nilai moral dalam cerita rakyat wandiyudhiyu di …
TRANSCRIPT
NILAI MORAL DALAM CERITA RAKYAT WANDIYUDHIYU DIKECAMATAN WANG-WANGI KABUPATEN WAKATOBI
KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mengikuti Ujian ProposalPendidikan Pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUniversitas Muhammadiyah Makassar
OlehWindriani Yusuf
NIM: 105 337 786 14
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSARTAHUN AKADEMIK 2020
vi
vii
viii
ix
x
xi
xii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt yang senangtiasa
memberikan berbagai karunia dan nikmat yang tidak terhitung kepada seluruh
makhluk terutama manusia. Demikian pula salam dan shalawat kepada junjungan
kita, Muhammad Saw yang merupakan panutan dan suritauladan kita sampai
akhir zaman. Yang dengan demikian itu, penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi ini karena berkah-Mu.
Penulis juga menyadari bahwa selama skripsi ini disusun banyak mendapat
bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.Oleh
karena itu, sudah sepantasnya jika pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepadaOrang tua dan suami yang selalu mendukung setiap aktivitas
dalam penyusunan skripsiini. Serta keluarga besarku atas segala keikhlasannya
memberikan dukungan, pengorbanan, dan doa restunya demi keberhasilan penulis
dalam menuntut ilmu. Semoga apa yang telah mereka berikan berbuah ibadah.
Selanutnya penulis menyampaikan ucapan terimah kasih yang sebesar-besarnya
kepada Dr. Muhammad Akhir, S.Pd., M.Pd, selaku pembimbng I dan Aliem
Bahri,S.Pd., M.Pd, selaku pembimbing II, yang telah dengan sabar, tekun, dan
ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan,
motivasi, arahan serta saran-saran yang berharga kepada penulis selama
penyusunan skripsi berlangsung.
xiii
Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag, selaku rektor Universitas Muhammadiyah
Makassar, Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, dan Dr. Munirah, M.Pd.
selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Kepadasahabat-
sahabatku serta keluarga besarkelas B terimakasih karena telah memberikan
masukan-masukan yang sangat membangun. Serta semua pihak yang telah
memberikan bantuan yang tidak sempat disebutkan satu persatu semoga menjadi
ibadah dan mendapat imbalandari-Nya.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis senantiasa
mengharapkan kritikan dan saran dari berbagai pihak, selama saran dan kritikan
tersebut sifatnya membangun karena penulis yakin bahwa suatu persoalan tidak
akan berarti sama sekali tanpa adanya kritikan. Semoga skripsi ini dapat memberi
manfaat bagi para pembaca, terutama bagi diri pribadi penulis.
Makassar, agustus 2020
Windriani YusufNIM.10533778614
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
PERSETUJUAN PEMBIMBING
SURAT PERNYATAAN
SURAT PERJANJIAN
MOTO DAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR .......................................................................................vi
DAFTAR ISI......................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang ...................................................................................1
B. RumusanMasalah ..............................................................................4
C. TujuanPenelitian ...............................................................................4
D. ManfaatPenelitian .............................................................................4
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka...................................................................................6
B. Kerangka Pikir ..................................................................................25
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenispenelitian ..................................................................................28
B. Definisiistilah ...................................................................................28
C. Data danSumber Data.......................................................................28
D. Instrumen Penelitian.........................................................................29
xv
E. TeknikPengumpulan Data ................................................................29
F. TeknikAnalisis Data.........................................................................30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Hasil Penelitian ..................................................................................31
B. Pembahasan Hasil Penelitian..............................................................42
BAB V PENUTUP
A. Simpulan.............................................................................................. 55
B. Saran.....................................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 57
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHALUAN
A. Latar Belakang
Karya sastra adalah salah satu karya seni yang menawarkan nilai moral
kepada pembacanya.Karya sastra lahir dari tangan pengarang yang hidup dan
berinteraksi di tengah-tengah lingkungan sosial budaya masyarakatnya. Karya
sastra tercipta dari dialog antara pengarang dan lingkungan sosial budaya
masyarakatnya melalui intelektualitas, pemikiran, dan emosi pengarang secara
subjektif dan evaluatif. Umar Yunus (1981: 84) mengatakan bahwa karya sastra
adalah sebuah mitos tentang norma-norma, ideologi, konvensi-konvensi, dan lain-
lain.Kuntowijoyo (1999: 127) mengatakan bahwa objek karya sastra adalah
realitas. Sementaraitu, objek ilmu sastra, menurut Ratna (2003: 2)adalah manusia
dalam masyarakat. Dengan demikian, karya sastra tidak lahir dalam kekosongan
budaya.Karya sastra lahir dalam konteks sosial budaya suatu bangsa (Teeuw,
1980: 11).Ini berarti bahwa karya sastra dapat mengandung fenomena sosial
budaya masyarakatnya, mengandung nilai-nilai budaya, nilai-nilai sosial, nilai-
nilai moral, ideologi, dan tradisi masyarakatnya.
Kamus Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa
menjelaskan pengertian dari cerita rakyat adalah cerita di zaman dahulu yang
hidup di tengah rakyat dan diwariskan secara lisan (2008: 283). Cerita rakyat
merupakan warisan budaya nasional yang masih memiliki nilai-nilai yang patut
dikembangkan dan dimanfaatkan untuk kehidupan masa kini dan masa yang akan
datang.Cerita rakyat atau dongeng biasanya diceritakan oleh orang tua atau
2
pencerita untuk membuat anak terlelap yang diceritakan pada saat anak hendak
tidur. Dongeng pengantar tidur tidak terbatas pada sala satu jenis dongeng yang
kita kenal. Namun kenyataan menunjukan bahwa sastra daerah, khususnya cerita
rakyat yang mempunyai tatanan nilai dan isi yang bermanfaat sebagai
pencerminan kehidupan masyarakat penduduknya, kini mulai bergeser oleh
masuknya berbagai jenis budaya asing yang ada. Nilai-nilai yang terkandung
dalam sastra lisan itu tergeser pula, sehingga perlu dilakukan penelitian-penelitian
tentang hal tersebut.
Karya sastra daerah, yakni cerita rakyat yang berada di Sulawesi Tenggara,
khususnya pada masyarakat Wangi-Wangi belum terungkap akan nilai-nilai dan
isinya. Nilai-nilai dan isi tersebut bermanfaat bagi masyarakat pendukungnya
dalam mewujudkan kesadaran untuk selalu mengembangkan dan melestarikan
sastra daerah sebagai pendukung terbentuknya kebudayaan nasional.Salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk pengembangan dan pelestarian cerita rakyat
yang terdapat dalam masyarakat Wangi-Wangi di Kabupaten Wakatobi ini adalah
dengan diadakannya penelitian.Hal ini dimaksudkan agar cerita rakyat tersebut
dapat dipahami dan dimanfaatkan gejala umum minat masyarakat terutama
generasi muda terhadap cerita rakyat yang kini semakin memperihatinkan.Hal ini
berdampak terhadap kemungkinan lenyapnya karya sastra tersebut. Oleh sebab
itu, penelitian terhadap cerita rakyat yang mengandung ajaran moral dan falsafah
hidup masyarakat perlu kita wujudkan dalam bentuk tulisan agar maknanya dapat
dipahami masyarakat dewasa ini terutama generasi muda (Susianti Aisah: 2015).
3
Seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia, di kalangan masyarakat
Wangi-Wangi juga banyak ditemui jenis cerita rakyat. Salah satu cerita rakyat
tersebut “Wandiyudhiyu”.Wandiyudhiyumerupakan salah satu bentuk kesusatraan
lama yang mempunyai tatanan nilai dan isi yang bermutu. Cerita lisan
Wandiyudhiyu merupakan kisah seorang ibu yang pekerjaanya selalu mencari ikan
dan mencari kerang-kerangan laut bila air laut surut, dalam bahasa daerah
Wakatobi disebut “tunga” untuk menafkahi anak-anaknya. Pekerjaan ini
dilakukannya untuk mengambil alih peran suaminya yang pekerjaannya hanya
mabuk-mabukkan, berjudi, dan keluyuran kian kemari.
Sastra lisan yang merupakan salah satu unsur kebudayaan daerah yang
sangat penting untuk tetap dilestarikan agar tetap menjadi ungkapan budaya
masyarakat penduduk kebhinekaan budaya sebagai unsur kreatifitas budaya dan
unsur kekuatan bangsa. Sejalan dengan itu perlu ditingkatkan penelitian
pengkajian dan pengembangan sastra daerah (La ode Gusal: 2015)
Penelitian yang berhubungan dengan sastra lisan sudah pernah dilakukan
peneliti sebelumnya antara lain, penelitian yang dilakukan oleh Ratna dengan
judul ‘‘Kearifan Lokal dalam Cerita Rakyat Wolio pada Masyarakat Buton”, dan
Jafar Karim dengan judul “Wacana Kekerasan Simbolik pada Cerita
Wandiyudhiyu”.
Berdasarkan uraian tersebut antara karya sastra dengan nila-nilai adalah
merupakan dua hal yang saling melengkapi ditengah-tengah masyarakat. Dalam
hal ini bentuk karya sastra merupakan perwujudan secara lahiriah dari karya
sastra, sedangkan isi sebuah karya sastra adalah apa yang akan diungkapkan
4
sebagai muatan karya tersebut. Dari penjelasan yang telah dikemukakan dapat
disimpulkan bahwa cerita rakyat Wandiyudhiyu di Kabupaten Wakatobi perlu
diteliti guna memperoleh gambaran umum tentang nilai moral yang terkandung
dalam cerita lisan Wandiyudhiyu salah satu bentuk karya sastra lama di Kabupaten
Wakatobi.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah nilai moral apa
sajakah yang terkandung dalam cerita rakyat Wandiyudhiyu di Kabupaten
Wakatobi khususnya di Kecamatan Wangi-Wangi?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini maka tujuan penilitian
adalah mendiskripsikan nilai moral yang terkandung dalam cerita rakyat
Wandiyudhiyu di Kabupaten Wakatobi khususnya di Kecamatan Wangi-Wangi.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini secara teoretis diharapkan mampu memberikan informasi
ilmiah yang lebih detail tentang nilai moral dalam cerita rakyat Wandiyudhiyu di
Kecamatan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi.
5
2. Manfaat Praktis
a. Untuk pembaca, agar mengetahui nilai moral yang terdapat dalam cerita
rakyat Windiyudhiyu di Kecamatan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi.
b. Sebagai upaya untuk mempertahankan sastra daerah khususnya cerita rakyat
di Indonesia khususnya di Kecamatan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi.
c. Sebagai acuan bagi peneliti sastra yang ingin melakukan penelitian yang
relevan dengan penelitian ini.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Penelitian Relevan
Penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti adalah sebagai berikut:
a. Penelitian terhadap Kearifan Lokal dalam Cerita Rakyat Wolio pada
Mayarakat Buton (Kajian Sosiokultural) oleh Ratna (2014). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bentuk kearifan lokal dalam cerita rakyat Wolio,
untuk mengetahui nilai-nilai kearifan lokal pada cerita rakyat Wolio, dan untuk
memahami relevansi antara nilai-nilai kearifan lokal dengan pendidikan
karakter di sekolah. Pada penelitian ini menggunakan toeri semiotoka dan teori
hermeneutika dan menggunakan pendekatan sosiokultural. Metode yang
digunakan adalah metode kualitatif dengan bentuk deskriptif. Lokasi penelitian
di Kota Bau-Bau. Adapun sumber data pada penelitian ini adalah cerita rakyat
Wandiyudhiyu, Batu poaro, La ndoke-ndoke dan Lakolo-kolopua.
b. Penelitian terhadap Wacana Kekerasan Simbolik pada Cerita Wandiyudhiyu
oleh Jafar Karim. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan teks dan konteks
dengan mempertimbangkan aspek-aspek sejarah, budaya adan agama yang
mempengaruhi isi cerita. Peneltian ini menggunakan metode kualitatif
deskriptif. Sumber data primer berasal dari tradisi lisan yakni cerita rakyat
7
Wandiyudhiyu baik dalam bahsa asli buton maupun sudah diterjemahkan oleh
beberapa informan.
c. Penelitian terhadap Wacana Otoritarian Ayah pada Anak dalam
CeritaWandiyudhiyu di Kecamatan Lakudo, Buton, Sulawesi Tenggara oleh
Jafar Karim (2015). Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan teks dan
konteks. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dengan
teori kekerasan simbolik, teori hermeneutika, dan teori semiotika. Pengumpilan
data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah studi pustaka. Data diperoleh
dari sastra lisan yang diceritakan oleh beberapa penutur.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, persamaan penelitian terletak pada
cerita rakyat yakni cerita Wandiyudhiyu pada masyarakat di Sulawesi Tenggara.
Sedangkan perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti terdahulu dengan peneliti
yang sekarang yakni terletak pada teori dan pedekatan yang digunakan untuk
menganalisis ceirta rakyat Wandiyudhiyu.
2. Cerita prosa rakyat
a. Pengertian Cerita Rakyat
Cerita rakyat dapat diartikan sebagai ekspresi budaya suatu masyarakat
melalui tutur bahasa yang berhubungan langsung dengan berbagai aspek budaya dan
susunan nilai sosial masyarakat tersebut.Dahulu, cerita rakyat diwariskan secara
turun- menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya secara lisan (Hutomo,
1991:4).Cerita rakyat merupakan bagian dari sastra daerah, yakni sastra yang
biasanya diungkapkan dalam bahasa daerah. Cerita rakyat sangat digemari oleh warga
masyarakat karena dapat dijadikan sebagai suri tauladan dan pelipur lara, serta
bersifat jenaka. Oleh karena itu, cerita rakyat biasanya mengandung ajaran budi
8
pekerti atau pendidikan moral dan hiburan bagi masyarakat.Bascom (melalui
Danandjaja, 1986:50), mengungkapkan bahwa cerita rakyat dapat dibagi dalam tiga
golongan besar, yaitu; (1) mite (myth), (2) legenda (legend), dan (3) dongeng
(folktale).
1) Mite (myth), yaitu cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadiserta
dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohi oleh paradewa atau
makhluk setengah dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain, atau didunia yang
bukan seperti kita kenal sekarang, dan terjadi pada masalampau.
Mite pada umumnya mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia,manusia
pertama, terjadinya maut, bentuk khas binatang, bentuk topografi,gejala alam
dan sebagainya. Mite juga mengisahkan petualangan paradewa, kisah
percintaan mereka, hubungan kekerabatan mereka, kisahperang mereka dan
sebagainya.
2) Legenda (legend), yaitu cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benarterjadi
namun tidak dianggap suci oleh sang empunya cerita. Legendaditokohi oleh
manusia, walaupun ada kalanya mempunyai sifat-sifat luarbiasadan seringkali
juga dibantu makhluk-makhluk ajaib. Tempatterjadinya adalah di dunia seperti
yang kita kenal kini, karena wakt terjadinya belum lampau.
Legenda seringkali dipandang sebagai “sejarah” kolektif (folk
history),walaupun “sejarah” itu karena tidak tertulis telah mengalami
distorsi,sehingga seringkali dapat jauh berbeda dengan kisah
aslinya.Olehkarenanya, jika kita hendak menggunakan legenda sebagai bahan
untukmerekonstruksi sejarahsuatu folk, kita harus membersihkannya
9
dahulubagian-bagiannnya yang mengandung sifatsifat folklor, misalnya
sifatpralogis atau yang merupakan rumus-rumus tradisi lisan.
3) Dongeng (folktale) yaitu cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-
benarterjadi dan tidak terikat waktu. Dongeng diceritakan terutama
untukhibura, walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran,
berisikanpelajaran (moral) atau bahkan sindiran.
Dongeng merupakan cerita khayal yang secara logika tidak dapat diterima.
Sebagaimana Nurgiyantoro(2005:198) mengatakan bahwa istilah dongeng dapat
dipahami sebagai cerita yang tidak benar-benar terjadi dan dalam banyak hal
sering tidak masuk akal. Dari sudut pandang ini dapat dipandang sebagai cerita
fantasi, cerita yang mengikuti daya fantasi walau terkesan aneh-aneh walau secara
logika sebenarnya tidak dapat diterima. Kerena dongeng berisi cerita yang tidak
benar-benar terjadi itu, kemudia di kembangkan makna dongeng secara metaforis:
berita atau sesuatu yang lain dikatakan orang yang tidak memilki kebenaran
faktual dianggap sebagai dongeng belaka, atau sebagai cerita fiksi.
b. Ciri-Ciri Cerita Rakyat
Adapun Ciri-ciri dari cerita rakyat antara lain:
1. Isi cipta sastra yang bersifat fantastis, istana sentris, dan didaktis. Isi yang
fantastis menggambarkan bahwa masyarakat pada waktu itu sangat diwarnai
oleh kepercayaan animisme dan dinamisme. Isi istana sentris maksudnya
ceiritanya berkisar pada pengisahan istana tentang keluarga raja yang baik.
Adapun sifat didaktisnya tampil karena ceritanya berusaha menggurui dan
menanamkan nilai-nilai pendidikan pada penikmatnya.
10
2. Bahasanya banyak menggunakan bahasa klise sebagai variasinya. Sering pula
setiap cerita diawali dengan kata-kata seperti, konon, khabarnya, pada zaman
dahulu kala dan lain-lain.
3. Nama-nama pengarang sering tidak disebutkan, sehingga hasil sastranya
kebanyakan anonim. Hal ini terjadi karena masyarakat lama cenderung bersifat
kolektif, tidak muncul secara individual. Apabila ia berani tampil secara
individual akan dimulai sebagai orang yang tak tahu adat, Badudu (dalam
Rahmawati, 2012: 21).
c. Tujuan bercerita
Cerita itu umumnya diceritakan oleh pendahulu (ayah, ibu, nenek, paman)
kepada cucunya dengan bermacam-macam tujuan. Cerita-cerita itu ada yang
disampaikan dengan maksud mendidik, mengungkapkan sejarah, mengetahui asal-
usul tempat, dan lain-lain. Jadi, tujuan bercerita dapat digambarkan seperti berikut
ini (Rahmawati, 2012:22):
1) Agar cerita dapat diwariskan secara turun temurun sehingga tetap terjaga
kelestariannya dan tidak dapat dilupakan oleh generasi selanjutnya.
2) Agar mengetahui asal usul nene moyangnya sehingga tetap menjaga keakraban
tali persahabatan.
3) Agar orang dapat mengetahui keadaan kampung halamnya, baik keadaan alam
maupun adat istiadatnya. Jadi, cerita itu bertujuan untuk memberi keterangan
tentang mengapa suatu tempat, gunung, sungai, diberi nama tertentu, dan
mengapa pula orang dilarang melakukan sesuatu baik tindakan maupun sikap
tertentu.
11
4) Agar orang mengetahui benda atau barang pusaka yang ada pada suatu tempat
sebagai bukti peninggalan sejarah yang merupakan kekayaan budaya pada
masa silam.
5) Agar orang dapat mengambil pengalaman cerita itu, misalnya sebagai nasiat
atau tuntunan hidup. Jadi, bagaiamana memupuk kerja sama untuk mencapai
tujuan dan megatasi segala tantangan, saling menghargai, tidak memandang
enteng orang lain atau saudara, jangan terburu-buru mengambil keputusan
dalam menghadapi suatu permaslahan, dan merupakan nasihat dalam rumah
tangga.
d. Fungsi Cerita Rakyat
Cerita rakyat juga memiliki fungsi sebagai penggalang rasa
kesetiakawanan diantara warga masyarakat yang menjadi pemilik cerita rakyat
tersebut.Sebelumnya telah dijelaskan bahwa cerita rakyat itu lahir ditengah
masyarakat tanpa diketahui lagi siapa yang menciptakan pertama kali. Fungsi lain
lagi dari cerita rakyat adalah sebagai pengokoh nilai-nilai sosial budaya yang
berlaku dalam masyarakat. Dalam cerita rakyat terkadang ajaran-ajaran etika dan
moral bisa dipakai sebagai pedoman bagi masyarakat.Di samping itu di dalamnya
juga terdapat larangan dan pantangan yang perlu dihindari.Cerita rakyat bagi
warga masyarakat pendukungnya bisa menjadi tuntunan tingkah laku dalam
pergaulan sosial (Purwanto, 2014).
e. Struktur Cerita Rakyat
Dalam suatu struktur terdapat satuan-satuan unsur pembentuk dan
aturansusunannya.Struktur dapat diterangkan sebagai hubungan antara unsur-
12
unsurpembentuk itu dalam suatu susunan keseluruhan.Hubungan itu
misalnyahubungan waktu, logika, dan dramatik (Yus Rusyana,1975:52).
1) Alur
Dalam cerita rakyat terdapat alur yang terdiri dari bagian-bagian
yangberhubungan secara sebab akibat dan hubungan pelaku.Tiap bagian terdiri
dariterm dan fungsi, yaitu pelaku dan peranannya.
Yus Rusyana menjelaskan pelaku (terem) cerita terdiri dari manusia,
manusia, binatang, dan tumbuhan, manusia dengan jadi-jadian, manusia
dengansiluman, manusia dengan kekuatan alam, manusia dengan benda.Pelaku
manusia diberi ciri dengan jenis kelamin, umur, kedudukan, kesaktiandan sifat-
sifatnya Pelaku binatang terdiri dari dua macam yaitu binatang biasa danyang
kedua adalah binatang jadi-jadian. Dedemit atau siluman yang menjadipelaku
dalam cerita dilukiskan keadaanya yang mengerikan (YusRusyana,1975:53).
2) Latar
Dalam cerita tergambarkan latar cerita.Dalam cerita itu disebutkan nama-
namatempat yang secara nyata memang terdapat cerita-cerita itu
membayangkanpula suasana zaman yang dilukiskannya (Yus Rusyana, 1975:55-
56).
3) Amanat
Dari alur cerita dapat diketahui amanat cerita. Misalnya dalam alur
yangbagian akhirnya merupakan kemenangan fungsi yang sebaliknya dari fungsi
padabagian awal, memberikan amanat bahwa agar sesuatu fungsi menang maka
fungsitersebut harus lebih kuat dari fungsi yang dikalahkan (Yus
13
Rusyana,1975:56).Cerita rakyat memiliki struktur yang membangunnya menjadi
sebuah cerita yang kompleks.Struktur dalam sebuah cerita rakyat terdiri dari alur,
pelaku dan peranannya, latar serta amanat.
3. Hakikat Pendekatan Sosiologi Sastra
a. Pengertian Sastra
Suatu karya sastra tercipta lebih merupakan hasil pengalaman, pemikiran,
refleksi, dan rekaman budaya pengarang terhadap sesuatu hal yang terjadi dalam
dirinya sendiri, dan masyarakat. Faruk (2012: 40) menyebutkan bahwa nama
sastra sebenarnya merupakan terjemahan bahasa Indonesia dari nama yang
digunakan dalam masyarakat bahasa asing, khususnya Eropa. Dalam bahasa
Inggris, sastra dinamakan literature, dalam bahasa Jerman dinamakan literature,
dan dalam bahasa Perancis dinamakan literature.Nama susastra yang kurang lebih
berarti “tulisan yang indah‟ juga digunakan dalam masyarakat bahasa Eropa
tersebut, yaitu Letterkunde dalam bahasa Belanda, belles-letters dalam bahasa
Perancis Teeuw (1984).Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila Teeuw
dalam usahanya merumuskan pengertian sastra memusatkan banyak perhatian
pada pengertian tulisan dengan berbagai cirinya.
Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial.Sastra yang ditulis pada
suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat
istiadat zaman itu. Senada dengan pendapat di atas, Damono (2007:34)
menjelaskan bahwa: Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati,
difahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah
anggota masyarakat, yang terikat oleh status sosial tertentu.Sastra adalah lembaga
14
sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium, bahasa itu sendiri merupakan
ciptaan sosial.Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri
adalah suatu kenyataaan sosial.
Kekayaan suatu karya sastra berbeda-beda, pertama, tergantung dari
kemampuan pengarang dalam melukiskan hasil pengalamannya.Kedua, yang jauh
lebih penting sebagaimana yang dijelaskan melalui teori resepsi, adalah
kemampuan pembaca dalam memahami suatu karya sastra.Pada umumnya, para
pengarang yang berhasil adalah para pengamat sosial, sebab merekalah yang
mampu untuk mengkombinasikan antara fakta-fakta yang ada dalam masyarakat
dengan ciri-ciri fiksional (Ratna, 2011: 334).
Sastra dipahami sebagai bahasa yang menarik yang berbeda dari bahasa
lain. Bahasa itu diartikan sebagai bahasa yang indah, bahasa yang berirama, yang
mempunyai pola-pola bunyi tertentu seperti persajakan, ritme, asonansi, aliterasi,
dan sebagainya. Karya sastra sebenarnya dapat dibawa ke dalam keterkaitan yang
kuat dengan dunia sosial yang nyata, yaitu lingkungan sosial tempat dan waktu
bahasa sebagai sebuah tata simbolik yang bersifat sosial dan kolektif, karya sastra
yang menggunakan berbagai kata simbolik yang sama dengan masyarakat pemilik
dan pengguna bahasa itu. Sintesis dari pendapat di atas bahwa sastra dapat
diartikan sebagai hasil pemikiran pengarang yang dapat diilhami dari kenyataan
sosial maupun daya imajinatif yang dituangkan ke dalam bahasa yang cenderung
indah, bahasa yang berirama, yang mempunyai pola-pola bunyi tertentu seperti
persajakan, ritme, asonansi dan aliterasi, dan sebagainya.
15
b. Pengertian Pendekatan Sosiologi Sastra
Semua fakta sastra menyiratkan adanya penulis, buku, dan pembaca atau
secara umum dapat dikatakan pencipta, karya dan publik.Setiap fakta sastra
merupakan bagian suatu sirkuit (Robert Escarpit, 2005: 3).Sosiologi merupakan
ilmu yang mengkaji segala aspek kehidupan sosial manusia (Kasnadi&Sutejo,
2010: 56).
Sosiologi sastra merupakan suatu pendekatan yang memperhitungkan nilai
penting berhubungan antara sastra dan masyarakat. Sastra dan masyarakat
dikatakan mempunyai suatu hubungan, hal tersebut berdasarkan pada: (1). Karya
sastra diciptakan oleh pengarang untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan
orang banyak, (2). Pengarang merupakan anggota suatu masyarakat yang terikat
oleh status sosial tertentu, (3). Bahasa yang digunakan dalam karya sastra adalah
bahasa yang ada dalam suatu masyarakat, jadi bahasa itu merupakan ciptaan
sosial, (4). Karya sastra mengungkapkan hal-hal yang dipikirkan oleh pengarang
dan pikiran-pikiran itu pantulan hubungan seseorang sebagai pengarang dengan
orang lain atau masyarakat (dalam Yudiono KS, 2000: 3).
Dalam pendekatan sosiologi sastra ada tiga komponen pokok menurut
pendapat Waren dan Wellek (1990):
1. Sosiologi pengarang, yang mempermasalahkan status sosial, ideology sosial,
jenis kelamin pengarang, umur, profesi, agama atau keyakinan pengarang, dll
yang menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra.
16
2. Sosiologi karya sastra, yang mempermasalahkan karya sastra itu sendiri, yaitu
karya sastra dan tujuan karya sastra dan hal-hal yang tersirat dalam karya sastra
dan yang berkaitan dengan masalah sosial.
3. Sosiologi pembaca, mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya
sastra terhadap masyarakatnya. (dalam Kasnadi& Sutejo, 2010: 59).
Sosiologi sastra merupakan sebuah pendekatan yang bergerak dan melihat
faktor sosial yang menghasilkan karya sastra pada suatu masa tertentu, sehingga
dapat dikatakan bahwa faktor sosial sebagai mayornya dan sastra sebagai
minornya. Pengertian lain mengatakan bahwa sosiologi sastra bergerak dari
faktor-faktor sosial yang terdapat di dalam karya sastra dan selanjutnya dipakai
untuk memahami fenomena sosial yang ada di luar teks sastra. Dari kedua
pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sosiologi sastra merupakan
suatu disiplin yag memandang teks sastra sebagai pencerminan dari realitas sosial
(Sangidu, 2004: 27-28).
c. Ruang Lingkup Pendekatan Sosiologi Sastra
Laurenson dan Singewood (1979:60) menjelaskan tiga aspek yang
melingkupi pendekatan sosiologi sastra, yaitu:
1) memandang karya sastra sebagai dokumen sosial yang merefleksikan keadaan
sosial pada masa karya diciptakan.
2) memandang sastra sebagai cermin keadaan sosial pengarangnya.
3) memandang sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan keadaan sosial
budaya.
17
Pemikiran serupa diungkapkan oleh Ian Watt (dalam Kurniawan, 2012:11)
yang menyebutkan tiga paradigma dalam pendekatan sosiologi sastra yaitu
sebagai berikut:
1) konteks sosial pengarang adalah hal ini berkaitan dengan posisi pengarang
tersebut dalam suatu masyarakat dan kaitannya dengan pembaca.
2) sastra sebagai cermin masyarakat adalah hal ini berkaitan dengan sejauh mana
sastra dapat mencerminkan keadaan masyarakat tertentu. Yang perlu diketahui
di sini adalah, cermin yang dimaksud di sini bukan berarti kehidupan
masyarakat dalam karya sastra sama dengan kehidupan nyata yang sebenarnya,
namun lebih kepada bagaimana karya sastra tersebut mampu merefleksikan
keadaan masyarakat tertentu.
3) fungsi sosial sastra adalah hal ini berkaitan dengan sejauh mana nilai sastra
berkaitan dengan nilai sosial dan sampai sejauh mana nilai sastra dipengaruhi
nilai sosial. Pada aspek ini, Kurniawan menjelaskan sastra yang dipengaruhi
oleh nilai sosial juga mampu mengajarkan nilai sosial yang baru pada
masyarakat. Dengan demikian sastra memiliki fungsi sosial, yaitu ikut berperan
dalam proses terjadinya perubahan sosial.
Mengacu pada uraian-uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam
pendekatan sosiologi sastra terdapat tiga paradigma yang saling berhubungan,
yaitu paradigma sosiologi yang meliputi pendekatan terhadap pengarang, karya
sastra, dan pembaca.Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pardigma Wellek
dan Warren untuk menjawab rumusan masalah penelitian.
18
1) Sosiologi Pengarang
Salah satu ruang lingkup sosiologi sastra adalah memandang karya sastra
sebagai hasil interaksi pengarang dengan masyarakat. Pengarang sebagai manusia
biasa dapat dilihat kemampuannya ketika ia menggabungkan dan menyeleksi
fakta sosial, di mana proses kreatif dianggap sebagai proses yang wajar
(Endraswara, 2011:149). Maka dapat dikatakan yang menjadi inti dari analisis
pengarang adalah memaknai pengarang sebagai bagian dari masyarakat yang telah
menciptakan karya sastra (Wellek dan Warren, 1990:115).Pemahaman terhadap
pengarangnya menjadi dasar utama dalam memahami kaitan sosial karya sastra
dengan masyarakat, tempat pengarang tinggal dan berinteraksi dan bermasyarakat.
Escarpit (2005:46-63) menyatakan untuk menempatkan pengarang dalam
masyarakat, hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari keterangan tentang
asal-usulnya (dalam hal ini adalah mencari tahu biografinya), kemudian
bagaimana pengarang dalam kesehariannya dan membiayai hidupnya (dilakukan
untuk menentukan jenis profesi pengarang), dan terakhir sejauh mana pengarang
menganggap bidang yang ia kerjakan adalah profesi nyata baginya. Hal yang
hampir serupa dicetuskan oleh Ian Watt (dalam Kurniawan. 2012:11) yang
menjelaskan dalam analisis sosial pengarang dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a) bagaimana pengarang mendapatkan pencahariannya;
b) sejauh mana pengarang menganggap pekerjaannya sebagai profesi; dan
c) masyarakat apa yang dituju oleh pengarang, karena hal ini menentukan bentuk
dan isi karya sastra. Melalui beberapa cara analisis yang diungkapkan di atas,
19
maka diharapkan akan dapat mengetahui cermin kejiwaan pengarang dalam
kaitannya dengan masyarakat.
2) Sosiologi Karya Sastra
Aspek selanjutnya yang melingkupi sosiologi sastra adalah sosiologi karya
sastra.Seperti yang telah dijelaskan melalui uraian sebelumnya, karya sastra
sebagai cermin masyarakat dianggap mampu untuk merefleksikan keadaan social
masyarakat pada periode tertentu pada saat karya sastra tersebut diciptakan.
Dengan kata lain, dalam karya sastra tersebut terdapat aspek sosial yang berkaitan
dengan keadaan sosial masyarakat di luarnya.
3) Sosiologi Pembaca
Resepsi atau tanggapan pembaca dapat diartikan sebagai pengolahan teks,
cara-cara pemberian makna terhadap karya, sehingga dapat memberikan respon
terhadapnya (Ratna, 2013:165).Respon yang ditekankan di sini adalah bagaimana
suatu karya diresepsi oleh pembaca dalam suatu periode tertentu.Tidak jauh
berbeda dengan Ratna, Endraswara (2011:118) juga menjelaskan bahwa resepsi
pembaca adalah kajian sastra yang tidak berpusat pada teks.Resepsi pembaca pada
dasarnya merupakan penyelidikan reaksi pembaca terhadap teks.Teori resepsi
bermakna bagaimana pembaca memberikan makna terhadap karya sastra yang
dibacanya sehingga dapat memberikan reaksi atau tanggapan terhadapnya.
Lebih jauh lagi Endraswara juga menjelaskan bahwa teks sastra diteliti
dalam kaitannya dengan pengaruh, yakni keberterimaan pembaca.Penelitian
resepsi sastra adalah telaah sastra yang berhubungan dengan keberterimaan teks
sastra.Pemikiran serupa diungkapkan oleh Jabrohim (2012:145) yang berpendapat
20
bahwa resepsi pembaca meneliti teks sastra dengan bertitik tolak pada pembaca
yang memberi reaksi atau tanggapan terhadap teks itu, di mana pembaca tersebut
merupakan variabel menurut ruang, waktu dan golongan sosialbudaya. Hal ini
berarti suatu karya sastra tidak akan sama pembacaan, pemahaman dan
penilaiannya sepanjang masa atau dalam seluruh golongan tertentu atau dengan
kata lain terdapat keberagaman interpretasi oleh pembaca. Jadi, melalui sosiologi
pembaca, kita dapat melihat berbagai sisi resepsi yang berkaitan dengan praktek
pembacaan karya sastra dari berbagai pembaca.Mengacu pada uraian di atas,
dapat disimpulkan resepsi pembaca dalam sastra merupakan kajian yang
memfokuskan diri pada hubungan antara teks dan pembaca, bagaimana pembaca
memberikan reaksi dan makna terhadapnya.
Di dalam sosiologi sastra, maka tanggapan pembaca memberikan
perhatian pada sifat hubungan dan saling mempengaruhi antara sastra dengan
masyarakat (Ratna, 2013:168).Secara sosiologi sastra, karya sastra tidak hadir
dalam kekosongan sosial-budaya.Karya sastra selalu berhubungan dengan
masyarakatnya, baik pada masyarakat penulisnya, masyarakat imajiner dalam
karya sastra yang bersangkutan, maupun masyarakat pembacanya. Tentu harus
disadari bahwa karya sastra harus mampu hadir dalam kehidupan bermasyarakat,
atau dengan kata lain mampu secara lebih aktif mewarnai setiap kehidupan
bermasyarakat bagi masyarakat pembacanya.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, oleh karena resepsi adalah proses
penciptaan makna, maka teks akan bermakna apabila dibaca oleh pembaca.
Seperti yang dikatakan oleh Adi (2011:175) bahwa makna tidak hadir karena
21
terdapat rangkaian makna yang sudah tersedia, tetapi makna hadir karena
pembaca.Peranan pembaca dalam lingkup resepsi sastra menempatkan pembaca
pada fungsi utama dan menempatkan penulis sebagai asal-usul karya
terabaikan.Hal ini dapat dipahami karena di dalam sebuah karya sastra,
pembacalah yang menikmati, menilai dan memanfaatkannya. Tipe-tipepembaca
menurut Segers (2000:47-51) dibagi menjadi tiga, yaitu:
a) pembaca idealyaitu pembaca yang keberadaannya tidak dapat dikatakan secara
objektif yakni pembaca yang merupakan sebuah konstruksi hipotesis yang
dibentuk oleh kritikus dalam proses interpretasi;
b) pembaca implisityaitu keseluruhan susunan indikasi tekstual yang
menginstruksikan cara pembaca riil membaca; dan
c) pembaca riil (real reader)yaitu pembaca yang dapat dikenali melalui reaksinya
yang terdokumentasi.
4. Nilai Moral
a. Pengertian Nilai Moral
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, moral berarti ajaran tentang baik
dan buruk dan kelakuan (akhlak, kewajiban dan sebagainya); Moralisasi uraian
(pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan yang baik.Moral atau
moralitas yaitu tata tertib tingkah laku yang dianggap baik dan luhur dalam suatu
lingkungan atau masyarakat.
Moral disebut juga kesusilaan ditulis kesusilaan merupakan keseluruhan
dari berbagai kaidah dan pengertian yang menentukan mana yang dianggap baik
22
dan mana yang dianggap durhaka dalam suatu golongan (masyarakat). Pada
hakekatnya tiap-tiap norma kesusilaan bersifat relatif.
Berdasarkan arti kata moral di atas dapat diambil kesimpulan bahwa moral
ialah tatanan atau ukuran yang mengatur tingkah laku, perbuatan dan kebiasaan
manusia yang dianggap baik dan buruk oleh masyarakat yang bersangkutan. Baik
dan buruk orang yang satu dengan yang lainnya ada kalanya tidak sama. Oleh
sebab itu masyarakat memberikan pedoman pokok tingkah laku, kebiasaan, dan
perbuatan yang telah disusun dan dianggap baik oleh seluruh anggota masyarakat
itu.
Bertens (2007: 18), mengatakan nilai merupakan sesuatu yang menarik
bagi kita, sesuatu yang kita cari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang
disukai dan diinginkan. Menurut Hans nilai adalah the addressee of a yes,
“sesuatu yang ditunjukkan dengan ya”. Pandangan ini menganggap bahwa nilai
adalah sesuatu yang ditunjukkan dengan “ya” atau nilai diharapkan untuk datang
dan diaminkan untuk bisa terkabulkan. Nilai mempunyai konotasi positif.
Sebaliknya, sesuatu yang kita jauhi, sesuatu yang membuat kita melarikan diri
seperti penderitaan, penyakit, atau kematian adalah lawan dari nilai.
Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2012: 320) menyatakan bahwa moral adalah
kelakuan yang sesuai ukuran (nilai-nilai) masyarakat yang timbul dari hati dan
bukan paksaan dari luar, yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas
kelakuan (tindakan) tersebut. Tindakan ini haruslah mendahulukan kepentingan
umum daripada kepentingan pribadi. Moral merupakan pengetahuan yang
menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Moral juga berarti ajaran yang
23
baik dan buruk perbuatan, dan kelakuan (akhlak). Moral dapat di pandang sebagai
salah satu wujud tema dalam bentuk yang sederhana, tetapi tidak semua tema
dalam bentuk ysng sederhana. Moral merupakan kemampuan seseorang
membedakan antara baik dan buruk.
Nurgiyantoro (2005:266), mengatakan bahwa dilihat dalam persoalan
kehidupan manusia, moral terbagi atas hubungan-hubungan tertentu yang terjadi
dalam kehidupan manusia. Hubungan-hubungan tersebut diantaranya adalah:
1. Hubungan manusia dengan diri sendiri
Manusia merupakan makhluk individu yang utuh yang terdiri atas jiwa dan
badan sehingga manusia memilki pendapat sendiri, mencintai diri sendiri, dan
menentukan mana baik-buruk untuknya. Akal yang dimilki manusia menimbang
dan menentukan baik buruknya suatu perbuatan, tindakan atau tingkah laku.
Kemudian tingkah laku tersebut yang membedakan dengan individu lainnya.
Perbedaan itu karena masing-masing individu mempunyai kepentingan,
kehidupan, minat dan bakat yang berbeda-beda. Gambaran mengenai nilai moral
yang menyangkut hubungan manusia dengan diri sendiri diantaranya yaitu:
1) Sabar
2) Tidak putus asa
3) Rajin
4) Rasa ingin tahu
5) Jujur
6) Pemberani
2. Hubungan manusia dengan sesama
24
Manusia memiliki kesadaran bahwa dirinya tidak hidup sendiri. Manusia
memilki ketergantungan kepada manusia lain. Hubungan manusia dengan sesama
merupakan sebuah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan suatu
kesadaran untuk saling tolong menolong. Dengan kesadaran ini membuat manusia
berlaku tidak egois serta memiliki rasa simpati dan empati pada orang lain.
Gambaran nilai moral yang menyangkut hubungan antara manusia dengan sesama
diantaranya yaitu:
1) Tolong menolong
2) Pemaaf
3) Berbakti kepada orang tua
4) Musyawarah
5) Kasih sayang
6) Peduli terhadap orang lain
7) Cinta damai
8) Menghormati tamu
9) Suka berbagi
3. Hubungan manusia dengan alam
Kehidupan manusia tidak terlepas dari alam karena manusia selalu hidup
dalam lingkungan alam, manusia harus dapat menjaga kelestariannya. Sikap dan
tindakan manusia hendaknya berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan dan
sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan
alam yang sudah terjadi. Gambaran nilai moral yang menyangkut hubungan
manusia dengan alam diantaranya yaitu:
25
1) Memanfaatkan hasil alam
2) Melestarikan hasil alam
4. Hubungan manusia dengan tuhan
Hubungan manusia dengan tuhan merupakan hubungan yang terjalin
antara manusia dengan penciptanya. Nilai yang berkaitan dengan hubungan
mausia dengan tuhan adalah nilai religius. Nilai religius merupakan pikiran,
perkataan, dan tindakan manusia yang didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan
ajaran agamanya. Hal ini berkaitan bagaimana manusia selalu menjalankan
perintahnya dan menjauhi larangannya. Gambaran nilai moral yang menyangkut
dengan hubungan manusia dengan tuhan adalah berdoa.
B. Kerangka Pikir
Karya sastra adalah salah satu karya seni yang menawarkan nilai moral
kepada pembacanya.Karya sastra lahir dari tangan pengarang yang hidup dan
berinteraksi di tengah-tengah lingkungan sosial budaya masyarakatnya. Karya
sastra tercipta dari dialog antara pengarang dan lingkungan sosial budaya
masyarakatnya melalui intelektualitas, pemikiran, dan emosi pengarang secara
subjektif dan evaluatif. Umar Yunus (1981: 84) mengatakan bahwa karya sastra
adalah sebuah mitos tentang norma-norma, ideologi, konvensi-konvensi, dan lain-
lain.
Cerita rakyat merupakan warisan budaya nasional yang masih memiliki
nilai-nilai yang patut dikembangkan dan dimanfaatkan untuk kehidupan masa kini
26
dan masa yang akan datang.MenurutDanandjaja yang mengutip pendapatBascom
(1997), cerita rakyat dapatdibagi menjadi tiga, yakni mite,legenda, dan dongeng.
Sosiologi sastra merupakan suatu pendekatan yang memperhitungkan nilai
penting berhubungan antara sastra dan masyarakat. Sastra dan masyarakat
dikatakan mempunyai suatu hubungan, hal tersebut berdasarkan pada: (1). Karya
sastra diciptakan oleh pengarang untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan
orang banyak, (2). Pengarang merupakan anggota suatu masyarakat yang terikat
oleh status sosial tertentu, (3). Bahasa yang digunakan dalam karya sastra adalah
bahasa yang ada dalam suatu masyarakat, jadi bahasa itu merupakan ciptaan
sosial, (4). Karya sastra mengungkapkan hal-hal yang dipikirkan oleh pengarang
dan pikiran-pikiran itu pantulan hubungan seseorang sebagai pengarang dengan
orang lain atau masyarakat (dalam Yudiono KS, 2000: 3).
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, moral berarti ajaran tentang baik
dan buruk dan kelakuan (akhlak, kewajiban dan sebagainya); Moralisasi uraian
(pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan yang baik.Moral atau
moralitas yaitu tata tertib tingkah laku yang dianggap baik dan luhur dalam suatu
lingkungan atau masyarakat.Nurgiantoro (2005:266), mengatakan bahwa dilihat
dalam persoalan kehidupan manusia, moral terbagi atas hubungan-hubungan
tertentu yang terjadi dalam kehidupan manusia. Hubungan-hubungan tersebut
antara lain: (1) nilai moral hubungan manusia dengan diri sendiri, (2) nilai moral
hubungan manusia dengan sesama, (3) nilai moral hubungan manusia dengan
alam, (4) nilai moral hubungan manusia dengan tuhan.
27
Gambar 2.1 : Bagan kerangka pikir
Karya Sastra
Cerita rakyat Wandiyudhiyu
Pengarang
i moral
Sosiologi sastra
Karya Pembaca
Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
Hubungan manusia dengan sesama
Hubungan manusia dengan alam
Hubungan manusia dengan tuhan
AnalisisTemuan
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JenisPenelitian
Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian deskriptif
kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalahmetodedeskriptif-
kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra, karena tujuan penelitian ini untuk
mendeskripsikan nilai moral yang terkandung dalam cerita rakyat Wandiyudhiyu
pada masyarakat Wangi-Wangi.
B. Definisi istilah
Untuk memberikan batasan pengertian terhadap istilah yang digunakan
dalam penelitian agar tidak timbul anggapan lain sebagai berikut:
1. Nilai moral adalah nilai yang menjadi standar baik atau buruk, yang mengatur
perilaku dan pilihan seseorang, dapat berasal dari pemerintah, masyarakat,
agama, atau diri sendiri.
2. Wandiyudhiyu merupakan cerita rakyat yang ada di Wakatobi khususnya di
Kecamatan Wangi-Wangi.
3. Sosiologi sastra merupakan suatu pendekatan yang memperhitungkan nilai
penting berhubungan antara sastra dan masyarakat.
29
C. Data dan Sumber Data
Setiap penelitian selalu mengupayakan pemerolehan data dan sumber data
yang sesuai, tepat, dan terpercaya. Berikut ini adalah data dan sumber data yang
digunakan dalam penelitian.
1. Data
Data dalam penelitian ini berupa tulisan dari cerita rakyat
Wandiyudhiyupada masyarakat Wangi-Wangi.Tulisan yang dimaksud adalah
cerita rakyat Wandiyudhiyuyang mencakup nilai-nilai yang meliputi nilai moral.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah informasi yang didapat dalam
data penelitian dan sumber data berupa teks dari cerita rakyat wandiyudhiyu itu
sendiri
.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri,
artinya peneliti sebagai pelaku dari seluruh penelitian. Peneliti sendiri yang
berperan dalam perencanaan dan pembuatan laporan hasil penelitiannya.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat bantu seperti pulpen,
buku tulis, telpon genggam, kartu data, dan laptop. Pupen, buku tulis, telpon
genggam, kartu data, dan laptop digunakan sebagai media untuk mencatat
informasi penting yang akan didapatkan pada cerita rakyat yang akan diteliti.
30
E. Teknik Pengumpulan Data
Langkah-langkah pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Teknik Membaca;
2. Teknik Mencatat.
F. Teknik Analisis data
Tahapan untuk menganalisis data cerita rakyat Wandiyudhiyu, akan
dilakukan seperti berikut:
1. Setelah peneliti membaca cerita rakyat Wandiyudhiyu kemudian peneliti
mencatat informasi yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini.
2. Penerjemahan data yaituberupa data ceritarakyatWandiyudhiyuyang
telahtersusundalambahasadaerahselanjutnyaditerjemahkankedalambahasa
Indonesia.Terjemahandilakukansecaraharfiahataubebasdenganmenyesuaikanart
idanpemahaman yang sesuaidengankaidahbahasa Indonesia.
3. Setelah dataditerjemahkan, selanjutnya data dapat ditentukan nilai-nilai yang
terkandung dalam cerita rakyat Wnadiyudhiyudengantujuan mengetahui nilai
moral yang terkandung dalam cerita rakyat Wandiyudhiyu pada masyarakat
Wangi-Wang.
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Deskripsi cerita rakyat Wandiyudhiyu
Sapaira-sapaira iso, Imolengo jamani ane ke sahuu wunua te anano totolu.
Te inano tengaano te Wandiyudhiyu. Te amano tekara jaano habuntu tepotarua,
temorouka, kenee wilaa mbeyaka tumatapu.Nomai-nomai mina dhi wilaa,
malingu miya dhi wunua nosiasae, maka amo nomangae bhisa tenimanga nu
ananomai. Pasi noheka sia-siasa kene nomangae sabhaane na nimanga, nowilamo
kua filaano. Ara nomelu na ananomai habuntu nowaae kua “bara dhimelu-melu”.
Pasi nomanga atawa noheka sia-siasa, notadha akoemo na wunua bara
keidhahanino satompa sapuria.
Molengo-molengo na mingkuno measoe, mbeakamo no iliie na bhelano
kene ananomai. Ara nowaliyako kua wunua dheimo sawali-sawali. Ara kua
nowaliyako tekarajaano habuntumo te pamurua. Malingu mia umangkae dhi laro
nuwunua akomo teisiasano.Tebhelano kee ananomai mbheyaka nopooli nopogau
dheimo nohedho-hedhoito laa ke no amala kua moori ako ane nobalie namingku
nu belano iso.
Molengo-molengo, totolue naananomai nodhahanimo tee laro. Sawakutuu
tee anano mbalikaka noemaemo kua inano “wa ina, ara teyamasu mbeyakamo
nomaliako kua wunua, teyikami kamangamo tepaira”. Norodhongo tepogau
nuanano wanaiso, mebheyaka nupoolii nasailarono nainano.Kebutii nuluuno
32
nobhalooe naanano kua “teyikita mbheyakamo tahumarapumpuu kua anamiyu,
sabhaane kita takumomingku akoane teimanga-manga akonto”.Teyikoo horoyiyae
naiyayiu, akoane kujari kutunga-tunga kita ako teeimanganto”, nabhalo nuinano.
Sawakutuu nowaliyako nainano mina dhi tungaa, nomaimo ketinungano.
Saratono dhi wunua, te ika dhimaino nohenunuemo ako teimanga nuananomai.
Mbheyakaho nomotaa sabhaane, dheimolaa noumba na amino mina diwila.
Malingu ika motaamo nomangae sabhaane. Wakutuu meayasoe te anano
mbalikaka numelu kua “wa ama, huuaku keiyaku nggalamo te kappa-kapalano”.
Habuntu nobhaloe teamano kua “ikomiyu anabhou bhara di kappa-kapala”.Teana
tongano nomelu uka “wa ama huuaku keiyaku nggalamo teiku-ikuno”.Nobhaloe
teamano kua “teyikomiu anabhou bhara dhi iku-iku”.Pasi nomangae sabaane
nanimanga, bhara kemiya dihuuno, mbeyaka nomele posanga notadha akoe
nuwunua.
Sailangeno uka, te Wandiyudhiyu nowilamo uka di tunga ako teimanga
nuananomai. Haaha tunggala oloyo nowila notunga, ahirino noombomo nakuru
dhi habhitino.Saombono nakuru dhi habitinino nowaaemo naanano mbalikaka kua
“mina meya-meyanaeyai jagae leyama naiyayiu, teiyaku taaka kumembali
ikamo”.Norodhongo tepogau nuinano wanaiso, sabaane naananomai nohedhoito
sagau-gauno.Pasi measoe, nowaaemo uka kua “ara sabhaane naorungusu
nobhukeemo tekuru, bawae naiyayiu kua mawi akoane kutitie di iwo, parantaeya
teiyaku kuambangamo teekaa dhi togomayi”.Pasi iso nuwilamo sawali kua mawi.
Sailangeno teanano kaipu nohedhoitoakomo temotindou.Teyikakano
nopusiakomo tehedhoyito nuiyayino.Sambeyaka kapoiakono, ahirino noawie
33
nayiyaino maka nowila nolaha teyinano di mawi. Ilaro nuwilaa nohenuntu te yoa,
noeloe nainano kene lagu kua,
Wa…yindo…yindo… yindo dhiyu…
Maa..yii su..su teiyandiku
Dhi..watu… meka torun.. toru
Dhi..bhata meka lonto-lonto.
Norodhongo telagu measoe, te Waiyindo-yindho dhiyu agori no kiyawa
kua moperaa numawi maka notitie naanano. Pasi meatu nowaaemo naanano
mbalikaka kua “mina meyanae kombitie leyama naiyayiu parantaeya teiyaku
mbeyakamo kujumari kutimitie, sabaane naorungusu apa kapalasu nobukeemo te
kuru”.Pasi nopogau wanaiso noonumo sawali kua mawi.Ahirino nowaliyako
naananomayi kebuthi-buthi nuluuno.Mina taka meyatu mbheyakamo nopawaa
kene anano.
Terjemahan cerita Wandiyudhiyu
Konon, dahulu kala ada satu rumah tangga yang memiliki tiga anak.Ibunya
bernama Wandiyudhiyu. Suami dari wandiyudhiyu ini tidak memilki pekerjaan
dan suaminya juga sering berjudi, suka minum minuman keras, pekerjaannya juga
hanya keluyuran ke sana kemari tidak menentu. Setiap dari bepergian, semua
orang di rumah dipukulinya.Tidak hanya itu, dia juga menghabiskan semua
makanan meskipun makanan itu adalah bagian anak-anaknya. Bila anak-anaknya
meminta kepadanya, ia hanya menjawab “jangan minta-minta”. Setelah ia
menyiksa seluruh orang di rumahnya, juga menghabiskan seluruh makanan yang
ada iapun pergi meninggalkan rumah tanpa pamit.
34
Tidak lama kemudian, karena perilakunya yang demikian itu, akhirnya dia
tidak lagi menghiraukan istri dan anak-anaknya.Ia juga sudah jarang pulang ke
rumah. Kendatipun ia sempat pulang, itupun tinggal sesekali. Kemudian, jika ia
sempat pulang, pekerjaannya hanya marah-marah. Semua anggota keluarga yang
menasehatinya pasti dipukuli atau disiksanya. Istri dan anak-anaknya tidak dapat
berkata apa-apa, kecuali menangis dan berdoa kepada allah agar suaminya sadar
akan tanggung jawabnya dalam rumah tangganya.
Hari berganti bulan, bulanpun berganti tahun, ketiga anaknya mulai
remaja.Pada suatu saat, anaknya yang sulung bertanya kepada ibunya. “wahai
ibunda, jika ayah kami tidak lagi mengingat kita atau tidak lagi pulang ke rumah,
apa yang dapat kami makan”?. Mendengar pertanyaan anaknya demikian,
Wandiyudhiyu hanya dapat meneteskan air mata. Diiringi genangan air matanya,
ia berkata pada anaknya “ kita semua tidak lagi dapat berharap banyak kepada
ayah kalian, kita semua harus dapat bekerja, meskipun itu hanya sebatas yang kita
bisa makan dan kamu sebagai anak sulung, kamu harus dapat menjaga adik-
adikmu agar ibu bisa mencari ikan dan kerang-kerangan, bila air laut surut” kata
Wandiyudhiyu.
Pada suatu hari, tatkala Wandiyudhiyu pulang dari mencari ikan dan
kerang-kerangan, ia membakar ikan dan memasak seluruh kerang-kerangan laut
yang didapatnya. Tetapi, sebelum seluruh ikan dan kerang yang dimasaknya
matang, tiba-tiba suaminya muncul ke rumah.Semua yang ada di depannya
dilahapnya sampai habis. Melihat ayahnya makan dengan lahapnya, si sulung
anaknya berkata, “ayah bisa aku minta ikannya, meskipun hanya kepalanya”!.
35
Mendengar anaknya meminta seperti itu, sang ayah berkata, “kalian anak-anak
jangan meminta kepala-kepala”. Lalu anaknya yang kedua berkata “ayah berilah
aku ikannya walaupun hanya ekor-ekornya”!.Ayahnya pun menjawab, “kalian
anak-anak jangan minta-minta”.Habis melahap seluruh makanan yang ada, tak
seorangpun diberinya.Ia pun pergi meninggalkan rumah tanpa pamit.
Keesokan harinya, Wandiyudhiyu berangkat lagi mencari ikan dan kerang
laut untuk menafkahi anak-anaknya.Hampir setiap hari pekerjaan itu
dilakukannya.Karena keseringan mencari ikan dan kerang-kerangan laut, tidak
lama kemudian, dibetisnya muncullah sisik. Melihat keadaan tubuhnya seperti itu,
ia berkata kepada anak sulungnya, “nak mulai sekarang, jagalah adikmu baik-baik
karena tidak lama lagi ibu akan berubah menjadi ikan”. Mendengar kata ibunya
seperti itu, semua anak-anaknya menangis sejadi-jadinya.Wandiyudhiyu
melanjutkan perkataanya, “jika seluruh bagian tubuh ibu sudah dipenuhi oleh
sisik, bawalah adikmu di laut agar ibu dapat menyusuinya.Jika seluruh tubuh ibu
telah dipenuhi dengan sisik, ibu tentu akan malu untuk muncul ke darat”.Usai
berkata demikian, Wandiyudhiyu pun turun kembali ke laut.
Esok harinya, si bungsu menangis karena haus.Si sulung menjadi
kebingungan mendengar tangisan adiknya. Mendengar tangisan adiknya seperti
itu, akhirnya ia menggendong adiknya menyusuri pantai untuk mencari ibunya di
laut. Ketiga anak Wandiyudhiyu berjalan menyusuri pantai sambil memanggil-
manggil ibunya dengan lagu.
Wa…yindo…yindo… yindo dhiyu…
Datanglah susui adikku
36
Di batu yang bentuknya seperti payung
Pada kayu hanyut yang terapung-apung.
Samar-samar jauh di dalam air Wandiyudhiyu mendengar lagu yang
dinyanyikan anak-anaknya. Ia segera berenang ke tempat yang agak dangkal, lalu
menghampiri ketiga anaknya. Digendongnya sibungsu lalu disusuinya. Usai
menyusui anak bungsunga, ia berkata pada anak sulungnya, “mulai saat ini,
jagalah adik-adikmu dengan baik karena ibu tidak bisa lagi menyusuinya. Semua
tubuh ibu mulai dari kaki sampai kepala sudah penuh dengan sisik”. Setelah
berkata kepada anak-anak seperti itu, ia pun kembali berenang ke laut. Akhirnya
anak-anaknya pulang bergelimang air mata dengan perasaan yang hampa tanpa
ibu.Sejak saat itu, mereka tidak pernah lagi bertemu dengan ibunya.
Setelah melakukan analisis terhadap cerita rakyat wandiyudhiyu, penulis
mencari data-data yang berkaitan dengan nilai moral, selanjutnya dilakukan
analisis sehingga mendapatkan hasil penelitian, dan kemudian dilakukan
pembahasan. Setelah itu Hasil penelitian dan pembahasan dipaparkan. Sesuai
dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam menganalisis cerita rakyat
wandiyudhiyu.
Pada saat peneliti menganalisis cerita wandiyudhiyu peneliti menemukan
nilai moral yang terkandung dalam cerita tersebut. Peneliti menemukan empat
nilai moral yang terdapat dalam cerita wandiyudhiyu diantaranya yaitu nilai moral
hubungan manusia dengan diri sendiri, nilai moral hubungan manusia dengan
sesama, nilai moral hubungan manusia dengan alam, dan nilai moral hubungan
37
manusia dengan tuhan. Kemudian peneliti memaparkan dalam bentuk tabel
diantaranya yaitu:
1. Nilai moral hubungan manusia dengan diri sendiri
No Nilai moral kutipan teksParagra
f
1 Tidak sabar Te amano tekara jaano habuntu tepotarua,
temorouka, kenee wilaa mbeyaka tumatapu.
Nomai-nomai mina dhi wilaa, malingu miya
dhi wunua nosiasae (Suami dari
wandiyudhiyu ini tidak memilki pekerjaan dan
suaminya juga sering berjudi, suka minum
minuman keras, pekerjaannya juga hanya
keluyuran ke sana kemari tidak menentu.
Setiap dari bepergian, semua orang di rumah
dipukulinya)
Pertama
2 Sabar Tebhelano kee ananomai mbheyaka nopooli
nopogau dheimo nohedho-hedhoito laa
norodha teura-urano
( Istri dan anak-anaknya tidak dapat berkata
apa-apa, kecuali menangis memikirkan nasib
rumah tangganya)
Kedua
3 Tidak putus asa teyikita mbheyakamo tahumarapumpuu kua
anamiyu, sabhaane kita takumomingku
Ketiga
38
akoane teimanga-manga akonto”. Teyikoo
horoyiyae naiyayiu, akoane kujari kutunga-
tunga kita ako teeimanganto ( kita semua
tidak lagi dapat berharap banyak kepada ayah
kalian, kita semua harus dapat bekerja,
meskipun itu hanya sebatas yang kita bisa
makan dan kamu sebagai anak sulung, harus
dapat menjaga adik-adikmu agar ibu bisa
mencari ikan dan kerang-kerangan, bila air
laut surut)
4 Tidak kerja
keras
jamani ane ke sahuu wunua te anano totolu.
Te inano tengaano te Wandiyudhiyu. Te
amano tekara jaano habuntu tepotarua,
temorouka, kenee wilaa mbeyaka tumatapu
(Suami dari wandiyudhiyu ini tidak memilki
pekerjaan dan suaminya juga sering berjudi,
suka minum minuman keras, pekerjaannya
juga hanya keluyuran ke sana kemari tidak
menentu)
Pertama
Sawakutuu nowaliyako nainano mina dhi
tungaa, nomaimo ketinungano. Saratono dhi
wunua, te ika dhimaino nohenunuemo ako
keempat
39
teimanga nuananomai. Mbheyakaho nomotaa
sabhaane, dheimolaa noumba na amino mina
diwila. Malingu ika motaamo nomangae
sabhaane (Pada suatu hari, tatkala
Wandiyudhiyu pulang dari mencari ikan dan
kerang-kerangan, ia membakar ikan dan
memasak seluruh kerang-kerangan laut yang
didapatnya. Tetapi, sebelum seluruh ikan dan
kerang yang dimasaknya matang, tiba-tiba
suaminya muncul ke rumah. Semua yang ada
di depannya dilahapnya sampai habis)
2. Nilai moral hubungan manusia dengan sesama
No Nilai moral Kutipan teks Paragraf
1 Kasih sayang te Wandiyudhiyu nowilamo uka di tunga ako
teimanga nuananomai. Haaha tunggala oloyo
nowila notunga (Wandiyudhiyu berangkat
lagi mencari ikan dan kerang laut untuk
menafkahi anak-anaknya. Hampir setiap hari
pekerjaan itu dilakukannya)
Kelima
Norodhongo telagu measoe, te Waiyindo-
yindho dhiyu agori no kiyawa kua moperaa
numawi maka notitie naanano (Samar-samar
Ketujuh
40
jauh di dalam air Wandiyudhiyu mendengar
lagu yang dinyanyikan anak-anaknya. Ia
segera berenang ke tempat yang agak
dangkal, lalu menghampiri ketiga anaknya.
Digendongnya sibungsu lalu disusuinya)
2 Tidak suka
memberi
Pasi noheka sia-siasa kene nomangae
sabhaane na nimanga, nowilamo kua filaano.
Ara nomelu na ananomai habuntu nowaae
kua “bara dhimelu-melu” (dia juga
menghabiskan semua makanan meskipun
makanan itu adalah bagian anak-anaknya.
Bila anak-anaknya meminta kepadanya, ia
hanya menjawab “jangan minta-minta)
Pertama
3 Tidak peduli
dengan orang
lain
Te amano tekara jaano habuntu tepotarua,
temorouka, kenee wilaa mbeyaka tumatapu.
Nomai-nomai mina dhi wilaa, malingu miya
dhi wunua nosiasae, maka amo nomangae
bhisa tenimanga nu ananomai. Pasi noheka
sia-siasa kene nomangae sabhaane na
nimanga, nowilamo kua filaano. Ara nomelu
na ananomai habuntu nowaae kua “bara
dhimelu-melu”. Pasi nomanga atawa noheka
sia-siasa, notadha akoemo na wunua bara
Pertama
41
keidhahanino satompa sapuria (Suami dari
wandiyudhiyu ini tidak memilki pekerjaan
dan suaminya juga sering berjudi, suka
minum minuman keras, pekerjaannya juga
hanya keluyuran ke sana kemari tidak
menentu. Setiap dari bepergian, semua orang
di rumah dipukulinya. Tidak hanya itu, dia
juga menghabiskan semua makanan
meskipun makanan itu adalah bagian anak-
anaknya. Bila anak-anaknya meminta
kepadanya, ia hanya menjawab “jangan
minta-minta”. Setelah ia menyiksa seluruh
orang di rumahnya, juga menghabiskan
seluruh makanan yang ada iapun pergi
meninggalkan rumah tanpa pamit.
42
3. Nilai moral hubungan manusia dengan alam
No Nilai moral Kutipan teks Paragraf
1 Memanfaatkan
hasil alam
Teyikoo horoyiyae naiyayiu, akoane kujari
kutunga-tunga kita ako teeimanganto (kamu
harus dapat menjaga adik-adikmu agar ibu
bisa mencari ikan dan kerang-kerangan, bila
air laut surut)
Ketiga
4. Nilai moral hubungan manusia dengan tuhan
No Nilai moral Kutipan teks Paragraf
1 Berdoa kepada
tuhan
dheimo nohedho-hedhoito laa ke no amala
kua moori ako ane nobalie namingku nu
belano iso (kecuali menangis dan berdoa
kepada allah agar suaminya sadar akan
tanggung jawabnya dalam rumah tangganya.
Ketiga
B. Pembahasan Penelitian
Dalam kamus bahasa indonesia, moral berarti ajaran tentang baik dan
buruk (akhlak, kewajiban, dan sebagainya); moralisasi uraian (pandangan, ajaran)
tentang perbuatan dan kelakuan yang baik. Moral atau moralisasi yaitu tata tertib
tingkah laku yang dianggap baik dan luhur dalam lingkungan atau masyarakat.
Nurgiyantoro (2005:266), mengatakan bahwa dilihat dari kehidupan manusia,
moral terbagi atas hubungan-hubungan tertentu yang terjadi dalam kehidupan
manusia. Hubungan-hubungan tersebut diantaranya adalah nilai moral hubungan
43
manusia dengan diri sendiri yang meliputi sabar, tidak putus asa, rajin, rasa ingin
tahu, jujur, pemberani. nilai moral hubungan manusia dengan sesama meliputi
tolong menolong, pemaaf, berbakti kepada orang tua, musyawarah, kasih sayang,
peduli terhadap orang lain, cinta damai, menghormati tamu, suka berbagi. nilai
moral hubugan manusia dengan alam meliputi pemanfaatan hasil alam, dan
melestarikan hasil alam, dan nilai moral hubungan manusia dengan tuhan yang
meliput ketika manusia berdoa kepada sang pencipta.
1. Nilai moral dalam cerita rakyat Wandiyudhiyu
a. Nilai moral hubungan manusia dengan diri sendiri
No Nilai moral kutipan teks Paragraf
1 Tidak sabar Te amano tekara jaano habuntu tepotarua,
temorouka, kenee wilaa mbeyaka tumatapu.
Nomai-nomai mina dhi wilaa, malingu miya
dhi wunua nosiasae (Suami dari
wandiyudhiyu ini tidak memilki pekerjaan dan
suaminya juga sering berjudi, suka minum
minuman keras, pekerjaannya juga hanya
keluyuran ke sana kemari tidak menentu.
Setiap dari bepergian, semua orang di rumah
dipukulinya)
Pertama
2 Sabar Tebhelano kee ananomai mbheyaka nopooli
nopogau dheimo nohedho-hedhoito laa
kedua
44
norodha teura-urano
( Istri dan anak-anaknya tidak dapat berkata
apa-apa, mereka hanya menangis memikirkan
nasib rumah tangganya)
3 Tidak putus asa teyikita mbheyakamo tahumarapumpuu kua
anamiyu, sabhaane kita takumomingku
akoane teimanga-manga akonto”. Teyikoo
horoyiyae naiyayiu, akoane kujari kutunga-
tunga kita ako teeimanganto ( kita semua
tidak lagi dapat berharap banyak kepada ayah
kalian, kita semua harus dapat bekerja,
meskipun itu hanya sebatas yang kita bisa
makan dan kamu sebagai anak sulung, harus
dapat menjaga adik-adikmu agar ibu bisa
mencari ikan dan kerang-kerangan, bila air
laut surut)
Ketiga
4 Tidak kerja
keras
jamani ane ke sahuu wunua te anano totolu.
Te inano tengaano te Wandiyudhiyu. Te
amano tekara jaano habuntu tepotarua,
temorouka, kenee wilaa mbeyaka tumatapu
(Suami dari wandiyudhiyu ini tidak memilki
pekerjaan dan suaminya juga sering berjudi,
suka minum minuman keras, pekerjaannya
pertama
45
juga hanya keluyuran ke sana kemari tidak
menentu)
Sawakutuu nowaliyako nainano mina dhi
tungaa, nomaimo ketinungano. Saratono dhi
wunua, te ika dhimaino nohenunuemo ako
teimanga nuananomai. Mbheyakaho nomotaa
sabhaane, dheimolaa noumba na amino mina
diwila. Malingu ika motaamo nomangae
sabhaane (Pada suatu hari, tatkala
Wandiyudhiyu pulang dari mencari ikan dan
kerang-kerangan, ia membakar ikan dan
memasak seluruh kerang-kerangan laut yang
didapatnya. Tetapi, sebelum seluruh ikan dan
kerang yang dimasaknya matang, tiba-tiba
suaminya muncul ke rumah. Semua yang ada
di depannya dilahapnya sampai habis)
Keempat
Tidak sabar merupakan sikap yang tidak bisa menahan amarah, emosi,
perilaku yang tergesa-gesa dan perilaku yang cepat mengeluh. Nilai tidak sabar
dapat dilihat dalam cerita wandiyudhiyu pada kutipan berikut:
“Te amano tekara jaano habuntu tepotarua, temorouka, kenee wilaa
mbeyaka tumatapu. Nomai-nomai mina dhi wilaa, malingu miya dhi wunua
nosiasae (Suami dari wandiyudhiyu ini tidak memilki pekerjaan dan
46
suaminya juga sering berjudi, suka minum minuman keras, pekerjaannya
juga hanya keluyuran ke sana kemari tidak menentu. Setiap dari bepergian,
semua orang di rumah dipukulinya)”
Dari kutipan diatas penulis berpendapat bahwa suami dari
wandiyudhiyutidak sabar karena dilihat dari sikap suami wandiyudhiyu yang
sering memukuli istri dan anak-anaknya tanpa sebab yang jelas.
Sabar adalah suatu sikap menahan emosi dan keinginan, serta bertahan
dalam situasi sulit dengan tidak mengeluh. Nilai sabar dapat dilihat pada cerita
wandiyudhiyu pada kutipan berikut:
“Tebhelano kee ananomai mbheyaka nopooli nopogau dheimo nohedho-
hedhoito laa ke no amala kua moori ako ane nobalie namingku nu belano iso
(Istri dan anak-anaknya tidak dapat berkata apa-apa, kecuali menangis dan
berdoa kepada allah agar suaminya sadar akan tanggung jawab dalam rumah
tangganya)”
Dari kutipan diatas penulis berpendapat bahwa wandiyudhiyu dan anak-
anaknya sabar karena dilihat dari sikap mereka yang tidak mengeluh akan situasi
yang mereka hadapi didalam rumahnya.
Tidak putus asa adalah suatu sikap yang tidak gampang menyerah atas
apa yang dialami. Nilai putus asa ini dapat dilihat pada cerita rakyat wandiyudhiyu
pada kutipan berikut:
“teyikita mbheyakamo tahumarapumpuu kua anamiyu, sabhaane kita
takumomingku akoane teimanga-manga akonto”. Teyikoo horoyiyae
naiyayiu, akoane kujari kutunga-tunga kita ako teeimanganto ( kita semua
47
tidak lagi dapat berharap banyak kepada ayah kalian, kita semua harus dapat
bekerja, meskipun itu hanya sebatas yang kita bisa makan dan kamu sebagai
anak sulung, harus dapat menjaga adik-adikmu agar ibu bisa mencari ikan
dan kerang-kerangan, bila air laut surut)”
Dari kutipan diatas menurut penulis wandiyudhiyu memilki sikap yang
tidak gampang menyerah meskipun dia tahu kalau suaminya tidak bertanggung
jawab dalam menafkahi dirinya dan anak-anaknya sehingga wandiyudhiyu harus
mencari nafkah untuk anak-anaknya.
Tidak kerja keras adalah suatu sikap pemalas seseorang yang akan
membuat dirinya nyaman ketika tidak melakukan sesuatu atau lebih menyukai
memakan atau mengambil hasil keringat orang lain tanpa ia bekerja sendiri. nilai
ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
“jamani ane ke sahuu wunua te anano totolu. Te inano tengaano
teWandiyudhiyu. Te amano tekara jaano habuntu tepotarua, temorouka,
kenee wilaa mbeyaka tumatapu (Suami dari wandiyudhiyu ini tidak memilki
pekerjaan dan suaminya juga sering berjudi, suka minum minuman keras,
pekerjaannya juga hanya keluyuran ke sana kemari tidak menentu)”
Dari kutipan diatas tergambar jelas bahwa suami dari wandiyudhiyu tidak
memilki sikap kerja keras karena suaminya lebih menyukai aktivitas di luar rumah
tanpa ada tujuan yang pasti dan suami dari wandiyudhiyu lebih senang berjudi,
meminum minuman keras tanpa memilkirkan keperluan anak dan istrinya.
Berdasarkan nilai moral hubungan manusia dengan diri sendiri pada
kutipan cerita wandiyudhiyu. Suami dari wandiyudhiyu tidak memilki rasa cinta
48
terhadap dirinya sendiri karena tidak dapat menimbang dan menentukan baik dan
buruk untuk dirinya sendiri.
b. Nilai moral hubungan manusia dengan sesama
No Nilai moral Kutipan teks Paragraf
1 Kasih sayang te Wandiyudhiyu nowilamo uka di tunga ako
teimanga nuananomai. Haaha tunggala oloyo
nowila notunga (Wandiyudhiyu berangkat
lagi mencari ikan dan kerang laut untuk
menafkahi anak-anaknya. Hampir setiap hari
pekerjaan itu dilakukannya)
Kelima
Norodhongo telagu measoe, te Waiyindo-
yindho dhiyu agori no kiyawa kua moperaa
numawi maka notitie naanano (Samar-samar
jauh di dalam air Wandiyudhiyu mendengar
lagu yang dinyanyikan anak-anaknya. Ia
segera berenang ke tempat yang agak
dangkal, lalu menghampiri ketiga anaknya.
Digendongnya sibungsu lalu disusuinya)
Ketujuh
2 Tidak suka
memberi
Pasi noheka sia-siasa kene nomangae
sabhaane na nimanga, nowilamo kua filaano.
Ara nomelu na ananomai habuntu nowaae
kua “bara dhimelu-melu” (dia juga
menghabiskan semua makanan meskipun
pertama
49
makanan itu adalah bagian anak-anaknya.
Bila anak-anaknya meminta kepadanya, ia
hanya menjawab “jangan minta-minta)
3 Tidak peduli
dengan orang
lain
Te amano tekara jaano habuntu tepotarua,
temorouka, kenee wilaa mbeyaka tumatapu.
Nomai-nomai mina dhi wilaa, malingu miya
dhi wunua nosiasae, maka amo nomangae
bhisa tenimanga nu ananomai. Pasi noheka
sia-siasa kene nomangae sabhaane na
nimanga, nowilamo kua filaano. Ara nomelu
na ananomai habuntu nowaae kua “bara
dhimelu-melu”. Pasi nomanga atawa noheka
sia-siasa, notadha akoemo na wunua bara
keidhahanino satompa sapuria (Suami dari
wandiyudhiyu ini tidak memilki pekerjaan
dan suaminya juga sering berjudi, suka
minum minuman keras, pekerjaannya juga
hanya keluyuran ke sana kemari tidak
menentu. Setiap dari bepergian, semua orang
di rumah dipukulinya. Tidak hanya itu, dia
juga menghabiskan semua makanan
meskipun makanan itu adalah bagian anak-
anaknya. Bila anak-anaknya meminta
pertama
50
kepadanya, ia hanya menjawab “jangan
minta-minta”. Setelah ia menyiksa seluruh
orang di rumahnya, juga menghabiskan
seluruh makanan yang ada iapun pergi
meninggalkan rumah tanpa pamit.
Kasih sayang adalah suatu perilaku baik kepada orang yang disayangi
baik didalam keluarga maupun orang-orang yang ada dilingkungan sekitar. Nilai
kasih sayang ini dapat dilihat dari kutipan cerita wandiyudhiyu berikut:
“te Wandiyudhiyu nowilamo uka di tunga ako teimanga nuananomai. Haaha
tunggala oloyo nowila notunga (Wandiyudhiyu berangkat lagi mencari ikan
dan kerang laut untuk menafkahi anak-anaknya. Hampir setiap hari
pekerjaan itu dilakukannya)”
Dari kutipan diatas penulis berpendapat bahwa nilai kasih sayang
wandiydhiyupada anak-anaknya lebih besar karena harus mencari nafkah untuk
anak-anaknya dan sekaligus menggantikan peran suaminya yang tidak memilki
pekerjaan.
Tidak suka memberi adalah sautu sikap kikir/pelit seseorang yang tidak
patut di ikuti. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kutipan cerita wandiyudhiyu
sebagai berikut:
“Pasi noheka sia-siasa kene nomangae sabhaane na nimanga, nowilamo kua
filaano. Ara nomelu na ananomai habuntu nowaae kua “bara dhimelu-melu”
(dia juga menghabiskan semua makanan meskipun makanan itu adalah
51
bagian anak-anaknya. Bila anak-anaknya meminta kepadanya, ia hanya
menjawab “jangan minta-minta)”
Pada kutipan diatas peneliti berpendapat bahwa suami dari wandiyudhiyu
tidak memiliki nilai moral yang berkaitan dengan nilai memberi karena dia
menghabiskan makanan tanpa memikirkan anak dan istrinya yang belum makan
dandisaat anan-anaknya meminta makanan padanya dia tidak memberi sedikitpun.
Tidak peduli dengan orang lain adalah suatu sikap acuh tak acuh pada
orang-orang yang ada disekitarnya. lebih jelasnya dilihat pada kutipan cerita
wandiyudhiyu sebagai berikut:
“Te amano tekara jaano habuntu tepotarua, temorouka, kenee wilaa
mbeyaka tumatapu. Nomai-nomai mina dhi wilaa, malingu miya dhi wunua
nosiasae, maka amo nomangae bhisa tenimanga nu ananomai. Pasi noheka
sia-siasa kene nomangae sabhaane na nimanga, nowilamo kua filaano. Ara
nomelu na ananomai habuntu nowaae kua “bara dhimelu-melu”. Pasi
nomanga atawa noheka sia-siasa, notadha akoemo na wunua bara
keidhahanino satompa sapuria (Suami dari wandiyudhiyu ini tidak memilki
pekerjaan dan suaminya juga sering berjudi, suka minum minuman keras,
pekerjaannya juga hanya keluyuran ke sana kemari tidak menentu. Setiap
dari bepergian, semua orang di rumah dipukulinya.Tidak hanya itu, dia juga
menghabiskan semua makanan meskipun makanan itu adalah bagian anak-
anaknya. Bila anak-anaknya meminta kepadanya, ia hanya menjawab
“jangan minta-minta”. Setelah ia menyiksa seluruh orang di rumahnya, juga
52
menghabiskan seluruh makanan yang ada iapun pergi meninggalkan rumah
tanpa pamit”
Pada kutipan diatas penulis berpendapat bahwa suami dari wandiyudhiyu
tidak memilki nilai moral peduli dengan orang lain karena suaminya tidak sadar
bahwa kebutuhan anak dan istrinya tidak pernah ia penuhi dan suami dari
wandiyudhiyu bahkan berani memukul anak dan istrinya tanpa sebab.
Berdasarkan dari nilai moral hubungan manusia dengan sesama pada cerita
ini penulis menemukan tiga nilai hubungan manusia dengan sesama seperti nilai
kasih sayang, nilai tidak suka memberi, dan nilai tidak peduli dengan orang lain.
c. Nilai moral hubungan manusia dengan alam
No Nilai moral Kutipan teks Paragraf
1 Memanfaatkan
hasil alam
Teyikoo horoyiyae naiyayiu, akoane kujari
kutunga-tunga kita ako teeimanganto (kamu
harus dapat menjaga adik-adikmu agar ibu
bisa mencari ikan dan kerang-kerangan, bila
air laut surut)
Ketiga
Memanfaatkan hasil alam adalah suatu sikap yang mampu
memanfaatkan segala sesuatu yang berasal dari alam untuk memenuhi
kebutuhannya. Berikut kutipan cerita wandiyudhiyu:
“Teyikoo horoyiyae naiyayiu, akoane kujari kutunga-tunga kita ako
teeimanganto (kamu harus dapat menjaga adik-adikmu agar ibu bisa
mencari ikan dan kerang-kerangan, bila air laut surut)”
53
Pada kutipan diatas menggambarkan dengan jelas bahwa wandiyudhiyu
mampu memanfaatkan hasil alam untuk kebutuhan keluarganya. Pada kutipan ini
juga menggambarkan perjuangan wandiyudhiyu untuk mencari nafkah untuk
anak-anaknya dilaut.
d. Nilai moral hubungan manusia dengan tuhan
No Nilai moral Kutipan teks Paragraf
1 Berdoa kepada
tuhan
dheimo nohedho-hedhoito laa ke no amala
kua moori ako ane nobalie namingku nu
belano iso (kecuali menangis dan berdoa
kepada allah agar suaminya sadar akan
tanggung jawabnya dalam rumah tangganya.
Ketiga
Berdoa kepada tuhan adalah suatu sikap seorang umat untuk meminta
ampun dan memohon kepada sang pencipta agar. Nilai berdoa kepada tuhan dapat
dilihat dikutipan berikut:
“dheimo nohedho-hedhoito laa ke no amala kua moori ako ane nobalie
namingku nu belano iso (kecuali menangis dan berdoa kepada allah agar
suaminya sadar akan tanggung jawabnya dalam rumah tangganya.”
Pada kutipan diatas menjelaskan bahwa wandiyudhiyu sedang berdoa
kepada tuhan agar suaminya diberi kesadaran akan tanggung jawab dalam rumah
tangganya.
55
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Karya sastra adalah salah satu karya seni yang menawarkan nilai moral
kepada pembacanya. Karya sastra juga lahir dari tangan pengarang yang hidup
dan berinteraksi di tengah-tengah lingkungan sosial budaya masyarakatnya.
Sedangkan Cerita rakya adalah salah satu folklore yang paling banyak diteliti.
Seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia, di kalangan masyarakat Wangi-
Wangi juga banyak ditemui jenis cerita rakyat. Salah satu cerita rakyat tersebut
“Wandiyudhiyu”.Wandiyudhiyu merupakan salah satu bentuk kesusatraan lama
yang mempunyai tatanan nilai dan isi yang bermutu. Nilai moral adalah sesuatu
yang diyakini tentang baik, buruk, benar, salah dan juga manfaat yang digunakan
sebagai pedoman dalam bertingkah laku dalam kehidupan manusia. Nilai moral
dapat dikelompokkan kedalam persoalan kehidupan manusia yang terjalin dalam
hubungan-hubungan tertentu yaitu tentang nilai moral hubungan manusia dengan
diri sendiri yang meliputi: sabar, tidak putus asa, rajin, rasa ingi tahu, jujur, dan
pemberani. Nilai moral hubungan manusia dengan sesame meliputi: tolong
menolong, pemaaf, berbakti kepada orang tua, musyawarah, kasih sayang, peduli
terhadap orang lain, cinta damai, menghormati tamu, dan suka berbagi. Nilai
moral hubungan manusia dengan alam meliputi: memanfaatkan hasil alam, dan
melestarikan hasil alam. Nilai moral hubungan manusia dengan tuhan meliputi:
berdoa.
56
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penulis dapat menemukan
keempat golongan nilai moral tersebut pada cerita rakyat wandiyudhiyu yang ada
di Wakatobi.
B. Saran
Berdasarkan penelitian mengenai nilai moral dalam cerita rakyat
Wandiyudhiyu yang dilakukan peneliti, maka peneliti ingin mengemukakan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Kepada pemerintah khususnya di Wakatobi agar lebih memerhatikan dan
melestarikan cerita rakyat.
2. Kepada para orang tua agar sering memperdengarkan cerita rakyat kepada
anak-anaknya karena pada setiap cerita rakyat pasti memilki nilai.
3. Kepada peneliti selanjutnya agar penelitian ini dijadikan sebagai referensi
ketika ingin melakukan penelitian.
4. Kepada mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, sebaiknya penelitian
ini dijadikan sebagai bahan untuk menambah ilmu tentang nilai moral yang ada
dalam cerita rakyat.
5. Kepada para pembaca agar mengetahui nilai-nilai yang terkangung dalam
cerita rakyat.
57
DAFTAR PUSTAKA
Aisah, Susianti. 2015. Nilai-Nilai Sosial Yang Terkandung Dalam Cerita Rakyat“Ence Sulaiman” Pada Masyarakat Tomia.(Jurnal), diakses 10 Januari2019.
Ardeno, Kurniawan. 2012. Audit Internal Nilai Tambah bagi Organisasi.EdisiPertama. Yogyakarta: BPFE.
Bertens, K. 2007. Etika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Damono, Sapardi Joko. 2011. Sosiologi Sastra: Sebuah PengantarRingkas.Jakarta: Gramedia.
Danandjaja, James. 1986. Folklor Indonesia Ilmu Gosip, Dongeng, Dan LainLain. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Endraswara, Suwardi. 2009. Metodologi Penelitian Folklor. Yogyakarta:Medpress.
Escarpit, Robert. 2005. Sosiologi Sastra. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Faruk. 1999. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gusal, La Ode. 2015. Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Cerita Rakyat SulawesiTenggara Karya La Ode Sidu.(Jurnal), diakses 11 Januari 2019.
http://purnamaward.blogspot.com/2011/09/budaya-tula-tula-masyarakat-wakatobi.htm diakses tanggal 1 april 2019.
Hutomo, Suripan Sadi. 1991. Pengantar Studi Sastra Lisan. Surabaya: HISKIKomisariat Jawa Timur.
Karim, Jafar. 2015. Wacana Otoritarian Ayah pada Anak dalamCeritaWandiyudhiyu di Kecamatan Lakudo, Buton, Sulawesi Tenggara.(Jurnal), diakses 11Jnuari 2019.
Kuntowijoyo. 1999. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Jogjakarta: Gajah MadaUniversity Press.
58
Purwanto, Andi. 2014. Analisis Isi dan Fungsi Cerita Prosa Rakyat diKanagarian Koto Besar, Kab. Dharmasraya.(Online),) diakses 10 Januari2019.
Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: BalaiPustaka.
Ratna. 2014. Kearifan Lokal dalam Cerita Rakyat Wolio pada MasyarakatButon.(Jurnal), diakses 11 Januari 2019.
Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: PustakaPelajar.
Segers, Rient. T. 2000. Evaluasi Teks Sastra. Terjemahan Suminto A. Sayuti.Yogyakarta: Adicita Karya Nusantara.
Swingewood, Alan. 1979. “Theory”. Dalam Diana LaurensonandAlanSwingewood.The Sociology of Literature. London: Paladin.
Teeuw, A. 1980.Tergantung pada Kata.Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.
,1984. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra.Jakarta: Pustaka Jaya.
Warren,Wellek. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Yunus, Umar. 1981. Mitos dan Komunikasi. Jakarta: Sinar Harapan.
Yus, Rusyana.1975.CeritaRakyatNusantara.Bandung: FKIP.