model-model pembaharuan pendidikan islam jefri …
TRANSCRIPT
Jurnal MUQADDIMAH, Vol. 14 No. 3, September – Desember 2018 | 21
ISSN 1858-3776
MODEL-MODEL PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM
Jefri Kurniawan Universitas Ibnu Chaldun Jakarta
Surel: [email protected]
Abstrak
Berbagai macam model pembaharuan pendidikan Islam yang terus
diupayakan adalah untuk membangun paradigma pendidikan Islam dalam
mengikis kesan dikhotomis terhadap ilmu pengetahuan serta dalam upaya
menghadapi perkembangan perubahan zaman dan menjawab persoalan-
persoalan yang dihadapi pada era modern, post modern, dan era
kontemporer untuk menuju masyarakat madani. Hal ini sesuai dengan
ungkapan Karel Steenbrink yang menyatakan bahwa pembaharuan
model-model pendidikan Islam menjadi modal dalam upaya
mengintegrasikan ilmu pengetahuan yang akan mampu menjawab
pandangan dikhotomis terhadap lembaga pendidikan Islam yang
berkembang selama ini. Metodologi dalam penulisan makalah ini adalah
metodologi library research.
Kata Kunci : Model, Pembaharuan, Pendidikan Islam, Ilmu Pengetahuan,
Agama, Teknolog
A. Pendahuluan
Sesungguhnya
pendidikan Islam telah tumbuh
dan berkembang selaras dengan
adanya peristiwa dakwah Islam
yang telah dilakukan sejak masa
Nabi Muhammad SAW1. Sejalan
dengan upaya pembaharuan
pendidikan yang dialaksanakan
secara berkesinambungan dan
terus menerus pasca masa Nabi,
corak dan karakteristik
pendidikan Islam terus
1 Islamic Occasion, “Prophet
Muhammad and Education” Online
Article about Importance Education
berkembang dengan memiliki
ciri khas masing-masing,
sehingga perubahan dan
pembaharuan terus dialami oleh
pendidikan Islam sepanjang
perjalanannya hingga saat ini dan
akan terus mengalami
pembaharuan sesuai dengan
tuntutan zaman. Hal ini
bermakna bahwa aadanya upaya
pembaharuan pendidikan Islam
sesungguhnya benar-benar jelas
in Islam” (February 2010)
http://www.ezsoftech.com/stories/pr
ophet.muhammad1.asp (diakses
pada tanggal 12 desember 2014).
Jurnal MUQADDIMAH, Vol. 14 No. 3, September – Desember 2018 | 22
ISSN 1858-3776
telah terjadi dan tampak secara
alami dalam pendidikan Islam2.
Lima fase periodisasi
pendidikan Islam sedikitnya bisa
menjadi acuan dalam memahami
dan menjelaskan pembaharuan
pendidikan Islam secara periodik.
Pertama, fase pendidikan Islam
yang terjadi di awal kenabian
Nabi Muhammad SAW, fase ini
disebut dengan fase pembinaan
pendidikan islam. Kedua, fase
pendidikan Islam yang terjadi
pada masa Nabi Muhammad
SAW dan masa
Khulafaurrasyidin, masa ini
disebut dengan fase pertumbuhan
dan perkembangan pendidikan
Islam. Ketiga, fase pendidikan
Islam yang terjadi terbagi ke
dalam dua pola pemikiran yang
berbeda. Pola pertama adalah
pola pemikiran tradisional bisa
disebut juga pola pemikiran
sufistik yang secara garis besar
lebih banyak mendasarkan
pemikirannya pada kekuatan
wahyu. Pola kedua, adalah pola
pemikiran yang lebih banyak
didominasi oleh akal pikiran dan
empiristik yang biasa disebut
dengan pola pemikiran rasional.
Kedua pola inilah yang menjadi
faktor lain timbulnya masa
2 Gazpo, “Education in Islamic
History” Online Article about Lost
Islamic History (December 2014)
http://lostislamichistory.com/educat
ion/ (diakses pada tanggal 12
Desember 2014).
krejayaan Islam. Fase ini
digolongkan terhadap fase
kejayaan pendidikan Islam.
Masa kejayaan pendidikan Islam
ini terjadi pada masa
pemerintahan daulat Bani
Umayyah dan daulat Bani
Abbasiyah. Keempat, masa
dimana kondisi umat Islam pada
saat itu lebih banyak bertumpu
pada cara berfikir tradisionalis
atau cara berfikir sufistik dan
perlahan mulai meninggalkan
cara berfikir yang
mengedepankan akal serta
empiristik yang dikenal dengan
cara berfikir rasionalis. Cara
berfikir rasionalis pada masa ini
banyak digunakan oleh
masyarakat barat. Kondisi seperti
ini terjadi pasca kehancuran
Bagdad dan Granada sebagai
centra-centra pendidikan dan
kebudayaan Islam ke tangan
kerjaan Mongolia yang dipimpin
oleh raja Hulagu Khan. Masa ini
terjadi kira-kira pada abad ke
sembilan dan abad ke tiga belas
masehi. Fase ini dikenal dengan
fase kemunduran pendidikan
Islam. Kelima, fase pembaharuan
dan modernisasi pendidikan
Islam. 3
3 Bradley, “History of Islamic
Education, Aims and Objectives of
Islamic Education” Online Article
about History of Islamic Education
(2014)
http://education.stateuniversity.com
Jurnal MUQADDIMAH, Vol. 14 No. 3, September – Desember 2018 | 23
ISSN 1858-3776
Mutlak bagi umat Islam
pada masa itu semestinya
memiliki sebuah totalitas
kesadaran kolektif pada masa itu
terhadap segala kekurangan dan
problemtika yang dihadapi oleh
pendidikan Islam untuk
kemudian dapat diperbaiki dan
diperbaharui sejalan dengan
kemajuan atau minimalnya dapat
mengikuti perkembangan yang
dilakukakn barat pada masa itu4.
Mengacu kepada rentetan
pembahasan yang memiliki
keterkaitan satu dengan yang
lainnya, pembahasan makalah ini
akan mencoba memberikan
pemaparan tentang maksud dari
pembaharuan atau modernisasi
dalam pendidikan Islam, faktor-
faktor apa saja yang melatar
belakangi kemunduran
pendidikan Islam, dan
perkembangan masa
pembaharuan pendidkan Islam
beserta para tokohnya,
bagaimana pola-pola serta
model-model pendidikan Islam
yang ditawarkan dalam
menghadapi dan menjawab
tantangan perubahan yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat
baik sosial maupun kultural
menuju masyarakat madani.
/pages/2133/Islam.html (diakses
pada tanggal 12 Desember 2014). 4 Zahid ashraf Wani, “ The Islamic
Era and Its Importance to
Knowledge and the Development of
B. Pengertian Pembaharuan
Pendidikan Islam
Kata pembaharuan
berasal dari kata modernisasi
yang secara etimologis berasal
dari kata modern, dan telah baku
menjadi bahasa Indonesia
memiliki arti pembaharuan. Pada
kultur masyarakat barat,
modernisme memiliki arti
pikiran, aliran, gerakan serta
usaha-usaha untuk mengubah
faham-faham, adat istiadat,
institusi-institusi lama dan lain
sebagainya, agar kesemuanya itu
dapat sesuai dengan keadaan-
keadaan dan pendapat-pendapat
baru yang dilatarbelakangi oleh
timbulnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Pembaharuan atau modernisasi
lahir di suatu tempat akan selalu
selaras dan beriringan dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang berkembang pada
saat itu. Hal ini berarti bahwa
tidak mungkin terjadi dan tercipta
pembaharuan tanpa adanya
Libraries” Online Journal of Library
Philosophy and Practice (April
2012)
http://digitalcommons.unl.edu/libph
ilprac/718/ (diakses pada tanggal 12
Desember 2012).
Jurnal MUQADDIMAH, Vol. 14 No. 3, September – Desember 2018 | 24
ISSN 1858-3776
dukungan dari perkembangan
ilmu pengetahuan.5
Pembaharuan atau
modernisasi dapat diartikan juga
terhadap berbagai macam hal
atau sesuatu yang belum
difahami, diterima, dan
dilaksanakan oleh penerima
pembaharuan, meskipun bagi
orang lain berbagai macam hal
atau sesuatu ini bukanlah menjadi
hal yang baru. Pembaharuan bsa
juga difahami sebagai proses
perubahan guna memperbaiki
keadaan yang telah berjalan dan
terjadi sebelumnya kedalam
keadaan dan cara yang baru yang
lebih baik dan lebih maju dengan
memperhatikan perkembangan
ilmu bpengetahuan dan teknologi
untuk mencapai suatu tujuan
yang lebih baik dari
sebelumnya.6 Dengan kata lain,
dapat disimpulkan bahwa
pembaharuan sesungguhnya
cenderung merupakan sebuah
upaya serta usaha untuk
memperbaiki keadaan, baik dari
segi konsep, cara, serta
5 Yevgenia Baraz, “Islamic
Modernism: Responses to Western
Modernization in the Middle East”
Online Article about History of
Islamic Modernism (2010)
http://www.studentpulse.com/article
s/248/islamic-modernism-
responses-to-western-
modernization-in-the-middle-east
(diakses pada tanggal 13 Desember
2014).
serangkaian metode yang dapat
diterapkan dalam rangka
merubah serta menghantarkan
suatu keadaan ke dalam situasi
dan keadaan yang lebih baik.
Caknur yang memiliki
nama lengkap Nurcholish Madjid
memberikan pengertian bahwa
modernisasi atau pembaharuan
memiliki arti sebagai
rasionalisasi. Rasionalisasi yang
dimaksud adalah proses
perombakan pola berfikir dan tata
kerja lama yang tidak rasional
dengan pola berfikir dan tata
kerja baru yang rasional.
Perombakan gagasan sering
mengacu terhadap konstruksi
berfikir seseorang yang
seringkali menjadi faktor penentu
dalam rangka melahirkan
gagasan-gagasan dan ide-ide
serta implementasi proses
pembaharuan yang terjadi secara
berkesinambungan. Dari proses
pembaharuan ini, mutlak akan
melahirkan aktifitas yang selalu
mendasarkan pola berfikir yang
rasional, dinamis serta progresif.7
6 Yedullah Kazmi, “Instructional
Technology and Islamic Education”
Journal of Islamic Studies Vol.45
No.4 (2006)
http://www.jstor.org/discover/10.23
07/20839039?sid=21104980168511
&uid=2&uid=3738224&uid=4
(diakses pada tanggal 13 Desember
2014). 7 Carool Kersten, “Islam, Cultural
Hybridity and Cosmopolitanism:
New Muslim Intellectuals on
Jurnal MUQADDIMAH, Vol. 14 No. 3, September – Desember 2018 | 25
ISSN 1858-3776
Jika kita cermati
pengertian mengenai
pembaharuan yang telah
dipaparkan di atas, terlihat ada
beberapa komponen yang
menjadi ciri khas suatu aktifitas
bisa dikatakan sebagai aktifitas
pembaharuan, diantaranya:
Pertama, pembaharuan atau
modernisasi akan selalu
berindikasikan terhadap upaya
perbaikan secara
berkesinambungan. Kedua,
dalam upaya pembaharuan
mutlak terdapat pengaruh yang
kuat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi. Ketiga, upaya
pembaharuan pada umumnya
dilakukan secara inovatif,
progresif serta dinamis selaras
dengan perubahan cara berfikir
suatu individu.
Oleh karena itu, apabila
kita korelasikan pengertian
pembaharuan dengan
pembaharuan pendidikan Islam,
maka akan memberikan
pengertian kepada kita bahwa
pembaharuan pendidikan Islam
Globalization” Online Journal of
International and Global Studies
(2012)
http://www.lindenwood.edu/jigs/do
cs/volume1Issue1/essays/89-
113.pdf (diakses pada tanggal 13
Desember 2014).
adalah suatu upaya dalam proses
perubahan krikulum, metodologi,
cara, kondisi serta situasi
pendidikan Islam dari
tradisionalis ke arah pendidikan
Islam yang bersifat rasional dan
profesional serta selaras dengan
kemajuan perkembangan
teknologi dan ilmu pengetahuan
yang terjadi pada saat itu8.
Pengertian di atas, pada dasarnya
adalah merupakan sebuah fakta
empiris yang mengindikasikan
bahwa pendidikan Islam masih
bersifat tradisional, statis,
lamban, dan sebagian besar
masih dikategorikan belum
mampu untuk menyiapkan
generasi yang siap menghadapi
tuntutan zaman dan belum
mampu menyiapkan generasi
yang handal.
Hubungan yang erat
antara gagasan pembaharuan
pendidikan Islam dengan
gagasan pembaharuan pemikiran
dan lembaga pendidikan islam
secara keseluruhan tidak dapat
dipisahkan. Hal ini berarti bahwa
8 Yevgenia Baraz, “Islamic
Modernism: Responses to Western
Modernization in the Middle East”
Online Article about History of
Islamic Modernism (2010)
http://www.studentpulse.com/article
s/248/islamic-modernism-
responses-to-western-
modernization-in-the-middle-east
(diakses pada tanggal 13 Desember
2014).
Jurnal MUQADDIMAH, Vol. 14 No. 3, September – Desember 2018 | 26
ISSN 1858-3776
pembaharuan pendidikan Islam
tidak bisa diparsialkan dengan
kebangkitan gagasan
pembaharuan dan program
pembaharuan pendidikan Islam9.
Sejatinya kerangka dasar
pembaharuan pendidikan Islam
berada pada pembaharuan
pemikiran dan kelembagaan
Isalm yang merupakan prasyarat
bagi kebangkitan dan kejayaan
kaum muslimin di masa modern.
Pembaharuan pemikiran
merupakan suatu keniscayaan.
Tanpa adanya pembaharuan dan
perombakan pemikiran, maka
bentuk-bentuk pembaharuan
yang lain tidak akan bisa
terwujud. Oleh karena itu, diakhir
penulisan makalah ini ditawarkan
pola-pola dan model-model
pembaharuan pendidikan Islam.
C. Latar Belakang
Kemunduran Pendidikan
Islam
Sebagaimana yang telah
kita ketahui bersama bahwa ada
dua corak pemikiran yang
berkembang yang mempengaruhi
pola dan cara berfikir umat Islam.
Pertama adalah pola pemikiran
tradisionalis yang memiliki ciri
9 Harvey Siegel, “Philosophy of
Education” Online Journal of
Stanford Philosophy (August 2013)
http://plato.stanford.edu/entries/edu
cation-philosophy/ (diakses pada
tanggal 14 Agustus 2014).
khas sufistik. Kedua adalah pola
pemikiran rasionalis yang
memiliki ciri khas liberal,
inovatif, terbuka dan konstruktif.
Kedua corak pola pemikiran atau
cara berfikir inilah yang terlihat
pada masa-masa kejayaan dan
kemajuan Islam berlangsung
secara berdampingan, saling
mengisi satu sama lain dan
bersatu padu teradopsi. Pada
masa ini orang-orang tidak
membeda-bedakan antara mana
yang harus mereka pelajari dan
mana yang tidak harus mereka
pelajari. Baik ilmu agama yang
bersumber dari wahyu maupun
ilmu pengetahuan yang
bersumber dari penalaran,
mereka pelajari tanpa membeda-
bedakannya, tanpa
mendikhotomikannya. Kedua
pola pemikiran di atas benar-
benar telah dijadikan jalan dan
sarana dalam mendapatkan
ilmu.10
Umat Islam mengalami
kejayaan dan kemajuan yang
berlangsung cukup lama, hingga
diangkatnya Al-Mutawakkil
sebagai pemimpin baru daulat
Abbasiyah yang melakukan
pencabutan izin resmi Mu’tazilah
10 Dazzleman, “Is science and Religion
a False Dichotomy?” Online Article
About Dichotomy (2006)
http://uselectionatlas.org/FORUM/i
ndex.php?topic=36791.0;wap2
(diakses pada tanggal 15 Desember
2014).
Jurnal MUQADDIMAH, Vol. 14 No. 3, September – Desember 2018 | 27
ISSN 1858-3776
sebagai salah satu aliran
kenegaraan yang pernah
diresmikan pada masa Al-
Ma’mun. Sejalan dengan
pencabutan izin resmi Mu’tazilah
yang telah dilaksanakan
kemudian secara perlahan
berdampak pada timbulnya
antipati dari masyarakat terhadap
golongan ini. Golongan
Mu’tazilah yang secara progresif
menyebarkan pola pemikiran
rasionalis. Masyarakat tidak mau
lagi mempelajari filsafat dan
sains. Pemikiran ilmiah dan logis
tidak lagi menjadi budaya
berfikir masyarakat muslim,
hingga pada akhirnya cara
berfikir rasional berubah menjadi
cara berfikir tradisional yang
timbul dari ajaran-ajaran
tahayyul serta kejumudan.11
Bentuk antipati dari
pemerintah terhadap aliran
Mu’tazilah juga telah melatar
belakangi timbulnya pengawasan
yang ketat di madrasah-madrasah
terhadap penerapan kurikulum-
kurikulumnya. Keruntuhan
secara perlahan ajaran
Mu’tazilah telah mengangkat
kaum konservatif menjadi lebih
kuat. Kontrol yang sangat ketat
11
Koninklijke Brill, “Mu’tazila” Online
Article about Muslim Philosophy
(2009)
http://www.muslimphilosophy.com/
ei2/mu-tazila.htm (diakses pada
tanggal 15 Desember 2014).
dilakukan para ulama terhadap
kurikulum yang ada di berbagai
lembaga pendidikan. Materi
pelajaran sangat minim pada
masa ini. Materi pelajaran yang
ada di lembaga-lembaga
pendidikan Islam hanya terbatas
pada ilmu-ilmu agama, bahkan
pendidikan Islam lebih
cenderung hanya berkutat pada
pengajaran fiqih dan tasawuf.
Kondisi pun menjadi terus
memburuk seiring dengan
serangan tentara Mongol pada
tahun 1258 M yang meruntuhkan
kota Baghdad, yang pada
akhirnya berdampak pada
keruntuhan kebudayaan dan
kehancuran pusat pendidikan
Islam.12
Hal ini berarti bahwa
sejak awal runtuhnya aliran
Mu’tazilah yang ditandai dengan
cara berfikir umat Islam yang
tidak rasional, tidak lagi
menganggap ilmu pengetahuan
umum sebagai suatu kesatuan
ilmu yang memiliki nilai guna,
menandakan pula awal
kemunduran umat Islam. Situasi
politik negeri Islam yang carut
marut pada saat itu memberikan
kontribusi dalam memperburuk
12 Gazpo, “The Mongol Invasion and
the Destruction of Baghdad” Online
Article about Lost Islamic History
(December 2014)
http://lostislamichistory.com/mongo
ls/ (diakses pada tanggal 12
Desember 2014).
Jurnal MUQADDIMAH, Vol. 14 No. 3, September – Desember 2018 | 28
ISSN 1858-3776
kemunduran pendidikan Islam.
Hal ini mengakibatkan rapuhnya
sistem pemerintahan yang ada
pada saat itu dan mengakibatkan
pula melemahnya sektor
pendidikan, baik dari segi
institusi, metodologi, bahkan
tujuan pendidikan Islam yang
semakin kehilangan visi, misi
serta tujuannya.
D. Hal–hal Yang Melatar
Belakangi Pembaharuan
Pendidikan Islam
Kemunduran ummat
Islam sesungguhnya telah
diawali sejak runtuhnya aliran
Mu’tazilah, yang kemudian
berakibat pada cara berfikir umat
Islam yang tidak lagi rasional,
tidak lagi mau menganggap ilmu
pengetahaun umum sebagai satu
kesatuan ilmu yang punya nilai
guna. Hal ini terus diperburuk
oleh situasi politik negeri Islam
yang tidak menentu, yang
berakibat pada rapuhnya sistem
pemerintahan saat itu, yang
kemudian juga berakibat pada
lemahnya sektor pendidikan, baik
institusi, metodologi, bahkan
tujuan pendidikan Islam semakin
kehilangan visi, misi, dan tujuan
sebagaimana yang pernah
diterapkan di masa-masa
kejayaan Islam.
Kondisi internal Islam
yang mendikhotomikan ilmu
pengetahuan umum dengan ilmu
pengetahuan agama merupakan
latar belakang terpuruknya nilai-
nilai pendidikan. Umat Islam
yang tidak lagi memandang ilmu
pengetahuan sebagai suatu
kesatuan ilmu yang mesti
diperhatikan. Kemudian ilmu
pengetahuan lebih banyak
dimanfaatkan bahkan diadopsi
secara komprehensif oleh barat.
E. Model-Model Pembaharuan
Pendidikan Islam
1. Pembaharuan dan Model
Pendidikan Islam masa
Pertengahan
Kebangkitan intelektual
di Eropa telah memberikan
kontribusi yang besar sekali bagi
kemajuan Eropa. Semangat
rasionalisme membuat negara-
negara Eropa menjadi kuat baik
militer, ekonomi maupun ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kini
keadaan menjadi berbalik, jika
sebelumnya Islam memiliki
kekuatan yang besar baik politik,
ekonomi maupun ilmu
pengetahuan sehingga dapat
mengalahkan dan menguasai
beberapa wilayah Barat, seperti
Spanyol, Sialia, Asia kecil dan
Balkan, maka sekarang Barat
yang maju sedangkan Islam tidak
Jurnal MUQADDIMAH, Vol. 14 No. 3, September – Desember 2018 | 29
ISSN 1858-3776
lagi memiliki kekuatan yang
dapat dibanggakan.13
Menurut sebagian tokoh-
tokoh pembaharu Islam, salah
satu penyebab kemunduran umat
Islam adalah melemah dan
merosotnya kualitas pendidikan
Islam. Untuk mengembalikan
kekuatan pendidikan Islam yang
sempat hilang maka
bermuncullah gagasan-gagasan
tentang pembaharu pendidikan
Islam.
Pembaharu pendidikan
Islam pertama kali dimulai di
kerajaan Utsmani. Faktor yang
melatarbelakangi gerakan
pembaharu pendidikan bermula
dari kekalahan-kekalahan
kerajaan Utsmani dalam
peperangan dengan Eropa.
Kekalahan tentara Turki pada
pertempuran di dekat Wina
memaksa Turki menandatangani
perjanjian Carlowite pada 1699
M yang berisi penyerahan daerah
Hiongaria kepada Australia,
daerah Podolia kepada Polandia
dan daerah Azov kepada Rusia.
Kekalahan demi
kekalahan yang dialami kerajaan
Utsmani menyebabkan Sultan
Ahmad III (1703-1713 M) amat
prihatin,14 kemudian ia
menyelidiki sebab-sebab
13
Harun Asrohah, Sejarah Pendidikan
Islam, (Jakarta: PT. Logos Wacana
Ilmu, 1999), 127-128. 14
Ibid. 28-129.
kekalahan mereka dan rahasia
keunggulan yang dimiliki Barat,
Sultan Ahmad III lalu mengambil
tindakan dengan mengirimkan
duta-duta besar untuk
mempelajari kemajuan Eropa,
terutama di bidang militer dan
kemajuan ilmu pengetahuan.15
Selain di bidang militer,
Turki juga membangun di bidang
lain seperti ekonomi dan
pemerintahan dan Turki juga
mengembangkan kemajuan ilmu
pengetahuan yang selama ini
telah dilupakannya. Untuk
pertama kalinya di dalam dunia
Islam dibukalah suatu percetakan
di Istanbul pada 1727 M guna
mencetak berbagai macam buku
ilmu pengetahuan yang
diterjemahkan dari buku-buku
ilmu pengetahuan Barat.16
Selain itu pada 1717 M
didirikannya lembaga terjemah
yang bertugas menerjemahkan
buku-buku dalam berbagai
bidang ilmu pengetahuan ke
dalam bahasa Turki.17 Hal ini
merupakan fenomena baru dan
sangat bermanfaat bagi kemajuan
pendidikan dan intelektual Islam
di Turki. Hal-hal tersebut
merupakan langkah awal bagi
perubahan sistem pendidikan
Islam di Turki.
15 Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan
Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995),
116. 16
Ibid. 116. 17
Harun Asrohah, Op.cit. hlm. 130.
Jurnal MUQADDIMAH, Vol. 14 No. 3, September – Desember 2018 | 30
ISSN 1858-3776
Upaya pembaharuan
pendidikan dimana Sultan
Ahmad III yang baru berjalan
dilanjutkan oleh Sultan Mahmud
II (1807-1839 M). Pada zaman
tersebut madrasah merupakan
satu-satunya lembaga pendidikan
umum yang ada di kerajaan
Utsmani. Sultan Mahmud II
sadar bahwa pendidikan di
madrasah tidak sesuai lagi
dengan tuntutan zaman,
dikarenakan di madrasah hanya
mengajarkan peserta didiknya
mengetahui pengetahuan agama
sedangkan pengetahuan umum
tidak diajarkan.
Beliau juga menyadari
bahwa pendidikan, ilmu
pengetahuan dan teknologi
modern mempunyai peran yang
dominan dalam mencapai
kemajuan. Oleh sebab itu beliau
berusaha untuk membenahi
kurikulum di madrasah-
madrasah dengan memasukkan
ilmu pengetahuan umum.
Pada perkembangan
selanjutnya, Sultan Mahmud II
membangun sekolah-sekolah
model Barat. Pada tahun 1827 M
ia mendirikan sekolah
kedokteran (Tilahane-i Amire)
dan sekolah teknik
(Muhendisane) dan pada tahun
1834 M dibuka sekolah Akademi
18
Ibid. 131-132. 19
Ahmad Syalabi, Mausuah Al-Tarikh
Al-Islami wa Al-Hadarat Al-
Militer. Pada tahun 1838 M
sekolah kedokteran dan sekolah
pembedahan digabungkan
menjadi satu dengan nama Dar-
al Ulum Hikemiye ve Mekteb-i
Tibbiye-i Sahane.18
Seperti di Turki,
pembaharuan pendidikan Islam
di Mesir juga di awali oleh
penguasa pembaharuan Islam
setelah adanya kontak dengan
peradaban modern Barat. Inovasi
Napoleon yang membawa
kemajuan teknologi dan ilmu
pengetahuan Barat telah
membuka mata rakyat Mesir
bahwa umat Islam telah
tertinggal oleh kemajuan Barat.
Yang menjadi perhatian penting
dari kedatangan Napoleon dan
lahirnya gerakan kesadaran umat
Islam dari keterbelakangan
mereka selama ini adalah untuk
melihat pengaruh dari
kedatangan tentara Napoleon dan
berbagai rangsangan yang
ditimbulkannya sebagai akibat
dari berbagai kegiatan yang
dilakukan Napoleon dan
rombongannya di Mesir.19
Di antara pengaruh
ekspedisi Napolen yang
berkaitan erat dengan misi
keilmuan dan kebudayaan yang
dijalankan Napolen beserta
rombongannya di Mesir adalah:20
Islamiyah, Juz V (Kairo: Maktabah
Al-Nahdat), 281. 20
Ridhwan Lubis, Perspektif
Pembaharuan Pemikiran
Jurnal MUQADDIMAH, Vol. 14 No. 3, September – Desember 2018 | 31
ISSN 1858-3776
Timbulnya benih-benih rasa
kebangsaan dari orang Mesir.
Napolen berusaha menggeser
sistem pemerintahan yang
dipraktekkan di Mesir yang
sebelumnya berpola feodal
menjadi lebih demokratis.
Sebagai hasil dari pendekatan
Napoleon yang berpijak pada
semangat revolusi Perancis maka
muncullah pemikiran dari orang-
orang Mesir yang mengusulkan
agar bentuk pemerintahan yang
diktator diubah menjadi
pemerintahan demokratis, karena
hal inilah yang membawa
Perancis kepada suasana
kehidupan kenegaraan yang baru.
Mulai terbukanya
cakrawala berfikir dikalangan
umat Islam sebagai akibat dari
persentuhan dengan pemikiran
para ilmuwan yang ikut dalam
rombongan Napoleon. Selain itu
juga yang mendorong umat Islam
untuk mengadakan modernisasi
yang dipelopori oleh Muhammad
Ali.21 Muhammad Ali adalah
seorang yang berasal dari luar
Mesir, karena kecakapannya
dalam bidang militer ia berhasil
menjadi kepala pemerintahan di
Mesir. Pada awalnya ia hanyalah
seorang prajurit tentara biasa di
Turki Utsmani.22
Setelah Muhammad Ali
naik tahta menjadi penguasa
Islam, (Medan: Pustaka
Widyasarana, 1994), 32.
Mesir, ia memberikan perhatian
yang lebih pada bidang militer
dan ekonomi. Menurutnya militer
akan memberikan dukungan
untuk mempertahankan dalam
memperbesar kekuasaannya.
Sedangkan ekonomi sangat
diperlukan untuk membiayai
militer. Untuk memajukan
keduanya dibutuhkan ilmu-ilmu
modern. Dengan demikian
Muhammad Ali mencurahkan
perhatiannya bagi pendidikan.
Pada tahun 1815 M ia mendirikan
sekolah militer, sekolah
kedokteran pada tahun 1827 M,
sekolah Apoteker pada tahun
1829 M, sekolah pertambangan
pada tahun 1839 M, sekolah
pertanian pada tahun 1836 dan
sekolah penerjemah pada tahun
1836 M.
Tidak hanya corak dan
model pendidikan Barat yang
diterapkan oleh Muhammad Ali
di Mesir, ia juga mempercayakan
pengawasan sekolah kepada
orang Barat, bahkan guru-
gurunya juga didatangkan dari
Barat (Eropa). Selain
mendatangkan tenaga ahli dari
Eropa, Muhammad Ali juga
mengirim siswa untuk belajar ke
Italia, Perancis, Inggris dan
Austria.
Upaya pemahaman dan
modernisasi yang dipelopori
21 Harun Asrohah, Loc.cit.
22 Ridhwan Lubis, Loc.cit.
Jurnal MUQADDIMAH, Vol. 14 No. 3, September – Desember 2018 | 32
ISSN 1858-3776
Muhammad Ali di Mesir ini,
besar sekali kontribusinya bagi
Mesir menjadi negara modern.
Gerakan pembaharuannya telah
memperkenalkan ilmu
pengetahuan dan teknologi Barat
kepada umat Islam hingga
lahirlah intelegensia Muslim
yang berpengetahuan agama
yang luas, berwibawa modern
dan tidak berpandangan sempit.
Mereka itu seperti Rifa’ah
Badawi Rafi’ al-Tahtawi,
Muhammad Abduh, Rasyid
Ridho, dan Hasan al-Banna.23
2. Pembaharuan dan Model
Pendidikan Islam masa Modern
Pada masa ini banyak
bermunculan tokoh pembaharuan
pendidikan Islam bercorak
modernis. Sejalan dengan
pembahruan pendidikan Islam
penuh dilakukan pada 3 wilayah
kerajaan besar yaitu kerajaan
Usmani, Mesir, India.
Wilayah Turki.
Pembaharuan pendidikan di
dunia Islam dimulai dikerajaan
Turki Usmani. Faktor yang
melatar belakangi gerakan
pembaharuan bermula dari
kekalahan-kekalahan kerajaan
Usmani dalam peperangan
dengan Eropa. Adapun tokoh
yang mencoba melakukan upaya
tersebut ialah: Sultan Ahmad III.
Adanya kekalahan yang dialami
23
Harun Asrohah, Loc.cit.
kerajaan Turki Usmani
menyebabkan Sultan Ahmad III
prihatin dan melakukan
introspeksi, dengan melakukan
pengiriman duta ke Eropa untuk
mengamati perkembangan barat.
Dengan mendirikan sekolah
teknik militer, mendirikan
percetakan untuk mempermudah
akses buku pengetahuan. Upaya
ini dilakukan sampai beliau wafat
dan kemudian digantikan oleh
Sultan Mahmud II. Sultan
Mahmud II merupakan
kelanjutan dari Sultan Ahmad III.
Pembaharuan yang dilakukan
dengan memperbaiki sistem
pendidikan madrasah dengan
memasukkan ilmu pengetahuan
umum. Kemudian mendirikan
model sekolah barat.
Wilayah Mesir. Tokoh
yang melakukan upaya
pembaharuan khususnya
pendidikan adalah Muhammad
Ali Pasya dan Muhammad
Abduh. M. Ali Pasya. Ia
mendirikan kementrian
pendidikan dan lembaga
pendidikan, membuka sekolah
teknik , kedokteran,
pertambangan, mengirim siswa
untuk belajar ke negeri barat.
Gerakan pembaharuan
memperkenalkan ilmu
pengetahuan dan teknologi barat
kepada umat Islam. M. Abduh.
Melakukan pembaharuan
Jurnal MUQADDIMAH, Vol. 14 No. 3, September – Desember 2018 | 33
ISSN 1858-3776
pendidikan di Al-Azhar dengan
memasukkan ilmu modern.
Mendirikan komite perbaikan
administrasi Al-Azhar tahun
1895, melaksanakan
pembaharuan administratif yang
bermanfaat.
Wilayah India.
Pembaharuan pendidikan Islam
di India bertujuan
menghilangkan diskriminasi
pendidikan Islam tradisionalis
dengan pendidikan sekuler.
Adapun yang menjadi tokoh
pembaharuan di India. Sayyid
Akhmad Khan (1817 – 1898 M).
Ia berpendapat bahwa
peninggkatan kedudukan umat
Islam di India dapat diwujudkan
dengan bekerjasama dengan
Inggris. Kemudian mendirikan
lembaga pendidikan, sekolah
Inggris di muradabad pada tahun
1860. Pada tahun 1864 ia
mendirikan Scientific Society
untuk memperkenalkan sains
Barat kepada rakyat India,
khususnya ummat Islam India.
Pada tahun yang sama juga ia
mendirikan Sekolah Modern di
Ghazipur, dan pada tahun 1868 ia
membentuk Komite Pendidikan
di beberapa daerah di India Utara.
Itulah beberapa tokoh
dengan segenap sasaran
pembaharuannya di bidang
pendidikan. Upaya-upaya
pembaharuan pendidikan yang
24
Ibid.
lebih banyak mengadopsi tata
cara dan pengetahuan yang
datang dari Barat.24
3. Pembaharuan dan Model
Pendidikan Islam Masa Post
Modernis dan Kontemporer di
Indonesia
Di Indonesia kita kenal,
berbagai bentuk dan jenis
pendidikan Islam, seperti Pondok
Pesantren, Madrasah, Sekolah
Umum bercirikan Islam,
Perguruan Tinggi Islam dan
jenis-jenis pendidikan Islam luar
sekolah, seperti Taman
Pendidikan al-Qur’an (TPA),
Pesantrenisasi dan sebagainya.
Kesemuanya itu, sesungguhnya
merupakan aset dan salah satu
dari konfigurasi sistem
pendidikan nasional Indonesia.
Keberadaan lembaga-lembaga
pendidikan tersebut, sebagai
khasanah pendidikan dan
diharapkan dapat membangun
dan memberdayakan umat Islam
di Indonesia secara optimal,
tetapi pada kenyataan pendidikan
Islam di Indonesia tidak memiliki
kesempatan yang luas untuk
bersaiang dalam membangun
umat yang besar ini.
Ahmad Syafii Maarif,
menggambarkan situasi
pendidikan Islam di Indonesia
sampai awal abad ini tidak
banyak berbeda dengan
Jurnal MUQADDIMAH, Vol. 14 No. 3, September – Desember 2018 | 34
ISSN 1858-3776
perhitungan kasar yang
dikemukakan di atas. Sistem
madrasah dan pesantren yang
berkembang di nusantara ini
dengan segala kelebihannya, juga
tidak disiapkan untuk
membangun peradaban25.
Mencermati kondisi tersebut di
atas, penataan sistem dan model-
model pendidikan Islam di
Indonesia adalah sesuatu yang
tidak terelakkan lagi. Sistem
pengembangan pendidikan Islam
hendaknya dipilih dari kegiatan
pendidikan yang paling
mendesak dan senteral yang akan
menjadi model dasar untuk usaha
pengembangan model-model
pendidikan Islam selanjutnya,
dengan tidak meninggalkan
lembaga-lembaga pendidikan
seperti keluarga, sekolah dan
madrasah, masjid, pondok
pesantren, dan pendidikan luar
sekolah lainnya tetap
dipertahankan keberadaannya.
Yahya Muhaimin (mantan
Mentri Pendidikan Nasional),
juga menawarkan mindmap
tentang basis-basis pendidikan,
25
A.Syafii Maarif,“Keutuhan dan
Kebersamaan dalam Pengelolaan
Pendidikan Sebagai Wahana
Pendidikan Muhammadiyah”,
(makalah disampaikan pada
Rakernas Pendidikan
Muhammadiyah, di Pondok Gede,
Jakarta, 1996), 5. 26
Yahya Muhaimin, [Menteri
Pendidikan Nasional], “Reformasi
Pendidikan Nasional Menuju
yaitu pendidikan berbasis
keluarga (family-based
education), pendidikan berbasis
komunitas (community-based
education), pendidikan berbasis
sekolah (school-based
education), dan pendidikan
berbasis tempat kerja (work
place-based education).26
Karel Steenbrink,27
menyatakan bahwa keberadaan
pendidikan Islam di Indonesia
cukup variatif. Tetapi Steenbrink,
mengkategori pendidikan
tersebut dalam tiga jenis, yaitu
pendidikan Islam yang berbasis
pada pondok pesentrean,
madrasah dan sekolah. Ketiga
jenis pendidikan ini diharapkan
menjadi “modal” dalam upaya
mengintegrasikan ilmu
pengetahuan sebagai suatu
paradigma didaktik metodologis.
Sebab, pengembangan keilmuan
yang integral (interdisipliner)
akan mampu manjawab kesan
dikotomis dalam lembaga
pendidikan Islam yang selama ini
berkembang.
Indonesia” Majalah Dwiwutan BPK
Penabur Jakarta, Midyawarta, No.
69/1/Thn.XII, (2000)
http://www.bpk. Penabur. or.id/
KPS. Jkt/ widya/69/69.pdt. (diakses
pada tanggal 15 Nopember 2014) 27
Karel A. Steenbrink, Pesantren
Madrasah Sekolah Pendidikan
Islam dalam Kurun Moderen (Cet.
Kedua, Jakarta: LP3ES, 1994), 12.
Jurnal MUQADDIMAH, Vol. 14 No. 3, September – Desember 2018 | 35
ISSN 1858-3776
Perkembangan yang
mencolok pada tahun 90-an
adalah munculnya sekolah-
sekolah elite Muslim yang
dikenal sbagai “sekolah Islam”.
Sekolah - sekolah itu mulai
menyatakan dirinya secara
formal dan diakui oleh banyak
kaum
Muslim sebagai “sekolah
unggulan” atau “sekolah Islam
unggulan”. Istilah lain yang
sering digunakan untuk
menyebut sekolah-sekolah
tersebut adalah “SMU Model”
atau “Sekolah Menengah Umum
(Islam) Model”. Dapat saja
disebut, sekolah Islam al-Azhar
yang berlokasi di komplek
Masjid Agung al-Azhar di
Kebayoran Baru Jakarta, dengan
beberapa cabang seperti Cirebon,
Surabaya, Sukabumi, Serang,
Semarang dan sebagainya.
Sekolah al-Izhar di Pondok Labu
Jakarta, SMU Insan Cendekia di
Serpong dan SMU Madinah di
Parung. Selain itu, masih muncul
pula madrasah elite lain yang
juga menjadi madrasah favorit,
sebagai contoh adalah Madrasah
Ibtidaiyah Negeri (MIN) I
Malang, Jawa Timur.28 Sekolah
Dasar (SD) Muhammadiyah
Sapen, Yogyakarta yang menjadi
Sekolah Dasar bercirikan Islam
yang menjadi favorit dan menjadi
28
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam
Tradisi dan Modernisasi Menuju
sekolah percontohan dan
mungkin masih banykah sekolah-
sekolah Islam dan Madrasah di
daerah lain yang belum
disebutkan dalam pembahasan
ini.
Dari perkembangan
sekolah-sekolah ini, pemerintah
dalam hal ini Kementerian
Agama dan para ahli pendidikan
Islam mulai percaya bahwa
kualitas pendidikan madrasah
dapat ditingkatkan, artinya
bahwa pendidikan berkualitas
yang ditawarkan madrasah akan
dapat “dibeli” oleh kalangan
orang tua Muslim. Maka
tanpaknya, kita harus berusaha
melakukan koreksi secara cepat
dan cermat tentang program-
program pendidikan pendidikan
Islam yang sedang dijalankan,
sehingga perbedaan antara
pendidikan Islam dengan
pendidikan umum dalam
konfigurasi pendidikan nasional
dapat dipersempit, artinya, secara
kualitas pendidikan Islam harus
mendapat kesempatan yang luas
dan seimbang dengan umatnya
yang besar di bumi Indonesia ini.
Apabila kita
menginginkan pendidikan Islam
dapat bersaing dengan
pendidikan lain, tentu saja
persoalan visi, misi, tujuan,
fungsi, metode, materi dan
Melenium Baru (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1999), 75-79.
Jurnal MUQADDIMAH, Vol. 14 No. 3, September – Desember 2018 | 36
ISSN 1858-3776
kurikulum, orientasi, manajemen
dan organisasi pendidikan Islam,
harus dikoreksi, direvisi dan
bahkan direformasi secara berani,
sehingga pendidikan Islam akan
menjadi pendidikan yang
menarik minat peserta didik
tanpa mengurangi prinsip-prinsip
ajaran dari sumber pokok Islam
yaitu Qur’an dan Hadis. Apabila
persoalan tersebut dilakukan
secara baik, terencana dan
terprogram, pendidikan Islam
akan menjadi lebih solid dalam
memberdayakan umat Islam di
Indonesia dan siap menghadapi
tantangan globalisasi serta
tantangan reformasi diberbagai
bidang kehidupan berupa
demokrasi pendidikan,
membangun etos kerja,
profesionalisme, memiliki
kemampuan emosional dan
moralitas agar dapat membangun
masa depan yang lebih baik, lebih
maju, damai, adil dan lebih
sejahtera, sehingga terwujud
masyarakat baru Indonesia yang
rahmatan lil’alamin.
Dari uraian di atas,
menegaskan bahwa lembaga-
lembaga pendidikan Islam harus
mendisain model-model
pendidikan alternatif yang sesuai
dengan kebutuhan
perkembangan sekarang ini.
Muncul pertanyaan model-model
29
A. Malik Fadjar, Reorientasi
Pendidikan Islam (Jakarta: Fadjar
Dunia, 1999), 37.
pendidikan Islam yang
bagaimana? Yang diharapkan
dapat menghadapi dan menjawab
tantangan perubahan yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat
baik sosial maupun kultural
menuju masyarakat Indonesia
baru. Untuk menjawab
pertanyaan ini, meminjam prinsip
hakekat pendidikan Islam yang
digunakan Hasim Amir, yang
mengemukakan bahwa
pendidikan Islam adalah
pendidikan yang idealistik, yakni
pendidikan yang integralistik,
humanistik, pragmatik dan
berakar pada budaya kuat.29
Tawaran Hasim Amir ini,
yang dikutip Malik Fadjar, dapat
digunakan sebagai konsep
pendidikan Islam dalam
menghadapi perubahan
masyarakat Indonesia, yaitu:
Pertama, pendidikan
integralistik, merupakan model
pendidikan yang diorientasikan
pada komponen-komponen
kehidupan yang meliputi:
Pendidikan yang berorientasi
pada Rabbaniyah (Ketuhanan),
insaniyah (kemanusiaan) dan
alamiyah (alam pada umumnya),
sebagai suatu yang integralistik
bagi perwujudan kehidupan yang
baik dan untuk mewujudkan
rahmatan lil ‘alamin, serta
pendidikan yang menggap
Jurnal MUQADDIMAH, Vol. 14 No. 3, September – Desember 2018 | 37
ISSN 1858-3776
manusia sebagai sebuah pribadi
jasmani-rohani, intelektual,
perasaan dan individual-sosial.
Pendidikan integralistik
diharapkan dapat menghasilkan
manusia (peserta didik) yang
memiliki integritas tinggi, yang
dapat bersyukur dan menyatu
dengan kehendak Tuhannya,
menyatu dengan dirinya sendiri
sehingga tidak memiliki
kepribadian belah atau
kepribadian mendua, menyatu
dengan masyarakat sehingga
dapat menghilangkan
disintegrasi sosial, dan dapat
menyatu dengan alam sehingga
tidak membuat kerusakan, tetapi
menjaga, memlihara dan
memberdayakan serta
mengoptimalkan potensi alam
sesuai kebutuhan manusia.
Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa konsep
pendidikan Islam adalah
pendidikan yang bersumber dari
konsep Ketuhanan (Teosentris),
artinya pendidikan Islam harus
berkembang dan dikembangkan
berdasarkan teologi tersebut.
Konsep kemanusiaan, artinya
dengan konsep ini dapat
dikembangnya antropologi dan
sosiologi pendidikan Islam, dan
konsep alam dapat
dikembangkannya konsep
pendidikan kosmologi dan ketiga
konsep ini harus dikembangkan
seimbang dan integratif.
Kedua, pendidikan yang
humanistik, merupakan model
pendidikan yang berorientasi dan
memandang manusia sebagai
manusia (humanisasi), yakni
makhluk ciptaan Tuhan dengan
fitrahnya. Maka manusia sebagai
makhluk hidup, ia harus mampu
melangsungkan,
mempertahankan, dan
mengembangkan hidupnya.
Maka posisi pendidikan dapat
membangun proses humanisasi,
artinya menghargai hak-hak asasi
manusia, seperti hak untuk
berlaku dan diperlakukan dengan
adil, hak untuk menyuarakan
kebenaran, hak untuk berbuat
kasih sayang, dan lain
sebagainya. Pendidikan
humanistik, diharapkan dapat
mengembalikan peran dan fungsi
manusia yaitu mengembalikan
manusia kepada fitrahnya
sebagai sebaik-baik makhluk
(khairu ummah). Maka, manusia
“yang manusiawi” yang
dihasilkan oleh pendidikan yang
humanistik diharapkan dapat
mengembangkan dan
membentuk manusia berpikir,
berasa dan berkemauan dan
bertindak sesuai dengan nilai-
nilai luhur kemanusiaan yang
dapat mengganti sifat
individualistik, egoistik,
egosentrik dengan sifat kasih
sayang kepada sesama manusia,
sifat menghormati dan dihormati,
sifat ingin memberi dan
Jurnal MUQADDIMAH, Vol. 14 No. 3, September – Desember 2018 | 38
ISSN 1858-3776
menerima, sifat saling menolong,
sifat ingin mencari kesamaan,
sifat menghargai hak-hak asasi
manusia, sifat menghargai
perbedaan dan sebagainya.
Ketiga, pendidikan
pragmatik adalah pendidikan
yang memandang manusia
sebagai makhluk hidup yang
selalu membutuhkan sesuatu
untuk melangsungkan,
mempertahankan dan
mengembangkan hidupnya baik
bersifat jasmani maupun rohani,
seperti berpikir, merasa,
aktualisasi diri, keadilan, dan
kebutuhan spritual ilahiyah.
Dengan demikian, model
pendidikan dengan pendekatan
pragmatik diharapkan dapat
mencetak manusia pragmatik
yang sadar akan kebutuhan-
kebutuhan hidupnya, peka
terhadap masalah-masalah sosial
kemanausiaan dan dapat
membedakan manusia dari
kondisi dan siatuasi yang tidak
manusiawi.
Keempat, pendidikan
yang berakar pada budaya, yaitu
pendidikan yang tidak
meninggalkan akar-akar sejarah,
baik sejarah kemanusiaan pada
umumnya maupun sejarah
kebudayaan suatu bangsa,
kelompok etnis, atau suatu
masyarakat tertentu. Maka
30
A. Malik Fadjar, Reorientasi
Pendidikan Islam (Jakarta: Fadjar
Dunia, 1999), 37-39.
dengan model pendidikan yang
berakar pada budaya, diharapkan
dapat membentuk manusia yang
mempunyai kepribadian, harga
diri, percaya pada diri sendiri,
dan membangun peradaban
berdasarkan budaya sendiri yang
akan menjadi warisan
monumental dari nenek
moyangnya dan bukan budaya
bangsa lain (A. Malik
Fadjar,1999:37-39).30 Tetapi
dalam hal ini bukan berarti kita
menjadi orang yang anti
kemodernan, perubahan,
reformasi dan menolak begitu
saja arus transformasi budaya
dari luar tanpa melakukan seleksi
dan alasan yang kuat.
F. Kesimpulan
Berbagai macam model
pembaharuan pendidikan Islam
yang terus diupayakan adalah
untuk membangun paradigma
pendidikan Islam dalam
menghadapi perkembangan
perubahan zaman modern dan
memasuki masyarakat madani
Indonesia. Kecenderungan
perkembangan semacam ini,
dalam upaya mengantisipasi
perubahan zaman dan merupakan
hal yang wajar-wajar saja. Sebab
kondisi masyarakat sekarang ini
lebih bersifat praktis-pragmatis
dalam hal aspirasi dan harapan
Jurnal MUQADDIMAH, Vol. 14 No. 3, September – Desember 2018 | 39
ISSN 1858-3776
terhadap pendidikan, sehingga
pendidikan tidak statis atau hanya
berjalan di tempat dalam menatap
persoalan-persoalan yang
dihadapi pada era masyarakat
modern, post masyarakat modern
dan masyarakat global.
Dengan demikian, apapun
model pendidikan Islam yang
ditawarkan dalam masyarakat
Indonesia, pada dasarnya harus
berfungsi untuk memberikan
kaitan antara peserta didik
dengan nilai-nilai ilahiyah,
pengetahuan dan keterampilan,
nilai-nilai demokrasi, masyarakat
dan lingkungan sosiokulturalnya
yang terus berubah dengan cepat,
sebab pada saat yang sama
pendidikan secara sadar juga
digunakan sebagai instrumen
untuk perubahan dalam sistem
politik, ekonomi secara
keseluruhan.
Referensi
Azra, Azyumardi. Pendidikan
Islam Tradisi dan
Modernisasi Menuju
Melenium Baru. Jakarta :
Logo Macana Ilmu, 1999.
Fadjar, A. Malik. Reorientasi
Pendidikan Islam. Jakarta:
Fajar Dunia, 1999.
Maarif, A.Syafii.“Keutuhan dan
Kebersamaan dalam
Pengelolaan Pendidikan
Sebagai Wahana
Pendidikan
Muhammadiyah”, makalah
disampaikan pada
Rakernas Pendidikan
Muhammadiyah, di
Pondok Gede, Jakarta.
1996.
Muhaimin, Yahya [Menteri
Pendidikan Nasional],
2000, “Reformasi
Pendidikan Nasional
Menuju Indonesia”,
Majalah Dwiwutan BPK
Penabur Jakarta,
Midyawarta, No.
69/Thn.XII, From:
http://www.bpk. Penabur.
or.id/ KPS. Jkt/
widya/69/69.pdt.
Steenbrink, Karel A. Pesantren
Madrasah Sekolah
Pendidikan Islam dalam
Kurun Modern. Cet.
Kedua, Jakarta: LP3ES,
1994.
Asrohah, Harun. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta:
PT. Logos Wacana Ilmu,
1999.
Lubis, Ridhwan. Perspektif
Pembaharuan Pemikiran
Islam. Medan: Pustaka
Widyasarana, 1994.
Nasution, Harun. Pembaharuan
dalam Islam. Jakarta:
Bulan Bintang, 1982.
Syalabi, Ahmad. Mausuah Al-
Tarikh Al-Islami wa Al-
Hadarat Al-Islamiyah, Juz
Jurnal MUQADDIMAH, Vol. 14 No. 3, September – Desember 2018 | 40
ISSN 1858-3776
V, Kairo: Maktabah Al-
Nahdat.
Zuhairini dkk. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta:
Bumi Aksara, 1995.
Islamic Occasion. “Prophet
Muhammad and
Education” Online Article
about Importance
Education in Islam”
(February 2010)
http://www.ezsoftech.com/
stories/prophet.muhammad
1.asp (diakses pada tanggal
12 desember 2014).
Gazpo. “Education in Islamic
History” Online Article
about Lost Islamic History
(December 2014)
http://lostislamichistory.co
m/education/ (diakses pada
tanggal 12 Desember
2014).
Bradley, “History of Islamic
Education, Aims and
Objectives of Islamic
Education” Online Article
about History of Islamic
Education (2014)
http://education.stateuniver
sity.com/pages/2133/Islam
.html (diakses pada tanggal
12 Desember 2014).
Wani, Zahid Ashraf. “ The
Islamic Era and Its
Importance to Knowledge
and the Development of
Libraries” Online Journal
of Library Philosophy and
Practice (April 2012)
http://digitalcommons.unl.
edu/libphilprac/718/
(diakses pada tanggal 12
Desember 2012).
Baraz, Yevgenia. “Islamic
Modernism: Responses to
Western Modernization in the
Middle East” Online Article
about History of Islamic
Modernism (2010)
http://www.studentpulse.com
/articles/248/islamic-
modernism-responses-to-
western-modernization-in-
the-middle-east (diakses
pada tanggal 13 Desember
2014).
Kazmi, Yedullah. “Instructional
Technology and Islamic
Education” Journal of
Islamic Studies Vol.45
No.4 (2006)
http://www.jstor.org/disco
ver/10.2307/20839039?sid
=21104980168511&uid=2
&uid=3738224&uid=4
(diakses pada tanggal 13
Desember 2014).
Kersten, Carool. “Islam, Cultural
Hybridity and
Cosmopolitanism: New
Muslim Intellectuals on
Globalization” Online
Journal of International
and Global Studies (2012)
http://www.lindenwood.ed
u/jigs/docs/volume1Issue1/
Jurnal MUQADDIMAH, Vol. 14 No. 3, September – Desember 2018 | 41
ISSN 1858-3776
essays/89-113.pdf (diakses
pada tanggal 13 Desember
2014).
Siegel, Harvey. “Philosophy of
Education” Online Journal
of Stanford Philosophy
(August 2013)
http://plato.stanford.edu/en
tries/education-philosophy/
(diakses pada tanggal 14
Agustus 2014).
Dazzleman. “Is science and
Religion a False
Dichotomy?” Online
Article About Dichotomy
(2006)
http://uselectionatlas.org/F
ORUM/index.php?topic=3
6791.0;wap2 (diakses pada
tanggal 15 Desember
2014).
Brill, Koninklijke. “Mu’tazila”
Online Article about
Muslim Philosophy (2009)
http://www.muslimphiloso
phy.com/ei2/mu-tazila.htm
(diakses pada tanggal 15
Desember 2014).
Gazpo, “The Mongol Invasion and
the Destruction of Baghdad”
Online Article about Lost
Islamic History (December
2014)
http://lostislamichistory.com/
mongols/ (diakses pada
tanggal 12 Desember 2014).