mep

Upload: riyana-rhr

Post on 19-Oct-2015

28 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 LATAR BELAKANG

    Malnutrisi energi protein (MEP) merupakan salah satu dari empat masalah

    gizi utama di Indonesia. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak di bawah umur

    lima tahun (balita) serta pada ibu hamil dan menyusui. Berdasarkan Riskesdas 2007,

    13% balita menderita gizi kurang dan 5,4% balita menderita gizi buruk. Pada

    Risdesdas 2010, 13% balita menderita gizi kurang sedangkan angka gizi buruk turun

    menjadi 4,9% 1,2

    .

    Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energi protein, MEP

    diklasifikasikan menjadi MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan MEP derajat

    berat (gizi buruk). Gizi kurang belum menunjukkan gejala klinis yang khas, hanya

    dijumpai gangguan pertumbuhan dan anak tampak kurus. Pada gizi buruk, di

    samping gejala klinis didapatkan kelainan biokimia sesuai dengan bentuk klinis.

    Pada gizi buruk didapatkan 3 bentuk klinis yaitu kwashiorkor, marasmus, dan

    marasmik kwashiorkor, walaupun demikian penatalaksanaannya sama 1.

    Kwashiorkor adalah sindrom klinis yang diakibatkan dari defisiensi protein

    berat dan asupan kalori yang tidak adekuat. Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah

    inadekuatnya intake protein yang berlangsung kronis. Anak penderita kwashiorkor

    secara umum mempunyai ciri-ciri pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya

    edema pedis dan pretibial serta asites 3,4

    .

    Pentingnya memperhatikan asupan makanan bagi anak harus disadari oleh

    semua orang tua agar tidak terjadi defisit kronis yang menyebabkan kwashiorkor. Di

    sisi lain orang tua tidak semua paham akan nutrisi yang diperlukan bagi

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 2

    pertumbuhan anak. Orang tua juga perlu mengetahui ciri-ciri bila anak menderita

    kwashorkor dan memerlukan tindakan kuratif 3,4

    .

    1.2 TUJUAN

    Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menguraikan hal-hal yang

    berkenaan dengan cara mendiagnosa gizi buruk dan cara penanggulangannya serta

    dalam rangka menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik. Dokter muda diharapkan

    dapat memahami dan mengetahui penatalaksanaan gizi buruk, serta penanggulangan

    dan pencegahannya sehingga diharapkan dapat melakukan usaha-usaha promosi,

    preventif, kuratif, maupun rehabilitatif terutama di bidang kedokteran.

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 DEFINISI

    Kwashiorkor adalah sindrom klinis yang diakibatkan dari defisiensi protein

    berat dan asupan kalori yang tidak adekuat. Dari kekurangan masukan atau dari

    kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh

    infeksi kronik, akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda-

    tanda dan gejala-gejala tersebut. Kwashiorkor berarti anak tersingkirkan, yaitu

    anak yang tidak lagi menghisap, dapat menjadi jelas sejak masa bayi awal sampai

    sekitar usia 5 tahun, biasanya sudah menyapih dari ASI.

    Walaupun pertambahan tinggi dan berat dipercepat dengan pengobatan,

    ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak yang secara tetap

    bergizi baik 3,4

    .

    Klasifikasi MEP berdasarkan WHO-NCHS

    Menurut pengukuran berat badan:

    a. MEP Ringan (BB/U) 70-80% atau (BB/TB) 80-90%

    b. MEP Sedang (BB/U) 60-70% atau (BB/TB) 70-80%

    c. MEP Berat (BB/U)

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 4

    Tanpa melihat berat badan bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain

    adalah MEP berat/ gizi buruk tipe Kwashiorkor.

    Klasifikasi menurut McLarren

    Gejala klinis/laboratoris Angka

    Edema 3

    Dermatosis 2

    Edema di sertai dermatosis 6

    Perubahan pada rambut 1

    Hepatomegali 1

    Albumin serum atau protein total serum Angka

    < 1.00 3,25 7

    1-1,49 3,25-3,99 6

    1.50-1.99 4.00-4.75 5

    2.00-2.49 4,75-5,49 4

    2.50-2.99 5,50-6,24 3

    3,00-3,49 6,25-6,99 2

    3,50-3,99 7,00-7,74 1

    7,75 0

    Keterangan:

    0-3 poin = marasmus

    4-8 poin = marasmik kwashiorkor

    9-15 = kwashiorkor

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 5

    2.2 ETIOLOGI

    Etiologi dari kwashiorkor adalah

    1. Kekurangan intake protein

    2. Gangguan penyerapan protein pada diare kronik

    3. Kehilangan protein secara berlebihan seperti pada proteinuria dan infeksi kronik

    4. Gangguan sintesis protein seperti pada penyakit hati kronis.

    Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang

    berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut antara lain 7

    :

    1. Pola makan

    Protein (asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan

    berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua

    makanan mengandung protein / asam amino yang memadai. Bayi yang masih

    menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun

    bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-sumber lain (susu, telur, keju,

    tahu dll) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan

    nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa

    peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.

    2. Faktor sosial

    Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan

    politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu

    dan sudah berlangsung turun temurun dapat menjadi hal yang menyebabkan

    terjadinya kwashiorkor 4.

    3. Faktor ekonomi

    Kemiskinan keluarga / penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi

    kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana

    ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 6

    4. Faktor infeksi dan penyakit lain

    Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi

    derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun

    dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi. Seperti

    gejala malnutrisi protein disebabkan oleh gangguan penyerapan protein, misalnya

    yang dijumpai pada keadaan diare kronis, kehilangan protein secara tidak normal

    pada proteinuria (nefrosis), infeksi saluran pencernaan, serta kegagalan mensintesis

    protein akibat penyakit hati yang kronis.

    2.3 PATOFISIOLOGI

    MEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi, dalam

    makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan

    biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya 7.

    Disebut malnutrisi primer bila kejadian MEP akibat kekurangan asupan

    nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan serta

    rendahnya pengetahuan di bidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah

    nutrisi seperti di atas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan

    bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik, yang

    mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun

    dan/meningkatnya kehilangan nutrisi 8.

    Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai

    cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai

    dengan pembakaran cadangan karbonhidrat kemudian cadangan lemak serta protein

    dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stress katabolik (infeksi) maka

    kebutuhan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein

    yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih di atas -3 SD (-2SD-

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 7

    -3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut /decompensated

    malnutrition). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila

    stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi di bawah -3 SD, maka akan terjadilah

    marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai

    di bawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik (malnutrisi kronik / compensated

    malnutrition) 8.

    Dengan demikian pada MEP dapat terjadi: gangguan pertumbuhan, atrofi

    otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem

    kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesis enzim 6,8

    .

    2.4 PATOLOGI

    Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat

    berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam

    dietnya. Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel

    yang disebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet

    akan terjadi kekurangan berbagai asam amino dalam serum yang jumlahnya yang

    sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot, makin kurangnya asam

    amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar

    yang kemudian berakibat timbulnya odema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan

    pembentukan beta lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati terganggu dengan

    akibat terjadinya penimbunan lemak dalam hati 6,8

    .

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 8

    Gambar 1 Mekanisme edema pada kwashiorkor

    2.5 MANIFESTASI KLINIS

    Tanda atau gejala yang dapat dilihat pada anak dengan malnutrisi energi protein

    kwashiorkor, antara lain 5,6

    :

    1. Wujud Umum

    Secara umumnya penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas,

    adanya edema pedis dan pretibial serta asites. Muka penderita ada tanda moon face

    dari akibat terjadinya edema. Penampilan anak kwashiorkor seperti anak gemuk

    (sugar baby).

    2. Retardasi Pertumbuhan

    Gejala penting ialah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat badan, tinggi badan

    juga kurang dibandingkan dengan anak sehat.

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 9

    3. Perubahan Mental

    Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel. Pada stadium lanjut bisa

    menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa menurun, dan anak menjadi pasif. Perubahan

    mental bisa menjadi tanda anak mengalami dehidrasi. Gizi buruk dapat

    mempengaruhi perkembangan mental anak. Terdapat dua hipotesis yang menjelaskan

    hal tersebut: karakteristik perilaku anak yang gizinya kurang menyebabkan

    penurunan interaksi dengan lingkungannya dan keadaan ini selanjutnya akan

    menimbulkan outcome perkembangan yang buruk, hipotesis lain mengatakan bahwa

    keadaan gizi buruk mengakibatkan perubahan struktural dan fungsional pada otak.

    4. Edema

    Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun berat.

    Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia,

    gangguan dinding kapiler, dan hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH.

    5. Kelainan Rambut

    Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture), maupun

    warnanya. Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala yang mudah

    tercabut tanpa rasa sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut akan tampak

    kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi putih. Sering bulu mata

    menjadi panjang. Rambut yang mudah dicabut di daerah temporal (Signo de la

    bandera) terjadi karena kurangnya protein menyebabkan degenerasi pada rambut dan

    kutikula rambut yang rusak. Rambut terdiri dari keratin (senyawa protein) sehingga

    kurangnya protein akan menyebabkan kelainan pada rambut. Warna rambut yang

    merah (seperti jagung) dapat diakibatkan karena kekurangan vitamin A, C, E.

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 10

    Gambar 2 kelainan rambut pada kwashiorkor

    6. Kelainan Kulit

    Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih

    mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit karena

    habisnya cadangan energi maupun protein. Pada sebagian besar penderita dtemukan

    perubahan kulit yang khas untuk penyakit kwashiorkor, yaitu crazy pavement

    dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam

    ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan. Terutama bila tekanan

    itu terus-menerus dan disertai kelembapan oleh keringat atau ekskreta, seperti pada

    bokong, fosa poplitea, lutut, buku kaki, paha, lipat paha, dan sebagainya. Perubahan

    kulit demikian dimulai dengan bercak-bercak kecil merah yang dalam waktu singkat

    bertambah dan berpadu untuk menjadi hitam. Pada suatu saat mengelupas dan

    memperlihatkan bagian-bagian yang tidak mengandung pigmen, dibatasi oleh tepi

    yang masih hitam oleh hiperpigmentasi. Kurangnya nicotinamide dan tryptophan

    menyebabkan gampang terjadi radang pada kulit.

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 11

    Gambar 3 crazy pavement dermatosis

    7. Kelainan Gigi dan Tulang

    Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis, dan

    hambatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita.

    8. Kelainan Hati

    Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan biopsi hati yang hampir

    semua sela hati mengandung vakuol lemak besar. Sering juga ditemukan tanda

    fibrosis, nekrosis, dan infiltrasi sel mononukleus. Perlemakan hati terjadi akibat

    defisiensi faktor lipotropik.

    9. Kelainan Darah dan Sumsum Tulang

    Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila disertai penyakit

    lain, terutama infestasi parasit (ankilostomiasis, amoebiasis) maka dapat dijumpai

    anemia berat. Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrien yang penting untuk

    pembentukan darah seperti Ferum, vitamin B kompleks (B12, folat, B6). Kelainan

    dari pembentukan darah dari hipoplasia atau aplasia sumsum tulang disebabkan

    defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi protein juga menyebabkan

    gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya terjadi defek umunitas

    seluler, dan gangguan sistem komplimen.

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 12

    10. Kelainan Pankreas dan Kelenjar Lain

    Di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, saliva dan usus

    halus terjadi perlemakan. Pada pankreas terjadi atrofi sel asinus sehingga

    menurunkan produksi enzim pankreas terutama lipase.

    11. Kelainan Jantung

    Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung disebabkan

    hipokalemi dan hipomagnesemia.

    12. Kelainan Gastrointestinal

    Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia kadang-kadang

    demikian hebatnya, sehingga segala pemberian makanan ditolak dan makanan hanya

    dapat diberikan dengan sonde lambung. Diare terdapat pada sebagian besar penderita.

    Hal ini terjadi karena 3 masalah utama yaitu berupa infeksi atau infestasi usus,

    intoleransi laktosa, dan malabsorbsi lemak. Intoleransi laktosa disebabkan defisiensi

    laktase. Malabsorbsi lemak terjadi akibat defisiensi garam empedu, konjugasi hati,

    defisiensi lipase pankreas, dan atrofi villi mukosa usus halus. Pada anak dengan gizi

    buruk dapat terjadi defisiensi enzim disakaridase.

    13. Atrofi Otot

    Massa otot berkurang karena kurangnya protein. Protein juga dibakar untuk dijadikan

    kalori demi penyelamatan hidup.

    14. Kelainan Ginjal

    Malnutrisi energi protein dapat mengakibatkan terjadi atrofi glomerulus sehingga

    GFR menurun.

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 13

    Gambar 4 gejala klinis kwashiorkor

    2.6 DIAGNOSIS

    Anamnesis

    Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan yang kurang, anak

    kurus, atau berat badannya kurang. Selain itu ada keluhan anak kurang/tidak mau

    makan, sering menderita sakit yang berulang atau timbulnya bengkak pada kedua

    kaki, kadang sampai seluruh tubuh 6,7

    .

    Pemeriksaan Fisik

    1. Perubahan mental sampai apatis

    2. Anemia

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 14

    3. Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut / rontok

    4. Gangguan sistem gastrointestinal

    5. Pembesaran hati

    6. Perubahan kulit (dermatosis)

    7. Atrofi otot

    8. Edema simetris pada kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuh

    Marasmus :

    Marasmik-kwashiorkor : terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan

    kwashiorkor secara bersamaan. Gejala klinis marasmus antara lain: Penampilan

    wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus. Perubahan mental, cengeng. Kulit

    kering, dingin dan mengendor, keriput. Lemak subkutan menghilang hingga turgor

    kulit berkurang. Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas. Kadang-kadang

    terdapat bradikardi. Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang

    sebaya.

    Hasil pemeriksaan pada anak dengan MEP:

    1. Kondisi I

    Jika ditemukan:

    a. Renjatan (Shock)

    b. Letargis

    c. Muntah dan atau diare atau dehidrasi

    2. Kondisi II

    Jika ditemukan:

    a. Letargis

    b. Muntah dan atau diare atau dehidrasi

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 15

    3. Kondisi III

    Jika ditemukan: muntah dan atau diare atau dehidrasi

    4. Kondisi IV

    Jika ditemukan letargis

    5. Kondisi V

    Jika tidak ditemukan:

    a. Renjatan (Shock)

    b. Letargis

    c. Muntah/diare/dehidrasi

    Penyakit penyerta yang sering ditemui pada MEP:

    1. Gangguan mata

    2. Gangguan kulit

    3. Diare persisten

    4. Anemia berat

    5. Parasit/cacing

    6. Tuberkulosis

    7. Malaria

    8. HIV

    2.7 DIAGNOSIS BANDING

    Adanya edema serta ascites pada bentuk kwashiorkor perlu dibedakan dengan 4:

    1. Trauma

    2. Sindroma nefrotik

    3. Payah jantung kongestif

    4. Pellagra infantil

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 16

    2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Pemeriksaan penunjang yang diperlukan:

    1. Pemeriksaan laboratorium: kadar gula darah, darah tepi lengkap, feses lengkap,

    elektrolit serum, protein serum (albumin, globulin), feritin.

    Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis normositik

    normokrom karena adanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis

    sumsum tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan,

    kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu dapat ditemukan kadar albumin

    serum yang menurun 4.

    2. Pemeriksaan radiologi (dada, AP dan lateral) juga perlu dilakukan untuk

    menemukan adanya kelainan pada paru.

    3. Tes mantoux

    4. EKG

    2.9 KOMPLIKASI

    Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi

    dikarenakan lemahnya sistem imun. Tinggi maksimal dan kempuan potensial untuk

    tumbuh tidak akan pernah dapat dicapai oleh anak dengan riwayat kwashiorkor.

    Bukti secara statistik mengemukakan bahwa kwashiorkor yang terjadi pada awal

    kehidupan (bayi dan anak-anak) dapat menurunkan IQ secara permanen. Komplikasi

    lain yang dapat ditimbulkan dari kwashiorkor adalah 4,6

    :

    1. Defisiensi zat besi

    2. Hiperpigmentasi kulit

    3. Edema anasarka

    4. Imunitas menurun sehingga mudah infeksi

    5. Diare karena terjadi atrofi epitel usus

    6. Hipoglikemia, hipomagnesemia

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 17

    Refeeding syndrome adalah salah satu komplikasi metabolik dari dukungan

    nutrisi pada pasien malnutrisi berat yang ditandai oleh hipofosfatemia, hipokalemia,

    dan hipomagnesemia. Hal ini terjadi sebagai akibat perubahan sumber energi utama

    metabolisme tubuh, dari lemak pada saat kelaparan menjadi karbonhidrat yang

    diberikan sebagai bagian dari dukungan nutrisi, sehingga terjadi peningkatan kadar

    insulin serta perpindahan elektrolit yang diperlukan untuk metabolism intraseluler.

    Secara klinis pasien dapat mengalami disritmia, gagal jantung, gagal napas akut,

    koma paralisis, nefropati, dan disfungsi hati. Oleh sebab itu dalam pemberian

    dukungan nutrisi pada pasien malnutrisi berat perlu diberikan secara bertahap 4.

    2.10 TATA LAKSANA

    MEP berat ditata laksana melalui 3 fase (stabilisasi, transisi dan rehabilitasi) dengan

    10 langkah tindakan seperti tabel di bawah ini 7,8

    :

    Tabel 1. Sepuluh langkah tata laksana MEP berat

    No Fase Stabilisasi Transisi Rehabilitasi

    Hari ke 1-2 Hari ke 2-

    7

    Minggu ke-2 Minggu ke

    3-7

    1 Hipoglikemia

    2 Hipotermia

    3 Dehidrasi

    4 Elektrolit

    5 Infeksi

    6 Mulai pemberian

    makanan F-75

    7 Pemberian makanan

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 18

    untuk tumbuh kejar

    F-100

    8 Mikronutrien Tanpa Fe Dengan Fe

    9 Stimulasi

    10 Tindak Lanjut

    Tabel 2. Komposisi F-75, F-100, dan F-135 beserta nilai gizi masing-masing formula

    Bahan makanan Per 1000 ml F-75 F-100 F-135

    Formula WHO

    Susu skim bubuk

    Gula pasir

    Minyak sayur

    Larutan elektrolit

    Air sampai

    g

    g

    g

    ml

    ml

    25

    100

    30

    20

    1000

    85

    50

    60

    20

    1000

    90

    65

    75

    27

    1000

    Nilai gizi

    Energi

    Protein

    Laktosa

    Kalium

    Natrium

    Magnesium

    Seng

    Tembaga (Cu)

    % Energi protein

    % Energi lemak

    Osmolaritas

    Kkal

    g

    g

    mmol

    mmol

    mmol

    mg

    mg

    -

    -

    mosm/l

    750

    9

    13

    36

    6

    4,3

    20

    2,5

    5

    36

    413

    1000

    29

    42

    59

    19

    7,3

    23

    2,5

    12

    53

    419

    1350

    33

    48

    63

    22

    8

    30

    3,4

    10

    57

    508

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 19

    Cara membuat formula WHO

    Formula WHO 75

    Campurkan gula dan minyak sayur, aduk sampai rata dan tambahkan larutan mineral

    mix, kemudian masukkan susu skim sedikit demi sedikit, aduk sampai kalis dan

    berbentuk gel. Encerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai

    homogen dan volume menjadi 1000 ml. Larutan ini bisa langsung diminum. Masak

    selama 4 menit, bagi anak yang disentri atau diare persisten.

    Formula WHO 100

    Campurkan gula dan minyak sayur, aduk sampai rata dan tambahkan larutan mineral

    mix, kemudian masukkan susu skim sedikit demi sedikit, aduk sampai kalis dan

    berbentuk gel. Encerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai

    homogen dan volume menjadi 1000 ml. Larutan ini bisa langsung diminum atau

    dimasak dulu selama 4 menit.

    Medikamentosa

    1. Pengobatan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

    Rehidrasi secara oral dengan Resomal, secara parenteral hanya pada dehidrasi berat

    atau syok

    2. Atasi/cegah hipoglikemi

    GDA < 50 mg/dl 50 ml D10% bolus IV evaluasi tiap 2 jam beri makanan tiap 2

    jam

    3. Atasi gangguan elektrolit

    Beri cairan rendah Na (resomal)

    Makanan rendah garam

    4. Atasi/cegah dehidrasi

    Penilaian dehidrasi denyut nadi, pernafasan, frekuensi kencing, air mata.

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 20

    Cairan resomal peroral 5 ml/kgbb

    5. Atasi/cegah hipotermi

    Suhu < 36C hangatkan, berikan makanan tiap 2 jam

    6. Antibiotika sebagai pengobatan pencegahan infeksi:

    a. Bila tidak jelas ada infeksi, berikan kotrimoksasol selama 5 hari

    b. Bila infeksi nyata: Ampisilin IV selama 2 hari, dilanjutkan dengan oral sampai 7

    hari, ditambah dengan gentamisin IM selama 7 hari

    7. Mulai pemberian makanan

    Fase awal faali hemostasis kurang jadi harus hati-hati

    Pemberian porsi kecil, sering, rendah laktosa oral nasogastrik

    Kalori 80-100 kal/Kgbb/ hari, cairan 130 ml/hari

    8. Atasi penyakit penyerta yang ada sesuai pedoman

    a. Bila ada ulkus di mata diberikan:

    i. Tetes mata chloramphenicol atau salep mata tetracycline, setiap 2-3 jam

    selama 7-10 hari

    ii. Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari

    iii. Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali

    b. Dermatosis

    Dermatosis ditandai adanya hipo/hiperpigmentasi, deskuamasi (kulit mengelupas),

    lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi sekunder, antara

    lain oleh Candida.

    Tatalaksana:

    i. Kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO (kalium-

    permanganat) 1% selama 10 menit

    ii. Beri salep atau krim (Zn dengan minyak katsor)

    iii. Usahakan agar daerah perineum tetap kering

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 21

    iv. Umumnya terdapat defisiensi seng (Zn): beri preparat Zn peroral

    c. Parasit/cacing

    Beri Mebendazole 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat antelmintik.

    d. Diare melanjut

    Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan

    formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis

    merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan

    pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri: Metronidazole 7,5 mg/kgBB setiap 8 jam

    selama 7 hari.

    e. Tuberkulosis

    Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/mantoux (seringkali alergi) dan

    foto toraks. Bila positif atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan

    TB.

    9. Vitamin A (dosis sesuai usia, yaitu 1 tahun : 200.000 SI) pada awal perawatan dan hari ke-15 atau sebelum pulang

    10. Multivitamin-mineral, khusus asam folat hari pertama 5 mg, selanjutnya 1 mg per

    hari.

    11. Tindakan kegawatan

    a. Syok (renjatan)

    Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan

    keduanya secara klinis saja.

    Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena,

    sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak akan membaik dengan cepat. Hati-hati

    terhadap terjadinya overhidrasi.

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 22

    Pedoman pemberian cairan:

    Berikan larutan dextrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan ringer dengan kadar

    dextrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama.

    Evaluasi setelah 1 jam:

    i. Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernafasan) dan

    status hidrasi, maka syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan

    seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian

    Resomal/penggantil, per oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam,

    selanjutnya mulai berikan formula khusus (-75/pengganti).

    ii. Bila tidak ada perbaikan klinis maka anak menderita syok septik. Dalam

    hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi

    darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian

    mulailah pemberian formula (F-75/pengganti).

    b. Anemia berat

    Tranfusi darah diperlukan bila:

    i. Hb < 4 g/dl

    ii. Hb 4-6 g/dl disertai distress pernafasan atau tanda gagal jantung

    Tranfusi darah:

    1. Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam

    Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk transfusi dengan

    jumlah yang sama.

    2. Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.

    Perhatikan adanya reaksi tranfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak

    dengan distres nafas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan

    ulangi pemberian darah 3.

    12. Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional

    Kasih sayang, lingkungan yang ceria, bermain

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 23

    13. Tindak lanjut di rumah

    Beri makanan sering energi dan protein padat

    Tabel 3. Cara membuat Resomal

    Terdiri dari:

    Bubuk WHO-ORS* /Oralit untuk 200 ml

    Gula pasir

    Larutan elektrolit/mineral mix**

    Ditambah air sampai larutan menjadi

    1 pak

    10 gram

    8 ml

    400 ml

    Setiap 1 liter cairan Resomal ini mengandung 37,5 mEq Na, 40 mEq, dan 1,5 mEq

    Mg

    *Bubuk WHO-ORS untuk 1 liter mengandung 2,6 g NaCl, 2,9 g trisodium citrat

    sesuai formula baru, 1,5 g KCl dan 13,5 gram glukosa.

    Tabel 4. Komposisi larutan mineral mix

    Kandungan Jumlah

    Kalium klorida

    Trikalium sitrat

    Magnesium klorida (MgCl2.6H2O)

    Seng asetat

    Tembaga sulfat

    Natrium selenate

    Kalium iodide

    89,5 g

    32,4 g

    30,5 g

    3,3 g

    0,56 g

    10 mg

    5 mg

    Tambahkan air sampai volume mencapai 1000 ml

    Suportif / Dietetik

    1. Oral (enteral): sesuai kebutuhan energi, protein dan cairan sesuai fase-fase tata

    laksana gizi buruk

    2. Intravena (parenteral): hanya atas indikasi tepat.

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 24

    Tabel 5. Kebutuhan energi, protein dan cairan sesuai fase-fase tata laksana gizi buruk

    Stabilisasi (F75) Transisi (F75 F100) Rehabilitasi (F100)

    Energi

    Protein

    Cairan

    80-100 kkal/kgbb/hr

    1-1,5 g/kgbb/hr

    100-130 ml/kgbb/hr

    Bila ada edema berat:

    100 ml/kgbb/hr

    100-150 kkal/kgbb/hr

    2-3 g/kgbb/hr

    Bebas sesuai kebutuhan

    energi

    15-220/kgbb/hr

    4-6 g/kgbb/hr

    Hal penting yang harus diperhatikan:

    1. Jangan beri Fe sebelum minggu ke-2

    2. Jangan berikan cairan IV, kecuali syok atau dehidrasi berat

    3. Jangan beri protein terlalu tinggi

    4. Jangan beri diuretik pada kwashiorkor

    5. Jangan beri infus albumin pada kwashiorkor

    Memberikan Stimulasi Sensorik dan Dukungan Emosional

    Pada anak gizi buruk terjadi perkembangan mental dan perilaku karenanya harus

    diberikan:

    1. Kasih sayang

    2. Lingkungan yang ceria

    3. Terapi bermain terstuktur selama 15 30 menit/hari (permainan ci luk ba, dll)

    4. Aktifitas Fisik segera setelah sembuh

    5. Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dan sebagainya.

    Kriteria Pemulangan Balita Gizi Buruk dari Ruang Rawat Inap

    1. Balita:

    a. Selera makan sudah bagus, makanan yang diberikan dapat dihabiskan

    b. Ada perbaikan kondisi mental

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 25

    c. Balita sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan, sesuai

    dengan umurnya

    d. Suhu tubuh berkisar antara 36,5 37,5 C

    e. Tidak ada muntah atau diare

    f. Tidak ada edema

    g. Terdapat kenaikan berat badan > 5 g/kgBB/hr selama 3 hari berturut-turut atau

    kenaikan sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut

    h. Sudah berada di kondisi gizi kurang (sudah tidak gizi buruk)

    2. Ibu / Pengasuh:

    a. Sudah dapat membuat makanan yang diperlukan untuk tumbuh kejar di rumah

    b. Ibu sudah mampu merawat serta memberikan makan dengan benar kepada balita

    3. Institusi Lapangan:

    Institusi lapangan telah siap untuk menerima rujukan pasca perawatan.

    Pemantauan

    1. Kriteria Sembuh: BB/TB > -2 SD

    2. Tumbuh Kembang:

    a. Memantau status gizi secara rutin dan berkala

    b. Memantau perkembangan psikomotor

    3. Edukasi

    Memberikan pengetahuan pada orang tua tentang:

    a. Pengetahuan gizi

    b. Melatih ketaatan dalam pemberian diet

    c. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan

    Tindak Lanjut di Rumah Bagi Anak Gizi Buruk

    1. Bila gejala klinis dan BB/TB-PB -2 SD dapat dikatakan anak sembuh

    2. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjukan di rumah

    setelah penderita dipulangkan

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 26

    Beri contoh kepada orang tua:

    1. Menu dan cara membuat makanan dengan kandungan energi dan zat gizi yang

    padat, sesuai dengan umur, berat badan anak.

    2. Terapi bermain terstuktur

    Sarankan:

    1. Memberikan makanan dengan porsi kecil dan sering, sesuai dengan umur anak

    2. Membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur:

    Bulan I : 1x/minggu

    Bulan II : 1x/2 minggu

    Bulan III-IV : 1x/bulan

    3. Pemberian suntikan/imunisasi dasar dan ulangan (booster)

    4. Pemberian vitamin A dosis tinggi setiap 6 bulan sekali (dosis sesuai umur)

    Langkah Promotif/Preventif

    Malnutrisi energi protein merupakan masalah gizi yang multifaktorial. Tindakan

    pencegahan bertujuan untuk mengurangi insidens dan menurunkan angka kematian.

    Oleh karena ada beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya masalah tersebut,

    maka untuk mencegahnya dapat dilakukan beberapa langkah, antara lain 4:

    a. Pola Makan

    Penyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang (perbandingan jumlah

    karbonhidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral berdasarkan umur dan berat badan)

    b. Pemantauan tumbuh kembang dan penentuan status gizi secara berkala (sebulan

    sekali pada tahun pertama)

    c. Faktor sosial

    Mencari kemungkinan adanya pantangan untuk menggunakan bahan makanan

    tertentu yang sudah berlangsung secara turun-temurun dan dapat menyebabkan

    terjadinya MEP.

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 27

    d. Faktor ekonomi

    Dalam World Food Conference di Roma tahun 1974 telah dikemukakan bahwa

    meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertambahnya

    persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis

    pangan, sedangkan kemiskinan penduduk merupakan akibat lanjutannya. Ditekankan

    pula perlunya bahan makanan yang bergizi baik di samping kuantitasnya.

    e. Faktor infeksi

    Telah lama diketahui adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi

    derajat apapun dapat memperburuk keadaan status gizi. MEP, walaupun dalam

    derajat ringan, menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi.

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 28

    BAB III

    STATUS PASIEN

    3.1 IDENTITAS

    Nama : Alif Nurahman

    Alamat : Kampung Tengoh

    Umur : 5 tahun 6 bulan

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Berat : 3900 gram

    Nama Ayah : Andika Saputra

    Pekerjaan : Wiraswasta

    Nama Ibu : Ainun Mardiah

    3.2 RIWAYAT PENYAKIT

    Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien pada tanggal 18 Desember 2013.

    Keluhan Utama : Lemas sejak 2 hari SMRS

    Telaah :

    Os datang ke RSUD langsa pada tanggal 18/12/2013 jam 10.45 WIB dengan

    keluhan lemas, lemas di rasakan sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Awalnya

    Os tidak mau minum susu seperti biasa, Os juga sering menangis dan rewel (+)

    sehingga badannya lemas.Ibu Os juga mengatakan BB Os turun 1kg dalam 1

    minggu ini.

    Ibu Os juga mengeluhkan Os batuk (+) sesekali, batuk tidak berdahak (-) dan

    berdarah (-). disertai Demam,Demam naik turun setelah minum obat penurun panas,

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 29

    ibu os juga mengatakan akhir-akhir ini os sering gelisah sehingga susah tidur malam

    malam (+), riwayat sesak di sangkal.

    Ibu os juga mengatakan Os sebelumnya mencret tidak di sertai muntah,

    mencret sebanyak 3 x dalam satu hari ini dengan konsistensi cair ,berwarna

    kuning dengan sedikit ampas. Riwayat BAK (+) normal dengan warna kuning tua .

    RPD : Os pernah di rawat 1 minggu lalu di RSUD langsa dengan

    diagnosa GE Akut

    RPO : obat penurun panas dan yang membuat kencing merah

    RPK : kakek di duga menderita TB Paru

    Riwayat imunisasi : Pasien tidak pernah diimunisasi

    3.3 PEMERIKSAAN FISIK

    Status Present

    Kesadaran : Composmentis

    HR : 86x/i

    RR : 28x/i

    Temp : 37,6C

    Pemeriksaan Fisik

    Kepala : Normocephali, caput (-)

    Rambut : tipis berwarna merah seperti jagung.

    Wajah : sembab (+), Oedem (+)

    Mata : anemis (-/-)

    Ikterik (-/-)

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 30

    cekung (+/+)

    Hidung : NCH (-)

    Sekret (-)

    Bibir : Kering (+)

    Sianosis (-)

    Lidah : Hiperemis (+).kotor (+)

    Beslag (-)

    Tonsil : T1/T1 ,

    Hiperemis (+)

    Faring : Hiperemis (+)

    Leher :

    I : Simetris (+)

    P : Trakea midline (+)

    Pembesaran KGB (-)

    Thoraks :

    I : Simetris (+)

    P : Stem fremitus (+)

    P : Sonor (+)

    A : Vesikuler (+/+), whezing (--/--), Ronhki(-/-).

    Abdomen :

    I : Simetris (+)

    P : Nyeri tekan (-)

    Pembesaran organ (+)

    P : Tympani (+)

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 31

    A : Peristaltik (+)

    Ekstremitas :

    - - - - -- --

    + + - - -- --

    Oedem Pucat Sianosis

    Status Gizi : BB Sekarang X 100% = 3900 g x 100%

    BB Seharusnya 7200 g

    = 54 % ( Severe Malnutrisi )

    3.4 PEMERIKSAAAN PENUNJANG

    1. Laboratorium

    a. Pemeriksaan darah rutin tgl 18-12-2013

    Haemoglobin 8,1 g/100ml

    Hematokrit 23,4 %

    Leucosite 6600/Uix103

    Thrombosite 494000 Uix103

    Gol, Darah A

    b. Kimia darah

    Total protein 4,4 g/100 ml

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 32

    Albumin 2,3 g/100 ml

    Globulin 2,1 g /100 ml

    Total bilirubin 1,0 mg/100 ml

    Direc bilirubin 0,5 mg/100ml

    SGOT 21 U/I

    SGPT 11 U/I

    Urium 11 mg/ 100ml

    Kreatinin 0,3 mg/ 100ml

    Uric acid 2,9

    Total cholestrol 65 mg/100ml

    Glukose (S) 34

    c. Test elektrolit darah:

    Chlorida : 113mmol/L

    Natrium : 140mmol/L

    Kalium : 3,2 mmol/L

    d. Urine

    Warna : kuning

    Protein : (-)

    Bilirubin : (-)

    Reduksi : (-)

    Sedimen

    Leucosyte : 0-2/lph

    Erythrocyte : (-)mg/lph

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 33

    Epithel cell : 1- 3 /lph

    Ca.oxalat : 3-5 /lph

    Cylinder : (-) mg / lph

    3.5 RESUME

    Keluhan Utama : Lemas

    Telaah :

    Os datang ke RSUD langsa pada tanggal 18/12/2013 jam 10.45 WIB dengan

    keluhan lemas, lemas di rasakan sejak 2 hari ini. Awalnya Os tidak mau minum susu

    seperti biasa, Os juga sering menangis dan rewel (+) sehingga badannya lemas.Ibu

    Os juga mengatakan BB Os turun 1kg dalam 1 minggu ini.

    Ibu Os juga mengeluhkan Os batuk (+) sesekali, batuk tidak berdahak (-) dan

    berdarah (-). disertai Demam naik turun, sehingga malam susah tidur (+), riwayat

    sesak di sangkal.

    Ibu os juga mengatakan Os sebelumnya mencret tidak di sertai muntah,

    mencret sebanyak 3 x dalam satu hari ini dengan konsistensi cair ,berwarna

    kuning dengan sedikit ampas.

    Riwayat BAK (+) normal dengan warna kuning tua .

    RPD : Os pernah di rawat 1 minggu lalu di RSUD langsa dengan diagnosa

    GE Akut

    RPO : Obat penurun panas dan yang membuat kencing merah

    RPK : kakek di duga menderita TB Paru

    Riwayat imunisasi : Pasien tidak pernah diimunisasi

    Status Present :

    Kesadaran : Composmentis, HR: 86x/i, RR: 28x/i ,Temp: 37,6C

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 34

    Pemeriksaan Fisik

    Inspeksi:

    Kepala : Normocephali,

    Rambut : tipis berwarna merah seperti jagung.

    Wajah : Sembab (+),Oedem (+)

    Mata : Cekung (+/+)

    Hidung : DBN

    Bibir : Kering (+)

    Lidah : Hiperemis (+).kotor (+)

    Tonsil : T1/T1Hiperemis (+)

    Faring : Hiperemis (+)

    Leher : Simetris (+)

    Thoraks : Simetris (+)

    Abdomen : Simetris (+)

    Ekstremitas :

    Oedem

    Palpasi:

    Leher : Trakea midline (+)

    Thoraks : Stem fremitus Kn=Ki

    Abdomen : Pembesaran organ (-)

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 35

    Perkusi :

    Thoraks : Sonor (+)

    Abdomen : Tympani (+)

    Auskultasi:

    Thoraks : Vesikuler (+/+), whezing (--/--), Ronhki(-/-).

    Abdomen : Peristaltik (+)

    Status Gizi : BB Sekarang X 100% = 3900 g x 100%

    BB Seharusnya 7200 g

    = 54 % ( Severe Malnutrisi )

    e. Pemeriksaan darah rutin tgl 18-12-2013

    Haemoglobin 8,1 g/100ml

    Hematokrit 23,4 %

    Leucosite 6600/Uix103

    Thrombosite 494000 Uix103

    Gol, Darah A

    f. Kimia darah

    Total protein 4,4 g/100 ml

    Albumin 2,3 g/100 ml

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 36

    Globulin 2,1 g /100 ml

    Total bilirubin 1,0 mg/100 ml

    Direc bilirubin 0,5 mg/100ml

    SGOT 21 U/I

    SGPT 11 U/I

    Urium 11 mg/ 100ml

    Kreatinin 0,3 mg/ 100ml

    Uric acid 2,9

    Total cholestrol 65 mg/100ml

    Glukose (S) 34

    g. Test elektrolit darah:

    Chlorida : 113mmol/L

    Natrium : 140mmol/L

    Kalium : 3,2 mmol/L

    h. Urine

    Warna : kuning

    Protein : (-)

    Bilirubin : (-)

    Reduksi : (-)

    Sedimen

    Leucosyte : 0-2/lph

    Erythrocyte : (-) mg/lph

    Epithel cell : 1- 3 /lph

    Ca.oxalat : 3-5 /lph

    Cylinder : (-) mg / lph

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 37

    3.6 DIAGNOSA DIFERENSIAL

    Gizi Buruk Kwashiokor + Suspect Tuberculosis Paru

    Sindrom nefrotik

    Glomerulonefritis Akut

    DIAGNOSA

    Gizi Buruk Kwashiokor + Suspect Tuberculosis Paru

    3.7 PENATALAKSANAAN

    - IVFD Dextrose 5 % 12gtt (mikro)

    - Injecsi cefotaxim 100 g/12 j

    - Zinkid syr 1 x 1 Cth

    - Erystin drop3x0,5 mg

    - INH 1 x 35 g

    - Rifampicin 1 x 35 g

    - Diet F 75

    3.9 FOLLOW UP RUANGAN

    Tanggal 19 12 2013, pukul 08.00 WIB

    S : Lemas(+), Tidak mau minum (+), Rewel (+), Demam(-), Batuk (-),BAK (-),

    BAB (-)

    O : Status generalis : CM, BB : 3900 gram, P: 86x/i,R 28x/i,T : 37C.

    Pemeriksaan fisik : Oedem muka dan ekstremitas (+), mata cekung (+),

    Rambut tipis (+), bibir kering (+),lidah & faring

    hiperemis (+)

    Hb : 8,1 g/100ml ,Hematokrit23,4 %, Total protein 4,4, Albumin 2,3.

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 38

    A : NH1 Gizi Buruk Kwashiokor + Suspec TB.

    P : Th /

    IVFD Dextrose 5 % 12gtt (mikro)

    Injecsi cefotaxim 100 g/12 j

    Zinkid syr 1 x 1 Cth

    INH 1 x 35 g

    Rifampicin 1 x 35 g

    Diet F 75

    Tanggal 20 12 2013, pukul 08.00 WIB

    S : Lemas(+), Tidak mau minum (-), Rewel (+), Demam(-), Batuk (-),BAK (+),

    BAB (+) dalam batas normal

    O : Status generalis : CM, BB : 3900 gram, P: 87x/i,R 26x/i,T : 36,8C.

    Pemeriksaan fisik : Oedem muka dan ekstremitas (-), mata cekung (+),

    Rambut tipis (+), bibir kering (+),lidah & faring

    hiperemis (-)

    Hb : 8,1 g/100ml ,Hematokrit23,4 %, Total protein 4,4, Albumin 2,3.

    A : NH2 Gizi Buruk Kwashiokor + Suspec TB.

    P : Th /

    IVFD Dextrose 5 % 12gtt (mikro)

    Injecsi cefotaxim 100 g/12 j

    Zinkid syr 1 x 1 Cth

    Erystin drop3x0,5 mg

    INH 1 x 35 g

    Rifampicin 1 x 35 g

    Diet F 75

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 39

    Tanggal 22 12 2013, pukul 08.00 WIB

    S : Lemas(-), Tidak mau minum (-), Rewel (-), Demam(-), Batuk (-),BAK (-),

    BAB (-) susah tidur (+)

    O : Status generalis : CM, BB : 3900 gram, P: 90x/i,R 28x/i,T : 36,9C.

    Pemeriksaan fisik : Oedem muka dan ekstremitas (-), mata cekung (-),

    Rambut tipis (+), bibir kering (-),lidah & faring

    hiperemis (-)

    A : NH4 Gizi Buruk Kwashiokor + Suspec TB.

    P : PBJ

    Th /

    Zinkid syr 1 x 1 Cth

    Erystin drop3x0,5 mg

    INH 1 x 35 g

    Rifampicin 1 x 35 g

    Cefadroxil 2 x Cth.

    Edukasi

    Memberikan pengetahuan pada orang tua tentang:

    Pengetahuan gizi

    Melatih ketaatan dalam pemberian diet

    Menjaga kebersihan diri dan lingkungan

  • Kwashiorkor | Kepaniteraan Klinik Senior RSUD Langsa 40

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Behrman, L. Richard dkk. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: EGC

    2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2010. Laporan Hasil Riset

    Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2010. www.diskes.jabarprov.

    go.id/download.php?title=RISKESDAS%202010

    3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Petunjuk Teknis Tata Laksana

    Anak Gizi Buruk: Buku II. Jakarta: Departemen Kesehatan.

    4. Hidajat, Irawan dan Hidajati. Pedoman Diagnosis dan Terapi: Bag/SMF Ilmu

    Kesehatan Anak. Surabaya: RSU dr. Soetomo.

    5. Pudjiadi, Hegar, Handryastuti dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta:

    IDAI

    6. Rudolph, Abraham M. dkk. 2006. Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Jakarta: EGC

    7. M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC

    8. WHO Indonesia. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Rujukan

    Tingkat Pertama di Kabupaten. Jakarta: WHO Indonesia.