meningitis anak
DESCRIPTION
refrat tentang meningitis pada anakTRANSCRIPT
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 DEFINISI
Peradangan atau inflamasi pada selaput otak (meninges) termasuk dura, arachnoid dan pia
mater yang melapisi otak dan medulla spinalis yang dapat diidentifikasi oleh peningkatan
kadar leukosit dalam likuor cerebrospinal (LCS).1
1.2 ANATOMI 2
1.2.1 LAPISAN SELAPUT OTAK/ MENINGES
Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah
pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi
arachnoidea dan piamater.
1.2.2 LIQUOR CEREBROSPINALIS (LCS)
1. Fungsi
Cairan ini mengontrol eksitabilitas otak dengan mengatur komposisi ion,
membawa keluar metabolit-metabolit (otak tidak mempunyai pumbuluh limfe), dan
memberikan beberapa perlindungan terhadap perubahan-perubahan tekanan (volume
venosus volume cairan cerebrospinal).
2. Komposisi dan Volume
Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. Nilai normal
rata-ratanya yang lebih penting diperlihatkan pada tabel.
Tabel 1. Nilai Normal Cairan Cerebrospinal
Case Report 1
1.3 EPIDEMIOLOGI
Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap patogen spesifik
yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi (1 – 12 bulan); 95 % terjadi
antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Resiko tambahan
adalah kolonisasi baru dengan bakteri patogen, kontak erat dengan individu yang menderita
penyakit invasif, perumahan padat penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-
laki dan pada bayi yang tidak diberikan ASI pada umur 2 – 5 bulan. Cara penyebaran
mungkin dari kontak orang ke orang melalui sekret atau tetesan saluran pernafasan.3
Meningitis Bakterial
Angka kejadian meningitis bakterial secara keseluruhan belum diketahui dengan pasti.
Insiden meningitis bakterial lebih banyak dijumpai pada laki – laki dari pada perempuan
dengan perbandingan 3 : 1. Sekitar 80 % dari seluruh kasus meningitis bakterial tearjadi pada
anak – anak dan 70 % dari jumlahb tersebut terjadi pada anak berusia 1 – 5 bulan.1
Meningitis Tuberkulosis
Di seluruh dunia, tuberkulosis merupakan penyebab utama dari morbiditas dan kematian pada
anak. Di Amerika Serikat, insidens tuberkulosis kurang dari 5% dari seluruh kasus meningitis
bakterial pada anak, namun penyakit ini mempunyai frekuensi yang lebih tinggi pada daerah
dengan sanitasi yang buruk. Meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan di Indonesia
karena morbiditas tuberkulosis anak masih tinggi. Angka kejadian jarang dibawah usia 3
bulan dan mulai meningkat dalam usia 5 tahun pertama, tertinggi pada usia 6 bulan sampai 2
tahun. Angka kematian berkisar antara 10-20%.4,5
1.4 ETIOLOGI
Penyebab tersering dari meningitis adalah mikroorganisme seperti bakteri.
Mikroorganisme ini menginfeksi darah dan likuor serebrospinal
Mikroorganisme yang sering menyebabkan meningitis berdasarkan usia :
a. 0 – 3 bulan :
Bakteri penyebab yang tersering seperti Streptococcus grup B, E.Coli, Listeria,
bakteri usus selain E.Coli ( Klebsiella, Serratia spesies, Enterobacter), streptococcus
lain, jamur, nontypeable H.influenza, dan bakteri anaerob
b.3 bulan – 5 tahun
Bakteri penyebab tersering meningitis pada grup usia ini belakangan seperti
N.meningitidis dam S.Pneumoniae. Meningitis oleh karena Mycobacterium
Tuberculosis jarang, namun harus dipertimbangkan pada daerah dengan prevalensi
Case Report 2
tuberculosis yang tinggi dan jika didapatkan anamnesis, gejala klinis, LCS dan
laboratorium yang mendukung diagnosis Tuberkulosis
c. 5 tahun – dewasa
Bakteri yang tersering menyebabkan meningitis pada grup usia ini seperti
N.meningitidis dan S.pneumoniae. Mycoplasma pneumonia juga dapat menyebabkan
meningitis yang berat dan meningoencephalitis pada grup usia ini.
2.5 PATOGENESIS
Meningitis Bakterial 1
Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui :
1. Alian darah (hematogen) oleh karena infeksi di tempat lain seperti faringitis,
tonsillitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering didapatkan
biakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman yang ada dalam
cairan otak.
2. Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh infeksi dari
sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus.
3. Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi lumbal dan
mielokel.
4. Meningitis pada neonates dapat terjadi oleh karena:
Aspirasi cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau oleh
kuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir
Infeksi bakteri secara transplacental terutama Listeria.
Sebagian besar infeksi susunan saraf pusat terjadi akibat penyebaran hematogen.
Saluran napas merupakan port of entry utama bagi banyak penyebab meningitis
purulenta. Proses terjadinya meningitis bakterial melalui jalur hematogen mempunyai
tahap-tahap sebagai berikut :
1. Bakteri melekat pada sel epitel mukosa nasofaring (kolonisasi)
2. Bakteri menembus rintangan mukosa
3. Bakteri memperbanyak diri dalam aliran darah (menghindar dari sel fagosit dan
aktivitas bakteriolitik) dan menimbulkan bakteriemia.
4. Bakteri masuk ke dalam cairan serebrospinal
5. Bakteri memperbanyak diri dalam cairan serebrospinal
6. Bakteri menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.
Case Report 3
Bakteri yang menimbulkan meningitis adalah bakteri yang mampu melampaui semua
tahap dan masing-masing bakteri mempunyai mekanisme virulensi yang berbeda-beda,
dan masing-masing mekanisme mempunyai peranan yang khusus pada satu atau lebih
dari tahap-tahap tersebut. Terjadinya meningitis bacterial dipengaruhi oleh interaksi
beberapa faktor, yaitu host yang rentan, bakteri penyebab dan lingkungan yang
menunjang.
Faktor Host
Beberapa faktor host yang mempermudah terjadinya meningitis:
1. Telah dibuktikan bahwa laki-laki lebih sering menderita meningitis dibandingkan
dengan wanita. Pada neonates sepsis menyebabkan meningitis, laki-laki dan wanita
berbanding 1,7 : 1
2. Bayi dengan berat badan lahir rendah dan premature lebih mudah menderita
meningitis disbanding bayi cukup bulan
3. Ketuban pecah dini, partus lama, manipulasi yang berlebihan selama kehamilan,
adanya infeksi ibu pada akhir kehamilan mempermudah terjadinya sepsis dan
meningitis
4. Pada bayi adanya kekurangan maupun aktivitas bakterisidal dari leukosit, defisiensi
beberapa komplemen serum, seperti C1, C3. C5, rendahnya properdin serum,
rendahnya konsentrasi IgM dan IgA ( IgG dapat di transfer melalui plasenta pada
bayi, tetapi IgA dan IgM sedikit atau sama sekali tidak di transfer melalui plasenta),
akan mempermudah terjadinya infeksi atau meningitis pada neonates. Rendahnya IgM
dan IgA berakibat kurangnya kemampuan bakterisidal terhadap bakteri gram negatif.
5. Defisiensi kongenital dari ketiga immunoglobulin ( gamma globulinemia atau
dysgammaglobulinemia), kekurangan jaringan timus kongenital, kekurangan sel B
dan T, asplenia kongenital mempermudah terjadinya meningitis
6. Keganasan seperti system RES, leukemia, multiple mieloma, penyakit Hodgkin
menyebabkan penurunan produksi immunoglobulin sehingga mempermudah
terjadinya infeksi.
7. Pemberian antibiotik, radiasi dan imunosupresan juga mempermudah terjadinya
infeksi
8. Malnutrisi
Faktor Mikroorganisme
Penyebab meningitis bakterial terdiri dari bermacam-macam bakteri. Mikroorganisme
penyebab berhubungan erat dengan umur pasien. Pada periode neonatal bakteri penyebab
Case Report 4
utama adalah golongan enterobacter terutama Escherichia Coli disusul oleh bakteri
lainnya seperti Streptococcus grup B, Streptococcus pneumonia, Staphylococuc sp dan
Salmonella sp. Sedangkan pada bayi umur 2 bulan sampai 4 tahun yang terbanyak adalah
Haemophillus influenza type B disusul oleh Streptococcus pneumonia dan Neisseria
meningitides. Pada anak lebih besar dari 4 tahun yang terbanyak adalah Streptococcus
pneumonia, Neisseria meningitides. Bakteri lain yang dapat menyebabkan meningitis
bakterial adalah kuman batang gram negative seperti Proteus, Aerobacter, Enterobacter,
Klebsiella Sp dan Seprata Sp.
Faktor Lingkungan
Kepadatan penduduk, kebersihan yang kurang, pendidikan rendah dan sosial ekonomi
rendah memgang peranan penting untuk mempermudah terjadinya infeksi. Pada tempat
penitipan bayi apabila terjadi infeksi lebih mudah terjadi penularan. Adanya vektor
binatang seperti anjing, tikus, memungkinkan suatu predisposisi, untuk terjadinya
leptospirosis.
Meningitis Tuberkulosis 4
Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis
primer, biasanya dari paru. Terjadinya meningitis bukanlah karena terinfeksinya selaput otak
langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui pembentukan
tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah
ke dalam rongga arachnoid (rich dan McCordeck). Kadang-kadang dapat juga terjadi per-
kontinuitatum dari mastoiditis atau spondilitis.
Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan meningo-
ensefalitis. Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama batang otak
(brain stem) tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa
dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis dan mengakibatkan hidrocephalus serta
kelainan saraf pusat. Tampak juga kelainan pembuluh darah seperti Arteritis dan Phlebitis
yang menimbulkan penyumbatan. Akibat penyumbatan ini terjadi infark otak yang kemudian
mengakibatkan perlunakan otak.
2.6 PATOFISIOLOGI
Meningitis Bakterial 1
Akhir – akhir ini ditemukan konsep baru mengenai patofisiologi meningitis bakterial,
yaitu suatu proses yang kompleks, komponen – komponen bakteri dan mediator inflamasi
berperan menimbulkan respons peradangan pada selaput otak (meningen) serta menyebabkan
Case Report 5
perubahan fisiologis dalam otak berupa peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan
aliran darah otak, yang dapat mengakibatkan tinbulnya gejala sisa.
Gambar 5. Patofisiologi Molekuler Meningitis Bakterial 1
Meningitis Tuberkulosis 1
Meningitis tuberculosis pada umumnya sebagai penyebaran tuberculosis primer,
dengan focus infeksi di tempat lain. Biasanya fokus infeksi primer di paru, namun Blockloch
menemukan 22,8% dengan focus infeksi primer di abdomen, 2,1% di kelenja limfe leher dan
1,2% tidak ditemukan adanya fokus infeksi primer. Dari focus infeksi primer, basil masuk ke
sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan
infeksi berat berupa tuberculosis milier atau hanya menimbulkan beberapa focus metastase
yang biasanya tenang.
Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich pada tahun 1951,
yakni bahwa terjadinya meningitis tuberculosis adalah mula-mula terbentuk tuberkel di otak,
selaupt otak atau medulla spinalis, akibat penyebaran basil secara hematogen selama infeksi
primer atau selama perjalanan tuberculosis kronik (walaupun jarang). Kemudian timbul
Case Report 6
meningitis akibat terlepasnya basil dan antigennya dari tuberkel yang pecah karena
rangsangan mungkin berupa trauma atau factor imunologis. Basil kemudia langsung masuk
ke ruang subarachnoid atau ventrikel. Meningitis basalis yang terjadi akan menimbulkan
komplikasi neurologis, berupa paralisis saraf kranialis, infark karena penyumbatan arteria dan
vena, serta hidrosefalus karena tersumbatnya aliran cairan cerebrospinal.. perlengketan yang
sama dalam kanalis sentralis medulla spinalis akan menyebabkan spinal block dan paraplegia.
2.7 MANIFESTASI KLINIS
Meningitis Bakterial 1
Tidak ada satupun gambaran klinis yang patognomonik untuk meningitis bakterial. Tanda
dan manifestasi klinis meningitis bakterial begitu luas sehingga sering didapatkan pada anak-
anak baik yang terkena meningitis ataupun tidak. Tanda dan gambaran klinis sangat
bervariasi tergantung umur pasien, lama sakit di rumah sebelum diagnosis dan respon tubuh
terhadap infeksi.
Meningitis pada bayi baru lahir dan prematur sangat sulit didiagnosis, gambaran klinis
sangat kabur dan tidak khas. Demam pada meningitis bayi baru lahir hanya terjadi pada ½
dari jumlah kasus. Biasanya pasien tampak lemas dan malas, tidak mau makan, muntah-
muntah, kesadaran menurun, ubun-ubun besar tegang dan membonjol, leher lemas, respirasi
tidak teratur, kadang-kadang disertai ikterus kalau sepsis. Secara umum apabila didapatkan
sepsis pada bayi baru lahir kita harus mencurigai adanya meningitis.
Bayi berumur 3 bulan – 2 tahun jarang memberi gambaran klasik meningitis.
Biasanya manifestasi yang timbul hanya berupa demam, muntah, gelisah, kejang berulang,
kadang-kadang didapatkan pula high pitch cry (pada bayi). Tanda fisik yang tampak jelas
adalah ubun-ubun tegang dan membonjol, sedangkan tanda Kernig dan Brudzinsky sulit di
evaluasi. Oleh karena insidens meningitis pada umur ini sangat tinggi, maka adanya infeksi
susuan saraf pusat perlu dicurigai pada anak dengan demam terus menerus yang tidak dapat
diterangkan penyebabnya.
Pada anak besar dan dewasa meningitis kadang-kadang memberikan gambaran klasik.
Gejala biasanya dimulai dengan demam, menggigil, muntah dan nyeri kepala. Kadang-
kadang gejala pertama adalah kejang, gelisah, gangguan tingkah laku. Penurunan kesadaran
seperti delirium, stupor, koma dapat juga terjadi. Tanda klinis yang biasa didapatkan adalah
kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kernig. Nyeri kepala timbul akibat inflamasi pembuluh
darah meningen, sering disertai fotofobia dan hiperestesi, kaku kuduk disertai rigiditas spinal
disebabkan karena iritasi meningen serta radiks spinalis.
Case Report 7
Kelainan saraf otak disebabkan oleh inflamasi lokal pada perineurium, juga karena
terganggunya suplai vaskular ke saraf. Saraf – saraf kranial VI, VII, dan IV adalah yang
paling sering terkena. Tanda serebri fokal biasanya sekunder karena nekrosis kortikal atau
vaskulitis oklusif, paling sering karena trombosis vena kortikal. Vaskulitis serebral
menyebabkan kejang dan hemiparesis.1
Manifestasi Klinis yang dapat timbul adalah:4
1. Gejala infeksi akut.
a. Lethargy.
b. Irritabilitas.
c. Demam ringan.
d. Muntah.
e. Anoreksia.
f. Sakit kepala (pada anak yang lebih besar).
g. Petechia dan Herpes Labialis (untuk infeksi Pneumococcus).
2. Gejala tekanan intrakranial yang meninggi.
a. Muntah.
b. Nyeri kepala (pada anak yang lebih besar).
c. Moaning cry /Tangisan merintih (pada neonatus)
d. Penurunan kesadaran, dari apatis sampai koma.
e. Kejang, dapat terjadi secara umum, fokal atau twitching.
f. Bulging fontanel /ubun-ubun besar yang menonjol dan tegang.
g. Gejala kelainan serebral yang lain, mis. Hemiparesis, Paralisis, Strabismus.
h. Crack pot sign.
i. Pernafasan Cheyne Stokes.
j. Hipertensi dan Choked disc papila N. optikus (pada anak yang lebih besar).
3. Gejala ransangan meningeal.
a. Kaku kuduk positif.
b. Kernig, Brudzinsky I dan II positif. Pada anak besar sebelum gejala di atas
terjadi, sering terdapat keluhan sakit di daerah leher dan punggung.
Meningitis Tuberkulosis 4,5
Secara klinis kadang-kadang belum terdapat gejala meningitis nyata walaupun selaput
otak sudah terkena. Hal demikian terdapat apda tuberlukosis miliaris sehingga pada
penyebaran miliar sebaiknya dilakukan pungsi lumbal walaupun gejala meningitis belum
tampak.
Case Report 8
1. Stadium prodromal
Gejala biasanya didahului oleh stadium prodromal berupa iritasi selaput otal.
Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau hanya terdapat kenaikan suhu
ringan, jarang terjadi akut dengan panas tinggi. Sering di jumpai anak mudah terangsang
(iritabel) atau anak menjadi apatis dan tidurnya sering terganggu. Anak besar dapat
mengeluh nyeri kepala. Malaise, snoreksia, obstipasi, mual dan muntah juga sering
ditemukan. Belum tampak manifestasi kelainan neurologis.
2. Stadium transisi
Stadium prodromal disusul dengan stadium transisi dengan adanya kejang. Gejala
diatas menjadi lebih berat dan muncul gejala meningeal, kaku kuduk dimana seluruh
tubuh mulai menjadi kaku dan opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-
ubun menonjol dan umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul
gejala strabismus dan nistagmus. Sering tuberkel terdapat di koroid. Suhu tubuh menjadi
lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor. Kejang, defisit neurologis
fokal, paresis nervus kranial dan gerakan involunter (tremor, koreoatetosis,
hemibalismus).
3. Stadium terminal
Stadium terminal berupa kelumpuhan kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil
melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur,
kadang-kadang menjadi pernafasan Cheyne-Stokes (cepat dan dalam). Hiperpireksia
timbul dan anak meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali
Tiga stadium diatas biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan
yang lainnya, namun jika tidak diobati umumnya berlangsung 3 minggu sebelum anak
meninggal.
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Meningitis bakterial 5
- Darah perifer lengkap dan kultur darah. Pemeriksaan gula darah dan elektrolit jika ada
indikasi.
- Pungsi lumbal sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan menentukan etiologi :
Didapatkan cairan keruh atau opalesens dengan Nonne (-)/(+) dan Pandy (+)/(++).
Jumlah sel 100-10.000/m3 dengan hitung jenis predominan polimorfonuklear,
protein 200-500 mg/dl, glukosa <40 mg/dl. Pada stadium dini jumlah sel dapat
normal dengan predominan limfosit.
Case Report 9
Apabila telah mendapat antibiotik sebelumnya, gambaran LCS dapat tidak
spesifik.
- Pada kasus berat, pungsi lumbal sebaiknya ditunda dan tetap diberikan pemberian
antibiotik empirik (penundaan 2-3 hari tidak mengubah nilai diagnostik kecuali
identifikasi kuman, itupun jika antibiotiknya senstitif)
- Jika memang kuat dugaan kearah meningitis, meskipun terdapat tanda-tanda
peningkatan tekanan intracranial, pungsi lumbal masih dapat dilakukan asalkan
berhati-hati. Pemakaian jarum spinal dapat meminimalkan komplikasi terjadinya
herniasi.
- Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal hanya jika ditemukan tanda dan gejala
peningkatan tekanan intracranial oleh karena lesi desak ruang.
- Pemeriksaan CT-Scan dengan kontras atau MRI kepala (pada kasus berat atau curiga
ada komplikasi seperti empiema subdural, hidrosefalus dan abses otak)
- Pada pemeriksaan elektroensefalografi dapat ditemukan perlambatan umum.
Meningitis Tuberkulosis 5
- Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap darah, dan gula darah.
Leukosit darah tepi sering meningkat (10.000-20.000 sel/mm3). Sering ditemukan
hiponatremia dan hipokloremia karena sekresi antidiuretik hormon yang tidak
adekuat.
- Pungsi lumbal :
Liquor serebrospinal (LCS) jernih, cloudy atau xantokrom
Jumalh sel meningkat antara 10-250 sel/mm3 dan jarang melebihi 500 sel/mm3.
Hitung jenis predominan sel limfosit walaupun pada stadium awal dapat dominan
polimorfonuklear.
Protein meningkat di atas 100 mg/dl sedangkan glukosa menurun dibawah 35
mg/dl, rasio glukosa LCS dan darah dibawah normal
Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) dan kultur M.Tbc tetap dilakukan.
Jika hasil pemeriksaan LCS yang pertama meragukan, pungsi lumbal ulangan
dapat memperkuat diagnosis dengan interval 2 minggu.
- Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR), enzyme-linked immunosorbent assay
(ELISA) dan Latex particle agglutination dapat mendeteksi kuman Mycobacterium di
cairan serebrospinal (bila memungkinkan).
Case Report 10
- Pemeriksaan pencitraan CT-Scan atau MRI kepala dengan kontras dapat
menunjukkan lesi parenkim pada daerah basal otak, infark, tuberkuloma, maupun
hidrosefalus.
- Foto rontgen dada dapat menunjukkan gambaran penyakit Tuberkulosis.
- Uji Tuberkulin dapat mendukung diagnosis
- Elektroensefalografi (EEG) dikerjakan jika memungkinkan dapat menunjukkan
perlambatan gelombang irama dasar.9
2.9 DIAGNOSIS
Meningitis Bakterial
Diagnosis meningitis bakterial tidak dapat dibuat hanya dengan melihat gejala dan
tanda saja. Manifestasi klinis seperti demam, sakit kepala, muntah, kaku kuduk dan adanya
tanda rangsang meningeal kemungkinan dapat pula terjadi pada meningismus, meningitis
TBC dan meningitis aseptic. Hampir semua penulis mengatakan bahwa diagnosis pasti
meningitis hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan cairan serebrospinalis melalui pungsi
lumbal. Oleh Karena itu setiap pasien dengan kecurigaan meningitis harus dilakukan pungsi
lumbal.1
Umumnya cairan serebrospinal berwarna opalesen sampai keruh, tetapi pada stadium
dini dapat diperoleh cairan yang jernih. Reaksi Nonne dan Pandy umumnya didapatkan
positif kuat. Jumlah sel umumnya ribuan per milimeter kubik cairan yang sebagian besar
terdiri dari sel polimorphonuclear (PMN). Pada stadium dini didapatkan jumlah sel hanya
ratusan permilimeter kubik dengan hitung jenis lebih banyak limfosit daripada segmen. Oleh
karena itu pada keadaan sedemikian, pungsi lumbal perlu diulangi keesokan harinya untuk
menegakkan diagnosis yang pasti. Keadaan seperti ini juga ditemukan pada stadium
penyembuhan meningitis purulenta. Kadar protein dalam CSS meninggi. Kadar gula menurun
tetapi tidak serendah pada meningitis tuberkulosa. Kadar klorida kadang-kadang merendah.4
Meningitis Tuberkulosis
Diagnosis dapat ditentukan atas dasar gambaran klinis serta yang terpenting ialah
gambaran CSS. Diagnosis pasti hanya dapat dibuat bila ditemukan kuman tuberkulosis dalam
CSS. Uji tuberkulin yang positif, kelainan radiologis yang tampak pada foto roentgen thorak
dan terdapatnya sumber infeksi dalam keluarga hanya dapat menyokong diagnosis. Uji
tuberkulin pada Meningitis tuberkulosis sering negatif karena reaksi anergi (false-negative),
terutama dalam stadium terminalis.4
2.10 DIAGNOSIS BANDING 1
Case Report 11
Abses otak
Encephalitis
2.11 KOMPLIKASI 1
Komplikasi dini :
Syok septik, termasuk DIC
Koma
Kejang (30-40% pada anak)
Edema serebri
Septic arthritis
Efusi pericardial
Anemia hemolitik
Komplikasi lanjut :
Gangguan pendengaran samapi tuli
Disfungsi saraf kranial
Kejang multipel
Paralisis fokal
Efusi subdural
Hidrocephalus
Defisit intelektual
Ataksia
Buta
Waterhouse-Friderichsen syndrome
Gangren periferal
2.12 TATA LAKSANA
Meningitis bakterial
Pemberian terapi dilakukan secepatnya saat diagnosis mengarah ke meningitis.
Idealnya kultur darah dan likuor cerebrospinal (LCS) harus diperoleh sebelum antibiotik yang
diberikan. 6
Peningkatan tekanan intrakranial sekunder akibat edema serebral jarang pada
bayi. Monitor kadar gas darah dengan ketat untuk memastikan oksigenasi yang memadai dan
stabilitas metabolisme.6
Pada bayi dan anak-anak, Manajemen meningitis bakteri mencakup terapi antibiotik
dan terapi suportif. Terapi cairan dan elektrolit dilakukan dengan memantau pasien dengan
memeriksa tanda-tanda vital dan status neurologis dan balans cairan, menetapkan jenis yang
Case Report 12
dan volume cairan, risiko edema otak dapat diminimalkan. Anak harus menerima cairan
cukup untuk menjaga tekanan darah sistolik pada sekitar 80 mm Hg, output urin 500
mL/m2/hari, dan perfusi jaringan yang memadai.
Bila anak dalam status konvulsivus diberikan diazepam 0,2-0,5 mg/kgBB secara
intravena perlahan-lahan, apabila kejang belum berhenti pemberian diazepam dapat diulang
dengan dosis dan cara yang sama. Apabila kejang berhenti dilanjutkan dengan pemberian
fenobarbital dengan dosis awal 10-20mg/kgBB IM, 24 jam kemudian diberikan dosis
rumatan 4-5mg/kgBB/hari. Apabila dengan diazepam intravena 2 kali berturut-turut kejang
belum berhenti dapat diberikan fenitoin dengan dosis 10-20mg/kgBB secara intravena
perlahan-lahan dengan kecepatan dalam 1 menit jangan melebihi 50 mg atau
1mg/kgBB/menit. Dosis selanjutnya 5mg/kgBB/hari diberikan 12-24 jam kemudian. Bila
tidak tersedia diazepam, dapat digunakan langsung phenobarbital dengan dosis awal dan
selanjutnya dosis maintenance.1
Terapi antibiotik 1
Penggunaan antibiotik terdiri dari 2 fase, yaitu fase pertama sebelum hasil biakan dan uji
sensitivitas. Pada fase ini pemberian antibiotic secara empirik yaitu :
Ampisilin 200 – 300 mg /kgBB/hari dibagi dalam 6 dosis dan kloramfenikol 100
mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis pda neonatus 50 mg/kgBB/hari. Pada bayi dan anak
pengobatan dilakukan selama 10 – 14 hari, dan neonatus selama 21 hari.
Pemberian antibiotik menurut IDSA 2004 guidelines for management of bacterial meningitis
adalah sebagai berikut :6
N meningitidis : penisilin, kloramfenikol, seftriakson selama 7 hari
H influenzae : ampisilin, kloramfenikol, seftriakson, sefotaksim selama 7 hari
S pneumoniae : penisilin, kloramfenikol, seftriakson, vankomisin selama 10-14 hari
Bacil aerob Gram negatif : sefotaksim, septazidim, seftriakson selam 21 hari
Terapi Deksametason 1
Studi eksperimen mendapatkan bahwa pada hewan dengan meningitis bakterial yang
menggunakan deksametason menunjukkan perbaikan proses inflamasi, penurunan edema
serebral dan tekanan intrakranial dan lebih sedikit didapatkan kerusakan otak.8
Dexametason diberikan dengan dosis 0,6 mg/kgBB/hari selama 4 hari.
Meningitis Tuberkulosis 4
Case Report 13
Berdasarkan rekomendasi American Academic of Pediatrics 1994 diberikan 4 macam
obat selama 2 bulan dilanjutkan dengan pemberian INH dan Rifampisin selama 10 bulan.
Dasar pengobatan meningitis tuberkulosis adalah pemberian kombinasi obat anti-
tuberkulosa ditambah dengan kortikosteroid, pengobatan simptomatik bila terdapat kejang,
koreksi dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau muntah-muntah dan fisioterapi.
Dosis obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah sebagai berikut:
1. Isoniazid (INH) 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 300 mg/hari.
2. Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari dengan maksimum dosis 600 mg/hari.
3. Pirazinamid 20-40 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2000 mg/hari.
4. Etambutol 15-25 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2500 mg/hari.
5. Prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-3 minggu dilanjutkan dengan tappering off
untuk menghindari terjadinya rebound phenomenon.
2.13 PENCEGAHAN 7
Meningitis Bakterial
Melakukan imunisasi yang direkomendasikan tepat waktu dan sesuai jadwal
merupakan pencegahan terbaik. Menjalani kebiasaan hidup sehat, seperti istirahat yang
cukup, tidak kontak langsung dengan penderita lain juga dapat membantu.
Meningitis Tuberkulosis
Vaksiniasi BCG memberikan efek proteksi (hampir 64%) terhadap meningitis TB.
Peningkatan berat badan dibandingkan umur berhubungan dengan penurunan resiko dari
penyakit ini.
2.14 PROGNOSIS
Meningitis bakterial 1
Prognosis pasien meningitis bakterial tergantung dari banyak faktor, antara lain:
1. Umur pasien
2. Jenis mikroorganisme
3. Berat ringannya infeksi
4. Lamanya sakit sebelum mendapat pengobatan
5. Kepekaan bakteri terhadap antibiotic yang diberikan
Makin muda umur pasien makin jelek prognosisnya; pada bayi baru lahir yang
menderita meningitis angka kematian masih tinggi. Infeksi yang disebabkan bakteri yang
resisten terhadap antibiotik bersifat fatal.
Dengan deteksi bakteri penyebab yang baik pengobatan antibiotik yang adekuat dan
pengobatan suportif yang baik angka kematian dan kecacatan dapat diturunkan. Walaupun
Case Report 14
kematian dan kecacatan yang disebabkan oleh bakteri gram negatif masih sulit diturunkan,
tetapi meningitis yang disebabkan oleh bakteri-bakteri seperti H.influenzae, pneumokok dan
meningokok angka kematian dapat diturunkan dari 50-60% menjadi 20-25%. Insidens
sequele Meningitis bakterialis 9-38%, karena itu pemeriksaan uji pendengaran harus segera
dikerjakan setelah pulang, selain pemeriksaan klinis neurologis. Pemeriksaan penunjang lain
disesuaikan dengan temuan klinis pada saat itu.1,9
Meningitis Tuberkulosis 4
Sebelum ditemukannya obat-obat anti-tuberkulosis, mortalitas meningitis tuberkulosis
hampir 100%. Dengan obat-obat anti-tuberkulosis, mortalitas dapat diturunkan walaupun
masih tinggi yaitu berkisar antara 10-20% kasus. Penyembuhan sempurna dapat juga terlihat.
Gejala sisa masih tinggi pada anak yang selamat dari penyakit ini, terutama bila datang
berobat dalam stadium lanjut. Gejala sisa yang sering didapati adalah gangguan fungsi mata
dan pendengaran. Dapat pula dijumpai hemiparesis, retardasi mental dan kejang. Keterlibatan
hipothalamus dan sisterna basalis dapat menyebabkan gejala endokrin. Saat permulaan
pengobatan umumnya menentukan hasil pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Case Report 15
1. Saharso D, dkk. Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S,
penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI; 1999. h. 40-6, 339-71
2. Sitorus MS. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Available from :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3546/1/anatomi-mega2.pdf. Diakses
20 Januari 2013
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta:
Bagian Kesehatan Anak FKUI; 1985. h.558-65, 628-9.
4. Pudjiadi AH,dkk. Ed. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid
1. Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h. 189-96.
5. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi ke-1. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2004 : 200 – 208.
6. Muller ML, dkk. Pediatric Bacterial Meningitis. May 11th, 2011. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/961497-overview. Diakses 20 Januari 2013.
7. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention.
Updated: August 6th, 2009 Available from : http://www.cdc.gov/meningitis/about/
prevention.html. Diakses 20 Januari 2013
BAB II
LAPORAN KASUS
Case Report 16
Identitas Pasien
Nama : A.A
Umur : 8 tahun 5 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Suku : Mentawai
Alamat : Desa Beri Ulo Mentawai
ANAMNESIS :
Telah dirawat pasien perempuan usia 8 tahun 5 bulan masuk ke bangsal HCU Anak
RSUP Dr. M. Djamil Padang tanggal 20 Januari 2013 dengan :
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran sejak 3 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
• Penurunan kesadaran sejak 3 hari yang lalu
• Demam sejak 2 minggu sejak yang lalu, tinggi, hilang timbul, tidak menggigil, tidak
berkeringat
• Nyeri kepala sejak 2 minggu yang lalu
• Kejang berulang sejak 10 hari yang lalu, frekuensi ± 5 – 6 x/sehari, lama ± 30 menit
sampai 1 jam, interval antara kejang ± 4 – 5 jam, kejang seluruh tubuh, mata melihat
ke atas, anak sadar setelah kejang, anak hanya bisa tidur dan miring sejak kejang
pertama dan masih bisa makan dan minum. Ini merupakan kejang yang pertama,
kejang terakhir 1 hari yang lalu
• Anak tidak bisa membuka mulut sejak 3 hari yang lalu, tidak bisa makan dan minum
• Batuk pilek tidak ada, sesak nafas tidak ada, muntah tidak ada.
• Riwayat kontak dengan penderita batuk – batuk lama tidak ada
• Riwayat trauma kepala tidak ada
• Riwayat telinga berair tidak ada
• Riwayat sakit gigi tidak jelas
• Riwayat luka pada anggota badan tidak ada
• Buang air kecil jumlah dan warna biasa
• Buang air besar belum ada sejak 10 hari yang lalu
• Anak telah dibawa berobat ke Pustu 6 hari yang lalu, dirawat selama 2 hari, diberi
obat malaria dan antibiotic, kemudian dirujuk ke RSUD Mentawai dan dirawat selama
1 hari, mendapat terapi:
Case Report 17
O2 1 liter/menit, NGT terpasang, kateter terpasang
Dexametason 3 x 3.5 mg iv
Cefotaxime 3 x 1 gram iv
Phenitoin 2 x 50 mg po
Paracetamol cth II po
Piracetam 4 x 250 mg iv
Dilakukan pemeriksaan labor didapatkan Hb : 10.7, leukosit : 17.000/mm3 , trombosit :
260.000/mm3 , kemudian dirujuk ke RSUP dr. M djamil Padang dengan keterangan
tetraparese spastic, meningitis akut, prolonged fever suspek demam tifoid DD/ ISK
Riwayat Penyakit Dahulu :
• Tidak pernah menderita kejang dengan atau tanpa deman sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga :
• Tidak ada anggota keluarga yang menderita kejang dengan atau tanpa demam
Riwayat Kehamilan :
• Ibu rutin kontrol kehamilan ke bidan, penyakit selama kehamilan tidak ada, cukup
bulan
Riwayat Kelahiran :
• Anak ke 3 dari 4 bersaudara, lahir spontan, ditolong bidan, cukup bulan, BBL 4000
gr, PBL lupa, anak langsung menangis
Riwayat Imunisasi :
• BCG : 1 bulan scar ada
• DPT : 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
• Polio : 0 bulan, 2 bulan, 4 bulan . 6 bulan
• Campak : 9 bulan
• Hepatitis B : baru lahir, 1 bulan , 3 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
Riwayat Tumbuh Kembang :
• Pertumbuhan dan perkembangan normal
Riwayat Makanan :
• ASI : 0-2 tahun Susu formula : 1 tahun – 3 tahun
• Bubur susu : 4 bulan – 8 bulan 2x sehari
• Nasi Tim : 8 bulan – 12 bulan
• Nasi biasa : 12 bulan – sekarang, Daging 1x/minggu, Ikan 3x/minggu, Telur
2x/minggu, Sayur mayur 2x/minggu
Case Report 18
Kesan makan dan minum : kualitas dan kuantitas kurang
Riwayat Sosial Ekonomi :
• Anak ke 3 dari 4 bersaudara, Ayah bekerja sebagai nelayan, ibu sebagai ibu rumah
tangga. Tinggal di rumah panggung, sumber air dari sungai, jamban di luar rumah,
sampah dibuang di tempat sampah, dan pekarangan sempit
Kesan : Higine dan sanitasi lingkungan kurang
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : sakit berat
Kesadaran : GCS E2M2V1 = 5
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Frekuensi Nadi : 112 x/menit
Frekuensi Nafas : 26 x/menit
Suhu : 37,4ºC
Berat Badan : 16 kg
Tinggi Badan : 118 cm
BB/U : 59, 2 %
TB/U : 90,8 %
BB/TB : 72, 7 %
Kesan : gizi kurang
Kulit : teraba hangat, pucat tidak ada, sianosis tidak ada, ikterus tidak ada
KGB : Tidak teraba pembesaran KGB
Kepala : bentuk bulat,simetris
Rambut : rambut hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis, pupil isokor 2 mm, reflek
cahaya +/+
Telinga : tidak ditemukan kelainan.
Hidung : bentuk normal, secret tidak ada, deviasi septum tidak ada, nafas cuping
hidung tidak ada, tidak ditemukan kelainan.
Tenggorokan : sulit dinilai.
Mulut : Trismus.
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Thorak
Case Report 19
Paru :
Inspeksi : normochest, simetris
Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor
Auskkultasi : suara nafas vesikuler, ronchi dan wheezing tidak ada.
Jantung :
Inspeksi : iktus kordis terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di 1 jari medial LMCS RIC V.
Perkusi : Batas jantung atas : RIC II, batas kanan : linea sternalis dextra,
batas kiri : 1 jari medial LMCS RIC V.
Auskultasi : irama jantung teratur, bising tidak ada.
Abdomen :
Inspeksi : tampak membuncit.
Palpasi : hepar teraba ¼ - ¼ pinggir tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal dan
lien tidak teraba
Perkusi :thympani, shifting dullness (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal.
Alat kelamin : tidak ditemukan kelainan, status pubertas A1M1P1
Anus : colok dubur tidak dilakukan
Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik
Status Neurologikus:
• Tanda perangsangan selaput otak
Kaku kuduk : + Kernig : -
Brudzinsky I : - Brudzinsky II : -
Laseque : -
• Tanda peningkatan TIK
Muntah proyektil : -
Sakit kepala progresif : -
• Nervi Kranialis : Trismus positif
• Koordinasi :Tidak bisa dinilai
• Motorik : spastik +/+ , kekuatan otot tidak bisa dinilai
• Sensorik : respon negatif terhadap rangsangan nyeri
• Fungsi Otonom : Sekresi keringat ada
• Reflek fisiologis
Case Report 20
KPR : +++/+++ APR : +++/+++
• Reflek patologis
Babinsky group:-/- Chadok : -/-
Oppenheim : -/- Gordon : -/-
Schaefer : -/- Hoffman : -/-
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 20 Januari 2013 :
Darah :
- Hb : 13,1 g/dl
- Leukosit : 19.300/mm3
- Hitung jenis : 0/1/1/67/27/4
- Trombosit : 613.000/mm3
Urin :
- Warna kuning jernih
- Protein : negatif
- Reduksi : negatif
- Sedimen : negatif
Feses :
- Warna kecoklatan
- Darah tidak ada
- Lendir tidak ada
DIAGNOSIS KERJA
• Suspek meningitis polenta
• Gizi kurang
DIAGNOSIS BANDING
• Meningitis tuberkulosa
• Meningoensefalitis
RENCANA PEMERIKSAAN
• Daraf perifer lengkap
• Elektrolit darah dan GDR
• Kultur darah
• Lumbal pungsi
• Brain CT Scan
• Ro Thorax
Case Report 21
• BTA lambung
• Konsul mata
TERAPI
• MC 8 x 40 cc / NGT
• O2 1 liter/ menit (nasal)
• IVFD KaEN1B 14 tetes/ menit (makro)
• Luminal 75 mg dan dilanjutkan luminal 2 x 60 mg (p.o)
• Dexametason bolus 8 mg dilanjutkan 3 x 2.5 mg (iv)
• Ampisilin 6 x 800 mg (iv)
• Kloramfenikol 4 x 400 mg (iv)
Hasil Konsul Mata : Saat ini tidak ditemukan tanda- tanda peningkatan tekanan intra kranial
Hasil bacaan Brain CT Scan : Brain Atropi
Hasil pemeriksaan Elektrolit dan GDR
• Na : 131 mg/dl
• K : 4,7 mg/dl
• Ca : 10,1 mg/dl
• GDR : 161 mg/dl
Kesan : Hiponatremia
Terapi : Kekurangan Natrium dapat terpenuhi dengan IVFD KaEN1B
Hasil Pemeriksaan Lumbal Pungsi :
• Makroskopis : Mengalir jernih
• Nonne : Negatif
• Pandy : Negatif
• Jumlah sel : 36/ mm3, PMN 60%, MN 40%
• Glukosa : 97 mg/dl
• Protein : tidak dapat dilakukan karena reagen tidak ada
Kesan : Sesuai Meningitis
Follow Up Harian
Follow up Tanggal 21 Januari 2013
Subjek :
Case Report 22
• Demam tidak ada
• Kejang tidak ada
• Muntah tidak ada
• Sesak nafas tidak ada
• Intake melalui NGT, toleransi baik
• BAK ada
Objek :
• Sakit berat, GCS E2M2V1 = 5,TD 90/60 mmHg, nadi 116x/menit, nafas 26x/menit,
suhu 37,2 0C
• Mata : Konjugtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
• Thorax :
Cor : Irama teratur, bising tidak ada
Pulmo : Bronkovesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
• Abdomen : Distensi tidak ada, bising usus + normal
• Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik
Kesan : Belum ada perbaikan
Konsultasi dengan dokter spesialis anak, dan diberi advice :
• Penambahan terapi meningitis tubekulosa karena menintis tuberkulosa belum bisa
disingkirkan
• Lengkapi pemeriksaan TB
Terapi :
• MC 8 x 40 cc / NGT
• O2 1 liter/ menit (nasal)
• IVFD KaEN1B 14 tetes/ menit (makro)
• Luminal 2 x 60 mg (p.o)
• Dexametason 3 x 2.5 mg (iv)
• Ampisilin 6 x 800 mg (iv)
• Kloramfenikol 4 x 400 mg (iv)
• INH 1 x 150 mg (po)
• Rifampisin 1 x 250 mg (po)
• Pirazinamid 1 x 400 mg (po)
• Etambutol 1 x 350 mg (po)
• Vitamin B6 1 x 20 mg (po)
Case Report 23
Rencana :
• Ro Thorax
• BTA lambung
• Mantoux test
Follow up tanggal 22 Januari 2013
Subjek :
• Demam tidak ada
• Kejang tidak ada
• Muntah tidak ada
• Sesak nafas tidak ada
• Intake melalui NGT, toleransi baik
• BAK ada
Objek :
• Sakit berat, GCS E2M2V1 = 5,TD 90/60 mmHg, nadi 118x/menit, nafas 24x/menit,
suhu 37,4 oC
• Mata : Konjugtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
• Thorax :
Cor : Irama teratur, bising tidak ada
Pulmo : Bronkovesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
• Abdomen : Distensi tidak ada, bising usus + normal
• Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik
Kesan : Belum ada perbaikan
Terapi :
• MC 8 x 40 cc / NGT
• O2 1 liter/ menit (nasal)
• IVFD KaEN1B 14 tetes/ menit (makro)
• Luminal 2 x 60 mg (p.o)
• Dexametason 3 x 2.5 mg (iv)
• Ampisilin 6 x 800 mg (iv)
• Kloramfenikol 4 x 400 mg (iv)
• INH 1 x 150 mg (po)
• Rifampisin 1 x 250 mg (po)
• Pirazinamid 1 x 400 mg (po)
• Etambutol 1 x 350 mg (po)
Case Report 24
• Vitamin B6 1 x 20 mg (po)
Rencana :
• Ro Thorax
• BTA lambung
• Mantoux test
Follow up tanggal 23 Januari 2013
Subjek :
• Demam tidak ada
• Kejang tidak ada
• Muntah tidak ada
• Sesak nafas tidak ada
• Intake melalui NGT, toleransi baik
• BAK ada
Objek :
• Sakit berat, GCS E3M3V1 =7 ,TD 90/60 mmHg, nadi 114x/menit, nafas 25x/menit,
suhu 37,5 oC
• Mata : Konjugtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
• Thorax :
Cor : Irama teratur, bising tidak ada
Pulmo : Bronkovesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
• Abdomen : Distensi tidak ada, bising usus + normal
• Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik
Kesan : Perbaikan GCS
Hasil Ro Thorax : Tampak gambaran proses perkijuan di kedua lapangan paru
Terapi :
• MC 8 x 40 cc / NGT
• O2 1 liter/ menit (nasal)
• IVFD KaEN1B 14 tetes/ menit (makro)
• Luminal 2 x 60 mg (p.o)
• Dexametason 3 x 2.5 mg (iv)
• Ampisilin 6 x 800 mg (iv)
• Kloramfenikol 4 x 400 mg (iv)
• INH 1 x 150 mg (po)
Case Report 25
• Rifampisin 1 x 250 mg (po)
• Pirazinamid 1 x 400 mg (po)
• Etambutol 1 x 350 mg (po)
• Vitamin B6 1 x 20 mg (po)
Rencana :
• BTA lambung
DISKUSI
Case Report 26
Meningitis adalah infeksi yang terjadi di meningens yang banyak disebabkan oleh
bakteri. Pasien meningitis umumnya datang dengan keluhan utama deman, nyeri kepala,
kejang, penurunan kesadaran hingga koma. Pada pasien ini ditemukan keluhan utama
penurunan kesadaran. Selain itu, pasien ini juga mengalami demam dan kejang. Pasien yang
datang dengan keluhan ini kita bisa berpikir dan mengarahkan berbagai diangnosis yang
mungkin seperti meningitis, ensefalitis, abses otak,dan berbagai kemungkinan yang lain.
Untuk membantu kita menegakkan diagnosis, diperlukan pemeriksaan fisik dan penunjang
lainya.
Pemeriksaan fisik pada pasien ini ditemukan dalam keadaan koma. Pasien ini juga
ditemukan adanya kaku kuduk. Kaku kuduk adalah salah satu gejala ada nya rangsangan pada
meningens yang bisa salah satunya disebabkan oleh infeksi. Adanya trismus dan spasme juga
bisa membantu kita dalam mementukan diagnosis pada pasien ini.
Pemeriksaan penunjang yang sangat penting pada pasien yang kita curigai meningitis
adalah pemeriksaan LCS dengan lumbal pungsi. Pada pasien ini ditemukan LCS yang
menunjukan gambaran meningitis.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat ditegakkan
diagnosis sementara meningitis purulenta dan kita diagnosis banding dengan meningitis
tuberkulosa. Untuk lebih memastikan langi diagnosis, kita dapat melakukan pemeriksaan TB
lengkap seperti Rontagen thorax, BTA, dan mantoux test.
Terapi yang diberikan pada pasien meningitis adalah terapi antibiotok dan terapi
suportif. Terapi antibiotik yang diberikan adalah terapi empirik sampai hasil kultur san uji
sentivitas ada. Antibiotik yang digunakan berupa kombinasi ampisilin dan kloramfenikol.
Pada pasien ini telah diberikan ampisilin 6 x 800 mg dan kloramfenikol 4 x 400 mg. pada
pasien ini juga tambahkan terapi TB sampai kita dapat memastikan adanya infeksi TB.
Prognosis pasien meningitis bakterial tergantung dari banyak faktor, antara lainu mur
pasien, jenis mikroorganisme, berat ringannya infeksi, lamanya sakit sebelum mendapat
pengobatan, dan kepekaan bakteri terhadap antibiotik yang diberikan.
Case Report 27