paper lisensi haki
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi
internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan Hak Atas Kekayaan
Intelektual (“HAKI”) menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan
usaha yang sehat. Seiring dengan peningkatan ekonomi khususnya di bidang industri
di Indonesia, maka perlindungan hukum terhadap HAKI sangatlah diperlukan. Hal itu
dapat dimengerti karena HAKI pada hakikatnya dapat memberikan manfaat ekonomi
kepada pencipta atau pemegang hak cipta dan juga negara.1 Macam-macam HAKI
yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah Paten,
Merek, Hak Cipta, Perlindungan Varietas Tanaman (PVT), Rahasia Dagang, Desain
Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Dalam bidang HAKI, maksud dari Lisensi itu sendiri adalah untuk
memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakan HAKI baik yang berupa
Paten, Merek, Hak Cipta, Perlindungan Varietas Tanaman (PVT), Rahasia Dagang,
Desain Industri atau Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dari Pemegang/Pemilik HAKI
tersebut berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi,
menggunakan seluruh atau sebagian hak, mengumumkan dan/atau memperbanyak
ciptaan dari suatu HAKI yang diberi perlindungan dalam jangka waktu dan syarat
tertentu.
1 Dr. Eddy Damian, SH., Hukum Hak Cipta Menurut Beberapa Konvensi Internasional, Undang-undang Hak Cipta 1997 Dan Perlindungannya Terhadap Buku Serta Perjanjian Penerbitannya, hlm.2.
1
Lisensi diperlukan oleh mereka yang karena kebutuhannya akan teknologi
harus menggunakan ide atau hasil pemikiran orang lain dalam pelaksanaan
kegiatannya. Dengan menggunakan lisensi ini diharapkan akan membantu industri
dalam negeri untuk mencapai tujuannya. Untuk pengalihan teknologi yang baik maka
diperlukan suatu Perjanjian Lisensi yang baik yang dengan jelas memberikan
kebebasan maupun batasan yang diperlukan oleh pemilik ide maupun teknologi atas
hal-hal apa saja yang dapat dan tidak dapat dilakukan sehubungan dengan alih
teknologi tersebut.
Dengan memperhatikan arah dan sasaran pembangnunan di Indonesia,
khususnya yang berkaitan dengan upaya untuk membangun kekuatan industri, faktor
yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan akan teknologi. Faktor ini penting, karena
pada dasarnya merupakan salah satu kunci yang sifatnya menentukan kehidupan
industri. Bahkan lebih dari itu teknologi adalah faktor penentu dalam pertumbuhan
dan perkembangan industri. Apakah teknologi itu berasal dari negara lain, ataukah
hasil penemuan dan pengembangan bangsa Indonesia sendiri, memiliki arti yang sama
pentingnya.2
Mengingat pentingnya Perjanjian Lisensi ini bagi pertumbuhan dan
perkembangan industri secara khusus dan peningkatan ekonomi secara umum, maka
Pemerintah RI telah mengatur hal-hal yang berkaitan dengan lisensi dan perjanjian
lisensi dalam beberapa undang-undang, khususnya Undang-undang di bidang Hak
Atas Kekayaan Intelektual. Namun dalam perkembangannya, dengan semakin
berkembangnya teknologi, pengaturan mengenai lisensi dan perjanjian lisensi tersebut
2 Drs. C.S.T. Kansil, SH., Hak Milik Intelektual (Hak Milik Perindustrian dan Hak Cipta), hlm. 5.
2
ternyata masih belum dapat membantu proses alih teknologi sebagaimana yang
diinginkan. Oleh karena itu, dapat dipahami jika saat ini ada tuntutan kebutuhan untuk
pengaturan perjanjian lisensi dalam rangka menciptakan peraturan hukum yang lebih
memadai.
Pengaturan mengenai perjanjian lisensi ini penting karena perjanjian lisensi
yang selama ini dibuat dengan berlandaskan pada asas: konsensualisme, pacta sunt
servanda dan kebebasan berkontrak sebagai asas hukum perjanjian, selalu menjadi
ajang perebutan dominasi di antara para pihak dalam perjanjian tersebut, sehingga
sering menimbulkan perselisihan di antara mereka. Oleh karena itulah perlu dibuat
suatu pengaturan yang lebih baik lagi yang mengikutsertakan pihak di luar pemberi
dan penerima lisensi dalam menentukan hal-hal lainnya sehingga dengan adanya
pengaturan mengenai perjanjian lisensi ini, pembuatan perjanjian lisensi tidak hanya
berdasarkan kesepakatan (consensus) kedua belah pihak tetapi juga berdasarkan
Peraturan Pemerintah yang dibuat untuk itu.
Selain itu sehubungan dengan adanya ketentuan dalam undang-undang HAKI
tentang perjanjian lisensi yang melarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan
akibat merugikan perekonomian Indonesia atau perdagangan yang tidak sehat, perlu
disusun suatu pedoman yang dapat dijadikan tolok ukur bagi instansi yang terkait
untuk menilai perjanjian lisensi apakah sudah sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan atau belum.
2. Pokok Permasalahan
3
Dalam praktek ternyata belum ada kepastian mengenai apakah Perjanjian
Lisensi yang sudah diatur oleh ketentuan perundang-undangan di bidang Hak Atas
Kekayaan Intelektual (HAKI) seperti Paten, Merek dan Hak Cipta sudah cukup
memadai dalam menampung seluruh permasalahan yang ada khususnya dalam
perindustrian.
4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Lisensi
Hak eksklusif yang diberikan oleh undang-undang kepada pemegang Hak
Atas Kekayaan Intelektual (“HAKI”) adalah termasuk memberikan persetujuan atau
izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Seperti misalnya di dalam undang-
undang tentang Merek mengatur bahwa pemilik merek terdaftar berhak memberikan
lisensi kepada pihak lain dengan perjanjian bahwa penerima lisensi akan
menggunakan merek tersebut untuk sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa.3
Dalam beberapa definisi yang ada dalam ketentuan undang-undang di bidang
HAKI diperoleh gambaran bahwa hakekat lisensi atau lisensi yang sebenarnya
adalah Pemberian izin oleh Pemegang HAKI baik yang berupa Paten, Merek, Hak
Cipta, Perlindungan Varietas Tanaman (PVT), Rahasia Dagang, Desain Industri,
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu kepada pihak lain berdasarkan perjanjian
pemberian hak untuk:
a. Paten
“…menikmati manfaat ekonomi dari suatu Paten yang diberi
perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu”.
b. Merek
“…menggunakan Merek tersebut, baik seluruh atau sebagian jenis
barang dan/atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat
tertentu”.
3 Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, hlm. 46.
5
c. Hak Cipta
“…mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau
produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu”.
d. Perlindungan Varietas Tanaman
“…menggunakan seluruh atau sebagian hak Perlindungan Varietas
Tanaman”.
e. Rahasia Dagang
“…menikmati manfaat ekonomi dari suatu Rahasia Dagang yang
diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu”.
f. Desain Industri
“…menikmati manfaat ekonomi dari suatu Desain Industri yang
diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu”.
g. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
“…menikmati manfaat ekonomi dari suatu Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan
syarat tertentu”.
2. Pembatasan Terhadap Perjanjian Lisensi
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa lisensi pada dasarnya adalah
perjanjian. Sebagai perjanjian menurut hukum Indonesia maka ia harus tunduk pada
ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1320 jo. Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut maka suatu perjanjian
berlandaskan pada asas pacta sunt servanda yaitu bahwa tiap-tiap perjanjian mengikat
atau berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak.
6
Di samping berlandaskan pada asas pacta sunt servanda, tiap-tiap perjanjian
juga berlandaskan pada asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak adalah
salah satu asas yang sangat penting dalam Hukum Perjanjian. Kebebasan ini adalah
perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia.4 Ini berarti terdapat
kebebasan penuh untuk mengatur apa yang menjadi isi dari perjanjian sejauh
memenuhi ketentuan dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
Oleh karena itu dapat dimengerti mengapa untuk Perjanjian Lisensi, undang-
undang di bidang HAKI, kecuali Undang-undang Perlindungan Varietas Tanaman
(mengatur mengenai hal itu dalam Peraturan Pemerintah), mengatur pembatasan
terhadap isi Perjanjian Lisensi sebagai berikut:
a. Undang-undang RI No. 14 Tahun 2001Tentang Paten:
“Perjanjian Lisensi tidak boleh memuat ketentuan, baik langsung
maupun tidak langsung, yang dapat merugikan perekonomian
Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan
bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi
pada umumnya dan yang berkaitan dengan Invensi yang diberi Paten
tersebut, pada khususnya…” (Pasal 71)
b. Undang-Undang RI No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek:
“Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan baik yang langsung
maupun tidak langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan
perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat
kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan
teknologi pada umumnya”. (Pasal 47 ayat (1))
4 Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, SH, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, hlm. 84.
7
c. Undang-Undang RI No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta:
“Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat
menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau
memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak
sehat…” (Pasal 47)
d. Undang-Undang RI No. 30 Tahun 200 Tentang Rahasia Dagang:
“Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat
menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau
memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak
sehat…” (Pasal 9 ayat (1))
e. Undang-Undang RI No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri:
“Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat
menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau
memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak
sehat…” (Pasal 36 ayat (1))
f. Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu:
“Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat
menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau
memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak
sehat…” (Pasal 28 ayat (1)).
3. Kekosongan Hukum
8
Ketentuan mengenai Lisensi dan Perjanjian Lisensi di Indonesia diatur dalam
peraturan perundang-undangan di bidang HAKI yaitu:
a. Undang-undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten;
b. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek;
c. Undang-undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta;
d. Undang-undang No. 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas
Tanaman;
e. Undang-undang No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang;
f. Undang-undang No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri;
g. Undang-undang No. 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu.
Dari seluruh undang-undang tersebut di atas ada Undang-undang yang
memuat ketentuan yang menyatakan bahwa pengaturan lebih lanjut mengenai
Perjanjian Lisensi akan diatur dalam Peraturan Pemerintah sementara sebagian
lainnya dalam Keputusan Presiden. Pengaturan lebih lanjut tersebut dapat dilihat
dalam pasal-pasal sebagai berikut:
a. Undang-undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten;
Pasal 73:
“Ketentuan lebih lanjut mengenai Perjanjian Lisensi diatur dengan
Peraturan Pemerintah”.
b. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek;
Pasal 49:
9
“Syarat dan tata cara permohonan pencatatan Perjanjian Lisensi dan
ketentuan mengenai Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden”.
c. Undang-undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta;
Pasal 47 ayat (4):
“Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan Perjanjian Lisensi diatur
dengan Keputusan Presiden”.
d. Undang-undang No. 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas
Tanaman;
Pasal 43 ayat (3):
“Ketentuan mengenai Perjanjian Lisensi diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah”.
e. Undang-undang No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang;
Pasal 9 ayat (3):
“Ketentuan mengenai pencatatan Perjanjian Lisensi diatur dengan
Keputusan Presiden”.
f. Undang-undang No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri;
Pasal 36 ayat (3):
“Ketentuan mengenai pencatatan Perjanjian Lisensi diatur dengan
Keputusan Presiden”.
g. Undang-undang No. 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu;
Pasal 28 ayat (3):
“Ketentuan mengenai pencatatan Perjanjian Lisensi diatur dengan
Keputusan Presiden”.
10
Mengingat singkatnya pengaturan mengenai Perjanjian Lisensi dalam masing-
masing undang-undang, maka dapat dimengerti bahwa masalah ini harus
ditindaklanjuti dengan pengaturan lainnya sehingga akan lebih jelas lagi ketentuan di
bidang Perjanjian Lisensi ini. Akan tetapi ternyata dalam prakteknya tidak semua UU
tersebut telah ada peraturan pelaksanaannya. Dari semua undang-undang yang ada,
hanya undang-undang di bidang Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) saja yang
sudah memiliki pengaturan lebih lanjut dari undang-undang tersebut yaitu Peraturan
Pemerintah No. 14 Tahun 2004 Tentang Syarat dan Tata Cara Pengalihan
Perlindungan Varietas Tanaman dan Penggunaan Varietas yang Dilindungi Oleh
Pemerintah.
4. Ketidakjelasan Aturan Hukum Mengenai Perjanjian Lisensi Dalam
Undang-Undang Di Bidang HAKI
Sebagaimana diketahui dalam beberapa ketentuan di bidang HAKI tersebut
terdapat pengaturan yang dianggap membatasi pelaksanaan Asas Kebebasan
Berkontrak yaitu:
a. Undang-undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten;
Pasal 71 ayat (1):
“Perjanjian Lisensi tidak boleh memuat ketentuan, baik yang langsung
maupun tidak langsung dapat merugikan perekonomian Indonesia
atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa
Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada
11
umumnya dan yang berkaitan dengan Invensi yang diberi Paten
tersebut pada khususnya”.
b. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek;
Pasal 47 ayat (1):
“Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan baik yang langsung
maupun tidak langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan
perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang
menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan
mengembangkan teknologi pada umumnya”.
c. Undang-undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta ;
Pasal 47 ayat (1):
“Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat
menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia
atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak
sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku”.
d. Undang-undang No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang;
Pasal 9 ayat (1):
“Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat
menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia
atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak
sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku”.
e. Undang-undang No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri;
Pasal 36 ayat (1):
12
“Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat
menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia
atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak
sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku”.
f. Undang-undang No. 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu;
Pasal 28 ayat (1):
“Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat
menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia
atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak
sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku”.
Pasal-pasal tersebut di atas mengatur adanya larangan Perjanjian Lisensi yang
memuat ketentuan, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat menimbulkan
akibat kerugian pada perekonomian Indonesia ataupun memuat pembatasan baik yang
dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat maupun yang menghambat
kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada
umumnya.
Namun, undang-undang ini tidak menjelaskan lebih lanjut ataupun
memerintahkan untuk pengaturan lebih lanjut tentang batasan-batasan apa yang dapat
dikategorikan sebagai ketentuan yang merugikan perekonomian Indonesia dan
menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan
13
teknologi, sehingga menimbulkan ketidakjelasan di dalam aturan hukum mengenai
Perjanjian Lisensi tersebut. Bahkan aturan yang ada tersebut dapat dijadikan dalih
untuk penolakan permohonan pencatatan Perjanjian Lisensi yang merugikan para
pihak. Sebaliknya, ketidakjelasan tersebut juga dapat menjadi semacam tabir yang
menghalangi Direktorat Jenderal HKI untuk dapat menolak mencatatkan perjanjian
lisensi yang sebenarnya mengandung ketentuan-ketentuan yang merugikan
perekonomian Indonesia dan menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam
menguasai dan mengembangkan teknologi. Untuk itu sangat perlu adanya
penyempurnaan atas sistem yang ada agar dapat meningkatkan perkembangan
teknologi di dalam perindustrian di Indonesia.
Dengan tidak adanya pengaturan lebih lanjut mengenai hal-hal apa yang
dianggap merugikan perekonomian Indonesia maupun yang dianggap menghambat
kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi
tersebut maka dikhawatirkan akan terjadi kesimpangsiuran dalam penentuan apakah
suatu Perjanjian Lisensi itu telah melanggar peraturan-peraturan yang ada atau tidak.
14
BAB III
Kesimpulan dan Saran
Sesuai dengan uraian tersebut di atas maka penulis melihat tidak adanya
keseragaman dalam undang-undang mengenai pengaturan lebih lanjut dari ketentuan
mengenai lisensi yang terdapat dalam undang-undang di bidang HAKI. Disamping itu
masih terdapat kekosongan yang rawan yang dapat mengurangi keberanian dalam
memasuki perjanjian lisensi dan yang pada gilirannya dapat merugikan kepentingan
industri. Oleh karenanya untuk meningkatkan perkembangan teknologi di dalam
perindustrian di Indonesia, diperlukannya penyempurnaan atas sistem yang ada yang
dapat merangsang perkembangan tekonologi dalam rangka perlindungan terhadap
HAKI.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka perlu segera dibuatkan
peraturan pelaksana lebih lanjut mengenai ketentuan-ketentuan yang ada dalam
undang-undang di bidang HAKI. Mengingat ketentuan dalam undang-undang
memberikan pengaturan mengenai lisensi di bidang HAKI dalam berbagai bentuk
peraturan perundang-undangan, maka penulis ini menyarankan agar dibuatkan satu
Peraturan Pemerintah yang bersifat khusus yang akan menampung segala hal
menyangkut lisensi di bidang HAKI ini.
15
Bahan Bacaan
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta: 2003.
Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, SH, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2001.
Dr. Eddy Damian, SH., Hukum Hak Cipta Menurut Beberapa Konvensi Internasional, Undang-undang Hak Cipta 1997 Dan Perlindungannya Terhadap Buku Serta Perjanjian Penerbitannya, Bandung, Alumni, 1999.
Drs. C.S.T. Kansil, SH., Hak Milik Intelektual (Hak Milik Perindustrian dan Hak Cipta), Jakarta, Sinar Grafika, 1997.
Maulana, Insan Budi, Lisensi Paten, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996.
Widjaja, Gunawan, Lisensi atau Waralaba: Suatu Panduan Praktis, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2002.
Republik Indonesia. Undang-undang No. 6 Tahun 1989 Tentang Paten sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 13 Tahun 1997 Tentang Paten.
Republik Indonesia. Undang-undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten.
Republik Indonesia. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek.
Republik Indonesia. Undang-undang No. 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta, dan terakhir diubah dengan Undang-undang No.12 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas Undang-undang No.6 tahun 1982 Tentang Hak Cipta.
Republik Indonesia. Undang-undang No. 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman.
Republik Indonesia. Undang-undang No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang.
Republik Indonesia. Undang-undang No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri.
Republik Indonesia. Undang-undang No. 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Republik Indonesia. Undang-undang No. 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).
Republik Indonesia. Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
16