pbl skenario 1
TRANSCRIPT
Faringitis
Tubagus Siswadi W
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Kampus II : Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510
PENDAHULUAN
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang sering terjadi di Indonesia, terutama Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) baik infeksi saluran pernafasan atas maupun saluran pernapasan bawah.
infeksi saluran pernafasan akut adalah infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme termasuk
common cold, faringitis, radang tenggorokan, dan laryngitis. Faringitis yang lebih sering dikenal
dengan radang tenggorokan memang terdengar sangat sepele karena gejalanya mirip dengan
penyakit flu biasa, seperti :demam, sakit kepala, dan gangguan susah menelan. Padahal aktivitas
kita sudah pastiakan terganggu karena faringitis ini. Selain itu, selera makan pun bisa hilang
karena rasa sakit pada saat menelan dan penyakit ini sangat mudah kembali menyerang kita.
Lebih lanjut lagi jika faringitis ini dibiarkan, maka dapat menyebabkan komplikasi
perikontiniutatum dan sistem blood borne yang dapat menyebabkan kematian.1
Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring, Orofaring dan Laringofaring
(Hipofaring).
ANAMNESIS
Anamnesis pada gejala kelainan di tenggorokan
Rasa nyeri di tenggorokan, suara serak dan disfagia merupakan gejala kelainan di tenggorokan.
Gejala ini dapat terjadi pada anak-anak atau dewasa muda, biasanya berlangsung beberapa hari
dan disertai gejala sistemik seperti panas, dan hal ini disebabkan oleh infeksi. Beberapa gejala
yang mungkin bisa ditanyakan kepada pasien sebagai berikut:
1. Rasa nyeri tenggorokan.4
Keluhan rasa nyeri di tenggorokan dapat berlangsung beberapa hari atau dapat menetap
beberapa minggu sampai beberapa bulan. Jadi penting untuk menanyai penderita nyeri
tenggorokan, apakah berlangsung beberapa hari saja dan disertai dengan gejala lain. Rasa
nyeri tenggorokan yang berlangsung hanya beberapa hari, umumnya disebabkan oleh
infeksi, baik oleh virus maupun bakteri, dan biasanya terdapat pada anak-anak dan
dewasa muda.
Rasa nyeri tenggorokan yang menetap pada orang dewasa muda setengah umur biasanya
disebabkan faringitis kronik dan atau laringitis; sering tanpa gejala lain, tanpa gangguan
sistemik, dan tanpa disfagia. Rasa nyeri seperti ini sering lebih dekat pada pagi hari sebab
penderita bernafas melalui mulut sewaktu tidur.
Laring dan faring terletak di daerah batas antara saluran nafas bagian atas dan bagian
bawah, sehingga mudah terangsang oleh kelainan pada daerah tersebut. Oleh sebab itu
penderita dengan penyumpatan rongga hidung karena deviasi septum, polip hidung, rintis
vasomotorik, atau sinusitis akan bernafas melalui mulut sehingga merangsang faring dan
laringnya dengan udara dingin dan kering. Sering penyakit ini disertai ”post nasal
discharge” yang juga dapat merangsang faring dan laring.
Selain faring dan laring dapat terangsang oleh penyakit saluran napas bagian bawah,
terutama pada bronkitis kronik dengan sekret yang purulen. Juga dapat disebabkan iritasi
setempat oleh rokok, minuman keras, dan penggunaan suara yang berlebihan serta infeksi
karena karies gigi.
Sangatlah penting untuk menanyakan pada penderita dengan nyeri tenggorokan yang
menetap, mengenai sekret hidung dan sumbatan; serta ditanyakan tentang kesehatan
umum terutama paru-parunya, dan daerah ini harus diperiksa; juga gigi geligi.
Akhirnya keluhan rasa nyeri di tenggorokan yang berlangsung lama dan menetap pada
penderita dengan usia kanker, kemungkinan besar disebabkan oleh tumor faring atau
laring.
2. Suara serak.4
Suara serak dapat terjadi sebagai serangan singkat atau menetap. Pada laringitis akut
gejala suara serak berlangsung dalam waktu pendek, disertai gangguan sistemik, dan
biasanya menyertai infeksi saluran nafas bagian atas. Suara serak yang berlangsung lama
dapat disebabkan oleh laringitis kronis, kelumpuhan pita suara, atau tumor laring.
Laringitis kronis dapat disebabkan oleh rangsangan seperti halnya pada faringitis kronis.
Keluhan suara serak karena kelumpuhan pita suara dapat disebabkan oleh karsinoma
bronkus dan karena itu pada kelumpuhan pita suara sebaiknya dicari kemungkinan
kelainan di rongga dada.
Akhirnya suara serak merupakan gejala utama pada tumor laring, kadang-kadang tanpa
disertai oleh gejala lain sampai stadium lanjut. Dan pada penderita dengan keluhan suara
serak yang menetap tanpa gejala lain kemungkinan adanya karsinoma laring patut
dicurigai.
Setiap penderita berumur lebih dari 45 tahun dengan suara serak lebih dari dua minggu,
patut dicurigai menderita karsinoma laring, sampai dapat dibuktikan ketidakbenarannya.
Oleh karena itu penting untuk memeriksa laring dengan kaca laring. Dokter yang tidak
berpengalaman dengan pemeriksaan ini sabaiknya mengirimkan penderita kepada
seorang ahli THT.
3. Disfagia
Keluhan disfagia dapat disebabkan oleh kelainan di dalam lumen esofagus pada dinding
atau karena tekanan daru luar lumen. Penderita dengan kelainan organis di esofagus
mula-mula akan mengalami kesukaran menelan makanan padat, kemudian benda cair,
dan pada tingkat lanjut akan mengalami kesulitan menelan air ludahnya sendiri.
Sedangkan pada akhalasia esofagus penderita akan mengalami kesukaran menelan benda
cair lebih dahulu.
Pada penyumbatan organis esofagus penderita sering dapat menunjukkan tempat
tertahannya makanan. Rasa sakit waktu menelan biasanya merupakan petunjuk adanya
kelainan pada faring dan rasa sakit di sini sering terasa menjalar ke telinga.
Disfagia juga terdapat pada peradangan akut seperti tonsilitis, tetapi hanya berlangsung
untuk beberapa hari.
Praktisnya setiap penderita dengan kesukaran untuk menelan makanan padat lebih dari
dua minggu dapat diduga menderita karsinoma faring atau esofagus sampai dapat
dibuktikan lebih lanjut.
Obstruksi esofagus yang lama akan menurunkan kondisi tubuh, seperti penurunan berat
badan dan kehilangan energi. Selain itu, akan menyebabkan aspirasi air ludah atau
makanan yang dapat menyebabkan serangan berulang bronkopneumonia
4. Globus histerikus (benjolan di tenggorokan).4
Banyak penderita mengeluh terasa adanya benjolan di tenggorokan, biasanya di garis
tengah di daerah suprasternal dan gejala ini biasanya berkurang waktu menelan makanan.
Gejala ini sering terjadi pada wanita setengah umur tanpa disertai gangguan menelan
makanan padat dan penurunan berat badan.
Pada pemeriksaan tidak terdapat kelainan, dan diduga disebabkan oleh spasma otot
konstriktor faringeus, tetapi pada beberapa penderita dalam penyelidikan didapatkan
esofagus refluks.
Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat
dan dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan,
sinus, telinga, hidung dan leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis,
eksudat, tonsil yang membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher.
HIPOTESA
Faringitis ec virus
PEMERIKSAAN FISIK
Untuk pemeriksaan di daerah rongga mulut diperlukan sinar dari lampu kepala dan dua spatula
lidah. Sumber cahaya tidak boleh dipegang satu tangan pemeriksa tetapi dipancarkan dari atas
kepala atau sebaiknya di dahi. Pemeriksaan sebaiknya sistematis dan yang perlu diperhatikan
ialah gigi-geligi, prosesus alveolaris, dan karies gigi yang dapat menyebabkan faringitis kronis
sehingga menimbulkan rasa nyeri tenggorokan yang menetap. Pada mukosa pipi apakah terdapat
hiperkeratosis yang berupa bercak keputihan serta muara duktus parotis di depan molar kedua
atas. Lidah sepertiga depan diperiksa motilitasnya dengan cara menyuruh penderita
menggerakkannya. Kemudian daerah di bawah lidah yang perlu diperhatikan ialah muara duktus
submandibularis dan sulkus antara lidah dan pinggir alveolar bawah dengan menggunakan dua
spatula untuk membuka sulkus. Tumor mungkin tumbuh di daerah ini dan jika pemeriksa kurang
cermat maka kemungkinan ini akan luput dari pengamatan. Daerah palatum diperiksa dan
gerakkannya dapat dilihat dengan menyuruh mengucapkan ”ah”.4
Tonsil harus diperiksa dan tentu daerah daerah dinding belakang faring harus dilihat. Mulut
harus dipalpasi, gunanya untuk meraba kemungkianan batu dalam kelenjar submandibula atau
duktusnya. Jika terdapat tumor dalam rongga mulut, palpasi diperlukan untuk melihat
perluasannya.
Selanjutnya diperiksa daerah faring dan laring dengan menggunakan keca tenggorokan.
Penderita diminta mengeluarkan lidahnya kemudian dipegang dengan kain kasa. Kaca
tenggorokan yang sudah dihangatkan dimasukkan dengan hati-hati dengan palatum mole
didorong ke arah belakang atas. Yang dapat dilihat di sini adalah epiglotis, pangkal lidah, dan
dinding faring posterior, tetapi laring belum dapat terlihat karena tertutup oleh epiglotis dan
pangkal lidah. Laring baru dapat terlihat dengan menyuruh penderita untuk mengucapkan ”eee”.
Gerakan ini akan mengangkat laring dan mendorong epiglotis ke depan. Kemudian baru faring
dan laring dapat diperiksa secara sistematis : kedua sisi epiglotis, plika ariepiglotika, pita suara
palsu dan aritemoid, fosa piriformis dan dinding faring posterior. Pergerakkan pita suara dapat
dinilai dengan menyuruh penderita mengucapkan lagi ”eee” dan dengan menarik nafas dalam.
Harus diperhatikan apakah terdapat proses peradangan, ulserasi, perubahan mukosa, dan fiksasi
dari laring.
Palpasi leher
Kelenjar limfe leher sering membesar pada proses kelainan di daerah laring, faring, dan rongga
mulut, sehingga pemeriksaan tenggorokan belumlah sempurna tanpa melakukan palpasi leher.
Palpasi leher dilakukan dari belakang dan serentak dimulai dari trigonum posterior leher,
menyusuri sepanjang rangkaian jugularis ke atas menuju ke trigonum anterior leher. Untuk
memudahkan palpasi, otot sternokleidomastoid perlu dikendorkan dengan menyuruh penderita
menoleh ke arah sisi yang akan diperiksa. Pada pembesaran kelenjar limfe leher yang perlu
diperhatikan adalah ukuran, letak, bentuk, konsistensi dan perlekatan dengan jaringan sekitarnya;
juga apakah bergerak pada waktu menelan.4
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Umum
Penyakit-penyakit pada faring dan laring sering disebabkan oleh penyakit di bagian lain
saluran nafas. Suatu kelainan laring dan faring yang menahun sering pula mempunyai
pengaruh yang besar terhadap kesehatan umum penderita. Hal ini perlu dipertimbangkan
sebelum pemeriksaan khusus dilakukan.
a. Foto Rontgen toraks
Ada dua alasan untuk melakukan pemeriksaan foto rontgen toraks yaitu penyakit di
laring mungkin akibat penyakit raongga dada dan sebaliknya penyakit pada laring
dapat menyebabkan kelainan pada paru. Contoh penyakit di laring yang disebabkan
kelainan di rongga dada misalnya kepumpuhan pita suara yang disebabkan karsinoma
bronkus dan laringitis kronis yang disebabkan bronkitis dengan dahak yang purulen.
Dan tidak jarang tuberkulosis laring berasal dari tuberkulosis paru. Penyakit paru
yang disebabkan kelainan di laring misalnya suatu karsinoma laring atau faring, tidak
selalu menyebabkan metastasis, tapi bila hal ini terjadi maka penyebaran ke paru
paling sering terjadi. Di samping itu penyakit yang sudah berlangsung lama pada
laring atau faring misalnya suatu kantong pada faring (pharyngeal pouch), sering
menyebabkan infeksi paru.4
b. Foto Rontgen sinus
Pemeriksaan sinus paranasal harus dikerjakan. Dengan pemeriksaan ini mungkin
terlihat suati infeksi pada sinus yang dapat menyebabkan timbulnya laringitis kronis.
c. Bakteriologi
Bila ditemukan suatu infeksi saluran nafas bagian atas maka usapan hidung,
tenggorokan dan dahak perlu dibuat biakan.
d. Hematologi
Pemeriksaan hemoglobin dan leukosit serta hidung jenis biasanya diperlukan pada
suatu infeksi laring atau faring. Uji Paul-Bunnel mungkin diperlukan biasanya pada
penderita dengan ulkus faring.
Pada penderita dewasa, terutama bila dicurigai adanya suatu keganasan, pemeriksaan
yang lebih teliti tentang kesehatan umum penderita diperlukan. Ureum darah, gula
darah, elektrolit dan protein serum perlu diperiksa. Walaupun sifilis laring jarang
ditemukan, namun pemeriksaan Wasserman perlu dilakukan bila didapatkan tumor
laring karena laringitis gumatosa dan karsinoma laring dapat terjadi bersamaan dan
secara klinis sukar dibedakan satu dengan yang lain.
Berat badan penderita diukur dan dibanding dengan berat badan semula sebagai
pegangan dalam masa pengobatan.
2. Pemeriksaan Lokal
Kebanyakan bila penderita hanya menderita infeksi akut atau kronis pada laring atau
faring, diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan secara sederhana
pada laring dan faring.
Bila dari riwayat penyakit dicurigai akan adanya suatau keganasan atau terlihat adanya
kelainan pada mukosa laring atau faring, pemeriksaan harus dilengkapi secara :
a. Radiologi
Dengan menelan bubur barium diharapkan dapat diketahui adanya lesi organik pada
faring dan esofagus. Namun demikian, biasanya lesi ini sukar terlihat. Tetapi bila
didapatkan gambaran radiologis yang normal, namun penderita mengalami kesukaran
menelan makanan, dilakukan pemeriksaan esofagoskopi. Struktur laring dapat dilihat
secara radiologik dengan tomografi atau laringografi. Yang terakhir ini dilakukan
dengan teknik kontras ganda; pada teknik ini laring dilapisi dengan zat yang tahan
sinar. Untuk mendapatkan hasil yang baik dengan teknik ini sebelumnya larin gharus
dianestesi.
b. Pemeriksaan dalam anestesi
Akhirnya laring, faring dan esofagus diperiksa dalam anestesi umum. Cara ini
memungkinkan untuk melihat bagian-bagian laring dan faring dan melakukan biopsi
pada mukosa yang tidak rata. Esofagoskopi dilakukan pada penderita dengan
gangguan menelan, walaupun pada pemeriksaan denfan foto barium gambarannya
normal.
Laring mula-mula diperiksa dengan laringoskopi. Dengan ini pemeriksaan dapat
melihat valekula, kedua permukaan epiglotis, pita suara palsu, pita suara dan daerah
subglotik. Esofagoskop dimasukkan untuk melihat fosa piriformis dan seluruh
esofagus diperiksa. Ulserasi, tumor, striktur dan adanya cairan bebas dicari, dilakukan
biopsi pada daerah yang dicurigai, dan bila didapatkan cairan bebas, diperiksa dengan
lakmus biru untuk memastikan apakah cairan itu bersifat asam, yang menandakan
adanya refluks esofagitis.
GAMBARAN KLINIS
Faringitis viral yaitu dinding tenggorokan menebal atau bengkak, berwarna
lebih merah, dan terasa sakit bila menelan makanan.
Gambar 2. peradangan akibat viral
DIAGNOSIS KERJA
Rhinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan
faringitis. Dengan disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit menelan. Pada pemeriksaan
tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus dan cytomegalovirus tidak
menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi
kulit berupa maculopapular rash.2
Adenovirus
Dapat menimbulkan infeksi pada tractus respiratorius, gastrointestinal, tractus urinarius dan
mata.
Sifat penting :
1. Genom DNA, double stranded, linear 26-45kbp terdapat protein pada ujung-ujung rantai
DNA.
2. Kapsid icosaheral, terdiri 252 capsomer dengan serabut menonjol pada tiap vertex.
3. Envelop (-).
4. Replikasi dalam nukleus.
5. Antigen penting hexon, penton base, serabut (merupakan struktur kapsid)
Struktur penting :
Gambar. Struktur Adenovirus
1. Terdiri dari 252 kapsomer, 12 vertex dengan serabut yang menonjol.
Penton = kapsomer yang ada serabut (12).
Hexon = kapsomer yang lain (240).
Semua adenovirus menusia bersifat antigen hexon sama.
Sifat antigen penton → group specific.
Sifat antigen serabut → type specific.
Serabut menyebabkan hemaglutinasi.
2. Rantai DNA double stranded, 26-45 kbp.
Pada ujung rantai 5’ terdapat protein (terminal protein), bila ini dihilangkan →
infektivitasnya berkurang 100 kali.
Klasifikasi :
Adenavirus banyak terdapat pada berbagai spesies hewan, dibagi 2 genera :
1. Aviadenovirus → infeksi pada burung.
2. Mastadenovirus → infeksi pada mammalia termasuk manusia.
Pada mamusia → 51 serotype.
Adenovirus manusia → 6 group (A-F), berdasarkan sifat fisik, kimia dan biologi. Mampu
menimbulkan aglutinasi pasa erythrocyte monyet dan tikus.
Replikasi :
Replikasi hanya dalam sel yang berasal dari epitel.
1. Attachment
Virus melekat melalui serabut (fiber) pada reseptor sel hospes, pada beberapa serotype
pada CAR (Coxsackie-Adenovirus Receptor).
2. Viropexis
Interaksi penton dengan integrin sel hospes → memulai viropexis.
3. Uncoating
Terjadi dalam sitoplasma → lengkap dalam nukleus sel.
4. Nukleus sel
Transkripsi awal menggunakan DNA dependent RNA polymerase → mRNA → translasi
menjadi nonsuctural protein di sitoplasma.
Setelah replikasi DNA di nukleus → transkripsi akhir → mRNA → stuctural protein.
Pematangan dan perangkaian virus dalam nukleus → keluar sel dengan cara lisis sel
(bukan budding).
Efek virus terhadap sistem imun
Virus membuat berbagai protein yang menghambat mekanisme antivirus sel hospes.
1. Menghambat aktivitas interferon inducible kinase → aktivasi interferon terhambat.
2. Menghambat pergerakan MHC class 1 ke permukaan sel → menghambat aktivitas
limfosit T Cytotoxic.
3. Menghambat induksi cytolysis oleh TNF-α.
Efek virus pada sel
Menimbulkan CPE pada biakan sel khususnya biakan sel ginjal primer atau biakan sel epitel.
CPE tampak sebagai sel membulat, membesar, menggerombol seperti anggur dan lepas dari
dasar kaca/plastik biakan.
Pada beberapa type menimbulkan badan inklus bulat, intranuclear → sering keliru dengan
cytomegalovirus. Adenovirus tidak membentuk syncitia atau multinucleated giant cell.
Gene therapy
Adenovirus digunakan sebagai vektor → membawa materi genetik → diintegrasikan dengan
chromosom sel hospes.
Untuk pengobatan :
1. Cacat genetik.
2. Pengobatan keganasan → virus hanya replikasi dalam sel kanker sebagai target →
oncolysis.
Yang sering digunakan group C, type 2 dan 5.
Infeksi pada manusia
1. Adenovirus menginfeksi dan replikasi dalam berbagai sel epitel : traccus respiration,
mata traccus gastrointes-tinal, kadung kemih dan hati.
2. Satu serotype mungkin menimbulkan lebih dari satu jenis penyakit, sebaliknya satu
penyakit mungkin ditimbulkan lebih dari 1 serotype.
3. Adenovirus 1-7 paling sering menimbulkan penyakit.
A. Tractus respiration
Gejalanya batuk-batuk, hidung mampet, demam dan nyeri tenggorokan.
Sulit dibedakan dengan infeksi virus yang lain, sering menyerang bayi dengan anak-anak,
penyebab paling sering group C.
Serotype 3, 7 dan 21 menimbulkan 10-20% pneumonia pada anak-anak (mortality rate 8-
10%).
Serotype 4 dan 7, kadang-kadang type 3 → menimbulkan infeksi saluran nafas akut pada
calon-calon anggota militer.
B. Infeksi mata
Type 3 dan 7 menyebabkan conjunctivitis ringan (swimming pool conjunctivitis), lamanya
sakit 1-2 minggu, sembu sempurna tanpa sequelae.
Yang lebih berat epidemic keratoconjunctivitis, disebabkan type 8, 19 dan 37, sangat
menular, dapat menyebabkan cacat cornea. Virus mampu bertahan hidup di handuk dan
wastafel beberapa minggu → sumber penularan.
Penelitian di Jepang (1990-2001) penyebab utama epidemic keratoconjunctivitis type 37.
C. Gastrointestinal
Banyak type adenovirus mampu replikasi dalam sel intestinum → tidak selalu menyebabkan
sakit.
Type 40 dan 41 menyebabkan infantile gastroenteritis, 5-15% viral gastroenteritis pada anak-
anak disebabkan type ini.
D. Lain-lain
Type 11 dan 21 menyebabkan acute hemorrhagic cystitis pada anak-anak, khususnya anak
laki-laki.
Pada penderita transplantasi sering menimbulkan pneumonia berat sampai fatal, penyebab
type 1-7.
Pada penderita AIDS sering menimbulkan infeksi gastrointesinal.
Kekebalan
Kekebalan setelah infeksi sangat baik dan serotype specific, berlangsung lama (seumur hidup).
Group specific antibody → tidak protektif.
Diagnosis lab
A. Deteksi, isolasi dan identifikasi virus
Spesimen tergantung gejala klinis, bisa dari urine, tinja, usap tenggorokanm conjunctiva atau
rectal swab.
Isolasi perlu biakan sel manusia, paling baik primary human embryonic kidney cells tetapi
sulit didapat. Biakan galur sel epitel manusia misal Hep-2, HeLa dan KB bisa digunakan,
tetapi sulit menjaga supaya tidak degenerasi.
Identifikasi dari adanya CPE (sel membulat dan bergerombol), immunofluorescence, HI.
Cara yang lebih cepat dengan cara shell vial → spesimen langusng dicentrifuge ke biakan sel
→ idnetifikasi menggunakan antibodi monoklonal.
Cara lain identifikasi : hybridization atau melihat pola potongan DNA hasil dari
endonoclease.
PCR dapat untuk diagnosis dari jairngan atau cairan tubuh.
Enteric adenovirus yang sulit dibiakkan dapat dideteksi dengan pemeriksaan ekstrak tinja
menggunakan elektron mikroskop, ELISA atau latex aglutination test.
B. Serologi
Deteksi antibodi dapat dilakukan dengan CFT, HI. Kenaikan titer ≥ 4 kali serum akut sembuh
sakit → infeksi baru.
1. Epidemiologi
Adenovirus tersebar di seluruh dunia. Penularan melalui fecal-oral, respiratory droplets
atau barang-barang yang terkontaminasi.
Infeksi mata ditularkan melalui hand to eye, waterborne (swimming pool), alat-alat
pemeriksaan mata yang terkontaminasi.
2. Pengobatan
Belum ada terapi spesifik untuk infeksi adenovirus.
3. Pencegahan
a. Cuci tangan yang baik
b. Disinfektan alat-alat dan meja dengan sodium hypochloride.
c. Menggunakan handuk disposable, mengurangi risiko penularan.
d. Khlorinasi kolam renang dan air buangan.
e. Sterilisasi yang baik peralatan pemeriksaan mata.
f. Vaksin mata type 4 dan 7 dalam kapsul, po →efektif, sekarng dihentikan.
Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring
yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan
hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV menimbulkan keluhan nyeri tenggorokan,
nyeri menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat,
limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah.
Faringitis oleh virus biasanya merupakan penyakit dengan awitan relatif lambat, umumnya
terdapat demam, malese, penurunan nafsu makan disertai rasa nyeri sedang pada tenggorokan
dapat muncul pada awal penyakit tetapi biasanya baru mulai terasa satu atau dua hari setelah
awitan gejala-gejala dan mencapai puncaknya pada hari ke dua dan tiga. Suara serak, batuk dan
rinitis juga sering ditemukan. Walaupun pada puncaknya sekalipun, peradangan faring mungkin
berlangsung ringan tetapi kadang-kadang dapat terjadi begitu hebat serta ulkus-ulkus kecil
mungkin terbentuk pada langit-langit lunak dan dinding belakang faring. Eksudat-eksudat dapat
terlihat pada folikel-folikel kelenjar limfoid langit-langit dan tonsil serta sukar dibedakan dari
eksudat-eksudat yang ditemukan pada penyakit pada penyakit yang disebabkan oleh
streptokokus. Biasanya nodus-nodus kelenjar limfe servikal akan membesar, berbentuk keras dan
dapat mengalami nyeri tekan atau tidak. Keterlibatan laring sering ditemukan pada penyakit ini
tetapi trakea, bronkus-bronkus dan paru-paru jarang terkena. Jumlah leukosit berkisar dari 6.000
hingga lebih dari 30.000, suatu jumlah yang meningkat (16.000-18.000) dengan sel-sel
polimorfonuklir menonjol merupakan hal yang sering ditemukan pada fase dini penyakit
tersebut. Karena itu jumlah leukosit hanya kecil artinya dalam melakukan pembedaan antara
penyakit yang disebabkan oleh virus dengan bakteri seluruh masa sakit dpaat berlangsung kurang
dari 24jam dan biasanya tidak akan bertahan lebih lama dari 5 hari. Penyulit-penyulit lainnya
jarang ditemukan.3
DIAGNOSIS BANDING
1. Tonsilitis
a. Definisi
Tonsilitis akut adalah peradangan pada tonsil yang masih bersifat ringan. Radang tonsil
pada anak hampir selalu melibatkan organ sekitarnya sehingga infeksi pada faring
biasanya juga mengenai tonsil sehingga disebut sebagai tonsilofaringitis.5
b. Etiologi
Penyebab tonsilitis bermacam-macam, diantaranya adalah yang tersebut dibawah ini,
yaitu :
1. Streptokokus Beta Hemolitikus
2. Streptokokus Viridans
3. Streptokokus Piogenes
4. Virus Influenza
Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah.
c. Proses patologi
Bakteri dan virus masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas akan
menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui sistem limfa
ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses
inflamasidan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar masuknya
udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta
ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan
timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi, bau mulut serta otalgia
d. Manifestasi klinis
Gambar 3. Tonsilitis
Tanda dan gejala tonsilitis akut adalah :
1. Nyeri tenggorokan
2. Nyeri telan
3. Sulit menelan
4. Demam
5. Mual
6. Anoreksia
7. Kelenjar limfa leher membengkak
8. Faring hiperemis
9. Edema faring
10. Pembesaran tonsil
11. Tonsil hiperemia
12. Mulut berbau
13. Otalgia (sakit di telinga)
14. malaise
e. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosis tonsilitis akut
adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :
1. Leukosit : terjadi peningkatan.
2. Hemoglobin : terjadi penurunan.
3. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat.
f. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul bila tonsilitis akut tidak tertangani dengan baik adalah :
1. Tonsilitis kronis
2. Otitis media
g. Penatalaksanaan
Penanganan pada klien dengan tonsilitis akut adalah :
1. Penatalaksaan medis
a. Antibiotik baik injeksi maupun oral seperti cefotaxim, penisilin, amoksilin,
eritromisin dan lain-lain.
b. Antipiretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol, ibuprofen.
c. Analgesik
2. Penatalaksaan
a. Kompres dengan air hangat.
b. Istirahat yang cukup.
c. Pemberian cairan adekuat, perbanyak minum hangat.
d. Kumur dengan air hangat.
e. Pemberian diit cairan atau lunak sesuai kondisi pasien.
2. Laringitis
a. Pengertian
Laringitis adalah radang akut atau kronis dari laring. Laringitis akut dapat merupakan
infeksi lokal atau bagian dari infeksi sistem pernafasan atas.5
Laringitis akut adalah radang akut laring, pada umumnya merupakan kelanjutan dari
rinofaringitis akut atau manifestasi dari radang saluran nafas atas. Pada anak dapat
menimbulkan sumbatan, jalan nafas cepat karena rimaglotisnya relatif sempit, sedangkan
pada dewasa tidak secepat pada anak-anak.
b. Etiologi
Sebagai penyebab radang ini adalah bakteri yang menyebabkan radang lokal atau virus
yang menyebabkan peradangan sistemik. Biasanya merupakan perluasan radang saluran
nafas atas oleh bakteri Heamophilus Influenza, Stafilokok, Streptokok dan Pneumonia.
c. Faktor predisposisi
1. Perubahan cuaca/suhu.
2. Gizi kurang/malnutrisi.
3. Imunisasi tidak lengkap.
4. Pencapaian suara berlebihan (ex : guru, pembawa acara, penyanyi dan lain-lain).
d. Manifestasi klinik
Pada laringitis akut terhadap gejala radang umum seperti :
1. Demam.
2. Dedar (malaise).
3. Suara parau sampai tidak dapat bersuara sama sekali (afoni).
4. Nyeri ketika menelan atau berbicara.
5. Rasa keirng di tenggorokan.
6. Batuk kering yang kelamaan disertai dahak kental.
7. Gejala sumbatan laring sampai sianosis.
Gambar 4. laringitis
Pada pemeriksaan, tampak mukosa laring hiperemis membengkak terutama di atas dan
bawah pita suara. Biasanya tidak terbatas di laring, juga ada tanda radang akut di hidung,
sinus para nasal atau paru.
e. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan apusan dari laring untuk kultur dan uji resistensi pada kasus yang lama atau
sering residitif.
Bagaimana diagnosisnya untuk memastikan laringitis, dokter akan memeriksa bagian
dalam laring penderitanya dengan mempelajari refleksinya melalui kaca khusus.
Pemeriksaan dengan cara ini dapat menunjukkan pita suara berwarna merah, radang dan
kadang-kadang pendarahan dengan bagian tepi yang membesar dan runcing, dokter juga
memeriksa cairan yang keluar dan pada kasus berat akan dilakukan tes pembiakan dari
cairan tersebut.
f. Penatalaksanaan medis
1. Istirahat bicara dan bersuara selama 2-3 hari.
2. Menghirup udara lembab.
3. Menghindari iritasi pada laring dan faring (misalnya merokok, makanan pedas atau
minuman es).
Untuk terapi medikamentosa diberikan anti biotik penisilin anak 3x50mg/kgBB. Bila
alergi dapat diganti eritromisin atau basitrosin dapat diberikan kortisol untuk mengatasi
edema. Dipasang pipa endotrakea atau trakeostomi bila terdapat sumbatan laring.
g. Diagnosa dan intervensi keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman; nyeri akut b d proses peradangan.
Intervensi :
a. Kaji karakteristik nyeri.
b. Catat perubahan karakteristik nyeri.
c. Observasi TTV.
d. Lakukan tindakan untuk meningkatkan rasa nyaman (berikan perubahan posisi,
tehnik relaksasi/distraksi dan meminimalkan stimulus terganggu).
e. Kolaborasi; pemberian analgetik sesuai indikasi.
2. Hipertemi b.d infeksi bakteri Haemophilus Influenzae.
Intervensi :
a. Observasi TTV terutama suhu tubuh.
b. Jelaskan upaya untuk mengatasi hipertermi pada keluarga dengan memberikan
kompres dingin menggunakan pakaian tipis dan perbanyak minum selama
hipertemi.
c. Kolaborasi; beri terapi anti piretik sesuai indikasi.
3. Resiko pola nafas tidak efektif b.d peradangan pada laring.
Intervensi :
a. Kaji kecepatan dan kedalaman pernafasan serta pergerakan dada, auskultasi paru,
catat adanya penurunan suara dan suara nafas tambahan.
b. Gunakan bantal untuk mempertahankan terbukanya jalan nafas.
c. Berikan posisi yang tepat dengan meninggikan bagian kepala atau menempatkan
pada posisi duduk.
d. Jelaskan pada pasien/keluarga mengenai tindakan yang memudahkan usaha nafas
seperti posisi fowler/semi fowler.
e. Kolaborasi; peningkatan kelembaban dan pemberian tambahan O2 dan lain-lain.
4. Resiko terhadap ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
penurunan masukan oral dan kenyamanan mulut.
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi klien.
b. Beri makanan lunak yang tidak merangsang stimulus nyeri pada mulut/laring.
c. Monitor pasien dan makanan dengan dihabiskan setiap kali makan.
d. Kolaborasi; teruskan pemberian terapi cairan parenteral.
5. Gangguan proses keluarga b.d keadaan sakit dan hospitalisasi.
Intervensi :
a. Gali perasaan keluarga dan masalah yang terjadi selama hospitalisasi.
b. Berikan perhatian dan kebutuhan orang tua akan informasi dan dukungan.
c. Libatkan keluarga selama perawatan.
d. Jelaskan tentang terapi yang dilakukan pasa anak sesuai dengan pengetahuan
keluarga.
3. Faringitis Bakterial
Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi
dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak tosil membesar, faring dan tonsil
hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak
petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri
pada penekanan.5
Gambar 5. Faringitis bakterial
Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan dengan
menggunakan Centor criteria, yaitu :
a. Demam.
b. Anterior Cervical lymphadenopathy.
c. Tonsillar exudates.
d. Absence og cough.
Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1, bila skor 0-1 maka pasien tidak mengalami
faringitis akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki
kemungkinan 40% terinfeksi streptococcus group A dan bila skor 4, pasien memiliki
kemungkianan 50% terinfeksi streptococcus group A.
ETIOLOGI
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi maupun
non infeksi. Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-60%), bakteri
(5-40%). Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis yang paling banyak teridentifikasi
dengan Rhinovirus (+/-20%), dan Coronaviruses (+/-5%). Selain itu juga ada Influenza virus,
Parainfluenza, adenovirus, Herpes simplex virus type 1 & 2, Coxsackie virus A, cytomegalovirus
dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat menyebabkan terjadinya
faringitis.6
Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh group S.pyogenes dengan 5-15%
penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan penyebab faringitis
yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan pada anak berusia < 3
tahun. Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria gonorrhoeae,
Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica dan Treponema
pallidum, Mycobacterium tuberculosis.
Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis. Faktor
resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi
makanan yang kurang gizi, konsumsi alhokol yang berlebihan.
PATOGENESIS
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung menginvasi
mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel,
kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi pembendungan
radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi,
kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal
dan kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan
hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna
kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel
limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior atau terletak lebih ke lateral, menjadi
meradang dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat
menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal.2
Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan extracellular
toxins dan protease yang menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena fragmen M protein
dari Group A streptococus memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada Myocard dan
dihubungkan dengan demam rheumatic dan kerusakan katub jantung. Selain itu juga dapat
menyebabkan akut glomerulonefritis karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya
kompleks antigen-antibodi.
EPIDEMIOLOGI
Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh yang
disebabkan influenza, konsumsi makan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan,
gejala predormal dari penyakit scarlet fever dan seseorang yang tinggal dilingkungan kita yang
menderita sakit tenggorakan atau demam.
Setiap tahunnya +/- 40juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis.
Banyak anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 kali infeksi virus pada saluran pernafasan
atas termasuk faringitis. Secara global di dunia ini viral faingitis merupakan penyebab utama
sesorang absen bekerja atau sekolah. National Ambulatory Medical Care Survey menunjukkan
+/- 200 kunjungan ke dokter tiap 1000 populasi antara tahun 1980-1996 adalah karena
viralfaringitis. Viral faringitis menyerang semua ras, etnis dan jenis kelamin. Viral faringitis
menyerang anak-anak dan orang dewasa dan lebih sering pada anak-anak. Puncak
insidensibacterial dan viral faringitis adalah pada anak-anak usia 4-7 tahun. Faringitis yang
disebabkan infeksi group A streptococcus jarang dijumpai pada anak berusai < 3 tahun.
PENATALAKSANAAN
Pada viral faringitis pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan berkumur dengan
air hangat. Pada penderita yang disebabkan oleh virus makan diberikan asperia, acetominophen
(tylenol) untuk membantu mengurangi rasa sakit dan nyeri pada tenggorokan. Dianjurkan untuk
beristirahat dirumah, karena faringitis yang disebabkan oleh viru dapat sembuh sendiri.6
Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococuss group A diberikan
antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau Amoksillin
50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mg selama 6-10 hari
atau eritromisin 4x500mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid karena steroid
telah menunjukkan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid yang dapat
diberikan berupa deksametason8-16mg/IM sekali dan pada anak-anak 0,08-0,3mg/kgBB/IM
sekali, dan pada pasien dengan faringitis akibat bakteri dapat diberikan analgetik, antipiretik dan
dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur dengan menggunakan air hangat atau antiseptik.
Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan menggunakan kaustik faring
dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik. Pengobatan simptomatis
diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspetoran.
Penyakit pada hidung dan sinus ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis kronik atrofi
hanya ditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan mulut.
PENCEGAHAN
Beberapa pencegahan dan perawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi radang tenggorokan
antara lain :
cukup beristirahat
berkumur dengan air garam hangat beberapa kali sehari
bagi perokok harus berhenti merokok
banyak minum dan hindari makanan yang dapat menyebabkan iritasi
minum antibiotik, dan jika diperlukan dapat minum analgesik.
tindakan pencegahan dilakukan dengan menghindari pemakaian pelembab udara yang
berlebihan.
KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis,
pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu, juga dapat terjadi komplikasi lain
berupa septicemia, meningitis, glomerulonefritis, demam rematik akut. Hal ini terjadi secara
perkontuinatum, limfogenik maupun hematogenik.
PROGNOSIS
Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan faringitis biasanya
sembuh dalam waktu 1-2 minggu.
PENUTUP
Faringitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus yang ditularkan secara droplet infection atau
melalui bahan makanan/ minuman/ alat makan.
Gej a l a dan t anda yang d i t imbu lk an f a r i ng i t i s t e r gan tung pada mik roo rgan i
sme yan g menginfeksi.Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-
gejala seperti lemas, anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada
otot leher, faring yang hiperemis, tonsil membesar, pinggir palatum molle yang
hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawahteraba dan nyeri bila ditekan dan bila
dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai peningkatan laju endap darah dan leukosit.
Untuk menegakan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan dilakukan
pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan leher
f a r i ng yan g hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan hiperemis, pembesaran
kelenjar getah bening dileher. Terapi yang di berikan tergantung dari penyebabnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Efiaty Arsyad S. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan.
Jakarta:FKUI:2000
2. Soepardi.. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Edisi ke-5.Jakarta:FKUI:2006
3. Hartono A. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorokan, Hidung, dan Telinga. Edisi-12.
Jakarta:EGC:2010
4. Harjanto, Hadiyanto, Hartanto H., dan Chandranata L. Diagnosis Fisik : Evaluasi
Diagnosis dan Fungsi di Bangsal. Jakarta:EGC;2005
5. Herawati S. dan Rukmini S. Ilmu Penyakit Anak Telinga, Hidung, Tenggorok.
Jkarta:EGC:2000
6. Clinical Practice Guideline, Part I. Principles of Appropriate Antibiotic Use for
Treatment of Nonspecitic Upper Respiratory Tract Infections in Adults. America,
American Sociaety of Internal Medicine, 2001;134:487-489