pamflet semar ui edisi 4 oktober 2014: gerakan mahasiswa (versi warna)

Upload: semarui

Post on 02-Jun-2018

250 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

  • 8/11/2019 PAMFLET Semar UI Edisi 4 Oktober 2014: Gerakan Mahasiswa (Versi Warna)

    1/16

  • 8/11/2019 PAMFLET Semar UI Edisi 4 Oktober 2014: Gerakan Mahasiswa (Versi Warna)

    2/16

    PENGANTAR REDAKSISelamat datang mahasiswa baru UI 2014!

    Setelah meninggalkan masa indah rema-

    ja yang menyenangkan di bangku seko-lah, kini saatnya menikmati masa yang

    lebih menantang di bangku perkuliahan.

    Tinggalkan huru-hara remaja untuk me-

    masuki dunia yang lebih dewasa dengan

    beragam pemikiran dan kegiatan yang

    akan bermanfaat bagi kalian kelak.

    Terkait dengan perubahan yang dicip-

    takan, mahasiswa sering dilabeli dengankarakteragent of change, iron stock, dan

    moral force. Akan tetapi benarkah sede-

    mikian hebatnya mahasiswa? Bagaimana

    konstruksi semacam itu bisa terbangun?

    Jawaban yang di dapat ialah benar adan-

    ya bahwa mahasiswa sudah menjauh dan

    terasing. Padahal, praktis sejak runtuhn-

    ya Orde Baru, gerakan mahasiswa sudahtidak terasa gaungnya dan perlahan pun

    meninggalkan peran yang semestinya ia

    ambil.

    Terpuruknya citra mahasiswa tentunya

    dibentuk dari perilaku mahasiswa serta

    perannya dalam kehidupan sosial poli-

    tik rakyatnya. Dalam konteks gerakan

    perubahan sosial, posisi mahasiswa se-

    lalu menjadi bagian terpinggirkan dari

    mayoritas. Ia hanya menjadi obyek dan

    alat dari penguasa pada lazimnya kasus

    kekinian. Sebab rakyat sudah mulai sadar

    untuk meongorganisir diri dan bergerak

    memperjuangkan keadilan dan cita-ci-

    tanya, tanpa membutuhkan sosok pelin-dung rakyat atau bahasa lainnnya agent

    of change, iron stock dan moral force.

    Oleh karena itu Pamet SEMAR UI ha-

    dir untuk menawarkan alternatif terkait

    posisi dan gerakan kritis mahasiswa se-

    sungguhnya.

    Mudah-mudahan edisi Pamet SEMAR

    UI kali ini dapat memberikan sedikitpemahaman baru terkait gerakan maha-

    siswa, khususnya kepada kawan-kawan

    mahasiswa baru angkatan 2014.

    Selanjutnya,selamat menanggalkan be-

    lenggu kehampaan diri dan kebingun-

    gan intelektualmu dengan cara bernalar,

    bertindak dan berlawan! Lebih baik me-

    lakukan bunuh diri kelas daripada nya-man di atas menara gading dan hanya

    turun apabila ada permasalahan semata.

    Selamat membaca!

    Ditulis dan disebarluaskan oleh Departemen Agitasi dan Propaganda

    Serikat Mahasiswa Progresif Universitas Indonesia (SEMAR UI)

    Redaksi: Bayu Baskoro F. (Pemimpin Redaksi), Bhadrika Dirgantara (Tata letak dan ilustrasi),

    Dicky Dwi Ananta (Penulis), Mitrardi Sangkoyo (Penulis), Muhammad Teguh (Penulis), Perdana

    Putri (Penulis dan penyunting), dan Trishadi Pratama (Penulis)

    pamflet04/20142

  • 8/11/2019 PAMFLET Semar UI Edisi 4 Oktober 2014: Gerakan Mahasiswa (Versi Warna)

    3/16

    pamflet04/2014 3

  • 8/11/2019 PAMFLET Semar UI Edisi 4 Oktober 2014: Gerakan Mahasiswa (Versi Warna)

    4/16

    pamflet04/20144

  • 8/11/2019 PAMFLET Semar UI Edisi 4 Oktober 2014: Gerakan Mahasiswa (Versi Warna)

    5/16

    mistifikasi gerakan mahasiswa Merasa familiar dengan istilah agent

    of change, moral force, iron stock dan

    social force? Bagaimana tidak! Empatkarakter itulah yang dilekatkan wacana

    pembangunan terhadap mahasiswa. Ma-

    hasiswa adalah suatu mistikasi, ia dia-

    gung-agungkan tanpa diketahui bahwa

    ia turut melanggengkan kekuasaan yang

    lalim dengan karakter tersebut.

    Apa sebenarnya yang ada di dalam

    mahasiswa hingga ia mendapatkan em-pat karakter tersebut? Sejarah panjang

    gerakan mahasiswa turut berkontribusi

    di dalam hal ini. Dalam artian, ia sebe-

    narnya ada dan memang benar memiliki

    karakter tersebut. Namun, pada akhir-

    nya pemerintah, khususnya Orde Baru,

    berusaha meredam posisi otentik maha-

    siswa di dalam struktur masyarakat agar

    menghindari gerakan mahasiswa yang

    seyogyanya berpotensi untuk menumpas

    tirani.

    Pada dasarnya, mahasiswa tidak bisa

    dibedakan dari masyarakat. Ia adalah

    bagian dari masyarakat. Permasalahan

    masyarakat, adalah permasalahannya.

    Namun, kuasa Orde Baru mendistribu-

    sikan wacana mengenai mahasiswa se-

    bagai agen pengubah (perhatikan peng-

    gunaan kata agent dan force) dengan

    kata lain, mahasiswa dicitrakan berada di

    luar sistem dan dia harus melihat masya-

    rakat secara positivis: masyarakat adalah

    semut-semut yang berada di dalam boks,

    dan mahasiswa adalah si peneliti angkuh

    di luar boks tersebut.

    Kini kita boleh berkoar-koar, berbangga

    hati kita mahasiswa, anti-sistem pembela

    masyarakat. Pertanyaannya, bukankahkita akan dicetak untuk menaati sistem

    dalam pendidikan sebagai Ideologi-

    cal State Apparatus ala Althusser? Kita

    adalah iron stock, kita diduplikasi sede-

    mikian rupa agar memenuhi kebutuhan

    kapital akan sumber daya manusia yang

    taat kepada sistem.

    Lalu mengapa masih berbangga hatimenyandang empat gelar tersebut, ka-

    lau toh, pada akhirnya kalian tidak lebih

    sama dengan sistem yang kalian protes?

    (Perdana Putri)

    pamflet04/2014 5

  • 8/11/2019 PAMFLET Semar UI Edisi 4 Oktober 2014: Gerakan Mahasiswa (Versi Warna)

    6/16

    Pendidikan: Reproduksi Kelas?Sesi ini, penulis akan mengajak berdiskusi sidang

    pembaca sekalian untuk memperhatikan sejenak

    posisi pendidikan dengan proses reproduksi kelas di

    dalam masyarakat, seperti apa posisi dan fungsinya,

    sehingga ia layak untuk diperbincangkan.

    Reproduksi Kondisi Produksi

    Sebelum mendiskusikan posisi pendidikan dalam

    sistem kapitalisme, perlu dijelaskan terlebih dahu-

    lu kebutuhan apa yang membuat posisi pendidikan

    menjadi begitu penting dalam sistem tersebut. Hal

    tersebut menjadi pemberi makna pendidikan dalam

    skema Kapitalisme.

    Dalam sistem Kapitalisme, terdapat ciri antropo-logis yaitu rasionalitas dan keberlanjutan. Dengan

    ciri tersebut, terdapat suatu skema yang harus selalu

    dibangun oleh Kapitalisme guna mempertahankan

    keberadaannya, yaitu reproduksi. Hal itu merupakan

    prasyarat mutlak bagi keberlangsungan dirinya.

    Tanpa adanya reproduksi yang terus menerus, suatu

    formasi sosial hanya akan bertahan sementara. Re-

    produksi di sini diartikan secara spesik sebagai re-

    produksi dari kondisi produksi. Mengapa reproduksi

    berada di ranah mendasar (produksi)? Hal tersebut seperti metafora bangunan yang digu-

    nakan Marx dalam melihat struktur masyarakat seca-

    ra keseluruhan. Menurutnya, susunan struktur mas-

    yarakat itu seperti bangunan, yaitu terdapat pondasi

    (basis) dan bangunan atasnya (suprastruktur). Dalam

    struktur tersebut, pondasi dari masyarakat untuk tetap

    ada dan disebut sebagai masyarakat, terdapat pada

    model produksi tertentu yang menjadi cara masya-

    rakat tersebut untuk bertahan hidup. Inilah yang di-

    sebut dengan basis. Selanjutnya, ada Suprastrukturdi

    atasnya seperti negara, hukum, politik, kebudayaan,

    dan ideologi. Dalam relasinya, basis akan mempen-

    garuhi suprastruktur, artinya cara produksi pada sua-

    tu masyarakat akan berpengaruh pada bentuk negara,

    hukum, politik, kebudayaan, dan ideologinya.

    Akan tetapi, hubungan antara keduanya tidaklah

    satu arah, melainkan dialektis/dua arah. Dalam kon-

    disi tertentu bisa dimungkinkan tindakan balik

    dari suprastruktur ke basis sejauh dalam batas-batas

    yang diberikan oleh basisnya.Dengan demikian, un-

    tuk melihat bahwa suatu sistem sosial, misal dalam

    kapitalisme, dapat terus berjalan, maka dipastikan

    terdapat model produksi tertentu yang terus berjalan

    di dalamnya. Adapun untuk bisa terus memproduksi,

    maka diperlukan sebuah reproduksi atas kondisi pro-

    duksi tersebut secara terus-menerus.

    Kondisi produksi diasumsikan bahwa di setiap ta-

    tanan sosial terdapat modus produksi yang dominan.

    Dalam tatanan sosial saat ini, modus produksi yang

    dominan adalah kerja-upahan. Maka, mereproduksi

    kondisi produksi tersebutbertujuan untuk memper-

    tahankan kondisi produksi yang telah mengakar, di

    dalam dan di bawah relasi produksi yang tetap terse-

    but. Menurut Althusser (2008) terdapat dua hal yang

    harus direproduksi dalam setiap tatanan sosial agar

    tetap terus berlangsung, yaitu kekuatan produktif dan

    relasi produksi yang telah ada. Reproduksi dalam

    skema kapitalisme pun juga mengacu dalam dua hal

    tersebut.

    Di dalam sistem produksi secara umum terdapat

    dua elemen penyusun: alat produksi dan sumber daya

    manusia. Dengan demikian, reproduksi kekuatan

    produksi meliputi reproduksi pada dua hal tersebut.

    Reproduksi alat produksi, dalam tingkat perusahaan

    dilakukan dengan pembelian bahan baku dan mesin-

    mesin, berikut dengan perawatannya. Sedangkan da-

    lam konteks global, karena setiap perusahaan butuh

    mereproduksi alat produksinya sendiri, dan itu tidak

    dapat dipenuhi sendiri olehnya, maka ia akan selalu

    membuat rangkaian tanpa akhir dari skema yangsaling membutuhkan antar perusahaan. Hal ini dije-

    laskan Marx dengan hubungan pembagian kerja se-

    cara sosial antara dua departeman, yaitu departemen

    I (produksi alat produksi) dan departemen II (pro-

    duksi alat konsumsi).

    Reproduksi Sumberdaya Manusia

    Karena berhubungan dengan pendidikan, kita akan

    berfokus pada reproduksi sumber daya manusia.

    Dalam sistem kapitalisme, di sinilah letak dari ranahpendidikan.

    Reproduksi material dari sumber daya manusia di-

    peroleh pekerja melalui upah yang diterimanya. Upah

    adalah nilai yang digunakan untuk merumuskan

    ulang tenaga pekerja, atau sebagai mata nilai peng-

    ganti pemulihan tenaga kerja yang telah dikeluarkan

    oleh pekerja dalam sehari. Tujuannya, agar pekerja

    bisa datang kembali esok harinya. Dalam upah itu

    tercangkup, (1) Biaya pemenuhan kebutuhan pekerja

    secara biologis dan sosial, dan (2) Biaya untuk mem-

    besarkan dan mendidik anak-anak yang merupakan

    reproduksi kaum proletar itu sendiri. Namun, kondisi

    tersebut belum cukup untuk menjamin reproduksi di

    bidang sumber daya manusia.

    Dalam perkembangan selanjutnya, Kapitalisme me-

    miliki kebutuhan untuk menjadikan pekerja berkom-

    pamflet04/20146

  • 8/11/2019 PAMFLET Semar UI Edisi 4 Oktober 2014: Gerakan Mahasiswa (Versi Warna)

    7/16

    peten dalam bidangnya. Kompeten di sini maksudnya

    nya bahwa pekerja harus cocok ditempatkan dalam

    suatu pembagian kerja yang rumit. Dengan begitu,

    terdapat tuntutan bahwa setiap pekerja harus memi-

    liki keahlian tertentu dan jumlahnya yang terdeferen-

    siasi. Berhadapan dengan sistempembagiankerjater-sebut, maka pekerja harus dibentuk dan direproduksi

    dengan cara yang seperti itu pula.

    Sistem dan institusi pendidikan (kapitalis) di sini

    berperan dalam membentuk dan menjalankan re-

    produksi keahlian pekerja tersebut, yang tidak da-

    pat dijalankan oleh sistem internal produksi sendiri.

    Dalam pendidikan, setiap manusia diajarkan cara

    membaca, menulis, dan berhitung. Keahlian dasar

    ini merupakan bentuk manifestasi hasil pendidikan

    yang dapat digunakan dalam pelbagai jenis pekerjaandan pembagiannya. Dengan begitu, ajaran utama dari

    sistem pendidikan kapitalis adalah pembelajaran ten-

    tang know-how.

    Tetapi selain mempelajari tentang pengetahuan dan

    teknik, pelajar di institusi pendidikan diajarkan ten-

    tang aturan tingkah laku yang baik, yang tak lain

    merupakan norma dan tata aturan yang diciptakan

    untuk mengatur kehidupan mereka dalam ranah

    yang telah ditentukan oleh penguasa atau kapitalis.

    Maka, sebenarnya, dalam sekolah setiap orang dia-jarkan untuk selalu patuh pada tatanan yang dibangun

    penguasa/kapitalis. Kesimpulan dari ini, sepertiyangdijelaskan Althusser, bahwa Reproduksi tenaga kerja

    membutuhkan tidak saja reproduksi keahlian mereka

    saja, tetapi pada saat yang sama, merupakan reproduksi

    ketundukan sumber daya manusia kepada aturan yang

    sudah mapan. Dengan begitu, reproduksi sumber daya

    manusia yang dijalankan institusi pendidikan, membe-

    rikan dua hal yaitu reproduksi keahlian dan ketundukan

    pada ideologi penguasa/kapitalis. Hal ini dapat dilihat

    pada reproduksi ketundukan terhadap ideologi yang be-roperasi pada pekerja, karena jelas reproduksi keahlian

    hanya dapat terjaadi dalam bentuk dan dibawah ketun-

    dukan pada ideologi yang sedang berjalan.

    Pendidikan sebagai Ideological State Aparatus (ISA)

    Berkaitan dengan ketundukan ideologis, institusi pendi-

    dikan berperan besar dalam menjalankan proses ideolo-

    gisasi ini. Dalam bahasa Althusser institusi pendidikan

    ditempatkan sebagai ISA (Ideological State Aparatus)

    yang paling dominan dalam relasi produksi Kapitalis-

    me. Aparatus jenis ini merupakan alat dari negara untukmelakukan secara massif proses yang menonjolkan ideo-

    logi, termasuk di dalamnya pembentukan dan penjaga-

    annya. Hal ini sangat penting karena tak ada kelas atau

    penguasa yang dapat berkuasa lama, tanpa memegang

    kendali dan menjalankan hegemoni di sekeliling apara-

    tus ideologis. ISA digunakan kelas yang berkuasa untuk

    menjaga hagemoni ideologi tersebut.

    Apa siginikansi penjagaan hagemoni ideologi ini?

    Bagi Kapitalisme, ini adalah bagian dari reproduksi re-

    lasi produksi yang telah berjalan. Dengan adanya ISA,

    proses kesadaran mengenai relasi produksi yang eksploi-tatif ditempatkan dalam konteks yang biasa-biasa saja,

    dengan demikian, gejolak perlawanan dijauhkan dari

    pekerja dan relasi produksi dapat berjalan secara kontin-

    yu. Disinilah letak reproduksi relasi produksi yang telah

    berjalan. Dengan ISA juga, proses pendisplinan tubuh

    dijalankan dengan mengikuti pola kerja yang ada dalam

    kehidupan Kapitalisme. Dalam dunia sekarang, adakah

    sebuah institusi aparatus negara ideologis yang dapat

    memaksa peserta di dalamnya terlibat dalam aktivitas

    selama, minimal, delapan jam selama enam hari, kecua-

    li sekolah? Pendisiplinan ini dibentuk dalam kerangkamenyiapkan diri-diri manusia dalam memasuki dunia

    kerja berikutnya.

    Melihat paparan, yang sebagian besar diambil dari

    pemikiran Althusser di atas, kita bisa menyimpulkan

    bahwa sistem dan institusi pendidikan memiliki peran

    yang strategis di tubuh kapitalisme. Pertama sebagai ba-

    gian dari skema reproduksi alat produksi, dimana dalam

    hal ini pendidikan menempati fungsi sebagai reproduksi

    sumber daya manusia, dan kedua, berperan sebagai pe-

    laku utama dari reproduksi relasi hubungan produksi

    dengan menjadi ISA.

    Bila kita dibesarkan dalam tradisi pendidikan seper-

    ti yang di atas, kesadaran menjadi sangat penting. Dan

    tulisan ini dibuat untuk menyuntikan kesadaran itu. Se-

    telah kita sadar, suatu tindakan untuk mempelajari kon-

    disi sosial secara kritis dan mengubahnya, menurut saya,

    adalah tindakan yang berada dalam jalan yang lurus

    (Shiratal Mustaqim).

    (Dicky D. Ananta)

    pamflet04/2014 7

  • 8/11/2019 PAMFLET Semar UI Edisi 4 Oktober 2014: Gerakan Mahasiswa (Versi Warna)

    8/16

    pamflet04/20148

  • 8/11/2019 PAMFLET Semar UI Edisi 4 Oktober 2014: Gerakan Mahasiswa (Versi Warna)

    9/16

    AKSI MASSASEBUAH PILIHAN TERLUPAKAN DALAM GERAKAN MAHASISWA

    Ketika gerakan mahasiswa telah termisti-

    kasi oleh jargon-jargon usang peningga-

    lan rezim orde baru selama bertahun-tahun,

    maka kita menemukan gerakan tersebut telah

    terborjuasi dalam segala aspeknya. Kenyata-

    an sehari-hari setelah reformasi tahun 1998

    menunjukkan dengan gamblang sekali bahwagerakan mahasiswa makin terasing dari basis

    materialnya yaitu mahasiswa. Gerakan yang

    keberadaannya lahir dari kesadaran intelek-

    tualitas mahasiswa atas pembacaan terhadap

    kondisi realitas disekelilingnya, justru se-

    makin menjauh keberadaan dari realita ke-

    hidupan mahasiswa tempatnya berasal. Ke-

    beradaan mahasiswa secara objektif sebagai

    basis massa bagi gerakan mahasiswa hanya-

    lah berakhir sebagai objek eksploitasi yang

    dilatarbelakangi kerakusan-kerakusan akan

    berbagai kepentingan delusif.

    erdapat jurang yang semakin melebar anta-

    ra mahasiswa sebagai basis dan gerakan ma-

    hasiswa sebagai wadah bagi perjuangannya.

    Wadah atau struktur tersebut telah tereduksi

    menjadi bangunan kokoh idealisme yanghanya bisa dimasuki oleh segelintir maha-

    siswa elitis yang disokong oleh kepentin-

    gan tuan-tuannya yang tak terlihat. Artinya

    gerakan mahasiswa justru tidaklah ramah

    bagi seorang mahasiswa biasa, yang kare-

    na tidak mempunyai akses dari tuan-tuan tak

    terlihat tersebut, akan selalu terpinggirkan

    ketika dirinya ingin masuk kedalam gerakan

    tersebut.Selain itu, seleksi lain yang tak kalahkejam adalah urusan perut dan sistem akade-

    mis yang tiap hari mencekik kehidupan setiap

    mahasiswa di kampusnya sendiri. Sehingga

    seperti adalah sebuah kewajaran jika gerakan

    mahasiswa kemudian menjadi sebuah ke-

    mewahan yang asing dan tak terjangkau.

    Untuk itu dalam tulisan ini, penulis me-

    nawarkan suatu teori alternatif bagi kondisi

    gerakan mahasiswa yang berada dalam ke-

    terasingan tersebut. Yaitu sebuah teori yangpernah dikembangkan oleh Tan Malaka men-

    genai aksi massa. Teori tersebut berangkat

    dari sebuah kondisi hampir serupa yang per-

    nah terjadi dalam gerakan rakyat Indonesia

    pada masa kolonial Belanda. Masa tersebut

    adalah saat gagalnya pemberontakan PKI ta-

    hun 1926 yang kemudian dampaknya adalah

    semakin represifnya pemerintahan kolonial

    terhadap seluruh gerakan kemerdekaan In-

    donesia. Sebuah pembacaan kritis terhadap

    gerakan yang berbasis pada aksi massa, te-

    tapi seperti melupakan keberadaan massanya

    sendiri. Kondisi tersebut, tentunya dengan

    penyesuaian konteks waktu dan tempat, teta-

    plah relevan untuk menggambarkan gerakan

    mahasiswa yang juga telah melupakan basis

    massanya yaitu mahasiswanya itu sendiri.

    Kondisi Sosial dan Politik Mahasiswa

    di Kampus

    Jika kita kembali melihat posisi mahasiswa

    dalam konteks struktur kekinian masya-

    rakat Indonesia, maka tidaklah sulit melihat

    bahwa para mahasiswa tersebut adalah objek

    penghisapan kapitalisme juga. Bahkan lebih

    ekstremnya mahasiswa hanyalah dianggapsebagai media untuk melanggengkannya.

    Hal tersebut bisa terlihat pengkondisian iklim

    kampus yang terus didorong menjadi liberal.

    Bukan karena massa bodoh atau tidak memperhatikan, melainkan karena massa

    hanya berjuang untuk kebutuhan yang terdekat dan sesuai dengan kepentingan

    ekonomi

    -Tan Malaka

    pamflet04/2014 9

  • 8/11/2019 PAMFLET Semar UI Edisi 4 Oktober 2014: Gerakan Mahasiswa (Versi Warna)

    10/16

    untuk melenakan mahasiswa kedalam ilusi

    mengenai kehidupan ideal. Disini ego indi-

    vidualisme mahasiswa akan seperti didorong

    ke tingkat maksimal melebihi realita tentang

    keberadaan mereka secara sosial sebagai

    bagian masyarakat. Bahkan kenyataan me-

    reka sebagai bagian dari masyarakat yangterhisap oleh sistem kapitalisme seperti ter-

    lupakan karena mereka berfantasi telah tum-

    buh menjadi struktur sosial tersendiri dalam

    masyarakat. Dalam fantasi terliarnya sebagai

    sebuah struktur sosial baru, mereka dirinya

    lebih superiordari masyarakat sekelilingnya

    dan bisa menentukan apa yang seharusnya

    dilakukan masyarakat tersebut. Salah satun-

    ya adalah mereka merasa dirinya mampumerubah masyarakat tersebut sesuai idealis-

    me yang mereka sukai. Begitu delusionalnya

    mahasiswa akan posisinya sendiri, sehingga

    dapat didapati bahwa dikampusnya ada ma-

    hasiswa yang tidak tahu menahu akan maha-

    siswa lainnya

    Hal ini juga terakumulasi dalam gerakan-

    gerakan mahasiswa yang lahir dari individua-

    lisme ideal yangdisebut oleh Tan Malaka se-

    bagai Putch1, yaitu gerakan yang dilakukan

    oleh orang yang sedang demam dengan im-

    piannya atau baru keluar dari sebuah gua.

    Gerombolan gerakan mahasiswa tersebut

    muncul sporadis layaknya jamur di musim

    hujan dengan berbagai hasil lamunan-lamu-

    nan dalam kepalanya. Lalu dengan lamunan-

    lamunannya tersebut, mereka menyimbolkan

    dirinya sebagai representasi dari seluruh ma-

    hasiswa. Hal ini terjadi karena mereka men-

    ganggap bahwa mahasiswa yang mereka wa-

    kili tersebut tidak kurang lebih seperti yang

    mereka bayangkan. Akibatnya mereka den-

    gan semaunya membuat berbagai program

    gerakan yang semu dan menyesatkan tentang

    moral dan politik yang universal.Padahal

    kenyataannya, walau pun memang berbasismassa dari mahasiswa, mereka tak pernah be-

    nar-benar mengecek kondisi mahasiswa yang

    menjadi basis massa bagi gerakannya. Lebih

    buruknya lagi, mereka juga mungkin tidak

    benar-benar memperhitungkan lebih dahulu

    apakah aksi massa mereka sudah matang apa

    belum.Tanpa tujuan konkret, tanpa tahu sia-

    pa yang harus didengar gerakan mahasiswa

    terombang-ambing.

    Sehingga seperti apa yang dikatakanoleh Tan Malaka ketika menganalisis setiap

    gerakan yang dilakukan oleh gerombolan

    putch di tahun 20-an2, maka dengan jelas da-

    pat kita lihat dalam gerakan mahasiswa saat

    ini. Bahwa bukan berarti massa mahasiswa

    menjadi tidak peduli dengan segala isu yang

    dibawa oleh gerakan mahasiswa. Namun, se-

    tiap isu yang mereka bawa tidak menyentuh

    kondisi aktual yang setiap hari mereka alami yang begitu fundamentalnya di masyarakat,

    yang sebenarnya pun akan turut mengubah

    kehidupan mereka.

    Alat dan Strategi Perjuangan

    Gerakan aksi massa dimanapun dan dalam

    bentuk apapun tak akan turun dari langit be-

    gitu saja. Mereka ada karena disebabkan oleh

    berbagai prekondisi yang saling mendahu-lui. Aksi massa menurut Tan Malaka, tidak

    membutuhkan fantasi kosong gerombolan

    putch, opurtunis, petualang, ataupun orang

    yang hanya ingin jadi seorang pahlawan.

    Aksi massa berasal dari orang banyak untuk

    memenuhi kehendak ekonomi dan politik

    mereka. Ia selalu diawali oleh sebuah per-

    samaan, yaitu timbul karena adanya sebuah

    krisis baik dalam politik maupaun ekonomi.

    Sehingga dalam sejarahnya sendiri sebuah

    kemangan politik yang diperoleh dari aksi

    massa, diawali oleh perjuangan dalam politik

    dan ekonomi3.

    Hal demikian juga berlaku bagi sebuah ge-

    rakan mahasiswa yang tidak ingin terasing

    dari basis massanya yaitu mahasiswanya

    sendiri. Mereka harus berangkat dari krisisyang sedang dialami para mahasiswa itu sen-

    diri dalam sistem kapitalisme yang saat ini

    direpresentasikan oleh kampus sebagai insti-

    pamflet04/20140

  • 8/11/2019 PAMFLET Semar UI Edisi 4 Oktober 2014: Gerakan Mahasiswa (Versi Warna)

    11/16

    tusinya. Tentunya itu sekali lagi tak akan le-

    pas dari urusan ekonomi dan politik. Apalagi

    kalau tidak jauh dari hal-hal seperti masalah

    biaya kuliah dan biaya hidup yang makin

    tidak adil dan timpang, tuntutan akademik

    yang semakin tidak masuk akal sementara

    kualitasnya rendah, serta kebebasan non aka-demik yang semakin dipangkas (seperti ma-

    kin didepolitisasinya mahasiswa, favoritisme

    pada gerakan politik tertentu, sampai urusan

    moral mahasiswa).

    Lalu harus seperti apakah gerakan maha-

    siswa seharusnya? Apakah gerakan maha-

    siswa borjuasi yang tak lebih dari bagian

    alat penghisap sistem? Atau gerakan berbasis

    fundamentalis agama yang memistikasikankebenaran dalam kebanalan? Tan Malaka

    mensyaratkan keberadaan sebuah partai bagi

    keberlangsungan dari aksi massa4. Tentunya

    yang dimaksud partai disini bukanlah par-

    tai yang selama ini kita temui dan juga kaki

    tangan-kaki tangan dalam bentuk gerakan

    mahasiswa di kampus. Partai yang dimaksud

    disini adalah partai yang revolusioner dan

    juga demokratis dalam artiannya yang se-sungguhnya. Artinya partai tersebut haruslah

    menjadi wadah yang mampu mengumpulkan

    dan memusatkan kekuatan-kekuatan revolu-

    sioner yang ada dengan jalan aksi massa yang

    terencana5. Ia juga harus menghadirkan ko-

    lektivitas di dalam pengambilan keputusan

    hasilnya harus benar-benar putusan bersama

    anggota6. Lalu kembali kepada soal seperti

    apakah gerakan mahasiswa itu seharusnya,

    maka seperti partai yang dikonsepkan oleh

    Tan Malaka, gerakan mahasiswa harus beru-

    pa organisasi yang tersusun dan terencana

    rapi. Hal itu karena organisasi gerakan ma-

    hasiswa tersebut haruslah mampu mengorga-

    nisasi aksi massa yang terstruktur dan solid.

    Bagaimanapun keberadaan sebuah organisasi

    bagi gerakan mahasiswa yang otentik harushadir sebagai alat untuk memperjuangkan

    kemenangan secara politik dan ekonomi bagi

    mahasiswa melawan rezim kampus.

    Pada Akhirnya.

    Kenyataan bahwa gerakan mahasiswa saat

    ini seperti terasing dari basis massanya yaitu

    mahasiswa. Keterasingan tersebut yang ke-

    mudian pada akhirnya melumpuhkan gerakan

    aksi massa dalam kehidupan perpolitikan

    mahasiswa. Saat ini gerakan mahasiswa cen-derung ditinggalkan karena setiap isu yang

    mereka bawa dalam gerakannya bukanlah isu

    yang setiap hari mereka hadapi. Terutama isu

    yang menyangkut soal ekonomi dan politik

    bagi mahasiswa itu sendiri. Padahal setiap

    harinya mereka harus selalu dihadapkan pada

    keberadaan rezim kampus yang menghamba

    kepada berbagai kepentingan. Salahsatunya

    berupa kepentingan akumulasi modal. Salah satu cara untuk mengembalikan ge-

    rakan mahasiswa kepada basis massanya ada-

    lah melalui mengembalikan fokus gerakan

    kepada isu terpenting yang dihadapi oleh

    setiap mahasiswa di kampus manapun, yaitu

    isu ekonomi dan politik. Tanpa itu gerakan

    mahasiswa yang bertumpu kepada aksi mas-

    sa tidak akanlah berjalan dengan signikan.

    Gerakan yang ada hanyalah akan terjebak ke-dalam ideal yang sangat individualisme yang

    tidak akan menyentuh inti pokok kontradiksi

    permasalahan. Tidak lain tidak bukan adalah

    penguasaan ekonomi dan politik melalui pen-

    guasaan modal yang telah menggurita dalam

    sistem kapitalisme.

    (Muhammad Teguh)

    pamflet04/2014 11

  • 8/11/2019 PAMFLET Semar UI Edisi 4 Oktober 2014: Gerakan Mahasiswa (Versi Warna)

    12/16

    T: AssalamualaikumCuk.

    C: Waalaikumsalam Tong. Dari mana loe?

    T: Dari keluarga yang baik-baik, Cuk.

    C: Atur dah atur. Palingan abis aksi ye sama anak-anak?

    T: Hahaha, yooiii. Biasa, Cuk. Kan kita mahasiswa, gak bisa kita cuman bela-jar doang di kampus. Masyarakat butuh sama kita, Cuk.

    C: Widiih, mahasiswa gerakan banget nih lauEmang bedanya kita

    sama masyarakat apaan sih Tong?

    T: Kan kita agent of change cuk. Kita golongan terdidik dan terpelajar.

    Sebagai mahasiswa, kita harus selalu turun ke masyarakat, memberi

    pencerdasan ke mereka. Ini jakun bukan sekedar jaket bro!

    C: Hoo, gitu yak TongLoe OKK gak pernah bolos ya pasti? Hafal banget

    kayaknya gitu-gituan.

    T: Lau sensi banget kayaknya CukEmang menurut loe gimana?

    C: Ya menurut gue, mahasiswa itu gak lebih tinggi dari masyarakat Tong.

    Mahasiswa itu bagian dari masyarakat. Sok banget, nganggep diri kita itu lebih

    tinggi dari masyarakat, agent of changelah, apalah. Loe pernahbacaberitasoali-

    bu-ibu Rembang yang bulan puasa kemarin aksi di hutan berhari-hari, ngelawan

    perusahaan semen yang mau ancurin tempat tinggal mereka?

    T: Pernah denger sekilas sih Cuk, cuman kan anak-anak lagi fokus ke isu-isunasionalYaudah emang kenape itu ibu-ibu?

    C: Itu ibu-ibu aksi loe kira ada mahasiswa apa yang gerakin? Kagak Tong!

    Mereka kagak butuh jakun atau ngisi IRS buat bisa gerak. Padahal sekolah aja

    belum tentu. Gerak juga pake duit sendiri, kagak pake duit emaknya.

    T: Ya tetep aja Cuk, mahasiswa ya mahasiswa.

    C: Terserah loe, Tong. Gue cabs dulu ya.

    T: Yaudah sono. Inget Cuk, kita ini maha-siswa, udah bukan siswa bia-sa. Masyarakat butuh kita, Cuk!

    C: Iyeiye. Ngomong-ngomong, cuman di Indonesia doang tau Tong,

    kita dipanggil maha-siswa. Loe coba cari dah, di luar sono kagak ada

    tuh super-student, mahasiswa tetep student biasa kok!

    pamflet04/201412

  • 8/11/2019 PAMFLET Semar UI Edisi 4 Oktober 2014: Gerakan Mahasiswa (Versi Warna)

    13/16

    IDEALISME DI SIMPANG JALAN Saya tidak tertarik membuka tulisan ini

    dengan kuotasi syahdu Tan Malaka soal idea-

    lisme, harta, dan pemuda. Bagi saya, sudahkepalang basi. Toh di zaman sekarang kita

    tinggal retweet saja di media sosial dari akun

    yang rajin memberikan kuotasi Tan Malaka.

    Yang tak pernah basi adalah membicarakan

    idealisme itu sendiri dan bagaimana seha-

    rusnya, tidak hanya mahasiswa, tapi semua

    manusia memaknainya, lebih dari sekadar

    sebuah kata sifat.

    Yang membingungkan tentu ketika men-denisikan Apa sebenarnya idealisme itu?

    Mengapa pada pemuda itu adalah sebuah

    harta? Ini pertanyaan yang jawabannya san-

    gat terbuka, jadi silakan anda yang menjawab

    sendiri. Bagi saya, idealisme adalah sebuah

    kutukan yang terus menghantui seseorang,

    membuatnya sadar akan demoralisasi dan

    perangkap kehidupan instan. Jika anda ber-

    kenalan dengan demoralisasi dan kepahitan

    hidup, hanya ada dua pilihan: menjadi idealis

    lalu akhirnya gila dan tersadar, atau berpura-

    pura dan terseret dalam kualitas masyarakat

    yang terus menurun. Idealisme tidak pernah

    hadir dalam kuotasi Tan Malaka, tapi ia hadir

    dalam cita-cita Tan Malaka itu sendiri.

    Sampai di titik ini, saya tidak pernah me-

    rasakan indahnya idealisme.Bagaimana ra-sanya menertawai kehidupan tapi juga harus

    menangiss bersamanya seiring memperbai-

    kinya. Menjadi idealis berarti menandatanga-

    ni kontrak untuk terus menerus memakai isi

    otak dan mengkritisi nilai-nilai kehidupan

    baik yang benar maupun yang salah. Bukan

    karena ia begitu terpaku pada idenya, tapi

    bagi saya justru seorang idealis tahu dunia

    jauh lebih luas daripada ide di dalamdirinya,oleh karena itu ia harus terus membuka pi-

    kirannya akan berbagai kemungkinan akan

    permasalahan hidup dan penyelesaiannya.

    Berpikir, tidak seperti pemilu, tidak perlu

    menunggu lima tahun sekali untuk di-

    lakukan. Setiap detik, setiap waktu kitaselalu berpikir, karena itulah yang membuat

    kita waras dan tidak waras secara bersama-

    an. Berpikir, sebagai kata kunci dalam

    memahami idealisme, berarti menjadi hidup

    itu sendiri dan mengasah sensitivitas akan

    kehidupan di sekitarnya. Idealisme adalah

    sebuah perayaan yang dikutuk, karena ia

    merayakan matinya ketidakacuhan.

    Lalu ada apa dengan pemuda dan idealisme?Pemuda selalu diasosiasikan dengan orang

    yang bergejolak dan berada di pinggir sis-

    tem. Karakter yang terasosiasi tersebut erat

    dengan idealisme, karena di dalamnya selalu

    ada letupan pemikiran. Yang muda yang

    berkarya, yang muda yang menguasai itu

    benar adanya, karena ia akan selalu memili-

    ki idealismenya, antara sadar ataupun tidak.

    Akan tetapi, tentu saja, sebaiknya sih sadar

    kalau punya dan sebaik-baiknya kesadaran,

    adalah yang digunakan untuk perubahan.

    (Perdana Putri)

    pamflet04/2014 13

  • 8/11/2019 PAMFLET Semar UI Edisi 4 Oktober 2014: Gerakan Mahasiswa (Versi Warna)

    14/16

    pamflet04/201414

  • 8/11/2019 PAMFLET Semar UI Edisi 4 Oktober 2014: Gerakan Mahasiswa (Versi Warna)

    15/16

    pamflet04/2014 15

  • 8/11/2019 PAMFLET Semar UI Edisi 4 Oktober 2014: Gerakan Mahasiswa (Versi Warna)

    16/16