mazhab filsafat pendidikan

32
MAZHAB-MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Mazhab filsafat pendidikan, yaitu: A. Filsafat Pendidikan Idealisme B. Filsafat Pendidikan Iealisme C. Filsafat Pendidikan Materialisme D. Filsafat Pendidikan Pragmatisme E. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme F. Filsafat Pendidikan Progresivisme. G. Filsafat Pendidikan Esensialisme. H. Filsafat Pendidikan Parenialisme. I. Filsafat Pendidikan Rektruksionisme. A. FILSAFAT PENDIDIKAN IDEALISME 1. Realitas Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Hakikat manusia adalah jiwanya, rohnya, yakni apa yang disebut “mind”. Mind merupakan suatu wujud yang mampu menyadari dunianya, bahkan sebagai pendorong dan penggerak semua tingkah laku manusia. Idealisme tidak menolak eksistensidunia fisik di sekeliling kita, seperti rumah, pepohonan, binatang, matahari, bintang-bintang yang muncul terlihat pada malam hari. Relitas mungkin bersifat personal, dan mungkin juga bersifat impersonal. Plato mengatakan bahwa jiwa manusia sebagai “roh” yang berasal dari ide” eksternal dan sempurna. 2. Pengetahuan Tentang teori pengetahuan, idealisme mengemukakan pandangannya bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui indera tidak pasti dan tidak lengkap, karena dunia hanyalah merupakan tiruan balaka, sifatnya maya (bayangan), yang menyimpang dari kenyataan yang sebenarnya, pengetahuan yang benar hanya 1

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mazhab filsafat pendidikan

MAZHAB-MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN

Mazhab filsafat pendidikan, yaitu:

A. Filsafat Pendidikan Idealisme

B. Filsafat Pendidikan Iealisme

C. Filsafat Pendidikan Materialisme

D. Filsafat Pendidikan Pragmatisme

E. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme

F. Filsafat Pendidikan Progresivisme.

G. Filsafat Pendidikan Esensialisme.

H. Filsafat Pendidikan Parenialisme.

I. Filsafat Pendidikan Rektruksionisme.

A. FILSAFAT PENDIDIKAN IDEALISME

1. Realitas

Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan

materi, bukan fisik.

Hakikat manusia adalah jiwanya, rohnya, yakni apa yang disebut “mind”.

Mind merupakan suatu wujud yang mampu menyadari dunianya, bahkan sebagai

pendorong dan penggerak semua tingkah laku manusia.

Idealisme tidak menolak eksistensidunia fisik di sekeliling kita, seperti

rumah, pepohonan, binatang, matahari, bintang-bintang yang muncul terlihat pada

malam hari.

Relitas mungkin bersifat personal, dan mungkin juga bersifat impersonal.

Plato mengatakan bahwa jiwa manusia sebagai “roh” yang berasal dari

“ide” eksternal dan sempurna.

2. Pengetahuan

Tentang teori pengetahuan, idealisme mengemukakan pandangannya

bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui indera tidak pasti dan tidak lengkap,

karena dunia hanyalah merupakan tiruan balaka, sifatnya maya (bayangan), yang

menyimpang dari kenyataan yang sebenarnya, pengetahuan yang benar hanya

1

Page 2: Mazhab filsafat pendidikan

merupakan hasil akal belaka, karena akal dapat membedakan bentuk spiritual

murni dari benda-benda di luar penjelmaan material. Demikian menurut Plato.

Hegel menguraikan konsep Plato tentang teori pengetahuan dengan

mengatakan bahwa pengetahuan dikatakan valid, sepanjang sistematis, maka

pengetahuan manusia tetang realitas adalah benar dalam arti sistematis.

3. Nilai

Menurut pandangan idealisme, nilai itu absolut. Apa yang dikatakan baik,

benar, salah, cantik, atau tidak cantik, secara fundamental tidak berubah dari

generasi ke generasi. Pada hakikatnya nilai itu tetap. Nilai tidak diciptakan

manusia, melainkan merupakan bagian dari alam semesta.

4. Pendidikan

Dalam hubungannya dengan pendidikan, idealisme memberi sumbangan

yang besar terhadap perkembangtan teori pendidikan, khususnya filsafat

pendidikan.

Filsafat idealisme diturunkan dari filsafat idealisme metafisik, yang

menekannkan pertumbuhan rohani. Kaum idealis percaya bahwa anak merupakan

bagian dari alam spiritual, yang memiliki pembawaan spiritual sesuai dengan

potensialitasnya. Oleh karena itu, pendidikan harus mengajarkan hubungan antara

anak dengan bagian alam spiritual . Pendidikan harus menekankan kesesuaian

batin antara anak dan alam semesta.

Seorang guru yang menganut paham idealisme harus membimbing atau

didiskusikan bukan sebagai prinsip-prinsip eksternal kepada siswa, melainkan

sebagai kemungkinan-kemungkinan (batin) yang perlu dikembangkan. Guru

idealis juga harus mewujudkan sedapat mungkin watak yang terbaik. Socrates,

Plato dan Kant yakin bahwa pengetahuan yang terbaik adalah pengetahuan yang

dikeluarkan dari dalam diri siswa, bukan dimasukkan atau dijejalkan ke dalam

diri siswa.

Power (1982:89) mengemukakan implikasi filsafat pendidikanidealisme

sebagi berikut:

1. Tujuan Pendidikan

2

Page 3: Mazhab filsafat pendidikan

Pendidikan formal dan informal bertujuan membentuk karakter, dan

mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial.

2. Kedudukan siswa

Bebas untuk menembangkan kepribadian dan kemampuan dasarnya/bakatnya.

3. Peranan Guru

Bekerja sama dengan alam dalam proses pengembangan manusia, terutama

bertanggung jawab dal menciptakan lingkungan pendidikan siswa.

4. Kurikulum

Pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan rasional, dan pendidikan

praktis untuk memperoleh pekerjaan.

5. Metode

Diutamakan metode dialektika, tetapi metode lain yang efektif dapat

dimanfaatkan.

B. FILSAFAT PENDIDIKAN REALISME

Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitas.

Realisme berbeda dengan materialisme dan idealisme yang bersufat monistis.

Realisme berpendapat bahwa hakikat realitas ialaha terdiri atas dunia fisik dan

dunia ruhani.

Realisme merupakan aliran filsafat yang memiliki beraneka ragam bentuk.

Kneller membagi realisme menjadi dua bentuk, yaitu : 1. Realisme rasional, 2.

Realisme

1. Realisme Rasional

Realisme rasional didefinisikan kepada dua: realisme klasik dan realisme

religius.

Realisme klasik, ialah filsafat yunani yang pertama kali dikembangkan oleh

Aristoteles, sedangkan realisme religius, dikembangkan oleh Thomas Aquina,

dengan menggunakan filsafat Aristoteles dalam membahas teologi Kristen, yang

disebut tornisme, pada saat filsafat gereja dikuasai oleh neoplatonisme yang

dipelopori oleh Plotinus.

3

Page 4: Mazhab filsafat pendidikan

a. Realisme klasik

Realisme klasik oleh Brubacher (1950) disebut humanisme rasional.

Realisme klasik berpandangan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki ciri

rasional. Dunia dikenal melalui akal, dimulai dengan prinsip “self evident” di

mana manusia dapat menjangkau kebenaran umum. “Self evident” merupakan hal

yang penting dalam filsafat realisme karena evidensi merupakan asas pembuktian

tentang realitas dan kebenaran sekaligus.

b. Realitas religius

Relisme religius dalam pandangannya tampak dualisme. Ada dua order

yang terdiri atas “order natural “ dan “order supernatural”. Kedua order tersebut

perpusat pada Tuhan. Pendidikan merupakan suatu proses untuk meningkatkan

diri, guna mencapai yang abadi.

Kebenaran bukan dibuat, melainkan sudah ditentukan, di mana belajar harus

mencerminkan kebenaran tersebut.

Menurut realisme religius, karena keteraturan dan keharmonisan alam

semesta sebagai ciptaan Tuhan, maka manusia harus mempelajari alam sebagai

ciptaan. Tujuan pendidikan mempersiapkan individu untuk dunia dan akhirat.

Tujuan pendidikan adalah mendorong siswa memiliki keseimbangan intelektual

yang baik, bukan semata-mata penyesuaian terhadap lingkungan fisikdan sosial

saja.

Beberapa prinsip mengajar yang dikemukakan oleh Comenius adalah

sebagai berikut :

a. Pelajaran harus didasarkan pada minat siswa. Keberhasilan dalam belajar

tidak karena dipaksakan dari luar, melainkan merupakan suatu hasil

perkembangan dari dalam pribadinya.

b. Pada waktu permulaan belajar, guru harus menyusun out-line secara garis

besar dari setiap mata pelajaran.

c. Guru harus menyiapkan dan menyampaikan informasi tentang garis-garis

besar pelajaran sebelum pelajaran dimulai, atau pada waktu permulaan

pelajaran.

4

Page 5: Mazhab filsafat pendidikan

d. Kelas harus diisi dengan gambar-gambar, peta, motto, dan sejenisnya yang

berkaitan dengan rencana pelajaran yang akan diberikan.

e. Guru menyampaikan pelajaran sedemikian rupa, sehingga pelajaran

merupakan suatu kesatuan. Setiap pelajaran merupakan suatu

keseimbangan dari pelajaran sebelumnya, dan untuk perkembangan

pengetahuan secara terus-menerus.

f. Apapun yang dilakukan guru, hendaknya membantu untuk pengembangan

hakikat manusia. Kepada siswa ditunjukkan kepentingan yang praktis dari

setiap sistem nilai.

g. Pelajaran dalam subjek yang sama diperuntukkan bagi semua anak.

2. Realisme Natural Ilmiah

Realisme natural ilmiah menyertai lahirnya sains di Eropa pada abad

kelima belas dan keenam belas, yang dipelopori oleh Francis Bacon, John Locke,

Galileo, David Hume, John Stuart Mill, dan lain-lainnya. Pada abad kedua puluh

tercatat pemikiran-pemikiran seperti Ralph Borton Perry, Alferd Nortt Whitehead,

dan Betrand Russel.

Realisme natural ilmiah mengatakan bahwa manusia adalah organisme

biologis dengan sistem syaraf yang kompleks dan secara inheren berpembawaan

sosial (social dispossition) yang dinamakan berpikir merupakan fungsi yang

sangat kompleks dari organisme yang berhubungan dengan lingkungannya.

Kebanyakan dari penganut realisme natural menolak eksistensi kemauan bebas

(Free will). Mereka bersilang pendapat dalam hal bahwa individu ditentukan oleh

akibat lingkungan fisik dan sosial dalam struktur genetiknya. Apa yang

tampaknya bebas memilih, kenyataannya merupakan suatu determinasi kausal

(ketentuan sebab akibat).

Menurut realisme natural ilmiah, filsafat mencoba meniru objektivitas

sains. Karena dunia sekitar manusia nyata, maka tugas sainslah untuk meneliti

sifat-sifatnya. Tugas filsafat mengkoordinasikan konsep-konsep dan temuan-

temuan sains yang berlainan dan berbeda-beda. Perubahan merupakan realitas

yang sesuai dengan hukum-hukum alam yang permanen yang menyebabkan alam

semesta sebagai suatu struktur yang berlangsung terus. Pandangannya tentang

5

Page 6: Mazhab filsafat pendidikan

teori pengetahuan (epistemologi), realisme natural ilmiah mengatakan bahwa

dunia yang kita amati bukan hasil kreasi akal atau jiwa (mind) manusia.

Teori kebenaran yang dipergunakan oleh kaum realisme natural alamiah

adalah teori “korenspondensi” tentang kebenaran, yang menyatakan bahwa

kebenaran itu adalah persesuaian terhadap fakta dengan situasi yang nyata.

Kebenaran merupakan persesuaian antara pernyataan mengenai fakta dengan

faktanya sendiri, atau antara pikiran dengan realitas situasi lingkungannya.

Pengetahuan yang sahih adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman

empiris, dengan jalan observasi atau penginderaan.

Teori pengetahuan yang mereka ikuti ialah teori pengetahuan “empiris”,

menurut emperisme, pengalaman merupakan faktor fundamental dalam

pengetahuan sehingga merupakan sumber dari pengetahuan mnusia.

3. Neo-Realisme dan Realisme Kritis

Elain aliran-aliran teori di atas, masih ada lagi pandangan-pandangan lain

yang termasuk realisme. Alirn-aliran tersebut disebut “Neo-Realisme” dari

Frederick Breed, dan “Realisme Kritis” dari Immanuel Kant. Menurut

pandangan Breed, filsafat pendidikan hendaknya harmoni dengan prinsip-prinsip

demokrasi. Prinsip pertama demokrasi adalah hormat dan menghormati atas hak-

hak individu. Pendidikan sebagai pertumbuhan harus diartikan sebagai menerima

arah tuntutan sosial dan individual.

Menurut Kant, semua pengetahuan mulai dari pengalaman namun tidak

berarti semuanya dari pengalaman. Objek luar dikenal melalui indera nmun

pikiran atau rasio, atau pengertian. Pengalaman tidak hanya sekedar warna, suara,

bau yang diterima alat indera melainkan hal-hal tersebut diatur dan disusun

menjadi suatu bentuk yang terorganisasi oleh pikiran kita. Pengalaman merupakan

suatu interprestasi tentang benda-benda yang kit terima melalui alat indera kita.

Henderson merupakan salah seorang filsof yang dapat digolongkan pada

aliran ini. Ia berpendapat bahwa semua aliran filsafat pendidikan memiliki

persamaan. Semua aliran filsafat pendidikan menyetujui bahwa:

a) Proses pendidikan berpusat pada tugas mengembangkan laki-laki dan

wanita yang hebat dan kuat.

6

Page 7: Mazhab filsafat pendidikan

b) Tugas manusia di dunia adalah memajukan keadilan dan kesejahteraan

umum.

c) Kita seharusnya memandang bahwa tujuan akhir pendidikan adalah

memecahkan masalah-masalah pendidikan.

Power (1982) mengemukakan implikasi pendidikan realisme sebagai

berikut:

1) Tujuan pendidikan

Penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial.

2) Kedudukan siswa

Dalam hal pelajaran, menguasai pengetahuan yang handal, dapat

dipercaya. Dalam hal disiplin, peratuaran yang baik adalah esensial untuk

belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk memeperoleh hasil

yanga baik.

3) Peranan guru

Menguasai pengetahuan terampil dalam teknik mengajar dan dengan keras

menuntut prestasi dari siswa.

4) Kurikulum

Kurikulum komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna.

5) Metode

Belajar tergantung pada pengalaman, baik langsung atau tidak langsung.

Metode penyampaian harus logis dan psikologis. Metode Conditioning

(SR) merupakan metode utama bagi realisme sebagai pengikut

behaviorisme.

C. FILSAFAT PENDIDIKAN MATERIALISME

1. Latar Belakang Pemikiran

Meterialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan

rohani, bukan spiritual atau supernatural. Pelopornya Demokritos (460-360 SM).

Karakteristik umum materialisme pada abad delapan bebas berdasarkan

pada suatu asumsi bahwa realitas dapat dapat dikembangkan pada sifat-sifat yang

7

Page 8: Mazhab filsafat pendidikan

sedang mengalami perubahan gerak dalam ruang . Asumsi tersebut menunjukkan

bahwa:

1. Semua sains seperti biologi, kimia, psikologi, fisika, sosiologi, ekonomi,

dan yang lainnya ditinjau dari dasar fenomena materi yang berhubungan

secara kausal (sebab akibat). Jadi, semua sains merupakan cabang dari

sains mekanika.

2. Apa yang dikatakan “jiwa” (mind) dan segala kegiatannya (berfikir,

memahami) adalah merupakan suatu gerakan yang kompleks dari otak,

sistem urat saraf, atau organ-organ jasmani yang lainnya.

3. Apa yang disebut dengan nilai dan cita-cita, makna dan tujuan hidup,

keindahan dari kesenangan, serta kebebasan, hanyalah sekedar nama-nama

atau semboyan, simbol subjiektif manusia untuk situasi atau hubungan

fisikiyang berbeda.

2. Pendidikan

Materialisme maupun positivisme, pada dasarnya tidak menyusunkonsep

pendidikan secara eksplisit.

Menurut behaviorisme, apa yang disebut dengan kegiatan mental

kenyataannya tergantung pada kegiatan fisik, yang merupakan berbagai

kombinasi dan materi dalam gerak.

Pendidikan, dalam hal ini proses belajar, merupakan proses kondisionisasi

lingkungan, misalnya dengan mengadakan percobaan terhadap anak yang tidak

pernah takut pada kucing, akhirnya ia menjadi takut kepada kucing.

Menurut behaviorisme, perilaku manusia adalah hasil pembentukkan

melalui kondisi lingkungan (seperti contoh anak dan kucing di atas). Yang

dimaksud dengan perilaku adalah hal-hal yang berubah, dapat diamati, dan dapat

diukur (Materialisme dan Positivisme). Hal ini mengandung implikasi bahwa

proses pendidikan (proses belajar) menekankan pentingnya keterampilan dan

pengetahuan akademis yang empiris sebagai hasil kajian sains, serta perilaku

sosial sebagi hasil belajar.

Power (1982) mengemukakan beberapa implikasi pendidikan positivisme

behaviorisme yang bersumber pada filsafat materialisme, sebagai berikut:

8

Page 9: Mazhab filsafat pendidikan

1. Tema

Manusia yang baik dan efien dihasilakan dengan proses pendidikan terkontrol

secara ilmiah dan seksama.

2. Tujuan Pendidikan

Perubahan perilaku, mempersiapkan manusia sesuai dengan kapasitasnya,

untuk tanggung jawab hidup sosial dan pribadi yang kompleks.

3. Kurikulum

Isi pendidikan mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya (handal), dan

diorganisasi, selalu berhubungan dengan sasaran perilaku.

4. Metode

Semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisi (SR. Conditioning), operant

conditioning, reinforcement, pelajaran berprogram dan kompetensi.

5. Kedudukan siswa

Tidak ada kebebasan. Prilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar. Pelajaran

adalah dirancang. Siswa dipersiapkan untuk hidup. Mereka dituntut untuk

belajar.

6. Peranan guru

Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan.

Guru dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa.

D. FILSAFAT PENDIDIKAN PRAGMATISME

Pragmatisme (Amerika), namun sebenarnya berpangkal pada filsafat

empirisme,yang yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang

manusia alami. Pendirinya adalah: Charles Sandre Peirce (1839-1914), Wiliam

James (1842-1910), dan jhon Dewey (1859-1952).

Istilah pragmatisme berasal dari perkataan “pragma” artinya praktik atau aku

berbuat. Maksunya bahwa makna segala sesuatu terbantung dari lingkungannya

dengan apa yang dapat dilakukan.

1. Realitas

Realitas dan dunia yang kita amati, tidak bebas dari ide manusia dan

sekaligus juga tidak terkait kepadanya. Realitas merupakan interaksi antara

9

Page 10: Mazhab filsafat pendidikan

manusia dengan dengan lingkungannya. Manusia dan lingkungannya

berdampingan, dan memiliki tanggung jawab yang sama terhadap realitas. Dunia

kan bermakna sejauh manusia mempelajari makna yang terkandung di dalamnya.

Perubahan merupakan esensi realitas, dan manusia harus siap mengubah cara-cara

yang akan dikerjakannya. Manusia pada hakikatnya plastis dan dapat berubah.

Tema pokok filsafat paragmatisme adalah:

a. Esensi realitas adalah perubahan;

b. Hakikat sosial dan biologis manusia yang esensial;

c. Relativitas nilai;

d. Penggunaan intelegensi secara kritis.

Watak pragmatisme adalah humanistis dan menyetujui suatu dalil “ manusia

adalah umuran segala-galanya”.

2. Pengetahuan

Pragmatisme yakin bahwa akal manusia aktif dan selalu ingin meneliti,

tidak pasif dan tidak begitu saja menerima pandangan tertentu sebelum dibuktikan

kebenarannya secara empiris. Pikiran (rasio) tidak bertentangan dan tidak terpisah

dari dunia, melainkan merupakan bagian dari dunia.

Pragmatisme mengajarkan bahwa tujuan semua berfikir adalah kemajuan

hidup.

Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang berguna. Menurut

James, suatu ide itu benar apabila memiliki konsekuensi yang menyenangkan.

Menurut Dewey dan Peirce, suatu ide itu benar apabila berakibat memberi

kepuasan jika diuji secara objektif dan ilmiah.

3. Nilai

Pragmatisme mengemukakan pandangannya tentang nilai, bahwa nilai itu

retatif. Kaidah-kaidah moral dan etik tidak tetap, melainkan selalu berubah,

seperti perubahan kebanyakan, masyarakat, dan lingkungannya. Pragmatisme

menyarankan untuk menguji kualitas nilai dengan cara yang sama seperti menguji

kebenaran pengetahuan dengan metode empiris. Nilai moral maupun etis akan

dilihat dari perbuatannya, bukan dari segi teorinya.

10

Page 11: Mazhab filsafat pendidikan

Menurut pragmatisme, kita harus mempertimbangkan perbuatan manusia

dengan tidak memihak, dan secara ilmiah memiliki nilai-nilai yang tampaknya

memungkinkan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi manusia.

Nilai-nilai tu tidak akan dipaksakan dengan kekuatan apapun kepada kita untuk

diterimanya. Nilai-nilai itu akan disetujui setelah diadakan diskusi secara terbuka

yang didasarkan atas bukti-bukti empiris dan objektif.

4. Pendidikan

a. Konsep pendidikan

Pragmatisme telah memberikan sumbangan besar terhadap teori

pendidikan. John Dewey merupakan tokoh pragmatisme yang secara eksplisit

membahas pendidikan, dan secara sistematis menyusun teori teori pendidikan

yang didasarkan atas filsafat pragmatisme.

Menurut Dewey, terdapat dua teori pendidikan yang saling bertentangan

antara yang satu dengan yang lainnya. Kedua teori pendidikan tersebut adalah

paham konservatif dan “unfolding theory” (teori pemerkahan). Teori konservatif

mengemukakan, bahwa pendidikan adalah sebagai suatu pembentukan terhadap

pribadi anak tanpa memperhatikan kekuatan atau potensi-potensi yang ada dalam

diri anak. Pendidikan akan menentukan segalanya.

“Unfolding theory” berpandangan bahwa anak berkembang dengan

sendirinya, karena ia telah memiliki kekuatan-kekuatan laten, di mana

perkembangan si anak telah memiliki tujuan yang pasti. Hal ini seperti yang

pernah dikemukakan oleh yang lengkap dan pasti.

Menurut pragmatisme, pendidikan bukan merupakan suatu proses

pembentukan dari luar, dan juga bukan merupakan suatu pemerkahan kekuatan-

kekuatan laten dengan sendirinya (unfolding).

Pendidikan menurut pragnatisme, merupakan suatu proses reorganisasi dan

rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman individu. Dalam hal ini dapat

dikatakan, baik anak maupun orang dewasa selalu belajar dari pengalamannya.

John Dewey mengemukakan perlunya atau pentingnya pendidikan, karena

berdasarkan atas tiga pokok pemikiran, yaitu:

a. pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup,

11

Page 12: Mazhab filsafat pendidikan

b. pendidikan sebagai pertumbuhan, dan

c. pendidikan sebagai fungsi sosial.

b. Tujuan pendidikan

Tujuan pendidikan menurut aliran ini, tidak terlepas dari pandangannya

tetang realitas, teori pengetahuan dan kebenaran, serta teori nilai.

Pragmatisme tidak mengenal tujuan akhir pendidikan.

Beberapa karakteristik tujuan pendidikan yang harus diperhatikan adalah:

1. Tujuan pendidikan hendakya ditentukan dari kegiatan yang didasarkan

atas kebutuhan intrinsik anak didik.

2. Tujuan pendidikan harus mampu memunculkan suatu metode yang dapat

mempersatukan aktivitas pengajaran yang sedang berlangsung.

3. Tujuan pendidikan adalah spesifik dan langsung. Pendidikan harus tetap

menjaga untuk tidak mengatakan yang berkaitan dengan tujuan umum dan

tujuan akhir.

Tujuan pendidikan adalah suatu kehidupan yang baik.

c. Proses pendidikan

Pelajaran harus didasarkan atas fakta-fakta yang sudah diobservasi,

dipahami, serta dibicarakan sebelumnya. Bahkan pelajaran harus mengandung

ide-ide yang dapat mengembangkan situasi untuk mencapai tujuan dan harus ada

hubungannya dengan materi pelajaran. Pendidikan dalam setiap fase atau

tingkatan harus memiliki kriteria untuk memanfaatkan kehidupan sosial, yang

sangat fundamental dalam kehidpan masyarakat.

Bahkan pelajaran apabila dikaitkan dengan demokrasi dalam pendidikan,

adalah bahwa bahan pelajaran terdiri atas seperangkat tindakan untuk memberi isi

kepada kehidupan sosial yang ada pada waktu itu.

Karena realitas dihasilkan dari interaksi manusia dengan lingkungannya,

maka anak harus mempelajari dunia seperti dunia mempengaruhinya, di mana ia

hidup. Sekolah tidak dipisahkan dari kehidupan.

Pragmatisme meyakini bahwa pikiran anak itu aktif dan kreatif, tidak

secara pasif begitu saja menerima apa yang diberikan gurunya.

12

Page 13: Mazhab filsafat pendidikan

Kurikulum, setiap pelajaran tidak boleh terpisah, harus merupakan suatu

kesatuan. Pengalaman di sekolah di luar sekolah harus dipadukan, sehingga

segalanya merupakan suatu kebulatan atau kesatuan.

Metode yang sebaiknya digunakan dalam pendidikan adalah metode

disiplin, bukan dengan kekuasaan. Kekuasaan tidak dapat dijadikan metode

pendidikan karena merupakan suatu kekuatan yang datang dari luar, dan didasari

oleh suatu asumsi bahwa ada tujuan baik dan benar secara objektif, dan si anak

dipaksa untuk mencapai tujuan tersebut.

Disiplin merupakan kemauan dan minat yang keluar dari dalam diri anak

sendiri. Anak akan belajar apabila ia memiliki minat dan antisipasi tehadap suatu

masalah untuk dipelajari. Anak tidak akan memiliki dorongan untuk belajar

matematika seandainya ia tidak merasakan suatu masalah di mana ia tidak

mengetahuinya. Disiplin muncul dari dalam diri anak, namun dituntut suatu

aktivitas dari anak yang lainnya, dalam usaha mencapai tujuan bersama.

Guru di sekolah harus merupakan suatu petunjuk jalan pengamat tingkah

laku anak. Dengan mengamati perilaku anak tersebut, guru dapat menentukan

masalah apa yang akan dijadikan pusat perhatian anak.

Jadi, dalam proses belajar mengajar, ada beberapa saran bagi guru yang

harus diperhatikan, terutama dalam menghadapi siswa dalam kelas, yaitu:

1. Guru tidak boleh memaksakan suatu ide atau pekerjaan yang tidak

sesuai dengan minat dan kemampuan siswa.

2. Guru hendaknya menciptakan suatu situasi yang menyebabkan siswa

akan merasakan adanya suatu masalah yang ia hadapi, sehingga timbul

minat untuk memecahkan masalah tersebut.

3. Untuk membangkitkan minat anak,hendaklah guru mengenal

kemampuan serta minat masing-masing siswa.

4. Guru harus dapat menciptakan situasi yang menimbulkan kerja sama

dalam belajar, antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru,

begitu pula guru dengan guru.

13

Page 14: Mazhab filsafat pendidikan

Jadi, tugas guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai fasilitator,

memberi dorongan dan kemudahan kepada siswa untuk bekerja bersama-

sama.

Power (1982) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan pragmatisme

tehadap pelaksanaan pendidikan sebagai berikut:

1. Tujuan pendidikan

Memberi pengalaman untuk penemuan hal-hal baru dalam hidup sosial dan

pribadi.

2. Kedudukan siswa

Suatu organisme yang memiliki kemampuan yang luar biasa dan kompleks

untuk tumbuh.

3. Kurikulum

Berisi pengalaman yang teruji yang dapat diubah. Minat dan kebutuhan siswa

yang dibawa ke sekolah dapat menentukan kurikulum. Menghilangkan

perbedaan antara pendidikan liberal dengan pendidikan praktis atau

pendidikan jabatan.

4. Metode

Metode aktif, yaitu learning by doing (belajar sambil bekerja).

5. Peran guru

Mengawasi dan membingbing pengalaman belajar siswa, tanpa mengganggu

minat dan kebutuhannya.

A. FILSAAT PENDIDIKAN EKSISTENSIALISME

Filasafat eksistensialisme itu unik yakni memfokuskan pada pengalaman-

pengalaman individu.

Secara umum, eksistensialisme menekankan pilihan kreatif, subjektif pengalaman

manusia, dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema

rasional untuk hakikat manusia atau realitas.

Menurut Parkay (1998) terdapat dua aliran pemikiran eksistensialisme,

yang satu bersifat theistik (bertuhan), yang lainnya atheistik. Kebanyakan dari

pandangan-oandangan itu masuk ke dalam aliran pemikiran pertama dengan

14

Page 15: Mazhab filsafat pendidikan

menyebut diri meraka sendiri sebagai kaum eksistensialis Kristen dan

menunjukkan bahwa manusia memiliki suatu kerinduan akan suatu wujud

sempurna, Tuhan. Melalui kerinduan ini tidak membuktikan keberadaan Tuhan,

orang-orang dapat secara bebas memilih untuk tinggal dalam kehidupan mereka

seakan-akan ada Tuhan.

Eksistensialisme Atheistik memiliki pemikiran bahwa pendirian tersebut

(theistik) merendahkan kondisi manusia.

1. Realitas

Menurut eksistensialisme, ada dua jenis filsafat tradisional, yaitu filsafat

spekulatif dan skeptis, filsafat menjelaskan tentang hal-hal yang fundamental

tentang pengalaman, dengan berpangkal pada realitas yang lebih dalam yang

secara inheren telah ada dalam diri individu. Filsafat skeptik berpandangan bahwa

semua pengalaman manusia adalah palsu, tidak ada sesuatu pun yang dapat kita

kenal dari realitas. Mereka menganggap bahwa konsep metafisika adalah

sementara.

Eksistensialisme menolak kedua pandangan filsafat di atas. Ia menolak

pandangan spekulatif dengan mengemukakan pandangannya. Bahwa manusia

dapat menemukan kebenaran yang fundamental berargumentasi, bahwa yang

nyata adalah yang kita alami. Realitas adalah kenyataan hidup itu sendiri.

Eksistensialisme merupakan filsafat yang memandang segala gejala

berpangkal pada Eksistensi . Eksistensia adalah cara manusia berada di dunia.

Eksistensialisme berasal dari pemikiran Soren Kierkegaard (Denmark,

1813-1855). Inti masalah yang menjadi pemikiran eksistensialisme adalah

sekitar: Apa kehidupan manusia? Apa pemikiran pemecahan yang kongkret

terhadap persoalan makna “eksis” (berada) dari manusia. Tokoh-tokoh

eksistensialisme lainnya: Martin Buber, Martin Heidegger, Jean-Paul Satre, Karl

Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich, dan lain-lainnya.

Paham eksistensialisme bukan hanya satu, melainkan terdiri dari berbagai

pandangan yang berbeda-beda. Namun, pandangan-pandangan tersebut memiliki

beberapa persamaan, sehingga pandangan-pandangan mereka dapat digolongkan

filsafat eksistensialisme. Persamaan-persamaan tersebut adalah:

15

Page 16: Mazhab filsafat pendidikan

a. Motif pokok dari filsafat esistensialisme ialah apa yang disebut

“eksistensi”. Yaitu cara manusia berada. Hanya manusialah yang

bereksistensi. Pusat perhatian ini ada pada manusia. Oleh karena

itu, bersifat humanistis.

b. Bereksistensi diartikan secara dinamis. Bereksistensi berarti

menciptakan dirinya secara aktif, berbuat, menjadi dan

merencanakan.

c. Manusia dipandang sebagai makhluk terbuka, realitas yang belum

selesai, yang masih dalam proses menjadi. Pada hakikatnya

manusia terikat pada dunia sekitarnya, terlebih lagi terhadap

sesama manusia.

d. Eksistensialisme memberi tekanan pada pengalaman kongkrit,

pengalaman yang eksistesial (Harun Hadiwijono, 1980:14).

2. Pengetahuan

Teori pengetahuan eksistensialisme banyak dipengaruhi oleh filsafat

fenomenologi, suatu pandangan yang menggambarkan penampakkan benda-benda

dan peristiwa-peristiwa tersebut menampakkan dirinya terhadap kesadaran

manusia. Pengetahuan manusia tergantung pada pemahamannya tentang realitas,

tergantung pada interpretasi manusia terhadap realitas.

3. Nilai

Pemahaman Eksistensialisme terhadap nilai, menekankan kebebasan

dalam tindakan. Kebebasan bukan tujuan atau cita-cita dalam dirinya sendiri,

melainkan merupakan suatu potensi untuk suatu tindakan. Manusia memiliki

kebebasan untuk memilih, namun menentukan pilihan-pilihan di antara pilihan-

pilihan yang terbaik adalah yang paling sukar.

4. Pendidikan

Eksistensialisme sebagai filsafat, sangat menekankan individualis dan

pemenuhan diri secra pribadi. Setiap individu dipandang sebagai mahluk unik,

dan secara unik pula ia bertanggung jawab terhadap nasibnya. Dalam hubungan

dengan pendidikan, SikunPribadi (1971) mengemukakan bahwa eksistensialisme

berhubungan erat sekali dengan pendidikan, karena keduanya bersinggungan satu

16

Page 17: Mazhab filsafat pendidikan

dengan yang lainnya pada masalah-masalah yang sama, yaitu manusia, hidup

hubungan antar manusia, hakikat kepribadian dan kebebasan (kemerdekaan).

Pusat pembicaraan eksistensialisme adalah ‘keberadaan’ manusia, sedangkan

pendidikan hanya dilakukan oleh manusia.

a. Tujuan pendidikan

Tujuan pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar

mampu menembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri. Setiap individu

memiliki kebutuhan dan perhatian yang spesifik berkaitan dengan pemenuhan

dirinya, sehingga dalam menentukan kurikulum tidak ada kurikulum yang pasti

dan ditentukan dan berlaku secara umum.

b. Kurikulum

Kaum eksistensialis menilai kurikulum berdasarkan pada apakah hal itu

mendorong berkontribusi pada pencarian individu akan makna dan muncul dalam

suatu tingkatan kepekaan personal yang disebut Greene “kebangkitan yang luas”.

Kurikulum yang memberi para siswa kebebasan individual yang luas dan

mensyaratkan mereka untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan, melaksanakan

pencarian-pencarian mereka sendiri, dan menarik kesimpulan-kesimpulan mereka

sendiri.

Menurut pandangan eksistensialisme, tidak ada satu mata pelajaran

tertentu yang lebih penting daripada yang lainnya. Mata pelajaran merupakan

materi di mana individu akan dapat menemukan dirinya dan kesadaran akan

dirinya.

Kurikulum eksistensialisme memberikan perhatian yang besar terhadap

humaniora dan seni. Karena kedua materi tersebut diperlukan agar individu dapat

mengadakan introspeksi dan mengenalkan gambaran dirinya.

c. Proses belajar mengajar

Menurut Kneller (1977) konsep belajar mengajar eksistensialisme dapat

diaplikasikan dari pandangan Martin Buber tentang “dialog”. Dialog merupakam

percakapan antara pribadi dengan pribadi, di mana setiap pribadi merupakan

subjek bagi yang lainny, dan merupakan suatu percakapan antara “aku” dan

17

Page 18: Mazhab filsafat pendidikan

“Engkau” (Tuhan). Sedangkan lawann dari dialog adalah “paksaan”, di mana

seseorang memaksakan kehendaknya kepada orang lain sebagai objek.

d. Peranan guru

Guru hendakny memberi semangat kepada siswa untuk memikirkan

dirinya dalam suatu dialog. Guru menanyakan tentang ide-ide yang dimiliki siswa,

dan mengajukan ide-ide lain, kemudian membingbing siswa untuk memilih

alternatif-alternatif, sehingga siswa akan melihat, bahwa kebenaran tidak terjadi

pada manusia, melainkan dipilih oleh manusia. Lebih dari itu, siswa harus

menjadi faktor dalam satu drama belajar, bukan penonton. Siswa harus belajar

keras seperti gurunya.

Power (1982) mengemukakan beberapa implikasi filsafat pendidikan

eksistensialisme sebagai berikut:

1. Tujuan Pendidikan

Memberi bekal pengalaman yang luas dan komprehensif dalam semua bentuk

kehidupan.

2. Status siswa

Makhluk rasional dengan pilihan bebas dan tanggung jawab atas pilihannya.

Suatu komitmen terhadap pemenuhan tujuan pribadi.

3. Kurikulum

Yang diutamakan adalah kurikulum liberal merupakan landasan bagi kebebasan

manusia. Kebebasan memiliki aturan-aturan. Oleh karena itu, di sekolah

diajarkan pendidikan sosial, untuk mengajar “respek” (rasa hormat) terhadap

kebebasan untuk semua. Respek terhadap kebebasan bagi yang lain adalah

esensial. Kebebasan dapat menimbulkan konflik.

4. Peranan guru

Melindungi dan mmemelihara kebebasan akademik, di mana mungkin guru

pada hari ini, besok lusa mungkin menjadi murid.

5. Metode

Tidak ada pemikiran yang mendalam tentang metode, tetapi metode apapun

yang dipakai harus merujuk pada cara untuk mencapai kebahagiaan dan

karakter yang baik.

18

Page 19: Mazhab filsafat pendidikan

F. FILSAFAT PENDIDIKAN PROGRESIVISME

1. Latar Belakang

Progresivisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran filsafat

yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang

didirikan pada tahun 1018. Selama dua puluh tahunan merupakan suatu gerakan

yang kuat di Amerika Serikat Banyak guru yang ragu-ragu terhadap gerakan ini

karena guru telah mempelajari dan memahami filsafat Dewey, sebagai reaksi

terhadap filsafat lainnya. Kaum progresif sendiri mengkritik filsafat Dewey.

Prubahan masyarakat yang dilontarkan oleh Dewey adalah perubahan secara

evolusi, sedangkan kaum progresif mengharapkan perubahan yang sangat cepat,

agar lebih cepat mencapai tujuan.

2. Strategi Progresif

Filsafat progresif berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa

kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Karenanya, cara terbaik

mempersiapkan para siswa untuk suatu masa depan yang tidak diketahui adalah

membekali mereka dengan strategi-strategi pemecahan masalah yang

memungkinkan mereka mengatasi tantangan-tantangan baru dalam kehidupan dan

untuk menemukan kebenaran-kebenaran yang relevan pada saat ini. Melalui

analisis diri dan refleksi yang berkelanjutan, individu dapat mengidentifikasi nilai-

nilai yang tepat dalam waktu yang dekat.

Peran guru dalam suatu kelas yang berorientasi secara progresif adalah

berfungsi sebagai seorang pembimbing atau orang yang menjadi sumber, yang

pada intinya memiliki tanggung jawab untuk mempasilitasi pembelajaran siswa.

3. Pendidikan

Progresivisme didasarkan pada keyakinan bahwa pendidkan harus terpusat

pada anak (child-centered) bukunya memfokuskan pada guru atau bidang muatan.

Tulisan-tulisan John Dewey pada tahun 1920- an dan 1950- an berkontribusi

cukup pada penyebaran gagasan-gagasan progresif. Progresivisme pengikut

Dewey didasarkan pada keenam asumsi berikut ini.

a. Muatan kurikulum harus diperoleh dari minat-minat siswa bukannya dari

disiplin-disiplin akademik.

19

Page 20: Mazhab filsafat pendidikan

b. Pengajaran dikatakan efektif jika mempertimbangkan anak secra

menyeluruh dan minat-minat serta kebutuhan-kebutuhannya dalam

hubungan dengan bidang-bidang kognitif, afektif, dan psikomotor.

c. Pembelajaran pada pokonya aktif bukannya fasif

d. Tujuan dari pendidikan adalah mengajar para siswa berfikir secara rasional

sehingga mereka menjadi cerdas, yang memberi kontribusi pada anggota

masyarakat.

e. Di sekolah, para siswa mempelajari nilai-nilai personal dan juga nilai-nilai

sosial.

f. Umat manusia ada dalam suatu keadaan yang berubah secara konstan, dan

pendidikan memungkinkan masa depan yang lebih baik dibandingkan

dengan masa lalu.

Untuk memperoleh pengetahuan yang benar, kaum progresif sepakat

dengan pandangan Dewey, yaitu menekankan pengalaman indera, belajar sambil

bekerja, dan memecahkan masalah yang dihadapi.

Kualitas atau hasil dari pendidikan, tidak ditentukan dengan menentukan

atau menetapkan suatu ukuran yang berlaku secara mutlak dan abadi. Norma atau

nilai kebenaran yang abadi tidak dapat dijadikan ukuran untuk menentukan

berhasil tidaknya usaha pendidikan dapat diartikan sebagai suatu rekontruksi

pengalaman yang berlangsungsecra terus menerus.

a. Perhatian terhadap anak

Proses belajar terpusat kepada anak, namun hal ini tidak berarti bahwa anak

akan diizinkan untuk mengikuti semua keinginannya, karena ia belum cukup

matang untuk menentukan tujuan yang memadai. Anak memang banyak berbuat

dalam menentukan proses belajar, namun ia bukan penentu akhir. Siswa

membutuhkan bimbingan dan arahan dari guru dalam melaksanakan aktivitasnya.

Pengalaman anak adalah rekontruksi yang terus menerus dari keinginan

dan kepentingan pribadi. Mereka aktif bergerak untuk mendapatkan isi mata

pelajaran yang logis. Guru mempengaruhi pertumbuhan siswa, tidak dengan

menjejalkan informasi ke dalam kepala anak, malainkan dengan pengawasan

lingkungan di mana pendidikan berlangsung.

20

Page 21: Mazhab filsafat pendidikan

b. Tujuan pendidikan

Tujuan pendidikan adalah memberikan keterampilan dan alat-alat yang

bermanfaat untuk interaksi dengan lingkungan yang berada dalam proses

perubahan secara terus menerus. Yang dimaksud dengan alat-alat adalah

keterampilan pemecahan masalah (problem solving) yang dapat digunakan oleh

individu untuk menentukan, menganalisis dan memecahkan masalah. Proses

belajar terpusatkan pada perilaku cooperative dan disiplin diri. Di mana

kebudayaan sangat dibutuhkan dan sangat berfungsi dalam masyarakat.

c. Pandangan tentang belajar

Kaum progresif menolak pandangan bahwa belajar secara esensial

merupakan penerimaan pengetahuan sebagai suatu subtansi abstrak yang diisikan

oleh guru ke dalam jiwa anak. Pengetahuan menurut pandangan progresif

merupakan alat untuk mengatur pengalaman, untuk menangani situasi baru secara

terus menerus, di mana perubahan hidup merupakan tantangan di hadapan

manusia.

Manusia harus dapat berbuat dengan pengetahuan. Oleh karena itu,

pengetahuan harus bersumber pada pengalaman. Menurut Dewey kita harus

mempelajari apa saja dari sains eksperimental. Penelusuran pengetahuan abstrak

harus diartikan ke dalam pengalaman pendidikan yang aktif.

Dewey tidak menolak isi kurikulum tradisional. Sebaliknya kurikulum

tersebut pewrlu dipelihara dan dikuasai. Selanjutnya Dewey mengatakan bahwa

yang perlu diingat adalah materi pelajaran atau isi pelajaran selalu berubah terus-

menerus sesuai dengan perubahan yang berlaku dalam lingkungannya. Oleh

karena itu, pendidikan tidak dibatasi hanya pada sekedar pengumpulan informasi

dari guru atau dari text book saja.

d. Kurikulum dan peranan guru

Kurikulum disusun sekitar pengalaman siswa, baik pengalaman pribadi

maupun pengalaman sosial. Sains sosial sering dijadikan pusat pelajaran yang

digunakan dalam pengalaman-pengalaman siswa, dan dalam pemecahan masalah

akan melibatkan kemampuan berkomunikasi, proses matematis, dan penelitian

ilmiah. Oleh karena itu, kurikulum seharusnya menggunakan pendekatan

21

Page 22: Mazhab filsafat pendidikan

interdisipliner. Buku merupakan alat dalam proses belajar, bukan sumber

pengetahuan.

Peranan guru adalah membimbing siswa-siswa dalam kegiatan pemecahan

masalah dan kegiatan proyek.

Guru harus menolong siswa dalam menentukan dan memilih masalah-

masalah yang bermakna, menemukan sumber-sumber data yang relevan,

menafsirkan dan menilai akuarasi data, serta merumuskan kesimpulan. Guru

harus mampu mengenali siswa, terutama pada saat apakah ia memerlukan bantuan

khusus dalam suatu kegiatan, sehingga ia dapat meneruskan penelitiannya. Guru

dituntut untuk sabar, fleksibel, berfikir interdisepliner, kreatif, dan cerdas.

e. Prinsip-prinsip pendidikan

Prinsip-prinsip pendidikan menurut pandangan progresivisme:

1. Pendidikan adalah hidup itu sendiri, bukan persiapan untuk hidup.

Kehidupan yang baik adalah kehidupan intelegen, yaitu kehidupan yang

mencakup interpretasi dan rekontruksi pengalaman. Anak akan memsuki

situasi belajar yang disesuaikan dengan usianya dan berorientasi pada

pengalaman. Tidak ada tujuan umum dan akhir pendidikan. Pendidikan

adalah pertumbuhan berikutnya.

2. Pendidikan harus berhubungan secara langsung dengan minat anak, minat

individu, yang dijadikan sebagai dasar motivasi belajar. Sekolah menjadi

“Child centered”, dimana proses belajar ditentukan oleh anak.

3. Belajar melalui pemecahan masalah akan menjadi preseden terhadap

pemberian subjeck matter. Jadi belajar harus bisa memecahkan masalah

yang penting dan bermanfaatbagi kehidupan anak.

4. Peranan guru tidak langsung, melainkan memberi petunjuk kepada siswa.

Kebutuhan dan minat siswa akan menentukan apa yang mereka pelajari.

Anak harus dizinkan untuk merencanakan perkembangan diri mereka

sendiri, dan guru harus membimbing kegiatan belajar.

5. Sekolah harus memberi semangat bekerja sama, bukan mengembangkan

persaingan. Manusia pada dasarnya sosial, dan keputusan yang paling

besar pada manusia karena ia berkomunikasi dengan yang lain.

22

Page 23: Mazhab filsafat pendidikan

Progresivisme berpandangan bahwa kasih dan persaudaraan lebih berharga

bagi pendidikan dari pada persaingan dan usaha pribadi.

6. Kehidupan yang Demikratis merupakan kondisi yang diperlukan bagi

pertumbuhan. Demokrasi, pertumbuhan, dan pendidikan saling

berhubungan. Untuk mengajar demokrasi, sekolah sendiri harus

demokrasi. Sekolah harus meningkatkan “student government”.

4. Kritik terhadap progresivisme

Kritik yang dilontarkan kepada pandangan progresivisme, antara lain:

1. Siswa tidak mempelajari warisan sosial. Mereka tidak mengetahui apa

yang seharusnya diketahui oleh orang terdidik.

2. Mengabaikan kurikulum yang telah ditentukan, yang menjadi tradisi

sekolah.

3. mengurangi bimbingan dan pengaruh guru. Siswa memilih aktivitas

sendiri.

4. Siswa menjadi orang yang mementingkan diri sendiri, ia menjadi manusia

yang tidak memilih self discipline, dan tidak mau berkorban demi

kepentingan umum.

G. FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME

1. Latar Belakang

Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada

abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikian

progresif. Perennialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan

perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa

ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam

kehidupan moral, intelektual, dan sosio kultural. Oleh karena itu, perlu ada usaha

untuk mengamankan ketidakberesan tersebut.

Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perennialisme,

bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada

kebudayaan ideal yang lebih teruji dan tangguh. Perenialisme memandang

pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia

23

Page 24: Mazhab filsafat pendidikan

sekarang seperti kebudayaan ideal. Perenialisme tidak melihat jalan yang

meyakinkan, selain kembali pada prinsip-prinsip yang telah sedemikian rupa

membentuk sikap kebiasaan, bahwa kepribadian manusia yaitu kebudayaan

dahulu (Yunani Kuno) dan kebudayaan abad pertengahan.

2. Latar belakang filsafat

Perenialisme bukan merupakan suatu aliran baru dalam filsafat, dalam arti

perennialisme bukanlah merupakan suatu bangunan pengetahuan yang menyusun

filsafat bar, yang berbeda dengan filsafat yang telah ada. Teori atau konsep

pendidikian perenialisme dilatarbelakangi oleh filsafat-filsafat Plato sebagai

Bapak Idealisme Klasik, filsafat Aristoteles sebagai Bapak Realisme Klasik dan

filsafat Thomas Aquina yang mencoba memadukian antara filsafat Aristoteles

dengan ajaran (filsafat) Gereja Katolik yang tumbuh pada zamannya (abad

pertengahan).

3. Pendidikan

Perennialisme memandang kebenaran sebagai hal yang konstan, abadi,

atau prennialis, adalah memastikan bahwa para siswa memperoleh pengetahuan

tentang prinsip-prinsip atau gagasan-gagasan besar yang tidak berubah.

Kurikulum menurut kaum prennialis harus menekankan pertumbuhan

intelektual siswa pada seni dean sains. Untuk menjadi “terpelajar secara kultural”,

para siswa harus berhadapan dengan bidang-bidang ini (seni san sains) yang

merupakan karya terbaikdan paling signifikan yang diciptakan oleh manusia.

Dua pendukung filsafat perennialis adalah Robert Maynard Hutchins, dan

Mortimer Adler. Sebagai Rektor the University of Chicago, Hutchins (1963)

mengembangkan suatu kurikulum mahasiswa S1 berdasarkan penelitian terhadap

Buku Besar bersejarah (Great Boks) dan pembahasan buku-buku klasik.

Kurikulum perenialis Hutchins di dasarkan pada tiga asumsi mengenai

pendidikan:

a. Pendidikan harus mengangkat pencarian kebenaran manusia yang

berlangsung terus menerus. Kebenaran apapun akan selalu benar dimna

pun juga, pendek kata, kebenaran bersifat universal dan tak terikat waktu.

24

Page 25: Mazhab filsafat pendidikan

b. Karena kerja pikiran adalah bersifat intelektual dan memfokuskan pada

gagasan-gagasan, pendidikian juga harus memfokuskan manusia adalah

fungsi penting pendidikan.

c. Pendidikan harus menstimulasi para mahasiswa untuk berfikir secara

mendalam mengenai gagasan-gagasan signifikan. Para guru harus

menggunakan pemikiran yang benar dan kritis seperti metode pokok

mereka, dan mereka harus mensyaratkan hal yang sama pada siswa.

H. FILSAFAT PENDIDIKAN ESENSIALISME

1. Latar Belakang

Esensialisme sutu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya

dirumuskan sebagi suatu kritik terhadap trend-trend progresif di sekolah-sekolah.

Untuk mengangkat filsafat esensialis, Bagley dan rekan-rekannya mendanai jurnal

pendidikan , School and Society.

Esensialisme, yang memiliki beberapa kesamaan dengan perennialisme,

berpendapat bahwa kultur kita telah memiliki suatu inti pengetahuan umum yang

harus diberikan di sekolah-sekolah kepada para siswa dalam suatu cara yang

sistematik dan berdisiplin. Tidak seperti perennilalism, yang menekankan pada

sejumlah kebenaran-kebenaran eksternal, esensialisme menekankan pada apa

yang mendukung pengetahuan dan keterampilan yang diyakini penting yang harus

diketahui oleh para anggota masyarakat yang produktif.

Esensialisme, seperti halnya perenialisme dan progresivisme, bukan

merupakan suatu aliran filsafat tersendiri, yang mendirikan suatu bangunan

filsafat, melainkan merupakan suatu gerakan dalam pendidikan yang memprotes

terhadap pendidikan progresivisme.

Esensialisme mengadakan protes terhadap progresivisme, namun dalam

protes tidak menolak atau menentang secara keseluruhan pandangan

progresivisme seperti halnya yang dilakukan oleh perenialisme.

Esensialisme menyajikan hasil karya mereka untuk:

a. penyajian kembali materi kurikulum secara tegas.

b. Membedakan program-program di sekolah secara esensial.

25

Page 26: Mazhab filsafat pendidikan

c. Mengangkat kembali wibawa guru dalam kelas, yang telah kehilngan

wibawanya oleh progresivisme.

2. Konsep Pendidikan

a. Gerakan Back To Basics

Sekolah-sekolah harus melatih/mendidik siswa untuk berkomunikasi dengan

jelas dan logis. Keterampilan-keterampilan inti dalam kurikulum haruslah berupa

membaca, menulis, berbicara, dan berhitung, serta sekolah memiliki tanggung

jawab untuk memperhatikan apakah semua siswa menguasai keterampilan-

keterampilan tersebut.

Ali pendidikan esensialis tidak memandang anak sebagai orng yang jahat,

dan tidak pula memandang anak sebagai orang yang secara alamiah baik. Anak-

anak tersebut tidak akan menjadi anggota masyarakat yang berguna, kecuali kalau

anak-anak secara aktif dan penuh semangat diajarkan nilai disiplin, kerja keras,

dan rasa hormat pada pihak berwenang/punya otoritas. Kemudian, peran guru

adalah membentuk para siswa, menangani insting-insting alamiah dan

nonproduktif mereka (seperti, agresi, kepuasan indera tanpa nalar, dll) di bawah

pengawasan sampai pendidikan mereka selesai.

b. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan adalah untuk meneruskan warisan budaya dan warisan

sejarah melalui pengetahuan intiyang terakumulasi dan telah bertahan dalam

kurun waktu yang lama, serta merupakan suatu kehidupan yang telah teruji oleh

waktu dan dikenal oleh semua orang.

Selain merupakan earisan budaya, tujuan pendidikan esensialisme adalah

“mempersiapkan manusia untuk hidup”. Namun, hidup tersebut sangat kompleks

dan luas, sehingga kebutuhan-kebutuhan untuk hidup tersebut berada di luar

wewenang sekolah.

Dalam mencapai tujuan kaum Esensialis menolak rekontruksinisme

(neoprogresivisme) yang berpandangan bahwa sekolah harus menjadi lembaga

yang aktif untuk melakukan perubahan sosial, apalagi harus bertanggung jawab

seluruh pendidikan bagi generasi muda.

c. Kurikulum

26

Page 27: Mazhab filsafat pendidikan

Kurikulum Esensialis menekankan pengajaran fakta-fakta: kurikulum itu

kurang memiliki kesabaran dengan pendekatan tidak langsung dan introspektif

yang diangkat oleh kaum progresivisme.

Kurikulum esensialisme seperti halnya perenialisme, yaitu kurikulum yang

berpusat pada mata pelajaran (subject matter centered). Di sekolah dasar

penekanannya pada kemampuan dasar membaca, menulis dan matematika. Di

sekolah menengah diperluas dengan perluasan pada matematika, sains,

humaniora, bahasa, dan sastra.

d. Peranan sekolah dan guru

Peranan sekolah adalah memelihara dan menyampaikan warisan budaya

dan sejarah pada generasi pelajar dewasa ini, melalui hikmat dan pengalaman

yang terakumulasi dari disiplin teradisional. Di sekolah tiap siswa belajar

pengetahuan, skill, dan sikap serta nilai yang diperlukan untuk menjadi manusia

sebagai anggota masyarakat.

Peranan guru banyak persamaannya dengan perenialisme. Guru dianggap

sebagai seseorang yang menguasai lapangan subjek khusus, dan merupakan model

contoh yang sangat baik untuk ditiru dan digugu.

e. Prinsip-prinsip pendidikan

Prinsip-prinsip penddidikan esensial

1. Pendidikan harus dilakukan melalui usaha keras, tidak begitu saja timbul

dari dari dalam diri siswa.

2. Inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada siswa.

Peranan guru adalah menjembatani antara dunia orang dewasa dengan

dunia anak. Guru disiapkan secra khusus untuk melaksanakan tugas di

atas, sehingga guru lebih berhak untuk membimbing pertumbuhan siswa-

siswanya.

3. Inti proses pendidikan adalah asimilasi dari mata pelajaran yang telah

ditentukan. Kurikulum diorganisasi dan direncanakan dengan pasti oleh

orang dewasa. Pandangan ini sesuai dengan filsafat realisme bahwa secara

luas lingkungan material dan sosial, adalah manusia yang menentukan

27

Page 28: Mazhab filsafat pendidikan

bagaimana seharusnya ia hidup. Esensialisme mengakui bahwa pendidikan

akan mendorong individu merealisasikan potensialitasnya.

4. Sekolah harus mempertahankan metode-metode tradisional yang bertautan

dengan disiplin mental. Esensialisme mengakui bahwa metode pemecahan

masalah (problem solving) ada faedahnya, namun bukan suatu prosedur

untuk dilaksanakan bagi seluruh proses belajar.

5. Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum

merupakan tuntutan demokrasi yang nyata.

I. FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTUKSIONISME

1. Rekontruksi Sosial Dan Progresivisme

Rekontruksionisme sosial memiliki ikatan-ikatan yang jelas pada filsafat

pendidikan progresif. Keduanya melekatkan kepentingan pokoknya pada

pengalaman yang dimiliki para siswa. Misalnya, karya Pratt (1948)

mengilustrasikan kesatuan rekontrusi sosial dan progresivisme.

2. Latar Belakang

Rekontruksionisme merupakan kelanjutan dan gerakan progresivisme.

Gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya

memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada

pada saat sekarang ini. Rekontruksionisme dipelopori oleh George Count dan

Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat

yang pantas dan adil.

Progresivisme yang dilandasi pemikiran Dewey, dikembangkan oleh

kilpatrikck dan Jhon Child, juga mendorong pendidikan agar lebih sadar terhadap

tanggung jawab sosial. Namun, mereka tidak sepakat dengan Count dan Rugg,

bahwa sekolah harus melakukan perbaikan masyarakat yang spesifik. Kaum

progresif lebih suka menekankan tujuan umum pertumbuhan masyarakat melalui

pendidikian.

3. Sekolah sebagai Agen Perubahan Sosial

George S. Counts sebagai pelopor rekonstruksionisme dalam publikasinya

“Dare the School Build a New Social Order”, mengemukakan bahwa sekolah

28

Page 29: Mazhab filsafat pendidikan

akan betul-betul berperan apabila sekolah menjadi pusat bangunan masyarakat

baru secara keseluruhan, membasmi kemelaratan, peperangtan, dan kesukuan

(rasialisme). Masyarakat yang menderita kesulitan ekonomi dan masalah-masalah

sosial yang besar merupakan tantantgan bagi pendidikan untuk menjalankan

perannya sebagai agen pembaharu dan rekontruksi sosial, daripada pendidikan

hanya mempertahankan status quo.

4. Teori Pendidikan

Teori pendidikan rekontruksionisme yang dikemukakan oleh Brameld

(Kneller, 1971) terdiri atas 5 tesis, yaitu:

a. Pendidikan harus dilaksanakan di sini dan sekarang dalam rangka

menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya

kita, dan selaras dengan yang mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan

sosial masyarakat morern. Pendidikan harus mensponsori perubahan yang

benar dalam nurani manusia.

b. Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati, di mana

sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya

sendiri. Semua yang mempengaruhi harapan dan hajat masyarakat, seperti

sandang, pangan, papan, kesehatan, industri, dan sebagainya, semuanya

akan menjadi tanggung jawab rakyat, melalui wakil-wakil yang dipilih.

c. Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan

budaya dan sosial. Menurut Brameld, kaum progresif terlalu sangat

meneknkan bahwa kita semua dikondisikan secara sosial. Perhatian kaum

progresif hanya untuk mencari cara dimana individu dapat merealisasikan

dirinya dalam masyarakat, dan mengabaikan derajat di mana masyarakat

telah menjadikan dirinya. Menurut rekontruksionisme, hidup beradab

adalah hidup berkelompok, sehingga kelompok akan memainkan peran

yang penting di sekolah.

d. Guru harus meyakini terhadap validitas dan urgensi dirinya dengan cara

bijaksana dengan cara memperhatikan prosedur yang demokratis. Guru

harus melaksanakan pengujian secara terbuka terhadap fakta-fakta,

walupun bertentangan dengan-pandangan-pandangannya. Guru

29

Page 30: Mazhab filsafat pendidikan

menghadirkan beberapa pemecahan alternatif dengan jelas, dan ia

memperkenankan siswa-siswanya untuk mempertahankan pandangan-

pandangan mereka sendiri.

e. Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan

tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan

krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan

dsains sosial. Yang penting dari sains sosial adalah mendorong kita untuk

menemukan nilai-nilai itu bersifat universal.

f. Kita harus meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode

yang dipakai, struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.

Semua itu harus dibangun kembali bersesuaian dengan teori kebutuhan

tentang sifat dasar manusia secara rasional dan ilmiah. Kita harus

menyusun kurikulum di mana pokok-pokok dan bagiannya dihubungkan

secara integral, tidak disajikan sebagai suatu sekuensi komponen

pengetahuan.

30

Page 31: Mazhab filsafat pendidikan

Daftar Pustaka:

1. Pengantar Filsafat Pendidikan, Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd.

MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN

TEMA:

MAZHAB-MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN

DISUSUN OLEH:

31

Page 32: Mazhab filsafat pendidikan

1. Amin Bunyamin

2. Ela Rahmah Laelasari

32