paradigma psikiatri umum
DESCRIPTION
paradigmaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Psikiatri adalah suatu cabang ilmu kedokteran yang mempelajari segala
hal yang berhubungan dengan gangguan jiwa, yaitu dalam hal pengenalan,
pengobatan, rehabilitasi, dan pencegahan serta juga dalam hal pembinaan dan
peningkatan kesehatan jiwa.1
Sebagaimana negara-negara berkembang lainnya, Indonesia memiliki
masalah berupa kurangnya jumlah tenaga medis di bagian psikiatri. Data dari The
World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa di dunia terdapat 4,15
psikiater per 100.000 jiwa. Sedangkan untuk daerah Asia Tenggara, terdapat 0,20
psikiater per 100.000 jiwa. Di Indonesia sendiri terdapat 0,21 psikiater per
100.000 jiwa. Dengan populasi sebesar lebih kurang 220 juta jiwa, jelas bahwa
tenaga psikiater di Indonesia adalah sangat kurang. 2
Paradigma merupakan cara pandang orang terhadap lingkungan yang
mempengaruhinya dalam berpikir(kognitif), bersikap(afektif) dan bertingkah
laku(konatif).3 dalam perkembangannya dimasyarakat dapat dilihat adanya
sejumlah paradigma yang berkembang di masyarakat umum tentang psikiatri
diantaranya;
- Penyakit mental sebagai masalah medis – masalah yang berasal dari dalam
individu.
- Penyakit mental sebagai isu religious, spiritual atau supernatural.
- Penyakit mental sebagai hasil dari disfungsi keluarga.
- Penyakit mental sebagai isu sosial.4
Berikut ini penulis akan membahas tentang Ilmu Psikiatri dan beberapa
paradigma yang berkembang dimasyarakat umum Indonesia tentang psikiatri.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Psikiatri
Psikiatri adalah suatu cabang ilmu kedokteran yang mempelajari segala
hal yang berhubungan dengan gangguan jiwa, yaitu dalam hal pengenalan,
pengobatan, rehabilitasi, dan pencegahan serta juga dalam hal pembinaan dan
peningkatan kesehatan jiwa.5,6
Psikiatri umumnya dianalogikan dengan kesehatan mental. Kesehatan
mental didefinisikan sebagai suatu keadaan sejahtera secara psikososial
dimana tiap individu menyadari potensi dirinya sendiri, dapat menghadapi
tekanan yang normal dalam kehidupan, mampu bekerja secara produktif dan
baik, dan dapat berkontribusi bagi komunitasnya.5,6
B. Perkembangan Psikiatri
Beberapa hal yang dipelajari dalam cabang - cabang ilmu lain
membantu perkembangan Ilmu Kedokteran Jiwa, misalnya :5,7
1. Neuroanatomi: hubungan bagian otak tertentu dengan kehidupan dan
gangguan mental.
2. Neurofisiologi: cara kerja substrat anatomi sampai terjadi proses mental
dan gangguannya
3. Neurokimia : peran zat-zat kimia terhadap hal-hal kejiwaan dan
gangguannya.
4. Psikofarmakologi : obat-obatan yang dapat mempengaruhi proses mental,
baik dalam keadaan sehat, maupun dalam keadaan terganggu.
5. Genetika : menyelidiki segala faktor keturunan dalam hal gangguan jiwa
6. Ilmu jiwa atau psikologi : menambah pengertian tentang persepsi,
kognisi, ingatan, berbagai teori tentang belajar, motivasi, dan komunikasi
antar manusia serta kepribadian.
7. Sosiologi : pengaruh faktor-faktor sosial terhadap kesehatan dan
gangguan jiwa, seperti struktur dan fungsi sosial, perubahan sosial,
interaksi individu dan kelompok, serta interaksi antar kelompok.
2
8. Antropologi : pengaruh norma, nilai dan kepercayaan pada kesehatan
jiwa; pengaruh keluarga : pernikahan, perceraian, struktur keluarga, dan
fungsi keluarga.
9. Epidemiologi : sangat membantu penyelidikan tentang keadaan kesehatan
jiwa dalam masyarakat dan segala faktor yang mempengaruhinya.
Kemudian, ilmu kedokteran jiwa modern telah berkembang
sedemikian rupa sehingga muncul beberapa subspesialis di antara lain
seperti:5
1. Ilmu kedokteran jiwa anak atau psikiatri anak.
Karena anak bukanlah dewasa mini, maka berkembanglah ilmu kesehatan
anak (pediatrik) dan psikiatri anak.
2. Psikoterapi
Sejak Sigmund Freud telah berkembang khusus dalam pemberian
pertolongan individual dengan cara yang langsung memengaruhi mental
penderita.
Beberapa bagian lain dalam psikiatri yang sedang berkembang dengan
cepat dan sedang mencari - cari bentuknya sendiri adalah sebagai berikut: 3
1. Kedokteran jiwa masyarakat atau psikiatri masyarakat (community
psychiatry) yang mempelajari, merancang dan mengusahakan program-
program dalam masyarakat , misalnya dalam hal promosi, prevensi, dan
rehabilitasi.
2. Psikiatri klinis yang mempelajari seluk beluk gangguan jiwa perorangan,
antara lain melalui psikopatologi dan psikodinamika serta pengobatan dan
rehabilitasi.
3. Farmakopsikiatri menaruh perhatian pada pemakaian obat dalam
penanggulangan gangguan mental. Bila dimulainya dari farmakologi,
maka disebut psikofarmakologi.
4. Kedokteran jiwa, usia lanjut atau geropsikiatri mencurahkan perhatian
pada gangguan jiwa orang usisa lanjut
3
5. Ilmu kedokteran jiwa, kehakiman atau psikiatri forensik mempelajari
faktor mental pada para pelanggar hukum, pelaku tindak pidana atau
orang yang membahayakan masyarakat karena perilakunya.
C. Teori Psikiatri
Sejak dahulu kala sampai sekarang, manusia masih saja terus berusaha
untuk menerangkan dan memahami perilakunya sendiri. Sejak majunya ilmu
kedokteran jiwa dan ilmu perilaku (behavioral sciences), maka telah banyak
teori kepribadian yang dikemukakan. Semua teori ini berusaha terutama untuk
menjelaskan sebab musabab perilaku manusia. 8
Sigmund Freud mempelopori dengan teori psikoanalisa yang berkisar
pada libido sebagai pendorong utama perilaku manusia yang ditujukan pada
periode masa anak – anak. Menurut Freud, fase perkembangan masa anak –
anak berhubungan dengan pergeseran yang berturut – turut dalam penanaman
energy seksual ke daerah – daerah tubuh yang biasanya di hubungkan dengan
erotisme: mulut, anus dan genitalia yang diklasifikasikan sebagai berikut:8
1. Fase oral (0- 1 tahun)
2. Fase anal ( 1- 3 thn)
3. Fase Phalik (3- 5 thn)
4. Fase laten (5 – 12 thn)
5. Fase genital (12- 20 thn)
Freud mengemukakan pula suatu model topografik dan struktural
kepribadian. Menurutnya jiwa terbagi menjadi 3 bagian, yaitu id, ego, dan
super ego. Untuk topografi kepribadian terbagi atas 3 yaitu alam tak sadar,
alam pra-sadar dan alam sadar.7,8
Beberapa murid Freud, yang kemudian tidak setuju dengan tempat
utama yang diberikan kepada libido mengemukakan teori mereka sendiri,
misalnya seperti Alfred Adler dengan psikologi individualnya dan Jung
dengan alam tak sadar pribadi dan tipologi. 5,8,9
Karen Horney, Sullivan dan Fromm, memasukkan unsur kebudayaan
dan unsur hubungan antar manusia ke dalam teori mereka, sebagai hal yang
4
sangat penting dalam membangkitkan motivasi perilaku manusia. Adolf
Meyer mengetengahkan interpretasi psikologisnya yang melihat gejala gejala
gangguan jiwa sebagai reaksi terhadap lingkungan atau pengalaman. 5,8,9
Teori - teori lain yang diperoleh dari psikologi adalah teori Allport,
yang menganggap sifat sebagai elemen dasar kepribadian; Kurt Lewin yang
melihat manusia sebagai suatu sistem energi yang kompleks; Maslow dengan
hierarki kebutuhan dan teori stimulus responsyang menganggap kebiasaan itu
sebagai elemen struktural utama pada kepribadian serta tidak akan ada respon
bila tidak ada stimulus. 5
Beberapa teori perkembangan dikemukakan juga, antara lain : 9
1. Teori perkembangan kognitif oleh Jean Piaget.
2. Teori perkembangan moral oleh Lawrence Kohlberg.
3. Teori perkembangan sosial oleh Erik Erikson.
4. Teori perkembangan kepercayaan oleh James Fowler
D. Gangguan Jiwa
Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh,
bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi pemenuhan kebutuhan
perasaan bahagia, sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara
medis, kesehatan jiwa didefinisikan sebagai suatu kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal
dari seseorang. Perkembangan tersebut berjalan selaras dengan keadaan orang
lain. Himpitan hidup yang semakin berat di alami hampir oleh semua kalangan
masyarakat sehingga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan jiwa . 10,11
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa ,
gangguan jiwa adalah suatu kelompok gejala atau perilaku yang bermakna dan
dapat ditemukan secara klinis dan yang disertai dengan penderitaan (distress)
pada kebanyakan kasus dan yang berkaitan dengan terganggunya fungsi
seseorang. Pada dasarnya gangguan jiwa bukanlah sesuatu yang berdiri
sendiri, karena kita mengetahui manifestasi gangguan jiwa berupa perilaku,
pikiran, dan perasaan, erat sekali kaitannya dengan kondisi tubuh atau
jasmani.12
5
Dalam International Classification of Disease (ICD) dan Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) digunakan istilah “mental
disorder” yang diterjemahkan menjadi gangguan jiwa. DSM-IV merumuskan
gangguan mental sebagai sindroma atau pola perilaku atau psikologis yang
terjadi pada individu. Kaplan dan Sadock (1994) menyatakan gangguan mental
berarti penyimpangan dari keadaan ideal dari suatu kesehatan mental
merupakan indikasi adanya gangguan mental.13
Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak
normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental.
Keabnormalan tersebut dibagi ke dalam 2 golongan yaitu gangguan jiwa
(Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa).14
Seseorang dikatakan terkena gangguan jiwa apabila tidak mampu lagi
berfungsi secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari, di rumah, di
sekolah/kampus, di tempat kerja dan di lingkungan sosialnya. Seseorang yang
menderita gangguan jiwa akan mengalami ketidakmampuan berfungsi secara
optimal dalam kehidupannya sehari-hari. Permasalahan gangguan jiwa tidak
hanya berpengaruh terhadap produktivitas manusia, juga berkaitan dengan
kasus bunuh diri. Temuan WHO menunjukkan, diperkirakan 873.000 orang
bunuh diri setiap tahun. Lebih dari 90% kasus bunuh diri berhubungan dengan
gangguan jiwa seperti Depresi, Skizofrenia, dan ketergantungan terhadap
alkohol.2
Menurut WHO, masalah gangguan jiwa di seluruh dunia sudah menjadi
masalah yang sangat serius. WHO menyatakan paling tidak ada 1 dari 4 orang
di dunia mengalami masalah mental, diperkirakan ada sekitar 450 juta orang di
dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. 2,15
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menyatakan 14,1%
penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa dari yang ringan hingga berat.
Data jumlah pasien gangguan jiwa di Indonesia terus bertambah. Dari 33
Rumah Sakit Jiwa diseluruh Indonesia diperoleh data bahwa hingga kini
jumlah penderita gangguan jiwa berat mencapai 2,5 juta orang. Kenaikan
jumlah penderita gangguan jiwa terjadi di sejumlah kota besar. Di Rumah Sakit
Jiwa Pusat Jakarta, tercatat 10.074 kunjungan pasien jiwa pada 2006,
6
meningkat menjadi 17.124 pasien pada 2007. Sedangkan di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Sumatera Utara, jumlah pasien meningkat hingga 100%
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2006-2007, Rumah Sakit
Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara hanya menerima 25-30 penderita perhari,
dan pada awal 2008 mengalami peningkatan , 50 penderita perhari untuk
menjalani rawat inap dan sekitar 70-80 penderita untuk rawat jalan.16
Salah satu masalah terbesar yang dihadapi dalam gangguan jiwa adalah
masalah stigma. Stigma berarti suatu tanda atau identifikasi dari tanda yang
terdiri dari rasa malu, noda atau kecemaran. Stigma erat kaitannya dengan
ketidak-mengertian atau salah pengertian tentang gangguan jiwa termasuk
pengobatannya dan profesi psikiater dan tenaga medis yang terlibat di
dalamnya. 17,18
Masyarakat cenderung untuk mempersepsikan dan memandang
gangguan jiwa sebagai rasa takut; takut akan penyakitnya, takut dari
ketidaktahuan, dan takut akan kekerasannya. Beberapa kultur masyarakat
masih mempercayai bahwa gangguan jiwa adalah pekerjaan makhluk halus,
darah yang kotor, racun, dan integritas moral yang rendah. Di dalam
masyarakat sendiri terdapat diskriminasi dalam bidang pekerjaan, pelayanan
masyarakat, pelayanan asuransi, dan hak untuk menerimapendidikan pada
individu yang mengalami gangguan jiwa. 18,19
Penelitian yang di lakukan oleh Lai dan kawan - kawan mengemukakan
bahwa terdapat dampak stigma terhadap pasien psikiatri, yaitu percaya diri
yang rendah, rasa malu akan penyakitnya dan penolakan sosial, disertai
kesulitan mendapat pekerjaan dan hak atas layanan kesehatan. Bahkan seperti
yang dinyatakan oleh Carol dan kawan – kawan, stigma dapat mempengaruhi
keluarga dari penderita, yang mana dapat mempengaruhi secara psikologi pada
kesehatan mental penderita. Maka tidaklah berlebihan jika stigma merupakan
hambatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien dengan
penyakit mental. 18,19
Munculnya stigma tidak lepas dari peranan media. Pendidikan psikiatri
dan kepaniteraan klinik dapat menurunkan hambatan emosional terhadap
pasien psikiatri, namun gagal dalam menghilangkan pandangan stereotipi,
7
kecuali mitos tentang penderita sakit mental yang berbahaya. Oleh karena itu,
program edukasi kesehatan yang baik dengan memberikan informasi yang
benar tentang gangguan jiwa, psikiatri, dan peran psikiater diharapkan dapat
membantu eradikasi stigma . 5,17,20
E. Etiologi Gangguan Jiwa
Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor - faktor yang
saling mempengaruhi yaitu : 5,7
1) Faktor-faktor somatik (somatogenik) atau organobiologis.
Mencakup neuroanatomi, neurofisiologi, neurokimia, tingkat
kematangan dan perkembangan organik, dan faktor-faktor pre dan peri-
natal.
2) Faktor - faktor psikologik (psikogenik) atau psikoedukatif.
Dapat berupa interaksi ibu-anak, peranan ayah, persaingan antar
saudara kandung, intelegensi, hubungan dalam keluarga, pekerjaan,
permainan dan masyarakat. Faktor psikologik lainnya adalah
kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau
rasa salah, konsep diri, keterampilan, bakat dan kreativitas dan tingkat
perkembangan emosi.
3) Faktor - faktor sosio-budaya (sosiogenik) atau sosiokultural.
Faktor - faktor sosio-budaya yang dapat menyebabkan gangguan jiwa
yaitu kestabilan keluarga, pola mengasuh anak, tingkat ekonomi, dan
lokasi perumahan (perkotaan lawan pedesaan).
Selain itu, penyebab gangguan mental dapat disebabkan oleh beberapa
hal yaitu (1) prasangka orangtua yang menetap, penolakan atau shock yang
dialami pada masa anak, (2) ketidaksanggupan memuaskan keinginan dasar
dalam pengertian kelakuan yang dapat diterima umum, (3) kelelahan yang luar
biasa, kecemasan, anxietas, kejemuan, (4) masa-masa perubahan fisiologis
yang hebat, pubertas dan menopause, (5) tekanan-tekanan yang timbul karena
keadaan ekonomi, politik, dan sosial yang terganggu, (6) keadaan iklim yang
mempengaruhi exhaustion dan toxema, (7) penyakit kronis, misal AIDS, (8)
8
trauma kepala dan vertebra, (9) kontaminasi zat toksik dan (10) shock
emosional yang hebat. 5
F. Klasifikasi Gangguan Jiwa
Klasifikasi gangguan jiwa menurut PPDGJ-III ( Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, edisi ke III) adalah
sebagai berikut :12
I. Gangguan mental organik dan simtomatik.
Ciri khas : etiologi organik/fisik jelas, primer/sekunder.
II. Skizofrenia, gangguan Skizotipal, dan gangguan Waham.
Ciri khas : gejala psikotik, etiologi organik tidak jelas.
III. Gangguan suasana perasaan (Mood/Afektif).
Ciri khas : gejala gangguan afek (psikotik dan non-psikotik).
IV. Gangguan Neurotik, gangguan Somatoform, dan gangguan stres.
Ciri khas : gejala non-psikotik, etiologi non organik.
V. Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan
faktor fisik.
Ciri khas : gejala disfungsi fisiologis, etiologi non-organik.
VI. Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa.
Ciri khas : gejala perilaku, etiologi non-organik.
VII. Retardasi mental.
Ciri khas : gejala perkembangan IQ, onset masa kanak.
VIII. Gangguan perkembangan psikologis.
Ciri khas : gejala perkembangan khusus, onset masa kanak.
IX. Gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak dan
remaja.
Ciri khas : gejala perilaku/emosional, onset masa kanak.
X. Kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis.
Ciri khas : tidak tergolong gangguan jiwa.
9
G. Kriteria Penentuan Gangguan Jiwa.
Dalam menentukan seseorang yang mengalami gangguan jiwa dapat
dikelompokkan dalam 6 kriteria antara lain sebagai berikut:5,13
1) Memperoleh pengobatan psikiatris
Pengertian ini lebih menekankan pada pasien-pasien yang memperoleh
perawatan di Rumah Sakit. Orang - orang yang tidak mendapatkan
perawatan di Rumah Sakit tidak dianggap sebagai orang yang mengalami
gangguan jiwa.
2) Salah penyesuaian sebagai gejala sakit jiwa
Penyesuaian seseorang berkaitan dengan kesesuaian seseorang dengan
norma-norma sosial atau kelompok tertentu. Perilaku seseorang dapat
sesuai atau tidak sesuai dengan norma masyarakat atau kelompok. Jika
perilakunya sesuai dengannorma masyarakatnya berarti dia dapat
melakukan penyesuaian sosial, tetapi jika perilakunya bertentangan
dengan nama kelompok atau masyarakatnya maka dia tidak dapat
melakukan penyesuaian sosial.
3) Diagnosis sebagai kriteria sakit jiwa.
Diagnosis dilakukan berdasarkan kriteria yang ditetapkan terlebih dahulu
oleh pihak yang melakukan diagnosis.
4) Sakit jiwa menurut pengertian subjektif.
Sehat dan sakit dapat diketahui melalui pemahaman atau pengakuan
subjektif. Dalam hal ini sakit jiwa sebagai suatu pengalaman subjektif bagi
seseorang. Jika seseorang merasa mengalami gangguan, maka dia
sebenarnya tidak sehat jiwanya, tetapi jika tidak merasa mengalami
gangguan maka dia dinyatakan sehat.
5) Sakit jiwa jika terdapat simptom psikologis secara objektif.
Pada setiap gangguan jiwa terdapat simptom-simptom atau gejala
psikologis tertentu. Gejala-gejala itu berdasarkan kriteria yang ditetapkan,
10
jika terdapat pada seseorang maka dijadikan sebagai indikasi adanya
gangguan jiwa padanya. Misalnya, gangguan kepribadian antisosial
ditandai oleh gejala-gejala pelanggaran kepada peraturan atau norma
sosial, gangguan kecemasan juga memiliki ciri-ciri tertentu.
6) Kegagalan adaptasi secara positif.
Seseorang yang gagal dalam adaptasi secara positif dikatakan mengalami
gangguan jiwa
H. Terapi dan Rehabilitasi
Terdapat beberapa terapi yang dapat dilakukan pada pasien gangguan
jiwa, yaitu:21,22,23
1) Terapi antipsikotik.
Ada 3 kelas obat utama Antipsikotik, yaitu Antagonis reseptor
dopamin berupa Risperidone (Risperdal), Clozapine (Clozaril), obat lain
Lithium Antikonvulsan Benzodiazepin. Terapi elektrokonvulsif (ECT)
dapat memperpendek lamanya serangan Skizofrenik dan dapat
mempermudah kontak dengan pasien. Akan tetapi terapi ini tidak dapat
mencegah serangan yang akan datang. ECT lebih mudah diberikan,
bahaya lebih kecil, lebih murah dan tidak memerlukan tenaga yang
khusus. ECT baik hasilnya pada jenis katatonik terutama katatonik stupor.
2) Terapi psikososial atau Terapi perilaku.
Terapi sosial dilakukan untuk meningkatkan kemampuan sosial,
kemampuan memenuhi diri sendiri, dan komunikasi interpersonal. Terapi
perilaku dapat dilakukan dengan memberikan hadiah atau pujian sehingga
dapat mendorong pasien berperilaku adaptif. Dengan demikian, frekuensi
perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara
sendiri, dan tingkah laku yang aneh dapat diturunkan. Latihan
keterampilan perilaku dapat dilakukan dengan permainan simulasi, atau
melakukan keterampilan dalam melakukan pekerjaan rumah.
11
3) Terapi psikomotor.
Terapi psikomotor adalah suatu bentuk terapi yang
mempergunakan gerakan tubuh sebagai salah satu cara untuk melakukan
analisa berbagai gejala yang mendasari suatu bentuk gangguan jiwa.
Analisa yang diperoleh dapat dipakai sebagai bahan diskusi dinamika dari
perilaku serta responnya dalam perubahan perilaku dengan tujuan
mendapatkan perilaku yang paling sesuai dengan dirinya.
4) Terapi kelompok.
Terapi kelompok bagi Skizofrenia biasanya memusatkan pada
rencana, masalah dan hubungan dalam kehidupan nyata. Terapi ini juga
efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan dan
meningkatkan tes realitas bagi pasien dengan Skizofrenia.
5) Terapi rekreasi.
Terapi rekreasi adalah suatu bentuk terapi yang mempergunakan
media rekreasi (bermain, olahraga, darmawisata, menonton TV, dan
sebagainya) dengan tujuan mengurangi ketergangguan emosional dan
memperbaiki perilaku melalui diskusi tentang kegiatan rekreasi yang telah
dilakukan, sehingga perilaku yang baik di ulang dan yang buruk
dihilangkan.
6) Terapi Art.
Terapi Art adalah suatu bentuk terapi yang menggunakan media
seni (tari, lukisan, musik, pahat, dan sebagainya) untuk mengekspresikan
ketegangan-ketegangan psikis sehingga dapat menyalurkan dorongan-
dorongan yang terpendam dalam jiwa seseorang. Hasil seni yang dibuat
selain dapat dinikmati orang lain dan dirinya juga akan meningkatkan
harga diri seseorang. Perawat jiwa yang selalu dekat dengan pasien
diharapkan dapat memberikan berbagai kegiatan yang terarah dan berguna
bagi pasien dalam berbagai terapi tersebut.
12
7) Rehabilitasi.
Rehabilitasi adalah suatu proses yang kompleks, meliputi berbagai
disiplin dan merupakan gabungan dari usaha medik, sosial, educational,
yang terpadu untuk mempersiapkan, meningkatkan/mempertahankan dan
membina seseorang agar dapat mencapai kembali taraf kemampuan
fungsional setinggi mungkin. Peran perawat dalam kegiatan rehabilitasi
masih diperlukan terutama dalam melibatkan keluarga atau masyarakat
dalam pelaksanaan dan memperlancar upaya rehabilitasi.
I. Paradigma
Paradigma merupakan cara pandang orang terhadap lingkungan yang
mempengaruhinya dalam berpikir(kognitif), bersikap(afektif) dan bertingkah
laku(konatif).3 Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai,
dan praktik yang di terapkan dalam memandang realitas dalam sebuah
komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin intelektual.24 Kata paradigma
sendiri berasal dari abad pertengahan di Inggris yang merupakan kata serapan
dari bahasa latin pada tahun 1483 yaitu paradigma yang berarti suatu model
atau pola; bahasa Yunani paradeigma (para+deiknunai) yang berarti untuk
"membandingkan", "bersebelahan" (para) dan memperlihatkan (deik).25
J. Paradigma Masa Kini Mengenai Psikiatri Secara Umum Dalam Masyarakat
1. Penyakit mental sebagai masalah medis – masalah yang berasal dari
dalam individu.
Penyakit mental adalah kondisi medis yang mengganggu
pemikiran seseorang, perasaan, suasana hati, kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain dan fungsi sehari-hari. penyakit mental
adalah kondisi medis yang sering mengakibatkan kapasitas berkurang
untuk mengatasi dengan tuntutan biasa hidup.26
Orang dengan gangguan fisik dan mental berulang merupakan
bagian yang signifikan dari populasi. Sebuah penelitian mengkaji bukti
komorbiditas fisik dan mental termasuk prevalensi, asal-usul dan model
untuk pengobatan yang efektif. Temuan utama meliputi: Lebih dari 68
persen orang dewasa dengan gangguan mental memiliki setidaknya satu
13
kondisi medis. Komorbiditas dikaitkan dengan peningkatan beban gejala,
gangguan fungsional, penurunan panjang dan kualitas hidup dan
peningkatan biaya. Perjalanan menyebabkan komorbiditas adalah
kompleks dan bercabang. Gangguan medis dapat menyebabkan gangguan
mental, kondisi mental yang dapat menempatkan seseorang pada risiko
gangguan medis tertentu, dan gangguan mental dan medis dapat berbagi
faktor risiko umum. Model perawatan kolaboratif yang menggunakan tim
multidisiplin telah terbukti memberikan pengobatan yang efektif untuk
orang dengan kondisi fisik dan mental komorbiditas. Model pengobatan
yang paling efektif, namun tidak digunakan secara luas.27 Ahli psikiatri
mengevaluasi kondisi mental seseorang dalam koordinasi dengan kondisi
fisiknya atau dan dapat memberikan resep obat.28
2. Penyakit mental sebagai isu religi, spiritual atau supernatural.
Keyakinan agama telah lama dianggap memiliki dasar patologis
dan psikiater selama lebih dari satu abad telah memahami mereka dalam
pencerahan ini. Penelitian baru-baru ini telah menemukan yang
menyatakan bahwa beberapa agama pasien juga dapat menjadi sumber
daya yang membantu mereka untuk mengatasi stres penyakit atau dengan
keadaan hidup suram. Apa yang psikiater lakukan dengan informasi baru
ini? Bagaimana itu mempengaruhi praktek klinis mereka? Studi dari
psikiater di Inggris, Kanada dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa
masih ada prasangka yang meluas terhadap agama dan sedikit integrasi ke
dalam penilaian atau perawatan pasien. Dalam sebuah tulisan dibahas
berbagai intervensi yang psikiater harus mempertimbangkan ketika
merawat pasien, termasuk mengambil sejarah spiritual, mendukung
keyakinan agama yang sehat, menantang keyakinan yang tidak sehat,
berdoa dengan pasien (dalam kasus yang sangat dipilih) dan konsultasi
dengan, rujukan, atau gabungan terapi dengan pendeta yang terlatih.
Agama merupakan faktor psikologis dan sosial yang penting yang dapat
berfungsi baik sebagai sumber daya yang kuat untuk penyembuhan terkait
dengan psikopatologi. 29
14
Setiap tahun, lebih dari 42 juta orang Amerika menderita
setidaknya satu bentuk penyakit mental. Banyak yang berjuang dengan
masalah ini beralih ke spiritualitas untuk membantu menemukan petunjuk
pada saat mereka tertekan. Tapi berbicara secara terbuka tentang penyakit
mental belum cukup kehilangan stigma, serta pemimpin agama memiliki
pendekatan yang berbeda untuk menghadapinya, lebih rumit hubungan
antara agama dan kesehatan mental.30
Sejarah spiritual harus mengumpulkan informasi tentang latar
belakang agama pasien dan pengalaman mereka selama masa kanak-
kanak, remaja dan dewasa, dan menentukan peran apa yang dimainkan
agama di masa lalu dan bermain dalam menghadapi masalah kehidupan
sekarang. Pengalaman masa lalu yang negatif dengan agama sangat
penting, termasuk kekecewaan yang disebabkan oleh doa yang tidak
dijawab, kerugian besar, atau konflik dengan pendeta atau anggota gereja
lainnya. Keyakinan agama dan kegiatan penting untuk pasien harus
dieksplorasi, serta keanggotaan mereka dalam sebuah komunitas agama,
seberapa aktif mereka, berapa banyak dukungan yang mereka terima, dan
apakah komunitas ini cenderung menentang perawatan psikiatris mereka.
Informasi yang belajar dari sejarah spiritual akan membantu menentukan
pendekatan terapis keyakinan agama pasien (apakah mendukung, netral,
atau menantang).29
Memeluk keyakinan agama terlalu intens dapat bertentangan
dengan jenis terapi yang dipilih dan azab bahwa metode kegagalan
(mengambil sejarah spiritual sangat penting bagi pasien yang psikoterapi
direncanakan) - sikap negatif terhadap terapi tradisional yang umum di
antara pasien taat beragama. Hal yang sama berlaku untuk antidepresan
atau obat-obatan psikiatri lainnya, di mana sikap agama dapat
mempengaruhi kepatuhan dan pengobatan tindak lanjut.29
Bahkan jika pasien tidak beragama/religius, psikiater harus lembut
menyelidiki lebih lanjut untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik
dari sebelumnya, jika ada, pengalaman pasien dengan agama. Pengalaman
yang mungkin telah berubah pasien dari agama (seperti pelecehan seksual
15
oleh pendeta atau peristiwa traumatis yang mengubah pandangan dunia
keagamaan mereka) dapat memberikan kontribusi terhadap masalah
kejiwaan saat ini. Jika terapis memenuhi perlawanan kuat dari pasien,
topik harus bijaksana turun dan mungkin mendekati di lain waktu setelah
aliansi terapi telah berkembang.29
Psikiater harus selalu menunjukkan rasa hormat terhadap
keyakinan agama atau spiritual pasien, menyadari bahwa mereka sering
menjaga jiwa pasien bersama-sama. Bahkan keyakinan agama patologis
aneh atau jelas harus ditangani dengan hormat, dan upaya yang dilakukan
untuk memahami mereka. Jika keyakinan tidak muncul jelas patologis
dan muncul untuk memfasilitasi koping, maka psikiater harus
mempertimbangkan mendukung mereka. Perawatan harus diambil,
bagaimanapun, tidak bergerak terlalu cepat dari penyelidikan tentang
keyakinan untuk mendukung mereka. Hal ini lebih baik untuk mengambil
posisi hormat tapi netral sampai psikiater memiliki pemahaman yang
menyeluruh tentang psikopatologi pasien dan struktur kepribadian yang
mendasarinya.29
Berdoa dengan pasien beragama dapat memiliki efek positif yang
kuat dan memperkuat aliansi terapeutik. Ini, bagaimanapun, dapat
menjadi intervensi berbahaya dan seharusnya tidak pernah terjadi sampai
psikiater memiliki pemahaman lengkap tentang keyakinan agama pasien
dan pengalaman sebelumnya dengan agama. Doa hanya boleh dilakukan
jika pasien memulai permintaan untuk itu, psikiater merasa nyaman
melakukannya, dan latar belakang agama pasien dan psikiater serupa.
Bahkan jika semua kondisi yang tepat hadir, akan ada beberapa pasien
yang berdoa akan terlalu mengganggu, terlalu pribadi dan melanggar
batas-batas profesional halus. Doa tidak harus menjadi masalah rutin.
Waktu dan niat harus direncanakan dengan hati-hati dengan tujuan yang
jelas dalam pikiran29
Konsultasi, rujukan atau terapi bersama dengan seorang konselor
pastoral, pendeta, ustadz dengan pelatihan kesehatan mental yang paling
tepat ketika kebutuhan rohani atau konflik muncul selama terapi, ketika
16
isu-isu agama dicampur dengan psikopatologi dan memblokir kemajuan,
atau terapis ingin memanfaatkan pasien sumber agama dalam pengobatan.
Konsultasi harus dilakukan lebih cepat daripada nanti jika psikiater
merasa gelisah, siap atau tidak berpengalaman dengan hal ini. Referral,
bagaimanapun, tidak boleh dilakukan sebelum sejarah spiritual
menyeluruh telah diambil, atau sebelum aliansi terapeutik telah
ditetapkan. Pilihan lain adalah untuk bersama-sama merawat pasien
dengan spesialis perawatan pastoral. Terapi bersama, bagaimanapun,
perlu dilakukan dengan hati-hati sehingga terapi sekuler dan pastoral yang
sinkron dan tidak bertentangan dengan satu sama lain. Ini mungkin tidak
bekerja untuk beberapa pasien, khususnya individu rapuh yang mungkin
'membagi' terapis sekuler dan religius dan memacu persaingan antara
keduanya.29
3. Penyakit mental sebagai hasil dari disfungsi keluarga.
banyak keluarga yang disebut "disfungsional” dipengaruhi oleh
penyakit mental, trauma dari tragedi, atau sedang dipimpin oleh individu
dengan keterampilan pengasuhan sangat kurang. Whitfield dan banyak
profesional lainnya telah menulis buku informatif yang telah membedah
kesengsaraan dan kesedihan bagi anak-anak dewasa (orang dewasa yang
belum menyelesaikan masa kecil mereka).31
Jutaan orang Amerika memiliki masalah psikologis atau
dipengaruhi oleh orang-orang dari anggota keluarga mereka, mulai dari
kecemasan dan gangguan bipolar gangguan suasana hati dan kepribadian.
Pertumbuhan industry farmasi besar, dikombinasikan dengan
meningkatnya keinginan penyedia layanan berhasil menemukan
"perbaikan cepat," telah menghasilkan fokus sering salah pada penyebab
biologis gejala disfungsional. Ada banyak bukti yang menunjukkan
bahwa kecenderungan untuk hanya meresepkan obat seringkali sangat
sesat. 32
Pemecahan masalah yang efektif dalam keluarga seperti dianggap
oleh banyak untuk menjadi mustahil. Dengan alasan yang baik. Tapi itu
tidak. Meskipun benar bahwa Anda tidak memiliki kekuatan untuk
17
"memperbaiki" individu lain, Anda memiliki kekuatan dalam kelompok
kerabat Anda sendiri untuk memperbaiki hubungan Anda dengan anggota
keluarga yang lain. Hal ini tidak mudah, dan sering memerlukan bantuan
dari seorang terapis yang terlatih dalam menangani anggota keluarga yang
disfungsional. Ini adalah layak usaha untuk menemukan bantuan
tersebut.33
4. Penyakit mental sebagai isu sosial.
Di Amerika saat ini sebagian besar pengeluaran publik untuk
kesehatan mental diberikan pada orang yang menderita psikosis - yang
kira-kira seperempat juta orang. Tapi pada satu waktu ada 1 juta orang
yang menderita depresi klinis, dan lain 4 juta menderita kecemasan klinis.
Untuk kelompok ini, tertekan dan ketakutan, hampir tidak ada kecuali
beberapa menit dengan beberapa pil. Banyak dari orang-orang ini tidak
ingin pil tetapi mereka ingin terapi psikologis. Menurut Survei Morbiditas
Psychiatric bahwa dibawah setengah dari semua orang yang menderita
depresi menerima segala jenis pengobatan, dan di bawah 10% yang
menerima segala jenis terapi psikologis. Bagi orang-orang dengan
kecemasan masing-masing angka-angka ini harus dibagi dua.34
Kita memiliki obat yang akan mengakhiri episode depresi dalam
waktu empat bulan untuk 60% dari penderita. Dan kita memiliki terapi
(dan terutama CBT) yang akan melakukan hal yang sama sebagai hasil
dari sesi mingguan. Setelah episode selesai, kambuh kurang mungkin jika
penderita menerima CBT, kecuali terapi obat dilanjutkan. Dengan
demikian argumen biaya tidak menentukan seperti antara obat dan
psikoterapi, dan seperti yang saya katakan, banyak orang tidak ingin obat
untuk alasan terbaik - mereka ingin merasa memegang kendali sadar
suasana hati mereka.34
Untuk semua alasan ini pedoman pada depresi mengatakan bahwa
"terapi perilaku kognitif” harus ditawarkan, karena efektivitas sama
dengan antidepresan". Pedoman lain juga mengutip bukti yang jelas
bahwa bahkan dalam hal ekonomi murni perawatan ini akan membayar
18
untuk diri mereka sendiri - mengabaikan sama sekali keuntungan dalam
kebahagiaan kepada pasien.34
Namun sebagai hal-hal yang pedoman bagus tidak dapat
dilaksanakan, karena terapis tidak tersedia untuk memenuhi permintaan.
Jadi tahap berikutnya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan mental
kita harus didasarkan pada tawaran sederhana: "mental orang sakit harus
memiliki pilihan terapi psikologis berbasis bukti." Terakhir manifesto
pemilu Partai Buruh tidak mengatakan cukup itu tetapi mengatakan cukup
untuk itu bernilai membahas secara konkret bagaimana ekspansi tersebut
dapat dicapai.34
Perawatan kesehatan mental adalah salah satu kebutuhan besar
yang belum terpenuhi di zaman kita. Hampir satu dari dua orang di AS
akan menderita depresi, gangguan kecemasan atau lain penyakit
kesehatan mental di beberapa titik dalam hidup mereka, dan sekitar satu
dari 17 orang Amerika saat ini memiliki penyakit mental yang serius.
Anak-anak muda sangat rentan terhadap masalah ini. Jutaan orang yang
hidup dengan kondisi ini tidak menerima perawatan yang mereka
butuhkan. Dalam beberapa tahun terakhir sistem kesehatan dan
pemerintah negara bagian dan federal (Amerika) telah mengambil
langkah-langkah yang salah. Kemajuan lemi lambat, dan pemotongan
anggaran dan perselisihan hukum telah menempatkan banyak langkah-
langkah ini berisiko. Dokter, asuransi dan politisi harus mengambil
langkah.35
Penyakit mental menyerang tanpa memperhatikan kelas ekonomi,
namun ketegangan yang akut bagi orang-orang dengan pendapatan
rendah. Sekitar satu dari enam orang dewasa yang tinggal di tepat di atas
garis kemiskinan atau lebih rendah memiliki masalah kesehatan mental
yang berat. Tanpa akses terhadap pengobatan yang terjangkau, banyak
mengalami kesulitan menekan pekerjaan namun tidak memenuhi syarat
sebagai resmi dinonaktifkan, sehingga meninggalkan mereka terkunci dari
asuransi. Sebuah studi besar baru-baru di California menemukan bahwa
hanya 32 persen dari penduduk yang tidak diasuransikan dengan penyakit
19
mental menerima pengobatan sama sekali dan bahwa kurang dari 12
persen mendapat bantuan memadai.35
Korban manusia dan ekonomi sangat besar namun sering
tersembunyi. Penyakit mental yang tidak diobati di AS biaya lebih dari $
100 miliar per tahun dalam produktivitas yang hilang, menurut Aliansi
Nasional Penyakit Mental (NAMI). Rumah sakit dan klinik lokal harus
mengatasi penyakit fisik kronis terkait. Sekolah harus membuka kelas
pendidikan khusus. Pengadilan dan penjara menangani sejumlah besar
orang yang menderita penyakit mental yang tidak diobati. Bunuh diri
peringkat di antara 15 pembunuh yang paling umum di Amerika Serikat
(di posisi tiga di kalangan anak muda), dan 90 persen kasus dapat
dikaitkan dengan penyakit mental.35
Tingkat keparahan masalah telah mendorong politisi ke dalam
tindakan. Pada tahun 2002, 29 negara telah mengamanatkan bahwa paket
asuransi kesehatan meliputi penyakit mental pada kondisi yang sama
dengan penyakit fisik, dan di negara-negara tingkat bunuh diri turun rata-
rata dari 5 persen. Tapi menyamakan cakupan berarti sedikit untuk
mereka yang tidak memiliki asuransi sama sekali, dan negara-negara
semakin gagal untuk membuat ketentuan bagi mereka. Dalam tiga tahun
terakhir negara telah dipotong hingga 39 persen dari anggaran kesehatan
mental mereka, menurut NAMI.35
Pasien Perlindungan dan Terjangkau Perawatan UU, yang Presiden
Barack Obama tanda tangani undang-undang pada tahun 2010, akan
membantu mengisi lubang ini. Hal ini membutuhkan bahwa rencana
asuransi menawarkan cakupan "kesehatan perilaku", termasuk kesehatan
mental dan kecanduan dan penyalahgunaan zat bantuan, sebagai "manfaat
kesehatan penting." Setidaknya 3,7 juta orang Amerika yang saat ini
hidup dengan penyakit mental yang berat akan mendapatkan manfaat baru
bagi kondisi mereka pada tahun 2014, baik melalui diperpanjang
Medicaid cakupan asuransi atau pertukaran.
Namun tindakan ini dalam bahaya hukum. Mahkamah Agung AS
akan mendengar argumen untuk dan terhadap konstitusionalitas tindakan
20
akhir Maret. Jika pengadilan aturan bahwa negara tidak harus memperluas
program Medicaid mereka, sebagai tindakan saat ini membutuhkan, bisa
menutup 16 juta orang Amerika yang dinyatakan akan menerima cakupan
Medicaid untuk kesehatan mental. Sebuah keputusan yang menutup bursa
asuransi negara akan mencabut lagi 16 juta. Merayap hukum juga akan
melakukan jauh dengan rencana untuk membangun pusat-pusat nasional
untuk pengobatan depresi dan untuk memperbaiki cara pelayanan
kesehatan perilaku diintegrasikan ke dalam perawatan standar.35
21
KEPUSTAKAAN
1. Maramis, W.F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi 2. Surabaya: Pusat
Penerbit Dan Percetakan Airlangga. 2009
2. WHO. Mental health atlas. Swiss: WHO Press;2005.
3. Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks,
Jakarta 2008.
4. Casey. D.A. Brief History Of Psychiatry: Evolving Paradigms. University Of
Louisville. PPT [Available at: http://www.google.com/]
5. Rulando M. Perbandingan Sikap mahasiswa fakultas kedokteran universitas
sumatera uata terhadap psikiatri.Medan:. USU; 2011. [Available at:
http://www.repository.usu.ac.id/handle/123456789/21453]
6. Yeats WB. What is psychiatry?. Amerika: The American journal of
psychiatry;1997
7. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Jakarta: FKUI;2010.
8. Videbeck SL. Buku Ajar Keperawatan. Jakarta: EGC; 2001.h.3,54
9. Wiguna IM, editor. Kaplan & Sadock: Sinopsis Psikiatri. Ilmu pengetahuan
perilaku psikiatri klinis. Jakarta: Binarupa Aksara Pub;2010
10. Islamie NN. Pengaruh dan mekanisme koping terhadap sikap keluarga untuk menerima pasien gangguan jiwa (skizofrenia) yang tenang di badan layanan umum daerah rumah sakit jiwa provinsi sumatera utara tahun 2011. Available from:URL: http://www. repository.usu.ac.id/handle/123456789/30876
11. Ranni. Gangguan jiwa dikenali di sejak dini.200912. Maslim R. Diagnosis Gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ III. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran FKU Atma Jaya;2001.13. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical Manual of
Disorders.5 ed. Amerika:America Psychiatric Assc;201314. Semiun Y. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Kanisius; 2006.h.2915. Yulian V, Muhlisin A. hubungan antara support system keluarga dengan
kepatuhan berobat klien rawat jalan di rumah sakit jiwa daerah Surakarta. 2010.
16. Garcia, Liana. GangguanJiwa Makin Merebak. 2009. Available from:URL: http://www.http://gayahidup.inilah.com/read/detail/165897/gangguan-jiwa-makin-merebak#.VHNdn8m0Y-A
17. Schomerus G, Angermeyer MC. Stigma and its impact on help-seeking for mental disorders: what do we know?. German:Department of psychiatry Leipzig University;2008.
22
18. Ostman M, Kjellin L. Stigma by association: psychological factors in relatives of people with mental illness. British: BJ Psych;2002
19. Singh DKM, Ajinkya S. stigma and psychiatric disorders. India: medical journal od Dr. D.Y. Patil Univers;2012
20. Fauriska CD. Gambaran kecemasan ayah dalam menghadapi anak penderita thalassesmia ditinjau dari peran ayah
21. Sembiring EE. Hubungan dukungan keluarga dengan lama hari rawat pasien ganguan jiwa peserta jamkesmas di rumah sakit jiwa daerah provsu Meda.2011.USU
22. Maslim R. Panduan praktis, penggunaan klinis obat psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran FKU Atma Jaya;2007
23. Holi M. Assesment of psychiatric symptoms using the SCL-90. Finlandia: Department of Psychiatry Helsinki University;2003
24. The Free Dictionary. Farlex Inc. [Available at: http://www.thefreedictionary.com/paradigm]
25. Harper D. Online Etymology Dictionary. [Avaliable at: http://www.etymonline.com/index.php?search=paradigm&searchmode=none]
26. Anonymous. Mental Illness. National Alliance on Mental Illness. [Available at: http://www.nami.org/Template.cfm?Section=By_Illness]
27. Goodell S. Bruss BG. Walker ER. Mental Disorder and Medical Comorbidity. The Synthesis Project. 2011
28. National Institutes of Health (US); Biological Sciences Curriculum Study. Bethesda (MD): National Institutes of Health (US). 2007 [Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK20369/]
29. Harold G. Koenig. Religion And Mental Health: What Should Psychiatrist Do?. Psychiatric Bulletin. Hal. 201-3. 2008 [Available at: http://pb.rcpsych.org/content/32/6/201.full]
30. Gabreyes R. Bridging The Gap Between Religion And Mentall Illness. Huff Post Religion [Available at: http://www.huffingtonpost.com/2014/11/18/disconnect-religion-mental-illness_n_6180782.html:]
31. Lisa A, Miles. Adult Children of Dysfunctional Family. Psych Central. [Available at: http://psychcentral.com/lib/adult-children-of-dysfunctional-families/00017543]
32. Allen DM. How Dysfunctional Families Spur Mental Disorders: A Balance Approach to resolve Problems and Reconcile Relationship (Childhood in America). Praeger: Amerika: 2010
33. Allen DM. Stop Running Aways From Your Family Problems. Psychology Today. 2012 [Available at: http://www.psychologytoday.com/blog/matter-personality/201207/stop-running-away-your-family-problems]
23
34. Layard R. Mental Illnes Is Now Our Biggest Social Problem. Social Guardian. 2005. [Available at: http://www.theguardian.com/society/2005/sep/14/mentalhealth.socialcare1]
35. Anonymous. The Neglect Of Mental Illness Exacts A Huge Toll, Human And Economic. Scienific American Volume 306. Scientific American ™. 2012 [Available at: http://www.scientificamerican.com/article/a-neglect-of-mental-illness/]
24