operations fundamental - case study 1
DESCRIPTION
Operations Fundamental - Case Study 1TRANSCRIPT
OPERATIONS FUNDAMENTAL
CASE STUDY: SCOTT – AWAY-FROM-HOME
Disusun Oleh:
FRIDA (1412407032)
PAMELA (1412407051)
YESSI SETIAWAN SANTOSO (1412407133)
DJUARTHA PRAMONO (1412407171)
MELISA LO (1412407190)
Binus Business SchoolMasters of Management (MM) in
Business Management for Young ProfessionalsALAM SUTERA
1
BackgroundScott Paper Company
Scott Paper Company berdiri pada tahun 1879 oleh E.Irving dan Clarence Scott yang
pada awalnya ditujukan sebagai perusahaan untuk consumer personal care dan cleaning
company. Pada tahun 1902 perusahaan ini mulai melakukan diversifikasi bisnis ke papergoods
market tepatnya sebagai perusahaan pertama yang menjual tissue kamar mandi. Kemudian,
pada ada tahun 1907 pertama kali menciptakan tissue yang bisa dibuang. Perusahaan ini sudah
berdiri lebih dari 100 tahun dengan positioning strategy sebagai industry leader yang terus
melakukan inovasi produk baru. Untuk menjaga kesuksesan bisnisnya Scott memfokuskan
strateginya kearah market differentiation dengan menekankan terhadap perkembangan produk
baru yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan customer.
Pada tahun 1988 Scott Paper Company meluncurkan produk inovasi barunya yaitu
Paper Dispenser. Produk ini dibuat untuk menambahkan value untuk komoditas produk-produk
Scott. Dispenser ini didesain untuk high end market sebagai hiasan untuk dekorasi kamar
mandinya. Secara otomatis menimbulkan kebutuhan akan sabun untuk melengkapi dispenser
tersebut. Produk sabun mempunyai gross profit margin yang cukup besar yaitu 50-75%,
sedangkan produk kertas mempunyai yield prodit margins yang hanya 20-25%. Sejak akhir
1800-an perusahaan Scott Paper Company terus berkembang dan sukses menjual produknya
keluar negeri. Namun tidak sampai tahun 1950-an perusahaan Scott baru mulai untuk mengerti
gambaran umum bisnis global dan mulai untuk membentuk joint venture dengan perusahaan
asing. Dengan demikian Scott baru dapat secara efektif melayani pasar internasional.
Pada 12 Juni 1994, Elizabeth Jackson sebagai Marketing Development Manager
mempunyai tugas untuk memperkenalkan Mini-500 soap dispenser sebagai produk yang akan
menaikan keberadaan perusahaan Scott dimata dunia. Produk ini mempunyai beberapa fitur
yang menarik yang menarik untuk beberapa Negara seperti: ukurannya yang compact, harga
ekonomis, kualitas konstruksi, dan fisiknya yang menarik. Untuk memperkenalkan produk ini
2
Scott harus berhasil melawan tantangan mereka yang muncul di beberapa functional area
seperti: manufacturing, scheduling, logistics, marketing, dan pricing.
Pada saat Mini-500 akan diperkenalkan, Scott Paper Company sudah mempekerjakan
25.900 karyawan dan dibagi menjadi 3 organisasi yang berbeda, yaitu:
1. Consumer Product > Memfokuskan pada manufacturing brand seperti Cottonelle,
ScotTowel, Viva, Purex, dan Baby-fresh.
2. S.D.Warren > memproduksi coated printing paper.
3. Away-From-Home (AFH) > Terdiri dari system produksi bisnis kertas dan distributor
untuk produk kamar mandi public dan area pembersih. Untuk market global AFH dibagi menjadi
subdivisi antara product business dan geographic regions. Salah satu unit bisnis utamanya yaitu
Sani-Fresh dan dibawah unit dari Sani-fresh Mini 500 diperkenalkan.
Scott Away From Home Worldwide
Scott-AFH berdiri pada tahun 1989 yang merupakan unit bisnis mandiri dari Scott,
sebelumnya bernama Commercial Division of Scott. Pada tahun 1993 dengan total penjualan $
1.2 billion atau 25 % dari total penjualan Scott dan 35 % untuk profit operasionalnya. Misi
utama Scott-AFH adalah untuk dikenal dengan kualitas, inovasi, dan perbedaan, dan juga
berkembang lebih cepat dibandingkan kompetitornya. Visi utamanya yaitu untuk menjadi
world-class, dengan terus memperbaiki kualitas produk dan kuantitas pendapatannya.
Masalah strategi AFH salah satunya adalah alokasi sumber daya dan proses koordinasi
structural. Selain itu, grup AFH ini harus memonitor progress dari seluruh proyek
pengembangan bisnisnya. Salah satu keunikan dari AFH adalah The Innovation Council. Council
ini bertanggung jawab untuk mendapatkan dan mereview proposal produk baru. Sebagai
bagian dari tugasnya mereka harus mengikuti implementasi dari proses SEDAM (Search,
Explore, Develop, Apply, dan Maximize). Proses ini bertujuan untuk memastikan proyek
pengembangan produk baru berjalan secara lancar dan berjalan sesuai dengan rencana.
3
Sani-Fresh Business
Sani-Fresh Internasional didirikan pada tahun 1977 berasal dari ide bahwa alternatif
diperlukan di pasar sabun, dimana Sani fresh merupakan perusahaan pertama yang
memperkenalkan sabun cair didalam kemasan untuk pasar bisnis komersial. Seiring kesuksesan
konsep Sani-fresh, perusahaan bertumbuh dan menambah line productnya didalam variasi
sabun untuk tangan, kulit, dan lingkungan. Hasilnya, Sani Fresh menjadi market leader dalam
Sistem sabun cair untuk tangan di Amerika. Pada tahun 1984, Scott Paper Company mengambil
alih Sanifresh internasional dan megintegrasikan bisnis sabun kedalam struktur operasi
perusahaannya.
Sistem produk sabun terdiri dari disposable soap cartridge dalam kemasan dispenser
yang bisa dipakai berkali-kali. SIstem ini didesain untuk kamar mandi umum dan kantor, juga
didesain agar bisa terkoordinasikan dengan Scott Paper Towel, tissue toilet, dan dispenser
untuk tempat duduk personal. Pada tahun 1994, terdapat dua produk sabun yaitu system
800ml dan twin pack. Sistem 800ml merupakan yang paling banyak terjual, namun twin pack
yang paling banyak digunakan ditempat umum.
TheoryBerdasarkan teori Siklus Hidup Produk atau Product Life Cycle (Kotler, 2012) ditemukan
beberapa strategi yang tepat untuk digunakan untuk produk dalam setiap tahan yaitu:
1. Tahap Perkenalan (Introduction)
Strategi peluncuran cepat (rapid skimming strategy)
Peluncuran produk baru pada harga tinggi dengan tingkat promosi yang tinggi.
Perusahaan berusaha menetapkan harga tinggi untuk memperoleh keuntungan
yang mana akan digunakan untuk menutup biaya pengeluaran dari pemasaran.
Strategi peluncuran lambat (slow skimming strategy)
Merupakan peluncuran produk baru dengan harga tinggi dan sedikit promosi.
4
Harga tinggi untuk memperoleh keuntungan sedangkan sedikit promosi untuk
menekan biaya pemasaran.
Strategi penetrasi cepat (rapid penetration strategy)
Merupakan peluncuran produk pada harga yang rendah dengan biaya promosi
yang besar. Strategi ini menjanjikan penetrasi pasar yang paling cepat dan
pangsa pasar yang paling besar.
Strategi penetrasi lambat (slow penetration strategy)
Merupakan peluncuran produk baru dengan tingkat promosi rendah dan harga
rendah. Harga rendah ini dapat mendorong penerimaan produk yang cepat dan
biaya promosi yang rendah.
2. Tahap Pertumbuhan (Growth)
Selama tahap pertumbuhan perusahaan menggunakan beberapa strategi untuk
mempertahankan pertumbuhan pasar yang pesat selama mungkin dengan cara:
Meningkatkan kualitas produk serta menambahkan keistimewaan produk baru
dan gaya yang lebih baik.
Perusahaan menambahkan model – model baru dan produk – produk penyerta
(yaitu, produk dengan berbagai ukuran, rasa, dan sebagainya yang melindungi
produk utama)
Perusahaan memasuki segmen pasar baru.
Perusahaan meningkatkan cakupan distribusinya dan memasuki saluran
distribusi yang baru.
Perusahaan beralih dari iklan yang membuat orang menyadari produk (product
awareness advertising) ke iklan yang membuat orang memilih produk (product
preference advertising)
Perusahaan menurunkan harga untuk menarik pembeli yang price sensitive.
3. Tahap Kedewasaan (Maturity)
5
Perusahaan meninggalkan produk mereka yang kurang kuat dan lebih
berkonsentrasi sumber daya pada produk yang lebih menguntungkan dan pada
produk baru.
Memodifikasi pasar dimana perusahaan berusaha untuk memperluas pasar
untuk merek yang mapan.
Menggunakan strategi peningkatan keistimewaan (feature improvement) yaitu
bertujuan menambah keistimewaan baru yang memperluas keanekagunaan,
keamanan atau kenyaman produk.
Strategi defensif dimana perusahaan untuk mempertahankan pasar yang mana
hasil dari strategi ini akan memodifikasi bauran pemasaran.
Strategi peningkatkan mutu yang bertujuan meningkatkan kemampuan produk,
misalnya daya tahan, kecepatan, dan kinerja produk.
Strategi perbaikan model yang bertujuan untuk menambah daya tarik estetika
produk seperti model, warna, kemasan dan lain – lain.
Menggunakan take-off strategy yang mana marupakan salah satu strategi yang
digunakan untuk mencapai fase penerimaan konsumen baru, strategi ini dapat
memperbaharui pertumbuhan pada saat produk masuk dalam kematangan.
4. Tahap Penurunan (Decline)
Manambah investasi agar dapat mendominasi atau menempati posisi persaingan
yang baik.
Mengubah produk atau mencari penggunaan/manfaat baru pada produk
Mencari pasar baru
Tetap pada tingkat investasi perusahaan saat ini sampai ketidakpastian dalam
industri dapat diatasi.
Mengurangi investasi perusahaan secara selesktif dengan cara meninggalkan
konsumen yang kurang menguntungkan.
Harvesting strategy untuk mewujudkan pengembalian uang tunai secara cepat
Meninggalkan bisnis tersebut dan menjual aset perusahaan.
6
Dalam menghadapi maturity yang dialami oleh System 800, Scott dapat melakukan
feature improvement dan perbaikan model. Sedangkan agar dapat mensukseskan Mini 500
(System 500) Scott dapat melakukan rapid penetration strategy maupun slow penetration strategy
dimana kedua strategi tersebut menggunakan harga yang rendah sesuai dengan keinginan
customer Eropa yang menginginkan barang dengan sifat cost effective.
Dalam proses desain produk, terdapat beberapa hal yang sering dilakukan oleh
perusahaan yaitu:
Perusahaan terus menerus akan menghadirkan produk baru ke dalam pasar.
Desain produk yang baik sangat berpengaruh terhadap kesuksesan.
Desain produk berbeda secara signifikan tergantung industri masing-masing.
Perusahaan seringkali melakukan outsourcing terhadap fungsi-fungsi penting.
Contohnya adalah contract manufacturer sebuah organisasi yang mampu memproduksi
dan/atau membeli seluruh komponen yang diperlukan untuk menghasilkan barang jadi.
(Aquilano, et al. 2014)
Hal diatas berusaha dilakukan oleh Scott dengan produk barunya yaitu Mini 500 (System
500) dimana Mini 500 merupakan produk baru yang digunakan untuk menjawab kebutuhan
pasar Jepang yang menginginkan dispenser sabun berukuran kecil, pasar Eropa yang
menginginkan dispenser sabun yang lebih murah (cost effective), dan pasar Amerika yang
menunjukan maturity terhadap dispenser sabun sebelumnya yaitu System 800. Dalam
memproduksi Mini 500 (System 500) ini Scott meng outsource proses produksinya ke HIL
Malaysia.
Secara umum terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk
menciptakan produk ideal yang memenuhi keinginan customer. Langkah-langkah tersebut
adalah:
7
1. Quality Function Deployment
Menciptakan inter-fungsi atau integrated team yang terdiri dari marketing,
design engineering, dan manufacturing.
Mendapatkan customer insight
o Menggunakan market research dimana selanjutnya preferensi customer
dimasukkan kedalam customer requirements.
2. House of Quality
Menentukan mutu komponen dan proses produksi agar menghasilkan produk
yang berkualitas.
3. Value Analysis/Value Engineering (VA/VE)
VA/VE bertujuan untuk menyederhanakan produk dan proses.
Mencapai performa yang bagus, meminimalisir pengeluaran, sambil tetap
memenuhi requirements yang diinginkan oleh customer. (Aquilano, et al. 2014)
House
Ideal Customer Product
Value Analysis/
Quality Functio
8
Secara formal, terdapat 6 fase umum dalam melakukan proses pengembangan produk yaitu
1. Planning (Perencanaan)
Approval proyek
Merencanakan corporate strategy
Melakukan penilaian mengenai technology developments dan market objectives
Menetapkan mission statement
2. Concept Development (Pengembangan Konsep)
Mengidentifikasi kebutuhan pasar
Mengumpulkan dan mengevaluasi produk alternatif.
Konsep lain dipilih untuk development dan testing. Konsep adalah deskripsi dari
bentuk, fungsi, dan fitur dari suatu produk.
3. System-level Design (Desain Sistem)
Definisi dari bentuk produk
De-komposisi produk ke dalam subsistem dan komponen
Mendefinisikan skema akhir assembly
Output:
o Geometric layout dari produk
o Spesifikasi fungsi dari setiap sub-sistem
o Diagram alur proses
4. Design Detail (Detil Desain)
Spesifikasi komplit dari geometri, material, dan ketahanan setiap bagian.
Identifikasi bagian-bagian yang akan dibeli dari supplier.
Menciptakan rencana proses.
9
Mendesign peralatan
Output:
o Drawings describing the geometry of each part and its tooling
o Specifications of purchased parts
o Process plan
5. Testing & Refinement (test dan perbaikan)
Mengkonstruksi dan mengevaluasi beberapa versi pre-production dari produk.
Membuat prototype dan melakukan test apakah prototype sudah sesuai
fungsinya dengan yang diinginkan.
6. Production Ramp-up
Pembuatan produk dengan production system yang telah ditentukan.
Melakukan training terhadap pekerja dan menyelesaikan masalah yang tersisa.
Evaluasi produk oleh beberapa customer. (Aquilano, et al. 2014)
Scott memiliki strategi dalam menciptakan sebuah produk bernama SEDAM. SEDAM ini akan
dibahas lebih lanjut di bagian pembahasan.
Problem IdentificationProblem yang ditemukan oleh kelompok kami adalah:
1. Differences in market maturity and sophistication from Asia - Europe – US. (Marketing)
Dalam bahan bacaan kita dapat menyimpulkan bahwa salah satu permasalahan yang
terjadi disebabkan karena adanya perbedaan di tingkat kedewasaan pasar dan pengalamannya.
Permasalahan terjadi ketika PT. Scott yang telah lama berkecimpung di dunia industri
pembuatan sabun cair dan dispenser sabun di Amerika hendak menawarkan produk-produk
unggulannya kepada Jepang. Pada saat itu Scott memang merupakan salah satu perusahaan
yang menguasai dunia persabunan didunia, dan tidaklah mengherankan apabila Scott ingin
melebarkan sayapnya ke Jepang. Namun dalam prosesnya Scott menemukan berbagai macam
10
permasalahan yang berhubungan dengan perbedaan tingkat kedewasaan pasar dan
pengalamannya. Amerika merupakan suatu negara maju yang sangat memperhatikan kesehatan
para penduduknya, sehingga ketika ditemukan jenis sabun baru berbentuk cairan yang lebih
praktis digunakan, hal tersebut menjadi sangat populer dan mendapatkan banyak perhatian
masyarakat. Sebaliknya di Jepang, sabun cair masih merupakan hal yang baru sehingga terlalu
mendapatkan banyak perhatian dari masyarakat. Bahkan ketika Duskin, distributor Jepang yang
pertama kali memberikan ide untuk memperkenalkan dispenser sabun ke masyarakat Jepang.
Duskin pun memandang Scott sebagai perusahaan newbie yang sedang berkembang yang
menjual produk yang tidak terlalu memberikan manfaat.
Dengan adanya 2 pandangan yang berbeda tersebut, tentunya akan memberikan suatu
permasalahan yang nyata bagi kedua belah pihak. Sehingga dalam kasus ini Scott sebagai
produsen barang yang memproduksi barang-barang permintaan dari Jepang haruslah
menemukan suatu cara penyelesaian yang dapat mempertemukan kedua belah pihak. Elizabeth
Jackson yang bekerja sebagai Marketing Development Manager Scott memilih untuk melakukan
suatu upaya globalisasi marketing dengan mengevaluasi berbagai pendapat dari berbagai negara
didunia mengenai dispenser sabun cair milik Scott “Mini-500”. Salah satu pendapat yang
mempengaruhi Elizabeth berasal dari Kathryn Elmer, dimana Elizabeth mendapatkan
pertimbangan untuk membuat mesin dispenser berdasarkan ukuran kebutuhan rata2x
seseorang dalam memakai sabun. Selain itu Kathryn Elmer juga mengajarkan mengenai prinsip
Low-Cost, Low-End Fixture yang berhasil membuat Scott menjadi lebih kompetitif dalam
menjual produk-produknya.
2. The varying demand for product features US-Europe-Asia. (Pricing)
Ketika Scott pertama kali menawarkan produk mesin dispenser sabun kepada Jepang,
Scott menawarkan produknya yang terbaik pada masa itu yaitu The-800ml dan TwinPak. Di
Amerika kedua produk tersebut merupakan mesin dispenser yang paling laku dan banyak
dipakai oleh institusi-institusi seperti rumah sakit, industri publik, daerah industri, perkantoran,
dll. Namun selera masyarakat Jepang berbeda dengan Amerika. Masyarakat Jepang meminta
dispenser sabun tersebut dibuat dalam ukuran yang lebih kecil dan dapat dicustomized agar
sesuai dengan selera masyarakat lokal.
Kepopuleran mesin dispenser The-800ml maupun TwinPak di Amerika dikarenakan oleh sifat
dari budaya Amerika yang selalu mengedepankan suatu inovasi dan development dari produk
itu sendiri. Hal ini tidak sesuai dengan budaya Jepang yang lebih senang apabila benda-benda
11
yang digunakannya itu kecil / compact dengan adanya unsur-unsur estetika yang dapat memikat
para penggunannya. Berbeda lagi dengan budaya dari negara-negara di Eropa yang banyak
menggunakan prinsip Cost Effectiveness / Low-Cost, Low-End Fixture.
Pada mulanya Duskin meminta agar Scott dapat membuat mesin dispenser dalam
ukuran 300ml. Hal ini tentu membuat Scott mau tidak mau harus membuat ulang produk nya
dari awal sesuai dengan permintaan Jepang, yang berarti akan memakan biaya, waktu dan
tenaga kerja ekstra bagi kedua pihak untuk dapat mewujudkannya. Setelah Scott memberikan
persyaratan yang harus dipenuhi oleh duskin untuk mulai memproduksi mesin dispenser sabun
yang sesuai dengan permintaannya, ternyata Duskin dan Kirkpatrick tidak mampu memenuhi
persyaratan tersebut dan menolak untuk berkomitmen dalam menjalaninya. Sehingga hal ini
mengakibatkan tertundanya proyek selama 18 bulan, dan diakhiri dengan penolakan produk
oleh Duskin dimana produk yang diterima tidak sesuai dengan permintaannya. Setelah adanya
peristiwa ini mengakibatkan retaknya hubungan dan timbulnya sikap permusuhan antara Scott
dengan Duskin. Namun untungnya hal ini tidak terlalu mempengaruhi penjualan produk-produk
Scott di Jepang yang dipasarkan melalui distributor lainnya.
3. Misunderstanding on Worldwide Sourcing Materials . (Manufacture and Logistics)
Pada intinya, Terjadi ketidak sepahaman mengenai pengiriman (menggunakan laut)
produk, dan juga ada problem di dalam internal Perusahaan HIL Malaysia, yang terjadi dari awal
pengiriman, sampai di Pelabuhan dan ketika berada di Kapal saat pengeskporan ke Amerika
Serikat dan juga Eropa.
Pada awal nya, Kantor Pusat Scott menginisiasikan pembuatan Worlwide Task Force,
dengan tujuan menemukan kesempatan baru dan konsep. Diisi oleh dua member dari Amerika,
Eropa, dan Asia, dan satu dari Mexico. Saat pertama mereka rapat, ditemukan bahwa
diperlukan membuat formula baru untuk labelling dan pengemasan, serta strategi untuk
mendapatkan sumber daya dalam produksi dan juga replacement parts.
Selain itu masalah kecil lainnya terjadi seperti adanya tim yang dipilih secara tidak
formal, lalu mereka memilih tiga industry desain untuk membantu tim nonformal ini. Walaupun
sampai batas waktu yang telah ditentukan, mereka tidak mendapatkan hasil apapun. Alih-alih
mereka memperpanjang masa kerja tiga perusahaan desain itu, mereka justru membuat
keputusan bahwa project tersebut harus dilakukan secara In-House. Hasilnya adalah
ditemukannya beberapa prototype, 3 Focus Group dari Amerika, dan sebuah model yang telah
ditentukan. Model yang dari Amerika ini dikirimkan ke Jepang untuk diuji cobakan, dan ternyata
12
diterima di sana. Setelah itu team development melakukan perencanaan untuk pembuatan
proses produksi secara global, dengan memperhitungkan beberapa celah-celah yang ada.
Dalam proses produksi, diperlukan beberapa alat produksi dan juga beberapa material.
Yang akhirnya diputuskan bahwa bsia diproduksi secara terpisah, dan nanti akan digabungkan
dalam satu tempat. Hal ini diyakini oleh tim development akan memberikan efisiensi dalam hal
waktu dan juga mengatur jaringan internasional seperti molders, toolmakers, regional
operations, distribution, dan juga ke konsumen. Akhirnya mereka mendapatkan hal yang
diinginkan yaitu konsep dan juga pendekatan yang baru.
Ketika diimplementasikan, terjadilah sedikit konflik dalam perusahaan, fase pertama
yangdilakukan adalah mengirim tim untuk memastikan implementasinya benar. Fase kedua,
dengan pendekatan matematis, dan perhitungan matrix import dari supplier terpilih di setiap
negara, hasilnya adalah perusahaan yang sudah terpilih itu tidak bisa sesuai dengan apa yang
diinginkan, sehingga mereka memilih negara lain untuk proses produksi nya, yaitu di Malaysia,
karena perhitungan memperlihatkan harga DDP nya paling kecil. Jerman marah dan tidak
teruma dengan keputusan teesebut. Memang benar bahwa kebanyakan biaya lebih murah di
Malaysia disbanding dengna di Amerika.
4. Product ordering system centralized in San Antonio. (Schedulling – Time)
Permasalahn utama di sini sebenarnya terjadi karena Pusat di San Antonio ini dinilai
lamban oleh para negara lain dalam proses produksi dan pengiriman material. Terjadilah ketidak
sepahaman antara Malaysia dan San Antonio mengenai system kerja yang mana harus order
secara terpusat, adanya ketentuan kualitas dan pengiriman, serta ketidak samaan kultur atau
budaya mereka. Hal yang dalam penyesuaian ini menyebabkan terhambatnya proses produksi.
Sehingga kebanyakan negara ingin langsung mendapatkan barang yang dibutuhkan dari
Malaysia secara langsung. Akan tetapi Kantor Pusat Scott tidak menghendaki hal tersebut, dan
tetap dilakukan sesuai prosedur yang ada. Akibatnya muncul anggapan San Antonio tidak bisa
mengakomodir kebutuhan. Padahal terjadi juga dari sisi Malaysia bahwa mereka tidak bisa
memenuhi jadwal produksi dan pengiriman yang sudah ditetapkan.
5. Operational Mismatch.
Hal lain yang dilakukan oleh Scott yang justru membuat mereka kesusahan adalah,
mereka memiliki Prosess yang bernama SEDAM, yaitu Search, Explore, Develop, Apply, and
Maximi, hanya saja tidak dilakukan secara totalitas atau menyeluruh.
13
Salah satu hal dalam proses development to apply, terjadilah ketidak sesuaian dalam
proses ini, dikarenakan dari step sebelumnya yaitu Search dan Explore, terdapat studi mengenai
pasar Jepang yang sampai saat yang dibutuhkan tidak pernah ada hasilnya. Dan mereka tetap
melanjutkan ke proses selanjutnya walau belum ada hasil.
Hal ini termasuk fatal karena standar operasional yang telah dibuat tidak dilakukan
secara totalitas oleh Scott.
SolutionCi Fu
SourceKotler, Philip., Keller, Kevin Lane. 2012. Marketing Management (14th Ed). Pearson Education
Limited. ISBN: 10: 0-273-75336-3
Chase, R.B., Jacobs, F.R. & Aquilano, N.J. 2014. Operations & Supply Strategy (14th Ed). McGraw
Hill. ISBN: 987-007151621 (CJA)