mentradisikan interaksi dosen dan mahasiswa
DESCRIPTION
dosen dan mahasiswaTRANSCRIPT
1
Mentradisikan Interaksi Dosen dengan Mahasiswa Dalam Bingkai Disiplin, Kejuangan Dan Kreatifitas
Oleh : Edwi Arief Sosiawan, SIP, MSi(staf pengajar jurusan ilmu komunikasi FISIP UPNVY)
Pendahuluan
Perguruan tinggi adalah sebuah sistem yang terdiri dari berbagai macam
elemen/unsur yang salah satu tonggak utamanya adalah terjadinya interaksi dosen
dengan mahasiswa. Interaksi tersebut menurut “pakem”nya dapat dilihat dari sisi
formal dan sisi non formal. Sisi formalnya adalah terjadi pada saat dosen
menjalankan fungsi utamanya sebagai pebelajar yang harus merencanakan,
melaksanakan dan menilai keberhasilan mahasiswa dalam rangka mendapatkan
pengetahuan, kemahiran dan ketrampilan. Implementasi aktivitas tersebut adalah
terjadi pada saat dosen mengajar, membimbing skripsi, perwalian/bimbingan
akademik dan sebagainya. Sedangkan pada sisi non formalnya tugas dosen adalah
membantu mahasiswa untuk mendapatkan nilai-nilai moral dan nilai-nilai sosial
di luar kegiatan formal tadi, seperti menanamkan kepribadian dan jati diri
mahasiswa untuk mengimplementasikan ilmu yang didapat.
Secara teoritis adalah mudah melihat dan memaparkan interaksi dosen
dengan mahasiswa namun hal tersebut menjadi sesuatu yang “naif” untuk diterima
begitu saja. Sesungguhnya, interaksi dosen dengan mahasiswa tidak se harmonis
dan semudah yang dibayangkan. Konflik terbuka dan terpendam selalu mewarnai
interaksi dosen dengan mahasiswa. Contoh terkecil adalah ketidakpuasan
mahasiswa terhadap dosen yang “tidak jelas” dalam mentransfer ilmu, kurangnya
transparansi dalam pemberian nilai, penerapan disiplin yang berlebihan/kaku
(dalam istilah populer “killer”) hingga penentangan secara sporadis dan ‘lantang”
atas kebijakan yang diterapkan oleh institusi atas nama dosen yang menjabat
struktural. Celakanya konflik tersebut kadang mandeg atau tidak terselesaikan
karena masing-masing pihak berpihak pada keyakinan kebenaran masing-masing.
Dosen kadang bersembunyi di balik segudang aturan dan etika. Sementara
mahasiswa berpedoman pada kebebasan dan “hak” mereka atas pelayanan yang
seharusnya diterima. Konflik yang tidak terselesaikan inilah yang kadang
menimbulkan apatisme pada diri mahasiswa dan dosen dalam berinteraksi. Bila
http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]
2
dibiarkan maka kelanjutan dari fenomena tersebut tentunya akan mengganggu
jalannya sistem pembelajaran dan pendidikan yang berdampak pada hasil
pembelajaran dan tujuan pendidikan.
Konflik-konflik di atas terjadi karena masih ada ( dan banyak ) dosen
dalam melakukan interaksi dengan mahasiswa baik secara formal dan non formal
menggunakan pendekatan paedagogy ( anak-anak) dan bukannya andragogy
(orang dewasa). Padahal seperti yang diketahui bahwa mahasiswa adalah orang
dewasa yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak Selain
kurangnya pendekatan andragogy yang dilakukan dosen dalam berinteraksi
dengan mahasiswa, faktor lain yang menyebabkan konflik antara dosen dengan
mahasiswa adalah terabaikannya pertimbangan moral dan etika oleh masing-
masing pihak baik dosen dan mahasiswa. Dosen kadang melaksanakan tugas dan
fungsinya sesuai dengan keinginan sendiri (ego) atau keinginan institusinya yang
diterjemahkan secara kaku, sementara mahasiswa cenderung berlaku sesuai
dengan ideologi (kebebasan) yang dianutnya serta memandang prinsip kesetaraan
yang kadang mengabaikan etiket.
Dua faktor tersebut diatas merupakan sumber utama dari disharmonisasi
interaksi dosen dengan mahasiwa yang sering menjadi “lingkaran setan” dalam
kehidupan di perguruan tinggi. Oleh karena itu, dalam uraian di bawah ini akan
disampaikan beberapa penawaran interaksi dosen dengan mahasiswa yang ideal
melalui pendekatan disiplin, kejuangan dan kreativitas.
Pemahaman andragogy sebagai dasar interaksi
Dosen adalah subjek dalam sistem maupun proses pendidikan di
perguruan tinggi (walau didampingi staf administrasi), karena tugas utamanya
adalah melakukan perencanaan, pelaksanaan dan melakukan penilaian akan
keberhasilan mahasiswa sebagai objek dalam proses pembelajaran. Oleh
karenanya, dosen perlu mengetahui karakteristik dari objek (mahasiswa) yang
dijadikan sasaran tugas utamanya tersebut. Pegangan utama dalam proses
pembelajaran termasuk didalamnya interaksi dengan mahasiswa tentunya adalah
pemahaman akan pendekatan pendidikan andragogy. Melalui pemahaman
http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]
3
andragogy tersebut dosen akan mampu menghadapi mahasiswa secara alamiah
dalam interaksi serta mengoptimalkan hasil pembelajaran yang dilakukan.
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dosen dalam melakukan interaksi
secara formal dan non formal dengan mahasiswa adalah sebagai berikut :
Faktor Kebebasan
Kebebasan, adalah merupakan salah satu ciri pada orang dewasa. Dalam melakukan aktivitasnya (termasuk belajar), mahasiswa cenderung menentukan apa yang ingin dilakukan serta selalu membandingkan keadaan yang baru diterimanya dengan fenomena yang telah menjadi referensi mereka. Oleh karenanya dalam melakukan interaksi dengan mahasiswa diperlukan pandangan yang bersifat demokratis dialogis. Interaksi yang dilakukan memberikan kebebasan pada mahasiswa untuk menyampaikan opini dan pandangan mereka secara terbuka. Indoktrinasi dan komunikasi yang bersifat satu arah akan dianggap sebagai sesuatu yang mengekang mereka. Dengan demikian, melakukan tukar pendapat, diskusi, serta tanya jawab adalah suatu bentuk pendekatan yang pas bagi mereka.
Faktor Tanggung Jawab
Faktor tanggung jawab, adalah yang membedakan sifat antara orang dewasa dengan sifat anak-anak. Orang dewasa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Dengan sifat tanggung jawabnya itu, mahasiswa dalam kehidupan interaksinya di kampus menganggap dirinya sejajar dengan dosen, karena mereka menganggap bahwa antara dirinya dengan dosen sama-sama merupakan orang dewasa, yang membedakan hanyalah bahwa dosen telah memiliki pengetahuan / keterampilan tertentu yang belum dimiliki oleh dirinya. Karena kesejajarannya itu, mahasiswa cenderung ingin diperlakukan sebagai seseorang yang bertanggung jawab dan dapat dipercaya, mereka lebih senang dianggap sebagai sahabat yang mengerti terhadap atas apa yang mereka lakukan. Dosen dalam konteks ini perlu menempatkan diri sebagai sosok tempat bertanya (shoulder to cry on) dikala mereka mengalami masalah dan kesulitan.
Faktor Pengambilan Keputusan sendiri
Mahasiswa sebagai orang dewasa mampu mengambil keputusan sendiri. mereka tidak mau digurui, dipaksa untuk menerima kebenaran-kebenaran dari luar, karena mereka menganggap dapat memutuskan tentang apa yang akan mereka lakukan, tentang apa yang akan mereka ambil manfaatnya dari perilaku tersebut serta mereka menganggap dirinya mampu menilai baik buruknya sesuatu yang akan dan sedang mereka lakukan… Mengapa demikian?…Karena mereka menganggap bahwa hanya dirinyalah yang lebih mengetahui hal-hal yang berguna dan
http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]
4
bermanfaat bagi dirinya dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam hal ini, seorang dosen harus melengkapi (bukan mengganti) kemampuan dirinya sebagai seseorang yang berperan sebagai “fasilitator”. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara lebih mengutamakan pada pemberian informasi yang relevan dan netral, membantu para mahasiswa dalam mengambil keputusan dan menyeleksi informasi yang diterima, terutama dalam hal-hal baru.
Faktor Pengarahan Diri sendiri
Mahasiswa sebagai orang dewasa, mereka menganggap dirinya dapat mengarahkan diri sendiri, mereka juga memiliki pandangan hidup sendiri (way of life) dalam berinisiatif dan dalam berkreasi yang disesuaikan dengan pandangan yang dimilikinya, serta mereka memiliki tingkat interaktivitas yang tinggi antar sesama mahasiswa lain. Namun hal tersebut bukan berarti mereka harus dilepas begitu saja, peran dosen dalam hal ini harus dapat mengakomodasi tingkat interaktivitas antar sesama pembelajar serta memberikan pengarahan diri dalam kelompok dimaksud.
Faktor Psikologis
Tidak jarang, faktor psikologis para mahasiswa kurang diperhatikan. Hal tersebut dimungkinkan karena ada anggapan bahwa seorang dosen, tetaplah seorang dosen yang bertugas menyampaikan ilmu, bukan psikolog ataupun psikiater yang harus bersusah payah untuk mengurusi masalah kejiwaan para mahasiswa. Tentunya, bukan itu yang dimaksud. Yang harus diperhatikan oleh seorang dosen adalah mereka harus dapat meyakinkan mahasiswa bahwa mereka diterima dan diperlakukan sebagai orang dewasa yang memiliki kebebasan untuk berekspresi dan berkreasi dan dihargai sebagai seorang sahabat. Selain itu, empati dosen sangat diperlukan, karena walau bagaimanapun, mahasiswa mengharapkan pemahaman dosen tentang apa yang diinginkan, dibutuhkan, diharapkan serta yang dirasakan oleh mereka. Asas humanistik sangat penting dalam hal ini.
Disiplin dalam interaksi dosen dan mahasiswa
Bila disiplin dijadikan dasar dan disiplin perlu ditegakkan dalam interaksi
dosen dengan mahasiswa, kiranya perlu terdapat persepsi dan pemahaman yang
sama tentang disiplin. Dalam banyak definisi, pengertian disiplin, antara lain :
pada ekstrem yang satu, berarti memaksa orang lain untuk patuh.
Bagi banyak orang, disiplin ini menimbulkan arti yang biasa dipahami orang,
http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]
5
menimbulkan gambaran yang amat keras dan bayangan tentang hukuman. Pada
sisi lain,"disiplin" mengacu pada usaha membantu orang lain melalui pengajaran
dan pelatihan. Contohnya, kata " a disciple" dalam bahasa Inggris berarti
seseorang yang mengikuti ajaran orang lain.
Dalam konteks mana disiplin akan ditegakkan ? Pemahaman selama ini
sebenarnya tidak kurang dari dua pengertian tersebut, yaitu disiplin identik
dengan kepatuhan atau mungkin juga memandangnya sebagai pengajaran. Di sisi
lain, walaupun disiplin sebagai pengajaran merupakan gagasan yang bagus,
kenyataannya kadang-kadang hal ini diterjemahkan secara sepihak oleh dosen
untuk "menggunakan cambuknya" dalam interaksinya dengan mahasiswa. Pada
konteks formal ( proses belajar mengajar, pembimbingan dsb) disiplin sebagai
kepatuhan dan pengajaran memang harus ditegakkan karena tanpa ada disiplin
maka tidak akan ada proses pembelajaran yang baik. Namun sayang objek
penderita yang dikenai disiplin tadi lebih banyak pada mahasiswa. Sanksi yang
diberlakukanpun juga lebih banyak untuk mahasiswa. Sehingga disiplin disini
akan dikonotasikan oleh pihak mahasiswa sebagai “pemaksaan” atas nama sistem.
Kalaupun kepatuhan akan disiplin tadi dijalankan oleh mahasiswa maka yang
terjadi bukan kesadaran akan tetapi “keterpaksaan”. Akibatnya dosen yang
bersangkutan akan dijauhi dan dianggap sebagai “momok” oleh mahasiswa dalam
kehidupan interaksinya di kampus.
Pada sisi lain kadang dosen menerapkan disiplin tanpa memperlihatkan
keteladanan pada mahasiswa. Seperti misalnya dosen sulit ditemui untuk
bimbingan skripsi, sulit ditemui untuk bimbingan KRS, sering kosong dalam
mengajar serta ketidaktepatan dalam memberikan penilaian (termasuk kecepatan
mengeluarkan nilai ujian akhir). Selain itu perilaku yang “jaim” ( jaga image )
juga menyebabkan mahasiswa merasa tidak nyaman dalam melakukan interaksi.
Kondisi seperti ini menjadikan dosen dinilai buruk perfomance dan
kepribadiannya oleh mahasiswa. Oleh karenanya maka tidak heran apabila dosen
yang berstatus seperti itu menjadi dipinggirkan dalam pergaulan interaksi dengan
mahasiswa.
http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]
6
Hal di atas nampaknya masih belum banyak diperhatikan sehingga ada
asumsi bahwa dosen tidak pernah salah. Padahal perlu diingat kunci dalam sistem
pendidikan tinggi adalah dosen. Baik buruknya perfomance dan kepribadian
dosen juga mengarah pada baik dan buruknya keberhasilan proses pendidkan di
perguruan tinggi. Oleh karenanya, perlu ada evaluasi yang harus dilakukan untuk
dosen yang tidak hanya sebatas pada cara mengajar tetapi juga dalam konteks
memberikan pelayanan kepada mahasiswa ( perlu di fikirkan oleh UPNVY).
Di sisi mahasiswa, disiplin diterjemahkan sebagai sesuatu yang
mengekang sesuatu yang membatasi kreativitas dan menurut mereka layak dan
asyik untuk dilanggar. Tuntutan egaliter / kesetaraan dalam interaksi dengan
dosen kadang melampui batas. Beberapa etiket pergaulan di kampus kadang tidak
dihiraukan sebagai pedoman berperilaku termasuk berinteraksi dengan dosen.
Contoh kecil misalnya pergi ke kampus memakai sandal (walau sepatu sandal)
sebenarnya adalah sesuatu yang kurang pantas untuk dilakukan mahasiswa baik
untuk kuliah atau sekedar menghadap/bimbingan dengan dosen.
Etiket pergaulan lain di kampus yang sering disoroti adalah cara
berpakaian, dan ini masih terus diperdebatkan baik dosen dan mahasiswa. Adalah
sah dan harus bila cara berpakaian diatur dalam aturan tertulis namun memberi
aturan yang sangat rigid juga bukan tindakan yang bijaksana. Sebagai contoh
adalah tidak mungkin melarang mahasiswi memakai pakaian ketat, jika larangan
ini diberlakukan maka si mahasiswi tersebut akan kesulitan mencari model
pakaian yang tidak ketat karena trend model pakaian sekarang untuk usia mereka
cenderung ketat. Jadi jalan keluar yang bijak adalah larangan yang diberlakukan
terhadap pakaian yang memperlihatkan sebagian anggota tubuh yang harus
ditutupi bukan ketatnya pakaian tersebut.
Dengan demikian, bahasan disiplin dalam interaksi dosen dengan
mahasiswa sesungguhnya perlu ada penajaman dalam keseimbangan
penerapannya. Dosen dan mahasiswa adalah unsur dalam perguruan tinggi yang
harus mematuhi aturan, etiket dan norma yang ditetapkan dalam kehidupan
kampus. Tuntutan kedisplinan beserta konsekuensinnya bukan diberikan pada
mahasiswa saja sebagai pembelajar tetapi juga dosen sebagai subjek atau
http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]
7
pebelajar. Sehingga melalui cara ini akan lahir suatu budaya (tradisi) saling
menilai antara dosen dan mahasiswa. Masing-masing akan menjadi pihak yang
saling men-support terhadap jalannya aturan formal dan non formal yang berlaku
di kampus. Selain itu, melalui cara ini interaksi yang akan terjadi antara dosen dan
mahasiswa adalah munculnya sikap saling menghormati (respect) sebagai wujud
dari idealisme kesetaraan civitas academica.
Kejuangan dalam interaksi dosen dan mahasiswa
Mungkin ada benarnya apabila ada yang berpendapat bahwa nilai-nilai
kejuangan telah luntur dalam benak masyarakat. Tidak saja dilupakan tetapi sudah
dianggap hanya menjadi bagian dari sejarah saja. Bahkan ada yang lebih ekstrim
lagi memposisikan kejuangan sebagai sesuatu yang tidak sedang musim lagi.
Tidak ditayangkan di TV, tidak dikumandangkan di radio, tidak juga ada situsnya
di internet. Sehingga akibatnya kini logika kapitalisme dan hedonisme yang kian
membahana.
Dalam kehidupan kampus, kelunturan nilai-nilai kejuangan tadi dapat
dilihat dari orientasi dosen yang mengamalkan ilmu hanya untuk sekedar mencari
nafkah dan mempertahankan eksistensi. Sementara pada diri mahasiswa menuntut
ilmu hanya digunakan sebagai kedok untuk memperoleh status dan bukannya
mendedikasikannya untuk cita-cita yang luhur. Akibatnya maka tidaklah heran
apabila kemudian muncul istilah “industrialisasi perguruan tinggi”. Pendidikan
tinggi dijadikan komoditi yang berorientasi pada pasar dan mengabaikan nilai-
nilai idealisme pendidikan. Bila kondisi ini dibiarkan maka perguruan tinggi akan
semakin menjadi menara gading tinggi yang jauh dari kedekatan masyarakat
sekelilingnya.
UPN “Veteran” Yogyakarta (UPNVY) sebagai perguruan tinggi yang
mengedepankan nilai-nilai kejuangan saat ini belum ikut tergores oleh trend
lunturnya nilai-nilai kejuangan. Namun bukan tidak mungkin akan terjadi erosi
nilai kejuangan itu. Saat ini UPN masih mempertahankan Kuliah Kerja Nyata
(KKN) sebagai salah satu wujud pengamalan nilai-nilai kejuangan. Pada
pelaksanaannya KKN menjadi ajang lain di luar kelas untuk interaksi dosen
http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]
8
dengan mahasiswa. Interaksi tersebut bersifat formal. dan berlangsung selama
penyelenggaraan KKN. Nah di luar itu ? sepertinya ada yang perlu
dipertanyakan, karena interaksi dosen dengan mahasiswa dalam wahana
kejuangan di luar KKN nampaknya tidak ada lagi. Ini menjadi tantangan
tersendiri bagi UPNVY untuk melakukan perumusan ulang tentang interaksi
dosen dengan mahasiswa dalam bingkai kejuangan. Oleh karenanya, adalah
perlu dan penting apabila UPNVY memiliki program pengabdian masyarakat di
luar KKN yang bersifat reguler dan dilaksanakan secara terpogram dengan
melibatkan dosen dan mahasiswa dalam perencanaan dan pelaksanaannya. Selain
itu perlu juga dilakukan program penelitian unggulan (apakah dalam bentuk grant
atau reguler) yang melibatkan dosen dan mahasiswa secara terpadu bukan hanya
pada saat pelaksanaan penelitian (di lapangan) saja, tetapi juga pada saat
pengajuan dan pembuatan proposal penelitian. Dari dua program tersebut maka
akan terjalin komunikasi dan interaksi antara dosen dengan mahasiswa melalui
bentuk kerjasama ilmiah terpadu. Masing-masing pihak akan bersama-sama
melakukan keberpihakan pada masalah-masalah sosial.
Kedua program tersebut selain sebagai wahana persemaian nilai kejuangan juga
merupakan area latihan bagi mahasiswa untuk mengamalkan ilmu yang dipelajari
serta memberi latihan pada mahasiswa dalam aplikasi metode penelitian yang
nampaknya kedodoran dipahami oleh mereka di ruang kelas.
Kreativitas dalam interkasi dosen dengan mahasiswa
Prof. John Arnold pakar filsafat perancangan berpendapat bahwa semua
orang memiliki potensi kreatif yang cukup tinggi. Orang-orang kreatif
mengembangkan potensinya secara alami sesuai dengan karakternya. Semua
orang dapat mengembangkan kreativitasnya secara sistematik dan berkelanjutan.
Kreativitas bukan milik seseorang, melainkan milik banyak orang. Karena itu
kreativitas harus dikembangkan supaya manusia dapat berpikir, berbuat, berhasil
dan memberikan yang lebih baik, lebih banyak, lebih bermanfaat dan lebih
menguntungkan. Kreativitas diperlukan supaya selalu ada yang lebih baik, supaya
semua kemampuan yang ada bermanfaat dan tidak mubazir, supaya pandai dan
http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]
9
terampil menyelesaikan masalah, mendapatkan temuan baru, invensi, dan inovasi.
Karena itu kreativitas perlu diperkenalkan dalam kuliah dan dalam kegiatan
ekstrakrikuler.
Brainstorming kreativitas sudah dilaksanakan UPNVY dalam mata kuliah
Widya Mwat Yasa sehingga melalui mata kuliah tersebut diharapkan para
mahasiswa dapat mengembangkan potensi kreatifnya, atau sekurang-kurangnya
dapat menjadikan dirinya kreatif, tetapi juga orang lain di sekitarnya. Namun
materi tersebut masih terbatas menstimuli bagian kognitif mahasiswa, belum
menstimuli ke arah konasi (kemauan/motif mahasiswa). Jika kreativitas dikaitkan
dengan interaksi dosen dengan mahasiswa maka nampaknya yang kelihatan
adalah lagi-lagi pada saat interaksi formal, yaitu ketika dosen menyampaikan
mata kuliah yang bersifat praktik dalam bentuk penugasan ( kuliah fotografi,
pemograman, role playing dan sebagainya). Di luar itu nampaknya unsur
kreatifitas belum banyak mewarnai kehidupan kampus. Ini bisa terjadi karena
sifat interaksi tersebut juga tidak kreatif. Sebagian besar waktu dosen dalam
berinteraksi dengan mahasiswa adalah dalam suasana formal. Padahal salah satu
strategi pengembangan kreativitas adalah melalui permainan dan humor. Artinya
pengembangan kreativitas tidak berada pada “penjara” formal tetapi justru dalam
suasana yang lebih santai dan egaliter. Masih sedikit dosen yang mau melakukan
diskusi secara non formal atau di luar kelas dengan mahasiswa, misalnya diskusi
di jam istirahat kuliah atau di kantin kampus, atau bila perlu dosen mendatangi
mahasiswa yang sedang ngobrol di lobi kampus untuk di ajak berdiskusi sebagai
sarana memberikan wacana kreativitas kepada mereka.
Selain itu, masih jarang dosen yang mau menggunakan dan
memanfaatkan sarana teknologi komunikasi untuk melakukan interaksi dengan
mahasiswa seperti e-mail, mailing list atau jaringan komunitas maya atau situs
web (padahal fasilitasnya ada di UPNVY). Penggunaan teknologi komunikasi
tersebut tentunya sedikit banyak akan menstimuli mahasiswa untuk semakin
kreatif, karena menggeluti teknologi juga termasuk salah satu unsur
pengembangan kreativitas. Dari sini dosen sebenarnya menstimuli mahasiswa
http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]
10
untuk mau menggeluti teknologi dan cara ini lebih baik daripada sekedar
memberikan retorika kreatif.
Untuk lebih membangkitkan semangat kreatif, dosen dan mahasiswa perlu
membentuk adanya komunitas-komunitas kreatif. Melalui komunitas ini (yang
terbentuk secara non formal) posisi dosen akan menjadi mentor yang selain
berfungsi sebagai pembimbing/pengarah dia sendiri akan mampu melejitkan
potensi kreatifnya. Pertanyaan, keluhan dari mahasiswa yang dimentorinnya akan
menjadi pengalaman sendiri untuk menemukan ide kreatif baru. Sementara bagi
mahasiswa komunitas ini selain digunakan sebagai sarana berlatih sekaligus untuk
membangkitkan percaya diri mereka bahwa mereka mampu untuk berbuat kreatif,
serta mampu “urun rembug” memecahkan masalah.
Yang perlu diwaspadai berkaitan dengan kreativitas, kadang sengaja atau
tidak sering kebijakan yang kurang konstruktif ( yang dikeluarkan) memandulkan
kreativitas dari mahasiswa. Yang ini gak boleh, yang itu gak boleh atau boleh
dengan syarat…… tentunya akan membuat mahasiswa menjadi apatis terhadap
aktivitas yang berbau kreatif. Regulasi kegiatan mahasiswa adalah penting, namun
regulasi tersebut jangan sampai memasung kreativitas itu sendiri. Ini yang
sulit…! Pada konteks inilah dosen sebagai fasilitator dan tempat curhat,
memberikan tantangan bukan tekanan kepada mahasiswa. Artinya setiap
kreativitas yang datang dari mahasiswa perlu diappresiasi. Dosen perlu memoles
kreativitas tersebut dengan tantangan yang lebih baik bukannya melarang tanpa
memberikan alasan yang jelas apalagi tidak memberi solusi alternatif dari usulan
kreativitas tadi.
Tradisi, tradisi dan tradisi
Pilar utama dalam kehidupan perguruan tinggi seperti diketahui adalah
aturan tertulis ( Statuta, Skep dsb) dan tradisi. Aturan tertulis lebih bersifat
normatif dan cenderung kaku, sementara tradisi adalah aturan yang tidak tertulis
tetapi cenderung dipatuhi karena menjadi budaya, bersifat luwes dan tidak kaku.
Pada tema interaksi dosen dan mahasiswa pada semua bentuk, bingkai serta
tujuannya bila diatur dalam aturan tertulis adalah tidak salah, namun adalah lebih
http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]
11
baik bila memilih menjadikannya sebagai tradisi ( Kalau boleh bertanya : apa
saja tradisi kita ya ? ). Pilihan ini menjadikan suasana akademik dan non
akademik menjadi alami dan lebih lugas. Pola kemitraan dan kerjasama menjadi
luwes untuk dilakukan oleh dosen dan mahasiswa. Namun pilihan ini akan
terwujud melalui proses yang sangat panjang. Diperlukan semangat keaktifan
dosen (plus peagawai administrasi) serta partisipasi kuat mahasiswa untuk
membangun itu. Nah pertanyaannya bersedia dan mampukah kita ?
Referensi :
Ancok, Djamaludin, 2000, Dampak Teknologi Internet Pada kehidupan Manusia dan Pengelolaan Institusi Pendidikan, makalah pada peringatan Lustrum ke tujuh Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 15 januari 2000
Bakri, M. Amin, 2004, Potensi E-learning, Dikti, Jakarta
De Fleur, Melvin L, Patricia Kearney etc, 1992, Fundamental of Human Communicatons, Mayfield Publishing Company, CA, USA
Joyce B, dan Weil, 1986, Models of Teaching, Prentice Hall, New Jersey
Pannen Paulina, 2001, Pembelajaran Orang Dewasa, PAUPPAI, Dikti, Jakarta
Winataputra, Udin S, 2001, Model-model Pembelajaran Inovatif, Dikti, Jakarta
www.pustekom.ac.id/jurnal teknodik.html tanggal 20 April 2005
www.kudos-idd.com/learning_solutions/definition tanggal 1 Mei 2005
www. pc.jaring.my tanggal 10 Oktober 2005
www.ibii.ac.id/free-jurnal.php tanggal 9 Nopember 2005
http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]
12
CURICULUM VITAE
Nama : Edwi Arief SosiawanTmp / Tanggal Lahir : Magelang, 21 Mei 1967E - mail : [email protected] web : http://edwi.dosen.upnyk.ac.idHP : 08164229603
1. Pendidikan : Sarjana Jurusan Komunikasi FISIPOL UGM th.
1994 Magister Ilmu Sosial PPS UNPAD Bandung th.
2000 Diploma Kepelatihan & Wasit Nasional PABBSI
th.1991 Kursus PEKERTI UPNVY
th. 2003 Kursus Applied Approach UPNVY
th. 20032. Pengalaman Organisasi :
Pengurus Pusat Perguruan Silat dan Pengajian Alif Lam Ba Magelang Assisten Pusat Teknologi Informasi PPS UNPAD Bandung (1999-2001) Pelatih dan wasit nasional PABBSI KONI DIY Anggota Ikatan Sarjana Ilmu Komunikasi (ISKI) Pembina UKM Karate UPN “Veteran” Yogyakarta (1995-1996) Pembina UKM Pramuka UPN “Veteran” Yogyakarta (1996-1997) Pembina Marching Band “Gita Widya Mwat Yasa” UPNVY (1996) Anggota kehormatan UKM Menwa Satmenwa UPN Yogyakarta Pembina Kelompok Studi Mahasiswa Fotografi FOTKOM Komunikasi
UPNVY Anggota unit Keroncong UPN Yogyakarta Anggota Tim Tri Lomba Juang UPN Yogyakarta tahun 1996 Pengurus Kesejahteraan Pegawai UPN Yogyakarta (2001 -2005)
3. Karya Ilmiah a. Karya tulis Populer :
Internet sebagai media komunikasi (1999) Mengkaji dampak penggunaan internet (2002) Perguruan Tinggi Online, on line dan On line (2003)
b. Karya tulis ilmiah : Radio di tengah Persaingan di Media lain (Jurnal Wimaya UPNVY 1996) Radio The Fifth Estate ( Jurnal Paradigma FISIP UPNVY 1999) Sejarah filsafat komunikasi
(www.Geocities.com/pentagon/base/2115/commilpage.html) 1999
http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]
13
Psikologi Komunikasi (www.Geocities.com/pentagon/base/2115/commilpage.html) 1999
Kajian internet sebagai media komunikasi massa dan interpersonal (Jurnal Penelitian LPP UPNVY 2002)
Kajian Teoritis Komunikasi Virtual (Jurnal Ilmu Komunikasi UPNVY 2003)
Tutorial Praktikum Jurnalistik Fotografi (FISIP UPNVY – 2002) Bahan Ajar Dasar-dasar Periklanan ( FISIP UPNVY – 2003) Bahan Ajar Etika dan Filsafat Komunikasi (FISP UPNVY – 2003) Bahan Ajar Komputer Grafis (2004) Bahan Ajar media Iklan (2005) Komunikasi Efektif (Dasar dan Pendekatan psikologis) 2003 Komunikasi dalam Pelatihan - 2003
c. Penelitian : Televisi dan Anak ( LPP UPNVY - 1996) Kekerasan dalam rumah tangga (dosmetic violent) (UNY – 1998) Kajian Internet sebagai Media Komunikasi (Mandiri 2001) Internet Sebagai Media Komunikasi Interpersonal Dan Massa (LPP
UPNVY – 2002) Penggunaan Ruang Komunikasi Virtual Pada Websites Pemerintah Daerah
Di Wilayah Yogyakarta (Semi-que V – 2003) Penggunaan Isi, Bentuk Dan Desain Komunikasi Virtual Pada Websites
Pemerintah Daerah Di Wilayah Yogyakarta (LPP UPNVY – 2003) Implementasi E-government pada Situs Pemda Propinsi di Indonesia
(2004)
4. Lain-lain : Pemateri dalam berbagai kursus dasar UKM Mahasiswa (Menwa, KSR
dll) Pembicara dalam berbagai seminar, workshop dan pelatihan, Kehumasan,
Fotografi, Komunikasi efektif, Communications Skill, Training for Trainer, serta Teknologi Komunikasi
Administratur websites FISIP UPNVY
http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]