metode-metode ijtihad

21
METODE-METODE IJTIHAD (Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Ushul) Disusun oleh: Indrawan Lutfiyah Hariyanti Nita Nurtafita Tati Nurjanah Semester V (lima) PRODI ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK) UIN SYARIF HIDAYATULLAH

Upload: nita-nurtafita

Post on 23-Jun-2015

7.576 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tugas kuliah semester 5

TRANSCRIPT

Page 1: Metode-metode ijtihad

METODE-METODE IJTIHAD

(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Ushul)

Disusun oleh:

Indrawan

Lutfiyah Hariyanti

Nita Nurtafita

Tati Nurjanah

Semester V (lima)

PRODI ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA)

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2009

Rabu, 31 Desember 2009

Page 2: Metode-metode ijtihad

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas segala curahan

rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada

waktunya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW

beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Dalam pembuatan makalah ini, penyusun sudah berusaha semaksimal

mungkin untuk menghasilkan sebuah karya ilmiah yang dapat bermanfaat dengan

sebaik-baiknya.

Penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

agar lebih baik lagi untuk selanjutnya.

Akhir kata, terima kasih penyusun ucapkan kepada pihak-pihak yang telah

membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Jakarta, 31 Desember 2009

Tim Penyusun

Page 3: Metode-metode ijtihad

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………..........i

Daftar Isi …………………………………………………………………………ii

BAB I. Pendahuluan …………………………………………………………….1

a. Latar Belakang ………………………………………………………..1

b. Rumusan Masalah …………………………………………………….2

c. Tujuan yang dicapai …………………………………………………..2

d. Metode yang digunakan ………………………………………………2

e. Sistematika ……………………………………………………………3

BAB II. ISI ……………………………………………………………………….4

Metode-metode ijtihad…………………………………………………….4

a. Ijma’…………………………………………….……………………..4

b. Al-Qiyas…………………………………………………..…………...6

c. Al-Istishan ……………………………………………..……………..7

d. Al-Mashlahatu’l-Mursalah……………………………………………..8

e. Urf…………………………………………………………………….9

f. Istishhab……………………………………………………………….9

BAB III. PENUTUP…………………………………………………………….11

a. Kesimpulan………………………………………...............................11

b. Saran …………………………………………………………………11

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….12

Page 4: Metode-metode ijtihad

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada masa Nabi Muhammad SAW masih hidup, segala persoalan hukum yang

timbul langsung ditanyakan kepada beliau. Beliau memberikan jawaban hukum

dengan menyebutkan ayat-ayat al-Qur’an. Dalam keadaan tertentu yang tidak

ditemukan jawabannya dalam al-Qur’an, beliau memberikan jawaban melalui

penetapan beliau yang disebut Hadist atau Sunnah.

Begitu pula selanjutnya setelah masa Nabi, apabila para sahabat menemukan

kejadian yang timbul dalam kehidupan mereka dan memerlukan ketentuan

hukumnya, mereka mencari jawabannya dalam al-Qur’an. Bila tidak menemukan

jawabannya secara harfiah dalam al-Qur’an, mereka mencoba mencarinya dalam

koleksi hadist Nabi. Dan apabila mereka belum menemukan juga jawabannya dari

kedua sumber tersebut. Maka , mereka menggunakan daya nalar yang dinamakan

Ijtihad. Dalam berijtihad itu mereka mencari titik kesamaam dari suatu kejadian yang

dihadapi dengan apa-apa yang telah ditetapkan dalam al-Qur’an dan hadits. Mereka

selalu mendasarkan pertimbangan pada usaha “memelihara kemaslahatan umat”

yang menjadi dasar penetapan hukum syara’.

Pada masa setelah zaman Rasulullah pintu ijtihad terbuka lebar, karena

masalah-masalah yang muncul pada zaman setelah Rasulullah berbeda dan banyak

hal-hal baru yang muncul yang tidak terjadi pada zaman Rasulullah. Meskipun al-

Qur'an adalah mu'jizat Nabi Muhammad yang sempurna dan kitab yang paling

sempurna, bukan berarti tidak bisa menjawab permasalahan tersebut, demikian juga

al-Hadits. Akan tetapi Islam memberi peluang kepada para ahli khususnya ahli fiqih

dan para ahli hukum Islam untuk menggali ilmu lebih dalam lagi, karena Rasulullah

sendiri memberi izin kepada para sahabat untuk berijtihad memberikan hikmah yang

besar karena, "memberikan contoh bagaimana cara beristinbath dan memberi latihan

kepada para sahabat bagaimana cara penarikan hukum dari dalil-dalil yang kulli, agar

Page 5: Metode-metode ijtihad

para ahli hukum Islam (para Fuqaha) sesudah beliau dengan potensi yang ada

padanya bisa memecahkan masalah-masalah baru dengan mengembalikannya kepada

prinsip-prinsip yang ada dalam al-Qur'an dan as-Sunnah".

B. Rumusan Masalah

Untuk mengkaji makalah ini, penyusun merumuskan masalah sebagai

berikut:

a. Apa pengertian, unsur-unsur, kehujjahan dan macam-macam Ijma’ ?

b. Apa pengertian, kehujjahan, dan rukun-rukun Qiyas?

c. Apa pengertian, macam-macam, dan kehujjahan Istihsan?

d. Apa pengertian, dalil, dan kehujjahan Al-Mashlahatu’l Mursalah?

e. Apa pengertian dan macam-macam Urf?

f. Apa pengertian dan kehujjahan Istshhab?

C. Tujuan yang dicapai

Mengetahui pengertian Ijma’, unsur-unsur Ijma’, kehujjahan Ijma’, dan

macam-macam Ijma’.

Mengetahui pengertian Qiyas, kehujjahan Qiyas, dan rukun-ruku Qiyas.

Mengetahui pengertian Istihsan, macam-macam Istihsan, dan kehujjahan

istihsan.

Mengetahui pengertian Maslahah Mursalah dan kehujjahannya.

D. Metode yang dipergunakan

Untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penyusunan makalah ini,

penyusun menggunakan metode:

Metode keperpustakaan, yaitu pengambilan data melalui buku-buku,

internet dan lain-lain. Tujuan dari metode tersebut yaitu untuk

memperoleh data-data yang teoritis sebagai pembanding data yang aktual.

Metode kuantitatif yaitu menarik kesimpulan berdasarkan kualitas atau

intensitas ini dari informasi data yang kami peroleh.

Page 6: Metode-metode ijtihad

E. Sistematika

BAB I : PENDAHULUAN

Pada pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah,

tujuan yang akan dicapai., dan metode yang dipergunakan serta sistematika.

BAB II : ISI

Dalam bab ini, kami mencoba membahas tentang bahan yang kami

angkat sebagai rujukan dalam pembuatan makalah ini.

BAB III : PENUTUP

Penutup berisi kesimpulan dan saran tentang masalah-masalah yang

diuraikan dalam makalah ini.

Page 7: Metode-metode ijtihad

BAB II

ISI

Metode-metode ijtihad

Dari pengertiannya, ijtihad adalah sebuah konsep yang mengambarkan usaha

maksimal dalam penalaran, sehingga menghasilkan pendapat pribadi yang orisinil,

dalam perkembangannya telah dibatasi dengan seperangkat pengertian. Akan tetapi

sesuai dengan pembatasan yang dibuat dalam uraian ini, maka pengertian ijtihad

akan dilihat sepanjang pemakainnya pada periode awal sejarah islam, tepatnya pada

masa-masa Rasullah dan sahabat-sahabatnya.

Menurut Al-Ghazali ijtihad dalam arti bahasa adalah pencurahan segala daya

usaha dan penumpahan segala kekuatan untuk menghasilkan sesuatu yang berat atau

sulit. Singkatnya ijtihad adalah sungguh-sungguh untuk mendapatkan sesuatu yang

berat dan sulit.

Adapun metode-metode ijtihad adalah sebagai berikut:

1. Ijma

Pengertian Ijma’

Menurut istilah Ahli Ushul, Ijma’ adalah “kesepakatan para imam mujtahid

diantara umat Islam pada suatu masa setelah Rasulullah wafat, terhadap hukum

syara’ tentang suatu masalah atau kejadian”.

Unsur-Unsur Ijma’

a) Adanya sejumlah mujtahid ketika terjadinya suatu peristiwa lantaran

kesepakatan tidak mungkin terjadi tanpa adanya beberapa pandangan atau

pendapat yang masing-masing terdapat kesesuaian.

b) Bila ada kesepakatan para mujtahid dikalangan umat Islam terhadap hukum

syara’ tentang suatu hukum masalah atau kejadian pada saat terjadinya, maka

tidak memandang negeri, bangsa dan kelompok.

c) Kesepakatan semua mujtahid itu dapat diwujudkan dalam suatu hukum.

Page 8: Metode-metode ijtihad

Bukti Kehujjahan Ijma’

a) Allah SWT memerintahkan di dalam Al-Qur’an untuk taat kepada Ulil Amri

di antara umat Islam, sebagaimana perintah kepada kaum beriman untuk taat

kepada Allah dan Rasulnya.

Firman Allah: (Annisa:59)

b) Semua hukum yang telah disepakati para mujtahid umat Islam, pada dasarnya

merupakan hukum umat Islam yang diolah oleh para mujtahid.

Sabda nabi sebagai berikut:

Umatku tidak akan berkumpul melakukan kesalahan.

c) Bahwa ijma’ terhadap hukum syar’y itu harus didirikan pada landasan hukum

syara’, karena mujtahid itu mempunyai batas-batas yang tidak boleh

dilanggar.

Macam-Macam Ijma’

Ijma’ dilihat dari segi melakukan ijtihad, yaitu ada bagian:

1) Ijma’ Sharih adalah kesepakatan para mujtahid pada suatu waktu terhadap

hukum suatu kejadian dengan menyajikan pendapat masing-masing secara

jelas yang dilakukan dengan cara memberi fatwa atau memberi keputusan.

2) Ijma’ Sukuty adalah sebagian mujtahid pada suatu waktu mengemukakan

pendapatnya secara jelas terhadap suatu kejadian yang dilakukan dengan

cara memberi fatwa atau memberi keputusan, dan mujtahid lainnya tidak

menanggapi pendapat tersebut dalam hal persesuaiannya atau

perbedaannya.

Ditinjau dari segi qath’i atau zhanni adalah hukumnya bagi ijma’ ada dua

macam;

1) Ijma’ qath’i adalah hukum ijma’ sharih, hukumnya telah dipastikan dan

tak ada jalan lain untuk mengeluarkan hukum yang bertentangan, serta

Page 9: Metode-metode ijtihad

tidak boleh mengadakan ijtihad terhadap hukum syara’ mengenai suatu

kejadian setelah adanya ijma sharih.

2) Ijma’ zhanni adalah ijma’ sukuty, hukumnya diduga berdasarkan dugaan

kuat mengenai suatu kejadian, oleh sebab itu masih memungkinkan adanya

ijtihad. Sebab, hasil ijtihad bukan merupakan pendapat seluruh mujtahid.

2. Al-Qiyas

Pengertian Al-Qiyas

Al-Qiyas menurur ulama ushul adalah menyamakan suatu kejadian yang tidak

ada nash kepada kejadian lain yang ada nashnya pada nsh hukum yang telah

menetapkan lantaran adanya kesamaaan antara dua kejadian itu dalam illat (sebab

terjadinya) hukumnya.

Kehujjahan Al-Qiyas

Jumhur ulama’ berpendapat bahwa qiyas adalah hujjah syar’iyyah terhadap

hukum-hukum syara’ tentang tindakan manusia. Al-qiyas menempati urutan keempat

diantara hujjah syar’iyyah yang ada dengan catatan, jika tidak dijumpai hukum atas

kejadian itu berdasar nash atau ijma’.

Orang Mutsabitu’l Qiyas adalah orang-orang yang menetapkan qiyas,

berdasarkan pada dalil Al-Qur’an, As-Sunnah, perkataan dan perbuatan para sahabat

dan lain-lain yang rasional. Ayat Al-Qur’an yang mereka gunakan sebagai dalil salah

satunya yaitu surat Al-Hasyr ayat 2:

Kemudian, mereka juga mengambil landasan Al-Sunnah, hal itu terdapat dua

riwayat; pertama, hadits Muadz bin Jabal. Kedua, berdasarkan ketentuan Al-Sunnah

yang shahih, ketika Rasulallah dihadapkan berbagai persoalan atau kejadian dan

ketika itu wahyu belum member penjelasan, Rasulullah pun mengambil dalil tentang

hukum kejadian tersebut dengan jalan qiyas.

Dalil-dalil rasional yang mereka gunakan:

Allah tidak mensyari’atkan hukum melainkan demi kemashalatan, dan

kemashlatan hamba merupakan tujuan akhir bagi pembentukan hukum islam.

Bahwa nash-nash Al-qur’an dan As-Sunnah sudah tidak ada mungkin bertambah

lagi.

Page 10: Metode-metode ijtihad

Al-Qiyas merupakan dalil yang dikuatkan oleh naluri ucapan yang selamat dan

benar.

Rukun-rukun Al-Qiyas.

a. Al-Ashl adalah sesuatu yang hukumnya terdapat dalam nash.

b. Al-Far’u adalah sesuatu yang hukumnya tidak terdapat didalam nash, dan

hukumnya disamakan kepada Al-Ashl.

c. Hukmu’l-Ashl adalah hukum syara’ yang terdapat nashnya menurut al-Ashl ,

dan dipakai sebagai hukum asal bagi cabang (al-far’u).

d. Al-Illat adalah keadaan tertentu yang dipakai sebagai bagi hukum ashl (asal),

kemudian cabang (al-far’u) itu disamakan kepada asal dalam hal hukumnya.

3. Al-Istishan

Pengertian Istihsan

Menurut Istilah Ulama’ Ushul istihsan ialah pindahnya seorang mujtahid dari

tuntutan kias jali (nyata) kepada kias khafi (samar), atau dari dalil kully kepada

hukum takhshish lantaran terdapat dalil yang menyebabkan mujtahid mengalihkan

hasil pikirannya dan mementingkan perpindahan hukum.

Karenanya, jika terdapat suatu yang tidak ada nash hukumnya, maka dalam

pembahasannya ada dua segi yang berlawanan:

a) Segi Zhahir yang menghendaki adanya hukum suatu hukum.

b) Segi Khafi (tak tampak) yang menghendaki adanya hukum lain.

Macam-macam Isthsan

Berdasarkan pengertian istihsannya, istihsan dapat dibagi menjadi dua bagian:

a. Mengutamakan (memenangkan) kias khafi daripada kias jali berdasarkan dalil.

b. Mengecualikan juz’iyah dari hukum kully berdasarkan dalil.

Kehujjahan Istihsan

Berdasarkan definisi dan macam-macam istihsan, dapat diketahui bahwa istihsan

pada dasarnya bukan sebagai sumber pembentukan hukum yang berdiri sendiri.

Sebab, hukum-hukum tersebut pada macam pertama; berdasarkan dalil kias khafi itu

lebih diutamakan dibanding kias jali, lantaran itu dapat menentramkan mujtahid

dengan jalan istihsan. Kemudian, macam istihsan yang kedua, hukum-hukumnya

Page 11: Metode-metode ijtihad

antara lain, dalil mashlahah yang menuntut pengecualian pada bagian hukum kully,

atau yang dikemukakan sebagai jalan istihsan.

Yang menggunakan hujjah istihsan ini, kebanyakan adalah ulama’ Hanafiyah.

4. Al-Mashalahatu’l-mursalah

Definisi Al-Mashlahatu’l-mursalah

Al-Mashlahatu’l-Mursalah (maslahah mursalah) adalah yang mutlak. Menuurut

ahli ushul maslahah mursalahah diartikan kemaslahatan yang tidak disyari’atkan oleh

Syari’ dalam wujud hukum, dalam rangka menciptakan kemaslahatan, disamping

tidak terdapat dalil yang membenarkan atau menyalahkan. Karenanya, maslahah

mursalah itu disebut mutlak lantaran tidak terdapat dalil yang menyatakan benar atau

salah.

Dalil-dalil Al-Mashlahatul-mursalah

Jumhur ulama mengajukan pendapat bahwa mashlahah mursalah merupakan

hujjjah syari’atkan yang dijadikan metode pembentukan hukum mengenai kejadian

atau masalah yang hukumnya tidak ada dalam nash, ijma, kias, atau istihsan, maka

disyari’atkan dengan mengunakan mashlahah mursalahah.

Dalil yang dipakai oleh Ulama’ tersebut :

a. Kemaslahatan umat manusia itu secara lestari sifatnya selalu aktual. Karena itu,

jika tidak ada syari’at hukum yang berdasarkan maslahah mursalah berkenaan

dengan masalah baru sesuai tuntunan perkembangan, maka pembentukan hukum

hanya hanya akan terkunci berdasarkan maslahah yang mendapatkan pengakuan

syari’.

b. Orang-orang yang menyelidiki pembentukan hukum yang dilakukan oleh para

sahabat, tabi’in dan para mujtahid, akan tampak bahwa mereka telah

mensyari’atkan aneka ragam hukum dalam rangka mencari kemaslahatan dan

bukan lantaran adanya pengakuan sebagai saksi.

Syarat-syarat untuk bias dipakai sebagai hujjah

Ulama menyusun syarat-syarat maslahah mursalah yang dipakai sebagai dasar

pembentukan hukum yaitu ada tiga macam:

Page 12: Metode-metode ijtihad

a. Harus benar-benar membuahkan maslahah atau tidak didasarkan dengan

mengada-ada.

b. Maslahah itu sifatnya umum, bukan bersifat peroangan.

c. Pembentukan hukum dengan mengambil kemaslahatan ini tidak berlawanan

dengan tata hukum atau dasar ketetapan nash dan ijma’.

5. Urf

Pengertian Urf

Urf adalah segala sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia karena telah menjadi

kebiasaan atau tradisi baik bersifat perkataan, perbuatan atau dalam kaitannya

dengan meninggalkan perbuatan tertentu, sekaligus disebut adat.

Macam-macam Urf

Urf dibagi menjadi dua macam:

1. Urf Shahih, yaitu segala sesuatu yang sudah dikenal umat manusia dan tidak

berlawanan dengan dalil syara’, serta tidak menghalalkan yang haram dan tidak

pula menggugurkan kewajiban.

2. Urf Fasid ialah segala sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia, tetapi berlawanan

dengan syara’, atau menghalalkan yang haram dan menggugurkan kewajiban.

6. Istishhab

Pengertian Istishhab

Menurut Ulama’ Ushul Istishhab ialah menetapkan sesuatu berdasar keadaan

yang berlaku sebelumnya hingga adanya dalil yang menunjukkan adanya perubahan

keadaan itu.

Jika tidak terdapat dalil yang menunjukkan adanya perubahan, maka sesuatu itu

hukumnya boleh (mubah) sesuai dengan sifat kebolehan pada asalnya.

Kehujjahan Istishhab

Istishhab merupakan dalil syara’ terakhir yang dipakai mujtahid sebagai hujjah

untuk mengetahui hukum suatu kejadian yang dihadapkan kepadanya. Ulama’ Usul

mengatakan, “ Pada dasarnya, istishhab merupakan tempat berputarnya fatwa yang

terakhir, untuk mengetahui sesuatu berdasarkan hukum yang telah ditetapkan, selama

tidak terdapat dalil yang merubah”.

Page 13: Metode-metode ijtihad

Istishhab menetapkan dasar syari’ah sebagai berikut:

a) Asal sesuatu itu merupakan ketetapan terhadap sesuatu yang sudah ada

berdasarkan keadaan semula, hingga adanya ketetapan yang merubahnya.

b) Asal sesuatu itu adalah mubah.

c) Apa-apa yang sudah tetap berdasarkan keyakinan, tidak akan hilangkarena ragu-

ragu.

d) Asal yang ada pada manusia itu adalah kebebasan.

Page 14: Metode-metode ijtihad

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam usaha mengeluarkan ketentuan hukum dari Al-Qur’an dan Hadis

pemuka-pemuka hukum Islam memakai ijtihad, berfikir keras untuk menentukan

pendapat hukum.

Adapun metode-metode ijtihad yang dapat digunakan untuk menentukan hukun

selain Al-Qur’an dan Hadits ialah Ijma’, Qiyas, Istihsan, Maslahah Mursalah, Urf,

Istishhab.

Page 15: Metode-metode ijtihad

DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shddieqy, M. Hasbi. Pengantar Ilmu Fiqih. Jakarta: Bulan Bintang, 1987.

Khalaf, Abdul Wahab. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: Gema Risalah Pers, 1997.

Nuruddin, Amiur. Ijtihad Umar Ibn Al-Khatab. Jakarta: Rajawali, 1991.