, oh ini yang pendukungnya, ya
tipikal situs berita.
M: Kalau dari konten komentar yang dikasih, koko setujukah dengan kontennya?
B: Jadi setiap orang bisa punya pendapat dan gua ga merasa gua harus punya sikap terhadap
pendapat orang itu. Saat baca ini yaudah tinggal baca aja, tapi gua ga ambil sikap “oh dia
benar, oh dia salah”. Memang gua ga ambil sikap. Dan yang pertama tadi, gua netral kan.
M: Berarti baik untuk komentar yang pro dan kontra, koko tidak mengambil sikap?
B: Tidak.
M: Oke, terakhir. Di bagian akhir berita, mulai dari bagian Andreas Harsono ke contoh
kasus yang ada di dua paragraf terakhir. Pesan yang koko dapat setelah membaca bagian
akhir berita itu apa?
B: Jadi karena tadi ada garis keras yang nolak, ini kaya garis keras yang mendukung. Kaya
oke kita punya orang mayoritas menolak ini, lalu kita punya minoritas yang “oh saya kecil,
tapi saya ga boleh kalah, saya harus memperjuangkan hak saya untuk ini” Terus dia mulai,
oke dia di-interview dan dia bilang “ini pelanggaran HAM, ga seharusnya seperti itu” Dia
kaya menunjukkan kalau di Indonesia itu orang gay sangat tidak bisa berkembang, ga bisa
ada, ga boleh ada di Indonesia. Di mana ya orang yang punya pendapat yang lebih aktif
untuk menyuarakan pendapatnya.
M: Koko kan tadi pakai kata “garis keras” tuh. Menurut koko, kata “garis keras” itu
konotasinya negatif atau positif sih?
B: Negatif
M: Berarti menurut koko, Andreas Harsono ini juga negatif dalam mengucapkan
pandangan dia?
B: Sesuatu yang berlebihan itu negatif. Sebenarnya kalau sekarang gua berasumsi garis
keras itu orang yang di ujung tombak, orang yang memimpin, orang yang berbicara,
bersuara keras gitu. Jadi ya ini termasuk garis keras.
M: Oke, untuk dua kasus dibawahnya koko gaada komentar apa-apa?
B: Nggak, karena itu berita. Google pulled Blued kalau ga akan diblok, Indonesia man
arrested for running a facebook page, yang di mana kalau ga ditutup pemerintah akan blame
Facebook dan akan diblok. Jadi kaya seluruh berita ini intinya kalau si pemilik akun nggak
men-delete akun dia, ya dia akan di-block anyway sama Instagram. Kaya gitu.
M: Ohh okay. Kalau dari konten pesan Andreas Harsono ini koko juga gimana
pendapatnya?
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
B: Oke, dia didukung fakta. Dia menurut gua ok, apa yang dia bilang. Well gua ga tahu dia
bener-bener diblock atau nggak, tapi kalau berita ini bener dan dia memang di-block, ya
dia memberikan fakta yang di mana menurut gua ga salah untuk memberikan fakta.
M: Oke, itu berita pertama. Ini ada berita satu lagi dari topik yang sama tapi beda media.
Sama kaya tadi, silahkan dibaca terlebih dahulu dari awal sampai habis ya ko.
B: Oh, oke. (ketawa pas lihat komiknya)
M: Setelah membaca berita yang ini dan lihat komiknya juga, pesan yang didapat secara
umum itu apa?
B: Aku ga tahu dia lagi pengen mencurahkan perasaan dia atau..Maksudnya itu bener-bener
kejadian di hidup dia atau dia mengarang. Tapi kalau misalnya mengarang ya ini lucu, tapi
kalaupun nggak mengarang ini lucu sih anyway. Tapi juga makna yang didapat ya mungkin
dia cuma pengen ada… Ya orang bikin komik karena dia pengen menceritakan sesuatu,
dan dia lagi pengen menceritakan sesuatu. Itu terjadi di hidup dia atau nggak, aku gatau
dan ga peduli. Tapi dia kaya pengen berbagi kisah kalau hidup orang gay itu seperti apa,
lebih spesifiknya lagi orang gay muslim.
M: Kalau dari judulnya sendiri, pesan apa sih yang koko dapat?
B: Pesannya adalah Instagram atau orangnya ngapus itu karena Indonesia. Jadi kaya karena
Indonesia bilang ini bermasalah, maka ada pihak yang menghapus itu tapi dia ga jelas yang
ngapus itu Instagram? Pemerintah? Atau usernya sendiri? Tapi dengan kata vanish kurang
lebih kedengerannya kaya pemerintah yang ngapus.
M: Oke. Setelah lihat komiknya, kan dijelasin kalau dia hilang segala macem di hari Rabu
setelah pemerintah bilang kalau Instagram mau diblock. Dan di paragraf kedua dia bilang
kalau “The episode is the latest flash point in a slow-burning battle over morality and civil
rights in Indonesia, a Muslim-majority nation. Even as gay, lesbian, bisexual and
transgender people in the country assert themselves, others support an ascendant Islamic
movement that has embraced some homophobic policies and portrayed L.G.B.T. people as
a threat to national harmony.” Dari dua paragraf pertama itu, pesan apa yang koko
dapatkan?
B: Pertama, kaya tadi juga sama, jadi Indonesia mengancam akan memblok Instagram
kalau Instagram tidak menghapus akun ini karena Indonesia tidak punya akses terhadap
akun ini secara langsung. Yang kedua, si media ini pengen bilang kalau ini masalah besar
di Indonesia karena ada pro kontra, ada yang mendukung ada yang nggak, kebanyakan
nggak, terus mereka juga bilang kalau ada garis keras Islam yang bilang kalau LGBT itu
ancaman nasional.
M: Setuju nggak dengan pesan yang didapat?
B: Nggak. Menurut gua ini masalah yang terlalu dibesar-besarkan karena heboh. Apakah
masalah sebenarnya sebesar itu? Followersnya cuma lima ribu, itu kaya yang lihat lima
ribu orang dari seratus juta orang di Indonesia. Jadi kaya apakah masalah ini adalah “slow-
burning battle over morality and civil rights in Indonesia”? Its just five thousand man. Terus
kaya ga ada yang dipenjara, ga ada orangnya, pelakunya juga cuma satu orang dan dia ga
lagi bikin komunitas gay yang isinya ribuan orang. Ini lima ribu followers yang mendukung
ini juga follow karena ini lucu aja gitu loh. Oh ini lucu, I like it, follow gitu. Apakah sebesar
itu? Memang benar kalau ada garis keras yang sangat menolak yang sampai bilang kalau
ini a threat to national harmony. Emang ada yang bilang seperti itu dan mereka
memberitakannya seperti itu, which is still fair, ok.
M: Di bagian ini juga dikatakan “Even as gay, lesbian, bisexual and transgender people in
the country assert themselves”. Koko setuju ga dengan kalimat itu?
B: Hmm.. Beberapa orang ya, gatau ya kadang ada orang yang tidak berbicara juga, tapi
ada orang yang berbicara dan pede dengan mereka LGBT. Tapi gua ga pernah melihat
orang LGBT mengaku dia LGBT dan dia sangat bangga. Dipaksain? Iya dipaksain.
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
M: Di sini kan bilangnya in the country, koko setuju nggak dengan frase itu?
B: In the country… Nggak, nggak semua.
M: Lalu di paragraf ke-3 kan dia deskripsiin tuh menurut dia, akun Alpantuni itu apa. Dari
deskripsi di paragraf ke-3, pesan apa yang koko dapatkan dan interpretasinya seperti apa?
B: Nggak setuju tagline-nya. “Gay Muslim comics for people who are able to think.”
Berarti orang yang ga menerima, gabisa berpikir? Apakah dia harus sesarkasme itu dalam
menyatakan pendapatnya? Apakah karena dia gay terus dia merasa benar gitu? Sarkasme
sekali gitu. Dia sangat sarkasme dalam menyatakan pendapat dia. Terus “depicted men
with their shirts off and in bed together, though never fully nude”, siapa yang bilang ini?
Oh iya karena dia ga pernah bener-bener nunjukkin ya. Ya saya setuju sih memang belum
fully nude, kalau dari sampel komik ini, mereka cuma buka baju doang terus kaya mereka
ga menggambarkan adegan seksual sama sekali.
M: Di paragraf ini kan dia juga sebut kalau komik ini addressed gay identity and religious
bigotry. Koko setuju nggak dengan kalimat itu?
B: Iya, karena ditunjukkin sendiri. Orang yang menggambar komik ini menunjukkan kalau
ada intoleransi saat dia adalah seorang gay dan seorang yang beragama. Dan media ini
berasumsi, dan mengutip langsung kalau misalnya yang digambarkan itu seperti itu, ada
intoleransi.
M: Di bawahnya kan dia bilang kalau pembuat komik ini di-accuse pornography atau
blasphemy. Dan setelah itu media ini memasukkan kutipan dari perwakilan MUI. Dari tiga
paragraf ini, pesan yang koko dapatkan apa?
B: Si penulis berita ingin menyatakan pendapat pemerintah, sudut pandang pemerintah
terhadap.. MUI Pemerintah? Kayanya lembaga Islam yang besar di Indonesia mungkin.
Pandangan mereka terhadap komik ini. Ya apa yang dikatakan langsung diambil dan
dinyatakan tanpa dipotong.
M: Kalau secara kontennya sendiri, koko setuju nggak dengan tudingan bahwa artist ini
melakukan pornografi dan penistaan agama?
B: Pornografi nggak. Penistaan agama, mungkin iya. Kenapa ga pornografi? Karena
memang tidak ada pornografi, ga ada adegan seksual yang ditunjukkan, meskipun ada
gambar-gambar yang tidak apa, tapi menurut gua itu masih bukan pornografi, subjektif.
Kenapa itu penistaan agama? Karena si penggambar, dia bisa membuat dua macam komik.
Yang pertama adalah komik gay tanpa ada unsur Islam sama sekali, dan komik gay dengan
dia adalah Islam. Tapi dia lebih memilih untuk membuat komik di mana dia adalah gay dan
Islam. Dan kembali ke tadi, ada peraturan (di Islam) di mana you cannot be gay. Dan dia
kaya memaksa jalan. Gua udah tahu ini salah, gua udah tahu ini ga bener, tapi iniloh hidup
gua. Lu buat apa membuat komik seperti ini?
M: Berarti penistaannya karena bisa aja dia bikin komik gay aja tapi dia bikin komik gay
yang ada unsur Islamnya?
B: Iya.
M: Jadi menurut koko, tujuan dia bikin komik salah satunya untuk menista agama?
B: Iya, in one way. Secara tidak langsung, secara tidak sadar melakukan itu.
M: Kalau dari kutipan MUI seperti apa?
B: Ya seperti biasa, kutipan pemerintah, mereka akan sangat garis keras untuk melarang,
untuk menyatakan hal-hal yang tidak baik tentang itu, itu adalah penyakit, itu adalah
wabah, itu sesuatu yang harus dimusnahkan, seperti itu.
M: Koko setuju nggak dengan konten yang ia ucapkan?
B: Psychological illness… Iya itu adalah sebuah penyakit, yang harus disembuhkan? Tidak.
Itu sudah kelainan. Ya memang ada obat buat gay? Maksudnya kalau lu gabisa sembuhkan,
maka penyakit itu akan ada di tubuh lu sampai mati. Apakah ada cara untuk
menyembuhkan gay? Kalau ada ya silahkan. Gimana? Dan komik itu mempromosikan itu?
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
Penyakit? Ya… yang dipromosikan sebenernya yang tadi, penistaan agama, bukan
penyakit. Dia nggak mempromosikan gay. Ga ada orang gay yang justru tertarik jadi gay
karena membaca komik ini. Atau ada? Masih lima ribu, kita ga tahu apa yang terjadi. “That
will ruin the people’s faith in the long term.” Kalau segampang itu faithnya runtuh berarti
emang ga punya faith.
M: Lalu untuk kutipan pertamanya bagaimana?
B: Oh iya saya skip satu paragraf. Ya secara agama, tapi kenapa Tuhan menciptakan
seseorang bisa menyukai sesama jenis? Kenapa Tuhan menciptakan manusia-manusia itu?
Untuk apa? Ini jadi pertanyaan tentang ketuhanan. Untuk apa Tuhan menciptakan orang
yang menyukai sesama jenis kalau misalkan dari awal dia melarang itu?
M: Menurut koko ini memang pandangan agama aja?
B: Aku ga tahu aturan Islam itu seperti apa, tapi kalau kaya gini, gua bisa salahin Tuhan
dong, ngapain Dia bikin orang seperti itu kalau emang Dia larang itu? Buat apa dia bikin
orang miskin? Okelah itu masalah lain, skip.
M: Lalu di paragraf ke-7 sampai 8 disebutkan kalau akun ini melanggar Undang-Undang
Indonesia tentang distribusi pornografi, dia bilang juga “Mr. Setu said that the post was
removed early on Wednesday and that Instagram had taken down an account with a nearly
identical name a few weeks earlier, at the ministry’s request.”. Dari dua paragraf itu, pesan
apa yang koko dapat?
B: Oke, hmm pemerintah meskipun dia adalah menkominfo, tapi gua ga merasa pemerintah
itu cukup fasih teknologi. Meskipun dia adalah seorang Menteri Komunikasi dan
Informatika di Indonesia, tapi gua ga merasa orang yang naik di posisi itu layak dan fasih
untuk mengetahui semua hal. Well gua ga berharap dia bisa ngerti semua hal, dan yang dia
katakan di paragraf ini ya cuma asumsi dia. Asumsi dia adalah Instagram take down karena
dia minta Instagram takedown, lalu dia berasumsi bahwa Instagram menutup akun itu.
M: Berarti ini asumsinya dari Menkominfo?
B: Iya.
M: Terus untuk law on distributing pornography berarti koko ga setuju soalnya tadi koko
bilang ini bukan pornography ya kan?
B: Iya.
M: Hmm terus di paragraf 9-13 itu kan ada kutipan yang cukup panjang dari sudut pandang
Instagram. Dari lima paragraf itu, pesan apa yang koko dapat dan apa interpretasi koko?
B: Instagram masih punya kewajiban untuk stick with it rules, untuk membuat peraturan
dan memegang peraturan itu sebisa mungkin. Manusia harusnya bebas berpendapat di
Instagram, dan Instagram sadar kalau dia take down akun ini tanpa alasan yang jelas, justru
itu akan kontraproduktif dari misi mereka dan orang-orang akan komplen dan orang
Indonesia akan bilang take down Instagram, you’re not netral segala macem. Hmm
Instagram ngomong lebih panjang daripada pemerintah ya, luar biasa. Tapi mereka juga,
karena mereka dalam posisi seperti itu, ya gua berasumsi orang yang punya akun men-
delete, mereka juga bisa langsung bilang “Oh gua ga delete”. Apa yang sebenernya terjadi,
kita nggak pernah tahu. Tapi orang pembuat komik itu sebenernya ga bersuara lagi setelah
itu, jadi kita bisa berasumsi kalau orang membuat komik yang men-delete. Karena kalau
orang di-delete tanpa sebab biasanya akan meroang-roang.
M: Hmm terus dari paragraf ke 15-18. Di paragraf ke-14 ini dia cuma jelasin Coconuts itu
apa, karena di belakang dia masukin kutipan coconuts. Di paragraf ke-15, media ini
memberi konteks kalau Indonesia itu mayoritas penduduknya Muslim, dan di paragraf
selanjutnya ada kalimat “A longstanding — if grudging — tolerance for homosexuality in
the country began to erode in 2016, when the authorities, under pressure from right-wing
Islamic groups, began arresting gay men in record numbers.” yang disusul dengan contoh
kasus di Indonesia. Dari 4 paragraf itu, pesan yang koko tangkap apa?
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
B: Si penulis berita kaya pengen kasih tahu ini bukan masalah pertama tentang LGBT di
Indonesia tapi juga ada masalah-masalah sebelumnya. Dan dia ambil dari dua provinsi,
well semua provinsi juga mayoritas Islam sih, tapi salah satu dua provinsi terbesar, yang
salah satunya garis keras. Dia nyari contoh masa lalu yang paling ekstrem lalu diambil lalu
diplak “Oh ini loh masalah ekstrem yang pernah terjadi” Makanya dia ambil dari tahun
2016, 2017 selisih setahun. Kaya masalah besar apa sih yang pernah terjadi di Indonesia,
yang pernah heboh di Indonesia.
M: Menurut koko, kenapa dia kasih konteks kalau Indonesia negara dengan penduduk
mayoritas muslim?
B: Karena (ini) bermasalah karena dia gay dan muslim. Lalu orang akan bertanya, kenapa
bisa ampe ditake down? Dia memberi sedikit background kalau memang Indonesia
mayoritas Muslim. Dia harus memberi background kepada pembaca kalau misalnya gay
itu adalah minoritas dan Muslim itu mayoritas. Lalu ada konflik.
M: Koko setuju ngga dengan kalimat di paragraf 16?
B: Berarti sebelumnya tidak terjadi apa-apa ya. Tenang, damai, terus 2016 bam. Kenapa?
Karena tren itu mulai ada setelah itu. Tren LGBT itu mulai.. Kayanya gara-gara media barat
juga sih. Kaya akhir-akhir ini baru heboh kan LGBT di US terus kita mulai melihat ternyata
kita punya LGBT juga, eh ternyata ga sedikit (jumlahnya). Ya harus dimusnahkan gitu,
agama kita melarang. Tada~ 2016.
M: Jadi mungkin dulu toleransinya muncul karena ketidaktahuan?
B: Iya ketidaktahuan ada orang-orang seperti itu. Dan orang-orang LGBT juga diem-diem
kan, mereka mana berani bersuara, kan malu.
M: Terus di paragraf ke-19, dia bilang “The recent spike in such legislation may reflect a
growing recognition by some Indonesian politicians that they can win popular support by
appealing to hard-line Islamic sentiment. The country is preparing for a presidential
election in April, and some fear a return of the sectarian intolerance that marred the last
such vote in 2014.” Dari paragraf itu, pesan apa sih yang koko dapat?
B: Interpretasi yang saya dapat adalah orang-orang politik Indonesia harus berpendapat
sama dengan orang-orang ini supaya.. Mereka akan mencari vote, dan mereka harus
memiliki pendapat yang sama dengan orang kebanyakan untuk mendapat vote. Kalau
nggak mereka nggak akan dapat vote. Tapi sejujurnya yang gua dapat dari dua orang yang
pemilu kemarin, justru mereka tidak mau menyinggung ini terlalu banyak. Mereka tidak
mau mengambil sikap yang keras banget… tunggu dulu, gua ga baca dari sisi satu lagi sih.
Tapi satu sisi mereka ga bilang “Gua akan bikin peraturan di mana gay akan dibasmi”.
Kaya negara tetangga, siapa? Brunei yang bikin peraturan hukuman buat LGBT. Intinya
peraturan itu ga keluar, dan mereka juga nggak menjanjikan ada peraturan itu. Mereka juga
kayanya masih jalan tengah, mereka nggak mengambil sikap. Si penulis membuat gua
berasumsi mereka mengambil sikap, tapi kenyataannya apakah benar demikian? Nggak
juga.
M: Berarti nggak kejadian di dunia nyata?
B: Nggak.
M: Tadi kan koko bilang satu sisi, sisinya siapa tuh?
B: 01. Karena gua ga pengen ngikutin berita 02. Yang gua baca, yang muncul di berita gua
malah kaya apa sih yang dia lakukan… Buka baju?Kaya hal-hal yang ga penting gituloh.
Kayanya gua lagi bosen terus gua buka detik atau apa terus munculnya berita begitu. Buka
baju terus dipermasalahkan? Hah? Ga punya berita? Ya semacam itu. Akhirnya berita-
berita tentang pendapat dia, planning dia, visi misi dia, apa yang dia ingin lakukan jadi
ketutup. Ga keliatan sama aku.
M: Berarti debat juga ga nonton ya?
B: Nggak, karena mereka terlalu banyak memberikan komentar bodoh.
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
M: Okelah. Di paragraf selanjutnya sampai habis itu sudah bagian akhir berita. Nah dari
bagian akhir berita ini sendiri, pesan apa sih yang koko dapat?
B: Ya gay itu ditentang keras. Si komik ini ditentang keras di Indonesia oleh mayoritas
orang yang sangat keras dan menggunakan bahasa-bahasa yang keras.
M: Menurut koko kenapa dia taruh bagian itu di akhir?
B: Kenapa taro di akhir.. Hmm kaya dia membangun gitu. Dia membangun masalahnya
gitu. Pertama dia bilang ada komiknya, terus dia bilang pendapat pemerintah seperti apa,
pendapat Instagram seperti apa, pendapat publik seperti apa, terus pendapat publik yang
ekstrem, garis keras seperti apa.
M: Menurut koko kenapa dia hanya memasukan komentar dari yang kontra saja?
B: (sambil membalik-balikan berita) Ya dia nggak masukin sama sekali pendukung pro ya.
Dia kaya membangun opini kalau misalnya ini sangat dilarang di Indonesia. Padahal paling
panjang. Yang dia tunjukkin adalah Instagram netral, pemerintah tidak setuju, publik tidak
setuju.
M: Terus menurut koko kenapa sih dia pake kutipan dari media lain?
B: Karena mungkin sebagai media, cita-cita sebuah media itu dianggap netral. Kalau
misalnya mereka mengutip dari media lain, ya mereka bisa salahin “oh dia yang nulis kok”.
Jadi mereka beropini senetral mungkin tapi mereka akan mengambil kutipan orang lain
yang ekstrem, yang dimana juga mereka bisa kutip sendiri. Mereka bisa hilangin
coconutnya terus mereka lihat sendiri komen-komennya seperti apa terus mereka tinggal
ngutip doang.
M: Di sini kan dia pakai kata kritik. Koko setuju nggak dengan penggunaan kata kritik, dan
menurut koko kenapa dia pakai kata kritik?
B: Kritik sama komentar itu beda. Pengkritik itu orang yang memprotes...Tunggu dulu. Dia
udah bangun opini kalau mayoritas Indonesia itu nggak suka sama LGBT. Orang sudah
kebangun opininya kalau misalnya emang ga suka, akhirnya dia mengikuti flow
sebelumnya. Ini masa penjelasan, pemerintah sikapnya seperti apa, terus Instagram netral,
lalu dibangun kalau misalnya ada masalah, lalu kritiknya. Itu kaya media yang membangun
opini.
M: Jadi secara keseluruhan, pesan opini apa yang koko dapat?
B: Mayoritas Islam, minoritas LGBT, mayoritas menekan minoritas dengan sumpah
serapah, dengan kata-kata yang secara keras.
M: Di sini kan ada konten kritikannya seperti “If you want to be a Muslim, don’t be gay.”
dan “It’s your right to be godless, but do not be both Muslim and gay. That is just greedy.”
Untuk kontennya sendiri pendapat koko bagaimana?
B: Dia punya opini dan dia menyuarakan opininya. Sama seperti pembuat komik yang ingin
menyuarakan opininya. Masing-masing dari mereka mengeluarkan pendapat mereka yang
di mana gua akan merasa mereka benar untuk berpendapat. Lu silahkan berpendapat
semaumu, tapi jangan harap orang akan mengikuti cuma dengan bahasa yang lu tulis. Dia
(Alpantuni) berpendapat, Rudiantara berpendapat, dia (kritikus) berpendapat. Ya semua
orang berpendapat, apakah dengan berpendapat, masalahnya selesai? Dia cuma menulis
kok, salah satu orang mengutarakan pendapatnya seperti ini.
M: Berarti untuk kontennya koko ga setuju seperti yang koko sudah sebutkan di awal?
B: Iya nggak setuju. You can be both (religious and LGBT).
M: Oke deh, sudah selesai wawancaranya. Terima kasih ko.
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
Informan 7
Nama : Aurelia Gracia
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 2 Juni 1999
Pekerjaan : Mahasiswa Jurnalistik di Universitas Multimedia
Nusantara
Lokasi/Waktu Wawancara : Universitas Multimedia Nusantara / 12 Mei 2019
Keterangan : M = Melissa
A = Aurelia
M: Halo Aurel, boleh tolong perkenalkan diri terlebih dahulu
A: Halo, aku Aurelia Gracia, anak jurnalistik 2017 UMN. Aku lahir di Jakarta 2 Juni 1999.
Agama aku Katolik.
M: Ohhh terus di sini (Gading Serpong) masih ke gereja?
A: Puji Tuhan masih ke gereja seminggu sekali.
M: Status ekonomi kamu kalo boleh dikategorikan masuk kategori apa?
A: Menengah
M: Terus kesibukan saat ini apa aja?
A: Selain kuliah, ada UMN Radio jadi Kepala Divisi News, ada UMN Radioactive, aku
jadi bendahara di BPH. Itu aja sih.
M: Wah cukup sibuk yaa. Kalau boleh tahu, Aurel orientasi seksualnya apa ya?
A: Aku straight ci.
M: Sikap kamu sendiri terhadap LGBT gimana?
A: Aku open-open aja asal mereka ga mengganggu, maksudnya ga bawa dampak buruk
buat aku ya aku ga masalah.
M: Dampak buruk seperti apa tuh kira-kira yang bisa mereka bawa?
A: Hmmm dampak buruk misalnya yang mengganggu tuh kaya, misal aku punya temen
lesbian, terus dia mungkin punya intensi atau perasaan ke aku, terus sampai ngejer-ngejer
gitu sih itu mengganggu. Selain itu mungkin kalau aku punya temen yang LGBT terus dia
sangat insist lingkungannya, temen-temennya untuk menerima kaum LGBT. Misalnya si
A ini dia gay, terus dia ada di inner circle aku, dia tuh terus memprovokasi kaya LGBT itu
gini-gini loh, tapi lama-lama tuh annoying dan dia memaksa kita untuk menerima pendapat
dia.
M: Berarti kalau Aurel sendiri mikirnya LGBT itu baik atau nggak?
A: Baik atau nggak….hmm kalau dari aku itu kebebasan dia sih, itu kemerdekaan tentang
dirinya jadi its okay, gapapa.
M: Aurel sendiri pernah punya temen yang LGBT ga?
A: Ada. Jadi ada temen bimbel gitu terus dia masukkin aku ke close friends instagramnya
dan ke second accountnya. Dia cowo, dia gay terus weekend kemarin dia jalan sama cowo
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
umur 27/28 gitu, nginep di fourseasons terus dia pegang-pegangan tangan, terus dia
dijajanin apa gitu-gitu.
M: Itu emang kenal deket temennya?
A: Kenal akrab.
M: Dari awal kenal emang udah tahu kalau dia gay?
A: Nggak, jadi awalnya itu memang dia agak melambai-melambai gitu, dan dia baru come
out sekitar akhir tahun lalu lah.
M: Itu come outnya ke kamu doang atau ke media sosial?
A: Ke medsos.
M: Termasuk ke kamu?
A: Jadi temen SMA aku juga kenal sama dia, dan cowo itu ngaku ke temen SMA aku kalau
dia gay. Terus temen SMA ku cerita, dan aku masuk ke close friendsnya dan ngeliat oh dia
udah come out.
M: Oh berarti come out nya ga langsung ke kamu dan dari temen kamu ya?
A: Iya dan dari perilaku dia di medsos.
M: Oke. Dan dia temen LGBT kamu satu-satunya?
A: Iya.
M: Kamu tahu ga temen kamu itu beragama atau nggak?
A: Nah dia itu lahir di keluarga yang orangtuanya beda keyakinan. Jadi papanya itu Kristen,
mamanya itu Muslim. Mamanya orang Sunda dan papanya orang Batak dan dia ngikut
papanya. Cuma kalau dari aku lihat di closefriendsnya itu, dia sangat ga suka dengan agama
mamanya, Islam. Tapi sepengetahuanku pun dia bukan seseorang yang taat beragama
banget loh. Dari yang aku liat di medsos sih kayanya dia bukan tipe orang yang toleran gitu
loh. Menurut dia Kristen lebih baik, terus dia suka ngetawain temennya yang jilbab-an gitu-
gitu.
M: Ohh padahal mamanya sendiri Islam?
A: Iyaa.
M: Tapi dia masih tinggal sama mamanya?
A: Masih tinggal sama orang tuanya. Orang tuanya masih bareng.
M: Ohhh terus kalau kamu baca berita biasanya dari mana?
A: Vice, CNN, Kompas.com, E News.
M: Itu kamu ada latar belakang tertentukah kenapa suka baca media-media itu?
A: Karena pengen kerja di situ, pengen kerja di E News. Kalau yang lain menurut aku
paling nyaman layout webnya untuk dilihat, karena kalau kaya detik itu kan banyak banget
beritanya kan, halaman webnya juga ga beraturan.
M: Kamu biasanya baca berita berapa lama dan seberapa sering?
A: Yaa kadang kalau baca berita bisa kaya nagih gitu, bisa dua sampai tiga. Kalau seberapa
seringnya, paling seminggu 3-4 kali. Aku selektif juga sih meski ada sesuatu yang rame
banget kalau menurutku ga menarik ya aku ga baca
M: Berarti kamu biasanya baca berita dari web ya?
A: Iya.
M: Biasanya cari berita topik apa?
A: Biasanya metropolitan, bisnis juga buat referensi tulisan matkul business journal, kalau
E News nggak baca gosip sih, tapi lebih kaya apa yang beda di met gala tahun ini.
M: Kamu pernah denger kasus Alpantuni nggak sebelumnya?
A: Nggak pernah
M: Ini ada dua berita tentang topik berita itu, aku sengaja nggak kasih lihat ini dari media
apa biar nggak ada persepsi sebelumnya. Nah kamu coba baca dulu berita pertama ini dulu
ya.
A: Oke ci.
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
(Setelah membaca berita Al Jazeera)
M: Secara keseluruhan, pesan yang kamu dapat dari berita ini apa?
A: Yang aku tangkep gay muslim di Indonesia itu kaya di-banned terus ada menteri
Rudiantara yang bakal ngeblok Instagram kalau akun Alpantuni itu nggak ditutup. Terus
ternyata ada banyak gay di Indonesia ya bukan hal baru mereka pesta terus digrebek gitu
ci.
M: Kan kamu bilang tuh ada penggrebekan, terus ada orang-orang gay yang pesta, terus
pemerintah mau blok Alpantuni, interpretasi yang kamu dapat itu negatif atau positif?
A: Negatif. Menurutku di Indonesia belom siap ada sebuah kegiatan di mana mereka yang
sesama jenis itu melakukan pesta sex, kumpul kebo gitu-gitu. Tapi kalau konteksnya di luar
Indonesia ya oke-oke aja gitu.
M: Terus kalau dari judulnya, pesan apa yang kamu dapat?
A: Berarti di Indonesia belum bisa menjadikan gender itu sebagai sebuah lelucon. Soalnya
itu tadi, si menteri itu minta akun ini ditutup, menurut aku belom bisa ada becandaan yang
begitu.
M: Di kalimat pertama kan dia bilang kalau Alpantuni itu komik strip yang
menggambarkan perjuangan seorang gay muslim di Indonesia. Kamu setuju ga dengan
pesan yang disampaikan kalimat tersebut?
A: Aku setuju soalnya berdasarkan mindset aku aja ya, sebenernya ga menutup
kemungkinan mau dari agama manapun seseorang itu bisa gay dan sebagainya. Cuma kalau
di Indonesia sendiri biasanya yang terlihat itu mereka yang nonmuslim. Terus ternyata
dengan adanya artikel ini, aku juga baru tahu kalau di Indonesia juga ada gay Muslim dan
dia memperjuangkan haknya, memperlihatkan seberapa susahnya menjadi seorang gay
muslim.
M: Dan menurut kamu, konten dia positif dengan membagikan pengalaman atau
perjuangannya dia itu?
A: Iya menurutku positif sih. Kan dia followersnya ada enam ribu, biar enam ribu orang itu
tahu betapa tertekannya dia menjadi seorang gay muslim yang mungkin tidak diterima juga
di lingkungannya.
M: Lalu di kalimat selanjutnya di berita itu kan dia bilang kalau Alpantuni ini diberi label
pornografi dan diancem untuk diblok. Kalau dari kalimat itu, pesan yang kamu dapat apa?
A: Aku mikirnya pemerintah terlalu takut kalau si akun ini bisa berdampak bagi orang
banyak. Mungkin dia mikirnya oh di Instagram ada konten LGBT terus semua orang yang
visit akun itu bisa tertular gitu.
M: Kamu setuju ga dengan pesan yang kamu dapat itu?
A: Nggak dong. Ga bener karena menurut aku gini ci, setiap orang yang punya sosial media,
ini ga dilihat kontennya positif atau negatif ya, dia punya kebebasan untuk nge-upload
apapun di akun media sosialnya, dan itu menurut aku wewenang pribadinya gitu. Dan kalau
pemerintah mau ngebanned Instagram karena hal itu, kan yang keganggu, yang dirugikan
kan bukan Cuma Alpantuni, tapi semua pengguna Instagram di Indonesia. Contohnya kaya
Tumblr dibilangnya ada pornografi karena banyak gambar-gambar kaya gitu, sebenernya
ga bener juga kalau dia ngeblok tumblr karena ga semua pemakai menggunakannya seperti
itu.
M: Terus di paragraf ke lima ada pernyataan bahwa komik ini menggambarkan
diskriminasi dan kekerasan terhadap LGBT menjadi sering terjadi sejak akhir 2015 dengan
politisi dan pemimpin agama yang konservatif memulai kampanye yang menggambarkan
LGBT sebagai ancaman terhadap negara. Pesan dan interpretasi yang kamu dapat dari
paragraf ini apa?
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
A: Kalau interpretasi yang aku dapat dari paragraf ini tuh buruk terhadap politisinya itu.
Karena dia bilang LGBT itu bisa merusak negara gituloh. Padahal mereka melakukan apa
dibandingkan koruptor-koruptor yang udah jelas kelihatan gitu. Karena kalau misalnya
cowo pacaran sama cowo, terus dia ga ngambil uang negara, ga mencuri apa segala macem,
terus ngerugiinnya buat Indonesia itu apa? Mungkin dengan Indonesia negara beragama,
mungkin dampaknya lebih ke situ ya.
M: Terus ini ada komentar dari Menteri Rudiantara yang bilang kalau materi tentang LGBT
itu melanggar aturan kesehatan, agama, dan norma budaya yang tidak sesuai dengan
Indonesia. Pesan yang kamu dapat dari pernyataan Rudiantara ini apa?
A: Nah kalau ini aku setuju kalau LGBT itu ga setuju dengan moral agama dan budaya. Itu
tadi, belum saatnya gay itu diterima di Indonesia, karena permasalahan Indonesia itu ya
masih ngomongin pemimpin yang bukan agama Islam lah, jadi masih terlalu dangkal buat
ngebahas kasus sebesar ini. Tapi kalau against health rules, ga ngerti sih kenapa dia
merusak kesehatan? Misalnya persepsinya dia health rulesnya kaya gitu, banyak kok cewe
dan cowo yang bersetubuh di luar nikah.
M: Kalau yang health rules berarti maksud kamu penyakit menular seksual ya?
A: Iya.
M: Kalau yang agama?
A: Nah itu tadi karena Indonesia negara beragama dan norma-normanya masih kentel
banget, itu belom saatnya LGBT itu comeout di Indonesia. Tapi semuanya itu balik lagi ke
dianya sih, siap ga dengan perlakuan masyarakat.
M: Berarti kalau yang norma budaya itu masih ada kaitannya sama agama?
A: Bukan ada kaitannya sama agama sih, cuma maksudnya gini. Kalau aku lihat di
lapaknya Milencyrus, itu ponakannya Ashyanti, di lapaknya tuh komentarnya Tuhan
menciptakan manusia berpasangan, gitu-gitu. Jadi menurutku rakyat Indonesia itu belom
tentu agamanya bagus tapi dia udah mengajarkan orang gitu.
M: Berarti kamu setuju nih dengan pernyataan Rudiantara?
A: Iya.
M: Di paragraf ke 12, itu kan dia bilang kalau homoseksual itu sebenernya ga illegal di
Indonesia kecuali di Aceh yang menganut hukum syariat Islam. Tapi backlash terhadap
kelompok LGBT yang rentan itu semakin bertumbuh, dan hubungan sesama jenis dianggap
kurang baik. Dari paragraf ini, pesan apa sih yang kamu dapat?
A: Justru aku bingung sama kalimat homosexuality is not illegal in Indonesia karena di
pandangan aku selama ini homoseksual itu dianggapnya illegal walaupun tidak tertulis gitu.
Ini di Indonesia dan ga hanya di Aceh meskipun Aceh memiliki syariat Islam karena ga
cuma Muslim di Aceh yang gabisa menerima, tapi di kota besar kaya Jakarta pun orang-
orangnya masih pro kontra gitu, masih mempermasalahkan gitu. Terus di sini kan pesan
yang disampaikan tuh komunitas LGBT itu terbuka, dan sudah berkembang. Menurut aku
pasti ada komunitasnya makanya bisa ada party-party gitu, atau dari Tinder, dari sesama
yang suka clubbing atau ngemal bareng terus gabung sama yang sejenisnya gitu. Setahun
dua tahun belakangan ini memang kelompok LGBT itu mulai berani mengekspresikan
dirinya, aku ngeliatnya ada beberapa yang udah mulai bodo amat sama apa kata orang gitu
sih.
M: Di sini kan kelompok LGBT diberi label “vulnerable”. Menurut kamu sendiri, arti
“vulnerable” di sini apa sih?
A: Rentannya tuh mereka belom tentu bisa diterima sama banyak orang karena belum siap
norma budaya, agama gitu-gitu.
M: Berarti rentannya terhadap lingkungannya?
A: Iya.
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
M: Terus di bawahnya kan ditulis ada orang-orang konservatif yang bilang LGBT itu
immoral. Pesan yang kamu dapat dari paragraf 13 itu apa?
A: Menurutku kalau dibilang immoral nggak karena ya mungkin si Alpantuni ini ga tahu
mau gimana cara dia mengekspresikan itu. Mungkin Alpantuni itu mikirnya ini cara gua
mengekspresikan tanpa merugikan orang-orang di sekitarnya. Daripada dia memaksa
orang-orang untuk menerima dirinya, jadi dia mengambil jalan dengan komik strip gitu.
M: Kamu setuju ga dengan pelabelan konservatif itu?
A: Konservatif itu kaya dia ga bisa menerima sesuatu yang baru gitu. Itu nggak bagus
soalnya mungkin orang-orang yang ga bisa menerima hal baru itu melihat di mata mereka
ini ga seharusnya gini tanpa mencari tahu dulu kenapa seseorang bisa begitu dan udah
langsung ngecap ini ga sesuai moral.
M: Berarti yang di atas yang Rudiantara bilang LGBT melanggar health rules dan
sebagainya itu emang karena Rudiantara itu tidak siap dengan hal baru?
A: Iya.
M: Menurut kamu, itu kurang baik kaya gitu?
A: Iya karena masalah di Indonesia itu ya itu lagi itu lagi. Contohnya Pilkada,
permasalahannya di Ahok, terus adalah 212 yang bilang kalau gubernur sebaiknya Muslim,
dan itu terulang lagi di Pemilu kemaren loh. Yang kata Habib Rizieq itu ulama terus mereka
belanya ke sana. Jadi serta merta urusannya ke agama gitu.
M: Di bawahnya ada komentar-komentar terhadap Alpantuni. Nah interpretasi kamu
terhadap komentar-komentar itu apa?
A: Menurutku yang komentar ini tuh nggak memanusiakan manusia sih. Balik lagi ke yang
tadi mungkin dia cuma lihat LGBT itu ga boleh di Indonesia, ga sesuai sama ajaran agama,
terus masukin ke penjara. Jadi seakan-akan LGBT yang muslim itu melecehkan agama
Islam. Mungin prinsip mereka ya Tuhan menciptakan manusia perempuan dan laki-laki
dan ga sesuai sama ajaran Alkitab gitu-gitu. Terus kalau misalnya “gay muslims are real…”
menurutku perlu ada banyak orang yang kaya gini sih, yang ngeliat orang gay muslim itu
dari sudut pandang lain. Jadi ga cuma secara subjektif dia gay, tapi lihat latar belakangnya,
mungkin dia pernah trauma pas lihat mamanya ngenyakitin papanya dan dia pikir kalau
semua perempuan bersikap begitu makanya dia milih sama laki-laki.
M: Berarti kamu lebih setuju sama komentar yang ketiga dibanding yang pertama dan
kedua?
A: Iya.
M: Menurut kamu dia ga menista agama Islam?
A: Sebenernya dibilang menista…kalau dibilang menistkan Islam, sebenernya ga cuma
Islam doang yang ngajarin pasangannya cowo cewe, mungkin semua agama ajarannya
sama kaya gitu. Gabisa serta merta bilang dia menista agama Islam, dan apa hak dia juga
untuk menghakimi iman orang lain karena itu urusan dia sama penciptanya gitu.
M: Berarti menurut kamu ini menista agama tapi bukan cuma Islam?
A: Iya.
M: Menurut kamu, menista agama itu seperti apa?
A: Menurutku menista agama itu yang main-main sama agama sih. Ini aku berkaca dari
kasus Ahok ya, aku baru tahu juga kata penistaan agama di kasus itu. Dibilangnya yang
surat al maidah itu Ahok seakan-akan memainkan isi surat itu. Jadi menurutku penista
agama itu orang yang tidak sesuai dengan ajaran agamanya, main-main dengan ajaran
agamanya.
M: Berarti Alpantuni melakukan itu?
A: Iya.
M: Dari bagian akhir berita, mulai dari pernyataannya Andreas Harsono sampai habis,
pesan apa sih yang kamu dapat?
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
A: Aku setuju sama Andreas Harsono ini karena dengan dimatikannya akun Alpantuni ini,
bukan berarti mematikan LGBT di Indonesia. Ini tuh cuma satu dari sekian banyak LGBT
di Indonesia. Jadi ya buat apa? Pemerintah cuma tahu Alpantuni doang padahal kan ada
akun akun lainnya, Mungkin kalau pemerintah mau menyikapi ini dengan serius ya
mungkin bisa mengambil jalan atau solusi lain karena menutup akun ini bukan solusi yang
tepat.
M: Solusi yang tepat seperti apa dong?
A: Kalau menurutku ya let them be sih, karena kalau itu ga membawa dampak buruk
terhadap pandangan masyarakat dunia terhadap Indonesia ya ga masalah. Mungkin malah
masyarakat dunia tuh nganggep Indonesia homofobik karena dikit-dikit LGBT dilarang lah
bahkan yang di Brunei mau dirajam kek buat apa? Orang malah mikirnya Indonesia ga
punya hak asasi manusia, jadi ya biarin aja. Mungkin dengan berjalannya waktu justru
orang-orang malah bisa menerima gituloh karena lama-lama udah biasa. Kalau menurut
aku, di kalangan anak muda sendiri sekarang karena di Instagram banyak yang udah come
out juga jadi ya udah biasa. Karena masih ada yang perlu diurusin gituloh daripada cuma
ngurusin ini.
M: Menurutmu, berita ini berimbang nggak kalau dari kaidah jurnalistik?
A: Ini menurutku berimbang sih soalnya ada statement dari Andreas Harsono yang bilang
kalau menutup Instagram tuh bukan solusi karena ya kalaupun Instagram ditutup ya tetep
aja mereka bisa komunikasi lewat platform lain. Terus dia juga berusaha nyampein kalau
Alpantuni ini tuh orangnya religius dengan menceritakan latar belakang keluarganya terus
dia solat lima waktu.
M: Oke, berita satu selesai. Ini berita yang kedua, sama kaya tadi silahkan dibaca dulu aja
ya.
A: Tuh kan kalimat ini aja bisa bikin persepsi orang jelek loh ke Indonesia. Karena dia
bilang Indonesian official threaten to block the social media platform in the country
because of an uproar over the comic’s content. Kaya cuma karena gitu doang terus lu
ngeblok Instagram?
(Setelah baca berita The New York Times)
M: Secara keseluruhan, pesan yang kamu dapat dari berita ini apa?
A: Hmm aku nangkepnya Instagram itu gamau menyikapi hal ini karena akun ini ga
melanggar community guidelinenya. Terus dengan baca berita ini ya, kesannya Indonesia
itu sangat gabisa menerima LGBT itu. Secara garis besar itu sih.
M: Kalau dari judul berita ini, pesan yang kamu dapat itu apa?
A: Yang aku dapet, gay sama dengan pornografi.
M: Kamu setuju ga dengan pesan itu?
A: Nggak, karena dari yang aku baca, sama sekali nggak menggambarkan kalau dia ada
unsur pornografinya. Karena bukan chat sex atau yang kaya gitu-gitu, ya ini cuma
mewakilkan perasaannya si Alpantuni aja.
M: Berarti menurut kamu, pornografi itu kaya chat sex? Ada lagi ga contoh lain?
A: Chat sex terus video gitu, terus konten-konten pornhub, fake taxi itu-gitu menurut aku
pornografi.
M: Kalau di paragraf pertama kan tadi kamu bilang ini berlebihan. Kenapa kamu bisa dapat
konklusi itu?
A: Karena pengguna Instagram bukan cuma Alpantuni aja. Mungkin pemerintah mikirnya
dengan ngeblok media sosial, LGBT di Indonesia bakal mati. Padahal nggak gitu juga,
emang mereka bergaulnya di Instagram aja? Kan bisa aja di Tinder atau mereka punya
platform sendiri. Dia ga mikirin kepentingan orang banyak gitu.
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
M: Terus di paragraf kedua kan dia bilang “The episode is the latest flash point in a slow-
burning battle over morality and civil rights in Indonesia, a Muslim-majority nation.
Even as gay, lesbian, bisexual and transgender people in the country assert themselves,
others support an ascendant Islamic movement that has embraced some homophobic
policies and portrayed L.G.B.T. people as a threat to national harmony” Dari interpretasi
pribaid kamu aja, pesan yang kamu dapat itu apa?
A: Aku nangkepnya kaya kalau dia seorang gay dan muslim, itu akan mengganggu
pemersatuan bangsa gitu loh. Mungkin itu dianggap mengganggu karena dia Muslim.
Mungkin orang muslim itu mikirnya yang gay itu ya dari agama lain dan dari dia sendiri
itu gabisa gitu.
M: Kamu setuju dengan interpretasi kamu itu?
A: Nggak sih, karena gay, muslim dan pemersatuan bangsa itu ga ada hubungannya sih
menurutku. Karena LGBT itu bukan faktor utama yang bisa memecah bangsa, justru yang
memecah itu kaya pemilu yang ada dua kubu terus berusaha saling menjatuhkan gitu.
M: Berarti menurut kamu ada pertarungan antara moralitas dan HAM?
A: Iya.
M: Menurut kamu, kelompok LGBT di Indonesia itu menyatakan diri mereka ga sih?
A: Secara garis besar iya menurutku mereka udah mulai berani untuk mengekspos dirinya
dengan ikut womans march terus bawa bendera LGBT gitu-gitu. Mereka udah minta untuk
dihargai dan dikasih toleransi gitu.
M: Menurut kamu itu sesuatu yang positif?
A: Menurutku itu miris sih karena untuk dihargai aja mereka harus sampai ikut womans
march gitu. Mungkin menurut mereka ikut womans march itu satu-satunya cara positif
supaya mereka bisa dihargai banyak orang gitu.
M: Di paragraf ketiga kan si penulis berita mendeskripsikan akun Alpantuni ini. Dari
paragraf itu, pesan apa sih yang kamu dapat?
A: Hmm aku nangkepnya kaya gay muslim itu jelek banget gitu ci karena dijelasinnya kaya
depicted men with their shirts off and in bed together, mungkin lebih merujuk ke agamanya
sih. Aku mikirnya dari kalimat ini kaya gay muslim itu sangat buruk.
M: Kamu setuju dengan pesan yang kamu dapat?
A: Kalau aku baca dari sampel komiknya dan seluruh berita, sebenernya ga seburuk itu sih.
Kalau dari bionya sih komik muslim gay untuk orang yang bisa berpikir, emang dia
menciptakan ini buat orang yang open minded gitu kan. Di mindset aku alpantuni itu ga
jelek karena dia cuma mau berekspresi tapi di kalimat ini tuh.. mungkin karena gay
muslimnya itu ya jadi seakan-akan menjelek-jelekan agama muslimnya gitu. Terus dia juga
bilang “Indonesian-language comics” itu kaya wow di Indonesia untuk
mengekspresikannya aja dia perlu sampai bikin medsos dulu baru bisa nerima perlakuan
dari banyak orang gitu. Jadi stigma negatifnya itu malah bukan terfokus ke gay dan
muslimnya aja tapi juga ke Indonesianya.
M: Menurut kamu dia ada ngebahas kefanatikan beragama juga ga?
A: Iya, kaya tadi itu ada Fakri yang dia bilang dia gay tapi dia jelek gendut terus dia pengen
punya cowo yang tampan atletis, karena dia ga bisa merealisasikan itu akhirnya dia balik
jadi kaya… aku nangkepnya dia kaya FPI gitu sih. Jadi beragama itu cuma buat nutupin
kedoknya dia.
M: Terus di paragraf selanjutnya kan dibilang kalau komik ini banyak mendapat kritikan
di medsos dan dituduh pornografi dan penistaan agama. Sebelumnya kamu sudah
menyatakan kalau dia bukan pornografi dan bukan cuma menista Islam tapi semua agama.
Kamu masih setuju dengan pernyataan itu?
A: Iya ini menistakan karena dia menyalahgunakan agamanya itu untuk menutupi
identitasnya sebagai seorang LGBT.
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
M: Setelah itu, di berita ini ada kutipan dari MUI. Dari pernyataan MUI ini pesan yang
kamu dapat apa?
A: Kalau yang God created man and woman itu aku setuju. Kalau yang LGBT is a
psychological illness that needs to be cured and this comic is promoting it. Sebenernya aku
gatau sih LGBT ini bisa disembuhin atau nggak. Tapi kalau yang this will ruin people faith
in long term itu nggak deh, ini maksudnya bisa merusak iman seseorang kan ya? Ya
menurutku nggak sih karena ga cuma yang LGBT yang imannya bisa terganggu. Orang
biasa aja belum tentu beriman pada Tuhan, malah bisa aja yang LGBT itu hubungan sama
Tuhannya deket. Jadi ya ga setuju yang itu sih.
M: Yang atas berarti kamu setuju kalau gaada third sex?
A: Hmm… bener sih setuju sih.
M: Terus kalau menurut kamu, LGBT itu penyakit psikis bukan?
A: Aku tahunya itu bawaan lahir kaya perempuan itu kromosomnya kan XY, kalau ada
tambahan jadi XXY itu berarti ya ada sisi kecowoan dari diri dia, kalau itu bener ya LGBT
bukan penyakit psikologis karena memang udah dari sananya.
M: Terlepas dari bisa disembuhkan atau nggaknya ya, menurut kamu LGBT itu perlu
disembuhkan nggak?
A: Perlu nggak… kembali ke orangnya, kalau dia merasa dirinya tersiksa dengan LGBT
itu dan emang ada kemauan untuk kembali straight ya udah. Kalau dia udah nyaman dengan
hubungan sejenis ya ga masalah.
M: Menurutmu komik ini mempromosikan LGBT ga?
A: Nggak, malah dia menyuarakan pendapatnya si Alpantuni.
M: Nah di berita ini, si penulis berita menelpon perwakilan MUI ini untuk dimintai
pendapatnya. Menurut kamu sebagai anak jurnalistik, kira-kira kenapa dia dia sampai
menelpon perwakilan MUI untuk mengomentari kasus ini?
A: Karena satu ini tentang gay Muslim, dua Islam itu mayoritas di Indonesia jadi dia perlu
crosscheck pandangan MUI terhadap masalah ini?
M: Berarti menurutmu ini langkah yang tepat?
A: Iya.
M: Di bawahnya kan ada tertulis kalau menurut Menkominfo konten Alpantuni ini
melanggar UU Distribusi Pornografi dan ada pernyataan Instagram juga setelah itu. Pesan
yang kamu tangkap dari paragraf-paragraf ini apa?
A: Aku mihak ke Instagram sih karena kalau kalau menurut dia yang punya media sosial
ini ga melanggar community guidelines, buat apa disuspend?
M: Menurut kamu, kenapa sih Instagram gamau ngerespon pertanyaan tentang
kemungkinan dia ngapus akun dengan nama yang mirip dan kenapa si penulis berita
masukin spekulasi kalau akun ini ada di Malaysia?
A: Hmm kalau ga salah tadi di berita sebelumnya dibilang di Aceh dan itu berdekatan
dengan Malaysia. Terus yang kenapa Instagram ga mau ngerespon karena menurut dia
Alpantuni nggak ngelanggar community guidelines jadi buat apa dia ngeladenin lagi?
M: Terus di paragraf ke-13, menurut Instagram community guidelines tuh kita emang harus
refrain from posting nudity, “always follow the law” dan report sesuatu yang melanggar
guideline Instagram atau “makes you feel uncomfortable”. Dari paragraf itu, pesan yang
kamu dapat apa?
A: Mungkin si Alpantuni ini kan dibilangnya always follow the law and makes you feel
uncomfortable. Mungkin menurut Instagram, kasusnya Alpantuni ini nggak dikategorikan
melanggar hukum Instagram seberat itu. Kasus Alpantuni ini memang mengganggu banyak
orang, tapi Instagram punya poin-poin tertentu yang dimaksud melanggar aturan itu kaya
gimana, melanggar hukum itu gimana, dan seberapa bikin orang uncomfortable-nya sampai
di suspend.
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
M: Oke. Lalu di bawahnya dia masukin konteks kalau Indonesia itu negara dengan
mayoritas Muslim terbesar, dan ada beragam etnis di Indonesia. Terus di bawahnya ada
longstanding if grudging tolerance for homosexuality began to erode in 2016 saat ada
otoritas di bawah tekanan kelompok Muslim garis keras yang menangkap orang-orang gay
dalam jumlah besar. Dari paragraf ke-15 sampai 18, pesan yang kamu dapat apa?
A: Menurutku konteks Muslim ini gabisa menerima perbedaan etnis yang ada di Indonesia
sih. Karena mungkin orang-orang ini gasuka keberagaman tapi lebih suka kesamaan.
Mereka gabisa menerima ada yang berbeda dari mereka, ada yang cowo-cowo, cewe-cewe
dan bukan cowo-cewe. Terus apalagi sampai dicambukkin 85 kali, di publik lagi, itu bukan
hak mereka menindaklanjuti kasus ini loh.
M: Jadi menurut kamu meskipun Indonesia itu beragam tapi orang-orang Muslim ini ga
bisa menerima perbedaan?
A: Iya.
M: Nah terus kalau menurutmu, kenapa sih penulis berita ini memasukkan konteks itu?
A: Kalau menurutku dia mau kasih tahu kalau di Indonesia itu populasi Muslim terbesar,
tapi tidak semuanya bisa menerima perbedaan di Indonesia.
M: Oke, kamu setuju ga tapi kalau sebelum 2016 pernah ada toleransi terhadap
homoseksual?
A: Gatau sih ci sebenernya. Ga pernah menyadari itu.
M: Di paragraf ke 19, fokus terhadap peraturan LGBT ini bisa digunakan oleh politisi
Indonesia untuk mendapatkan suara orang-orang Muslim garis keras. Dari paragraf itu,
pesan apa sih yang kamu dapat?
A: Hmm menurutku bukan sebuah cara yang benar untuk memperoleh suara dengan cara
membawa-bawa LGBT. Karena menurutku itu cuma buat menggiring massa sih, Misalnya
ada paslon yang bilang kalau dia terpilih dia akan menghapuskan LGBT, dan orang-orang
merasa lebih aman kalau nggak ada LGBT. Padahal kan ga aman gitu juga loh.
M: Menurutmu hal ini kejadian ga di pemilu tahun ini?
A: Sepertinya secara ga langsung iya, sama si Prabowo yang kayanya ga suka sama LGBT.
Pernah sekilas baca tentang itu sih, dan aku pernah denger aja kalay anak Prabowo kan
LGBT kan dan ga pernah ada untuk support bapaknya loh. Mungkin bapaknya yang ga
nganggep anaknya karena dia gay, mungkin.
M: Di bagian akhir berita sendiri, mulai dari “as of Wednesday afternoon…” pesan yang
kamu dapat apa sih?
A: Menurutku ini jahat sih yang bilang “if you want to be muslim, don’t be gay” “its your
right to be godless but don’t be muslim and gay, its just greedy” kaya perbandingannya apa
gitu antara muslim dan gay sampai dia harus milih salah satu. Maksudnya kan Muslim itu
imannya dia dan kalau dibandingkan dengan seksualitasnya kaya ga ada relevansinya gitu.
Dan itu juga bukan pilihan untuk orang.
M: Di awalnya kan dia bilang pas akunnya deactive, tapi banyak orang yang ngerepost.
Kalau dari interpretasi kamu, kenapa sih banyak orang yang ngerepost?
A: Mungkin orang yang ngerepost itu merasa perasaannya terwakilkan oleh Alpantuni.
Mungkin dengan ngerepost itu dia berharap bukan cuma Alpantuni yang ngerasa di nomor
sekiankan, yang ga dianggap, gua juga. Mungkin dia juga belom berani buat berekspresi
kaya Alpantuni jadi ya dia ngerepost aja.
M: Oke, di paragraf selanjutnya kan dia bilang kalau ada kritikan terhadap Alpantuni yang
bilang kalau karakter di komiknya tuh stupid uncivilized gitu-gitu. Menurutmu, kenapa si
penulis berita menggunakan kata kritik?
A: Menurutku dia pake kritik karena kata-katanya ini nggak enak banget buat dibaca.
Mengkritisi iman dan seksualitas seseorang.
M: Berarti kritik itu negatif kan ya?
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
A: Iya.
M: Konten atau orang yang ngekritik?
A: Kontennya.
M: Lalu dibawahnya kan ada kutipan dari the coconuts yang “overwhelmingly hateful (and
a pretty accurate reflection of the L.G.B.T. haters depicted in the comic itself).” Kalau dari
pandangan kamu sebagai anak jurnal, kenapa penulis berita menggunakan kutipan dari
media lain?
A: Mungkin karena media Coconuts ini media pertama yang ngangkat kasus Alpantuni ini.
M: Lalu kamu setuju ga dengan konten kutipan itu?
A: Iya setuju.
M: Menurutmu, berita ini berimbang nggak kalau dari kaidah jurnalistik?
A: Kalau dibilang berat sebelah menurutku nggak sih. Karena Instagram itu ga men-take
down account ini karena ga melanggar community guidelines, jadi ya dia ga melulu
menyalahkan si Alpantuninya. Terus dari kalimat yang repost tadi itu, kalau di berita yang
sebelumnya kan ga ada. Mungkin berita ini pengen nunjukkin kalau ga cuma Alpantuni
yang ingin mengekspresikan dirinya tapi juga ada akun-akun lain.
M: Berarti kedua berita ini netral pemberitaannya?
A: Iya.
M: Oke cukup, terima kasih Aurel.
A: Iya sama-sama ci.
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019
Pemaknaan audiens terhadap..., Melissa Octavianti, FIKOM UMN, 2019