pelanggaran hak cipta karya fotografi di...
TRANSCRIPT
PELANGGARAN HAK CIPTA KARYA FOTOGRAFI
DI MEDIA DARING MENURUT HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
KARINA PUTRI
NIM : 11150480000043
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/2020 M
i
PELANGGARAN HAK CIPTA KARYA FOTOGRAFI
DI MEDIA DARING MENURUT HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
KARINA PUTRI
NIM : 11150480000043
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/2020 M
v
ABSTRAK
Karina Putri NIM 11150480000043 PELANGGARAN HAK CIPTA
KARYA FOTOGRAFI DI MEDIA INTERNET MENURUT HAK
KEKAYAAN INTELEKTUAL. Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum
Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta 1440H/2020M. Isi: viii + 77 halaman + 3 lampiran + 3 halaman daftar
pustaka.
Studi ini bertujuan untuk mengkaji perlindungan hukum terhadap pencipta
Hak Cipta karya fotografi yang hak moral dan hak ekonomi dilanggar di media
internet menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Metode
penelitian ini menggunakan pendekatan bersifat penelitian yuridis normatif, yaitu
penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang ada dalam peraturan
perundang-undangan, literatur, pendapat ahli dan makalah-makalah.
Hasil dalam penelitian ini menunjukkan pelanggaran hak cipta fotografi masih
marak terjadi, mengacu kepada salah satu kasus Aryono, yang foto di instagram
pribadinya diambil oleh media online untuk kepentingan komersial. Dalam kasus ini
terjadi pelanggaran hak moral dan hak ekonomi. Di dalam Undang-Undang Hak
Cipta dijelaskan pada pasal 5 hak moral melekat kepada pencipta untuk
mempertahankan hak pencipta yang berlaku seumur hidup dan jika digunakan untuk
komersial dijelaskan pada pasal 9 pencipta memiliki hak ekonomi yaitu setiap orang
wajib mendapatkan izin pencipta untuk melakukan penggunaan komersial
perlindungan ini berlaku selama 50 tahun.
Kata kunci : Hak Cipta Fotografi, Pelanggaran Hak Cipta.
Pembimbing Skripsi : Dr. Nahrowi, S.H., M.H.
Daftar Pustaka : Tahun 1981 sampai Tahun 2018
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat
rahmat, nikmat serta karunia dari Allah SWT peneliti dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Pelanggaran Hak Cipta Karya Fotografi Di Media Daring Menurut
Hak Kekayaan Intelektual”. Sholawat serta salam peneliti panjatkan kepada Nabi
Muhammad Shallallahu’Alaihi wa Sallam, yang telah membawa umat manusia dari
zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang ini.
Selanjutnya, dalam penulisan skripsi ini, peneliti banyak mendapatkan
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga dalam kesempatan ini peneliti
mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H.Ketua Program Studi Ilmu Hukum
dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum.Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah berkontribusi dalam pembuatan skripsi ini.
3. Dr. Nahrowi, S.H., M.H. Pembimbing Skripsi yang telah bersedia meluangkan
waktu dan memberikan arahan dalam membimbing peneliti dalam penulisan
skripsi ini.
4. Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu
dalam menyediakan fasilitas yang memadai untuk peneliti mengadakan studi
kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.
vii
5. Pihak-pihak lainnya yang telah berkontribusi dalam pembuatan skripsi ini terutama
orang tua peneliti yaitu Bapak Aspan Daulay dan Ibunda Nilawati Salman yang
telah memberikan doa, saran dan dukungan terbaik selama masa penelitian.
Peneliti berharap semoga amal baik dari semua pihak yang telah membantu
peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini mendapatkan balasan pahala dari Allah
SWT. Peneliti menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi
ini. Namun, peneliti berharap agar karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak.
Jakarta, 28 November 2019
Karina Putri
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN BIMBINGAN ................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA ............................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah .................. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 6
D. Metode Penelitian ..................................................................... 6
E. Sistematika Pembahasan .......................................................... 11
BAB II HAK CIPTA MENURUT HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
....................................................................................................... 12
A. Kerangka Konseptual ............................................................... 12
1. Pengertian, Sifat dan Kedudukan Hak Cipta ..................... 12
2. Pembatasan Hak Cipta ...................................................... 13
3. Mekanisme Pencatatan Hak Cipta ..................................... 14
4. Penghapusan Pencatatan Ciptaan Hak Cipta ..................... 16
5. Jangka Waktu Hak Cipta ................................................... 17
6. Penyelesaian Sengketa Hak Cipta Melalui Litigasi .......... 18
7. Penyelesaian Sengketa Hak Cipta Melalui Non Litigasi ... 21
B. Kerangka Teori ......................................................................... 22
ix
1. Teori Perlindungan Hukum ............................................... 22
C. Tinjauan (review) kajian terdahulu ........................................... 23
BAB III ASPEK FOTOGRAFI DAN MEDIA MASSA PADA HAK CIPTA
......................................................................................................... 25
A. Jenis-jenis Karya Fotografi ....................................................... 25
1. Fotografi Komersial dan Fotografi Non Komersial ............. 25
2. Perbedaan Potret dan Fotografi................ ............................ 27
B. Jenis-jenis Media Massa ........................................................... 34
1. Tinjauan Umum Tentang Media Siber ................................. 34
2. Tinjauan Umum Tentang Media Cetak ................................ 36
BAB IV KETENTUAN PELANGGARAN HAK CIPTA KARYA
FOTOGRAFI DI MEDIA DARING............................................ 38
A. Pelanggaran Hak Cipta Karya Fotografi Di Media Daring ...... 38
B. Ketentuan Hak Moral dan Hak Ekonomi Terkait Privasi
Pencipta Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Karya Fotografi .. 51
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 69
A. Kesimpulan ............................................................................... 69
B. Rekomendasi ............................................................................ 70
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 71
LAMPIRAN ....................................................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi ini, Indonesia termasuk negara yang dalam
perkembangan dunia usahanya semakin pesat. Hal ini dikarenakan seiring
bergantinya waktu, pertumbuhan perekonomian di dunia semakin bersaing
satu sama lain. Dewasa ini, kehidupan manusia tidak dapat dilepas dari arus
komunikasi dan informasi, bahkan kini informasi telah menjelma menjadi
suatu kekuatan tersendiri dalam persaingan global yang semakin kompetitif.
Salah satu nya maraknya fotografi di media internet. Dari karya fotografi
yang dihasilkan terdapat hak cipta di dalamnya dan dilindungi oleh undang-
undang yang berlaku.
Hak Kekayaan Intelektual secara umum dapat digolongkan kedalam
dua kategori utama, yaitu Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Hak
Kekayaan Intelektual atau yang biasa disebut HKI merupakan terjemahan dari
Intellectual Property Rights. Secara sederhana HKI adalah suatu hak yang
timbul bagi hasil pemikiran yang menghasilkan suatu produk yang
bermanfaat bagi manusia. HKI juga dapat diartikan sebagai hak bagi
seseorang karena telah membuat sesuatu yang berguna bagi orang lain. Objek
atau hal-hal yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang lahir dari
kemampuan intelektual daya pikir manusia. Hak Kekayaan Intelektual
dikategorikan sebagai hak atas kekayaan mengingat HKI pada akhirnya
menghasilkan karya-karya intelektual berupa: pengetahuan, seni, sastra,
teknologi dimana dalam mewujudkannya membutuhkan pengorbanan tenaga,
waktu biaya dan pikiran.1
Hak Cipta adalah karya cipta dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan
sastra.. Hak Cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral
(moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat
1 Rooseno Harjowidigdo, Mengenal Hak Cipta Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1997), h. 13
2
ekonomi atas ciptaan serta produk terkait. Hak moral adalah hak yang
melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau
dihapus dengan alasan apapun walaupun Hak Cipta atau hak terkait telah
dialihkan. Khusus mengenai hak cipta, awalnya terdapat dua aliran sistem
hukum yang membentuknya, yaitu sistem hukum common law yang lahir di
Inggris, kemudian berkembang serta banyak mendapat pengaruh dari
Amerika Serikat dan sistem hukum Kontinental yang awalnya dianut oleh
negara-negara Eropa daratan, seperti Prancis, Belanda, Italia dan Jerman
Di Indonesia sendiri pengaturan hak cipta hadir pada masa
pemerintahan kolonial Belanda setelah diberlakukannya Auteurswet 1912
(selanjutnya disebut Undang-Undang Hak Cipta 1912) merupakan peraturan
perundang undangan buatan legislatif pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Setelah merdeka, Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta (UUHC). Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah hak
yang berkenaan dengan kekayaan yang timbul karena kemampuan intelektual
manusia.2 Terkait hak moral, maka perlindungannya akan berlaku seumur
hidup, lain halnya dengan hak komersil (hak ekonomi) yang perlindungannya
dibatasi dalam waktu tertentu.
Berdasarkan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta,
perlindungan komersil atas suatu karya fotografi dibatasi selama 50 (lima
puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman. Perlindungan
hukum terhadap Hak Cipta di Indonesia saat ini diatur dalam Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang memberikan pengertian
bahwa: “Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk
nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.” Secara yuridis tidak ada kewajiban mendaftarkan
setiap ciptaan pada kantor Hak Cipta, karena Hak Cipta tidak diperoleh
berdasarkan pendaftaran namun Hak Cipta terjadi dan dimiliki penciptanya
2 Subroto, Muhammad Ahkam, Eksplorasi Konsep Kekayaan Intelektual Untuk
Penumbuhan Inovasi, (Jakarta: LIPI Press, 2005) h. 11
3
secara otomatis ketika ide itu „selesai‟ dan diekspresikan dalam bentuk suatu
karya atau ciptaan yang berwujud.
Kehadiran internet sebagai sebuah fenomena kemajuan teknologi
menyebabkan terjadinya percepatan globalisasi dan lompatan besar bagi
penyebaran informasi dan komunikasi di seluruh dunia.3 Penggunaan internet
sebagai media informasi multimedia membuat beragam karya digital dapat
secara terus menerus digandakan dan disebarluaskan ke ribuan orang dalam
waktu singkat, hanya dengan menekan beberapa tombol komputer. Tidak
heran jika internet kemudian dipandang sebagai lautan informasi yang
memiliki banyak muatan hak milik intelektual, khususnya hak cipta.
Kehadiran internet saat ini dimaknai sebagai sebuah kemajuan teknologi yang
menjadikan penyebab terjadinya percepatan arus globalisasi, yang di
dalamnya terdapat hal positif dan hal negatif. Dalam sisi negatif, yang
dimaksud disini adalah yang berkaitan dengan dunia kejahatan. J.E. Sahetapy
menyatakan dalam tulisannya, bahwa kejahatan erat kaitannya dengan
perkembangan masyarakat.
Semakin maju kehidupan masyarakat, maka kejahatan juga ikut maju. 4
Untuk itu diperlukan wadah yang dapat membantu dan melindungi ide-ide
kreatif tersebut. Untuk tingkat internasional organisasi yang mewadahi bidang
HKI (Hak atas Kekayaan Intelektual) adalah WIPO (World Intellectual
Property Organization) Aspek teknologi juga merupakan faktor yang sangat
dominan dalam perlindungan HKI (Hak atas Kekayaan Intelektual).
Perkembangan teknologi informasi dan digital saat ini mengakibatkan
informasi dapat dengan mudah dan cepat tersebar ke seluruh pelosok dunia.
Hak cipta merupakan salah satu jenis perlindungan HKI yang disediakan
untuk melindungi karya seni, pengetahuan dan sastra. Pelanggaran terhadap
karya cipta, dalam hal ini pada karya seni fotografi, sering terjadi terutama
yang berkaitan dengan status kepemilikan haknya. Sebenarnya, status
3 Yusran Isnaini, Hak Cipta dan Tantangannya DI Era Cyber Space, Bogor, Ghalia
Indonesia, 2009, h. 1 4 Abdul Wahid dan Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara (Cyber Crime), (Bandung:
PT Refika Aditama, 2010), h. 21
4
kepemilikan atas suatu foto sudah jelas ketentuannya yakni dimiliki oleh
orang yang pertama kali menciptakan serta mempublikasikannya ciptaannya,
dalam hal ini fotografer.
Hal ini sesuai dengan prinsip first to invent dalam Hak Cipta. Salah
satu masalah yang seringkali dihadapi oleh pencipta foto adalah ketika ia
bekerja sebagai karyawan dan berada dibawah suatu perjanjian kuasa, terlebih
lagi ketika salah satu pihaknya tidak paham betul mengenai apa yang telah
diperjanjikan sebelumnya berkaitan dengan hak kepemilikan atas foto-foto
yang telah tercipta. Setiap karya kreatif yang tercipta dari seseorang atau
sekelompok orang sebagai bentuk dari kemampuan intelektual manusia yang
berguna dan memberi dampak baik dari berbagai aspek perlu diakui dan perlu
dilindungi, agar ide-ide kreatif yang telah diciptakan tidak diklaim atau di
bajak oleh pihak lain.
Hukum diharapkan dapat memberikan perlindungan bagi karya
intelektual, sehingga mampu mengembangkan daya kreasi masyarakat. Salah
satu pelanggaran Hak Cipta atas karya fotografi yang terjadi di Indonesia
adalah yang terjadi antara seorang pencipta karya fotografi bernama Aryono
Huboyo Djati yang menyatakan foto Potret Tino Saroengallo karya Aryono,
ia merasa karya fotonya digunakan, dipublikasikan, dan diperbanyak oleh 8
media online di Indonesia tanpa izin dan tidak mencantumkan nama asli dari
pencipta atas karya fotografi tersebut. Karena merasa haknya telah dilanggar
maka akhirnya pencipta tersebut mengajukan gugatan atas pelanggaran yang
terjadi. Aryono pun menggugat melalui Pangka dan Syndicate Law Office.
Aryono mempersoalkan hak moral dan hak ekonomi atas pemuatan foto itu.
Pengaduan itu pun diselesaikan oleh Dewan Pers.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti ingin meneliti
lebih lanjut mengenai pelanggaran hak cipta karya fotografi di media internet,
yang dituangkan dalam bentuk penulisan skripsi yang berjudul
“PELANGGARAN HAK CIPTA KARYA FOTOGRAFI DI MEDIA
DARING MENURUT HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL”.
5
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diajukan sebelumnya,
maka identifikasi masalah penelitian ini sebagai berikut :
a. Pelanggaran Hak Moral dan Hak Ekonomi pada Hak Kekayaan
Intelektual yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2014 tentang Hak Cipta
b. Kurangnya edukasi Hak Cipta tentang fotografi di kalangan
masyarakat
c. Maraknya pengambilan foto tanpa izin untuk keperluan komersial
dan non komersial
d. Syarat suatu karya cipta fotografi agar memperoleh perlindungan
hak cipta
e. Upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum bagi
pencipta foto
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah
dikemukakan agar pembahasan dan penelitian ini lebih terarah, maka
peneliti membatasi pembahasan dengan membuat batasan hanya
mengenai bentuk perlindungan hak cipta Pencipta terhadap hak cipta
karya fotografi dalam aktifitas daring mengenai perlindungan hak
moral dan ekonomi menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014
tentang Hak Cipta.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah peneliti berikan pada latar
belakang dan batasan masalah di atas perumusan masalah yang
diangkat ialah implementasi tinjauan hukum terhadap pelanggaran Hak
Cipta karya fotografi di media internet.
Dari perumusan masalah tersebut peneliti pertegas dengan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
a. Apa penyebab media daring masih melanggar hak cipta fotografi?
6
b. Bagaimana ketentuan hak moral dan hak ekonomi karya pencipta
fotografi jika privasi seseorang dilanggar?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, paling tidak peneliti mendalilkan tujuan
penelitian sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui mengenai penyebab media online masih
melanggar hak cipta fotografi
b. Untuk mengetahui ketentuan hak moral dan hak ekonomi karya
pencipta tersebut jika privasi seseorang dilanggar
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk :
a. Manfaat teoritis, penelitian ini memberikan sebagai tambahan
dokumentasi segi hukum dalam membahas Hak Cipta karya
fotografi dan dapat menjadi referensi untuk penelitian hukum
berikutnya
b. Manfaat praktis, penilitian ini dapat bermanfaat bagi para peminat
hukum perdata dan praktisi hukum bisnis dalam menganalisis
tentang pelanggaran dalam hak cipta terkait karya fotografi dan
diharapkan menjadi masukan bagi Direktorat Jendral Kekayaan
Intelektual (DJKI) agar lebih mensosalisasikan hak cipta fotografi
ke khalayak umum dan Dewan Pers ke seluruh media online.
D. Metode Penelitian
Metode merupakan strategi utama dalam mengumpulkan data-data
yang diperlukan untuk menjawab persoalan yang dihadapi. Pada dasarnya
sesuatu yang dicari dalam penelitian ini tidak lain adalah “pengetahuan”
atau lebih tepatnya “pengetahuan yang benar”, dimana pengetahuan yang
benar ini nantinya dapat dipakai untuk menjawab pertanyaan atau
7
ketidaktahuan tertentu.5 Untuk dapat merampungkan penyajian skripsi ini
agar dapat memenuhi kriteria sebagai tulisan ilmiah diperlukan data yang
relevan dengan skripsi ini. Dalam upaya pengumpulan data yang
diperlukan itu, maka diterapkan metode pengumpulan data sebagai
berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian hukum kualitatif. Penelitian
disebut penelitian kualitatif apabila jenis data dan analisa yang
digunakan bersifat naratif, dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang
menggunakan penalaran. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum
kualitatif. Para peneliti kualitatif mencari makna, pemahaman,
pengertian, verstehen tentang suatu fenomena, kejadian, maupun
kehidupan manusia dengan terloibat langsung dan/atau tidak langsung
dalam setting yang diteliti, kontekstual, dan menyeluruh. Peneliti bukan
mengumpulkan data sekali jadi atau sekaligus dan kemudian
mengolahnya, melainkan tahap demi tahap dan makna disimpulkan
selama proses berlangsung dari awal sampai akhir kegiatan, bersifat
naratif dan holistik. 6
2. Pendekatan Masalah
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan know-how dalam
ilmu hukum yang bersifat perspektif, bukan sekedar know-about.
Sehingga dibutuhkan kemampuan mengidentifikasi masalah hukum,
menganalisis masalah dan kemudian memberikan pemecahan atas
masalah tersebut.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan hukum yuridis. Dalam pendekatan hukum yuridis yang
dilakukan adalah mengkaji peraturan perundang-Undangan (statute
approach), buku-buku, dan jurnal (library research) yang berhubungan
5 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1997), h. 27-28 6 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian Gabungan,
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), h. 328-329
8
dengan penelitian ini dan menggabungkan dengan unsur-unsur
normatif. Penelitian hukum normatif adalah metode penelitian hukum
yang diberlakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder
belaka. Tipe penelitian ini adalah penelitian hukum perspektif, yaitu
penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran atau
merumuskan masalah sesuai dengan keadaan/fakta yang ada.7
3. Sumber Data
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder
yang artinya data sebelumnya telah diolah oleh orang lain. Data
sekunder ini antara lain : dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-
hasil penelitian yang berbentuk laporan, buku harian, hasil interview,
dan lain-lain. Data sekunder ini meliputi bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan bahan hukum tersier :
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer
meliputi perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah
dalam pembuatan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim.
Dalam penelitian ini yang termasuk dalam bahan hukum primer
adalah:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014
Tentang Hak Cipta
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999
tentang Pers
4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik
5) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
7 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Cet. IV, (Jakarta: Sinar Grafika,
2008), h. 9
9
6) Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Data
Pribadi Dalam Sistem Elektronik
7) Surat Keputusan Dewan Pers Nomor: 03/SK-DP/III/2006
Tentang Undang-Undang Nomor 0 Tahun 1999 Tentang Pers
Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers
8) Risalah Penyelesaian Mediasi Aryono Huboyo Djati Terhadap
8 Media Siber (Detik.com, Tribunnews.com, Metrotvnews.com,
Medcom.id, Matamata.com, Grid.id, Kapanlagi.com,
Merdeka.com)
9) Surat gugatan dari Aryono Huboyo Djati melalui Pangka &
Syndicate Law Office
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang tidak mempunyai kekuatan
mengikat tetapi membahas atau menjelaskan topik terkait dengan
penelitian berupa
1) Buku-buku; Mengenal Lebih Dekat Hukum Hak Kekayaan
Intelektual oleh Abdul Atsar, Hukum Hak Cipta oleh Eddy
Damian, Hak Cipta dan Tantangannya DI Era Cyber Space,
Yusran Isnaini, Perkembangan Hukum Intellectual Property
Rights oleh Endang Purwaningsih, Menggali Keadilan Hukum
oleh Iman Sjahputra dan yang terdapat dalam daftar pustaka
2) Situs internet seperti; https://dewanpers.or.id/ ,
https://www.soocaphoto.com/ccommercial-photography-jenis-
dari-fotografi-komersial/,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5cd500ea
71f99/mekanisme-penyelesaian-sengketa-kekayaan-intelektual
dan yang terdapat dalam daftar pustaka
3) Artikel dalam majalah/media elektronik, laporan
penelitian/jurnal hukum, makalah yang disajikan dalam
pertemuan kuliah dan catatan kuliah.
10
c. Bahan Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder
seperti kamus hukum, KBBI, dan lain-lain.
4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan di
Perpustakaan Utama UIN Jakarta, Perpustakaan Fakultas Syariah dan
Hukum, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Umum Provinsi DKI
Jakarta dengan cara membaca, mengutip dan menganalisis catatan yang
bersumber pada bahan-bahan pustaka yang mendukung. Selain itu,
Pengumpulan data dilakukan di Dewan Pers dengan mengambil Risalah
Penyelesaian Mediasi Aryono Terhadap 8 Media Siber.
Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan
sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih
sistematis untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Cara
pengolahan bahan hukum dilakukan secara memilah dan menganalisis
buku-buku, jurnal, website, Peraturan perundang-undangan dengan
mengkaitkan kasus Aryono. Pengolahan ini dilakukan secara deduktif
yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum
terhadap permasalahan konkret yang dihadapi.
5. Teknik Penulisan
Dalam penyusunan penelitian ini peneliti menggunakan metode
penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku
Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta, tahun 2017.
11
E. Sistematika Pembahasan
Untuk dapat menuangkan hasil penelitian dalam bentuk penulisan yang
benar dan tersistematis, maka skripsi ini disusun dengan sistematika penulisan
sebagai berikut;
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan bab pendahulu yang isinya antara lain memuat
latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II HAK CIPTA MENURUT HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Dalam bagian bab ini peneliti akan membahas mengenai kajian
pustaka, kerangka konseptual, kerangka teoritis dan tinjauan (review)
kajian terdahulu.
BAB III JENIS-JENIS FOTOGRAFI DAN MEDIA MASSA
Mengenai data penelitian, maka peneliti mencantumkan literasi yang
berkaitan dengan jenis-jenis karya fotografi dan jenis-jenis media
massa.
BAB IV PELANGGARAN HAK CIPTA KARYA FOTOGRAFI DI
MEDIA DARING
Analisis yang dibahas dalam bab ini merupakan suatu gabungan antara
bab II dan bab III mengenai “PELANGGARAN HAK CIPTA
KARYA FOTOGRAFI DI MEDIA DARING MENURUT HAK
KEKAYAAN INTELEKTUAL”
BAB V PENUTUP
Berisi kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian dan
dilengkapi juga dengan rekomendasi.
12
BAB II
HAK CIPTA MENURUT HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
A. Kerangka Konseptual
1. Pengertian, Sifat dan Kedudukan Hak Cipta
Hak cipta merupakan salah satu bagian diantara beberapa cabang
dari Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights). Istilah hak
cipta yang dikenal adalah hak pengarang sesuai dengan terjemahan
harfiah bahasa Belanda, Auteursrecht. Baru pada Kongres Kebudayaan
Indonesia ke-2, Oktober 1951 di Bandung, penggunaan istilah hak
pengarang dipersoalkan karena dipandang menyempitkan pengertian hak
cipta1.Hak Cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta
untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi
tertentu. Di Inggris, penggunaan istilah copyright dikembangkan untuk
melindungi penerbit, bukan untuk melindungi si pencipta, dengan
perkembangan hukum dan teknologi perlindungan juga diberikan kepada
pencipta, dan cakupan hak cipta diperluas, tidak hanya buku, tetapi karya
cipta lainnya.2
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
,pengertian hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara
otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan
dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.Pencipta ialah seorang atau
beberapa orang. secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan
suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Ciptaan ialah setiap hasil
karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dihasilkan
1Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, (Bandung: Alumni, 2009) , h. 111.
2 Endang Purwaningsih. Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights. (Bogor :
Ghalia Indonesia. h. 1
13
atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan
atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
Pada umumnya dalam hak cipta terkandung hak ekonomi
(economic right) dan hak moral (moral right) dari pemegang hak cipta.
Hak ekonomi adalah hak untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas hak
cipta. Hak ekonomi ini berupa keuntungan sejumlah uang yang diperoleh
karena penggunaan hak ciptanya tersebut oleh dirinya sendiri, atau karena
digunakan oleh pihak lain berdasarkan lisensi yang diberikan. Selanjutnya
yang dimaksud dengan hak cipta mengandung hak moral adalah hak yang
melindungi kepentingan pribadi atau reputasi penemu atau pencipta.
Di samping itu, berbicara mengenai masalah sifat dasar hak cipta
maka perlu diketahui bahwa pada dasarnya hak cipta ini merupakan hak
mutlak atas suatu benda atau biasa disebut sebagai hak kebendaan dalam
kondisi yang tidak berwujud (intangible right) dan sangat pribadi,
sehingga orang lain yang akan menggunakannya wajib mendapatkan izin
atau lisensi.3
2. Pembatasan Hak Cipta
Mengenai permasalahan ciptaan yang dilindungi, secara eksplisit
dalam ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta sudah disinggung. Selengkapnya ketentuan ini merinci
beberapa bagian ciptaan yang dilindungi hak ciptanya, yakni: (a) buku,
pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya
tulis lainnya; ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya; alat
peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks; drama, drama musikal, tari,
koreografi, pewayangan, dan pantomim; karya seni rupa dalam segala
bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung,atau
kolase; karya seni terapan; karya arsitektur; peta; karya seni batik atau seni
3 Arif Lutviansori, Hak Cipta dan Perlindungan Foklor Di Indonesia, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2010), h. 71
14
motif lain; karya fotografi; potret; karya sinematografi; terjemahan, tafsir,
saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan
karya lain dari hasil transformasi; terjemahan, adaptasi, aransemen,
transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional; kompilasi
Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program
Komputer maupun media lainnya;Kompilasi ekspresi budaya tradisional
selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli; Permainan video;
dan Program Komputer.
Hasil karya yang tidak dilindungi hak cipta meliputi: (Pasal 41 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta)
a. Hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata;
b. Setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau
data walaupun telah diungkapkan, dinyatakan , digambarkan ,
dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah ciptaan; dan
c. Alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan
masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan
fungsional.
Hal-hal yang tidak termasuk hak cipta adalah hasil rapat terbuka
lembaga negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau
pidato pejabat pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, dan
kitab suci atau simbol keagamaan (Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta). Hal-hal yang tidak dapat didaftarkan
sebagai ciptaan adalah: Ciptaan di luar bidang ilmu pengetahuan, seni, dan
satra , Ciptaan yang tidak orisinil, Ciptaan yang bersifat abstrak, Ciptaan
yang sudah merupakan milik umum, Ciptaan yang tidak sesuai dengan
ketentuan pada Undang-Undang Hak Cipta.
3. Mekanisme Pencatatan Hak Cipta
Secara praktik untuk menghindari berbagai macam masalah hukum
seperti sengketa maka ada baiknya seorang pencipta mendaftarkan karya
ciptaanya. Pendaftaran hak cipta yang kini telah diubah istilahnya menjadi
15
Pencatatan, dapat dilakukan melalui beberapa alternatif, yaitu : Secara
langsung kepada Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri, Direktorat
Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM di Jl. H.R.
Rasuna Said Kav. 8-9, Jakarta Selatan 12940, melalui Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia di seluruh Indonesia
dan melalui konsultan hak kekayaan intelektual.
Pencatatan dapat dilakukan dengan melalui permohonan. Menurut
Pasal 67 UUHC Dalam hal Permohonan diajukan oleh beberapa orang
yang secara bersama-sama yang hak atas suatu ciptaan atau produk hak
terkait.permohonan dilampiri keterangan tertulis yang membuktikan hak
tersebut dan badan hukum, permohonan dilampiri salinan resmi akta
pendirian badan hukum yang telah disahkan oleh pejabat berwenang.
Berikut bagaimana tata cara pendaftaran hak cipta berdasarkan
Pasal 66 UUHC yaitu Pencatatan ciptaan dan produk hak terkait diajukan
dengan permohonan secara tertulis dalam bahasa indonesia oleh Pencipta,
Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait, atau Kuasanya kepada
Menteri. Permohonan sebagaimana dimaksud dilakukan secara elektronik
dan/atau non elektronik dengan menyertakan contoh ciptaan, produk hak
terkait, atau penggantinya melampirkan surat pernyataan kepemilikan
Ciptaan dan Hak Terkait dan membayar biaya. hal pemeriksaaan dalam
pendaftaran hak cipta dilakukan oleh menteri.
Keputusan menerima atau menolak permohonan wajib diberikan
dalam 27 waktu paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal
diterimanya permohonan.. Berikut ini adalah persyaratan pencatatan hak
cipta fotografi perorangan yang dilakukan secara langsung kepada
Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri. Direktorat Jendral Kekayaan
Intelektual, Kementrian Hukum dan HAM: mengisi formulir pencatatan
lalu melampirkan contoh ciptaan berupa selembar foto atau beberapa
lembar foto yang akan didaftarkan hak ciptanya, selanjutnya melampirkan
dokumen pendukung seperti identitas pemohon dan bukti
kewarganegaraan, surat kuasa khusus apabila melalui kuasa, surat
16
pernyataan kepemilikan hak cipta setelah itu, membayar biaya pendaftaran
sebesar Rp. 300.000,- (Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun
2014 tentang Jenis dan Tarif atas Hebus Penerimaan Negara Bukan Pajak
Yang Berlaku Pada Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia).4Berikut
skema proses pendaftaran hak cipta:
4. Penghapusan Pencatatan Ciptaan Hak Cipta
Hapusnya Kekuatan hukum pencatatan Ciptaan dan produk Hak
Terkait dapat dibatalkan karena Permintaan orang atau badan hukum yang
namanya tercatat sebagai pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak
terkait dan lampaunya waktu sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1)
dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, pelindungan Hak Cipta berlaku selama
waktu yang ditentukan oleh undang-undang Hak Cipta yang terdapat dalam pasal
59-61. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
4 Departemen Kehakiman R.I Direktorat Jendral Hak Cipta, Paten dan Merek, Buku
Panduan di Bidang Hak Cipta, (Jakarta: Pengayoman, Maret 1993), h.17
PENDAFTARAN PERMOHONAN
PEMERIKSAAN FORMALITAS
PEMERIKSAAN SUBSTANTIF
DIDAFTAR
PENGUMUMAN
DALAM
TAMBAHAN
BERITA NEGARA
DAFTAR
UMUM
CIPTAAN
DIBERITAHUKAN KEPADA
PEMOHON APABILA ADA
KEKURANGAN
PERSYARATAN UNTUK
DALAM WAKTU 3
BULAN TIDAK
DIIPENUHI
DITOLAK
DAPAT
MENGAJUKAN
KEBERATAN KE
PN
17
mengenai pembatalan pencatatan ciptaan atau produk hak terkait.
Melanggar norma agama, norma susila, ketertiban umum, pertahanan dan
keamanan negara, atau peraturan perundang-undangan yang
penghapusannya dilakukan oleh Menteri. Penghapusan pencatatan ciptaan
atas permintaan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai
Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait dikenai biaya
5. Jangka Waktu Hak Cipta
Pemberlakuan perlindungan hukum hak cipta pada pelaksanaannya
memiliki jangka waktu perlindungannya. Masa perlindungan ini diberikan
untuk memberikan kepastian hukum sampai kapan suatu ciptaan atau karya
intelektual tersebut dapat dijamin perlindungannya dan dapat ditindak atas
pelanggaran yang dilakukan terhadap ciptaan tersebut. Menarik untuk
diketahui bahwa hak moral ini melekat abadi atau tak ada batasan waktu
yang diatur.
Satu hal lagi, hak moral tak bisa dialihkan kepada orang lain.
Sedangkan untuk Hak Ekonomi khususnya bagi karya cipta fotografi, sudah
diatur dalam Pasal 59 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2014 Pelindungan Hak
Cipta atas Ciptaan Karya fotografi; Potret; karya sinematografi; permainan
video; Program Komputer; perwajahan karya tulis; terjemahan, tafsir,
saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan
karya lain dari hasil transformasi; terjemahan, adaptasi, aransemen,
transformasi atau modifikasi ekspresi budaya tradisional; kompilasi Ciptaan
atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer
atau media lainnya; dan kompilasi ekspresi budaya tradisional selama
kompilasi tersebut merupakan karya yang asli, Berlaku selama 50 (lima
puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman. Perlindungan Hak
Cipta atas ciptaan berupa karya seni terapan berlaku selama 25 (dua puluh
lima) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman.
18
6. Penyelesaian Sengketa Hak Cipta Melalui Litigasi
Terkadang dalam proses interaksi tersebut yang tidak selamanya
berjalan “mulus” akhirnya menimbulkan gesekan-gesekan masalah antara
pihak-pihak yang berkepentingan. Umumnya hak cipta dilanggar jika materi
hak cipta tersebut digunakan tanpa izin dari pencipta yang mempunyai hak
eksklusif atas ciptaannya. Media penyelesaian masalah dalam bidang
kekayaan intelektual, biasanya dapat ditempuh dengan melalui dua jalan,
yaitu melalui jalur pengadilan dan ADR (Alternative Dispute Resolution).
Jalur pengadilan biasanya digunakan untuk menyelesaikan sengketa HKI
yang bersifat terbuka dan tidak mengandung unsur rahasia, misalnya Hak
Cipta, Merek, dan lain-lain, sedangkan ADR digunakan untuk
menyelesaikan sengketa terhadap aspek kekayaan intelektual yang
mempunyai unsur rahasia, misalnya Paten dan Rahasia Dagang. Berikut
Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi (Di Pengadilan). Berikut ini
mekanisme penyelesaian bagi pencipta yang ingin mempertahankan
haknya:5
a. Gugatan Perdata
Mekanisme ini diatur di dalam Pasal 100 UUHC. Pemegang hak
cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan niaga
atas pelanggaran hak ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda
yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu. Pemegang hak
cipta juga berhak memohon kepada pengadilan niaga agar
memerintahkan penyerahan seluruh atau pameran karya, yang
merupakan hasil pelanggaran hak cipta sebelum menjatuhkan putusan
akhir dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang
haknya dilanggar. Hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk
menghentikan kegiatan pengumuman dan/atau perbanyak ciptaan atau
5 Abdul Atsar, Mengenal Lebih Dekat Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Yogyakarta:
Deepublish, 2018), h. 42.
19
barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta. Untuk
penyelesaian sengketa melalui Pengadilan, tata cara gugatan telah diatur
dalam pada Pasal 100-101 Undang-Undang Hak Cipta 2014 sebagai
berikut.6
Gugatan atas pelanggaran Hak Cipta diajukan kepada ketua
Pengadilan Niaga. Gugatan yang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dicatat oleh panitera Pengadilan Niaga dalam register perkara
pengadilan pada tanggal gugatan tersebut didaftarkan, lalu Panitera
Pengadilan Niaga memberikan tanda terima yang telah ditandatangani
pada tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran. Panitera
Pengadilan Niaga menyampaikan permohonan gugatan kepada ketua
Pengadilan Niaga dalam waktu paling lama 2 (dua) Hari terhitung sejak
tanggal gugatan didaftarkan. Dalam waktu paling lama 3 (tiga) Hari
terhitung sejak gugatan didaftarkan, Pengadilan Niaga menetapkan Hari
sidang. Pemberitahuan dan pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru
sita dalam waktu paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak gugatan
didaftarkan.Putusan atas gugatan harus diucapkan paling lama 90
(sembilan puluh) Hari sejak gugatan didaftarkan. Dalam hal jangka
waktu tersebut tidak dapat dipenuhi, atas persetujuan Ketua Mahkamah
Agung jangka waktu tersebut dapat diperpanjang selama 30 (tiga puluh)
Hari. Putusan Pengadilan Niaga harus disampaikan oleh juru sita
kepada para pihak paling lama 14 (empat belas) Hari terhitung sejak
putusan diucapkan.
b. Tuntutan Pidana.
Ketentuan pidana pelanggaran hak cipta diatur di dalam Pasal
112-118 UUHC. Pengajuan gugatan perdata tetap bisa dilakukan
bersama tuntutan pidana. Proses perdata tidak menggugurkan hak
negara untuk melakukan tuntutan pidanas ebelum dilakukan upaya
pidana, UUHC yang baru mengaharuskan dilakukan upaya mediasi
6 https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5cd500ea71f99/mekanisme-
penyelesaian-sengketa-kekayaan-intelektual diakses pada tanggal 29 Oktober 2019.
20
terlebih dahulu sebelum tuntutan pidana dilakukan (Pasal 95 ayat 4
Undang-Undang No. 28 Tahun 2014). Berikut contoh ketentuan Pidana
pada Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta.
Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak
ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk
penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (Satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp.100.000.000,00 (Seratus juta rupiah). Setiap orang yang dengan
tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau untuk
penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (Tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp.500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah). Setiap orang yang dengan
tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e dan/atau huruf g untuk
penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama 4 (Empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (Satu miliar rupiah). Setiap orang yang memenuhi
unsur sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam
bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(Sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp.4.000.000.000,00 (Empat miliar rupiah). Di samping sanksi-sanksi
yang telah disebutkan di atas yang telah diubah, perubahan lain yang
dibilang mendasar, adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 120 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini
merupakan delik aduan. Itu artinya tidak dapat ditutut kecuali atas
pengaduan dari pemegang Hak Cipta.
21
7. Penyelesaian Sengketa Melalui Non Litigasi
Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para
pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad
baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan
Negeri. Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang
Hak Cipta, mengatur bahwa penyelesaian sengketa Hak Cipta dapat
dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase dan
penyelesaian alternatif lainnya. Berikut jenis-jenis penyelesaian sengketa
non litigasi:
a. Negoisasi
Negosiasi sebagai sarana bagi para pihak yang bersengketa untuk
penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah,
sehingga tidak ada prosedur baku, akan tetapi prosedur dan
mekanismenya diserahkan kepada kesepakatan para pihak yang
bersengketa tersebut. Penyelesaian sengketa sepenuhnya dikontrol oleh
para pihak, sifatnya informal, yang dibahas adalah berbagai aspek, tidak
hanya persoalan hukum saja7
b. Mediasi
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa antara para pihak yang
dilakukan dengan bantuan pihak ketiga (Mediator) yang netral dan tidak
memihak sebagai fasilitator, dimana keputusan untuk mencapai suatu
kesepakatan tetap diambil oleh Para Pihak itu sendiri, tidak oleh
mediator.
c. Konsiliasi
Konsiliasi pada praktiknya hampir sama dengan mediasi, yang
membedakan adalah kewenangan dari pihak ketiga yang menengahi
sengketa tersebut. Pihak ketiga tersebut adalah Konsiliator. Pada mediasi,
pihak ketiga yang menengahi sengketa tidak memiliki kewenangan untuk
memaksa para pihak mematuhi keputusan yang diambil. Sedangkan,
7 Muryati, Dewi Tuti, and B. Rini Heryanti. “Pengaturan dan Mekanisme Penyelesaian
Sengketa Nonlitigasi di Bidang Perdagangan.” Jurnal Dinamika Sosbud 3, No. 1 2011, h.56
22
pada konsiliasi, pihak ketiga yang menengahi sengketa tersebut memiliki
kewenangan untuk memaksa para pihak untuk mematuhi keputusan yang
diambil.8
d. Arbitrase
Arbitrase diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Berdasarkan Pasal 1
angka (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, arbitrase adalah cara penyelesaian
suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa.
B. Kerangka Teori
1. Teori Perlindungan Hukum
Dalam hal hak cipta peneliti mengaitkannya dengan teori
perlindungan hukum karena dengan adanya perlindungan hukum maka
pihak yang bersalah maupun yang tidak bersalah saling mengetahui
peraturan-peraturan yang berlaku khususnya di negara sendiri.
Kepentingan hukum adalah mengurus hak dan kepentingan manusia,
sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan
kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. Perlindungan
hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu
kententuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh
masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat
tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara anggota-anggota
masyarakat dan antar perseorangan dengan pemerintah yang dianggap
mewakili kepentingan masyarakat.9
8 Munir Fuady, Arbitrase Nasional Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, Bandung, PT
Citra Aditya Bakti, 2000, h. 47-48. 9 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Adtya Bakti, 2000), h. 53
23
Menurut Satjipto Raharjo, perlindungan hukum adalah
memberikan pengayoman terhadap hak asasi (HAM) yang dirugikan orang
lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat
menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum10
. Selanjutnya
dikemukakan pula bahwa salah satu sifat sekaligus merupakan tujuan dari
hukum adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada
masyarakat. Oleh karena itu perlindungan hukum terhadap masyarakat
tersebut harus diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian hukum.
C. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu
Sebagai pertimbangan dalam penelitian ini, peneliti akan menyertakan
beberapa skripsi hasil penelitian terdahulu sebagai perbandingan kajian materi
yang akan di bahas sebagai berikut:
1. Skripsi yang ditulis oleh Rifai Al Arif mahasiswa Fakultas Syari‟ah dan
Hukum Unversitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Skripsi ini
menjelaskan mengenai bagaimana perlindungan hukum fotografi di Daerah
Yogyakarta. Persamaan peneliti terdahulu dengan sekarang yaitu objek yang
dibahas sama-sama tentang fotografi. Perbedaan skripsi ini dengan peneliti
ialah pada bagian penjelasan dimana peneliti lebih memfokuskan pada
tinjauan hukum pada karya fotografi di media internet.11
2. Skripsi yang ditulis Mulyadi mahasiswa Fakultas Syari‟ah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh, 2015. Skripsi
ini menjelaskan mengenai bagaimana perlindungan hukum fotografi terkait
pelanggaran hak cipta melalui Internet. Persamaan dengan peniliti ialah
obyek nya yaitu membahas pelanggaran hak cipta. Terdapat perbedaan
mengenai studi kasus. Dalam skripsi di atas, disebutkan tinjauan hukum
10
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, ... h. 69
11
Rifai Al Arif, ” Perlindungan Hukum Atas Karya Cipta Forografi Oleh Kementrian
Hukum Dan Hak Asasi Manusia Di Daerah Istimewa Yogyakarta “ (Skripsi S-1 Fakultas Syari‟ah
dan Hukum, Unversitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016)
24
islam mengenai kedudukan hak cipta, sedangkan penelitian peneliti
berfokus pada pelanggaran fotografi di media internet. 12
3. Jurnal Hukum Adigama
Anton Bayu Samudra dalam sebuah jurnal yang diterbitkan oleh
Universitas Indonesia, 2012 yang berjudul “Perlindungan Karya Seni
Fotografi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta”. Penjelasannya fokus kepada, yang menjadi pembeda
jurnal ini membahan perlindungan fotografi secara umum dan masih
menggunakan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 yang sudah tidak
berlaku. Persamaan peneliti terdahulu dengan sekarang yaitu objek yang
dibahas sama-sama tentang fotografi. 13
12
Mulyadi, Perlindungan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Melalui Internet
(Studi Komparatif Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Dan Hukum Islam),
(Skripsi S-1 Fakultas Syari‟ah dan Hukum, Unversitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam Banda
Aceh, 2015)
13
Anton Bayu Samudra, Perlindungan Karya Seni Fotografi Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.
25
BAB III
ASPEK FOTOGRAFI DAN MEDIA MASSA PADA HAK CIPTA
A. Jenis-jenis Karya Fotografi
1. Fotografi Komersial dan Fotografi Non Komersial
Fotografi Komersial merupakan foto yang mempunyai nilai jual
dan fotografi yang dibuat berdasarkan tujuan komersil seperti iklan
produk, poster, dan lain lain yang akan mendapatkan bayaran dari
perusahaan yang menyewa jasa tersebut. Dalam fotografi komersial
biasanya akan dibantu oleh pengarah style dari perusahaan, sebagai
fotografer juga harus bisa berkomunikasi dengan baik dengan pengarah
style agar mencapai konsep yang dimaksud dengan baik dan sesuai dengan
keinginan yang dituju Fotografi komersial itu biasanya meliputi : Fashion,
Still Life fotografi, food fotografi, foto produk, arsitektural dan Potret dan
Wedding fotografi.1
Suatu kegiatan yang dilakukan oleh orang bak pribadi atau Badan
yang bertujuan untuk mendaparkan suatu keuntungan, baik secara
langsung ataupun tidak langsung. Pada fotografi komersial, struktur
pasarnya dapat dilihat dari variasi strategi bisnisnya yang dapat dibagi
menjadi 3 yaitu (1) low volume high price, para pemainnya relatif lebih
sedikit dan eksklusif karena harga yang ditawarkan memang cukup tinggi.
Tingginya harga yang ditawarkan biasanya karena pemain di kelas ini
telah memiliki reputasi baik yang cukup lama, dan memiliki diferensiasi
teknik atau produk (dalam bentuk hasil foto ataupun jasa) yang sulit
disaingi para pemain lain. Harga yang ditawarkan di kelas ini berkisar di
atas 50 juta rupiah. Bahkan saat ini ada yang menawarkan harga paket
fotografi perkawinan hingga ratusan juta rupiah. (2) mid volume mid price,
1 “ Commercial Photography: Jenis Dari Fotografi Komersial “, diakses dari
https://www.soocaphoto.com/ccommercial-photography-jenis-dari-fotografi-komersial/ pada
tanggal 28 Juli pukul 11.08.
26
pemainnya relatif lebih banyak daripada pasar low volume high price,
namun tidak sebanyak high volume low price. Harga menengah ini
dikarenakan reputasi yangdimiliki bisnis fotografi tersebut belum lama
atau diferensiasi produknya tidak terlalu unik. Harga yang ditawarkan pada
pasar menengah ini berkisar antara belasan hingga puluhan juta rupiah dan
(3) high volume low price, pemain pada pasar high volume low price
biasanya diisi para pemain baru dan pemain lama yang memang menyasar
pada pasar yang besar. Para pemain baru ini biasanya didominasi
fotografer yang mulai beralih dari fotografi amatir ke fotografi profesional.
Fotografi yang tadinya hanya sebagai hobi kemudian dikembangkan
menjadi sumber penghasilan. Dalam tahap ini, tentunya fotografer masih
dalam usaha membangun reputasinya. Untuk itu, harga yang ditawarkan
kepada konsumen juga masih rendah. Sementara itu, dari pemain lama di
pasar ini, tidak banyak diferensiasi produk yang diberikan kepada
konsumen. Perlu waktu lebih lama dalam menghasilkan karya foto untuk
menciptakan diferensiasi, sehingga demi mendapatkan volume pasar yang
besar, diferensiasi produk tidak dijadikan prioritas dalam bisnis.
Ketiga jenis bisnis fotografi tersebut dapat secara gamblang
memperlihatkan struktur pasar di dalam ruang lingkup fotografi komersial.
Terlihat bahwa semakin rendah volumenya, maka semakin rendah pula
persaingannya. Strategi bisnis tersebut dapat dilakukan bidang fotografi
mana pun seperti jasa fotografi perkawinan, fotografi produk komersial,
fotografi mode, atau jasa studio foto. Di pasar ini terjadi persaingan
sempurna karena jumlah pemain dan juga permintaannya sangat banyak.2
Fotografi non komersial adalah sesuatu jasa fotografi yang tidak
berorientasi profit atau sama sekali tidak berfokus pada mencari
keuntungan.Suatu kegiatan yang dilakukan oleh orang baik pribadi atau
badan yang tidak untuk mendapatkan suatu keuntungan, baik yang secara
langsung ataupun tidak langsung. Tidak semua fotografi berjenis
2 Achmad Ghazali, Rencana Pengembangan FOTOGRAFI nasional 2015-2019, (Jakarta:
PT. Republik Solusi, 2015), h. 79.
27
komersial, banyak kegunaan fotografi non komersial contohnya
mengabadikan momen dengan kamera handphone untuk disimpan atau
untuk foto pribadi yang bisa dilakukan sebagai hobi. Banyak orang yang
mengabadikan momen untuk dimasukkan di media sosial untuk
menunjukkan suatu visual kepada khalayak umum.
Dalam fotografi juga berfungsi sebagai alat komunikasi visual
dimana oleh orang-orang dapat digunakan sebagai bahan publisitas yang
bermanfaat. Fotografi juga dapat menciptakan dan memvisualkan secara
jelas buah pikiran karena dapat menggambarkan kejadian sesungguhnya
lewat karya fotonya, intinya foto yang dihasilkan harus bias bercerita,
sehingga tanpa harus menjelaskan orang sudah mengerti isi dari foto
tersebut tanpa memanipulasi foto tersebut.
2. Perbedaan Potret dan Fotografi
Potret adalah sebuah lukisan, foto, patung, atau representasi seni
dari seseorang, yang mana wajah atau ekspresinya adalah hal utama.
Dimaksudkan untuk menampilkan personalitas, dan juga kadang perasaan
seseorang. Untuk alasan tersebut, maka potret pada umumnya bukanlah
foto spontan (snapshot), namun komposisi seseorang dalam kondisi diam
dan dipersiapkan. Sebuah potret seringkali menampilkan seseorang yang
melihat langsung ke pelukis atau fotografer, dengan tujuan yang berkaitan
antara subyek dengan yang melihat potret tersebut
Potret terdiri dari environmental portrait dan close-up/headshot.
Environmental portrait yaitu potret yang merekam lingkungan hidup
subjek, sedangkan close-up/ headshot adalah potret yang hanya wajah saja.
Selain itu terkait subjek yang ada dalam potret juga terdiri dari potret yang
lebih dari satu orang dan potret diri.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta Pasal 1 ayat 10 Potret adalah karya fotografi dengan objek manusia,
hal ini menandakan bahwa definisi potret menurut Undang-Undang Hak
Cipta merupakan karya fotografi dengan subjek didalamnya berupa wajah
manusia. Oleh karena itu, apabila foto atau potret milik kita, yang
28
digunakan oleh orang lain tanpa seizin pemilik, sehingga membawa
manfaat ekonomi bagi orang lain, dapat diartikan orang tersebut telah
merugikan kita sebagai pemegang hak eksklusif pencipta atau pemegang
hak cipta, hal ini sesuai dengan Pasal 12 UU Hak Cipta yang berbunyi:
(1) Setiap Orang dilarang melakukan Penggunaan Secara Komersial,
Penggandaan, Pengumuman, Pendistribusian, dan/atau Komunikasi
atas Potret yang dibuatnya guna kepentingan reklame atau
periklanan secara komersial tanpa persetujuan tertulis dari orang
yang dipotret atau ahli warisnya.
(2) Penggunaan Secara Komersial, Penggandaan, Pengumuman,
Pendistribusian, dan/atau Komunikasi Potret sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang memuat Potret 2 (dua) orang atau lebih, wajib
meminta persetujuan dari orang yang ada dalam Potret atau ahli
warisnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta menyatakan bahwa karya fotografi merupakan semua foto yang
dihasilkan dengan menggunakan kamera. Apabila dalam penjelasan
sebelumnya dinyatakan bahwa potret dapat berupa lukisan, foto atau
patung, maka yang dimaksud potret dalam Undang-Undang Hak Cipta
adalah potret dalam bentuk foto hasil karya fotografi.
Karya fotografi merupakan salah satu ciptaan yang dilindungi
menurut Pasal 40 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”). Yang dimaksud dengan "karya
fotografi" sesuatu yang diciptakan manusia yang mengandung unsur
keindahan atau intisari dari kreativitas meliputi semua foto yang dihasilkan
dengan menggunakan kamera. Perlindungannya berlaku selama 50 (lima
puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman.3 Definisi
3 Risa Amrikasari “ Pembubuhan Watermark dalam Karya Fotografi sebagai Identitas
Pencipta “, diakses dari
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt58d1ab9b36fbe/pembubuhan-iwatermark-i-
dalam-karya-fotografi-sebagai-identitas-penciptaada tanggal 29 Juli pukul 12.05.
29
fotografi dari kamus Merriam-Webster versi online adalah fotografi dapat
diartikan sebagai suatu seni atau proses menghasilkan gambar melalui
energi radiasi dan terutama cahaya pada permukaan yang sensitif (sensor
optik).4 Atau dengan kata lain karya fotografi merupakan semua foto yang
dihasilkan dengan menggunakan kamera. Dalam fotografi terdapat tujuan
dan hakekat yaitu adalah komunikasi. Suatu karya fotografi dapat disebut
memiliki nilai komunikasi ketika dalam penampilan subjeknya digunakan
sebagai medium pemyampaian pesan atau merupakan ide yang
terekspresikan kepada pemirsanya sehingga terjalin suatu kontak
pemahaman makna.5
Fotografi sebagai medium salah satu contohnya adalah sebagai
media informasi dan media berkespresi. Fotografi sebagai media informasi
maka memiliki hubungan dengan dunia jurnalistik, karena media
informasi saat sekarang ini selalu menyertakan foto dalam setiap
pemberitaannya, diantaranya seperti surat kabar atau koran. Karya
fotografi dalam dunia jurnalistik memiliki nilai tersendiri, yaitu sebagai
daya tarik bagi para pembaca sebelum membaca berita, maka sifatnya
dalam sebuah berita fotografi adalah sebagai penunjang. Melalui fotografi
juga mampu memberikan informasi secara singkat pada pembaca, hanya
melalui sebuah foto maka para pembaca mengerti maksud informasi yang
hendak disampaikan tanpa perlu menggunakan banyak kalimat untuk
menjelaskan.
Fotografi sebagai media berekspresi lebih erat kaitannya dengan
dunia seni. Menurut sumardjo yang menuliskan bahwa penciptaan karya
seni memang merupakan kerja pengungkapan diri, ekspresi diri, dalam
suatu wujud benda seni. Dari definisi di atas, maka seni dalam
4https://www.merriam-webster.com/dictionary/photography, diakses pada hari Selasa 29
Oktober 2019 pukul 4.24 WIB.
5 Soeprapto Soedjono, “Tinjauan Yuridis Perbanyakan Potret Tanpa Seizin Pihak yang
Dipotret”, Universitas Trisakti, Jakarta, 2007, h. 13.
30
penciptaannya adalah suatu media bagi seseorang untuk mengungkapkan/
berekspresi.
Apabila potret terdiri dari environmental portrait dan close-up/
headshot, serta potret yang lebih dari satu orang dan potret diri, fotografi
terdiri dari beberapa jenis diantaranya yaitu6:
a. Journalism Photography
Fotografi jurnalisme merupakan sprsialisasi khusus untuk mencari dan
menampilkan foto-foto yang bernilai berita.
b. Wedding Photography
Wedding photography merupakan spesialisasi dari fotografi yang
mengkhususkan diri pada mengabadikan momen-momen pernikahan.
c. Architectular Photography
Architectular photography merupakan spesialisasi di bidang pemotretan
bangunan, baik eksterior, interior maupun detailnya. Kebutuhan akan
fotografer di bidang ini akan semakin meningkat dengan maraknya
bisnis property sekarang.
d. Scientific Photography
Scientific photography merupakan spesialisasi fotografi untuk
keperluan ilmiah.. Jenis fotografi ini diperlukan misalnya pada
penelitian mikrobiologi yang membutuhkan fotografi mikroskopik
untuk memotret jasad renik yang terlihat melalui mikroskop.
e. Aerial Photography
Aerial photography merupakan spesialisasi pemotretan udara, banyak
digunakan untuk survey, pemetaan, penggunaan tata ruang maupun
pertanian. Disini juga mampu memperlihatkan keindahan serta luasnya
area.
f. Astro Photography
Astro photography merupakan spesialisasi khusus memotret benda-
benda luar angkasa atau yang berhubungan dengan astronomi. Fotografi
6 http://lensafotografi.com/ragam-jenis-fotografi-yang-perlu-diketahui-oleh-pemula/
diakses pada tanggal 29 Oktober 5.20 2019\
31
ini memerlukan perlengkapan khusus untuk dapat memotret benda-
benda astronomi. Biasanya unutk melakukan pekerjaan ini
menggunakan adapter dari kamera ke teleskop sehingga dapat
mengambil gambar luar angkasa dengan kamera.
g. Modeling Photography
Modeling photography merupakan spesialisasi memotret onjek manusia
yang menjadi model, pada umumnya digunakan untuk keperluan
majalah atau iklan. Selain itu modeling photography juga ada yang
dilakukan khusus untuk memotret model-model yang sedang bergaya di
catwalk.
h. Commercial Photography
Commercial photography banyak diperlukan untuk kepentingan
periklanan, merupakan pemotretan khusus untuk mengkomunikasikan
iformasi produk agar orang yang membeli produk tersebut tertarik
untuk mencoba atau membeli.
i. Industrial Photography
Industrial photography merupakan spesialisasi lanjutan dari fotografi
komersil yang mengkhususkan diri pada pemotretan industry, salah satu
tujuannya adalah untuk membuat profil perusahaan dan dapat juga
digunakan sebagai media publikasi dan pengiklanan suatu perusahaan.
j. Food Photography
Food photography merupakan spesialisasi lanjutan dari fotografi
komersial. Food photography pada umumnya juga digunakan
untukiklan atau kepentingan display majalah dan buku-buku masak-
memasak.
k. Fashion Photography
Fashion photography masih lanjutan dari fotografi komersial. Fashion
photography berkonsentrasi pada bagaimana agar pakaian yang di
tampilkan dapat sebaik mungkin sesuai dengan konsep desainer busana
tersebut, pada umumnya fotografi ini digunakan untuk pembuatan
katalog, brosur atau majalah.
32
l. Glamour Photography
Glamour photography berusaha untuk memotret objek terlihat lebih
cantik dari aslinya.
m. Landscape Photography
Landscape photography merupakan salah satu cabang fotografi yang
objek utamanya adalah suatu pemandangan, biasanya digunakan untuk
kepentingan majalah atau iklan.
n. Macro Photography
Macro photography merupakan fotografi close-up atau jarak dekat,
dengan objek utama adalah benda-benda yang kecil misalnya serangga,
bunga, dan lain-lain.
o. Panning Photography
Panning photography merupakan jenis fotografi yang objek utamanya
adalah benda bergerak, misalnya motor berjalan, mobil berjalan, dan
lain-lain.
p. Night Shot Photography
Night shot photography merupakan jenis foto yang mengambil foto
pada malam hari. Untuk jenis fotografi ini diperlukan adanya tripod
supaya gambar yang terambil tidak bergoyang karena menggunakan
speed sangat rendah.
q. Street Photography
Street photography merupakan jenis fotografi documenter yang
menampilkan objek foto dalam situasi terang didalam tempat-tempat
umum, seperti jalan, taman, pantai, mall, konvensi politik dan
pengaturan lainnya.
r. Chrono Photography
Chrono photography merupakan jenis fotografi yang menangkap
gerakan dari waktu ke waktu melalui serangkaian gambar diam, yang
biasanya digabungakan menjadi satu foto untuk analisis selanjutnya.
33
s. Fine Art Photography
Fine art photography merupakan jenis fotografi yang melakukan
pemotretan untuk memenuhi visi kreatif para seniman.
t. Forensic Photography
Forensic photography merupajan seni menghasilkan reproduksi yang
akurat dari TKP atau lokasi kecelakaan untuk kepentingan pengadilan
atau untuk membantu dalam penyelidikan dan juga merupakan bagian
dari proses pengumpulan bukti.
Dari penjelasan tersebut maka terdapat perbedaan antara potret
dengan fotografi, meskipun apabila dilihat dari definisi yang terdapat pada
Undang-Undang Hak Cipta bahwa potret merupakan karya fotografi
dengan objek manusia, yang menandakan bahwa potret merupakan bagian
dari fotografi namun terdapat perbedaan diantara keduanya.
Perbedaan antara potret dengan fotografi adalah potret dapat
diwujudkan dalam bentuk lukisan, foto, ataupun patung sehingga media
yang digunakan tidak hanya kamera melainkan bisa melalui kanvas, batu
dan lain-lain, berbeda dengan fotografi yang hanya melalui media kamera
untuk menghasilkan sebuah foto. Namun, apabila dilihat dari kacamata
Undang-Undang Hak Cipta, maka yang dimaksud potret merupakan karya
fotografi dengan objek manusia, hal ini berarti potret yang dimaksud
dalam Undang-Undang Hak Cipta adalah potret yang dihasilkan melalui
kamera dan dengan objek hanya berupa manusia. Dalam ketentuan
tersebut definisi potret maka dipersempit. Selain itu tujuan dari fotografi
adalah komunikasi, sebagai medium menyampaikan pesan sehingga
terjalin suatu kontak pemahaman makna. Berbeda dengan potret yang
memiliki tujuan untuk merekam kepribadian seseorang. Perbedaan yang
lainnya yaitu fotografi memiliki objek yang bermacam-macam yaitu bisa
berupa alam, benda, manusia, hewan dan tumbuhan, asalkan semua
gambar tersebut dihasilkan melalui media kamera. Hal tersebut kembali
pada definisi karya potret yang terdapat pada Penjelasan dalam Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang menyatakan
34
bahwa karya fotografi meliputi semua foto yang dihasilkan dengan
menggunakan kamera, dengan ini maka tidak ada pembatasan terkait
denga objek karya fotografi. Sedangkan objek potret hanya manusia,
seusai dengan ketentuan Undang-Undang Hak Cipta yang berlaku yaitu
Pasal 1 angka 10 yang menyatakan bahwa potret adalah karya fotohrafi
dengan objek manusia. Dan jika ditelusuri, dalam Undang-Undang Hak
Cipta No 19 Tahun 2002 Potret belum ada didalam ciptaan yang
dilindungi hak cipta, namun di dalam Undang-Undang Hak Cipta Tahun
2014 Potret sudah dicantumkan.
B. Jenis-jenis Media Massa
Salah satu wujud nyata penting dalam melembagakan demokrasi
adalah pers dan media massa yang bebas untuk menyatakan pendapat.
Melalui media massa, kebebasan dalam berpendapat, berdikusi dan
berdialog yang mengarah pada penerapan demokrasi berkelanjutan
(demokrasi deliberatif)7. Media massa adalah alat yang digunakan dalam
penyampaian pesan-pesan dari sumber kepada khalayak (menerima)
dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar,
film, radio, TV). Media massa adalah faktor lingkungan yang mengubah
perilaku khalayak melalui proses pelaziman klasik, pelaziman operan atau
proses imitasi (belajar sosial). Dua fungsi dari media massa ialah
memenuhi kebutuhan akan fantasi dan informasi. Berikut jenis-jenis
media massa:
1. Media Internet/ Cyber
Tanpa disadari, terciptanya internet telah menjadikan komoditas
artikel, berita dan informasi semakin memiliki nilai. Kecepatan dan
keakuratan telah menjadi faktor penentu komoditas di atas. Para
pembaca dapat memperoleh berita, khususnya kejadian-kejadian atau
pengetahuan populer yang sedang hangat dengan cepat. Media koran,
7 Nina Andriana, ” Media Siber Sebagai Alternatif Jembatan Komunikasi Antara Rakyat
Dan Pemimpinnya”, (Desember, 2013), h. 2.
35
tabloid atau majalah konvensional memiliki periodisasi waktu terbit.
Ada yang harian, mingguan, bulanan, atau bahkan semsteran. Di
internet, siklus terbit artikel atau berita elektronik sangat pendek,
bahkan hanya dalam hitungan menit. Hal demikian terjadi karena
internet menyediakan fasilitas untuk meng-update dan meng-upload
berita dengan mudah dan cepat. Dengan demikian, haya dalam hitungan
menit artikel atau berita dapat segera tersaji di layar kaca komputer para
pembaca. Siklus berita yang pendek dapat terjadi karena berita dapat
disajikan tanpa dicetak. Setiap penulis artikel dan peliput berita dapat
menyusun suatu naskah dan segera meng-uploadnya di halaman situs
yang telah tersedia.
Media siber memiliki karakter khusus sehingga memerlukan
pedoman agar pengelolaannya dapat dilaksanakan secara profesional,
memenuhi fungsi, hak, dan kewajibannya sesuai Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Untuk
itu Dewan Pers bersama organisasi pers, pengelola media siber, dan
masyarakat menyusun Pedoman Pemberitaan Media Siber.
Media Siber adalah segala bentuk media yang menggunakan
wahana internet dan melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta memenuhi
persyaratan Undang-Undang Pers dan Standar Perusahaan Pers yang
ditetapkan Dewan Pers Isi Buatan Pengguna (User Generated Content)
adalah segala isi yang dibuat dan atau dipublikasikan oleh pengguna
media siber, antara lain, artikel, gambar, komentar, suara, video dan
berbagai bentuk unggahan yang melekat pada media siber.8 Lebih
lanjut, internet pun memiliki sejumlah fasilitas bukan hanya untuk
penyajian berita berupa teks, melainkan juga gambar berupa foto
bahkan animasi video. Sementara itu, internet sebagai media jurnaistik
saat ini memang memiliki kekayaan fasilitas yang seakan tiada batas.
Bahkan kini, internet pun dapat dieksplorasi untuk menyajika karya-
8 Andi Muh. Fadli, “Penerapan Kode Etik Dewan Pers Di Media Siber” (Studi Kasus
Media Online Kabar Makassar)”, IV, (April, 2018), h. 165
36
karya jurnalistik yang lebih komunikatif. Tandanya adalah lahirnya
surat kabar elektronik (e-news) yang telah banyak mengubah pola orang
dalam mencacri berita dan informasi, sebutlah Kompas Cyber Media,
Femina Online, Detik.com, dan CyberNas (Bernas.co.id) merupakan
model jurnalistik modern. Media siber tidak serta merta sebagai media
yang lepas dari dunia nyata. Hubungan antar pengguna pada dasarnya
merupakan transformasi dari hubungan di dunia nyata. Alasan yang
kelima, etika berinternet diperlukan agar setiap pengguna ketika berada
di media siber memahami hak dan kewajibannya sebagai warga dunia
siber. Mengingat begitu pentingnya etika dalam media siber
Melalui internet, redaksi dapat melengkapi tidak hanya gambar-
gambar dua dimensi seperti foto, melainkan dapat pula menyertakan
liputan video sebuah kejadian di lapangan. Dengan model seperti
demikian, tampaknya redaksi dapat menciptakan daya tarik yang unik
bagi para pembacanya. Konsep koran atau majalah konvensional,
kecuali dalam hal media penyajiannya. Kalau koran tradisional
menggunakan media kertas, maka koran elektronik menggunakan layar
monitor dan perangkat komputer9
2. Tinjauan Umum Tentang Media Non Internet/ Cetak
Media cetak merupakan media tertua yang ada dimuka bumi.
Media cetak berawal dari media yang disebut dengan Acta Diuna dan
Acta Senatus dikerajaan romawi, kemudian berkembang pesat setelah
Johanes Guttenberg menemukan mesin cetak hingga kini sudah
beragam bentuknya, seperti surat kabar, tabloid, dan majalah. Media
cetak adalah segala barang cetak yang dipergunakan sebagai sarana
penyampaian pesan seperti yang sudah disebutkan sebelumnya macam-
macam media cetak pada umumnya.10
Dalam konsep pengertian diatas,
9 Budi Sutedjo Dharma Oetomo, Ester Wibowo, Eddy Hartono & Samuel Prakoso,
Pengantar Teknologi Informasi Internet. Konsep dan Aplikasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007),
h.7 10
Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya , (Yogyakarta: Graha Ilmu 2010), cet pertama,
h. 228
37
media cetak (surat kabar dan majalah) memiliki kadar inovasi yang
lebih tinggi daripada buku cetak – penemuan (invensi) bentuk karya
tulis, sosial dan budaya yang baru – meskipun pada masa itu pandangan
yang muncul tidak demikian adanya. Kekhususan surat kabar, jika
dibandingkan dengan sarana komunikasi budaya lainnya, terletak pada
individualisme, orientasi pada kenyataan, kegunaan, sekularitas (nilai–
nilai), dan kecocokannya dengan tuntutan kebutuhan kelas sosial baru,
yakni kebutuhan para usahawan kota dan orang profesional.
Kualitas kebaruannya bukan terletak pada unsur teknologi atau
cara distribusinya, melainkan pada fungsinya yang tepat bagi kelas
sosial tertentu yang berada dalam iklim kehidupan yang berubah dan
suasana yang secara sosial dan politis lebih bersifat permisif (terbuka).
Dari segi formatnya dan ukuran kertas, media massa cetak secara rinci
meliputi (a) koran atau suratkabar (ukuran kertas broadsheet atau 1/2
plano), (b) tabloid (1/2 broadsheet), (c) majalah (1/2 tabloid atau kertas
ukuran folio/kwarto), (d) buku (1/2 majalah), (e) newsletter
(folio/kwarto, jumlah halaman lazimnya 4-8), dan (f) buletin (1/2
majalah, jumlah halaman lazimnya 4-8). Isi media massa umumnya
terbagi tiga bagian atau tiga jenis tulisan: berita, opini, dan feature.
38
BAB IV
KETENTUAN PELANGGARAN HAK CIPTA KARYA FOTOGRAFI
DI MEDIA DARING
A. Pelanggaran Hak Cipta Karya Fotografi di Media Internet
Teknologi informasi dan komunikasi mengubah perilaku masyarakat
dan peradaban global. Di samping itu, perkembangannya menjadikan dunia
menjadi tanpa batas (borderless) dan perubahan sosial yang secara signifikan
berlangsung demikian cepat1. Pelanggaran hak cipta dapat diartikan sebagai
perbuatan mengambil, mengutip, merekam, memperbanyak, atau
mengumumkan sebagian atau seluruh karya cipta milik orang lain, tanpa
sepengetahuan dan seizin pencipta atau pemegang hak cipta. Dalam
prakteknya tindakan-tindakan tersebut sering dilakukan untuk kepentingan
komersial atau demi memperoleh keuntungan pribadi. Disamping untuk
kepentingan komersial, pelanggaran hak cipta tersebut juga dapat digunakan
untuk melakukan penghinaan terhadap orang lain.
Dapat dikategorikan sebagai sebuah pelanggaran hak cipta apabila
perbuatan tersebut mengarah pada pelanggaran hak ekslusif pencipta atau
pemegang hak cipta. Hak ekslusif pencipta merupakan hak yang hanya
diperuntukkan bagi pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat
memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pencipta diantaranya seperti hak untuk
membuat salinan yang kemudian menjual salinan tersebut, hak untuk
mengimpor dan mengekspor ciptaan, hak untuk mengadaptasi ciptaan, hak
menampilkan atau memamerkan ciptaan didepan umum, dan hak menjual
atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang lain.
Dalam jaringan intenet, banyak terdapat situs yang menyediakan
layanan penyimpanan data. Sejatinya situs-situs tersebut sebenarnya
ditujukan untuk menyimpan data- data pribadi seseorang, mempermudah
menyebarkan data, ataupun alternative penyimpanan data yang dapat diambil
1 Ahmad M. Ramli, Cyber Law dan HAKI, Dalam Sistem Hukum Indonesia, Refika
Aditama, Bandung, 2004, hlm. 1.
39
kapanpun dibutuhkan. Namun pada kenyatannya, fasilitas tersebut seringkali
digunakan sebagai media penyebaran data bermuatan Hak Cipta
didalamnya.Data yang bermuatan pelanggaran HakCipta di unggah melalui
situs-situs penyimpanan file tersebut, kemudian link untuk mengunduh file
tersebut disebarluaskan, baik melalui situs, media sosial, dan lain sebagainya.
Orang lain yang melihatnya, tinggal mengunduh secara gratis melalui link
yang telah disebarkan.
Saat ini, di internet banyak terdapat situs-situs yang tanpa hak hanya
menjiplak tulisan orang lain. Situs-situs internet tersebut biasanya mencari
tulisan orang di situs lain, kemudian mengunggah di situsnya untuk
menambah isi materi dari situs tersebut. Hal tersebut tentu saja merupakan
salah satu bentuk pelanggaran Hak Cipta karena dengan sengaja tanpa
persetujuan pencipta, menjiplak suatu tulisan kemudian menguhduh di situs
miliknya atau orang lain, tanpa mencantumkan nama pencipta aslinya bahkan
mengganti nama pencipta tersebut. Bahkan pelanggaran seperti ini seringkali
dilakukan orang tanpa sadar. Banyak orang sembarangan mengutip,
menjiplak tulisan orang tanpadi sertai sumber sehingga melanggar Hak Moral
pencipta.
Orang yang melakukan pelanggaran tersebut tidak menyadari
perbuatannya atau menganggap yang dilakukannya adalah hal sepele yang
tidak ada konsekuensinya. Salah satu bentuk ciptaan yang dilindungi adalah
program komputer, saat ini begitu banyak program komputer yang digunakan
oleh banyak orang untuk kebutuhan sehari-hari.Namun banyak dari program
tersebut digunakan secara illegal. Sejatinya program tersebut biasanya
berbayar sebagai bentuk hak ekonomi yang dimiliki programer yang
bertindak sebagai pencipta. Pada kenyaannya, banyak program tersebut di
retas oleh sebagian orang untuk dapat digunakan secara bebas dan gratis.
Teknologi internet yang menghubungkan antar satu komputer dengan
komputer lainnya diseluruh dunia dengan memiliki daya kemampuan lintas
batas negara dilewati secara mudah (bonderless world) telah melahirkan suatu
era baru yang dikenal dengan era digital. Era digital ini ditandai dengan
40
karakteristik berupa adanya kemudahan interaksi antar manusia di seluruh
dunia dengan memanfaatkan jaringan internet dan tanpa terhalangi dengan
wilayah geografis suatu negara dan aturan-aturan yang sifatnya teritorial.
Sejalan dengan itu juga, di era digital ini ditandai dengan karakteristik lainnya
berupa adanya kemudahan setiap orang untuk memperoleh informasi.
Informasipada era ini sangat mudah diperoleh, dipertukarkan, diakses dan
didistribusikan serta ditransmisikan kapan saja dan dimana saja. Tidak dapat
disangkal lagi, internet telah menjadi alat komunikasi terpopuler saat ini.
Berbagai lapisan masyarakat, mulai dari pengusaha, artis, penyanyi sampai
kalangan masyarakat bias telah menikmati manfaat internet. Tidak
mengherankan, website atausitus di internet terus bertambah dari waktu ke
waktu. 2
Maraknya pemasangan website di internet baik untuk tujuan komersial
maupun non komersial ternyata membuka peluang terjadinya pelanggaran
Hak Cipta. Terlebih dengan semakin canggihnya teknologi informasi,
peluang tersebut menjadi semakin besar. Selain memberikan banyak dampak
positif, di sisi lain keberadaan internet juga memberikan ruang untuk
timbulnya berbagai bentuk kejahatan. Termasuk diantaranya pelanggaran Hak
Cipta. Saat ini banyak bentuk ciptaan yang dapat berwujud digital dan
disebarkan melalui jaringan internet. Keberadaan jaringan internet sendiri
sebenarnya memberikan keuntungan tersendiri juga bagi pencipta maupun
pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya
untuk memperoleh manfaat dari ciptaannya tersebut. Namun masalah dapat
timbul apabila pihak yang mengumumkan atau memperbanyak ciptaan
tersebut merupakan pihak yang sama sekali tidak berkepentingan.
Berbagai bentuk kejahatan terjadi melalui media internet yang dikenal
dengan cyber crime. Berikut adalah bentuk pelanggaran Hak Cipta yang
seringkali terjadi dalam jaringan internet. Banyak situs di internet yang
menyediakan berbagai data yang didalamnya terkandung pelanggaran Hak
2 Reyfel A. Rantung1, Hak Cipta Dalam Jaringan Internet Ditinjau Dari Undang-Udang
Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Vol.II/No.1/Januari-Maret /2014, h. 105
41
Cipta. Situs-situs internet tersebut diantaranya memberikan fasilitas kepada
pengakses untuk mengunduh lagu, film, buku, foto, dokumen, dan
sebagainya. Bisanya pengguna dapat mengunduh secara gratis, namun ada
pula situs yang mewajibkan pengguna untuk melakukan registrasi terlebih
dahulu, bahkan terdapat pula situs yang mewajibkan pengguna untuk
membayar data yang hendak diunduh. Pihak pengelola situs sendiri
sebenarnya tidak memiliki hak untuk menyebarkan atau memperbanyak
ciptaan tersebut. Mereka memperolehnya dari sumber lain, atau
memperbanyak sendiri dari produk aslinya.
Begitu bebas dan cepatnya pertukaran informasi melalui media
internet menimbulkan celah yang dapat dimanfaatkan oleh orang-orang yang
tidak bertanggung-jawab. Sebuah karya cipta dengan tanpa hak dapat tersebar
dengan begitu cepatnya kepada siapa saja di seluruh penjuru dunia dan
pelakunya bias saja bukan hanya seorang tetapi begitu banyak orang yang
terlibat. Begitu mudahnya menduplikasi sebuah data, kemudahan
mengunduh, kemudian menyebarkannya lagi menjadikan masalah tersendiri
bagi sulitnya penegakan Hak Kekayaan Intelektual dalam media internet.
Suatu foto yang baru saja di rilis, tiba-tiba dapat langsung di temukan melalui
jaringan internet, di unduh, kemudian disaksikan oleh siapa saja.
Hal tersebut dapat terjadi pula terhadap musik, buku, dan bentuk
lainnya yang sebenarnya dilindungi dalam Hak Cipta. Perbuatan semacam itu
tentu saja secara langsung-maupun tidak langsung dapat merugikan pihak
pencipta dengan merenggut hak-haknya. Berbagai upaya telah dilakukan oleh
berbagai pihak dalam rangka menegakan Hak Cipta dalam jaringan internet.
Penanggulangan terhadap pelanggaran Hak Cipta dalam jaringan internet
menjadi penting untuk ditegakan. Bukanhanya untuk mengurangi jumlah
pelanggaran yang semakin masif, tetapi juga untuk melindungi hak-hak dari
Pencipta itu sendiri
Adapun yang menjadi contoh pelanggaran hak cipta melalui situs di
internet misalnya kasus Aryono salah satu foto karyanya, dengan obyek
sineas Tino Saroengallo, dipakai oleh beberapa media online di Indonesia
42
tanpa seizinnya. mengirimkan somasi ke beberapa media yang telah memuat
fotonya secara tidak sah. Beberapa ada yang menanggapi dan mengaku salah,
tetapi ada pula yang tidak menggubris. Adapun delapan media yang memuat
fotonya tanpa izin, yakni Grid.id, Tribunnews.com, Detik com, Metronews
com, MataMata.com. Poliklitik, Kapanlagi.com, dan Merdeka.com.
Pelanggaran kedelapan media tersebut berbeda-beda. Mulai dari penerbltan
tanpa izin, (Detik.com, MetroTVNews.com, MataMata com), penghilangan
tandatangan Aryono dari foto (Grid.id), manipulasi foto menjadi hitam-putih
dengan pangkasan (Kapanlagi.com) yang kemudian diterbitkan ulang
(Merdeka.com) tanpa pengecekan, sampal menjadi gambar vector,
sebagaimana yang ada di Politiktik.com.
Bahkan penggantian tandatangan Aryono dengan Grid.id dan
TribunNews.com. Aryono lalu menulis sebuah status di Facebook menegur
Grid.id, media pertama yang ia dapati menerbitkan potret Tino, karyanya,
sebagal ilustrasl berita kepergian Tino dan menyatakan akan mengirim
tagihan.Sementara hasil pembayarannya akan dlserahkan ke keluarga Tino,
mengingat keluarga Tino telah menghablskan banyak uang untuk biaya
pengobatan. Teguran yang disampalkan pada Grid.id hanya ditanggapi
dengan penurunan foto tersebut dan pengumuman pemuatan foto yang
digunakan di berita terkait karena adanya keberatan dari pemilik foto, seolah-
olah dengan demikian pelanggaran hak cipta adalah suara genta yang bisa
dihentikan.
Foto yang diambil oleh beberapa media online tersebut diunggah di
akun instagram milik pribadi Aryono yang terkunci. Hanya orang-orang yang
mengikutinya yang bisa melihat karya tersebut.Dalam foto tersebut Aryono
sudah menaruh watermark namun beberapa media ada yang mengapusnya
dan mengedit ulang. foto tersebut rencananya akan dibuat untuk cover buku
tentang Tino Saroengallo yang akan diterbitkan tepat pada 100 hari kematian
43
almarhum. Dan sebelumnya almarhum pernah berpesan agar foto nya hanya
diserahkan untuk Aryono3
Aryono lalu menulis sebuah status di Facebook menegur Grid.id,
media pertama yang ia dapati menerbitkan potret Tino, karyanya, sebagal
ilustraso berita kepergian Tino dan menyatakan akan mengirim tagihan.
Sementara hasil pembayarannya akan dlserahkan ke keluarga Tino,
mengingat keluarga Tino telah menghabiskan banyak uang untuk biaya
pengobatan.Teguran yang disampalkan pada Grid.id hanya ditanggapi dengan
penurunan foto tersebut dan pengumuman pemuatan foto yang digunakan di
berita terkait karena adanya keberatan dari pemilik foto, seolah-olah dengan
demikian pelanggaran hak cipta adalah suara genta yang bisa dihentikan.
Walau pun hak ekonomi dan hak moral atas karyanya telah
dicederai, Aryono tidak berprasangka buruk terhadap media-media atau orang
yang bertanggungjawab di media bersangkutan melihat kemungkinan adanya
salah paham hak cipta kiriman-kiriman di Instagram, sehingga mengira setiap
kirim di Instagram atau medsos pada umumnya otomatis menjadi creative
common, atau domain publik yang bisa digunakan oleh siapa saja. Banyak
media yang belum membedakan antara signature dengan kutipan sumber;
antara fair use dan komersial, dan belum meleknya awak media terhadap UU
Hak Cipta dan penggunaan karya kreatif orang lain di media online secara
umum, termasuk pengecekan legalitas penggunaan karya dari sumber
penerbitan ulang.
Pasal 28 Undang Undang Hak Cipta jelas mengatakan, setiap karya
cipta mengandung hak moral dan hak ekonomi bagi penciptanya. Hak moral
itu melekat, tidak bisa dihapuskan,seseorang atau badan hukum tidak bisa
begitu saja menggunakan karya orang lain tanpa seizin penciptanya. Apalagi
kemudian sengaja mengubah atau menghilangkan nama penciptanyan diganti
dengan nama orang lain. Dalam kasus ini terbukti bahwa masih banyak yang
3 Penyebab Kasus Pelanggaran Hak Cipta di Internet – Peraturan di Internet
https://www.kompasiana.com/mattbento/5b6c66bb5e13735e821ce682/belajar-dari-kasus-
pemakaian-foto-tanpa-ijin-karya-pencipta-lagu-burung-camar?page=all diakses pada 29 Oktober
2019 pada pukul 22:16 BBWI.
44
belum sadar betapa pentingnya hak cipta. kita perlu membangun kesadaran
pentingnya hak cipta, khususnya kepada media pers. Karena media pers harus
menjadi penjaga kebenaran. Berkenaan dengan akurasi dan kecepatan berita,
Kovach dan Rosenstiel menyatakan bahwa kewajiban pertama wartawan
adalah pada kebenaran. Prinsip pertama wartawan ini yaitu pengejaran akan
kebenaran yang tidak berat sebelah adalah yang paling membedakannya dari
semua bentuk komunikasi lain. Selanjutnya, Kovach dan Rosenstiel
menuturkan, demi mengejar kebenaran itu, intisari wartawan adalah disiplin
verifikasi4.
Namun, Dewan Pers belum memiliki data yang pasti sampai proses
verifikasi faktual selesai dilakukan di akhir tahun 2017, namun, bila merujuk
pada proses pendataan yang pernah dilakukan dan kemudian diterbitkan
menjadi buku berjudul “Data Pers 2015”, media online yang memenuhi
syarat disebut perusahaan pers dan profesional berjumlah 168 perusahaan.
Proses jurnalistik harus dilakukan secara sistematis mulai dari memperoleh
dan menulis fakta, didukung pula dengan professionalisme sebagai wartawan.
baik dalam meliput suatu peristiwa yang terjadi yang mengandung nilai
berita, maupun idealisme sebagai wartawan untuk mencari kebenaran, serta
ketelitian dan sikap kritis dan serba ingin tahu yang harus dipertahankan.
Oleh karena itu, seorang wartawan surat kabar harus memiliki skill atau
keterampilan yang berlandaskan teoritis, pendidikan dengan mengutamakan
kecepatan, ketepatan, kebenaran, kejujuran, keadilan, keseimbangan, dan
tidak berprasangka (praduga tak bersalah), sehingga informasi yang
disuguhkan tidak akan merugikan baik untuk institusinya maupun
personalnya.
Sebab bukan tidak mungkin karya foto di tempatnya bekerja juga akan
dipakai oleh orang lain tanpa izin. Kasus seperti yang dialami Aryono
sebenarnya sudah berulangkali terjadi. Bahkan pelanggaran seperti ini
seringkali dilakukan orang tanpa sadar. Banyak orang sembarangan
4 Bill Kovach dan Tom Rosenstiel., The Element of Journalism. ed., Stanley, Penerjemah;
Yusi A. Pareanom, (Jakarta; Institut Studi Arus Informasi, 2004), h. 39
45
mengutip, menjiplak tulisan orang tanpadi sertai sumber sehingga melanggar
hak moral pencipta. Orang yang melakukan pelanggaran tersebut tidak
menyadari perbuatannya atau menganggap yang dilakukannya adalah hal
sepele yang tidak ada konsekuensinya. Saat ini begitu banyak media online
yang ada di Indonesia, tetapi tidak memiliki tenaga dan modal yang cukup
untuk memenuhi kebutuhannya.
Akhirnya banyak media yang mengambil jalan pintas, mengambil foto
milik orang lain yang ditemukan di google, lalu digunakannya. Beberapa
masih menuliskan nama sumber foto, tetapi banyak yang tidak
mempedulikannya.hak cipta harus dihormati, tidak boleh digunakan
sembarangan tanpa izin penciptanya. Dalam hak cipta melekat hak moral dan
hak ekonomi dari penciptanya. Meluasnya pemakaian internet di segala
sektor ternyata membawa konsekuensi tersendiri. Di samping manfaat besar
yang diberikan kepada pemakai jasa, kehadiran media internet juga
memunculkan masalah baru di bidang Hak Kekayaan Intelektual terutama
Hak Cipta.
Dalam era digital saat ini, konsepsi Hak Cipta juga telah melebar,
sangat penting untuk membahas mengenai perlindungan Hak Cipta di
jaringan internet sebagai upaya untuk mengantisipasi dampak negative yang
ditimbulkan oleh internet. Salah satunya adalah dengan adanya media digital.
Kini banyak informasi yang dapat diubah bentuk kedalam media digital. Saat
ini banyak karya cipta juga bias diwujudkan kedalam bentuk digital.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan kasus pelanggaran Hak Cipta di
Internet :
a. Menyimpan Konten
Dalam satu contoh, seseorang yang membuat Video mengunggah data file
yang dibuatnya di Internet dengan peraturan pengunjung hanya dapat
mengunakan (menyaksikan) konten (Video) tersebut di website penguggah
Video dan ketika pemilik konten resmi mendapati anda menyimpan
(Download) file video yang diunggahnya maka dapat dikatakan bahwa
anda melanggar kebijakan yang telah dibuat pengunggah video.
46
b. Membagikan Konten
Ketika anda mengunakan konten seseorang misal Teks dan Gambar di
artikel yang hanya diizinkan untuk digunakan sendiri baik dalam website
tersebut ataupun anda simpan atau tidak dibagikan (Publikasikan) kepada
orang lain maka anda masih mematuhi kebijakan pemilik konten tersebut.
Tetapi jika anda mengunakannya untuk diperlihatkan kepada orang lain
tanpa sepengetahuan pemilik konten, anda dapat dikasuskan karena tidak
mengikuti pedoman pengunaan konten seperti yang telah disetujui.
c. Mengedit atau Memodifikasi Konten
Contoh konten berupa aplikasi yang dilindungi kemurniannya tidak boleh
dimodifikasi karena dalam kegiatan tersebut tentunya seseorang sudah
mengubah nilai asli yang dipublikasikan oleh pemilik konten resmi yang
dapat menyebabkan sistem menjadi berubah dan menyebankan masalah
yang akan merugikan penguna maupun pemilik resmi aplikasi tersebut.
d. Mempublikasikan atau Copy Paste konten (Reupload) Konten
Reupload yaitu menyalin dan mempublikasikan konten seseorang untuk
kepentingan diri sendiri yang menyebabkan pemilik konten asli mengalami
kerugian karena kegiatan tersebut. Biasanya kegiatan ini merupakan hal
yang cukup rawan dengan perselisihan antara pemilik dengan seorang
yang mempublikasi.5
e. Belum meleknya media online terhadap hak cipta
Saat ini begitu banyak media online yang ada di Indonesia, tetapi tidak
memiliki tenaga dan modal yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya.
Akhirnya banyak media yang mengambil jalan pintas, mengambil foto milik
orang lain yang ditemukan di google, lalu menggunakan karya kreatif orang
lain untuk konten komersial media online, termasuk pengecekan legalitas
penggunaan karya dari sumber penerbitan ulang.
Teknologi internet yang menghubungkan antar satu komputer dengan
komputer lainnya diseluruh dunia dengan memiliki daya kemampuan lintas
5 https://jagad.id/hal-yang-dapat-membuat-kasus-pelanggaran-hak-cipta-di-internet-
peraturan-di-internet/ diakses pada 29 Oktober 2019 pada pukul 23:11 BBWI
47
batas negara dilewati secara mudah (bonderless world) telah melahirkan suatu
era baru yang dikenal dengan era digital. Era digital ini ditandai dengan
karakteristik berupa adanya kemudahan interaksi antar manusia di seluruh
dunia dengan memanfaatkan jaringan internet dan tanpa terhalangi dengan
wilayah geografis suatu negara dan aturan-aturan yang sifatnya teritorial.
Sejalan dengan itu juga, di era digital ini ditandai dengan karakteristik lainnya
berupa adanya kemudahan setiap orang untuk memperoleh informasi.
Informasipada era ini sangat mudah diperoleh, dipertukarkan, diakses dan
didistribusikan serta ditransmisikan kapan saja dan dimana saja.
Tidak dapat disangkal lagi, internet telah menjadi alat komunikasi
terpopuler saat ini. Berbagai lapisan masyarakat, mulai dari pengusaha, artis,
penyanyi sampai kalangan masyarakat bias telah menikmati manfaat internet.
Maraknya aktifitas di internet baik untuk tujuan komersial maupun non
komersial ternyata membuka peluang terjadinya pelanggaran Hak Cipta.
Terlebih dengan semakin canggihnya teknologi informasi, peluang tersebut
menjadi semakin besar. Selain memberikan banyak dampak positif, di sisi
lain keberadaan internet juga memberikan ruang untuk timbulnya berbagai
bentuk kejahatan. Termasuk diantaranya pelanggaran Hak Cipta. Saat ini
banyak bentuk ciptaan yang dapat berwujud digital dan disebarkan melalui
jaringan internet.
Keberadaan jaringan internet sendiri sebenarnya memberikan
keuntungan tersendiri juga bagi pencipta maupun pemegang hak cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya untuk memperoleh manfaat
dari ciptaannya tersebut. Namun masalah dapat timbul apabila pihak yang
mengumumkan atau memperbanyak ciptaan tersebut merupakan pihak yang
sama sekali tidak berkepentingan yang secara langsung maupun tidak
langsung dapat merugikan Pencipta maka dari itu Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2014 tentang Hak cipta diperlukan untuk melindungi dari hal-hal yang
dapat merugikan pencipta.6 Hak cipta adalah wujud nyata penghargaan
6 Reyfel A. Rantung, “Hak Cipta Dalam Jaringan Internet Ditinjau Dari Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta”,Vol II, No.1, (Maret, 2014), h.107.
48
terhadap hasil karya yang dibuat oleh pencipta karya tersebut. Tindakan
pembajakan adalah bagian dari tindak kejahatan di dunia internet yang dalam
hal ini disebut dengan cybercrime, tindak pembajakan ini adalah
penggandaan hasil karya dengan tidak bertanggung jawab dan tentunya
hasilnya pun akan berbeda kualitasnya karena media yang digunakan
tentunya berbeda.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menjadi salah
satu variabel dalam Undang-Undang tentang Hak Cipta ini, mengingat
teknologi informasi dan komunikasi di satu sisi memiliki peran strategis
dalam pengembangan Hak Cipta, tetapi di sisi lain juga menjadi alat untuk
pelanggaran hukum di bidang ini. Pengaturan yang proporsional sangat
diperlukan, agar fungsi positif dapat dioptimalkan dan dampak negatifnya
dapat diminimalkan4. Perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi
yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan
manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi
lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru. Saat ini telah lahir suatu
rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika.
Hukum siber atau Cyber Law, secara internasional digunakan untuk
istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan
dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum
informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi
informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world
law), dan hukum mayantara. Dalam perspektif Cyber Law, pencipta atau
pemegang hak cipta yaitu pihak yang melakukan up load (unggah) dan atau
namanya dicantumkan dalam ciptaan yang diunggah tersebut, kecuali
dibuktikan lain. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang
dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik
dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan
teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem
elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Hal itu berakibat terhadap
49
perlindungan karya cipta secara manual, sehingga dengan munculnya rezim
hukum baru yang berkaitan dengan perkembangan teknologi dan informasi
melalui internet (Cyber Law), perlu dikaji lebih cermat substansi UU No 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Karena pelanggaran hak cipta di media internet atau bisa disebut salah
satu cybercrime maka Undang-Undang I Undang-undang Informasi dan
Transaksi Elektronik atau Undang Undang nomor 11 tahun 2008 atau UU
ITE juga turut melindungi segala pelanggaran yang terjadi di media daring.
UU ITE adalah UU yang mengatur tentang informasi serta transaksi
elektronik, atau teknologi informasi secara umum.
Berikut ini adalah pasal pasal dari UU ITE yang mengatur terkait Hak
Kekayaan Intelektual, diantaranya :Pasal 25 “Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet,
dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan
Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 26
(1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundangundangan, penggunaan
setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi
seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan. (2)
Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan
Undang- Undang ini. Adapun penjelasan atas pasal tersebut adalah : Pasal 25
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun dan
didaftarkan sebagai karya intelektual, hak cipta, paten, merek, rahasia dagang,
desain industri, dan sejenisnya wajib dilindungi oleh Undang-Undang ini
dengan memperhatikan ketentuan Peraturan Perundangundangan. Pasal 26
Ayat (1) Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi
merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights).
Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut: a. Hak pribadi
merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala
macam gangguan. b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi
dengan Orang lain tanpa tindakan mematamatai. c. Hak pribadi merupakan
50
hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data
seseorang. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2014 tentang Hak cipta dan
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang Undang
nomor 11 tahun 2008 diharapkan hadir untuk melindungi pelanggaran-
pelanggaran dan hak-hak para pencipta yang dimana sesuai dengan teori
perlindungan hukum menurut Fitzgerald, sebagaimana dikutip Satjipto
Raharjo perlindungan hukum yaitu memberikan pengayoman terhadap Hak
Asasi Manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan
kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan
hukum. UUHC harus menjadi koreksi terhadap kelemahan sistem hukum
pelindungan terhadap pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait.
UUHC harus menjadi hukum yang pro-keadilan, yaitu hukum yang
memberikan keadilan.
Penerapan perlindungan hukum pada aspek bisnis terutama merek juga
harus tersentuh dengan teori perlindungan hukum yang secara eksplisit
melindungi hak asasi manusia. Para penganut aliran ini memandang bahwa
hukum dan moral adalah cerminan dan aturan secara internal dan eksternal
dari kehidupan manusia yang diwujudkan melalui hukum dan moral.
Kasus seperti yang dialami Aryono sebenarnya sudah berulangkali
terjadi. Saat ini begitu banyak media online yang ada di Indonesia, tetapi
tidak memiliki tenaga dan modal yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya.
Akhirnya banyak media yang mengambil jalan pintas, mengambil foto milik
orang lain yang ditemukan di google, lalu digunakannya. Beberapa masih
menuliskan nama sumber foto, tetapi banyak yang tidak mempedulikannya.
Hal ini tidak sesuai dengan teori perlindungan hukum. Diperlukan kesadaran
hukum oleh masyarakat ataupun media online untuk menghargai Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2014 tentang hak cipta yang melindungi hak-hak
pencipta dari pelanggaran hak asasi manusia.
Fitzgerald mengutip istilah teori perlindungan hukum dari Salmond
bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan beberapa
kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan,
51
perlindungan terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara
membatasi beberapa kepentingan di lain pihak. Kepentingan hukum adalah
mengurus hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas
tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan
dilindungi. Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan
hukum lahir dari suatu kententuan hukum dan segala peraturan hukum yang
diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan
masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara anggota-
anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang
dianggap mewakili kepentingan masyarakat.7
Teori perlindungan hukum bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan
dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena
dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan
tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan
di lain pihak. Dengan kerangka berpikir tentang sifat dasar hak cipta yang
demikian, seseorang tidak memperoleh hak untuk mengkopi ataupun
memperbanyak karya fotografi tanpa seizin dari pencipta. Penerapan
perlindungan hukum pada aspek bisnis terutama hak cipta juga harus
tersentuh dengan teori perlindungan hukum yang secara eksplisit melindungi
hak asasi manusia.
B. Ketentuan Hak Moral dan Hak Ekonomi Terkait Privasi Pencipta
Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Karya Fotografi
Privasi merupakan konsep abstrak yang mengandung banyak makna.
Penggambaran populer mengenai privasi antara lain adalah hak individu
untuk menentukan apakah dan sejauh mana seseorang bersedia membuka
dirinya kepada orang lain atau privasi adalah hak untuk tidak diganggu.
Privasi merujuk padanan dari Bahasa Inggris privacy adalah kemampuan satu
7 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Adtya Bakti, 2000), h. 53
52
atau sekelompok individu untuk mempertahankan kehidupan dan urusan
personalnya dari publik, atau untuk mengontrol arus informasi mengenai diri
mereka. Jadi dapat disimpulkan bahwa, privasi adalah tingkatan interaksi atau
keterbukaan yang dikehendaki oleh seseorang pada suatu kondisi atau situasi
tertentu, dimana situasi yang dirasa sebagai privat atau tidak yang
menentukan adalah subjektifitas dan kontrol (ruang interpersonal dan
territorial) dari seseorang tersebut. Namun privasi juga erat kaitannya dengan
kebebasan, karena di dunia modern ini semua informasi akan mudah
didappatkan di era digital.
Kebebasan termasuk suatu yang bersifat asasi, yang umumnya para
ahli memiliki konsepsi yang sama bahwa kebebasan ada pada setiap insan.
Secara ekripsi, kebebasan senantiasa ada batasan baik kelemahan yang
bersifat internal maupun eksternal. Pada dasarnya kebebasan bukan berarti
berbuat kehendak hati melainkan ada batasnya untuk mengakui dan
menghormati hak dan kewajiban setiap manusia pada umumnya. Informasi
telah mengenalkan suatu etika baru, bahwa setiap pihak yang mempunyai
informasi memiliki naluri yang senantiasa mendesiminasikan kepada pihak
lain, begitu pula sebaliknya. Teknologi informasi menjanjikan bahwa
komunitas abad 21 akan memiliki jaringan komunikasi dan teknologi multi
media sebagai tulang punggunya.
Penghargaan atas privasi dalam komunitas informastika yang
mengglobal, amat sangat berbeda dalam suasana yang fiscal, demikian pula
dalam kepentingan atas privasi data. Keperluan menjaga kerahasiaan data dan
informasi pribadi tampak menjadi prioritas untuk meletakkan kepercayaan
dalam jaringan interaksi komunikasi. Hak atas privasi pada dasarnya sudah
cukup lama dikenal dan diakui dalam rezim hukum baik internasional
ataupun nasional. Regulasi mengenai privasi dalam berbagai rejim hukum ini
pada dasarnya untuk melindungi priivasi dari seseorang terhadap invasi yang
tidak sah yang dapat dilakukan oleh Negara ataupun dari korporasi.
53
Regulasi mengenai privasi dalam rejim hukum hak asasi manusia
internasional diatur pertama kali pada Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia (DUHAM) pada Pasal 12 yang menyatakan
“No one shall be subjected to arbitrary interference with his privacy,
family, home or correspondence, nor to attacks upon his honour and
reputation. Everyone has the right to the protection of the law against such
interference or attacks.”
Pengaturan lebih mengikat dituangkan dalam Kovenan Internasional
Hak Sipil dan Politik (Kovenan Sipol) yang diatur dalam Pasal 17 yang
menyatakan
“1. No one shall be subjected to arbitrary or unlawful interference
with his privacy, family, home or correspondence, nor to unlawful attacks on
his honour and reputation.
2. Everyone has the right to the protection of the law against such
interference or attacks. “8
Perlindungan hak privasi dalam legislasi memungkinan setiap orang
untuk mengontrol pengumpulan, akses, dan penggunaan informasi pribadi
yang berada di pemerintahan ataupun di korporasi. Namun, realitasnya
tidaklah sesederhana itu karena ada hak untuk informasi juga memberikan
perlindungan bagi masyarakat untuk mengakses informasi dan data yang ada
di pemerintahan, termasuk data dan informasi pribadi.
Karena itu aspek perlindungan privasi saat ini menghadapi tantangan
baru, khususnya dengan penggunaan dan penerapan teknologi. Teknologi
memungkinkan terjadinya pengumpulan dan penyebarluasan informasi dan
data pribadi termasuk informasi dan data pribadi yang sensitive. Dengan
centang perenang pengaturan privasi dalam kaitannya dengan akses terhadap
informasi membuat warga Negara dalam posisi yang rentan terhadap
serangan privasi yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan juga korporasi.
8 Anggara dkk, Menyeimbangkan Hak: Tantangan Perlindungan Privasi dan Menjamin
Akses Keterbukaan Informasi dan Data di Indonesia, (Jakarta: Institute for Criminal Justice
Reform, 2012), h.4
54
Untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah berinisiatif untuk
menyusun Rancangan Undang – Undang Perlindungan Data dan Informasi
Pribadi (RUU PDIP). RUU PDIP ini disusun karena adanya kebutuhan untuk
melindungi hak-hak individual di dalam masyarakat sehubungan dengan
pengumpulan, pemrosesan, penyelenggaraan, penyebarluasan data pribadi.
Perlindungan yang memadai atas privasi menyangkut data dan pribadi akan
mampu memberikan kepercayaan masyarakat untuk menyediakan data dan
informasi pribadi guna berbagai kepentingan masyarakat yang lebih besar
tanpa disalahgunakan atau melanggar hak-hak pribadinya.
RUU ini terdiri dari 16 bab dengan 46 pasal diharapkan dapat
menciptakan keseimbangan antara hak-hak individu dan masyarakat yang
diwakili kepentingannya oleh negara. Pengaturan tentang privasi atas data
dan informasi pribadi ini akan memberikan kontribusi yang besar terhadap
terciptanya ketertiban dan kemajuan dalam masyarakat informasi.21 Sampai
saat ini, RUU PDIP ini masih dalam proses pembahasan di pemerintah.
Dalam melindungi privasi di dalam dunia digital diperlukan hukum
perlindungan data pribadi. Hukum perlindungan data pribadi berkembang
sejatinya bersamaan dengan perkembangan teknologi itu sendiri, khususnya
teknologi informasi dan komunikasi. Walaupun Rancangan Undang –
Undang Perlindungan Data dan Informasi Pribadi (RUU PDIP) masih dalam
rancangan tetapi sudah ada peraturan yang melindungi data pribadi dari
Kementrian Kominfo yaitu Permenkominfo Nomor 20 tahun 2016 tentang
Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik (PDPSE). Dalam
implementasinya, aturan‐aturan perlindungan data pribadi yang terkait
dengan penyelenggaraan sistem elektronik, termasuk di dalamnya komunikasi
dan informatika, kemudian dirumuskan dalam sejumlah Permenkominfo,
Permenkominfo yang terkait misalnya Permenkominfo Nomor 20 tahun 2016
tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik (PDPSE), juga
Permenkominfo No. 21/2017 tentang Perubahan Kedua Atas Permenkominfo
Nomor 12 tahun 2016 Tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi.
55
Perlindungan data pribadi menurut Permenkominfo PDPSE meliputi
perlindungan pada proses: perolehan dan pengumpulan; pengolahan dan
penganalisisan; penyimpanan; penampilan, pengumuman, pengiriman,
penyebarluasan, dan/atau pembukaan akses; dan pemusnahan data pribadi.9
Selain cakupan perlindungan data pribadi, yang meliputi semua aspek dan
tahapan pemrosesan data pribadi, dalam Permenkominfo juga diatur hak-hak
dari pemilik data pribadi (rights of subject data), kewajiban pengguna data
pribadi, serta kewajiban dari penyelenggara sistem elektronik dalam semua
tahapan pemrosesan tersebut. Menegaskan kembali mandat PP PSTE, dalam
Permenkominfo ini juga diatur mengenai kewajiban untuk menempatkan
pusat data di dalam wilayah Indonesia (data localizatioan), bagi
penyelenggara sistem elektronik untuk pelayanan publik.
Data center di wilayah Indonesia ini dimaksudkan sebagai fasilitas
yang untuk menempatkan Sistem Elektronik dan komponen terkaitnya untuk
keperluan penempatan, penyimpanan, dan pengolahan data yang disebutkan
pada pasal 3 Permenkominfo Nomor 20 tahun 2016 tentang Perlindungan
Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik (PDPSE):
Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik dilakukan pada proses:
a. perolehan dan pengumpulan;
b. pengolahan dan penganalisisan;
c. penyimpanan;
d. penampilan, pengumuman, pengiriman, penyebarluasan,
dan/atau pembukaan akses; dan
e. pemusnahan.
Jika terjadi sengketa dalam pengelolaan data pribadi atau terjadi
kegagalan dalam perlindungan kerahasiaan data pribadi, Permenkominfo ini
membuka ruang pengaduan kepada menteri (Kominfo),untuk dilakukan
proses penyelesaian secara musyawarah atau alternatif penyelesaian sengketa
lainnya,atau jika kedua mekanisme tersebut tidak berhasil dapat
56
menggunakan mekanisme gugatan perdata di pengadilan yang sebagai mana
disebut dalam pasal 29-33 Permenkominfo PDPSE pasal 29:
(1) Setiap Pemilik Data Pribadi dan Penyelenggara Sistem Elektronik dapat
mengajukan pengaduan kepada menteri atas kegagalan perlindungan
kerahasiaan Data Pribadi.
(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan sebagai
upaya penyelesaian sengketa secara musyawarah atau melalui upaya
penyelesaian alternatif lainnya.
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan
alasan:
a. tidak dilakukannya pemberitahuan secara tertulis atas kegagalan
perlindungan rahasia Data Pribadi oleh Penyelenggara Sistem
Elektronik kepada Pemilik Data Pribadi atau Penyelenggara Sistem
Elektronik lainnya yang terkait dengan Data Pribadi tersebut, baik
yang berpotensi maupun tidak berpotensi menimbulkan kerugian; atau
b. telah terjadinya kerugian bagi Pemilik Data Pribadi atau
Penyelenggara Sistem Elektronik lainnya yang terkait dengan
kegagalan perlindungan rahasia Data Pribadi tersebut, meskipun telah
dilakukan pemberitahuan secara tertulis atas kegagalan perlindungan
rahasia Data Pribadi namun waktu pemberitahuannya yang terlambat.
(4) Menteri dapat berkoordinasi dengan pimpinan Instansi Pengawas dan
Pengatur Sektor untuk menindaklanjuti pengaduan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Dan dalam pasal 30 dijelaskan bahwa menteri mendelegasikan
kewenangan penyelesaian sengketa Data Pribadi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 kepada Direktur Jenderal, Direktur Jenderal dapat membentuk
panel penyelesaian sengketa Data Pribadi. Selanjutnya disebutkan dalam
pasal 31, Pengaduan dan penanganan pengaduan dilakukan berdasarkan tata
cara, sebagai berikut: pengaduan dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari
kerja sejak pengadu mengetahui informasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 ayat (3) huruf a atau huruf b; pengaduan disampaikan secara tertulis
57
memuat: nama dan alamat pengadu; alasan atau dasar pengaduan; permintaan
penyelesaian masalah yang diadukan; dan tempat pengaduan, waktu
penyampaian pengaduan, dan tanda tangan pengadu. pengaduan harus
dilengkapi dengan bukti-bukti pendukung; pejabat/tim penyelesaian sengketa
data pribadi atas kegagalan perlindungan kerahasiaan data pribadi wajib
menanggapi pengaduan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak
pengaduan diterima yang paling sedikit memuat pengaduan lengkap atau
tidak lengkap.
Pengaduan yang tidak lengkap harus dilengkapi oleh pengadu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak pengadu menerima tanggapan
sebagaimana dimaksud pada huruf d dan jika melebihi batas waktu tersebut,
pengaduan dianggap dibatalkan; pejabat/lembaga penyelesaian sengketa Data
Pribadi atas kegagalan perlindungan kerahasiaan Data Pribadi wajib
menangani penyelesaian pengaduan mulai 14 (empat belas) hari kerja sejak
pengaduan diterima lengkap;penyelesaian sengketa atas dasar pengaduan
lengkap tersebut dilakukan secara musyawarah atau melalui upaya
penyelesaian alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
Pejabat/lembaga penyelesaian sengketa data pribadi atas kegagalan
perlindungan kerahasiaan data pribadi yang menangani pengaduan dapat
memberikan rekomendasi kepada Menteri untuk penjatuhan sanksi
administratif kepada Penyelenggara Sistem Elektronik meskipun pengaduan
dapat atau tidak dapat diselesaikan secara musyawarah atau melalui upaya
penyelesaian alternatif lainnya.
Dalam upaya penyelesaian sengketa secara musyawarah atau melalui
upaya penyelesaian alternatif lainnya belum mampu menyelesaikan sengketa
atas kegagalan perlindungan kerahasiaan data pribadi, setiap pemilik data
pribadi dan penyelenggara sistem elektronik dapat mengajukan gugatan atas
terjadinya kegagalan perlindungan rahasia Data Pribadi. Gugatan
sebagaimana yang dimaksud hanya berupa gugatan perdata dan diajukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jika dalam proses
58
penegakan hukum oleh aparat penegak hukum sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berwenang harus melakukan penyitaan,
maka yang dapat disita hanya data pribadi yang terkait kasus hukum tanpa
harus menyita seluruh sistem elektroniknya.
Penyelenggara Sistem Elektronik yang menyediakan, menyimpan,
dan/atau mengelola Data Pribadi yang disita sebagaimana dimaksud dilarang
melakukan tindakan apa pun yang dapat mengakibatkan berubah atau
hilangnya Data Pribadi tersebut dan tetap wajib menjaga keamanan atau
memberikan perlindungan rahasia Data Pribadi dalam Sistem Elektronik yang
dikelolanya.
Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilaksanakan
oleh Menteri dan/atau pimpinan intansi pengawas dan pengatur sektor.
Pengawasan yang dilaksanakan Menteri sebagaimana dimaksud meliputi
pengawasan secara langsung maupun tidak langsung. Menteri berwenang
meminta data dan informasi dari penyelenggara sistem elektronik dalam
rangka perlindungan Data Pribadi. Permintaan data dan informasi
sebagaimana dimaksud dapat dilakukan secara berkala atau sewaktu-waktu
apabila diperlukan. Menteri mendelegasikan kewenangan pengawasan kepada
direktur jenderal.
Setiap Orang yang memperoleh, mengumpulkan, mengolah,
menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan,
dan/atau menyebarluaskan Data Pribadi tanpa hak atau tidak sesuai dengan
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini atau peraturan perundang-undangan
lainnya dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan berupa: peringatan lisan; peringatan tertulis;
penghentian sementara kegiatan; dan/atau pengumuman di situs dalam
jaringan (website online). Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan sanksi
administratif sebagaimana yang dimaksud diatur dengan Peraturan Menteri.
Sanksi administratif diberikan oleh menteri atau pimpinan instansi pengawas
dan pengatur sektor terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Pengenaan sanksi oleh pimpinan instansi pengawas dan pengatur
59
sektor terkait sebagaimana dimaksud pada ayat dilakukan setelah
berkoordinasi dengan Menteri.
Permenkominfo ini memberikan tenggat waktu (transisi) dua tahun
bagi penyelenggara sistem elektronik, untuk melakukan penyesuaian berbagai
kewajiban dalam perlindungan data pribadi. Akan tetapi dalam praktiknya,
setelah dua tahun berlakunya Permenkominfo, mayoritas penyelenggaraan
sistem elektronik di Indonesia belum sepenuhnya melakukan penyesuaikan
dengan seperangkat kewajiban perlindungan data pribadi yang diatur dalam
Permenkominfo tersebut. Lagi‐lagi peraturan yang hanya setingkat peraturan
menteri, dengan ancaman sanksi yang hanya berupa sanksi administrative,
dinilai kurang memiliki daya ikat dan memaksa bagi penyelenggara sistem
elektronik.
Perlindungan atas data dan informasi sesorang menyangkut soal-soal
hak asasi manusia.Persoalan perlindungan terhadap privasi atau hak privasi
muncul karena keprihatinan akan pelanggaran privasi yang dialami oleh
orang dan atau badan hukum. Perlindungan privasi merupakan hak setiap
warga negara, harus dihormati dan diberikan perlindungan. Termasuk
konsepsi Privacy Information (Security) dimana sebuah informasi harus
aman, dalam arti hanya diakses oleh pihak–pihak yang berkepentingan saja
sesuai dengan sifat dan tujuan dari informasi tersebut.10
Pada dasarnya seluruh tubuh seseorang adalah milik dari orang
tersebut juga. Oleh karena itu ia berkuasa penuh atas tubuhnya. Dengan tubuh
itu, identifikasi diri seseorang akan semakin jelas. Tentunya selalu ada
pengecualian tertentu yang ditentukan oleh hukum. Dan dalam hak cipta juga
erat kaitannya dengan privasi, terutama dalam pengambilan potret seseorang
atau mengambil karya fotografi.
UU Hak Cipta menekankan bahwa potret diri seseorang tidak
diperkenankan disebarluaskan apabila untuk kepentingan komersial. Itulah
batasan hukumnya. Bahkan di ruang publik sekalipun juga terdapat hak cipta,
10
Privasi Online dan Keamanan Dat http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
palim0d249692cafull.pdf diakses pada tanggal 03 Oktober 2019.
60
misalnya terkait dengan karya arsitektur; seperti bangunan, gedung, atau
benda lain yang serupa dengannya yang dapat diklasifikasi sebagai karya
arsitektur yang dilindungi oleh undang-undangU.11
Pasal 50 UU Hak Cipta
sudah menentukan bahwa: "Setiap Orang dilarang melakukan Pengumuman,
Pendistribusian, atau Komunikasi Ciptaan yang bertentangan dengan moral,
agama, kesusilaan, ketertiban umum, atau pertahanan dan keamanan Negara"
Hak cipta bisa dibilang unik dan berbeda dari hak kekayaan
intelektual lainnya. Sebab hak cipta mempunyai hak moral yang tidak
dimiliki Hak Kekayaan Intelektual lainnya. Contohnya, hal ini berbeda
dengan hak milik industri yang untuk mendapatkan perlindungan atas hak
eksklusifnya tersebut membutuhkan pendaftaran melalui prosedur yang telah
ditentukan. Hak eksklusif yang diberikan oleh hukum merupakan reward
yang sesuai bagi para inventor mengingat pengorbanan yang harus mereka
lakukan untuk menghasilkan sebuah ciptaan. Dan dalam hak cipta juga erat
kaitannya dengan privasi, terutama dalam pengambilan potret seseorang atau
mengambil karya fotografi.Pasal tersebut menjelaskan bahwa dalam
mengambil foto pun harus yang sesuai dengan moral dan ketertiban umum.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta menyatakan bahwa karya fotografi merupakan semua foto yang
dihasilkan dengan menggunakan kamera. Apabila dalam penjelasan
sebelumnya dinyatakan bahwa potret dapat berupa lukisan, foto atau patung,
maka yang dimaksud potret dalam Undang-Undang Hak Cipta adalah potret
dalam bentuk foto hasil karya fotografi. Jika ada seseorang yang merasa
terganggu di foto atau potret nya tidak mau disebarluaskan dan seorang
pencipta tidak menuruti nya maka akan melanggar hak cipta tersebut. Selain
itu, ada juga batasan etik yang juga penting diperhatikan. Meskipun potret
diri seseorang tersebut untuk kepentingan non komersial dan dilakukan di
11
Memotret di ruang publik: antara privasi, hak cipta, dan etika
https://beritagar.id/artikel/telatah/memotret-di-ruang-publik-antara-privasi-hak-cipta-dan-etika
Diakses tanggal 03 Oktober 2019 Pada Pukul 20:38 BBWI
61
ruang publik, sangat disarankan untuk meminta izin apabila memotret orang;
apalagi jika orang tersebut sangat jelas dapat teridentifikasi.
Apabila foto atau potret milik seseorang yang digunakan oleh orang
lain tanpa seizin pemilik, sehingga membawa manfaat ekonomi bagi orang
lain, dapat diartikan orang tersebut telah merugikan kita sebagai pemegang
hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta, hal ini sesuai dengan Pasal
12 UU Hak Cipta yang berbunyi:
(1) Setiap Orang dilarang melakukan Penggunaan Secara Komersial,
Penggandaan, Pengumuman, Pendistribusian, dan/atau Komunikasi
atas Potret yang dibuatnya guna kepentingan reklame atau
periklanan secara komersial tanpa persetujuan tertulis dari orang
yang dipotret atau ahli warisnya.
(2) Penggunaan Secara Komersial, Penggandaan, Pengumuman,
Pendistribusian, dan/atau Komunikasi Potret sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang memuat Potret 2 (dua) orang atau lebih, wajib
meminta persetujuan dari orang yang ada dalam Potret atau ahli
warisnya.
Bahwa Pasal 12 UUHC yang ada saat ini hanya mengatur soal
larangan penggunaan potret secara komersial (untuk kepentingan periklanan)
tanpa persetujuan tertulis orang yang dipotret atau ahli warisnya. Selain itu,
Pasal 43 huruf e juga mengatur bahwa penyebarluasan konten Hak Cipta
melalui media teknologi informasi dan komunikasi yang tidak bersifat
komersial tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta.
Dalam UUHC, penggunaan potret tanpa izin, selama bukan untuk
tujuan komersil, diperbolehkan tetapi jika foto tersebut digunakan tidak untuk
komersial tetapi untuk melecehan atau mencemarkan nama baik seseorang
akan dijerat dengan Pasal 27 UU ITE yang berbunyi “Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama
baik”. Privasi perlindungan data pribadi di dalam media daring juga
62
dilindungi oleh Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 ITE. Perlindungan
data pribadi dalam sebuah sistem elektronik dalam UU ITE meliputi
perlindungan dari penggunaan tanpa izin, perlindungan oleh penyelenggara
sistem elektronik, dan perlindungan dari akses dan interferensi ilegal. Terkait
perlindungan data pribadi dari penggunaan tanpa izin, Pasal 26 UU ITE
mensyaratkan bahwa penggunaan setiap data pribadi dalam sebuah media
elektronik harus mendapat persetujuan pemilik data bersangkutan.
Setiap orang yang melanggar ketentuan ini dapat digugat atas
kerugian yang ditimbulkan. Pasal 26 UU ITE bahwa Penggunaan setiap
informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang
harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan dan setiap orang
yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan undang-
undang ini
Dalam penjelasannya, Pasal 26 UU ITE menyatakan bahwa data
pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi seseorang. Sedangkan,
definisi data pribadi dapat dilihat dalam Pasal 1 PP PSTE12
yaitu data
perorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta
dilindungi kerahasiaan. foto yang diambil melalui kamera handphone dapat
dikatakan sebagai informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik apabila
masih berbentuk elektronik (jika belum dicetak) sebagaimana yang terdapat
dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik Pasal 1 angka 4 UU ITE yaitu “Dokumen Elektronik adalah setiap
Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau
sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui
Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan,
12
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan
Transaksi Elektronik
63
suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka,
Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat
dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.”.
Jika merujuk pada pasal 25 UUITE dinyatakan bahwa: “Informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik yang disusun menjadi karya
intelektual, situs internet dan karya intelektual yang ada didalamnya
dilindungi sebagai hak kekayaan intelektual berdasarkan ketentuan
perundang- undangan”. Mengacu pada ketentuan Pasal 26 ayat (1) UU ITE,
“setiap pemindahtanganan data pribadi seseorang harus terlebih dahulu
mendapatkan ijin dari pemilik data (larangan pemindahtanganan data pribadi
secara sewenang‐wenang)”.
Jadi pada dasarnya UU ITE telah menjamin bahwa berbagai informasi
eketronik atau konten elektronik yang berada di situs internet diakui sebagai
karya intelektual khususnya “karya cipta” yang dilindungi oleh”hak cipta”,
sesuai ketentuan yang berlaku. Jika ditelusuri ada suatu kasus yang dialami
oleh Aryono, seorang fotografer yang salah satu foto karyanya, dengan obyek
sineas Tino Saroengallo, dipakai oleh beberapa media online di Indonesia
tanpa seizinnya. Adapun delapan media yang memuat fotonya tanpa izin,
yakni Grid.id, Trlbunnews.com, Detik com, Metronews com, MataMata.com.
Poliklitik, Kapanlagi.com, dan Merdeka.com. foto tersebut itu akan dibuat
untuk cover buku tentang Tino Saroengallo yang akan diterbitkan tepat pada
100 hari kematian almarhum.
Dalam potretnya, Tino tersenyum lebar dan tampak bahagia.
Mengenakan jaket merah serta kacamata, ia tak memandang ke arah kamera
sehingga menghasilkan sebuah potret candid. Bagi Aryono, potret itu
mengadung sisi personal dan emosional bagi dirinya. Aryono
mengungkapkan foto tersebut akan digunakan di buku Tino, yang rencananya
akan dirilis pada Peringatan 100 Hari Tino Saroengallo.Foto itu sendiri sudah
diunggah di akun instagram milik Aryono yang terkunci. Hanya orang-orang
64
yang mengikutinya yang bisa melihat. Namun "pengaman" itu bukan
halangan bagi orang-orang yang ingin mengambil foto Aryono.
Disini terdapat pelanggaran hak moral dan hak ekonomi serta privasi.
Hak moral si Pencipta dilanggar karena fotonya telah diambilnya tanpa izin
Aryono sudah mencoba melindungi foto itu dengan mencantumkan
watermark tetapi beberapa media online masih merenggut hak moralnya.
sebagaimana termuat dalam Pasal 4 Undang-Undang Hak Cipta. Hak moral
merupakan hak yang bersifat asasi dan abadi, maksudnya adalah apabila
pemilikan atas hak cipta tersebut dipindahkan kepada pihak lain, maka hak
moral tetap tidak terpisahkan dari penciptanya.
Karena hak moral tidak dapat dialihkan selama pencipta masih hidup,
kecuali dengan adanya wasiat atau sebab lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan setelah pencipta. Pasal 5 ayat (1) UUHC, menyatakan
Hak moral memberikan hak kepada pencipta untuk:
a. Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan
sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum
b. Menggunakan nama aliasnya atau samarannya
c. Mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat
d. Mengubah judul dan anak judul ciptaan
e. Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi
ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan
diri atau reputasinya.
Dalam konfigurasi hukum, hak moral mencakup dua hal besar yaitu
hak paternity atau right of paternity dan right of integrity.13
Hak untuk
mencantumkan atau menyebutkan nama pencipta dalam ciptaannya dan hak
untuk menggunakan nama samaran dalam ciptaannya sebagaimana terdapat
13
Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2011), h.
105
65
dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b merupakan right of paternity. Sedangkan
right of integrity merupakan segala bentuk sikap dan perlakuan yang terkait
dengan integritas atau martabat pencipta, seperti yang termuat dalam Pasal 5
ayat (1) huruf e. Didalam Article 6bis Konvensi Bern menyatakan 3 substansi
hak moral yang meliputi:
a. The right to claim authorsip; yaitu hak untuk mendapatkan pengakuan
sebagai pencipta. Hal itu dilakukan antara lain dengan menyebutkan
atau mencantumkan nama pencipta dalam ciptaannya.
b. The right to object to any distortion, mutilation, or other modification of
the work; yaitu hak pencipta untuk menolak tindakan yang dapat
mendistorsi, memotong atau menghilangkan sebagaian dari ciptaan
ataupun memodifikasi ciptaan secara sedemikian rupa sehingga
merusak atau merugikan reputasi dan kehormatan pencipta.
c. The right to object other derogatory action in relation to the said work ;
yaitu hak pencipta untuk menolak segala bentuk tindakan atau
perlakuan yang dapat mengganggu atau merendahkan kehormatan dan
reputasi pencipta.
Berdasarkan penjelasan tersebut bentuk-bentuk hak moral baik yang
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,
ataupun menurut konfigurasi hukum, serta ketentuan dalam Konvensi Bern,
maka pada dasarnya terdapat satu point yang sama dari penjelasan masing-
masing ketentuan tersebut, yaitu adalah hak moral mempertahankan hak
pencipta agar tidak terjadi perbuatan yang merugikan kehormatan atau
reputasi dan berlaku seumur hidup.
Selanjutnya ada hak lain yang dilanggar yaitu hak ekonomi, Fungsi
adanya hak ekonomi dalam hak cipta adalah memberikan keuntungan bagi
pencipta atau pemegang hak cipta atas karya yang mereka buat agar
menghasilkan keuntungan. dalam kasus Aryono beberapa Media Online
menggunakan foto karya Aryono untuk kepentingan komersil itu
66
menimbulkan hak ekonomi Aryono dilanggar. Menurut Undang-undang No
28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Hak ekonomi adalah :
Pasal 8 :
Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta
untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan.
Pasal 9 :
(1) Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
memiliki hak ekonomi untuk melakukan:
a. penerbitan Ciptaan;
b. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
c. penerjemahan Ciptaan;
d. pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
e. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
f. pertunjukan Ciptaan;
g. Pengumuman Ciptaan;
h. Komunikasi Ciptaan; dan
i. penyewaan Ciptaan.
(2) Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak
Cipta.
(3) Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang
melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial
Ciptaan.
Terkait jangka waktu, hak ekonomi perlindungannya dibatasi dalam
waktu tertentu, berdasarkan pasal 59 Ayat (1) karya fotografi berlaku selama
50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman berdasarkan
Pasal 8 dan 9 Undang-Undang Hak Cipta tersebut sudah jelas bahwa
penggunaan karya fotografi melekat dengan hak ekonomi pencipta maka dari
itu penggunaan untuk mengambil manfaat ekonomi harus dengan izin dan
jika tidak izin akan melanggar ketentuan hak cipta. Disebutkan dalam pasal
15 UUHC, tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila disebutkan
67
sumbernya yang hanya digunakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, serta penulisan kritik serta
tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan wajar pencipta.
Perbanyakan ciptaan selain program komputer secara terbatas, pembuatan
salinan cadangan program komputer demi kepentingan sendiri serta
perubahan yang didasarkan pada pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya
arsitektur juga diperbolehkan dalam undang-undang. Tujuan penggunaan
karya cipta tersebut dibenarkan dengan syarat harus disebutkan sumbernya.
Karya cipta yang digunakan untuk kepentingan pembelaan di dalam atau
luar pengadilan, perbanyakan guna keperluan tunanetra serta kepentingan
perpustakaan atau pusat dokumentasi bersifat non komersial, pertunjukan
atau pementasan non komersil juga dibenarkan oleh undang-undang sebagai
pembatasan. Unsur terpenting yang disyaratkan undang-undang pada Pasal 15
adalah pencantuman sumber pada penggunaan karya cipta bersifat non
komersil atau semata-mata untuk kepentingan pribadi serta penggunaan karya
cipta tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta.
Makna dari kepentingan yang wajar dari pencipta menurut penjelasan
Undang-Undang Hak Cipta adalah suatu kepentingan yang didasarkan pada
keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan.
Menurut Brian A. Prasetyo, direktur Lembaga Kajian Hukum Teknologi
Universitas Indonesia, meskiun perbanyakan tidak dilakukan untuk mencari
keuntungan tetpai jika merugikan kepentingan ekonomi wajar pencipta maka
dapat dianggap melanggar hak cipta.
Tidak hanya penghargaan atas hak moral pencipta sebagai syarat
pembatasan tetapi undang-undang juga mengatur perlindungan akan hak
ekonomi pencipta ataupun pemegang hak cipta. Namun demikian, ukuran
kepentingan yang wajar ini tidak mudah untuk dipahami dan dimengerti
masyarakat. Telah dijabarkan bahwa seorang pencipta atau pemegang hak
cipta dapat tetap merasakan keseimbangan dalam menikmati manfaat
ekonomi ciptaanya. Sulit untuk dapat dipraktekkan karena belum adanya
68
standar ukuran keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi. Pengadilan
tentunya yang akan mengambil peranan penting dalam suatu perkara dan
memberikan keseragaman paham mengenai standar ukuran keseimbangan
manfaat ekonomi tersebut.
UU Hak Cipta telah memberikan berbagai pengaturan sebagai bentuk
pelindungan terhadap hak ekonomi yang dimiliki oleh pemilik hak terkait.
Pengaturan yang komprehensif ini bertujuan untuk menjadikan UU Hak Cipta
sebagai hukum yang progresif yang mengantarkan kepada kehidupan yang
adil, sejahtera, dan bahagia bagi pemilik hak terkait melalui pemenuhan hak
ekonomi pemilik hak terkait. Pelindungan secara regulasi ini harus diikuti
dengan penegakan hukum secara konsisten oleh aparat penegak hukum sesuai
dengan ketentuan dalam UU Hak Cipta demi kepentingan pencipta,
pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait.
69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab-bab, diatas maka peneliti menarik beberapa
kesimpulan kesimpulkan yakni sebagai berikut:
1. Penyebab media daring masih melanggar hak cipta fotografi yaitu banyak
media daring yang masih menyepelekan hak cipta dan tidak memiliki
modal yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya, akhirnya banyak
media yang mengambil jalan pintas seperti mempublikasikan konten tanpa
izin, mengedit dan memodifikasi konten, tidak melakukan pengecekan
legalitas penggunaan karya dari sumber penerbitan.
2. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
menjelaskan bahwa pencipta mempunyai hak eksklusif yaitu hak moral
dan hak ekonomi. Pada pasal 5 mengatur bahwa hak moral melekat kepada
pencipta untuk mempertahankan hak pencipta yang berlaku seumur hidup.
Pada pasal 9 mengatur bahwa, pencipta memiliki hak ekonomi yaitu setiap
orang wajib mendapatkan izin pencipta untuk melakukan penggunaan
komersial perlindungan ini berlaku selama 50 tahun.
B. Rekomendasi
1. Untuk media daring tetaplah junjung prosedur pengambilan foto yang benar
sesuai dengan etika jurnalistik. Dewan Pers perlu menyusun dan
memberlakukan secara ketat standart operating procedure (SOP) dalam
pemuatan foto yang bersumber dari pihak lain.
2. Perlu diadakan pemberitahuan secara masif dari Ditjen HKI terkait hak cipta
karya fotografi kepada masyarakat dan media online, karena masalah hak
cipta sangat rentan terjadi pelanggaran di masyarakat. Para pelaku ataupun
70
media online yang ingin menggunakan karya fotografi seseorang hendaknya
meminta izin dari pencipta ataupun ahli waris dari pencipta karya fotografi
dan jika karya tersebut digunakan untuk komersial, hak ekonomi dan hak
moral nya harus dibicarakan terdahulu dengan pencipta karya fotografi
sehingga nantinya dapat meminimalisir permasalahan yang berkemungkinan
akan timbul dikemudian hari.
71
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdul Wahid dan Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara (Cyber Crime),
Bandung: PT Refika Aditama, 2010.
Ahmadi, Fahmi Muhammad dan Jaenal Arifin. Metode Penelitian Hukum.
Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatuah Jakarta), 2010.
Atsar, Abdul. Mengenal Lebih Dekat Hukum Hak Kekayaan Intelektual.
Yogyakarta: Deepublish, 2018.
Aw, Suranto, Komunikasi Sosial Budaya. Yogyakarta: Graha Ilmu 2010
Damian, Eddy. Hukum Hak Cipta. Bandung: Alumni, 2009.
Departemen Kehakiman R.I Direktorat Jendral Hak Cipta, Paten dan Merek Buku
Panduan di Bidang Hak Cipta, (Jakarta: Pengayoman, Maret 1993.
Fuady, Munir. Arbitrase Nasional Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis.
Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2000.
Ghazali, Achmad. Rencana Pengembangan FOTOGRAFI nasional 2015-2019.
Jakarta: PT. Republik Solusi, 2015
Harjowidigdo, Rooseno. Mengenal Hak Cipta Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1997.
Isnaini, Yusran. Hak Cipta dan Tantangannya DI Era Cyber Space. Bogor:
Ghalia Indonesia, 2009.
Kovach, Bill, Tom Rosenstiel., The Element of Journalism. ed., Stanley,
Penerjemah; Yusi A. Pareanom, Jakarta: Institut Studi Arus Informasi.
2004.
Lutviansori, Arif. Hak Cipta dan Perlindungan Foklor Di Indonesia. Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2010
Made, I Widnyana. “Alternatif Penyelesaian Sengketa & Arbitrase” PT. Fikahati
Aneska, 2014
M Ramli, Ahmad. Cyber Law dan HAKI, Dalam Sistem Hukum Indonesia.
Refika Aditama, Bandung, 2004
Nurul Liza Anjani dan Etty Susolawati, Perlindungan Karya Seni Fotografi
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002.
Oetomo, Budi Sutedjo Dharma, dkk. Pengantar Teknologi Informasi Internet.
Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.
72
Purba, Afrillyana. Gazalba Saleh dan Andriana Krisnawati, TRIPs-WTO dan
Hukum HKI Indonesia, Jakarta, PT Rineka Cipta, 2006
Purwaningsih, Endang. 2005. Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights.
Bogor : Ghalia Indonesia.
Sjahputra, Iman. Menggali Keadilan Hukum, Bandung : P.T. Alumni, 2009.
Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. , Hukum Perdata : Hukum Benda
,(Yogyakarta: Liberty. 1981)
Sopyan ,Yayan. Pengantar Metode Penelitian, Ciputat: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Subroto, Muhammad Ahkam, Eksplorasi Konsep Kekayaan Intelektual Untuk
Penumbuhan Inovasi. Jakarta: LIPI Press, 2005.
Soelistyo, Henry. Hak Cipta Tanpa Hak Moral. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2011.
Sunggono, Bambang. Metode Penelitian Hukum Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1997.
Utomo, Tomi Suryo. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global : Sebuah
Kajian Kontemporer. 2010.
Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum dalam Praktek, Cet. IV, Jakarta: Sinar
Grafika, 2005.
Undang-Undang
Undang-Undang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2016 Tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik
Jurnal
Fadli, Andi Muh. “Penerapan Kode Etik Dewan Pers Di Media Siber” (Studi
Kasus Media Online Kabar Makassar)”, Vol. IV, (2018).
Muryati, dkk. Pengaturan dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Nonlitigasi di
Bidang Perdagangan. Jurnal Dinamika Sosbud 3, No. 1, 2011
Mirwansyah, Analisis Hukum Terhadap Tindak Pindana Hak Cipta, FH UNILA.
73
Nina Andriana, MEDIA SIBER SEBAGAI ALTERNATIF JEMBATAN KOMUNIKASI
ANTARA RAKYAT DAN PEMIMPINNYA, Peneliti Pusat Penelitian Politik,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta, 2013.
Soedjono, Soeprapto, Tinjauan Yuridis Perbanyakan Potret Tanpa Seizin Pihak
yang Dipotret, Universitas Trisakti, Jakarta, 2007.
Website
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5cd500ea71f99/mekanisme-
penyelesaian-sengketa-kekayaan-intelektual diakses pada tanggal 29 Oktober
2019 pada pukul 20.30
https://www.soocaphoto.com/ccommercial-photography-jenis-dari-fotografi-
komersial/ pada tanggal 28 Juli pukul 11.08.
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt58d1ab9b36fbe/pembubuhan
-iwatermark-i-dalam-karya-fotografi-sebagai-identitas-pencipta diakses pada
tanggal 29 Juli pukul 12.05.
https://www.merriam-webster.com/dictionary/photography, diakses pada hari
Selasa 29 Oktober 2019 pukul 4.24 WIB.
https://dewanpers.or.id/assets/documents/peraturan/1907030645_2008_Peraturan_
DP_NO_06_TTG_PENGESAHAN_SURAT_KEPUTUSAN_DEWAN_PERS_N
OMOR_03SK-
DPIII2006_TENTANG_KODE_ETIK_JURNALISTIK_SEBAGAI_PERATURA
N_DEWAN_PER.pdf diakses pada hari Selasa 27 November 2019 pukul 21.37
WIB.
http://lensafotografi.com/ragam-jenis-fotografi-yang-perlu-diketahui-oleh-
pemula/ diakses pada tanggal 29 Oktober 5.20 2019
https://www.kompasiana.com/mattbento/5b6c66bb5e13735e821ce682/belajar-
dari-kasus-pemakaian-foto-tanpa-ijin-karya-pencipta-lagu-burung-camar?page=all
diakses pada 29 Oktober 2019 pada pukul 22:16
https://jagad.id/hal-yang-dapat-membuat-kasus-pelanggaran-hak-cipta-di-internet-
peraturan-di-internet/ diakses pada 29 Oktober 2019 pada pukul 23:11
74
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-palim0d249692cafull.pdf diakses
pada tanggal 03 Oktober 2019
https://beritagar.id/artikel/telatah/memotret-di-ruang-publik-antara-privasi-hak-
cipta-dan-etika Diakses tanggal 03 Oktober 2019 Pada Pukul 20:38
75
bmbm
76
77