pelabelan
DESCRIPTION
panganTRANSCRIPT
TEKNOLOGI PENGEMASAN, DESAIN DAN PELABELAN KEMASAN PRODUK MAKANAN
I. PENDAHULUAN
I. 1. Pengertian Kemasan dan Permasalahannya
Pengemasan adalah suatu proses pembungkusan, pewadahan atau pengepakan suatu
produk dengan menggunakan bahan tertentu sehingga produk yang ada di dalamnya bisa
tertampung dan terlindungi. Sedangkan kemasan produk adalah bagian pembungkus dari suatu
produk yang ada di dalamnya. Pengemasan ini merupakan salah satu cara untuk mengawetkan
atau memperpanjang umur dari produk-produk pangan atau makanan yang terdapat didalamnya.
Teknologi Pengemasan terus berkembang dari waktu ke waktu dari mulai proses
pengemasan yang sederhana atau tradisional dengan menggunakan bahan-bahan alami seperti
dedaunan atau anyaman bambu sampai teknologi modern seperti saat ini. Dalam teknologi
pengemasan modern misalnya jaman dulu orang membuat tempe di bungkus dengan daun pisang
atau daun jati, membungkus gula aren dengan daun kelapa atau daun pisang kering. Teknologi
pengemasan yang semakin maju dan modern telah hampir meniadakan penggunaan bahan
pengemas tradisional. diantara contoh-contoh pengemasan modern diantaranya menggunakan
bahan plastik, kaleng/logam, kertas komposit, dan lain sebagainya.
Pengemasan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan mutlak diperlukan
dalam persaingan dunia usaha seperti saat ini. Saat ini kemasan merupakan faktor yang sangat
penting karena fungsin dan kegunaanya dalam meningkatkan mutu produk dan daya jual dari
produk.
Kemasan produk dan labelnya selain berfungsi sebagai pengaman produk yang terdapat di
dalamnya juga berfungsi sebagai media promosi dan informasi dari produk yang bersangkutan.
Kemasan produk yang baik dan menarik akan memberikan nilai tersendiri sebagai daya tarik bagi
konsumen. Namun demikian, sampai saat ini kemasan produk masih merupakan masalah bagi
para pengelola usaha, khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
Permasalahan tentang kemasan produk dan labelnya kadang-kadang menjadi kendala bagi
perkembangan atau kemajuan suatu usaha. Banyak persoalan yang muncul ketika suatu usaha
ingin memiliki suatau kemasan produk yang baik, berkualitas dan memenuhi standar nasional
yang ada. Persoalan-persoalan yang sering dihadapi seperti bahan pengemas, desain bentuk
kemasan, desain label, sampai pada persoalan yang paling utama yaitu biaya pembuatan kemasan
itu sendiri.
Bagi para pengelola UMKM dengan segala keterbatasan modal usaha sebaiknya
permasalahan tentang kemasan bisa ditangani dengan kreativitasnya. Kemasan yang baik dan
menarik tidak selalu identik dengan harga kemasan yang mahal. Dengan bahan pengemas yang
biasa-biasa saja, asalkan dirancang sedemikian rupa baik bentuk maupun desain labelnya pastilah
akan tercipta sebuah kemasan yang tidak kalah bersaing dengan kemasan-kemasan modern.
I. 2. Fungsi dan Kegunaan Kemasan
Kemasan merupakan faktor penting dalam sebuah usaha pengolahan makanan karena
fungsi dan kegunaan dari kemasan itu sendiri. Secara umum fungsi kemasan adalah sebagai bahan
pelindung atau pengaman produk dari pengaruh-pengaruh luar yang dapat mempercepat
terjadinya kerusakan pada makanan yang terdapat di dalamnya. Namun demikian selain itu
kemasan masih memiliki fungsi-fungsi atau kegunaan lain yang tidak kalah pentingnya seperti
mempermudah distribusi atau pengontrolan produk dan bahkan saat ini ada fungsi yang sangat
penting yaitu kemasan sebagai media atau sarana informasi dan promosi dari produk yang
ditawarkan yang ada di dalam kemasan.
Secara lebih terperinci berikut ini adalah sekilas penjelasan singkat tentang fungsi dan
peranan kemasan dalam usaha pengolahan makanan :
1. Sebagai wadah, perantara produk selama pendistribusian dari produsen ke konsumen.
2. Sebagai Pelindung, kemasan di harapkan dapat melindungi produk yang ada di dalamnya dari
berbagai faktor penyebab kerusakan baik yang disebabkan oleh faktor biologi, kimia maupun
fisika.
3. Memudahkan pengiriman dan pendistribusian, dengan pengemasan yang baik suatu produk
akan lebih mudah didistribusikan.
4. Memudahkan penyimpanan, Suatu produk yang telah dikemas dengan baik akan lebih mudah
untuk di simpan.
5. Memudahkan penghitungan, dengan pengemasan jumlah atau kuantitas produk lebih mudah di
hitung.
6. Sarana informasi dan promosi
7. dan lain sebagainya.
Untuk fungsi nomor 6 merupakan fungsi tambahan, namun demikian saat ini justru fungsi
kemasan sebagai media informasi dan promosi ini menjadi sangat penting. Melalui kemasan yang
telah di beri label dapat disampaikan informasi-informasi mengenai produk yang terdapat di
dalamnya seperti komposisi produk, kandungan gizi, khasiat atau manfaat produk dan lain
sebagainya. serta dengan perancangan kemasan yang baik dan menarik, dengan bentuk kemasan
yang unik, disertai dengan gambar-gambar yang menarik hal ini akan dapat meningkatkan nilai
jual dari produk yang ada di dalamnya. Kemasan yang menarik dapat menarik perhatian dan
menimbulkan rasa penasaran bagi konsumen untuk membeli produk tersebut. sehingga dengan
demikian kemasan yang unik dan menarik akan dapat mendongkrak pasar produk tersebut.
I. 3. Penggolongan Kemasan
Kemasan dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal atau beberapa cara yaitu sebagai
berikut :
1. Klasifikasi kemasan berdasarkan frekwensi pemakaian :
a. Kemasan sekali pakai (disposable) , yaitu kemasan yang langsung dibuang setelah dipakai,
seperti kemasan produk instant, permen, dll.
b. Kemasan yang dapat dipakai berulangkali (multitrip) dan biasanya dikembalikan ke produsen,
contoh : botol minuman, botol kecap, botol sirup.
c. Kemasan atau wadah yang tidak dibuang atau oleh konsumen (semi disposable), tapi digunakan
untuk kepentingan lain oleh konsumen, misalnya botol untuk tempatair minum dirumah,
kaleng susu untuk tempat gula, kaleng biskuit untuk tempat kerupuk, wadah jam untuk merica
dan lain-lain.
2. Klasifikasi kemasan berdasarkan struktur sistem kemas (kontak produk dengan kemasan) :
a. Kemasan primer, yaitu kemasan yang langsung bersentuhan dengan produk yang di
bungkusnya.
b. Kemasan sekunder, yang tidak bersentuhan langsung dengan produknya akan tetapi
membungkus produk yang telah dikemas dengan kemasan primer
c. Kemasar tersier dan kuartener yaitu kemasan untuk mengemas setelah kemasan primer atau
sekunder.
3. Klasifikasi kemasan berdasarkan sifat kekauan bahan kemasan :
a. Kemasan fleksibel yaitu bahan kemasan yang mudah dilenturkan tanpa adanya retak atau patah.
Misalnya plastik, kertas dan foil.
b. Kemasan kaku yaitu bahan kemas yang bersifat keras, kaku, tidak tahan lenturan, patah bila
dibengkokkan relatif lebih tebal dari kemasan fleksibel. Misalnya kayu, gelas dan logam.
c. Kemasan semi kaku/semi fleksibel yaitu bahan kemas yan memiliki sifat-sifat antara kemasan
fleksibel dan kemasan kaku. Misalnya botol plastik (susu, kecap, saus), dan wadah bahan yang
berbentuk pasta.
4. Klasifikasi kemasan berdasarkan sifat perlindungan terhadap lingkungan :
a. Kemasan hermetis (tahan uap dan gas) yaitu kemasan yang secara sempurna tidak dapat
dilalui oleh gas, udara atau uap air sehingga selama masih hermetis wadah ini tidak dapat
dilalui oleh bakteri, kapang, ragi dan debu. Misalnya kaleng, botol gelas yang ditutup secara
hermetis.
b. Kemasan tahan cahaya yaitu wadah yang tidak bersifat transparan, misalnya kemasan
logam, kertas dan foil. Kemasan ini cocok untuk bahan pangan yang mengandung lemak
dan vitamin yang tinggi, serta makanan hasil fermentasi.
c. Kemasan tahan suhu tinggi, yaitu kemasan untuk bahan yang memerlukan proses
pemanasan, pasteurisasi dan sterilisasi. Umumnya terbuat dari logam dan gelas.
5. Klasifikasi kemasan berdasarkan tingkat kesiapan pakai (perakitan) :
a. Wadah siap pakai yaitu bahan kemasan yang siap untuk diisi dengan bentuk yang telah
sempurna. Contoh : botol, wadah kaleng dan sebagainya.
b. Wadah siap dirakit / wadah lipatan yaitu kemasan yang masih memerlukan tahap perakitan
sebelum diisi. Misalnya kaleng dalam bentuk lembaran (flat) dan silinder fleksibel, wadah
yang terbuat dari kertas, foil atau plastik.
I.4. Jenis-jenis bahan Kemasan
Bahan atau material kemasan ada bermacam macam jenis dan masing-masing jenis bahan
pengemas memiliki sifat, keuntungan dan kelemahan yang berbeda-beda. Tidak bisa dipungkiri
bahwa dengan berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan teknologi semakin berkembang pula ilmu
pengetahuan dalam bidang pengemasan khususnya material atau bahan kemasan. Bahan-bahan
pengemas yang ada saat ini dimulai dari yang sederhana sampai bahan-bahan canggih yang
dihasilkan dengan teknologi yang canggih pula. Semakin baik kualitas atau semakin canggih
bahan kemasan tentu akan berbanding lurus dengan harga atau biaya yang dibutuhkan untuk
mendapatkan atau menggunakannya.
Bahan-bahan kemasan yang ada saat ini diantaranya adalah kertas, plastik, gelas, kaleng/logam
dan kemasan komposit yang merupakan perpaduan dari dua atau lebih bahan pengemas.
DESAIN KEMASAN
Kemasan agar menarik harus dirancang dan dibuat sebaik mungkin, dalam merancang
atau merencanakan pembuatan suatu kemasan sebaiknya kita memperhatikan hal-hal seperti
berikut ini :
1. Kesesuaian antara produk dengan bahan pengemasnya
Maksudnya adalah dalam menentukan bahan pengemas kita harus mempertimbangkan
produk yang kita miliki. Jika produk kita berbentuk cairan seperti jus atau sirup, kita bisa
memilih bahan pengemas seperti botol atau gelas plastik. Jika produk kita berupa makanan
kering seperti keripik, kerupuk, atau yang lainnya kita bisa menggunakan plastik transparan
dan lain sebagainya. Plastik dapat digunakan sebagai kemasan primer sekaligus dengan
labelnya, juga bisa dimasukkan kedalam kemasan lain seperti dus kertas sebagai kemasan
sekunder.
2. Ukuran Kemasan dan ketebalan bahan kemasan
Ukuran kemasan berkaitan dengan banyak sedikitnya isi yang diinginkan, sedangkan
ketebalan berkaitan dengan keawetan dari produk yang ada didalamnya. Jika produknya
sangat ringan seperti kerupuk sebaiknya kemasan di buat dalam ukuran relatif besar.
3. Bentuk kemasan
Agar kemasan menarik bentuk pengemas bisa dirancang dalam bentuk yang unik
tergantung dari kreativitas perancangnya. Misalnya kemasan dus kertas bisa di buat seperti
tabung, kubus, balok, trapesium atau bentuk-bentuk lainnya.
PELABELAN
Label makanan adalah informasi identitas/ “jati diri” dari produk yang menjadi hak milik
perusahaan sebagai alat komunikasi tertulis pihak produsen dengan pihak konsumen dalam
melakukan pelayanan jaminan persyaratan mutu produk dan kesehatan.
Label bisa menyatu dengan kemasan, bisa juga terpisah dari kemasan. Untuk produk-
produk dari negara tertentu seperti Amerika Serikat dan Jepang, maka ada simbol-simbol yang
bisa dimunculkan di dalam label misalnya ada symbol “JAS” dalam kemasan produk makanan
sebagai tanda jaminan “ rasa aman” dan “kepuasan mutu”. Simbol ini bisa dicantumkan di dalam
label melalui tahap pemeriksaan yang ketat dari Departemen pemerintahan yang terkait terutama
pada bidang sanitasi pabrik dan keamanan bahan pangan. Masyarakat Jepang hampir seluruhnya
dari berbagai lapisan masyarakat sangat kritis pada produk pangan yang beredar sehingga mereka
sangat mempercayai keamanan dan jaminan mutu dengan hanya membaca simbol semacam
“JAS”, maka mereka baru berani membeli produk dimaksud.
Banyak rambu-rambu yang mengatur dalam pelabelan makanan beserta sanksinya. Oleh
karena itu diharapkan bahwa pelabelan dapat menjadi perangkat efektif pengendali mutu dan
sekaligus dapat mempertinggi “alarm” keamanan pangan. Dengan adanya pelabelan konsumen
mempunyai sarana untuk memberi penilaian sekaligus menjatuhkan sanksi bagi produk-produk
yang tidak memenuhi syarat. Setidaknya konsumen bisa waspada untuk tidak lagi membeli
produk dengan label yang sama setelah dikecewakan. Konsumen dapat meminta
pertanggungjawaban produsen, karena tahu kepada siapa mereka harus meminta tanggung jawab.
Mereka akan menjadi pelanggan lestari apabila sudah percaya terhadap mutu produk dengan label
yang telah dipercayainya. Dengan demikian produsen memperoleh “hadiah” atas mutu yang
mereka berikan kepada konsumennya. Konsumen akan merasa lebih aman membeli produk-
produk “bonafit” di mata mereka dimana informasi ini mereka dapatkan dari label produk
umumnya. Dengan pelabelan, baik produsen maupun konsumen dilatih untuk masuk dalam
sistem yang secara langsung atau tidak langsung akan melibatkan adanya pengendalian mutu
sekaligus penjagaan terhadap keamanan pangan. Persoalannya adalah bagaimana menggugah
kedua belah pihak konsumen dan produsen berperan aktif dalam sistem ini. Tanpa peran aktif
keduanya tidak akan bermakna apa-apa. Pada masyarakat kita, masih masih tumbuh subur budaya
“malas baca” sehingga jarang kita lihat konsumen dari masayarakat kebanyakan menaruh
perhatian pada label-label dari produk yang dibeli. Pada label mengandung informasi tentang :
Logo perusahaan. Nama Produk misalnya “ wajit “, daftar nama bahan yang digunakan dalam
produk secara terbuka dicantumkan kecuali istilah khusus yang digunakan untuk bahan pangan
tertentu yang unik diberi penjelasan dimana konsumen umum dapat mengerti. Komposisi jumlah
bahan yang menjadi rahasia perusahaan bisa tidak dicantumkan.
Nilai Gizi , Jumlah “neto” berat benda yang ada di dalam kemasan, No daftar di Departemen
terkait, misalnya no. sertifikat halal, Tanggal daluarsa, Petunjuk penggunaan, Cara penyimpanan,
Alamat layanan konsumen dan alamat perusahaan dicantumkan dengan jelas dan benar
Label adalah suatu tanda baik berupa tulisan, gambar atau bentuk pernyataan lain yang
disertakan pada wadah atau pembungkus sebagai yang memuat informasi tentang produk yang
ada di dalamnya sebagai keterangan/ penjelasan dari produk yang dikemas.
Label kemasan bisa dirancang atau didesain baik secara manual menggunakan alat lukis atau
yang lainnya maupun menggunakan software komputer. Desain yang dibuat secara manual
mungkin akan mengalami sedikit kesulitan ketika mau digunakan atau diaplikasikan sedangkan
dengan menggunakan komputer tentunya akan lebih mudah.
Dewasa ini keberadaan software – software komputer sangat membantu para desainer
untuk merancang desain label yang baik, menarik, dan artistik sehingga dapat meningkatkan daya
tarik produk terhadap konsumen. Suatu produk yang sama jika dikemas dalam kemasan dengan
desain label berbeda sangat dimungkinkan daya jualnya juga berbeda.
Merancang atau mendesain label kemasan sangatlah tergantung pada kreativitas para
desainernya, baik ukuran, bentuk, maupun corak warnanya. Namun demikian ada hal-hal yang
harus diperhatikan dalam membuat label kemasan yaitu :
1. Label tidak boleh menyesatkan
Apa saja yang tercantum dalam sebuah label baik berupa kata-kata, kalimat, nama,
lambang, logo, gambar dan lain sebagainya harus sesuai dengan produk yang ada di
dalamnya.
2. Memuat informasi yang diperlukan
Label sebaiknya cukup besar (relatif terhadap kemasannya), sehingga dapat memuat
informasi atau keterangan tentang produknya.
3. Hal-hal yang seharusnya ada atau tercantum dalam label produk makanan adalah sebagai
berikut :
a) Nama produk
Nama Produk adalah nama dari makanan atau produk pangan yang terdapat di dalam
kemasan misalnya dodol nanas, keripik pisang, keripik singkong dan lain sebagainya.
b) Cap / Trade mark bila ada suatu usaha sebaiknya memiliki cap atau trade mark atau
merek dagang. Cap berbeda dengan nama produk dan bisa tidak berhubungan dengan
produk yang ada di dalamnya misalnya dodol nanas cap “Panda”, Kecap Ikan cap
“Wallet”, dsb.
c) Komposisi / daftar bahan yang digunakan
Komposisi atau daftar bahan merupakan keterangan yang menggambarkan tentang
semua bahan yang digunakan dalam pembuatan produk makanan tersebut. Cara
penulisan komposisi bahan penyusun dimulai dari bahan mayor atau bahan utama atau
bahan yang paling banyak digunakan sampai yang terkecil.
d) Netto atau volume bersih
Netto atau berat bersih dan volume bersih menggambarkan bobot atau volume produk
yang sesungguhnya. Apabila bobot produk berarti bobot produk yang sesungguhnya
tanpa bobot bahan pengemas.
e) Nama pihak produksi,
Nama pihak produksi adalah nama perusahaan yang membuat atau mengolah produk
makanan tersebut.
f) Distributor atau pihak yang mengedarkan bila ada. Dalam kemasan juga harus
mencantumkan pihak-pihak tertentu seperti pengepak atau importir bila ada.
g) No Registrasi Dinas Kesehatan
Nomor registrasi ini sebagai bukti bahwa produk tersebut telah teruji dan dinyatakan
aman untuk dikonsumsi.
h) Kode Produksi
Kode produksi adalah kode yang menyatakan tentang batch produksi dari produk pada
saat pembuatan yang isinya tanggal produksi dan angka atau hurup lainnya yang
mencirikan dengan jelas produk tersebut.
i) Keterangan kadaluarsa
Keterangan kadaluarsa adalah keterangan yang menyatakan umur produk yang masih
layak untuk dikonsumsi. Menurut Julianti dan Nurminah (2006), keterangan
kadaluarsa dapat ditulis :
Best before date : produk masih dalam kondisi baik dan masih dapat dikonsumsi
beberapa saat setelah tanggal yang tercantum terlewati
Use by date : produk tidak dapat dikonsumsi, karena berbahaya bagi kesehatan
manusia (produk yang sangat mudah rusak oleh mikroba) setelah tanggal yang
tercantum terlewati.
Permenkes 180/Menkes/Per/IV/1985 menegaskan bahwa tanggal, bulan dan tahun
kadaluarsa wajib dicantumkan secara jelas pada label, setelah pencantuman best before / use by.
Produk pangan yang memiliki umur simpan 3 bulan dinyatakan dalam tanggal, bulan, dan tahun,
sedang produk pangan yang memiliki umur simpan lebih dari 3 bulan dinyatakan dalam bulan dan
tahun. Namun demikian ada beberapa jenis produk yang tidak memerlukan pencantuman tanggal
kadaluarsa yaitu sayur dan buah segar, minuman beralkohol, cuka, gula/sukrosa dan lainnya.
j) Logo halal
Untuk produk-produk yang telah mendapatkan sertifikasi ”halal” dari MUI harus
mencantumkan logo halal yang standard disertai dengan nomor sertifikasinya.
k) Keterangan Lainnya
Selain yang telah diuraikan di atas masih ada lagi keterangan-ketrangan lain yang perlu
dicantumkan dalam label kemasan makanan yang bermaksud memberi petunjuk, saran, atau
yang lainnya demi keamanan konsumen.
4. Tulisan atau keterangan yang ada pada label harus jelas dan mudah di baca, tidak dikaburkan
oleh warna latar belakang atau gambar lainnya.
5. Jumlah warna yang digunakan
Banyaknya warna yang digunakan dalam label akan berpengaruh terhadap biaya cetak,
semakin banyak banyak warna yang digunakan, tentunya akan semakin besar biaya yang harus
dikeluarkan.
6. Jenis cetakan yang dikehendaki
Desain yang kita buat akan dicetak pada media apa? Plastik, kertas, aluminium foil, atau
lainnya. Apakah akan dicetak dengan sablon atau menggunakan mesin modern?
Berkaitan dengan label kemasan kiranya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
1. Label tidak boleh mudah terlepas dari kemasannya. Warna, baik berupa gambar maupun tulisan
tidak boleh mudah luntur, pudar, atau lekang, baik karena pengaruh air, gosokan, maupun sinar
matahari.
2. Label harus ditempatkan pada bagian yang mudah dilihat.
Software computer yang bisaanya banyak digunakan untuk melakukan desain seperti Corel
Draw dan Adobe Photoshop. Namun demikian masih ada software-software lainnya yang
dapat digunakan tergantung pada kebisaaan atau keahlian para desainernya.
Pencetakan desain label kemasan dapat dilakukan dengan menggunakan mesin cetak
tradisional maupun modern. Alat cetak tradisional seperti sablon, sedangkan dengan teknologi
modern bisa menggunakan printer, mesin offset atau mesin-mesin berskala besar lainnya.
PERATURAN-PERATURAN DALAM KEMASAN PANGAN
Kemasan produk pangan selain berfungsi untuk melindungi produk, juga
berfungsi sebagai penyimpanan, informasi dan promosi produk serta pelayanan
kepada konsumen. Mutu dan keamanan pangan dalam kemasan sangat tergantung dari
mutu kemasan yang digunakan, baik kemasan primer, sekunder maupun tersier. Oleh
karena itu diperlukan adanya peraturan-peraturan mengenai kemasan pangan, yang
bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
A. STANDARISASI PRODUK PANGAN
Sistem standarisasi produk pangan yang dikembangkan oleh Direktorat Standarisasi
Produk pangan melibatkan tim ahli di bidang terkait dalam megkaji regulasi yang berkaitan
dengan keamanan pangan. Pertimbangan nasional menjadi pertimbangan utama dalam
penyusunan regulasi kemasan produk pangan, sehingga produk pangan Indonesia dapat bersaing
dengan produkd ari pasar global. Produsen pangan berkewajiban menjaga mutu dan keamanan
produk pangan yang dihasilkan serta melengkapi dan menyampaikan protokol pengawasan dan
pemeriksaan yang berkaitan dengan penjaminan tersebut.
Regulasi mengenai kemasan, yang ditinjau dari segi keamanan bahan kemasan pangan
menyangkut tentang sifat toksiknya terutama yang bersifat kronis. Pada dasarnya terdapat
persyaratan-persyaratan yang dapat ditetapkan berkaitan dengan mutu kemasan sehubungan
dengan keamanan pangan, diantaranya adalah :
1. jenis bahan yang digunakan dan yang dilarang untuk kemasan pangan
2. bahan tambahan yang diizinkan dan yang dilarang untuk kemasan pangan
3. cemaran
4. residu
5. Migrasi
Di Indonesia, pemerintah sedang berusaha untuk menyusun undang-undang yang
menetapkan standarisasi kemasan baik kemasan produk untuk makanan dan non makanan yang
sifatnya berkembang (up to date) dan mengikuti perkembangan teknologi, sehingga pada saat
ketentuan hukum ini diterapkan, pengguna kemasan baik itu produsen maupun masyarakat
merasa lebih terjamin dan aman dalam segala aspek.
Beberapa dasar hukum yang bisa dijadikan acuan untuk kemasan pangan antara lain : UU
No.7/1996 tentang pangan (UU No 7/1999) dan peraturan Menteri Kesehatan RI
No.329/Menkes/XII/76 tentang produksi dan peredaran pangan, serta Peraturan Pemerintah
Nomor 28 tahun 2004 tenttang keamanan mutu dan gizi pangan.
B. UNDANG-UNDANG RI NO.7 TAHUN 1996
Undang-undang ini mengamanatkan peraturan pengemasan berkaitan dengan keamanan pangan
dalam rangka melindungi konsumen. Pada bagian ke IV pasal 16 - 19 dari undang-undang ini
membahas tentang kemasan bahan pangan, sedangkan bagian ke V pasal 30-35 membahas
tentang pelabelan dan periklanan produk pangan.
Isi dari pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut :
Bagian Keempat
Kemasan Pangan
Pasal 16
(1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apa
pun sebagai kemasan pangan yang dinyatakan terlarang dan atau yang dapat melepaskan
cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia.
(2) Pengemasan pangan yang diedarkan dilakukan melalui tata cara yang dapat menghindarkan
terjadinya kerusakan dan atau pencemaran.
(3) Pemerintah menetapkan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan dan tata cara
pengemasan pangan tertentu yang diperdagangkan.
Pasal 17
Bahan yang akan digunakan sebagai kemasan pangan, tetapi belum diketahui dampaknya bagi
kesehatan manusia, wajib terlebih dahulu diperiksa keamanannya, dan penggunaannya bagi
pangan yang diedarkan dilakukan setelah memperoleh persetujuan Pemerintah.
Pasal 18
(1) Setiap orang dilarang membuka kemasan akhir pangan untuk dikemas kembali dan
diperdagangkan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap pangan yang
pengadaannya dalam jumlah besar dan lazim dikemas kembali dalam jumlah kecil untuk
diperdagangkan lebih lanjut.
Pasal 19
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 18 ditetapkan lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
C. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999
TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN
Peraturan ini berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan label dan iklan produk pangan,
yaitu informasi-informasi produk yang harus ditulis pada label, yang tidak boleh dilakukan dalam
pembuatan label hingga cara pembuatan label pada kemasan pangan. Informasi tentang produk
yang harus dicantumkan, secara lengkap terdapat pada peraturan ini, termasuk juga cara
mengiklankan produk.
Apabila suatu perusahaan yang memproduksi bahan pangan menyalahi aturan dalam
peraturan ini, maka dapat dikenakan sanksi administratif, berupa :
a. peringatan secara tertulis;
b. larangan untuk mengedarkan untuk sementara waktu dan atau perintah untuk menarik produk
pangan dari peredaran;
c. pemusnahan pangan jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa manusia;
d. penghentian produksi untuk sementara waktu;
e. pengenaan denda paling tinggi Rp 50.000.000,00 (limapuluh juta rupiah), dan atau;
f. pencabutan izin produksi atau izin usaha.
D. PERATURAN KEMASAN KAYU
Khusus untuk kemasan kayu yang akan digunakan untuk ekspor, maka pemerintah
Indonesia melalui Menteri Perdagangan mengeluarkan peraturan, yaitu peraturan Menteri
Perdagangan RI Nomor 02/m-dag/per/2/2006 tentang Ketentuan ekspor produk industri
kehutanan.
E. PERATURAN INTERNASIONAL TENTANG KEMASAN
Saat ini persyaratan khusus dalam pengemasan produk pangan selalu mengacu pada
peraturan internasional seperti FDA (USA), Uni Eropah, Jepang dan Malaysia, sedangkan
Indonesia sendiri belum mengatur secara rinci bahan-bahan kemasan yang diperbolehkan dan
tidak diperbolehkan untuk mengemas produk pangan.
Di Amerika Serikat pemakaian plastik untuk kemasan pangan diarahkan olehFDA. Setiap
industri harus memberikan informasi kepada FDA tentang jenis plastik dan aditif yang digunakan
untuk mengemas makanan tertentu, meliputi komposisi, pelabelan, kondisi pemakaian, data
peracunan sisa monomer dan aditif, cara analisis. FDA sendiri juga memberikan petunjuk dan
informasi perihal persyaratan-persyaratan terhadap komposisi plastik, penggunaan, data
peracunan dan migrasi dari berbagai jenis polimer serta jenis aditif maupun aditif khusus yang
ditambahkan untuk mewadahi makanan jenis tertentu.
Masyarakat Ekonomi Eropa juga menekankan sifat-sifat intrinsik sisa monomer dan aditif
ini terutama pada daya peracunannya. British Plastics Federation menerbitkan hasil riset yang
menyangkut keamanan kemasan palstik dalam industri pangan. Sifat peracunan bahan aditif dikaji
oleh British Industrial Biological Research Association.
FDA Jerman Barat dan Belanda juga mengeluarkan hasil penelitian mengenai sifat-sifat
intrinsik monomer dan aditif plastik. Perancis mensyaratkan bahwa plastik mesti inert dalam
pengertian tidak merusak cita rasa makanan dan tidak beracun. Italia memberi batas maksimum
nigrasi tidak boleh boleh lebih dari 50 ppm untuk kemasan makanan berukuran 250 ml ke atas,
sedangkan untuk kemasan kecil batas maksimumnya 8 mg per dm2 lembaran film.
Syarat lain harus tidak ada komponen kemasan yang membahayakan kesehatan, plastic
harus diuji migrasinya dengan cara yang sudah ditentukan, pewarna tidak boleh termigrasi ke
dalam makanan, Pb 0.01 %, As 0.005%, Hg 0.005%, Cd 0.2%, Se 0.01%, amin primer 0.05% dan
Ba 0.01%. Belanda memberikan toleransi maksimum 60 ppm migran ke dalam makanan atau
0.12 mg per cm2 permukaan plastik. Jerman Barat 0.06 mg per cm2 permukaan plastik.
Bahan berbahaya setingkat vinil klorida tidak boleh lebih dari 0.05 ppm, sedangkan di
Swedia hanya boleh 0.01 ppm. Di Swiss sejak tahun 1969, pabrik kemasan plastik dan pengguna
harus memberikan data tentang kemasan, migrasi, potensi keracunan dan kondisi pemakaian.
Jepang mensyaratkan migrasi maksimum 30 ppm untuk aditif dan monomer yang tidak
berbahaya, sedangkan untuk vinil klorida dan monomer/aditif lain yang peracunannya tinggi
hanya 0.05 ppm atau kurang. Peraturan lain yang digunakan untuk pengemasan bahan pangan
adalah peraturan yang dibuat oleh CODEX Alimentarius Commission (CAC), yaitu suatu badan
di bawah naungan Food and Agricultural Organization (FAO) dan World Healtd Organization
(WHO) yang bertugas menangani standard bahan pangan. Standar yang dikeluarkan CAC ini
digunakan sebagai acuan oleh World Trade Organization (WTO) dalam pelaksanaan persetujuan
Sanitary and Phytosanitary Measure (SPS) dan Technical Barrier to Trade (TBT).
Standarisasi kemasan produk pangan di Indonesia, sudah harus dimulai dari sekarang,
agar produk-produk pangan kita dapat bersaing di pasar global. Untuk itu maka di Indonesia
diperlukan adanya undang-undang khusus tentang kemasan pangan yang mengatur tentang jenis
kemasan dan bahan yang dapat dikemas dengan jenis kemasan tersebut. Adanya undang-undang
ini akan menajdi pegangan bagi konsumen, juga bagi produsen sehingga diharapkan tidak ada lagi
persaingan yang tidak sehat di antara sesama industri kemasan baik persaingan harga maupun
kualitas.
DAFTAR BACAAN
1. Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia, 1990. Risalah Seminar Pengemasan dan
Transportasi dalam Menunjang Pengembangan Industri, Distribusi dalam Negeri dan Ekspor
Pangan. S.Fardiaz dan D.Fardiaz (ed). Jakarta.
2. Syarief, R., S.Santausa, St.Ismayana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium
Rekayasa Proses Pangan, PAU Pangan dan Gizi, IPB.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Pangan.
Referensi
Agustina, W. 2009. Desain Kemasan dan Label Produk Makanan. Kumpulan Modul pelatihan. UPT B2PTTG-LIPI Subang.
Triyono, A. 2002. Modul Pengemasan Produk Makanan. Kumpulan Modul Pelatihan. UPT B2PTTG-LIPI Subang.
Julianti, E. dan Nurminah, M. 2006. Teknologi Pengemasan. Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas pertanian, Universitas sumatera utara. http://ecourse.usu.ac.id/content/teknologi/teknologi/textbook.pdf