pbl blok 30 forensik

50
Tinjauan Pustaka Pembunuhan Anak Sendiri Edwinda Desy Ratu Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 Email: [email protected] Pendahuluan Pembunuhan anak sendiri menurut UU di Indonesia adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas anaknya pada ketika dilahirkan atau tidak berapa lama setelah dilahirkan , karena takut ketahuan bahwa ia melahirkan anak. Aspek hukum [1] Pasal 338 KUHP Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Pasal 339 KUHP Pembunuh an yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud

Upload: edwinda-desy-ratu

Post on 29-Dec-2015

111 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

blok forensik

TRANSCRIPT

Page 1: pbl blok 30 forensik

Tinjauan Pustaka

Pembunuhan Anak SendiriEdwinda Desy Ratu

Mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510

Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Email: [email protected]

Pendahuluan

Pembunuhan anak sendiri menurut UU di Indonesia adalah pembunuhan yang dilakukan

oleh seorang ibu atas anaknya pada ketika dilahirkan atau tidak berapa lama setelah

dilahirkan , karena takut ketahuan bahwa ia melahirkan anak.

Aspek hukum[1]

Pasal 338 KUHP

Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena

pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 339 KUHP

Pembunuh an yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang

dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah

pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari

pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang

yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur

hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Page 2: pbl blok 30 forensik

Pasal 340 KUHP

Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa

orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana

mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua

puluh lima tahun.

Pasal 353 KUHP

(1) Penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara

paling lama 4 tahun.

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana

penjara paling lama tujuh tahun.

(3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana penjara paling lama 9

tahun.

Pasal 354 KUHP

(1) Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan

penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.

(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling

lama sepuluh tahun.

Pasal 355 KUHP

(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan

pidana penjara paling lama 12 tahun.

(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling

lama 15tahun.

Aspek Medikolegal[2]

Kewajiban Dokter Membantu Peradilan

Pasal 133 KUHAP

1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik

luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak

Page 3: pbl blok 30 forensik

pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli

kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara

tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau

pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit

harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat

tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan

yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

Penjelasan Pasal 133 KUHAP

2) Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli,

sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman

disebut keterangan.

Pasal 179 KUHAP

1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau

dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.

2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang

memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan

sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenanr-

benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

Bentuk Bantuan Dokter Bagi Peradilan Dan Manfaatnya

Pasal 183 KUHAP

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan

sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu

tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

melakukannnya.

Pasal 184 KUHAP

1) Alat bukti yang sah adalah:

- Keterangan saksi

Page 4: pbl blok 30 forensik

- Keterangan ahli

- Surat

- Pertunjuk

- Keterangan terdakwa

2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Pasal 186 KUHAP

Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.

Pasal 180 KUHAP

1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang

pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta

agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.

2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum

terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim

memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.

3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang

sebagaimana tersebut pada ayat (2)

Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter

Pasal 216 KUHP

1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang

dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu,

atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk

mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja

mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan

ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu

atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan

undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas

menjalankan jabatan umum.

Page 5: pbl blok 30 forensik

3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya

pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidanya

dapat ditambah sepertiga.

Pasal 222 KUHP

Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan

pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama

sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 224 KUHP

Barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau

jurubahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut

undang-undang ia harus melakukannnya:

1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9

bulan.

2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.

Pasal 522 KUHP

Barangsiapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau jurubahasa,

tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak

sembilan ratus rupiah.

Rahasia Jabatan dan Pembuatan Ska/ V Et R

Peraturan Pemerintah No 26 tahun 1960 tentang lafaz sumpah dokter

Saya bersumpah/ berjanji bahwa:

Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perkemanusiaan

Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila,

sesuai dengan martabat pekerjaan saya.

Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan

kedokteran.

Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya

dan karena keilmuan saya sebagai dokter…….dst.

Page 6: pbl blok 30 forensik

Peraturan Pemerintah no 10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia Kedokteran.

Pasal 1 PP No 10/1966

Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh

orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan

pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.

Pasal 2 PP No 10/1966

Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut

dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi

daripada PP ini menentukan lain.

Pasal 3 PP No 10/1966

Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:

a. Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatan.

b. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan,

pengobatan dan atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh menteri

kesehatan.

Pasal 4 PP No 10/1966

Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia kedokteran yang

tidak atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHP, menteri

kesehatan dapat melakukan tindakan administrative berdasarkan pasal UU tentang

tenaga kesehatan.

Pasal 5 PP No 10/1966

Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang

disebut dalam pasal 3 huruf b, maka menteri kesehatan dapat mengambil tindakan-

tindakan berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya.

Pasal 322 KUHP

1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena

jabatan atau pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam

dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak

sembilan ribu rupiah.

Page 7: pbl blok 30 forensik

2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya

dapat dituntut atas pengaduan orang itu.

Pasal 48 KUHP

Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana.

Identifikasi forensik

a. Pemeriksaan terhadap bayi[2]

Lahir Mati atau Lahir Hidup

Pada pemeriksaan mayat baru lahir, harus dibedakan apakah ia lahir mati

atau lahir hidup. Bila bayi lahir mati maka kasus tersebut bukan merupakan kasus

pembunuhan, atau penelantaran anak hingga menimbulkan kematian. Pada kasus

seperti ini, si ibu hanya dapat dikenakan tuntutan menyembunyikan kelahiran dan

kematian orang.

Lahir mati (still birth) adalah kematian hasil konsepsi sebelum keluar atau

dikeluarkan dari ibunya, tanpa mempersoalkan usia kehamilan (baik sebelum

maupun sesudah kehamilan berumur 28 minggu dalam kandungan). Kemudian

ditandai oleh janin yang tidak bernapas atau tidak menunjukkan tanda kehidupan

lain, seperti denyut jantung, denyut nadi tali puat atau gerakan otot rangka.

Tanda-tanda maserasi (aseptic decomposition). Merupakan proses pembusukan

intrauterine, yang berlangsung dari luar ke dalam (berlainan dengan proses

pembusukan yang berlangsung dari dalam ke luar). Tanda maserasi baru terlihat

setelah 8-10 hari kematian inutero. Bila kematian baru terjadi 3 atau 4 hari, hanya

terlihat perubahan pada kulit saja, berupa vesikel atau bula yang berisi cairan

kemerahan. Bila vesikel atau bula memecah akan terlihat kulit berwara merah

kecoklatan. Tanda-tanda lain adalah epidermis berwarna putih dan berkeriput, bau

“tengik” (bukan bau busuk), tubuh mengalami perlunakan sehingga dada terlihat

mendatar, sendi lengan dan tungkai lunak, sehingga dapat dilakukan hiperkestensi,

otot atau tendon terlepas dari tulang. Pada bayi yang mengalami maserasi, organ-

organ tampak basah tapi tidak berbau busuk. Bila janin telah lama sekali meninggal

dalam kandungan, akan terbentuk litopedion.

Page 8: pbl blok 30 forensik

Dada belum mengembang. Iga masih datar dan diafragma masih setinggi iga ke 3-4.

Sering sukar dinilai bila mayat telah membusuk.

Pemeriksaan makroskopik paru. Paru-paru mungkin masih tersembunyi di belakang

kantung jantung atau telah mengisi rongga dada. Pada 75% kasus paru-prau telah

menngisi rongga dada, baik pada bayi yang lahir mati maupun lahir hidup. Paru-paru

berwarna kelabu ungu merata seperti hati, konsistensi padat tidak teraba derik

udara, dan pleura yang longgar (slack pleura). Berat paru-paru kira-kira 1/70 x berat

badan.

Uji apung paru. Uji ini harus dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch

technique), paru-paru tidak disentuh untuk menghindari kemungkinan timbulnya

artefak pada sediaan histopatologik jaringan paru akibat manipulasi berlebihan.

Lidah dikeluarkan seperti biasa di rahang bawah, ujung lidah dijepit dengan

pinset atau klem, kemudia ditarik kea rah ventrokaudal sehingga terdapat palatum

mole. Dengan scalpel yang tajam, palatum mole disayat sepanjang perbatasannya

dengan paratum durum. Faring, laring, esofagus bersama dengan trakea dilepaskan

dari tulang belakang. Esofagus bersama dengan trakea diikat dibawah kartilago

krikoid dengan benang. Pengikatan ini dimaksudkan agar pada manipulasi berikutnya

cauran ketuban, mekonium atau benda asing lain tidak mengalir ke luar melalui

trakea; bukan untuk mencegah masuknya udara ke dalam paru.

Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dlakukan dengan forsep atau

pinset bedah dan scalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan. Kemudian esofagus

diikat diatas diafragma dan dipotong di atas ikatan. Pengikatan ini dimaksudkan agar

udara tidak masuk ke dalam lambung dan uji apung lambung-usus (uji Breslau) tidak

memberikan hasil yang meragukan.

Setelah semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu dimasukkan

ke dalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Kemudian paru-paru

kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kembali ke dalam air, dan dilihat apakah

mengapung atau tenggelam.

Hingga tahap ini, baru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung oleh

karena kemungkinan adanya gas pembusukan. Bila potongan kecil itu mengapung,

diletakkan diantara 2 karton dan ditekan (dengan arah tekanan yang tegak lurus,

jangan bergeser) untuk mengeluarkan gas pembusukan yang terdapat pada jaringan

Page 9: pbl blok 30 forensik

intersisial paru, lalu masukkan kembali ke dalam air dan diamati apakah masih

mengapung atau tenggelam. Bila masih mengapung berarti paru tersebut berisi

udara residu yang tidak akan keluar.

Kadang-kadang dengan penekanan, dinding alveoli pada mayat bayi yang

telah membusuk lanjut akan pecah juga dan udara residu keluar dan menunjukkan

hasil uji apung paru negatif.

Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil paru

mengingat kemungkinan adanya pernapasa sebagian (partial repiration) yang dapat

bersifat buatan (pernapasan buatan) ataupun alamiah (vagitus uterinus atau vagitus

vaginalis, yaitu bayi sudah bernapas walaupun kepala masih dalam uterus atau

dalam vagina).

Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati karena adanya kemungkinan bayi

dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernapas meskipun jantung masih

berdenyut, sehingga udara dalam alveoli diresorpsi. Pada hasil uji negatif ini,

pemeriksaan histopatologik paru harus dilakukan untuk memeastikan bayi lahir mati

atau lahir hidup.

Bila sudah jelas terjadi pembusukan, maka uji apung paru kurang dapat

dipercaya, sehingga tidak dianjurkan untuk dilakukan. Biasanya paru dengan

perangai maskroskopik lahir mati akan memberikan hasil uji apung paru negatif.

Mikroskopik paru. Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh,

dilakukan fiksasi dengan larutan formalin 10%. Sesudah 12 jam, dibuat irisan-irisan

melintang untuk memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan baik ke dalam paru.

Setelah difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan hhistopatologik. Biasanya

dilakukan pewarnaan HE dan bila perlu telah membusuk digunakan pewarnaan

Gomori atau Ladewig.

Struktur seperti kelenjar bukan merupakan cirri paru bayi yang belum

bernapas, tetapi merupakan cirri paru janin yang nelim mencapai usia gestasi 26

minggu. Tanda khas untuk paru bayi belum bernapas adalah adanya tonjolan

(projection), yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang kemudian akan

bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga tampak seperti gada (club-like).

Pada permukaan ujung bebas projection tampak kapiler yang berisi banyak darah.

Pada paru bayi belum berrnapas yang sudah membusuk, dengan pewarnaan gomori

Page 10: pbl blok 30 forensik

atau ladewig, tampak serabut-serabut retikulin pada permukaan dinding alveoli

berkelok-kelok seperti rambut yang keriting, sedangkan pada projection berjalan di

bawah kapiler sejajar dengan permukaan projection dan membentuk gelung-gelung

terbuka (open loops).

Serabut-serabut elastin pada dinding alveoli belum terwarnai dengan jelas,

masih merupakan fragmen-fragmen yang tersusun dan belum membentuk sartu

lapisan yang mengelilingi seluruh alveoli. Serabut tersebut tegang, tidak

bergelombang dan tidak terdapat di daerah basis projection.

Pada paru bayi lahir mati mungkin pula ditemukan tanda inhalasi cairan

amnion yang luas karena asfiksia intrauterine, misalnya akibat tertekannya tali pusat

atau solutio plasenta sehingga terjadi pernapasa janin premature (intrauterine

submersion). Tampak sel-sel verniks akibat deskuamasi sel-sel permukaan kulit,

berbentuk persegi panjang dengan inti piknotik berbentuk huruf “S”, bila dilihat dari

atas samping terlihat seperti bawang (onion bulb). Juga tampak sedikit sel-sel

amnion yang bersifat asidofilik dengan batas tidak jelas dan inti terletak eksentrik

dengan batas yang juga tidak jelas.

Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua mungkin

terlihat dalam bronkioli dan alveoli. Kadang-kadang ditemukan deskuamasi sel-sel

epitel bronkus yang merupakan tanda dari maerasi dini, atau fagositosis mekonium

oleh sel-sel dinding alveoli. Kolon dapat menggelembung berisi mekoniumm yang

merupakan tanda usaha untuk bernapas (struggle to breath).

Lahir mati ditandai pula oleh ditemukannya keadaan yang tidak

memungkinkan terjadinya kehidupan, seperti trauma persalinan yang hebat,

pendarahan otak yang hebat, dengan atau tanpa robekan tentorium serebeli,

pneumonia intrauterine, kelainan congenital yang fatal seperti anensefalus dan

sebagainya.

Lahir hidup (live birth) adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang

lengkap, yang setelah pemisahan, bernapas atau menunjukkan tanda kehidupan lain,

tanpa mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belumnya tali pusat dipotong atau uri

dilahirkan.

Page 11: pbl blok 30 forensik

Pada pemeriksaan ditemukan dada sudah mengembang dan diafragma sudah turun

sampai sela iga 4-5, terutama pada bayi yang telah lama hidup.

Pemeriksaan mikroskopik paru. Paru sudah mengisi rongga dada dan menutupi

sebagian kandung jantung. Paru berwarna merah muda tidak merata dengan pleura

yang tegang (taut pleura), dan menunjukkan gambaran mozaik karena alveoli sudah

terisi udara. Apeks paru kanan paling dulu atau jelas terisi karena halangan paling

minimal. Gambaran marmer terjadi akibat pembuluh darah intersisial berisi darah.

Konsistensi seperti spons, teraba derik udara. Pada pengisian paru dalam air terlihat

jelas keluarnya gelembung udara dan darah. Berat paru bertambah hingga dua kali

atau kira-kira 1/35 kali berat badan karena berfungsinya sirkulasi darah jantung –

paru.

Uji apung paru memberikan hasil positif. Jika hasil negatif, harus dilanjutkan

dengan pemeriksaan mikroskopik paru. Pemeriksaan mikroskopik paru menunjukkan

alveoli paru yang mengembang sempurna dengan atau tanpa emfisema obstruktif,

serta tidak terlihat adanya projection. Pada pewarnaan Gomori atau Ladewig,

serabut retikulin akan tampak tegang.

Pada pernapasan parsial yang singkat, mungkin hasil uji apung paru negatif

dan mikroskopik memperlihatkan gambaran alveoli yang kolaps dengan dinding yang

berhimpitan atau hampir berhimpit. Kadang-kadang ditemukan edema yang luas

dalam jaringan paru, membrana duktus alveolaris yang tersebar dalam jaringan paru,

yang mungkin berasal dari lemak verniks (membran hialin, yang akan terlihat bila

bayi telah hidup lebih dari 1 jam), atau atelektasis paru akibat obstruksi oleh

membran duktus alveolaris.

Adanya udara dalam saluran cerna dapat dilihat dengan foto rontgen. Udara

dalam duodenum atau saluran yang lebih distal menunjukkan lahir hidup, dan telah

hidup 6-12 jam. Bila dalam usus besar berarti telah hidup 12-24 jam, tetapi harus

diingat kemungkinan adanya pernapasan buatan atau gas pembusukan.

Umur bayi intra dan ekstra-uterine.

Page 12: pbl blok 30 forensik

Penentuan umur janin/embrio dalam kandungan rumus De Haas, adalah untuk 5

bulan pertama, panjang kepala-tumit (cm) = kuadrat umur gestasi (bulan) dan

selanjutnya = umur gestasi (bulan) x 5.

Umur Panjang badan (kepala-tumit)

1 bulan 1 x 1 = 1 cm

2 bulan 2 x 2 = 4 cm

3 bulan 3 x 3 = 9 cm

4 bulan 4 x 4 = 16 cm

5 bulan 5 x 5 = 25 cm

6 bulan 6 x 5 = 30 cm

7 bulan 7 x 5 = 35 cm

8 bulan 8 x 5 = 40 cm

9 bulan 9 x 5 = 45 cm

Perkiraan umur janin dapat pula dilakukan dengan melihat pusat penulangan

(ossification centers) sebagai berikut :

Pusat penulangan pada : Umur (bulan)

Clavicula 1,5

Tulang panjang (diafisis) 2

Ischium 3

Pubis 4

Calcaneus 5-6

Manubrium sterni 6

Talus Akhir 7

Sternum bawah Akhir 8

Distal femur Akhir 9 / setelah lahir

Proksimal tibia Akhir 9 / setelah lahir

Cuboid Akhir 9 / setelah lahir (bayi wanita lebih cepat)

Page 13: pbl blok 30 forensik

Pemeriksaan pusat penulangan dapat dilakukan secara radiologis atau pada saat

autopsi dengan cara sebagai berikut :

Calcaneus dan cuboid. Lakukan dorsofleksi kaki dan buat insisi mulai dari antara jari

kaki ke 3 dan ke 4 ke arah tengah tumit. Dengan cara ini dapat dilihat pusat

penulangan pada calcaneus dan cuboid serta talus.

Distal femur dan proksimal tibia. Lakukan fleksi tungkai bawah pada sendi lutut dan

buat insisi melintang pada lutut. Patela dilepas dengan memotong ligamentum

patela. Buat irisan pada femur dari arah distal ke proksimal sampai terlihat pusat

penulangan pada epifisis distal femur (bukan penulangan diafisis). Hal yang sama

dilakukan terhadap ujung proksimal tibia dengan irisan dari proksimal ke arah distal.

Pusat penulangan terletak di bagian tengah berbentuk oval berwarna merah dengan

diameter 4-6 mm.

Walaupun dalam undang-undang tidak dipersoalkan umur bayi, tetapi kita haris

menentukan apakah bayi tersebut cukup bulan atau belum cukup bulan (prematur)

ataukah non-viable, karena pada pada keadaan prematur dan nonviable,

kemungkinan bayi tersebut meninggal akibat proses alamiah besar sekali sedangkan

kemungkinan mati akibat pembunuhan anak sendiri adalah kecil.

Viable adalah keadaan bayi/janin yang dapat hidup di luar kandungan lepas dari

ibunya. Kriteria untuk itu adalah umur kehamilan lebih dari 28 minggu dengan

panjang badan (kepala-tumit) lebih dari 35 cm, panjang badan (kepala-tungging)

lebih dari 23 cm, berat badan lebih 1000g, lingkar kepala lebih dari 32 cm, dan tidak

ada cacat bawaan yang fatal. Bayi cukup bulan (matur) bila umur kehamilan >36

minggu dengan panjang badan kepala-tumit lebih dari 48 cm, panjang badan kepala-

tungging 30-33 cm, berat badan 2500-3000g, dan lingkar kepala 33 cm.

Pada bayi cukup bulan, hampir selalu terdapat pusat penulangan distal femur

sedangkan pada proksimal tibia kadang-kadang terdapat atau baru terdapat sesudah

lahir, juga pada tulang cuboid. Pada bayi wanita, pusat penulangan timbul lebih

cepat.

Page 14: pbl blok 30 forensik

Ciri-ciri lain dari bayi cukup bulan adalah : lanugo sedikit, terdapat pada dahi,

punggung, dan bahu; pembentukan tulang rawan telinga telah sempurna (bila daun

telinga dilipat akan cepat kembali ke keadaan semula); diameter tonjolan susu 7 mm

atau lebih; kuku-kuku jari telah melewati ujung-ujung jari; garis-garis telapak kaki

telah terdapat 2/3 bagian depan kaki; testis sudah turun ke dalam scrotum; labia

minora sudah tertutup oleh labia mayora yang telah berkembang sempurna; kulit

berwarna merah muda (pada kulit putih) atau merah kebiruan (pada kulit berwarna),

yang setelah 1-2 minggu berubah menjadi lebih pucat atau coklat kehitam-hitaman;

lemak bawah kulit cukup merata sehingga kulit tidak berkeriput (kulit pada bayi

prematur berkeriput).

Penentuan umur bayi ekstra uterin didasarkan atas perubahan-perubahan yang

terjadi setelah bayi dilahirkan, misalnya:

Udara dalam saluran cerna. Bila hanya terdapat dalam lambung atau duodenum,

berarti hidup beberapa saat, dalam usus halus berarti telah hidup 1-2 jam, bila dalam

usus besar, telah hidup 5-6 jam, dan bila telah terdapat dalam rektum berarti telah

hidup 12 jam.

Mekonium dalam kolon. Mekonium akan keluar semua kira-kira dalam waktu 24 jam

setelah lahir.

Perubahan tali pusat. Setelah bayi keluar akan terjadi proses pengeringan tali pusat

baik dilahirkan hidup maupun mati. Pada tempat lekat akan terbentuk lingkaran

merah setelah bayi hidup kira-kira 36 jam. Kemudian tali pusat akan mengering

menjadi seperti bendang dalam waktu 6-8 hari dan akan terjadi peneymbuhan luka

yang sempurna bila tidak terjadi infeksi dalam waktu 15 hari. Pada pemeriksaan

mikroskopik daerah yang akan melepas akan tampak reaksi inflamasi yang mulai

timbul setelah 24 jam berupa serbukan sel-sel leukosit berinti banyak, kemudian

akan terlihat sel-sel limfosit dan jaringan granulasi.

Eritrosit berinti akan hilang dalam 24 jam pertama setelah lahir, namun kadangkala

masih dapat ditemukan dalam sinusoid hati.

Page 15: pbl blok 30 forensik

Ginjal. Pada hari ke 2-4 akan terdapat deposit asam urat yang berwarna jingga

berbentuk kipas (fan-shapped), lebih banyak dalam piramid daripada medula ginjal.

Hal ini akan menghilang setelah hari ke 4 saat metabolisme telah terjadi.

Perubahan sirkulasi darah. Setelah bayi lahir, akan terjadi obliterasi arteri dan vena

umbilikalis dalam waktu 3-4 hari. Duktus venosus akan tertutup setelah 3-4 minggu

dan foramen ovale akan tertutup setelah 3 minggu sampai 1 bulan, tetapi kadang-

kadang tidak menutup walaupun sudah tidak berfungsi lagi. Duktus arteriosus akan

menutup setelah 3 minggu sampai 1 bulan.

Sudah atau belum dirawat. Pada bayi yang telah dirawat dapat ditemukan hal-hal

sebagai berikut:

Tali pusat. Tali pusat telah terikat, diputuskan dengan gunting atau pisau lebih

kurang 5 cm dari pusat bayi dan diberi obat antiseptik. Bila tali pusat dimasukkan ke

dalam air, akan terlihat ujungnya terpotong rata. Kadang-kadang ibu menyangkal

melakukan pembunuhan dengan mengatakan telah terjadi partus presipiatus

(keberojolan). Pada keadaan ini tali pusat akan terputus dekat perlekatannya pada

uri atau pusat bayi dengan ujung yang tidak rata. Hal lain yang tidak sesuai dengan

partus presipiatus adalah terdapatnya caput sucsadaneum, molase hebat dan fraktur

tulang tengkorak serta ibu yang primipara.

Vernix caseosa (lemak bayi) telah dibersihkan, demikian pula bekas-bekas darah.

Pada bayi yang dibuang ke dalam air vernix tidak akan hilang seluruhnya dan masih

dapat ditemukan di daerah lipatan kulit; ketiak, belakang telinga, lipat paha, dan lipat

leher.

Pakaian. Perawatan terhadap bayi antara lain adalah memberi pakaian atau penutup

tubuh pada bayi.

b. Pemeriksaan terhadap ibu[3]

Konsep Polimorfisme

Polimorfisme adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan adanya suatu

bentuk yang berbeda dari suatu struktur dasar yang sama. Jika terdapat variasi /

modifikasi pada suatu lokus yang spesifik (pada DNA) dalam suatu populasi, maka

Page 16: pbl blok 30 forensik

lokus tersebut dikatakan bersifat polimorfik. Sifat polimorfik ini di samping

menunjukkan variasi individu, juga memberikan keuntungan karena dapat digunakan

untuk membedakan satu orang dari yang lain.

Dikenal polimorfisme protein dan polimorfisme DNA. Polimorfisme protein

antara lain ialah golongan darah, golongan protein serum, sistim golongan enzim

eritrosit dan sistim HLA (Huma Lymphocyte Antigen). Polimorfisme DNA merupakan

suatu polimorfisme pada tingkat yang lebih awal dibandingkan polimorfisme protein,

yaitu tingkat kode genetik atau DNA. Pemeriksaan polimorfisme DNA meliputi

pemeriksaan Sidik DNA (DNA fingerprint), VNTR (Variable Number of Tandem

Repeats) dan RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism), secara Southern

blot maupun dengan PCR (Polymerase Chain Reaction).

Dibandingkan dengan pemeriksaan polimorfisme protein, pemeriksaan

polimorfisme DNA menunjukan beberapa kelebihan. Pertama, polimorfisme DNA

menunjukkan tingkat polimorfis yang jauh lebih tinggi, sehingga tidak diperlukan

pemeriksaan terhadap banyak sistem. Kedua, DNA jauh lebih stabil dibandingkan

protein, membuat pemeriksaan DNA masih dimungkinkan pada bahan yang sudah

membusuk, mengalami mummifikasi atau bahkan pada jenazah yang tinggal

kerangka saja. Ketiga, distribusi DNA sangat luas meliputi seluruh sel tubuh, sehingga

berbagai bahan mungkin untuk digunakan sebagai bahan pemeriksaan. Keempat,

dengan ditemukannya metode PCR, bahan DNA yang kurang segar dan sedikit

jumlahnya masih mungkin untuk dianalisis.

Pemeriksaan DNA Fingerprint

Pemeriksaan sidik DNA pertama kali dperkenalkan oleh Jeffreys pada tahun

1985. Pemeriksaan ini didasarkan atas adanya bagian DNA manusia yang termasuk

daerah non-coding atau intron (tak mengkode protein) yang ternyata merupakan

urutan basa tertentu yang berulang sebanyak n kali.

Bagian DNA ini tersebar dalam seluruh genom manusia sehingga dinamakan

multilokus. Bagian DNA ini dimiliki oleh smua orang tetapi masing-masing individu

mempunyai jumlah pengulangan yang berbeda-beda satu sama lain, sedemikian

sehingga kemungkinan dua individu mempunyai fragmen DNA yang sama adalah

sangat kecil sekali. Bagian DNA ini dikenal dengan nama Variable Number of Tandem

Page 17: pbl blok 30 forensik

Repeats (VNTR) dan umumnya tersebar pada bagian ujung kromosom. Seperti juga

DNA pada umumnya, VNTR ini diturunkan dari kedua orangtua menurut hukum

Mendel, sehingga keberadaanya dapat dilacak secara tidak langsung dari orangtua,

anak maupun saudara kandungnya.

Jeffreys dan kawan - kawan menemukan bahwa suatu fragmen DNA yang

diisolasi dari DNA yang terletak dekat dengan gen globin manusia ternyata dapat

melacak VNTR ini secara simultan. Pelacak DNA (probe) multilokus temuannya ini

dinamakan pelacar Jeffreys yang terdiri dari beberapa probe, diantaranya 16.6 dan

16.15 yang paling sering digunakan.

Pemeriksaan sidik DNA diawali dengan melakukan ekstraksi DNA dari sel

berinti, lalu memotongnya dengan enzim restriksi Hinfl, sehingga DNA menjadi

potongan-potongan. Potongan DNA ini dipisahkan satu sama lain berdasarkan berat

molekulnya (panjang potongan) dengan melakukan elektroforesis pada gel agarose.

Dengan menempatkan DNA pada sisi bermuatan negatif, maka DNA yang bermuatan

negatif akan ditolak ke sisi lainnya dengan kecepatan yang berbanding terbalik

dengan panjang fragmen DNA. Fragmen DNA yang tleha terpisah satu sama lain di

dalam agar lalu diserap pada suatu membran nitroselulosa dengan suatu metode

yang dinamakan metode Southern blot.

Membran yang kini telah mengandung potongan DNA ini lalu diproses untuk

membuat DNA-nya menjadi DNA untai tunggal (proses denaturasi), baru kemudian

dicampurkan dengan pelacak DNA yang telah dilabel dengan bahan radioaktif dalam

proses yang dinamakan hibridisasi. Pada proses ini pelacak DNA akan bergabung

dengan fragmen DNA yang merupakan basa komplemennya.

Untuk menampilkan DNA yang telah ber-hibridisasi dengan pelacak berlabel

ini, dipaparkanlah suatu film diatas membran sehingga film akan terbakar oleh

adanya radioaktif tersebut (proses autoradiografi). Hasil pembakan film oleh sinar

radioaktif ini akan tampak pada fil berupa pita-pita DNA yang membentuk gambaran

serupa Barcode (label barang di supermarket).

Dengan metode Jeffreys dan menggunakan 2 macam pelacak DNA umumnya

dapat dihasilkan sampai 20-40 buah pita DNA per-sampelnya. Pada kasus identifikasi

mayat tak dikenalm dilakukan pembandingan pita korban dengan pita orangtua atau

anak-anak tersangka korban. Jika korban benar adalah tersangka maka akan

Page 18: pbl blok 30 forensik

didapatkan bahwa separuh pita anak akan cocok dengan ibunya dan separuhnya lagi

cocok dengan pita ayahnya. Hal yang sama juga dapat dilakukan pada kasus ragu

ayah (disputed paternity).

Analisis VNTR Lain

Setelah penemuannya Jeffreys ini, banyak terjadi penemuan VNTR lain.

Metode pemeriksaanpun menjadi beraneka ragam dengan menggunakan enzim

restriksi, sistim labeling pelacak dan pelacak yang berbeda, meskipun semua masih

menggunakan metode Southern blot seperti metode Jeffreys.

Setelah kemudian ditemukan suatu pelacak yang dinamakan pelacak lokus

tunggal (single locus), maka mulailah orang mengalihkan perhatiannya pada metode

baru ini. Pada sistim pelacakan dengan pelacak tunggal, yang dilacak pada suatu

pemeriksaan hanyalah satu lokus tertentu saja, sehingga pada analisis selanjutnya

hanya akan didapatkan dua pita DNA saja. Karena pola penurunan DNA ini juga

sama, maka satu pita berasal dari ibu dan pita satunya berasal dari sang ayah.

Adanya jumlah pita yang sedikit ini menguntungkan karena interpretasinya

menjadi lebih mudah dan sederhana. Secara umum, metode Jeffreys dan

pelacak multilokus dianjurkan untuk kasus identifikasi personal, sedang untuk kasus

perkosaan menggunakan metode dengan pelacak lokus tunggal.

Pemeriksaan RFLP

Polimorfisme yang dinamakan Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)

adalah suatu polimorfisme DNA yang terjadi akibat adanya variasi panjang fragmen

DNA setelah dipotong dengan enzim restriksi tertentu. Suatu enzim restriksi

mempunyai kamampuan memotong DNA pada suatu urutan basa tertentu sehingga

akan menghasilkan potongan-potongan DNA tertentu. Adanya mutasi tertentu pada

lokasi pemotongan dapat membuat DNA yang biasanya dapat dipotong menjadi tak

dapat dipotong sehingga membentuk fragmen DNA yang lebih panjang. Variasi inilah

yang menjadi dasar metode analisis RFLP.

VNTR yang telah dibicarakan di atas sesungguhnya adalah salah satu jenis RFLP,

karena variasi fragmennya didapatkan setelah pemotongan dengan enzim restriksi.

Page 19: pbl blok 30 forensik

Metode pemeriksaan RFLP dapat dilakukan dengan metode Southern blot tetapi

dapat juga dengan metode PCR.

Metode PCR

Metode PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah suatu metode untuk

memperbanyak fragmen DNA tertentu secara in vitro dengan menggunakan enzim

polimerase DNA.

Kelompok Cetus pada tahun 1985 menemukan bahwa DNA yang dicampur dengan

deoksiribonukleotida trifosfat atau dNTP (yang terdiri dari ATP, CTP, TTP dan GTP),

enzim polimerase DNA dan sepasang primer jika dipanaskan, didinginkan lalu

dipanaskan lagi akan memperbanyak diri dua kali lipat. Jika siklus ini diulang

sebanyak n kali, maka DNA akan memperbanyak diri 2n kali lipat.

Yang dimaksud dengan primer adalah fragmen DNA untai tunggal yang sengaja

dibuat dan merupakan komplemen dari bagian ujung DNA yang akan diperbanyak,

sehingga dapat diibaratkan sebagai patok pembatas bagian DNA yang akan

diperbanyak.

Adanya mesin otomatis untuk proses ini membuat prosedurnya menjadi amat

sederhana. DNA hasil perbanyakan dapat langsung dianalisis dengan melakukan

elektroforesis pada gel agarose atau gel poliakrilamide.

LokusDNA yang dapat dianalisis dengan metode PCR, meliputi banyak sekali lokus

VNTR maupun RFLP lainnya, diantaranya lokus D1S58 (dulu disebut D1S80) dan

D2S44. Metode analisis dengan PCR ini begitu banyak disukai sehingga penemuan-

penemuan lokus DNA polimorfik yang potensial untuk analisis kasus forensik terus

terjadi tanpa henti setiap saat.

Pada masa sebelum berkembangnya teknologi bio-molekuler, identifikasi personal

dilakukan hanya dengan memanfaatkan pemeriksaan polimorfisme protein, seperti

golongan darah, dengan segala keterbatasannya. Keterbatasan pertama, ia hanya

dimungkinkan dilakukan pada bahan yang segar karena protein cepat rusak oleh

pembusukan. Keterbatasan kedua, ia hanya dapat memberikan kesimpulan eksklusi

yaitu "pasti bukan" atau "mungkin".

Page 20: pbl blok 30 forensik

Pada metode konvensional, untuk mempertinggi ketepatan kesimpulan pada

kelompok yang tak terkesklusi, pemeriksaan harus dilakukan terhadap banyak sistim

sekaligus.

Penemuan DNA fingerprint yang menawarkan metode eksklusi dengan kemampuan

eksklusi yang amat tinggi membuatnya menjadi metode pelengkap atau bahkan

pengganti yang jauh lebih baik karena ia mempunyai ketepatan yang nyaris seperti

sidik jari.

Dengan mulai diterapkannya metode PCR, kemampuan metode ini untuk

memperbanyak DNA jutaan samapi milyaran kalomemungkinkan dianalisisnya

sampel forensik yang jumlahnya amat minim, seperti analisis kerokan kuku (cakaran

korban pada pelaku), bercak mani atau darah yang minim, puntung rokok dsb.

Kelebihan lain dari pemeriksaan dengan PCR adalah kemampuannya untuk

menganalisis bahan yang sudah berdegradasi sebagian. Hal ini penting karena

banyak dari sampel forensik merupakan sampe postmortem yang tak segar lagi.

Pemeriksaan TKP[2]

Dasar pemeriksaan adalah hexameter, yaitu menjawab 6 pertanyaan : (1) apa yang terjadi,

(2) siapa yang tersangkut, (3) dimana dan kapan terjadi, (4) bagaimana terjadinya dan (5)

dengan apa melakukannya, serta (6) kenapa terjadi peristiwa tersebut. Bila korban masih

hidup maka tindakan yang paling utama dan pertama bagi dokter adalah menyelamatkan

korban dengan tetap menjaga keutuhan TKP.

Perlengkapan yang sebaiknya dibawa pada saat pemeriksaan di TKP adalah kamera, film

berwarna dan hitam putih (untuk ruangan gelap), lampu kilat, lampu senter, lampu

ultraviolet, alat tulis dan tempat menyimpan barang bukti berupa amplop atau kantong

plastik, pinset, skapel, jarum, tang, kaca pembesar, termometer rectal, termometer rangan,

sarung tangan, kapas, kertas saring serta alat tulis (spidol) untuk memberi label pada benda

bukti.

Pada pemeriksaan TKP didapatkan bayi terbungkus kain, masih terdapat plasenta, dan bayi

dinyatakan cukup bulan berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan.

Teknik autopsi forensik[3]

Page 21: pbl blok 30 forensik

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran

udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan

peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami

kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadinya kematian.

Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dalam

empat fase, yaitu:

a. Fase dispnea. Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan karbon

dioksida dalam plasma akan merangsang pusat pernapasan di medula oblongata,

sehingga amplitudo dan frekuensi pernapasan akan meningkat, nadi cepat, tekanan

darah meninggi dan mulai tampak tanda-tanda sianosis terutama pada muka dan

tangan.

b. Fase konvulsi. Akibat kadar karbon dioksida yang naik maka akan timbul rangsangan

terhadap susunan saraf pusat sehingga terjadi konvulsi, yang mula-mula berupa

kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik, dan akhirnya timbul spasme

opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, tekanan darah juga

menurun. Efek ini berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak

akibat kekurangan oksigen.

c. Fase apnea. Depresi pusat pernapasan menjadi lebih hebat, pernapasan melemah

dan dapat berhenti. Kesadaran menurun dan akibat relaksasi sfingter dapat terjadi

pengeluaran cairan sperma, urin, dan tinja.

d. Fase akhir. Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernafasan berhenti

setelah kontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih

berdenyut beberapa saat setelah pernapasan berhenti.

Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya

berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsung lebih kurang 3-4 menit, tergantung dari

tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100 persen maka waktu kematian akan lebih lama

dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap.

Pembekapan adalah penutupan lubang hidung dan mulut yang menghambat pemasukan

udara ke paru-paru. Pembekapan menimbulkan kematian akibat asfiksia.

Page 22: pbl blok 30 forensik

Cara kematian yang berkaitan dengan pembekapan dapat berupa :

a. Bunuh diri. Bunuh diri dengan cara pembekapan masih mungkin terjadi misalnya

pada penderita penyakit jiwa, orang tahanan dengan menggunakan gulungan kasur,

bantal, pakaian, yang diikatkan menutupi hidung dan mulut.

b. Kecelakaan. Kecelakaan dapat terjadi misalnya pada bayi dalam bulan-bulan pertama

kehidupannya, terutama bayi prematur bila hidung dan mulut tertutup oleh bantal

atau selimut. Anak-anak dan dewasa muda yang terkurung dalam suatu tempat yang

sempit dengan sedikit udara, misalnya terbekap dengan atau dalam kantung plastik.

c. Pembunuhan. Biasanya terjadi pada kasus pembunuhan anak sendiri.

Bila pembekapan terjadi dengan benda yang lunak, maka pada pemeriksaan luar jenazah

mungkin tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan. Tanda kekerasan yang dapat ditemukan

tergantung dari jenis benda yang digunakan dan kekuatan menekan.

Kekerasan yang mungkin terdapat adalah luka lecet tekan atau geser, goresan kuku, memar

pada ujung hidung, bibir, pipi, dagu yang mungkin terjadi akibat korban melawan.

Luka memar atau lecet pada bagian atau permukaan dalam bibir akibat bibir yang terdorong

dan menekan gigi, gusi, dan lidah. Luka memar atau lecet pada bagian belakang tubuh

korban.

Thanatologi[2]

1. Tanda yang segera dikenali setelah kematian.

Berhentinya sirkulasi darah.

Berhentinya pernafasan.

2. Tanda-tanda kematian setelah beberapa saat kemudian:

a. Perubahan temperatur tubuh (algor mortis)

Suhu tubuh pada orang yang sudah meninggal perlahan-lahan akan sama

dengan suhu lingkungannya karena mayat tersebut akan melepaskan panas dan

suhunya menurun. Kecepatan penurunan suhu pada mayat bergantung kepada

Page 23: pbl blok 30 forensik

suhu lingkungan dan suhu mayat tu sendiri. Pada iklim yang dingin maka

penurunan suhu mayat berlangsung cepat.

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Suhu Mayat

1. Usia. Penurunan suhu lebih cepat pada anak-anak dan orang tua dibandingkan

orang dewasa.

2. Jenis kelamin. Wanita mengalami penurunan suhu tubuh yang lebih lambat

dibandingkan pria karena jaringan lemaknya lebih banyak.

3. Lingkungan sekitar mayat. Jika mayat berada pada ruangan kecil tertutup tanpa

ventilasi kecepatan penurunan suhu mayat akan lebih lambat dibandingkan jika

mayat berada pada tempat terbuka dengan ventilasi yang cukup.

4. Pakaian. Tergantung pakaian yang di pakai tebal atau nipis atau tidak

berpakaian.

5. Bentuk tubuh. Mayat yang berbadan kurus akan mengalami penurunan suhu

badan yang lebih cepat.

6. Posisi tubuh. Mayat dalam posisi terlentang mengalami penurunan suhu yang

lebih cepat.

b. Lebam mayat (livor mortis)

Lebam mayat terjadi akibat terkumpulnya darah pada jaringan kulit dan

subkutan disertai pelebaran pembuluh kapiler pada bagian tubuh yang letaknya

rendah atau bagian tubuh yang tergantung. Keadaan ini memberi gambaran

berupa warna ungu kemerahan.Setelah seseorang meninggal, mayatnya menjadi

suatu benda mati sehingga darah akan berkumpul sesuai dengan hukum gravitasi.

Lebam mayat pada awalnya berupa barcak. Dalam waktu sekitar 6 jam, bercak ini

semakin meluas yang pada akhirnya akan membuat warna kulit menjadi gelap.

Pembekuan darah terjadi dalam waktu 6-10 jam setelah kematian. Lebam mayat

ini bisa berubah baik ukuran maupun letaknya tergantung dari perubahan posisi

mayat. Karena itu penting sekali untuk memastikan bahwa mayat belum disentuh

oleh orang lain. Posisi mayat ini juga penting untuk menentukan apakah kematian

disebabkan karena pembunuhan atau bunuh diri.

Ada 5 warna lebam mayat yang dapat kita gunakan untuk memperkirakan

penyebab kematian :

Page 24: pbl blok 30 forensik

a. Merah kebiruan merupakan warna normal lebam

b. Merah terang menandakan keracunan CO, keracunan CN atau suhu dingin

c. Merah gelap menunjukkan asfiksia

d. Biru menunjukkan keracunan nitrit

e. Coklat menandakan keracunan aniline

c. Kaku mayat (rigor mortis)

Perubahan otot yang terjadi setelah kematian bisa dibagi dalam 3 tahap :

1. Periode relaksasi primer (flaksiditas primer)

Hal ini terjadi segera setelah kematian. Biasanya berlangsung selama 2-3 jam.

Seluruh otot tubuh mengalami relaksasi,dan bisa digerakkan ke segala arah.

Iritabilitas otot masih ada tetapi tonus otot menghilang. Pada kasus di mana

mayat letaknya berbaring rahang bawah akan jatuh dan kelopak mata juga

akan turun dan lemas.

2. Kaku Mayat

Kaku mayat akan terjadi setelah tahap relaksasi primer. Keadaan ini

berlangsung setelah terjadinya kematian tingkat sel, dimana aktivitas listrik

otot tidak ada lagi. Otot menjadi kaku. Fenomena kaku mayat ini pertama

sekali terjadi pada otot-otot mata, bagian belakang leher, rahang bawah,

wajah, bagian depan leher, dada, abdomen bagian atas dan terakhir pada otot

tungkai. Akibat kaku mayat ini seluruh mayat menjadi kaku, otot memendek

dan persendian pada mayat akan terlihat dalam posisi sedikit fleksi. Keadaan

ini berlangsung selama 24 - 48 jam pada musim dingin dan 18 - 36 jam pada

musim panas. Penyebabnya adalah otot tetap dalam keadaan hidrasi oleh

karena adanya ATP. Jika tidak ada oksigen, maka ATP akan terurai dan akhirnya

habis, sehingga menyebabkan penumpukan asam laktat dan penggabungan

aktinomiosin (protein otot).

3. Periode Relaksasi Sekunder

Otot menjadi relak (lemas) dan mudah digerakkan. Hal ini terjadi karena

pemecahan protein, dan tidak mengalami reaksi secara fisik maupun kimia.

Proses pembusukan juga mulai terjadi. Pada beberapa kasus, kaku mayat

Page 25: pbl blok 30 forensik

sangat cepat berlangsung sehingga sulit membedakan antara relaksasi primer

dengan relaksasi sekunder.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kaku Mayat

1) Keadaan Lingkungan. Pada keadaan yang kering dan dingin, kaku mayat lebih

lambat terjadi dan berlangsung lebih lama dibandingkan pada lingkungan yang

panas dan lembab. Pada kasus di mana mayat dimasukkan ke dalam air dingin,

kaku mayat akan cepat terjadi dan berlangsung lebih lama.

2) Usia. Pada anak-anak dan orangtua, kaku mayat lebih cepat terjadi dan

berlangsung tidak lama. Pada bayi prematur biasanya tidak ada kaku mayat.

Kaku mayat baru tampat pada bayi yang lahir mati tetapi cukup usia (tidak

prematur).

3) Cara kematian. Pada pasien dengan penyakit kronis, dan sangat kurus, kaku

mayat cepat terjadi dan berlangsung tidak lama. Pada pasien yang mati

mendadak, kaku mayat lambat terjadi dan berlangsung lebih lama.

4) Kondisi otot. Terjadi kaku mayat lebih lambat dan berlangsung lebih lama pada

kasus di mana otot dalam keadaan sehat sebelum meninggal, dibandingkan jika

sebelum meninggal keadaan otot sudah lemah

3. Tanda-tanda kematian setelah selang waktu yang lama:

a. Proses pembusukan

Perubahan warna. Perubahan ini pertama kali tampat pada fossa iliaka kanan

dan kiri berupa warna hijau kekuningan, disebabkan oleh perubahan hemoglobin

menjadi sulfmethemoglobin. Perubahan warna ini juga tampak pada seluruh

abdomen, bagian depan genitalia eksterna, dada, wajah dan leher. Dengan semakin

berlalunya waktu maka warnanya menjadi semakin ungu. Jangka waktu mulai

terjadinya perubahan warna ini adalah 6-12 jam pada musim panas dan 1-3 hari

pada musin dingin. Perubahan warna tersebut juga diikuti dengan pembengkakan

mayat. Otot sfingter mengalami relaksasi sehingga urin dan faeses keluar. Lidah juga

terjulur. Bibir menebal, mulut membuka dan busa kemerahan bisa terlihat keluar

dari rongga mulut. Mayat berbau tidak enak disebabkan oleh adanya gas

pembusukan. Gas ini bisa terkumpul pada suatu rongga sehingga mayat menjadi

Page 26: pbl blok 30 forensik

tidak mirip dengan korban sewaktu masih hidup. Gas ini selanjutnya juga bisa

membentuk lepuhan kulit

Lepuhan Kulit (blister)

Mulai tampak 36 jam setelah meninggal. Kulit ari dapat dengan cukup mudah

dikelupas. Di mana akan tampak cairan berwarna kemerahan yang sedikit

mengandung albumin. Jika pembusukan terus berlangsung, maka bau busuk yang

timbul akan menarik lalat untuk hinggap pada mayat. Lalat menempatkan telurnya

pada mayat, di mana dalam waktu 8-24 jam telur akan menetas menghasilkan larva-

yang sering disebut belatung. Dalam waktu 4-5 hari, belatung ini lalu menjadi pupa,

dimana setelah 4-5 hari kemudian akan menjadi lalat dewasa. Pada tahap ini bagian

dari tulang tengkorak mulai tampak. Rektum dan uterus juga tampak dan uterus

gravid juga bisa mengeluarkan isinya Rambut dan kuku dengan mudah dapat

dicabut. Bagian perut dan dada bisa pecah berhubung besarnya tekanan gas yang di

kandungnya. Jika pembusukan terus berlangsung, maka jaringan jaringan menjadi

lunak, rapuh dan berwarna kecoklatan.

Organ Tubuh Bagian Dalam

Organ tubuh bagian dalam juga mengalami perubahan. Bentuk perubahan sama

seperti diatas, jaringan-jaringan menjadi berwarna kecoklatan. Ada yang cepat

membusuk dan ada yang lambat.

Jaringan yang cepat membusuk :

Laring

Trakea

Otak terutama pada anak-anak

Lambung

Usus halus

Hati

Limpa

Jaringan yang lambat membusuk :

Jantung

Paru-paru

Ginjal Prostat

Page 27: pbl blok 30 forensik

Uterus non gravid

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Pembusukan.

a. Temperatur. Temperatur yang paling cocok untuk proses pembusukan adalah

antara 700F sampai 1000F. Pembusukan akan melambat diatas temperatur

1000F dan dibawah 700F, dan berhenti dibawah 320 F atau diatas 2120F .

b. Udara. Udara yang mempercepat pembusukan. Kecepatan pembusukan lebih

lambat didalam air dan dalam tanah dibandingkan di udara terbuka.

c. Kelembaban. Keadaan lembab mempercepat proses pembusukan.

d. Penyebab kematian. Bagian tubuh yang terluka biasanya lebih cepat membusuk.

Beberapa jenis racun bisa memperlambat pembusukan, misalnya arsen, zinc

(seng) dan golongan logam antimon. Mayat penderita yang meninggal karena

penyakit kronis lebih cepat membusuk dibandingkan mayat orang sehat.

b. Saponifikasi atau adiposera

Fenomena ini terjadi pada mayat yang tidak mengalami proses pembusukan

yang biasa. Melainkan mengalami pembentukan adiposera. Adiposera merupakan

subtansi yang mirip seperti lilin yang lunak, licin dan warnanya bervariasi mulai dari

putih keruh sampai coklat tua. Adiposera mengandung asam lemak bebas, yang

dibentuk melalui proses hidrolisa dan hidrogenasi setelah kematian. Adanya enzim

bakteri dan air sangat penting untuk berlangsungnya proses tersebut. Dengan

demikian, maka adiposera biasanya terbentuk pada mayat yang terbenam dalam air

atau rawa-rawa. Lama pembentukan adiposera ini juga bervariasi, mulai dari 1

minggu sampai 10 minggu. Kepentingan medikolegal dari adiposere adalah dapat

menunjukkan tempat kematian (kering, panas atau tempat basah).

c. Mumifikasi

Mayat mengalami pengawetan akibat proses pengeringan dan penyusutan bagian-

bagian tubuh. Kulit menjadi kering, keras dan menempel pada tulang kerangka. Mayat

menjadi lebih tahan dari pembusukan sehingga masih jelas menunjukkan ciri-ciri seseorang.

Fenomena ini terjadi pada daerah yang panas dan lembab, di mana mayat dikuburkan tidak

begitu dalam dan angin yang panas selalu bertiup sehingga mempercepat penguapan cairan

Page 28: pbl blok 30 forensik

tubuh. Lama terjadinya mummifikasi adalah antara 4 bulan sampai beberapa tahun.

Kepentingan medikolegal dari mummifikasi adalah dapat menunjukkan tempat kematian

(kering, panas atau tempat basah).

Traumatologi forensik[2]

Memar adalah suatu pendarah dalam jaringan bawah kutis/kulit akibat pecahnya kapiler

dan vena, yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul. Luka memar kadangkala memberi

petunjuk tentang bentuk benda penyebabnya, misalnya jejas ban yang sebenarnya adalah

suatu pendarahan tepi (marginal hemorrhage).

Luka, bentuk, dan luas luka memar dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti besarnya

kekerasan, jenis benda penyebab (karet, kayu, besi), kondisi dan jenis jaringan (jaringan ikat

longgar, jaringan lemak), usia, jenis kelamin, corak, dan warna kulit, kerapuhan pembuluh

darah, penyakit (hipertensi, penyakit kardiovaskuler, diatesis hemoragik).

Pada bayi, hematom cenderung lebih mudah terjadi karena sifat kulit yang longgar dan

masih tipisnya jaringan lemak subkutan, demikian pula pada usia lanjut sehubungan dengan

menipisnya jaringan lemak subkutan dan pembuluh darah yang kurang terlindung.

Akibat gravitasi, lokasi hematom mungkin terletak jauh dari benturan, misalnya kekerasan

benda tumpul pada dahi menimbulkan hematom palpebra atau kekerasan benda tumpul

pada paha dengan patah tulang paha menimbulkan hematom ada sisi luar tungkai bawah.

Umur luka memar secara kasar dapat diperkirakan melalui perubahan warnanya. Pada saat

timbul, memar berwarna merah, kemudian berubah menjadi warna ungu atau hitam,

setelah 4 sampai 5 hari akan berwarna hijau yang kemudian berubah menjadi warna kuning

dalam 7 sampai 10 hari, dan akhirnya menghilang dalam 14 sampai 15 hari. Perubahan

warna tersebut berlangsung mulai dari tepi dan waktunya dapat bervariasi tergantung

derajat dan berbagai faktor yang mempengaruhinya.

Dari sudut pandang medikolegal, intepretasi luka memar dapat merupakan hal yang

penting, apalagi bila lika memar tersebut disertai luka lecet atau laserasi. Dengan perjalanan

waktu, baik pada orang hidup maupun mati, luka memar akan memberi gambaran yang

makin jelas.

Page 29: pbl blok 30 forensik

Hematom ante-mortem yang timbul beberapa saat sebelum kematian biasanya akan

menunjukkan pembengkakan dan infiltrasi darah dalam jaringan sehingga dapat dibedakan

dari lebam mayat dengna cara melakukan penyayatan kulit. Pada lebam mayat (hipostasis

pascamati) darah akan mengalir keluar dari pembuluh darah yang tersayat sehingga bila

dialiri air, penampang sayatan tetap berwarna merah kehitaman. Tetapi harus diingat

bahwa pada pembusukan juga terjadi ekstravasasi darah yang dapat mengacaukan

pemeriksaan ini.

Luka lecet tekan disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit adalah

jaringan yang lentur, maka bentuk luka lecet tekan belum tentu sama dengan bentuk

permukaan benda tumpul tersebut, tetapi masih memungkinkan identifikasi benda

penyebab yang mempunyai bentuk yang khas misalnya kisi-kisi radiator mobil, jejas gigitan,

dan sebagainya. Gambaran luka lecet tekan yang ditemukan pada mayat adalah daerah kulit

yang kaku dengan warna lebih gelap dari sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya jaringan

yang tertekan serta terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca mati.

Visum et Repertum[4]

Menurut bahasanya berasal dari kata latin yaitu visum (sesuatu yang dilihat), et

(dan), dan repertum (melaporkan). Visum et repertum adalah keterangan tetulis yang dibuat

oleh dokter (Pasal 133 KUHAP ayat 1), berisi temuan dan pendapat berdasarkan

keilmuannya tentang hasil pemeriksaan medis terhadap manusia atau bagian dari tubuh

manusia, baik yang hidup maupun mati, atas pemintaan tertulis (resmi; Pasal 133 KUHAP

ayat 2) dari penyidik yang berwenang (Pasal 133 KUHAP ayat 1) yang dibuat atas sumpat

atau dikuatkan dengan sumpah untuk kepentingan peradilan. Visum et repertum adalah alat

bukti surat dimana merupakan satu dari lima alat bukti yang sah (Pasal 184 KUHAP) selain

keterangan saksi, keterangan ahli, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

Visum et repertum dibtuhkan pada kasus :

Luka (Pasal 133 KUHAP ayat 1)

Keracunan

Mati

Page 30: pbl blok 30 forensik

Maka penyidik akan mencantumkan dalam surat permintaan visumnya, visum apa

yang diinginkan (Pasal 133 KUHAP ayat 2), sesuai dengan kebutuhan atas keterangan yang

mereka perlukan.

Pada kasus korban luka, jenis kasus yang umumnya dimintakan visum et repertum

oleh penyidik adalah kasus-kasus :

Kecelakaan lalu lintas

Kecelakaan kerja

Penganiayaan

Percobaan pembunuhan

Kekerasan terhadap perempuan

Kekerasan terhadap anak

Dugaan malpraktik

Visum et repertum terdiri dari lima bagian yaitu :

1. Projustisia

2. Pendahuluan

Bagian ini tidak diberi judul “Pendahuluan”. Merupakan uraian tentang identitas dokter

pemeriksa, instansi pemeriksa, tempat dan waktu pemeriksaan, instansi peminta visum,

nomor dan tanggal surat permintaan, serta identitas korban yang diperiksa sesuai

dengan permintaan visum et repertum tersebut.

Di bagian ini dicantumkan ada/tidaknya label identifikasi dari pihak penyidik, bentuk,

dan bahan label serta isi label identifikasi yang dilekatkan pada “benda bukti”, biasanya

pada ibu jari kaki kanan mayat.

3. Pemberitaan

Diberi judul “Hasil Pemeriksaan”. Memuat semua hasil pemeriksaan terhadap “barang

bukti” yang dituliskan secara sistematik, jelas, dan dapat dimengerti oleh orang yang

tidak berlatar belakang kedokteran.

Pada pemeriksaan jenazah, bagian ini terbagi tiga bagian, yaitu :

a. Pemeriksaan luar

b. Pemeriksaan dalam (bedah jenazah)

c. Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan pendukung lainnya

Page 31: pbl blok 30 forensik

4. Kesimpulan

Diberi judul “Kesimpulan”. Berisi kesimpulan pemeriksa atas hasil pemeriksaan dengan

berdasarkan keilmuan/keahliannya. Pada korban hidup berisi setidaknya jenis perlukaan

atau cidera, penyebab, serta derajat luka.

Apabila memungkinkan, tuliskan juga saat kematian dan petunjuk tentang kekerasan

ataupun pelakunya.

5. Penutup

Tanpa judul. Merupakan uraian kalimat penutup yang menyatakan bahwa visum et

repertum dibuat dengan sebenarnya, berdasarkan kelimuan mengingat sumpah dan

sesuai dengan KUHAP.

HASIL VISUM ET REPERTUM KASUS 2

RS UKRIDA

Jalan Arjuna Utara Nomor 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat 11510

Telp. 021-566 9999

Jakarta, 5 Desember 2013

PRO JUSTISIA

VISUM ET REPERTUM

No. 11/TU.RSUKRIDA/XII/2013

Yang bertandatangan di bawah ini, dr. Petric Libut, SpF, dokter pada Rumah Sakit

UKRIDA, atas permintaan dari Kepolisian Sektor Kebon Jeruk dengan suratnya nomor

12/VER/XII/2013/Sek.KebJeruk, tertanggal 1 Desember 2013, maka dengan ini

menerangkan bahwa pada tangal satu Desember tahun duaribu tigabelas, pukul….

dua puluh satu….

Lanjutan VER No. 11/TU.RSUKRIDA/XII/2013

Halaman ke-2 dari 4 halaman

Page 32: pbl blok 30 forensik

dua puluh satu lewat sepuluh menit Waktu Indonesia bagian Barat, bertempat di RS

UKRIDA, telah melakukan pemeriksaan kobran dengan nomor registrasi 00990015

yang menurut surat tersebut adalah-------------------------------------------------------------------

Nama : Tono-------------------------------------------------------------------------------------

Umur : 2 minggu-------------------------------------------------------------------------------

Jenis Kelamin : laki-laki---------------------------------------------------------------------------------

Warga Negara : Indonesia------------------------------------------------------------------------------

Pekerjaan : -------------------------------------------------------------------------------------------

Alamat : Jalan Guji Baru No. 99 Jakarta Barat-------------------------------------------

Mayat telah diidentifikasikan dengan sehelai label berwarna merah muda, dengan

materai lak merah, terikat pada ibu jari kaki kanan.-----------------------------------------------

HASIL PEMERIKSAAN : ------------------------------------------------------------------------------------

I. Pemeriksaan Luar------------------------------------------------------------------------------------

1. Mayat terbungkus handuk berwarna merah muda.------------------------------------

2. Mayat berpakaian sebagai berikut :--------------------------------------------------------

a. Kaos lengan pendek berwarna putih tidak bermerek..---------------------------

b. Celana pendek berwarna putih tidak bermerek.-----------------------------------

3. Kaku mayat terdapat pada seluruh tubuh, sukar dilawan. Lebam mayat

terdapat pada bagian punggung, bokong, paha kanan dan kiri, tungkai bawah

sisi belakang kanan dan kiri, tumit kanan dan kiri, berwarna merah kebiruan,

tidak hilang pada penekanan.----------------------------------------------------------------

4. Mayat adalah seorang laki-laki bangsa Indonesia. Umur kurang lebih dua

minggu, kulit berwarna kuning langsat, gizi kurang, panjang badan

empatpuluh delapan sentimeter dan berat badan dua koma delapan kilogram

dan zakar tidak disunat.-----------------------------------------------------------------------

5.Rambut kepala berwarna….

Lanjutan VER No. 11/TU.RSUKRIDA/XII/2013

Halaman ke-3 dari 4 halaman

Page 33: pbl blok 30 forensik

5. Rambut kepala berwarna hitam, tumbuh jarang lurus, panjang lima

sentimeter, alis berwarna hitam, tumbuh lurus, panjang dua millimeter.-------

6. Kedua mata tertutup. Selaput bening mata jernih, kedua teleng mata bundar

dengan garis tengah empat millimeter. Tirai mata berwarna coklat tua.

Selaput bola mata dan selaput kelopak mata kanan dan kiri berwarna putih,

tidak tampak perdarahan maupun pelebaran pembuluh darah.--------------------

7. Hidung berbentuk biasa. Kedua daun telinga berbentuk biasa.---------------------

8. Mulut terbuka lima milimeter. Kedua bibir tampak tebal. Gigi geligi belum

tumbuh.------------------------------------------------------------------------------------------

9. Dari lubang hidung, telinga, mulut, dan lubang tubuh lainnya tidak keluar

apa-apa.------------------------------------------------------------------------------------------

10. Alat kelamin berbentuk biasa, tidak menunjukan kelainan. Lubang dubur

berbentuk biasa, tidak menunjukan kelainan.-------------------------------------------

11. Pada tubuh ditemukan luka-luka sebagai berikut :-------------------------------------

a. Pada leher sisi depan, tepat pada garis pertengahan depan, tiga

sentimeter di atas puncak bahu, terdapat luka memar berwarna merah

kebiruan berukuran lima kali lima sentimeter.-------------------------------------

KESIMPULAN :---------------------------------------------------------------------------------------------

Pada korban laki-laki berusia dua minggu ini ditemukan dan luka memar pada leher

sisi depan akibat kekerasan tumpul.-------------------------------------------------------------------

Luka pada leher sisi depan menunjukkan cirri-ciri yang sesuai dengan penjeratan.-------

Sebab mati bayi ini adalah kekerasan tumpul pada leher sisi depan sehingga

menyebabkan susah napas. Sebab mati korban bisa dipastikan jika dilakukan

pemeriksaan dalam jenazah.----------------------------------------------------------------------------

Korban diperkirakan sudah mati kurang lebih sepuluh jam sebelum dilakukan

pemeriksaan jenazah.--------------------------------------------------------------------------------------

Demikianlah visum et….

Lanjutan VER No. 11/TU.RSUKRIDA/XII/2013

Halaman ke-4 dari 4 halaman

Page 34: pbl blok 30 forensik

Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan

keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-

undang Hukum Acara

Pidana.----------------------------------------------------------------------------

Daftar Pustaka

1. Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia. Peraturan perundang-undangan

bidang kedokteran. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI; 1994.h.1-25

2. Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia. Ilmu kedokteran forensik. Edisi

ke-2. Jakarta: FKUI; 1997.h42-4.

3. Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia. Teknik autopsy forensic. Edisi ke-

4. Jakarta: FKUI; 2000.h.

4. Safitry O. Mudah membuat visum et repertum kasus luka. Jakarta: FKUI; 2013.h.1-15