osteporosis

Upload: ari-matea

Post on 17-Oct-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah osteoporosis

TRANSCRIPT

Pendahuluan Hidup sehat, bugar, dan tetap aktif sekalipun di usia lanjut merupakan dambaan b anyak orang. Namun, seiring bertambahnya usia, fungsi organ tubuh pun berangsur an gsur menurun dan berakibat timbulnya berbagai macam penyakit. Masalah kesehatan pada usia lanjut yang sering di temui dan perlu mendapat perhatian adalah penyak it osteoporosis. Osteoporosis atau pengoroposan tulang memang rawan menyerang or ang - orang berusia di atas 40 tahun, terutama pada kaum perempuan. Dari hasil p enelitian di amerika serikat pada orang berusia di atas 50 tahun, 1 dari 4 perem puan dan 1 dari 8 laki laki terkena osteoporosis. Osteoporosis dapat dijumpai te rsebar di seluruh dunia dan sampai saat ini masih merupakan masalah dalam keseha tan masyarakat terutama di negara berkembang. Sekitar 80% klien penyakit osteopo rosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus mens truasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan ri siko terkena osteoporosis. Penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wani ta, penyakit osteoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-lak i tidak mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat. Jumlah u sia lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414 persen dalam kurun waktu 1990 -2025, sedangkan perempuan menopause yang tahun 2000 diperhitungkan 15,5 juta ak an naik menjadi 24 juta pada tahun 2015. Lebih dari 50% keretakan osteoporosis p inggang di seluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050. Berdasarkan dat a Depkes, jumlah klien osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dan merupakan Negara dengan klien osteoporosis terbesar ke 2 setelah Negara Cina. Isi Pada skenario kali ini kita membahas tentang seorang laki-laki usia 60 tahun dat ang dengan keluhan punggung bagian bawahnya sering nyeri setelah bangun tidur da n setelah beraktivitas, lalu dilakukan pemeriksaan xray dan didapatkan adanya le si litik pada L3-L5. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pria tersebut tampak saki t ringan dengan TTV normal. Dalam makalah tinjauan pustaka ini, penulis akan mem bahas kaitan Osteoporosis dalam anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, work ing diagnosis dan differential diagnosis, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksanaan, pencegahan dan prognosis untuk konsep pemahaman dalam menegakkan diagnosis penyakit. Anamnesis Anamnesis memegang peranan penting pada evaluasi pasien osteoporosis. Kadang-kad ang, keluhan utama dapat langsung mengarah kepada diagnosis, misalnya fraktur ko lum femoris pada osteoporosis, bowing leg pada riket. Faktor lain yang harus dit anyakan juga adalah fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tin ggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosf or, vitamin D, latihan yang teratur bersifat weight-bearing. Obat-obatan yang di minum dalam jangka panjang juga harus diperhatikan, seperti kortikosteroid, horm one tiroid, anti konvulsan, heparin, antacid yang mengandung aluminium, dan sodi um fluoride. Alkohol dan merokok juga merupakan factor osteoporosis. Penyakit la in yang harus ditanyakan antara lain yang berhubungan dengan osteoporosis adalah penyakit ginjal, saluran cerna, hati, dan pancreas. Riwayat haid, menopause, da n umur menarche juga harus diperhatikan. Riwayat keluarga dengan osteoporosis ju ga harus diperhatikan, karena ada beberapa penyakit tulang yang bersifat heredit er.1 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dimulai dilakukan dengan melihat pasien (postur, tampilan, dan cara berjalan). Pemeriksaan lokal dilakukan dari inpeksi, palpasi, dan gerak. T inggi badan dan berat badan juga harus diukur pada setiap pasien osteoporosis. I nspeksi (look) memeriksa perubahan warna kulit, adakah benjolan, posisi, adakah bekas parut. Palpasi (feel) memeriksa ketika ditekan/raba adakah perubahan suhu (lebih hangat), adakah nyeri tekan, adakah benjolan, benjolannya keras atau luna k. Pada gerak (move) diperiksa kekuatan pasien dalam menggerakkan sendi atau dic atat ruang lingkup geraknya. Demikian juga gaya berjalan pasien, deformitas tula ng, serta nyeri spinal. Pasien dengan osteoporosis sering kali menunjukkan kifos is dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan. Selain itu juga sering kali di temukan adanya protuberansia abdomen, spasme otot paravertebral, dan kulit yang

tipis.1 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan radiologik dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tid ak sensitif, seringkali penurunan densitas masa tulang lebih dari 50% belum memb erikan gambaran radiologik yang spesifik. Selain itu tingginya kilovoltage juga mempengaruhi hasil pemeriksaan radiologik tulang. Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih luse n. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran pict ure-frame vertebra.1 Pemeriksaan densitas massa tulang (densitometri), densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk menilai densitas massa tulang, seseorang dikat akan menderita osteoporosis apabila nilai BMD (Bone Mineral Density) berada diba wah -2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia (mulai menurunnya kepadatan tulang) bila nilai BMD berada antara -2,5 dan -1 dan normal apabila nilai BMD berada dia tas nilai -1. Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang antara lain Single-Photon Absortiometry (SPA), pada SPA digunakan unsur radioi sotop I yang mempunyai energi photon rendah guna menghasilkan berkas radiasi kol imasi tinggi. SPA digunakan hanya untuk bagian tulang yang mempunyai jaringan lu nak yang tidak tebal seperti distal radius dan kalkaneus. Dual-Photon Absorptiom etry (DPA), metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya berupa sumber energi yang mempunyai photon dengan 2 tingkat energi yang berbeda guna me ngatasi tulang dan jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai untuk evaluasi bagian-bagian tubuh dan tulang yang mempunyai struktur geometri komplek seperti pada daerah leher femur dan vetrebrata.1 Ultrasounds, pada umumnya digunakan untuk tes pendahuluan. Jika hasilnya mengind ikasikan kepadatan mineral tulang rendah maka dianjurkan untuk tes menggunakan D XA. Ultrasounds menggunakan gelombang suara untuk mengukur kepadatan mineral tul ang, biasanya pada telapak kaki. Sebagian mesin melewatkan gelombang suara melal ui udara dan sebagian lagi melalui air. Ultrasounds dalam penggunaannya cepat, m udah dan tidak menggunakan radiasi seperti sinar-X. Salah satu kelemahan ultraso unds adalah tidak dapat menunjukkan kepadatan mineral tulang yang berisiko patah tulang karena osteoporosis. Penggunaan ultrasounds juga lebih terbatas dibading kan DXA.1 Dual Energy X-Ray Absorptiometry (DXA), merupakan metode yang sering digunakan d alam pemeriksaan osteoporosis karena mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi da n presisi yang tinggi pula. Prinsip kerjanya sama dengan DPA, yang berbeda adala h energi yang digunakan, dalam DXA digunakan sinar-X yang dihasilkan dari tabung sinar X. Alat tersebut dapat menghasilkan 2 tingkat energi antara 70kVp dan 140 kVp. Hasil pengukuran DXA berupa densitas mineral tulang pada area yang dinilai satuan bentuk gram per CM2, kandungan mineral tulang dalam satuan gam, perbandi ngan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas tulang pada orang seusia dan dewasa muda yang dinyatakan dalam persentase.1 Quantitative Computed Tomography (QCT), adalah suatu model dari CT-scan yang dap at mengukur kepadatan tulang belakang. Salah satu model dari QCT disebut periphe ral QCT (pQCT) yang dapat mengukur kepadatan tulang anggota badan seperti pergel angan tangan. Pada umumnya pengukuran dengan QCT jarang dianjurkan karena sang at mahal, menggunakan radiasi dengan dosis tinggi dan kurang akurat dibandingkan dengan DXA atau DPA.1 Differential Diagnosis Pasien didiagnosis menderita Osteoporosis yang disertai metastasis Multiple myel oma yang mengakibatkan rasa nyeri, tapi juga ada diagnosis untuk pembandingya ya itu Paget.. Pada tahap awal terjadi peningkatan resorpsi tulang, sehingga memben tuk lesi litik (osteoporosis sirkumskripta), lesi litik berbentuk punch out, lal u berlanjut menjadi stimulasi pembentukan tulang baru yang tidak proporsional da n tidak teratur, menyebabkan adanya sklerosis tulang. Siklus resorpsi dan pemben tukan menyebabkan peningkatan besar dalam turnover tulang dan akhirnya terbentuk tulang yang sangat tidak teratur, lemah, dan rentan terhadap fraktur. Penyakit paget seringkali asimptomatik dengan satu-satunya kelainan berupa peningkatan fo sfatase alkali, gambaran yang simptomatik tergantung dari tempat dan banyaknya t ulang yang terlibat. Perbedaannya dari osteoporosis adalah ketika diperiksa lebi

h lanjut penyakit paget menunjukkan peningkatan osteoblast yang sangat aktif seh ingga terjadi penebalan tulang yang abnormal. Gejala yang umum meliputi nyeri tu lang yang meningkat secara tiba-tiba, deformitas tulang dan peningkatan suhu pad a daerah yang terkena. Sedangkan di kasus nyeri hanya timbul setelah bangun tidu r dan setelah beraktivitas tidak meningkat secara tiba-tiba dan tidak ada pening katan suhu pada daerah yang terkena.1-3 Working Diagnosis Osteoporosis adalah suatu penyakit dengan tanda utama berupa berkurangnya kepada tan massa tulang, yang berakibat meningkatnya kerapuhan tulang dan meningkatkan resiko patah tulang. Massa tulang laki laki dan perempuan akan berkurang seiring bertambahnya usia. Masa tulang pada perempuan berkurang lebih cepat di bandingk an dengan laki laki. Hal ini disebabkan pada massa menopause, fungsi ovarium me nurun drastis yang berdampak pada berkurangnya produksi hormonestrogen dan proge steron. Saat hormon estrogen turun kadarnya karena usia yang lanjut (menopause), terjadilah penurunan aktivitas osteoblas (pembentukan tulang baru) dan peningka tan kerja sel osteoklas (penghancur tulang). Jadi, secara kodrati osteoporosis l ebih banyak menyerang perempuan, yaitu lebih 2,5 kali lebih sering dibandingkan laki laki.1 Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan masa tulang total. Terda pat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resoprsi tulang le bih besar dari kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah. Tulang men jadi mudah fraktur dengan stress yang tidak akan menimbulkan pada tulang normal. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur konversi vertebra torakalis dan lumba lis, fraktur daerah koulum femoris dan daerah tronkanter, dan patah tulang coles pada pergelangan tangan. Osteoporosis merupakan penyakit skeletal sistemik yang ditandai dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang, yang mengakibatkan meningkatnya fragilitas tulang sehingga tulang cende rung untuk mengalami fraktur spontan atau akibat trauma minimal. Osteoporosis me rupakan penyakit dengan etiologi multifaktoral. Umur merupakan salah satu faktor resiko yang terpenting yang tidak bergantung dengan massa densitas tulang. Seti ap peningkatan umur satu dekade setara dengan peningkatan faktor osteoporosis 1, 4-1,8 kali. Faktor lain yang mempengaruhi peningkatan osteoporosis adalah pubert as terlambat, anoreksia nervosa, dan kegiatan fisik yang berlebihan mengakibatka n puncak massa tulang tidak maksimal. Defisiensi vitamin D juga mempengaruhi dal am faktor peningkatan osteoporosis, selain itu vitamin K dan protein juga berhub ungan dengan peningkatan faktor osteoporosis. Osteoporosis ada dua tipe yaitu pr imer dan sekunder. Osteoporosis primer, keadaan umum/biasa terjadi dan bukan kea daan patologis (alami), ada dua tipe yaitu tipe satu adalah tipe yang timbul pad a wanita pascamenopause pada usia rata-rata 55-65 tahun. Tipe dua terjadi pada o rang lanjut usia, baik pria maupun wanita. Terjadi pada usia > 65 th, terjadi pa da laki-laki dan perempuan tetapi 2 X lebih sering pada wanita. Osteoporosis se kunder, terjadi karena penyakit dan obat-obatan. Osteoporosis sekunder terutama disebabkan oleh penyakit penyakit tulang erosif dan akibat obat-obatan yang tok sik untuk tulang (misalnya glukokortikoid). Jenis ini ditemukan pada kurang lebi h 2-3 juta klien.1 Dalam kasus kali ini ketika diperiksa menggunakan Xray ditemukan juga lesi litik , hal ini mungkin timbul karena adanya metastasis dari Myeloma Multiple. Metasta sis dan destruksi vertebrae akibat myeloma multiple bias menimbulkan gejala sepe rti nyeri pungung, penurunan tinggi korpus vertebrae, dan paraplegia. Massa tula ng yang besar destruksi korpus vertebrae mudah terabaikan. Komponen jaringan lun ak dan sinyal sumsum tulang yang abnormal di korpus vertebrae paling jelas diper lihatkan oleh MRI. Pada myeloma multiple jika dilakukan pemeriksaan laboratorium ditemukan juga ada 40% protein Bence Jones, 50% peningkatan calcium serum, bany ak sel plasma di darah tepi, dan trombositopenia.1,2 Etiologi Osteoporosis merupakan penyakit dengan etiologi multifaktoral. Etiologi osteopor osis secara garis besarnya dikelompokan ke dalam 3 kategori yaitu penyebab prime r adalah menopause, usia lanjut, penyebab lain yang tidak diketahui. Penyebab se kunder adalah pemakaian obat kortikosteroid, gangguan metabolisme, gizi buruk, p

enyerapan yang buruk, penyakit tulang sumsum, gangguan fungsi ginjal, penyakit h epar, penyakit paru kronis, cedera urat saraf belakang, rematik, transplasi orga n.1 Penyebab secara kausal osteoporosi juga dapat dikelompokan berdasarkan penyebab penyakit atau keadaan dasarnya, yang pertama Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kurangnya hormon estrogen (hormon utama pada perempuan), yang membantu p engangkutan kalsium ke- dalam tulang pada perempuan. Biasanya gejala timbul pada peempuan yang berusia antara 51 75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Tidak semua perempuan memiliki risiko yang sama untuk menderita os teoporosis postmenopausal, perempuan kulit putih dan daerah timur lebih rentan m enderita penyakit ini daripada kulit hitam.1 Kedua Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tu lang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblas). Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut yaitu terjadi pada orang orang berusi a di atas 70 tahun dan 2 kali lebih sering pada perempuan.1 Kurang dari 5% klien osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang dis ebabkan oleh keadaan medis lain atau obat obatan. Penyakit ini disebabkan oleh g agal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adren al) serta obat obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturate, antikejang, dan hor mone tiroid yang berlebihan). Pemakaian alcohol yang berlebihan dan merokok dapa t memperburuk keadaan ini. 1 Osteoporosis juvenile idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya ti dak diketahui. Hal ini terjadi pada anak anak dan dewasa muda yang memiliki kada r dan fungsi hormone yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuh yang jelas.1 Faktor-faktor etiologi yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanj ut antara lain determinan masa tulang yang meliputi factor genetik, mekanis, mak anan & hormone. Faktor genetik, perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap de rajat kepadatan tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yan g lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jadi seseorang yang mempunya i tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur kare na osteoporosis. Faktor mekanis, beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan ber kurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Dengan perkataan l ain dapat disebutkan bahwa ada hubungan langsung dan nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik, be ban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijump ai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada lengan atau t ungkainya; sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan pas ti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di sampihg faktor genetik. Faktor makanan dan hormone, pada seseor ang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan mineral), p ertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang ber sangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang ya ng melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampu an genetiknya.1 Selain itu ada pengaruh dari determinan penurunan massa tulang antara lain fakto r genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada seseorang d engan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat d ipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap seseorang mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sifat genetiknya serta beban mekanis dan besar badannya. Apabila seseorang dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tula

ng (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka seseorang tersebut rela tif masih mempunyai tulang lebih banyak dari pada seseorang yang mempunyai tulan g kecil pada usia yang sama. Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan fak tor yang terpenting dalarn proses penurunan massa tulang schubungan dengan lanju tnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara f aktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisik akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beba n mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia. Kalsium, faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita post men opause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masuk an kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium p ositif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan ya ng erat antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masuka n serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhi r kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause adalah pergeseran keseimban gan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari. Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui u rin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dim akan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut me ngandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium melalui u rin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan k ecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negative. Berkurangnya/hila ngnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan keseimban gan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsiu m dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal. Merokok dan min um kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merok ok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat mem perbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja. Alkoholisme akhir-akhir in i merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan alkoholisme mempunya i kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti.1 Pemakaian steroid, Harvey Cushing, lebih dari 50 tahun yang lalu telah mengamati bahwa hiperkortisolisme berhubungan erat dengan penipisan massa tulang. Cushing Syndrom relatif jarang dilaporkan. Setelah pemakaian steroid semakin meluas unt uk pengobatan pelbagai kondisi penyakit, efek samping yang cukup serius semakin sering diamati. Diperkirakan, antara 30% sampai 50% pengguna steroid jangka panj ang mengalami patah tulang (atraumatic fracture), misalnya di tulang belakang at au paha. Penelitian mengenai osteoporosis akibat pemakaian steroid menghadapi ke ndala karena pasien-pasien yang diobati tersebut mungkin mengalami gangguan sist emik yang kompleks. Misalnya, klien artritis rheumatoid dapat mengalami penipisa n tulang (bone loss) akibat penyakit tersebut atau karena pemberian steroid. Ris iko osteoporosis dipengaruhi oleh dosis dan lama pengobatan steroid, namun juga terkait dengan jenis kelamin dan apakah klien sudah menopause atau belum. Penipi san tulang akibat pemberian steroid paling cepat berlangsung pada 6 bulan pertam a pengobatan, dengan rata-rata penurunan 5% pada tahun pertama, kemudian menurun menjadi 1%-2% pada tahun-tahun berikutnya. Dosis harian prednison 7,5 mg per ha ri atau lebih secara jelas meningkatkan pengeroposan tulang dan kemungkinan frak tur. Bahkan prednison dosis rendah (5 mg per hari) telah terbukti meningkatkan r isiko fraktur vertebra.1 Manifestasi Klinis Osteoporosis merupakan silent disease. Klien osteoporosis umumnya tidak mempunya i keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur. Osteoporosis meng

enai tulang seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala pada daerah-d aerah yang menyanggah berat badan atau pada daerah yang mendapat tekanan (tulang vertebra dan kolumna femoris). Korpus vertebra menunjukan adanya perubahan bent uk, pemendekan dan fraktur kompresi. Hal ini mengakibatkan berat badan pasien me nurun dan terdapat lengkung vertebra abnormal (kiposis). Osteoporosis pada kolum na femoris sering merupakan predisposisi terjadinya fraktur patologik (fraktur a kibat trauma ringan), yang sering terjadi pada pasien usia lanjut.1 Masa total tulang yang terkena, mengalami penurunaan dan menunjukan penipisan ko rteks serta trabekula. Pada kasus ringan, diagnosis sulit ditegakkan karena adan ya variasi ketebalan trabekular pada individu normal yang berbeda. Diagnosis mungk in dapat ditegakkan dengan radiologis maupun histologist jika osteoporosis dalam keadaan berat. Struktur tulang, seperti yang ditentukan secara analisis kimia d ari abu tulang tidak menunjukan adanya kelainan. Pasien osteoporosis mempunyai k alsium, fosfat, dan alkali fosfatase yang normal dalam serum.1 Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik meliputi usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan. Faktor lingkungan meliputi merokok, alko hol, kopi, defisiensi vitamin dan gizi, gaya hidup, mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan.1 Kedua faktor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak tercap ainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat yang s elanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan tula ng baru sehingga terjadi penurunan massa tulang total yang disebut osteoporosis. Hal itu akan menyebabkan beberapa gejala antara lain nyeri dengan atau tanpa fr aktur yang nyata, rasa sakit oleh karena adanya fraktur pada anggota gerak, nyer i timbul mendadak, sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang bagi an-bagian tubuh yang sering fraktur adalah pergelangan tangan, panggul dan verte bra, berkurangnya nyeri pada saat istirahat di tempat tidur, nyeri ringan pada s aat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan aktivitas atau karena suatu p ergerakan yang salah. Deformitas vertebra thorakalis menyebabkan penurunan tingg i badan, Hal ini terjadi oleh karena adanya kompresi fraktur yang asimtomatis pa da vertebra. Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adala h patah tulang panggul. Selain itu, yang juga sering terjadi karena adalah patah tulang lengan di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles, Pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami s ecara perlahan.1 Epidemologi Survei berdasarkan data dari negara-negara maju menunjukkan bahwa jumlah individ u yang berusia 45 tahun dan lebih tua meningkat dari sekitar 155 juta pada 1960 menjadi 206 juta pada tahun 1980. Jumlah ini dapat diperkirakan akan meningkat m enjadi 257 juta pada tahun 2000. Kecenderungan ini berlaku tidak hanya untuk neg ara-negara industri, tetapi juga di negara-negara berkembang. Populasi dunia wan ita yang lebih tua dari 45 karena itu diatur ke lebih dari dua kali lipat saat i ni. Lebih dari 200 juta wanita di seluruh dunia mengalami osteoporosis. Perkiraa n menunjukkan bahwa jumlah fraktur pinggul osteoporosis terjadi di dunia setiap tahun akan meningkat dari 1.660.000 menjadi 6.260.000 pada tahun 2050, sehingga dibutuhkan strategi yang tepat untuk pencegahan terhadap osteoporosis. Di Amerik a Serikat, osteoporosis merupakan ancaman kesehatan masyarakat yang utama untuk 24 juta orang Amerika, 80% di antaranya adalah perempuan. Sepuluh juta orang sud ah mengalami osteoporosis, dan 14 juta lebih memiliki massa tulang yang rendah, menempatkan mereka pada peningkatan risiko untuk penyakit ini. Osteoporosis bert anggung jawab untuk lebih dari 1,5 juta patah tulang setiap tahunnya, di antaran ya lebih dari setengah juta patah tulang belakang, 300.000 patah tulang pinggul, patah tulang pergelangan tangan 200.000, dan 300.000 patah tulang dari situs la in. Sekitar 37.500 orang meninggal setiap tahun setelah komplikasi yang berhubun gan dengan fraktur osteoporosis.4,5 Di Amerika Serikat, sekitar 1 dari 4 wanita lebih dari usia 50 memiliki osteopor osis. Prevalensi keseluruhan patah tulang osteoporosis meningkat secara dramatis

pada wanita menopause. Keropos tulang lebih mendadak untuk dekade pertama setel ah menopause, diikuti dengan hilangnya densitas tulang. Dengan bertambahnya usia , insiden fraktur karena osteoporosis meningkat. Frekuensi patah tulang pinggul meningkat secara eksponensial dengan usia, terutama setelah usia 70, dan lebih s ering terlihat pada wanita kulit putih.4,5 Osteoporosis berkembang lebih lambat pada pria daripada wanita karena kehilangan densitas tulang dimulai tidak awal dan berlangsung lebih lambat pada pria, sert a tidak ada periode perubahan hormonal yang cepat dan kehilangan densitas tulang yang menyertainya cepat. Perbedaan dalam geometri tulang dan remodeling juga be rkontribusi terhadap tingkat yang lebih rendah dari patah tulang pada pria. Namu n, dalam beberapa tahun terakhir masalah osteoporosis pada pria telah menjadi di akui sebagai masalah kesehatan masyarakat yang penting, terutama mengingat perki raan yang jumlah pria yang lebih tua dari 70 akan berlipat ganda antara tahun 19 93 dan 2050 menurut US National Osteoporosis Foundation.4,5 Kira-kira 1 dari 8 laki-laki lebih dari 50 tahun memiliki osteoporosis . Saat in i, lebih dari 2 juta orang di Amerika Serikat dipengaruhi oleh osteoporosis dan 3 juta lainnya beresiko untuk penyakit ini. Setiap tahun, pria memiliki sepertig a dari semua patah tulang pinggul yang terjadi , dan sepertiga dari orang-orang ini tidak akan bertahan lebih dari setahun. Frekuensi patah tulang pinggul menin gkat secara eksponensial dengan usia, terutama setelah usia 70, dan 17 % dari pr ia yang hidup sampai usia 80 memiliki patah tulang pinggul. Selain patah tulang pinggul, pria juga memiliki patah tulang menyakitkan dan melemahkan tulang belak ang, pergelangan tangan, dan tulang lainnya karena osteoporosis.4,5 Patofisiologi Tulang manusia terdiri atas 15% tulang trabekular dan 85% tulang kortikular. Tul ang tidak hanya berfungsi sebagai stabilitator, tetapi juga sebagai cadangan kal sium, fosfat, magnesium, natrium, kalium, laktat, dan sitrat. Kalsium merupakan mineral yang sangat penting bagi tubuh. Bila terjadi kekurangan kalsium tubuh, k adar kalsium dapat dipertahankan stabil melalui mobilisasi kalsium dari tulang. Osteoporosis adalah abnormalitas pada proses remodeling tulang dimana resorpsi t ulang melebihi formasi tulang menyebabkan hilangnya massa tulang. Mineralisasi t ulang tetap terjadi.7,8 Tulang mengalami proses resorpsi dan formasi secara terus menerus yang disebut s ebagai remodelling tulang. Proses remodelling tulang merupakan proses mengganti tulang yang sudah tua atau rusak, diawali dengan resorpsi atau penyerapan tulang oleh osteoklas dan diikuti oleh formasi atau pembentukan tulang oleh osteoblas. 7,8 Osteoblas adalah sel pembentuk tulang. Mereka membentuk dan mesekresikan kolagen (kebanyakan tipe I) dan nonkolagen organik komponen pada fase matrik tulang. Mere ka mempunyai peranan penting pada mineralisasi matrik organik. Protein nonkolag en produksi osteoblas meliputi osteokalsin (komponen nonkolagen tulang terbesar) , 20% dari total massa tulang; osteonectin; protein sialyted dan phosphorylated; dan thrombospondin. Peranan protein nonkolagen tersebut tidak diketahui tapi si ntesisnya diatur oleh hormon paratiroid (PTH) dan 1,25 dihidroksivitamin D. Mere ka juga berperan pada kemotaksis dan adhesi sel. Pada proses pembentukan matrik tulang organik, ostoblas terperangkap diantara formasi jaringan baru, kehilangan kemampuan sintesis dan menjadi osteosit. 7,8 Osteoklas adalah sel terpenting pada resorpsi tulang. Mereka digambarkan dengan ukurannya yang besar dan penampakan yang multinucleated. Sel ini bergabung menja di tulang melalui permukaan reseptor. Penggabungan pada permukaan osteoklas tula ng membentuk komparment yang dikenal sebagai sealing zone . Reorpsi tulang terjadi oleh kerja proteinase asam pada pusat ruang isolasi subosteoklas yang dikenal se bagai lakuna Howship. Membran plasma dari sel ini diinvaginasi membentuk ruffle d border. Osteoklas mungkin berasal dari sel induk sum-sum tulang, yang juga men ghasilkan makrofag-monosit. Perkembangan dan fungsi mereka dimodulasi oleh sitok in seperti interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6) dan interulekin-11 (IL-11) . 7,8 Remodeling tulang terjadi pada tiap permukaan tulang dan berlanjut sepanjang hid

up. Jika massa tulang tetap pada dewasa, menunjukan terjadinya keseimbangan anta ra formasi dan resorpsi tulang. Keseimbangan ini dilaksanakan oleh osteoblas dan osteoklas pada unit remodeling tulang. Remodeling dibutuhkan untuk menjaga keku atan tulang. Osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh hormon sistemik dan sitokin seperti faktor lokal lain (growth factor, protaglandin dan leukotrien, PTH, kals itonin, estrogen dan 1,25-dihydrocyvitamin D3 [1,25-(OH)D3]). PTH bekerja pada o steoblas dan sel stroma, dimana mensekresi faktor soluble yang menstimulasi pemb entukan osteoklas dan resorbsi tulang oleh osteoklas. Sintesis kolagen oleh oste oblas distimulasi oleh paparan pada PTH yang intermiten, sementara paparan terus menerus pada PTH menghambat sintesis kolagen. PTH berperan penting pada aktivas i enzim ginjal 1 & agr; hidroksilase yang menghidroksilat 25-(OH)D3 menjadi 1,25 -(OH)2D3. 7,8 Proses remodelling diawali dengan pengaktifan osteoklast oleh sitokin tertentu. Sitokin yang berasal dari monosit-monosit dan yang berasal sel-sel osteoblast (s el induk) itu sendiri sangat berperan pada aktivitas osteoklas. Estrogen mengura ngi aktivitas osteoklas, sedangkan bila kekurangan estrogen meningkatkan aktivit as osteoklas. Enzim proteolitik, seperti kolagen membantu osteoklas dalam proses pembentukkan tulang. 7 Pada tahap resorpsi, osteoklas bekerja mengkikis permukaan daerah tulang yang pe rlu diganti. Proses resorpsi ini ditandai dengan pelepasan berbagai metabolit ya ng sebagian dapat dipergunakan sebagai pertanda (marker) untuk menasah tingkat p roses dinamisasi tulang. Pada proses pembentukkan osteoblast mulai bekerja. Sel yang berasal dari sel mesenhim ini menyusun diri pada daerah permukaan berongga dan membentuk matriks baru (osteosid) yang kelak akan mengalami proses mineralis asi melalui pembentukkan kalsium hidroksiapetit dan jaringan matrik kolagen. 7,8 Dalam proses pembentukan tulang, hal yang sangat penting adalah koordinasi yang baik antara osteoklas, osteoblas, dan sel-sel endotel. Selama sistem ini berada dalam keseimbangan, pembentukkan dan penghancuran tulang akan selalu seimbang. P ada usia reproduksi, di mana fungsi ovarium masih baik, terdapat keseimbangan an tara proses pembentukkan tulang (osteoblas) dan proses laju pergantian tulang (o steoklas) sehingga tidak timbul pengeroposan tulang. 7,8 Namun, ketika memasuki usia klimakterium, keseimbangan antara osteoklas dan oste obals mulai mengalami gangguan, fungsi osteoblas mulai menurun dan pembentukkan tulang baru pun berkurang, sedangkan osteoklas menjadi hiperaktif dan dengan sen dirinya penggantian tulang berlangsung sangat cepat (high turnover). Aktivitas o steoklas ditandai dengan terjadinya pengeluaran hidroksiprolin dan piridinolin m elalui kencing, serta asam fosfat dalam plasma. Petanda resorpsi tulang dan form asi tulang keduanya aka nmeningkat dan akan terjadi peningkatan bone turn over. Estrogen juga berpengaruh menurunkan produksi beberapa sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel mononuclear seperti IL-1, IL-6, dan TNF-a yang berpera n dalam peningkatan kerja osteoklast. Selain peningkatan kerja osteoklast, menop ause juga menyebabkan pengurangan absorpsi kalsium di usus dan meningkatkan eksk resi kalsium di ginjal. 8 Hormon paratiroid dan 1,25 (OH)2 vitamin D3 mengaktifkan osteoklas. Resopsi tula ng menyebabkan mobilisasi kalsium dan hal ini menyebabkan berkurangnya sekresi h ormon paratiroid akibatnya pembentukkan 1,25 (OH)2 vitamin D3 serta resorpsi kal sium oleh usus berkurang. Kalsitonin dan estradiol menghambat fungsi ostoklas la ngsung dengan mengikat reseptor afinitas tinggi; kalsitonin mungkin tidak langsu ng mempengaruhi fungsi osteoblas. Level Kalsitonin menurun pada wanita dibanding kan pria, tapi defisiensi kalsitonin tidak berperan pada usia-osteoporosis. Namu n defisiensi estrogen menyebabkan penurunan massa tulang secara signifikan. Bers ama sitokin ini meningkatkan resorpsi tulang melalui peningkatan recruitment, di ferensiasi dan aktifasi sel osteoklas. 7 Pada beberapa tahun pertama paska menopause terjadi penurunan massa tulang yang cepat sebesar 5 % per tahun pada tulang trabekular dan 2-3% per tahun pada tula ng kortikal. Hal ini disebabkan meningkatnya aktifitas osteoklas. Selanjutnya di dominasi oleh osteoblas dan hilangnya massa tulang menjadi 1-2 % atau kurang per tahun.7 Selama hidupnya wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42% dan kehilang an tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade kedelapan sampai sembilan kehidupann

ya terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, di mana resorpsi tulang meningka t, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang, dan peningkatan resi ko fraktur.1 Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malarbsorps i, dan kurangnya paparan sinar matahari. Akibat kurangnya kalsium akan timbul hi perparatiroidisme sekunder yaitu peningkatan resorpsi tulang dan kehilangan mass a tulang, terutama orang yang tinggal di 4 musim. Aspek nutrisi yang lain adalah defisiensi protein yang akan menyebabkan penurunan sintesis IGF-1. Defisiensi v itamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan meningkatkan karboksilas i tulang, misalnya osteokalsin.1 Defisiensi estrogen juga merupakan factor yang serius dalam salah satu penyebab osteoporosis pada wanita maupun laki-laki. Demikian juga kadar testosterone pada laki-laki. Penurunan kadar estradiol di bawah 40pMol/L pada laki-laki akan meny ebabkan osteoporosis. Karena laki-laki tidak pernah menopause maka kehilangan ma ssa tulang yang besar seperti wanita tidak pernah terjadi. Estrogen pada laki-la ki mengatur resorpsi tulang, sedangkan estrogen & progesterone aka nmengatur for masi tulang.1 Penurunan hormone pertumbuhan dan IGF-1, juga berperan terhadap peningkatan reso rpsi tulang. Faktor yang lain menyebabkan penurunan massa tulang adalah factor g enetic dan lingkungan (merokok, alcohol, obat-obatan).1 Penatalaksanaan Penatalaksanaan bertujuan untuk meningkatkan kepadatan tulang. Semua wanita, ter utama yang menderita osteoporosis, harus mengkonsumsi kalsium dan vitamin D dala m jumlah yang mencukupi. Wanita pascamenopause yang menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan estrogen (biasanya bersama dengan progesteron) atau alendronat, yang bisa memperlambat atau menghentikan penyakitnya. Bifosfonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis. Bagi pria yang menderita osteoporosis biasanya me napatkan kalsium dan tambahan vitamin D??Pemberian Nutrilife-deer Velvet merupak an alternative terkini yang bisa mengatasi osteoporosis. Nutrilife-deer Velvet y ang terbuat dari tanduk Rusa Merah New Zealand, terbukti bermanfaat untuk menceg ah osteoporosis dan telah digunakan selama lebih dari 10.000 tahun oleh China, K orea, dan Rusia. Obat ini mengandung delapan factor pertumbuhan, prostaglandin, asam lemak, asam amino, dan komponen dari kartilago, dan dosisnya 1x1/kapsul 1 h ari.3 Pemberian alendronat, yang berfungsi untuk mengurangi kecepatan penghancuran tul ang pada perempuan pasca menopause, meningkatkan massa tulang di tulang belakang dan tulang panggul, mengurangi angka kejadian patah tulang. Pemberian Kalsitoni n, untuk diberikan kepada orang yang menderita patah tulang belakang yang disert ai nyeri. Obat ini bisa diberikan melalui suntikan atau melalui semprot hidung.3 ,5 Terapi hormon pengganti di pakai untuk pengobatan dengan estrogen dengan progest eron di buat oleh indung telur dan jumlahnya menurun selama menopause. Estrogen yang di gunakan dalam THP adalah estrogen alami sedangkan yang dipakai untuk kon trasepsi adalah sintetik dan lebih kuat. Karena progesteron alami sulit di berik an lewat oral (terurai dalam saluran pencernaan) dan mempunyai efek samping, ben tuk sintesis yang di bentuk di gunakan dalam THP. Jika THP gabungan di berikan p rogesteron biasa di berikan selama 10-14 hari dari siklus 28 hari dan estrogen s elama 21-28 hari.3,5 Terapi non-hormonal bagi osteoporosis antara lain bisfosfonat, golongan obat sin tesis untuk terapi osteoporosis. Efek utamanya untuk menonaktifkan sel-sel pengh ancur tulang sehingga penurunan masa tulang dapat di cegah. Etidronat, preparat bisfosfonat pertama yang di gunakan untuk mengatasi osteoporosis. Preparat ini d iberikan dalam siklus 90 hari bersama kalsium dalam bentuk didronel PMO. Alendro nat jarang menimbulkan efek samping, namun bisa timbul diare, rasa sakit dan kem bung pada perut dan gangguan pada tenggorokan atau esofagus.tablet alendronat ha rus diminum dengan benar sesuai ketentuan untuk menekan risiko gangguan tenggoro kan. Vitamin D sangat penting untuk kesehatan tulang. Vitamin D meningkatkan pen

yerapan kalsium oleh usus sehingga cukup tersedia kalsium untuk tulang. Terdapat dua bentuk vitamin D dengan efek yang sama atau serupa yaitu D3 yang dibuat dal am kulit saat terkena sinar matahari dan vitamin D2 yang dioeroleh dari makanan. Vitamin D bisa diberikan peroral atau suntikan. Dalam bentuk tablet dosis yang dianjurkan adalah 800 international units perhari. Kalsitriol terbukti mencegah hilangnya massa tulang dan mengurangi resiko patah tulang belakang, diberikan da lam bentuk tablet dengan dosis 0,25 mg perhari.daya kerjanya yang kuat mungkin m enyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah dan urin.3,5 Prognosis Walaupun penderita osteoporosis mempunyai kadar mortalitas yang meninggi karena adanya komplikasi fraktur, namun jarang fatal. Fraktur tulang pinggul bisa meny ebabkan penurunan mobilitas dan tambahan dari resiko dari komplikasi multipel (t hrombosis vena dan/atau emboli pulmonal, pneumonia). Kadar mortalitas -6 bulan s etelah fraktur tulang pinggul adalah sebanyak 13,5% dan proporsi yang hampir sam a pada penderita yang mengalami fraktur tulang pinggul yang memerlukan bantuan u ntuk mobilisasi. Fraktur tulang vertebra mempunyai impak yang kecil pada mortali tas tetapi bisa menyebabkan nyeri yang kronik karena kelainan neurogenik, yang s usah untuk dikontrol dan bisa menyebabkan deformitas.6 Namun fraktur tulang vertebra yang multiple bisa menyebabkan kifosis (bisa menye babkan penderita mengalami sesak nafas karena penghimpitan tulang pada organ dal am). Selain dari resiko kematian dan komplikasi yang lain, fraktur osteoporosis bisa menyebabkan pengurangan dari kualitas hidup.6 Komplikasi Sementara ini diperkirakan 1 dari 3 wanita dan 1 dari 12 pria di atas usia 50 ta hun di seluruh dunia mengidap osteoporosis. Ini menambah kejadian jutaan fraktur lainnya pertahunnya yang sebagian besar melibatkan lumbar vertebra, panggul dan pergelangan tangan (wrist). Fragility fracture dari tulang rusuk juga umum terj adi pada pria. Fraktur panggul paling sering terjadi akibat osteoporosis. Di AS, lebih dari 250.000 fraktur panggul pertahunnya merupakan akibat dari osteoporos is. [3] Ini diperkirakan bahwa seorang wanita kulit putih usia 50 tahun mempunya i waktu hidup 17,5% berisiko fraktur femur proksimal. Insidensi fraktur panggul meningkat setiap dekade dari urutan ke 6 menjadi urutan ke 9 baik untuk wanita m aupun pria pada semua populasi. Insidensi tertingi ditemukan pada pria dan wanit a usia 80 tahun ke atas. Fraktur Vertebral, antara 35-50% dari seluruh wanita us ia di atas 50 tahun setidaknya satu mengidap fraktur vertebral. Di AS, 700.000 f raktur vertebra terjadi pertahun, tapi hanya sekitar 1/3 yang diketahui. Dalam u rutan kejadian 9.704 wanita usia 68,8 tahun pada studi selama 15 tahun, didapatk an 324 wanita sudah menderita fraktur vertebral pada saat mulai dimasukkan ke da lam penelitian; 18.2% berkembang menjadi fraktur vertebra, tapi risiko meningkat hingga 41.4% pada wanita yang sebelumnya telah terjadi fraktur vertebra. Fraktu r pergelangan tangan, di AS, 250.000 fraktur pergelangan tangan setiap tahunnya merupakan akibat dari osteoporosis. Fraktur pergelangan tangan merupakan tipe fr aktur ketiga paling umum dari osteoporosis. Resiko waktu hidup yang ditopang fra ktur Colles sekitar 16% untuk wanita kulit putih. Ketika wanita mencapai usia 70 tahun, sekitar 20%-nya setidaknya terdapat satu fraktur pergelangan tangan. Fra ktur tulang rusuk, Fragility fracture dari tulang iga umumnya terjadi pada lakilaki usia muda 25 tahun ke atas. Tanda-tanda osteoporosis pada pria ini sering d iabaikan karena sering aktif secara fisik dan menderita fraktur pada saat berlat ih aktivitas fisik. Contohnya ketika jatuh saat berski air atau jet ski. Bagaima napun, tes cepat dari tingkat testosteron individu berikut diagnosis fraktur aka n nampak dengan mudah apakah individu kemungkinan berisiko.2 Pencegahan Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertuj uan mencapai massa tulang dewasa (proses konsolidasi) yang optimal, mengatur mak anan dan gaya hidup yang menjadi seseorang tetap bugar seperti diet mengandung t inggi kalsium (1000 mg/hari), latihan teratur setiap hari, menghindari makanan t inggi protein, minum kopi, merokok, dan minuman alkohol. Pola hidup sehat antara lain cukup tidur, olahraga teratur (seperti jalan kaki, berenang, senam aerobik ). Bagi yang sudah terkena osteoporosis diharapkan memelihara aktivitas sehari-h ari agar kekuatan, kelenturan, dan koordinasi system terjaga, serta menjaga kond

isi tetap bugar. Jaga asupan kalsium 1000-1500mg/hari. Hindari mengangkat beban yang terlalu berat dan hindari kegiatan atau benda yang membuat mudah terjatuh b agi penderita osteoporosis.1 Kesimpulan Osteoporosis adalah kondisi terjadinya penurunan densitas/matriks/massa tulang, peningkatan porositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi disertai dengan kerusakan arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokoh an tulang sehingga tulang menjadi mudah patah (buku ajar asuhan keperawatan klie n gangguan system musculoskeletal). Penyakit osteoporosis adalah berkurangnya ke padatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tu lang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang me njadi keras dan padat. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam t ulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah ost eoporosis. Daftar Pustaka 1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar il mu penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009.h. 2650-72. 2. Eastman GW, Wald C, Crossin J. Belajar dari awal radiologi klinis. Jaka rta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2013.h. 128-31. 3. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.h. 380-2. 4. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedo kteran EGC; 2004.h. 337-8. 5. http://www.medscape.com/viewarticle/410461_5 6. http://www.sparkpeople.com/resource/health_a-z_detail.asp?AZ=337&Page=8 7. American College of Rheumatology.(2007) Osteoporosis, etiology an d Pathogenesis. Available at: http://www.rheumatology.org. 8. Siki kawiyana, 2009. Osteoporosis. Pathogenesis, diagnose, penanganan. Available at: http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/10209157170.pdf