osteo art ritisosteoartritis. kelainan muskuloskeletal

30
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi, dimana terjadi proses degradasi interaktif sendi yang kompleks, terdiri dari proses perbaikan pada kartilago, tulang dan sinovium diikuti komponen sekunder proses inflamasi. Prosesnya tidak hanya mengenai rawan sendi namun juga mengenai seluruh sendi, termasuk tulang subkondral, ligamentum, kapsul dan jaringan sinovial serta jaringan ikat periartikuler. Pada stadium lanjut rawan sendi mengalami kerusakan, ditandai adanya fibrilasi, fisur, dan ulserasi yang dalam pada permukaan sendi. Paling sering mengenai vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan tangan kaki. OA merupakan kelainan degeneratif sendi yang paling banyak didapatkan di masyarakat, terutama pada usia lanjut. Lebih dari 80% usia diatas 75 tahun menderita OA. OA merupakan kasus terbanyak yang terdapat di rumah sakit dari semua kasus penyakit rematik. Di poliklinik Reumatologi RSUP Sanglah Denpasar (2001-2003), OA merupakan kasus tertinggi (37%) diikuti dengan RNA, AG, SLE, dan lain-lain. Kelainan pada lutut merupakan kelainan terbanyak dari OA diikuti sendi panggul dan tulang belakang. Di Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara radiologik mencapai 15,5 % pada pria dan 12,7 % pada wanita berumur antara 40-60 tahun. Perjalanan penyakit pengapuran sendi lutut ini sangat bervariasi. Penyakit dapat membaik pada beberapa pasien, tetap stabil tidak berubah pada pasien lain, atau

Upload: fatimah-ken-pratiwi

Post on 29-Nov-2015

16 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

blok muskuloskeletal. kelainan tulang dan sendi

TRANSCRIPT

Page 1: Osteo Art Ritisosteoartritis. kelainan muskuloskeletal

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan

kerusakan kartilago sendi, dimana terjadi proses degradasi interaktif sendi yang

kompleks, terdiri dari proses perbaikan pada kartilago, tulang dan sinovium diikuti

komponen sekunder proses inflamasi. Prosesnya tidak hanya mengenai rawan sendi

namun juga mengenai seluruh sendi, termasuk tulang subkondral, ligamentum, kapsul

dan jaringan sinovial serta jaringan ikat periartikuler. Pada stadium lanjut rawan sendi

mengalami kerusakan, ditandai adanya fibrilasi, fisur, dan ulserasi yang dalam pada

permukaan sendi. Paling sering mengenai vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan

tangan kaki.

OA merupakan kelainan degeneratif sendi yang paling banyak didapatkan di

masyarakat, terutama pada usia lanjut. Lebih dari 80% usia diatas 75 tahun menderita

OA. OA merupakan kasus terbanyak yang terdapat di rumah sakit dari semua kasus

penyakit rematik. Di poliklinik Reumatologi RSUP Sanglah Denpasar (2001-2003),

OA merupakan kasus tertinggi (37%) diikuti dengan RNA, AG, SLE, dan lain-lain.

Kelainan pada lutut merupakan kelainan terbanyak dari OA diikuti sendi panggul dan

tulang belakang. Di Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara radiologik

mencapai 15,5 % pada pria dan 12,7 % pada wanita berumur antara 40-60 tahun.

Perjalanan penyakit pengapuran sendi lutut ini sangat bervariasi. Penyakit dapat

membaik pada beberapa pasien, tetap stabil tidak berubah pada pasien lain, atau

penyakit memburuk secara perlahan-lahan pada pasien lainnya. Pengapuran sendi

lutut merupakan penyebab tersering terjadinya gangguan mobilitas pada orang usia

lanjut. Banyak orang dengan nyeri pada sendi lututnya mengalami keterbatasan dalam

melakukan aktivitas hidup sehari-hari, seperti mandi, berpakaian, menggunakan

jamban, berjalan, dan sebagainya.

Pengapuran sendi lutut memengaruhi seluruh struktur di dalam sendi, tidak hanya

menyebabkan hilangnya lapisan hialin rawan sendi, namun perubahan bentuk tulang

atau pembesaran tulang juga terjadi, yang disertai pula dengan teregangnya kapsul

sendi dan kelemahan otot-otot di sekitar sendi lutut.

Nyeri pada pengapuran sendi lutut umumnya terkait dengan aktivitas, seperti naik

tangga, bangkit dari kursi, dan berjalan dengan jarak cukup jauh. Kekakuan sendi juga

lazim terjadi pada pagi hari namun biasanya berlangsung kurang dari 30 menit.

Tatalaksana pengapuran sendi lutut meliputi upaya untuk mengurangi rasa nyeri,

memperbaiki bentuk abnormal sendi lutut yang menjadi bengkok, serta

mengidentifikasi ketidakstabilan sendi lutut

Page 2: Osteo Art Ritisosteoartritis. kelainan muskuloskeletal

PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaan OA bertujuan untuk menghilangkan keluhan, mengoptimalkan

fungsi sendi, mengurangi ketergantungan dan meningkatkan kualitas hidup, menghambat

progresivitas penyakit dan mencegah komplikasi. Pilar terapi: non farmakologis (edukasi,

terapi fisik, diet, penurunan berat badan), farmakologis (analgetik, kortikosteroid lokal,

sistemik, kondroprotektif dan biologik), dan pembedahan.

Terapi non farmakologis (terapi bukan obat) meliputi:

1. Latihan jasmani dengan berat badan tanpa atau hanya sebagian saja ditopang oleh

sendi lutut (misalnya berenang, naik sepeda, dan sebagainya), serta latihan jasmani

untuk menguatkan otot-otot paha. Hindari melakukan latihan jasmani jika nyeri pada

sendi lutut bertambah buruk

2.  Menurunkan berat badan atau bila perlu berjalan dengan bantuan tongkat untuk

mengurangi beban dari berat badan yang harus ditopang oleh sendi lutut. Tongkat

yang digunakan dipegang oleh tangan yang berada di sisi yang berseberangan dengan

sisi sendi lutut yang nyeri. Pada saat digunakan, tongkat dan tungkai yang nyeri harus

menapak pada saat yang bersamaan.

3. Memperbaiki abnormalitas sendi lutut yang membengkok dengan brace atau patellar

taping atau lapisan dalam sepatu (shoe insert) jika tidak membaik dengan terapi medis

lainnya

4. Akupunktur dapat mengurangi rasa nyeri setelah beberapa kali sesi akupunktur

dilakukan

Terapi medikamentosa

1. Suntikan kortikosteroid ke dalam sendi lutut

2. Analgetik untuk mengurangi rasa nyeri yang dapat berupa obat minum atau obat

topikal yang dioleskan di daerah lutut

3. Suntikan asam hialuronat (hyaluronic acid) ke dalam sendi lutut

4. Glukosamin and kondroitin sulfat

 

Page 3: Osteo Art Ritisosteoartritis. kelainan muskuloskeletal

Obat pengurang rasa nyeri yang lazim digunakan meliputi asetaminofen (parasetamol), obat

anti inflamasi (anti radang) non-steroid (AINS) misalnya Natrium Diklofenak, Piroksikam,

Ibuprofen, dan sebagainya, serta penghambat siklooksigenase-2 (COX-2 inhibitor) seperti

Celecoxib. AINS dan COX-2 inhibitor lebih efektif mengurangi rasa nyeri dibandingkan

parasetamol. Walaupun demikian, kelebihan AINS terhadap parasetamol dalam mengurangi

rasa nyeri tersebut tidak terlalu berbeda jauh dan oleh karena efek samping toksisitas AINS

terhadap ginjal dan efek samping AINS terhadap terjadinya perdarahan saluran cerna,

parasetamol seyogianya menjadi terapi lini pertama untuk mengurangi nyeri pada pengapuran

sendi lutut, meskipun tampaknya parasetamol kurang efektif di antara pasien yang telah

mendapat terapi AINS sebelumnya.

OA diklasifikasikan menjadi dua yaitu OA primer dan OA sekunder. OA disebabkan oleh

perubahan biomekanikal dan biokimia tulang rawan, dimana akan terjadi ketidakseimbangan

antara degradasi dan sintesis tulang rawan. Ketidakseimbangan ini menyebabkan pengeluaran

enzim-enzim degradasi dan pengeluaran kolagen yang akan mengakibatkan kerusakan tulang

rawan sendi dan sinovium (sinuvitis sekunder) akibat terjadinya perubahan matriks dan

struktur. Selain itu juga akan terjadi pembentukan osteofit sebagai suatu proses perbaikan

untuk membentuk kembali persendian sehingga dipandang sebagai kegagalan sendi yang

progresif.1,4,7

Pada umumnya penderita OA mengatakan bahwa keluhannya sudah berlangsung lama tetapi

berkembang secara perlahan-lahan. Penderita OA biasanya mengeluh pada sendi yang

terkena yang bertambah dengan gerakan atau waktu melakukan aktivitas dan berkurang

dengan istirahat. Selain itu juga terdapat kaku sendi dan krepitus, bentuk sendi berubah dan

gangguan fungsi sendi. Pada derajat yang lebih berat, nyeri dapat dirasakan terus menerus

sehingga sangat mengganggu mobilitas penderita.1,3 OA sendi lutut ditandai oleh nyeri pada

pergerakan yang hilang bila istirahat, kaku sendi terutama setelah istirahat lama atau bangun

tidur, krepitasi sewaktu pergerakan dan dapat disertai sinovitis dengan atau tanpa efusi cairan

sendi. Nyeri akan bertambah jika melakukan kegiatan yang membebani lutut seperti berjalan,

naik turun tangga, berdiri lama. Gangguan tersebut mulai dari yang paling ringan sampai

yang paling berat sehingga penderita tidak bisa berjalan.8,9

Diagnosis OA sudah dapat ditegakkan berdasarkan kriteria klasifikasi The American College

of Rheumatology yaitu adanya nyeri lutut dan gambaran radiografik osteofit dan salah satu

dari : umur > 50 tahun, kaku sendi <>3,10

Page 4: Osteo Art Ritisosteoartritis. kelainan muskuloskeletal

 

OA sendi lutut merupakan kelainan sendi yang mempunyai dampak terhadap kehidupan

sehari-hari penderitanya.  Walaupun belum ada pengobatan medis yang dapat menyembuhkan

dan menghentikan progresifitas OA, banyak hal yang bisa dilakukan untuk menghilangkan

nyeri, menjaga mobilitas dan meminimalkan disabilitas. Merupakan sebuah tantangan bagi

para klinisi untuk menemukan cara mempertahankan fungsi sendi, mengobati nyeri sendi dan

inflamasi yang bisa terjadi.

Kunci menuju manajemen yang efektif dari OA berpegangan kepada diagnosis yang akurat

dan tepat. Pengelolaan penderita OA baik secara farmakologik atau non farmakologik dapat

dilakukan dengan lebih tepat dan aman bila terdapat pemahaman yang baik mengenai

patogenesis dan sifat nyeri OA yang multifaktorial. Hal ini menuntut ketrampilan para tenaga

medis pada umumnya dan dokter umum pada khususnya sehingga dapat memberikan

penanganan yang tepat dan adekuat terhadap penderita dengan OA. Pada tinjauan kasus ini

akan dibahas mengenai pendekatan diagnostik dan penatalaksanaan pada penderita dengan

OA lutut.

 

OA adalah penyakit degenerasi kartilago artikuler yang berlangsung secara perlahan-lahan

ditandai nyeri sendi, kekakuan dan keterbatasan gerakan yang berkembang secara progresif.12

Tanda-tanda tersebut kami temukan pada penderita ini.

Berdasarkan etiologinya OA diklasifikasikan menjadi dua yaitu OA primer dan OA sekunder.

OA primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada

hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA

sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, trauma (akut atau kronik

akibat pekerjaan atau olahraga), inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro

dan makro serta imobilisasi yang terlalu lama, faktor mekanik, penyakit deposit kalsium,

penyakit tulang dan sendi lainnya, difus, neuropatik endemik.1 Beberapa faktor resiko yang

diketahui berhubungan dengan penyakit OA, diantaranya : faktor resiko umum yang penting

yaitu kegemukan, faktor genetik dan jenis kelamin dengan wanita lebih sering, serta beberapa

faktor resiko lain seperti usia lebih dari 40 tahun, suku bangsa, genetik, cedera sendi,

pekerjaan, olahraga, kelainan pertumbuhan, kepadatan tulang, dan lain-lain.1,4,6 Pada penderita

Page 5: Osteo Art Ritisosteoartritis. kelainan muskuloskeletal

ini, berdasarkan anamnesis riwayat sosialnya, penderita melakukan aktivitas/pekerjaan yang

menyebabkan penggunaan berlebihan (overuse evercise) dari sendi lutut kanan penderita.

Aktivitas/pekerjaan tersebut telah dijalankannya sejak lebih kurang 2 tahun. Selain itu dari

pemeriksaan fisik, penderita ini juga mengalami kegemukan (obese I). Kondisi-kondisi

merupakan faktor-faktor risiko terjadinya OA. Jadi dapat disimpulkan pada penderita ini

termasuk OA sekunder.

Penderita datang dengan keluhan utama nyeri sendi pada lutut kanan sejak 3 bulan SMRS.

Nyeri sendi merupakan keluhan yang umum terjadi pada penyakit reumatik, yaitu artritis

gout, OA, keganasan, reumatik septik dan lain sebagainya. Pada penderita ini nyeri

terlokalisir pada lutut kanan tanpa adanya nyeri pada sendi yang lain, nyeri bertambah saat

melakukan gerakan (seperti berjalan) dan berkurang apabila beristirahat. Tidak ada demam.

Tidak ada podagra. Nyeri tidak menetap sepanjang hari. Nyeri seperti ini biasanya ditemukan

pada OA.

Penderita juga mengeluh mengalami kaku sendi. Kaku sendi dirasakan penderita pada pagi

hari. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh desakan cairan yang berada di sekitar jaringan

yang mengalami inflamasi (kapsul sendi, sinovia, atau bursa). Kaku sendi makin nyata pada

pagi hari atau setelah istirahat. Setelah digerak-gerakkan, cairan akan menyebar dari jaringan

yang mengalami inflamasi sehingga penderita merasa terlepas dari ikatan dan bisa

menggerakkan sendinya kembali. Lama kaku sendi pada OA adalah kurang dari 30 menit

sedangkan pada AR minimal satu jam.1 Pada penderita ini, kaku sendi juga dirasakan pada

pagi hari selama kira-kira 20-30 menit dan menghilang dengan sendirinya bila penderita

menggerakkan kakinya dengan beraktivitas seperti biasa. Hal ini sesuai untuk mendukung

keluhan pada penderita OA.

Penderita juga mengeluh mengalami pembesaran lutut. Dirasakan oleh penderita sejak 1

bulan yang lalu. Sendi yang membengkak/membesar bisa disebabkan oleh penonjolan tulang,

sinovitis, efusi dan karena adanya osteofit yang dapat mengubah permukaan sendi. Pada

penderita ditemukan osteofit pada pemeriksaan rontgen.

Pemeriksaan fisik lokalis pada ekstemitas didapatkan sendi lutut kanan: pada inspeksi

didapatkan asimetrisitas lutut terdapat pembesaran sendi pada lutut kanan dengan

menghilangnya cekungan sekitar patela berukuran diameter 10 cm dengan tidak ada

perubahan warna kulit. Palpasi pada lutut kanan didapatkan nyeri tekan derajat 3 dan pada

Page 6: Osteo Art Ritisosteoartritis. kelainan muskuloskeletal

perabaan dirasakan hangat pada lutut kanan. Pemeriksaan gerak sendi didapat keterbatasan

gerak fleksi hanya dapat mengerakkan lutut sebesar 60° dan tidak dapat melakukan gerakan

ekstensi lutut kanan. Hambatan gerak terutama disebabkan oleh adanya osteofit remodeling,

penebalan kapsul, dan juga adanya efusi. Pada auskultasi sendi lutut kanan penderita

ditemukan adanya krepitasi, dimana terdengar suara gemeretak “kretek-kretek” seperti suara

krupuk yang diremukkan. Gejala ini mungkin timbul disebabkan karena gesekan kedua

permukaan tulang sendi yang iregular pada saat sendi digerakkan ataupun secara pasif

dimanipulasi.1, 14

Pemeriksaan radiologis pada penderita ini didapatkan adanya gambaran radiologis berupa

penyempitan sendi dan osteofit pada pinggir sendi. Menipisnya rawan sendi diawali dengan

retak dan terbelahnya permukaan sendi di beberapa tempat yang kemudian menyatu dan

disebut sebagai fibrilasi. Di lain pihak pada tulang akan terjadi pula perubahan sebagai reaksi

tubuh untuk memperbaiki kerusakan. Perubahan itu adalah penebalan tulang subkondral dan

pembentukan osteofit marginal, disusul kemudian dengan perubahan komposisi molekular

dan struktur tulang. Penipisan kartilago sendi akibat proses degeneratif memberi gambaran

penyempitan celah sendi yang tidak simetris pada polos radiologi. Fungsi kartilago sendi

berkurang bahkan menghilang mengakibatkan beban stres di daerah subkhondral bertambah.

Beberapa subkhondral tersebut dapat diamati pada photo polos radiologi berupa pembentukan

osteofit, subkhondral sklerotik, maupun pembentukan kista subkhondral. Pada penderita ini

ditemukan adanya pembentukan osteofit.

Pada OA, dari anamnesa (gejala klinis), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologi sudah

dapat menunjang ditegakkannya diagnosis OA lutut. Hasil pemeriksaan laboratorium pada

OA biasanya tidak banyak berguna. Darah tepi (Hb, leukosit, dan LED) dalam batas normal,

kecuali OA generalisata yang harus dibedakan dengan arthritis peradangan. Pemeriksaan

imunologi (ANA, faktor rheumatoid, dan komplemen) juga normal. Pada OA yang disertai

peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleositosis sedang hingga ringan,

peningkatan ringan sel radang (<8000/m)>1 Pada penderita ini dilakukan pemeriksaan

laboratorium darah lengkap, kimia darah dan urin lengkap karena pemeriksaan tersebut

merupakan pemeriksaan rutin. Dari hasil pemeriksaan laboratorium pada penderita ini tidak

ditemukan adanya kelainan.

Diagnosis OA sudah bisa ditegakkan secara klinis dengan memakai kriteria OA yang dibuat

oleh Subcommittee American College of Rheumatology (ACR).1 Kriteria OA lutut secara

Page 7: Osteo Art Ritisosteoartritis. kelainan muskuloskeletal

klinis, laboratorium, dan radiologis adalah adanya nyeri lutut, osteofit, dan salah satu dari

usia lebih dari 50 tahun, kaku sendi kurang dari 30 menit atau adanya krepitus.1, 3, 5 Pada

penderita ini wanita berusia 49 tahun, ditemukan memiliki keluhan nyeri sendi lutut kanan,

terdapat kaku sendi selama 20-30 menit, terdapat krepitus, dan pada pemeriksaan radiologi

ditemukan adanya osteofit.

Pada penderita ini termasuk dalam OA fungsional kelas II, karena berdasarkan anamnesa

penderita masih bisa beraktivitas/bekerja sehari-harinya, dan dapat berjalan untuk

melaksanakan aktivitas tersebut tanpa bantuan alat; dan dari pemeriksaan fisik ditemukan

adanya gangguan pada sendi lutut kanan. Sehingga berdasarkan kriteria ACR maka penderita

ini didiagnosis menderita Fungsional kelas II/OA genu dekstra.

Pengelolaan penderita dengan OA bertujuan untuk untuk menghilangkan keluhan,

mengoptimalkan fungsi sendi, mengurangi ketergantungan dan meningkatkan kualitas hidup,

menghambat progresivitas penyakit dan mencegah komplikasi. Pilar terapi: non farmakologis

(edukasi, terapi fisik, diet/penurunan berat badan), farmakologis (analgetik, kortikosteroid

lokal, sistemik, kondroprotektif dan biologik), dan pembedahan.1,3

Edukasi sangat penting bagi semua pasien OA. Dua hal yang menjadi tujuan edukasi adalah

bagaimana mengatasi nyeri dan disabilitas. Pemberian edukasi (KIE) pada penderita ini

sangat penting karena dengan edukasi diharapkan pengetahuan penderita mengenai penyakit

OA menjadi meningkat dan pengobatan menjadi lebih mudah serta dapat diajak bersama-

sama untuk mencegah kerusakan organ sendi lebih lanjut.3 Edukasi yang kami berikan pada

penderita ini yaitu memberikan pengertian bahwa OA adalah penyakit yang kronik, sehingga

perlu dipahami bahwa mungkin dalam derajat tertentu akan tetap ada rasa nyeri, kaku dan

keterbatasan gerak serta fungsi. Selain itu juga kami memberi pemahaman bahwa hal tersebut

perlu dipahami dan disadari sebagai bagian dari realitas kehidupannya. Kami juga

menyarankan agar rasa nyeri dapat berkurang, maka pasien sedianya mengurangi

aktivitas/pekerjaannya sehingga tidak terlalu banyak menggunakan sendi lutut dan lebih

banyak beristirahat. Pasien juga kami sarankan untuk kontrol kembali sehingga dapat

diketahui apakah penyakitnya sudah membaik atau ternyata ada efek samping akibat obat

yang diberikan.

Terapi fisik bertujuan untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan

melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.1 Pada penderita ini kami anjurkan untuk

Page 8: Osteo Art Ritisosteoartritis. kelainan muskuloskeletal

berolah raga tapi olah raga yang memperberat sendi sebaiknya dihindari seperti lari atau

joging. Hal ini dikarenakan dapat menambah inflamasi, meningkatkan tekanan intraartikular

bila ada efusi sendi dan bahkan bisa dapat menyebabkan robekan kapsul sendi.15 Untuk

mencegah risiko terjadinya kecacatan pada sendi, sebaiknya dilakukan olah raga peregangan

otot seperti m. Quadrisep femoris, dengan peregangan dapat membantu dalam peningkatan

fungsi sendi secara keseluruhan dan mengurangi nyeri. Pada pasien ini kami sarankan untuk

senam aerobic low impact/intensitas rendah tanpa membebani tubuh selama 30 menit sehari

tiga kali seminggu. Hal ini bisa dilakukan dengan olahraga naik sepeda atau dengan

melakukan senam lantai. Senam lantai bisa dilakukan dimana pasien mengambil posisi

terlentang sambil meregangkan lututnya, dengan cara mengangkat kaki dan secara perlahan

menekuk dan meluruskan lututnya.

Diet bertujuan untuk menurunkan berat badan pada pasien OA yang gemuk. Hal ini

sebaiknya menjadi program utama pengobatan OA. Penurunan berat badan seringkali dapat

mengurangi keluhan dan peradangan.1 Selain itu obesitas juga dapat meningkatkan risiko

progresifitas dari OA.13 Pada pasien ini kami menyarankan untuk mengurangi berat badan

dengan mengatur diet rendah kalori sampai mungkin mendekati berat badan ideal. Dimana

prinsipnya adalah mengurangi kalori yang masuk dibawah energi yang dibutuhkan.

Penurunan energi intake yang aman dianjurkan pemberian defisit energi antara 500-1000

kalori perhari, sehingga diharapkan akan terjadi pembakaran lemak tubuh dan penurunan

berat badan 0,5 – 1 kg per minggu. Biasanya intake energi diberikan 1200-1300 kal per hari,

dan paling rendah 800 kal per hari. Formula yang dapat digunakan untuk kebutuhan energi

berdasarkan berat badan adalah 22kal/kgBB aktual/hari, dengan cara ini didapatkan defisit

energi 1000 kal/hari.17 Pada pasien ini kami anjurkan untuk diet 1200 kal perhari agar

mencapai BB idealnya yakni setidaknya mencapai 55 kg. Contoh komposisi makanan yang

kami anjurkan adalah dalam sehari pasien bisa memasak 1 gelas beras (550 kal), 4 potong

tempe sedang (150 kal), 1 buah telur (100 kal), 2 potong ayam sedang (300 kal) dan 1 ikat

sayuran kangkung (75 kal).

Terapi farmakologis pada penderita OA biasanya bersifat simptomatis. Untuk membantu

mengurangi keluhan nyeri pada penderita OA, biasanya digunakan analgetika atau Obat Anti

Inflamasi Non Steroid (OAINS).1 Untuk nyeri yang ringan maka asetaminophen tidak lebih

dari 4 gram per hari merupakan pilihan pertama. Untuk nyeri sedang sampai berat, atau ada

inflamasi, maka OAINS yang selektif COX-2 merupakan pilihan pertama, kecuali jika pasien

Page 9: Osteo Art Ritisosteoartritis. kelainan muskuloskeletal

mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya hipertensi dan penyakit ginjal. OAINS yang COX-

2 non-selektif juga bisa diberikan asalkan ada perhatian khusus untuk terjadinya komplikasi

gastrointestinal dan jika ada risiko ini maka harus dikombinasi dengan inhibitor pompa

proton atau misoprostol. Injeksi kortikosteroid intraartikuler bisa diberikan terutama pada

pasien yang tidak ada perbaikan setelah pemberian asetaminophen dan OAINS. Tramadol

bisa diberikan tersendiri atau dengan kombinasi dengan analgetika lain jika nyerinya belum

berkurang. Opioid bisa diberikan jika analgetika yang lain kurang memberikan manfaat.3

Asetaminophen merupakan analgetika non opioid lini pertama yang semestinya diberikan

pada penderita dengan keluhan nyeri yang tidak begitu berat sebelum pemberian analgetik

yang lebih kuat.15 Asetaminophen adalah metabolit fenacetin yang bertangung jawab atas

efek analgetiknya. Obat ini adalah penghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan

perifer dan tidak memiliki efek anti inflamasi yang bermakna. Obat ini diberikan per oral

dengan dosis untuk nyeri akut yaitu 325-500 mg 4 kali sehari. Obat ini berguna untuk nyeri

ringan sampai sedang, namun tidak adekuat untuk terapi keadaan peradangan. Pada dosis

terapi kadang-kadang timbul peningkatan ringan enzim hati tanpa ikterus. Keadaan ini

reversibel bila obat dihentikan. Gejala dini kerusakan hati meliputi mual, muntah, diare dan

nyeri abdomen.16

OAINS mempunyai aktifitas anti inflamasi, analgesik dan antipiretik, namun obat-obat

golongan ini tidak bisa menghentikan perjalanan alamiah suatu penyakit reumatik.

Mekanisme kerja OAINS adalah menghambat kerja enzim cyclooksigenase (COX) sehingga

konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin (PG) dihambat. COX-1 bermanfaat

mempertahankan integritas mukosa gaster dan duodenum, renal blood flow, dan aktifitas

koagulasi. Jika aktifitas COX-1 ini dihambat oleh OAINS maka muncul risiko efek samping

OAINS tersebut yaitu perdarahan gaster dan duodenum, renal insufisiensi dan perdarahan

pada tempat lain. Ekspresi COX-2 meningkat seiring dengan beratnya proses inflamasi. Jika

aktifias COX-2 dihambat dengan OAINS, maka proses inflamasi akan berkurang. Natrium

diklofenak merupakan obat golongan OAINS COX-1 non-selektif yang diberikan secara oral

dengan dosis 50 mg 2-3 kali sehari.15 Obat ini cepat diabsorbsi dan mempunyai waktu paruh

yang pendek. Obat ini dianjurkan untuk kondisi peradangan kronis seperti artritis remathoid

dan OA, serta untuk pengobatan nyeri otot rangka akut. Efek samping terjadi pada kira-kira

20% penderita dan meliputi distress dan perdarahan saluran cerna, dan tukak lambung.16 Bila

muncul efek samping gasterointestinal, pengobatan Na diklofenak diganti dengan golongan

Page 10: Osteo Art Ritisosteoartritis. kelainan muskuloskeletal

COX-2 inhibitor selektif seperti colecoxib yang memberikan efek terhadap gastrointestinal

lebih rendah dari pada Na diklofenak.

Apabila penderita memiliki risiko tinggi terhadap gangguan kardiovaskuler dan ginjal, maka

obat NSAID golongan COX-2 selektif inhibitor sebaiknya tidak dijadikan pilihan dan dipilih

obat golongan COX-1 non selektif. Hal ini disebabkan karena COX-2 inhibitor selektif bisa

merangsang aterotrombosis dengan menghambat pembentukan prostasiklin (PGI2)- lewat

COX-2 izoenzim di sel endotel makrovaskular- yang merupakan vasodilator yang poten dan

inhibitor terhadap proliferasi sel otot polos dan agregasi platelet. Sebagai tambahan, COX-2

inhibitor selektif gagal untuk menghambat pembentukan tromboksan A2 (TXA2) yang

memfasilitasi vasokontriksi, aktivasi platelet dan proliferasi otot polos. Teori ini juga

didukung oleh penelitian Vioxx Gastrointestinal Outcomes Research (VIGOR) , dimana

dilaporkan peningkatan risiko relatif (RR) (2,38 kali; 95% CI; 1,4-4,0) dari kejadian

kardiovaskular aterotrombotik di antara 8076 pasien dengan Rheumatois Artritis yang secara

acak diberikan pengobatan rofecoxib dibandingkan dengan pengobatan naproxen.18

Untuk mengurangi keluhan nyeri pada penderita ini, telah diberikan pengobatan Na-

diklofenak dengan dosis 2×50 mg. Hal ini disebabkan pada pasien selain rasa nyeri yang

dideritanya, juga terjadi proses inflamasi yakni ditandai adanya bengkak dan rasa hangat di

lutut. Pasien sebelumnya telah meminum paracetamol, namun nyeri yang dikeluhkan tidak

hilang. Na-diklofenak merupakan obat golongan OAINS COX-1 inhibitor yang non-selektif,

dimana obat ini diberikan pada penderita karena tidak terdapat riwayat pernah menderita

gangguan gastrointestinal. Pasien ini tidak diberikan obat golongan COX-2 selektif untuk

menghindari terjadinya risiko kardivaskuler seperti yang telah diuraikan di atas.

Terapi pembedahan. Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis dan rehabilitasi tidak

berhasil untuk mengurangi rasa sakit; dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi

deformitas yang menimbulkan gangguan mobilisasi sendi yang mengganggu aktifitas sehari-

hari1,3. Operasi dipertimbangkan pada pasien dengan kerusakan sendi yang nyata, dengan

nyeri yang menetap dan kelemahan fungsi4. Berdasarkan algoritma management OA lutut

yang baru terdiagnosa, terapi pembedahan pada OA bisa dilakukan setelah 18 minggu nyeri

OA lutut yang tidak dapat dikontrol dengan baik. Namun algoritma ini tidak mutlak

mengingat terapi OA yang sebaiknya bersifat individual dan fleksibel6. Teknik yang

digunakan adalah total joint arthroplasty dan revision arthroplasty. Sebelum diputuskan

Page 11: Osteo Art Ritisosteoartritis. kelainan muskuloskeletal

untuk melakukan terapi pembedahan, harus dipertimbangkan terlebih dahulu risiko dan

keuntungannya.

Pada pasien ini tidak sampai dilakukan terapi pembedahan karena nyeri yang dirasa pasien

tidak sampai membuat pasien tidak melakukan aktivitas sehari-harinya. Selain itu bila

didasarkan pada algoritma penatalaksanaan OA lutut yang baru terdiagnosa, pada penderita

ini belum bisa dievaluasi terkontrol tidaknya nyeri yang dirasakan.

RINGKASAN

Telah dilaporkan kasus dengan OA genu dekstra pada penderita perempuan 49 tahun. OA

merupakan kelainan degeneratif sendi yang paling banyak didapatkan di masyarakat.

Kelainan degeneratif secara primer terjadi pada tulang rawan dan secara sekunder akan

menyebabkan keradangan sekitarnya terutama jaringan sinovium. Penyebab OA diperkirakan

multifaktorial. Patogenesis OA secara umum adalah adanya ketidakseimbangan antara

degradasi dan sintesis dari tulang rawan sehingga menyebabkan kerusakan tulang rawan dan

diikuti dengan perubahan pada tulang subkhondral dan pembentukan osteofit. Perubahan ini

secara umum disebabkan berbagai faktor penyebab seperti genetik, host, dan lingkungan.

Diagnosis klinis OA dapat dibuat hanya berdasarkan kelainan klinis saja atau dengan

pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologis dengan memakai ACR. Kriteria OA

lutut secara klinis, laboratorium, dan radiologis adalah adanya 1) Nyeri lutut dan 2) Osteofit

dan 3) salah satu dari usia lebih dari 40 tahun, kaku sendi kurang dari 30 menit dan adanya

krepitus. Pada penderita ini didapatkan nyeri sendi lutut kanan, bengkak pada lutut kanan,

kaku sendi selama 20-30 menit,dan terdengar adanya krepitasi. Pada pemeriksaan radiologi

ditemukan adanya penyempitan celah sendi dan gambaran osteofit di tepi sendi.

Penanganan rasional OA adalah memakai pendekatan secara menyeluruh sesuai dengan

penyebab, beratnya penyakit, dan keadaan umum penderita dan dilihat dari berbagai aspek.

Penatalaksanaan OA bertujuan untuk menghilangkan keluhan, mengoptimalkan fungsi sendi,

mengurangi ketergantungan dan meningkatkan kualitas hidup, menghambat progresivitas

penyakit dan mencegah komplikasi. Pilar terapi meliputi: Non farmakologis (edukasi, terapi

fisik, diet, penurunan berat badan), terapi farmakologis (analgetik, kortikosteroid lokal,

sistemik, kondroprotektif dan biologik), dan terapi pembedahan. Beberapa modalitas

pengelolaan dapat diterapkan pada penderita OA lutut yaitu penanganan tanpa obat (terapi

Page 12: Osteo Art Ritisosteoartritis. kelainan muskuloskeletal

non-farmakologis), penanganan dengan medikamentosa (terapi farmakologis), dan

pembedahan. Pada penderita ini telah diberikan terapi edukasi mengenai OA, terapi fisik dan

diet untuk penurunan berat badan dan penanganan dengan obat seperti Na Diklofenak.

FAKTOR PREDISPOSISI

Ada beberapa faktor predisposisi yang diketahui berhubungan erat dengan terjadinya

osteoartrosis sendi lutut, yaitu umur, jenis kelamin, obesitas, ras dan trauma. Umur

merupakan faktor risiko yang penting. Rata-rata laki-laki mendapatkan osteoartrosis sendi

lututpada umur 59,7 tahun dengan puncaknya pada usia 5564 tahun, sedangkan wanita 65,3

tahun dengan puncaknya pada usia 6574 tahun. Selain itu juga didapatkan bahwa penderita

osteoartrosis yang berumur lebih tua ternyata sudah menderita osteoartrosis lebih lama

dibandingkan yang berusia lebih muda.

Penderitaosteoartrosis sendi lututmeningkatpada usia lebih dari 65 tahun, baik secara klinik,

maupun radiologik. Gambaran radiologik yang berat (grade III dan IV menurut kriteria

Kellgreen-Lawrence) makin meningkat dengan bertambahnya umur, yaitu 11,5% pada usia

kurang dari 70 tahun, 17,8% pada umur 7079 tahun dan 19,4% pada usia lebih dari 80 tahun;

wanita yang mempunyai gambanan radiologik osteoartnosis berat adalah 10,6% pada umur

kurang dani 70 tahun, 17,6% pada umur 70-79 tahun dan 21,1% pada umur lebih dari 80

tahun; sedangkan pada laki-laki 12,8% pada umur kurang dani 70 tahun, 18,2% pada umur

7079 tahun dan 17,9% pada umur lebih dani 80 tahun.

Prevalensi radiologik osteoantrosis akan meningkat sesuai dengan umur. Pada umur di bawah

45 tahun jarang didapatkan gambaran radiologik yang berat. Pada usia tua gambanan

radiologik osteoartrosis sendi lutut yang berat mencapai 20%.

Pada penelitian lain didapatkan bahwa dengan makin meningkatnya umur, maka beratnya

osteoartrosis secara radiologik akan meningkat secara eksponensial

Hubungan antana osteoantrosis dengan umur sampai saat ini belum jelas. Penelitian

biokimiawi menunjukkan adanya perbe daan kelainan rawan sendi yang disebabkan oleh

proses menua

 

Page 13: Osteo Art Ritisosteoartritis. kelainan muskuloskeletal

 

 

 Wanita dan orang kulit hitam akan mendapatkan osteoarthritis sendi lutut lebih berat

dibandingkan laki-laki yang menderita osteoartrosis sendi lutut yang berderajat sedang adalah

7%, sedangkan wanita 15,5% dan pada orang kulit hitam, laki-laki 15,6% sedangkan wanita

28,6%. Rasa nyeri juga lebih banyak didapatkan pada wanita dibandingkan laid-laid. Pada

orang kulit putih 45,9% wanita merasakan nyeri, sedangkan pada laki-laki hanya 32,5% dan

pada orang kulit hitam, wanita yang merasakan nyeri 51,9% sedangkan laki-laki hanya

38,9%.

 Pada penelitian HANES I didapatkan penderita osteoartrosis sendi lutut pada wanita lebih

tinggi dibandingkan laki-laki (7,6% dibandingkan 4,3%). Frekuensi OA lutut pada wanita

kulit hitam lebih tinggi dibandingkan dengan pada wanita kulit putih, sedangkan pada laki-

laki, frekuensi pada kulit hitam sama dengan pada kulit putih.

Faktor lain yang berperan pada timbulnya osteoantrosis sendi lutut adalah obesitas. Pada

penelitian Framingham didapatkan hubungan yang kuat antara obesitas dan osteoartrosis

sendi lutut, terutama pada wanita

Pada penelitian Cushnagan ternyata sebagian besar pasien osteoartrosis mempunyai berat

rata-rata di atas normal. Pada penelitian HANES I, ternyata didapatkan pula hubungan yang

erat antara berat badan dengan osteoartrosis sendi lutut. Penelitian Silberger menunjukkan

bahwa faktor kegemukan bukan hanya berperan dari segi bio- mekanik tapi juga dari segi

metabolik. Tikus yang diberi makan makanan yang mengandung asani lemak jenuh, akan

lebih banyak yang menderita osteoartrosis dibandingkan tikus yang diberi makan makanan

yang banyak mengan- dung asam lemak tak jenuh.

Maquet berusaha menjelaskan secara biomekanika beban yang diterima lutut pada obesitas.

Pada keadaan normal, gaya berat badan akan melalui medial sendi lutut dan akan diimbangi

oleh otot-otot paha bagian lateral sehingga resultannya akan jatuh pada bagian sentral sendi

lutut. Pada keadaan obesitas, resultan gaya tersebut akan bergeser ke medial sehingga beban

yang diterima sendi lutut tidak seimbang. Pada keadaan yang berat dapat timbul perubahan

Page 14: Osteo Art Ritisosteoartritis. kelainan muskuloskeletal

bentuk sendi menjadi varus yang akan makin menggeser resultan gaya tersebut ke medial.

Faktor ras diduga mempengaruhi timbulnya osteoartrosis.

Osteoartrosis lutut lebih sering ditemukan pada orang Asia, sedangkan osteoartrosis panggul

lebih sering pada orang Kaukasia. Pekerjaan dan olah raga juga merupakan faktor

predisposisi osteoantrosis sendi lutut. Penelitian HANES I mendapatkan bahwa pekerja yang

banyak membebani sendi lutut akan mempunyai risiko terserang osteoantrosis lebih besar

dibandingkan pekerja yang tidak banyak membebani lutut.

Faktor lain adalah merokok. Makin berat perokok, maka makin rendah frekuensi osteoartrosis

pada kelompok tersebut. Hal yang sama juga didapatkan pada penelitian HANES I dan

Framingham. Hubungan antana merokok dan rendahnya prevalensi osteoartrosis sendi lutut,

belum dapat dijelaskan se- cara pasti. Beberapa faktor metabolik seperti diabetes melitus,

hipertensi, hiperurisemi dan Calcium pyrophosphare deposition  disease dikatakan juga

berperan sebagai faktor predisposisi timbulnya osteoantrosis.

GAMBARAN KLINIK DAN RADIOLOGIK

Gejala klinik yang paling menonjol adalah nyeri. Ada tiga tempat yang dapat menjadi sumber

nyeri, yaitu sinovium, jaringan lunak sendi dan tulang. Nyeri sinovium dapat terjadi akibat

reaksi radang yang timbul akibat adanya debris dan kristal dalam cairan sendi. Selain itu juga

dapat terjadi akibat kontak dengan rawan sendi pada waktu sendi bergerak.

Kerusakan pada jaringan lunak sendi dapat menimbulkan nyeri, misalnya robekan ligamen

dan kapsul sendi, peradangan pada bursa atau kerusakan meniskus. Nyeri yang berasal dari

tulang biasanya akibat rangsangan pada periosteum karena periosteum kaya akan serabut-

serabut penerima nyeri.

Selain itu rasa nyeri s dipengaruhi oleh keadaanpsikologikpasien, sehinggadianjurkan untuk

melakukan evaluasi psikologik dalam penatalaksanaan penderita osteoartrosis.Nyeri pada

osteoantrosis sendi lutut, biasanya mempunya irama diurnal; nyeri akan menghebat pada

waktu bangun tidur dan sore hari. Selain itu, nyeri juga dapat timbul bila banyak berjalan,

naik dan turun tangga atau bergerak tiba-tiba. Nyeri yang belum lanjut biasanya akan hilang

dengan istirahat, tetapi pada keadaan lanjut, nyeri akan menetap walaupun penderita sudah

istirahat.

Page 15: Osteo Art Ritisosteoartritis. kelainan muskuloskeletal

Kaku sendi merupakan gejala yang sering ditemukan, tetapi biasanya tidak lebih dari 30

menit. Kaku sendi biasanya muncul pada pagi hari atau setelah dalam keadaan inaktif. Selain

itu krepitusjuga sering ditemukan. Krepitus dapat ditemukan tanpa disertai rasa nyeri, tapi

biasanya berhubungan dengan nyeri yang tumpul.

Kadang-kadang ditemukan pembengkakan sendi akibat efusi cairan sendi. Pada keadaan

lanjut, dapat ditemukan deformitas sendi lutut, misalnya genu v `rum maupun genu valgus.

Bila sudah di- temukan instabilitas ligamentum, hal ini menunjukkan keru- sakan yang

progresif dan prognosis yang buruk.

Gambaran radiologik osteoantrosis pertama kali diperkenal- kan oleh Kellgren dan Lawrence

pada tahun 1957 dan akhirnya diambil oleh WHO pada tahun 1961. Berdasarkan kriteria

tersebut, maka gambaran radiologik osteoantrosis dapat berupa pem-

penderita osteoartrosis sang at penting agan penderita dapat kembali melakukan aktifitas

sehari-hari seperti sediakala. Tujuan penatalaksanaan osteoantrosis sendi lutut adalah untuk

menghilangkan nyeri dan peradangan, menstabilkan sendi lutut dan mengurangi beban pada

sendi lutut. Penatalaksanaan sebaiknya dilakukan pada stadium dini, terutama sebelum

deformitas sendi dan instabilitas sendi terjadi. Untuk mengurangi beban pada sendi lutut,

maka dalam melakukan aktifitas sehari-hari disarankan untuk memperhatikan hal-hal berikut

Jangan berjalan atau jogging sebagai pilihan olah raga.Berenang dan bersepeda merupakan

alternatifpilihan yang baik.

2) Hindari naik-turun tangga.

3) Duduk lebih baik danipada berdiri.

4) Duduk di kursi yang lebih tinggi lebih baik daripada duduk

di sofa yang rendah.

5) Hindari berlutut dan jongkok.

6) Sebelum bangkit dan duduk, geserlah dudukan ke tepi kursi

dengan posisi kaki di bawah badan, kemudian gunakan tangan

Page 16: Osteo Art Ritisosteoartritis. kelainan muskuloskeletal

untuk mengangkat badan dan kursi.

Diet memegang peranan penting dalam penatalaksanaan

penderita osteoantrosis sendi lutut, terutama untuk menurunkan

kelebihan berat badan penderita. Walaupun sampai saat ini

belum pernahditeliti penganuh penurunan berat badan terhadap

nyeri lutut dan progresifitas osteoartrosis sendi lutut, tetapi di-

hanapkan beban terhadap sendi lutut akan berkurang.

Evaluasi psikologik sangat penting untuk diperhatikan, ka-

rena beratnya nyeri dan gangguan fungsional berhubungan erat

dengan keadaan psikologik penderita

(16)

.

Terapi fisik memegang peranan yang sangat penting; latihan

otot yang teratur akan memperbaiki gangguan fungsional, mengu-

rangi ketergantungan terhadap orang lain dan mengurangi nyeri.

Perbaikan tersebut mencapai 1025% pada rehabilitasi selama

24 bulan dan dapat bertahan sampai 8 bulan setelah rehabili-

tasi

(27)

. Terapi fisik dapat berupa pemanasan atau pendinginan

Page 17: Osteo Art Ritisosteoartritis. kelainan muskuloskeletal

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995

 

 

pada sendi yang sakit maupun latihan otot-otot sekitar sendi.

Pemanasan dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya

diaterini, ultrasound, sinar inframerah dan lain sebagainya. Pe-

manasan selama 1520 menit cukup efektif untuk mengurangi

nyeri dan kekakuan sendi

(26)

.

Latihan-latihan otot yang dapat dilakukan untuk penderita

osteoartrosis sendi hitut antara lain adalah quadriceps setting

exercise, straight leg raises, progressive resistive exercise

(PRE) dan hamstring exercise. Pada quadriceps setting

exercise, pen- derita dalam posisi berbaring di tempat tidur

dengan lutut lurus, kemudian penderita disuruh menekan

lututnya ke bawah. Per- tahankan selama 5 detik, kemudian

istirahat selama 5 detik dan diulangi sampai 1015 kali.

Latihan ini dilakukan sebanyak 3 kali perhari, kemudian dapat

ditingkatkan sampai 10 kali sehari. Pada straight leg raises,

Page 18: Osteo Art Ritisosteoartritis. kelainan muskuloskeletal

penderita dalam posisi berbaring telen- tang. Bila tungkai

kanan yang akan dilatih, maka tungkai kiri dipertahankan lurus,

kemudian tungkai kanan diangkat lurus setinggi-tingginya,

kemudian turunkan perlahan-lahan sampai kira-kira 6 inchi dari

alas dan pertahankan selama 5 detik, lalu istirahat 5 detik.

Ulangi sampai 510 kali dan latihan dilakukan 23 kali sehari.

Pada progressive resistive exercise (PRE), pen- denta dalam

posisi duduk dengan lutut dalam keadaan fleksi dan tungkai

bawah diberi beban. Kemudian lutut diekstensikan per-lahan-

lahan sampai tercapai ekstensi maksimal dan pertahankan

selama 5 detik, kemudian istirahat. Latihan diulangi sampai 10

kali dan dilakukan 3 kali perhari. Pada hamstring exercise, pen-

derita dalam posisi berdini kemudian lutut difleksikan 20 kali

atau sampai penderita lelah

(17)

.

Obat-obatan untuk osteoartrosis, umumnya hanya bersifat

simtomatik untuk mengurangi nyeri. Pada tahap awal dapat di-

coba analgetik sederhana, seperti asetaminofen atau salisilat.

Bila tidak ada perbaikan, dapat diberikan obat anti inflamasi non

Page 19: Osteo Art Ritisosteoartritis. kelainan muskuloskeletal

steroid Obat anti inflamasi non steroid bersifat menghambat

sintesis prostaglandin sehingga tidak boleh diberikan pada pende-

rita ulkus peptikum yang aktif atau dengan riwayat perdarahan.

Pemberian pada orang tuajuga hams hati-hati karena hambatan

terhadap sintesis prostaglandin akan menurunkan aliran darah

ke ginjal.

Pemberian steroid secara sistemik tidak dianjurkan karena

efek sampingnya jauh lebih besar daripada efek terapinya.

Pemberian injeksi steroid intra-artikuler dapat dipertimbangkan

pada keadaan nyeri hebat atau efusi cairan sendi berulang. Efek

penurunan nyeri setelah injeksi steroid akan menyebabkan pen-

derita merasa nyaman sehingga penderita tertentu akan tidak

memperhatikan pantangan dalam melakukan aktifitas sehari-

hari, sehingga osteoartrosis akan makin berat. Selain itu steroid

juga dapat menyebabkan kerusakan rawan sendi secara lang-

sung.

Pada keadaan lanjut dengan nyeri persisten,gangguan fungsi

yang berat dan deformitas sendi lutut,maka tindakan bedah dapat

dipertimbangkan. Pembedahan dapat hanya berupa osteotomi

atau sampai tindakan artroplasti maupun artrodesis

Page 20: Osteo Art Ritisosteoartritis. kelainan muskuloskeletal

(13,17,26)

.

KESIMPULAN

1) Osteoartrosis merupakan kelainan yang bersifat progresif

lambat yang mengenai rawan sendi. Kelainan ini akan meng-

ganggu aktifitas sehari-hari penderitanya, terutama bila mengenai

sendi lutut.

2) Banyak faktor yang merupakan predisposisi osteoartrosis

sendi lutut, seperti umur, jenis kelamin, ras, obesitas, merokok

dan beberapa penyakit metabolik.

3) Untuk diagnosis osteoartrosis sendi lutut, dapat digunakan

kriteria Altman walaupun sebenarnya kriteria ini dikembangkan

untuk penelitian.

4) Pada penatalaksanaan osteoartrosis sendi lutut, penurunan

beban terhadap sendi lutut hams diperhatikan, baik dengan

mengatur aktifitas sehari-hari maupun dengan mengatur diet dan

latihan-latihan otot.

Obat umumnya hanya bersifat simtomatik. Pada keadaan

yang lanjut, tindakan bedah dapat dipertimbangkan.