mata (tugas)_lap-sus keratitis
DESCRIPTION
TugasTRANSCRIPT
Presentasi KasusKeratitis
Identitas PasienNama : Ny. S Jenis Kelamin : PerempuanUmur : 44 tahunPekerjaan : Ibu Rumah TanggaAgama : IslamSuku bangsa : JawaAlamat : Desa Silado RT 01 RW 02
Sumbang, BanyumasNo CM : 550418Tanggal periksa : 4 Maret 2014
Anamnesis Keluhan Utama : mata kanan pegal Keluhan tambahan : kadang mata kanan menjadi
merah Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien perempuan berusia 44 tahun datang ke Poliklinik Mata RSMS pada tanggal 4 Maret 2014 dengan keluhan mata kanan terasa pegal. Rasa pegal muncul sejak akhir bulan November tahun lalu. Rasa pegal muncul terus menerus dan menetap. Pasien juga mengaku kadang mata kanan menjadi merah. Pasien mengaku tidak terganggu dengan rasa pegal di mata dan masih bisa beraktivitas seperti biasa.
Pasien mengaku langsung memeriksakan diri ke Balai Pengobatan Kamandaka waktu mata kanan terasa pegal untuk pertama kali. Oleh dokter di sana, pasien diberi obat tetes mata. Seminggu kemudian, pasien diminta kontrol kembali dan diberi obat tetes mata yang berbeda. Jika masih terasa pegal, pasien diminta untuk kontrol kembali seminggu kemudian. Pasien kontrol kembali ke BP dan mendapat salep mata yang mengandung antibiotik. Pasien tetap mengeluh pegal. Pada pertengahan Januari 2014, pasien memeriksakan diri ke mantri di dekat rumah pasien. Dari mantri tersebut, pasien diminta membeli obat tetes mata yang mengandung antibiotik, antibiotik oral, dan anti nyeri. Sampai awal Maret, rasa pegal pada mata masih menetap. Akhirnya, pasien dengan dorongan keluarganya memutuskan untuk memeriksakan diri ke Poliklinik Mata RSMS.
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga dengan 2 orang anak. Pasien mengatakan bahwa 5 tahun yang lalu pernah bekerja di pabrik bulu mata palsu selama 1,5 tahun. Sebelumnya, pasien bekerja di pabrik garmen selama 7 tahun. Selama bekerja, pasien tidak pernah menggunakan kacamata pelindung. Pasien mempunyai kebiasaan sering mengucek mata dengan tangan. Pasien menyangkal pernah mengalami trauma pada mata dan penggunaan obat jangka panjang. Pasien juga menyangkal pernah ada riwayat operasi mata.
Riwayat Penyakit DahuluRiwayat keluhan sama disangkalRiwayat tekanan darah tinggi disangkalRiwayat kencing manis disangkalRiwayat operasi pada mata disangkalRiwayat trauma pad amata disangkalRiwayat penggunaan obat jangka panjang
Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada keluhan yang sama dalam keluargaRiwayat kencing manis disangkalRiwayat tekanan darah tinggi disangkal
Riwayat Sosial EkonomiPasien berkeluarga dengan seorang suami dan dua orang anak. Ekonomi pasien tergolong menengah ke bawah. Pasien adalah seorang ibu rumah tangga dan suami bekerja sebagai buruh. Kebutuhan hidup keluarga pasien sehari-hari dicukupi dari penghasilan suami. Pembiayaan kesehatan keluarga menggunakan Jamkesmas.
Status PresenKeadaan umum : baikKesadaran : compos mentisTanda vital
Tekanan darah : 130/80 mmHgNadi : 80 x/menit, reguler, isi dan tegangan
cukupRespirasi : 20 x/menitSuhu : 36,6 °C, aksiler
Tinggi badan : 160 cmBerat badan : 60 kgIMT : 23,43Kesan gizi : gizi cukup
Status Oftalmologik
RingkasanAnamnesis KU: mata terasa pegal Onset: sejak 3 bulan yang lalu Lokasi: mata kanan Durasi: terus menerus dan menetap Kualitas: tidak mengganggu aktivitas Keluhan penyerta: kadang mata kanan berwarna merah RPD: keluhan yang sama disangkal, riwayat operas dan trauma pada mata
disangkal, riwayat penggunaan obat jangka panjang disangkal, riwayat hipertensi dan dm disangkal
RPK: keluhan yang sama pad akeluarga disangkal, riwayat hipertensi dan dm disangkal
RPSos: Pasien pernah bekerja di pabrik garmen selama 7 tahun dan bekerja di pabrik bulu mata palsu selama 1,5 tahun. Selama bekerja, pasien tidak pernah menggunakan kacamata pelindung. Pasien memiliki kebiasaan mengucek mata.
Pemeriksaan fisik Status Oftamologik Oculus Dexter: Visus kacamata : 0,9 F Kornea : Licin, jernih (+), infiltrat (+)
Diagnosis
Diagnosis Banding : • Keratitis Jamur OD• Keratitis Virus OD
Diagnosis Kerja : Keratitis Bakterial OD
TerapiGentamisin tetes mata 1 tetes 6x
sehariAsam mefenamat 500 mg 3x sehari
Edukasi
Mengurangi kebiasaan mengucek mataMencuci tangan sebelum dan setelah
melakukan kegiatanDiet tinggi kalori tinggi protein
PROGNOSISOD OS
Quo ad visam Bonam Bonam
Quo ad sanam Bonam Bonam
Quo ad vitam Bonam
Quo ad cosmeticam Bonam
Usulan/ Rencana Uji Fluoresen Pemeriksaan apusan dengan
pewarnaan Gram
Tinjauan Pustaka Definisi
Keratitis merupakan suatu peradangan pada salah satu dari kelima lapisan kornea.
Berdasarkan distribusinya, keratitis dibagi menjadi keratitis difus, fokal, atau multifokal.
Berdasarkan kedalamannya, keratitis dibagi menjadi epitelial, subepitelialm stromal, atau endotelial.
Berdasarkan lokasi keratitis dapat berada di bagian sentral atau perifer kornea
Berdasarkan bentuknya terdapat keratitis dendritik, disciform, dan bentuk lainnya
Anatomi dan Fisiologi KorneaA. Anatomi
◦ Kornea berasal dari bahasa latin cornum=seperti tanduk
◦ Selaput bening mata yang tembus cahaya◦ Menutup bola mata sebelah depan. ◦ Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lekuk
melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis.
◦ Kornea memiliki diameter horizontal 11-12 mm dan berkurang menjadi 9-11 mm secara vertikal oleh adanya limbus.
◦ Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi
B. HistologiDari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas (Farouqui, 2011):◦ Epitel
terdiri atas lima lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng
◦ Membrana BowmanTerletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
◦ StromaTerdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang
◦ Membrana DescemetMembrane aselular; merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um
◦ EndotelBerasal dari mesotehum, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um.
Kornea bersifat avaskuler, mendapat nutrisi secara difus dari humor aqous dan dari tepi kapiler. Bagian sentral dari kornea menerima oksigen secara tidak langsung dari udara, melalui oksigen yang larut dalam lapisan air mata, sedangkan bagian perifer menerima oksigen secara difus dari pembuluh darah siliaris anterior (Biswell, 2008; Riordan, 2008).
C. FisiologiKornea memiliki tiga fungsi utama (Lange, 200; Biswell, 2008):◦ Sebagai media refraksi cahaya terutama
antara udara dengan lapisan air mata prekornea.
◦ Transmisi cahaya dengan minimal distorsi, penghamburan dan absorbsi.
◦ Sebagai struktur penyokong dan proteksi bola mata tanpa mengganggu penampilan optikal.
Respon Imun KorneaImunitas kornea lokal bergantung
pada IgM, komplemen C1, dan sel Langerhans (LC) yang seluruhnya ditemukan pada kornea perifer.
Keratitis Bakterial Keratitis bakterial jarang terjadi pada mata
normal dikarenakan adanya mekanisme pertahanan alami kornea terhadap infeksi.
Faktor predisposisi yang umum terjadi adalah penggunaan lensa kontak, trauma, riwayat operasi kornea, kelainan permukaan bola mata, penyakit sistemik dan imunosupresi.
Di negara berkembang, streptokokus, stafilokokus dan pseudomonas merupakan penyebab keratitis bakterial terbanyak
Tanda dan Gejala Klinis◦ Tanda
Tanda keratitis bakterial bergantung kepada virulensi organisme dan durasi infeksi.
Tanda utama adalah infiltrasi epitel atau stroma yang terlokalisir ataupun difus.
Umumnya terdapat defek epitel di atas infiltrat stromal nekrotik yang berwarna putih-keabu-abuan.
Tampilan umum lainnya adalah abses stroma di bawah epitel yang intak.
Infiltrat dan edema kornea dapat terletak jauh dari lokasi infeksi primer
Ulserasi kornea dapat berlanjut menjadi neovaskularisasi.
◦ Gejala
Rasa nyeri, pembengkakan kelopak mata, mata merah atau mengeluarkan kotoran, silau, dan penglihatan yang buram
Patogenesis◦Perlekatan Bakteri Keratitis bakterial akan terjadi jika mikroorganisme dapat melawan imunitas
pejamu. Patogen akan melekat kepada permukaan kornea yang cedera dan
menghindari mekanisme pemusnahan oleh lapisan air mata dan refleks kedip.
Setelah cedera terjadi, bakteri yang bertahan akan melekat kepada tepi sel epitel kornea yang rusak dan ke membran basalis atau stroma pada tepi luka.
Perlekatan mikrobial diawali oleh interaksi adhesin bakteri dengan reseptor glikoprotein pada permukaan okular.
Kemampuan bakteri untuk melekat kepada defek epitel tampaknya berperan terhadap seringnya kejadian infeksi oleh S. aureus, S. pneumoniae, and P. aeruginosa.
Produksi biofilm akan meningkatkan agregasi bakteri, melindungi mikroorganisme yang melekat dan meningkatkan pertumbuhan pada tahap infeksi dini.
Pili (fimbriae) yang terdapat pada permukaan bakteri akan memfasilitasi perlekatan P.aeruginosa dan Neisseria spp. ke epitel
◦Invasi Bakteri Kapsul bakteri dan komponen permukaan lainnya memiliki peran
yang penting dalam menginvasi kornea. Lipopolisakarida pada subkapsul bakteri merupakan mediator
utama terhadap terjadinya inflamasi kornea. Invasi bakteri ke dalam sel epitel dimediasi sebagian oleh
interaksi antara protein permukaan sel bakteri, integrin, protein permukaan sel epitel, dan pelepasan protease bakteri.
Organisme seperti N. gonorrhoeae, N. meningitidis, Corynebacteriurn diphtheriae, Haemophilus aegyptius, and Listeria monocytogenes dapat menembus permukaan epitel kornea yang intak melalui mekanisme ini
Terkadang kolonisasi bakteri pada permukaan kornea dapat mendahului invasi stroma.
Tanpa antibiotik atau intervensi lainnya, bakteri dapat melanjutkan proses invasi dan replikasi pada stroma kornea.
Keratosit memiliki kemampuan fagositosis, namun stroma avaskular yang terpajan tidak dapat melindungi kornea.
Mikroorganisme di stroma anterior akan memproduksi enzim proteolitik yang akan menghancurkan matriks stroma dan fibrilkolagen.
Invasi bakteri dapat terjadi beberapa jam setelah terjadinya kontaminasi luka kornea dengan agen eksogen atau setelah penggunaan lensa kontak yang terkontaminasi.
Peningkatan populasi bakterial tertinggi terjadi pada 2 hari pertama infeksi stroma.
Setelah inokulasi terjadi, bakteri akan menginfiltrasi epitel sekitarnya dan stroma yang lebih dalam di sekitar lokasi infeksi awal.
Bakteri yang bertahan cenderung ditemukan pada tepi infiltrat atau di dalam pusat ulserasi kornea.
Multiplikasi bakteri yang tidak terkendali di dalam stroma kornea akan mengakibatkan pembesaran fokus infeksi ke kornea sekitarnya
◦Inflamasi Kornea dan Kerusakan Jaringan
Berbagai mediator dan sel radang dapat dipicu oleh invasi bakteri dan menimbulkan inflamasi yang mengakibatkan destruksi jaringan.
Mediator inflamasi yang terlarut meliputi sistem pembentuk-kinin, sistem pembekuan dan fibrinolitik, imunoglobulin, komponen komplemen, amino vasoaktif, eikosanoid, neuropeptida, dan sitokin.
Kaskade komplemen dapat dipicu untuk membunuh bakteri namun kemotaksin yang complementdependent dapat mengawali inflamasi fokal (AAO, 2011).
Dilatasi vaskular konjungtival dan limbal berhubungan dengan peningkatan permeabilitas yang akan menimbulkan eksudat radang di dalam lapisan air mata dan kornea perifer.
Perekrutan sel radang akut akan terjadi beberapa jam setelah terjadinya inokulasi bakteri.
Dengan terjadinya akumulasi neutrofil pada lokasi infeksi, semakin banyak sitokin dan komponen komplemen yang dihasilkan untuk menarik lebih banyak leukosit.
Makrofag akan berpindah ke kornea untuk memusnahkan bakteri dan neutrofil yang telah berdegenerasi.
Inflamasi stroma yang berat dapat mengakibatkan penghancuran stroma secara proteolitik dan nekrosis jaringan
Kerokan dari kornea yang terinfeksi akan memperlihatkan kumpulan neutrofil di antara jaringan debris nekrotik.
Organisme dapat ditemukan pada pemeriksaan pewarnaan Gram.
Pemeriksaan kultur sangat membantu identifikasi organisme penyebab dan sensitivitas antibiotik
Terapi ◦ Topikal Tetes mata fortified seperti 5% cefazoline dan 1% gentamicin (kurang
nyaman idgunakan) Fluorokuinolon mampu mengatasi sebagian besar bakteri Gram positif
dan bakteri Gram-negatif anaerobik, oleh karena ini antibiotik ini menjadi drugs of choice untuk keratitis bakterial tibiotik dan masih meninggalkan sikatriks.
Steroid masih menjadi kontroversi dalam penatalaksanaan keratitis bakterial.
Tindakan keratoplasti dapat dilakukan pada fase infeksi akut jika terdapat ancaman perforasi maupun telah terjadi perforasi.
◦ Sistemik Keratitis bakterial tanpa komplikasi tidak membutuhkan terapi
sistemik.
Terapi sistemik diberikan pada komplikasi yang berupa endoftalmitis, terutama endoftalmitis endogen/metastatik yang membutuhkan penanganan infeksi sistemiknya.
Pemberian terapi sistemik harus diawasi mengingat adanya risiko toksisitas
Keratitis JamurKeratitis infektif yang disebabkan oleh
jamur merupakan diagnosis terbanyak pada negara, sedangkan data prevalensi di Indonesia belum tersedia.
Jamur terkadang merupakan flora normal eksternal di mata
Jamur yang umumnya terdapat pada mata normal adalah Aspergillus spp., Rhodotorula spp., Candida spp., Penicillium spp., Cladosporium spp., dan Alternaria spp.
Tanda dan GejalaGejala keratitis jamur umumnya tidak seakut
keratitis bakterial. Gejala awal dapat berupa rasa mengganjal di
mata dengan peningkatan rasa nyeri.Tanda klinis yang paling sering ditemukan
pada pemeriksaan lampu celah adalah supurasi, injeksi konjungtiva, defek epitel, infiltrasi stroma, reaksi radang di bilik mata depan atau hipopion
Ulkus kornea yang bercabang dengan elevasi, batas luka yang iregular dan seperti kapas, permukaan yang kering dan kasar, serta lesi satelit.
Faktor Risiko Faktor risiko utama adalah trauma okular Faktor risiko lain adalah penggunakan kortikosteroid. Steroid dapat mengaktivasi dan meningkatkan
virulensi jamur, baik melalui penggunaan sistemik maupun topikal.
Faktor risiko lainnya adalah konjungtivitis vernal atau alergika, bedah refraktif insisional, ulkus kornea neurotrofik yang disebabkan oleh virus varicellazoster atau herpes simpleks, keratoplasti, dan transplantasi membran amnion.
Imunosupresi.
Prognosis Prognosis keratitis jamur bervariasi sesuai
dengan kedalaman dan ukuran lesi serta organisme penyebab.
Infeksi superfisial yang kecil umumnya memiliki respon yang baik terhadap terapi topikal.
Infeksi stroma yang dalam atau dengan keterlibatan sklera maupun intraokular lebih sulit untuk ditangani.
Jika penanganan medis gagal, dapat dilakukan operasi
Keratitis Virus Keratitis virus umumnya disebabkan oleh Herpes Simplex
Virus (HSV). Perjalanan kerartitis ini dapat berlangsung lama karena
stroma kornea yang avaskular menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke lokasi lesi.
Infeksi okular HSV pada pejamu imunokompeten biasanya sembuh sendiri.
Pada pejamu yang lemah imun, termasuk pasien yang diobati dengan kortikosteroid topikal, perjalanannya dapat kronik dan merusak.
Kortikosteroid topikal dapat mengendalikan respon peradangan yang merusak, tetapi memberi peluang terjadinya replikasi virus. Studi serologik menyebutkan bahwa hampir semua orang dewasa pernah terpajan virus ini walaupun tidak sampai menimbulkan gejala klinis penyakit
Tanda dan Gejala Gejala pertama infeksi HSV adalah iritasi, fotofobia, dan
berair-mata, bila kornea bagian sentral terkena, akan terjadi sedikit gangguan penglihatan.
Sering ada riwayat lepuh-lepuh demam atau infeksi herpes lain.
Lesi yang paling khas adalah ulkus dendritik. Lesi ini terdapat pada epitel kornea, memiliki pola
percabangan linier khas dengan tepian kabur, dan memiliki bulbus-bulbus terminalis pada ujungnya.
Kekeruhan subepitelial Bayangan mirip hantu yang bentuknya sesuai dengan
defek epitelial asli, tetapi sedikit lebih besar, terlihat di daerah tepat di bawah lesi epitel.
Lesi perifer kornea dapat pula ditimbulkan oleh HSV. Lesi ini berbentuk linier, dan terdapat kehilangan epitel kornea sebelum stroma di bawahnya mengalami infiltrasi
Terapi ◦ Debridemen
Debridemen epitel dilakukan karena virus berlokasi di epitel kornea dan dapat mengurangi beban antigenik virus pada stroma kornea
◦ Terapi obat Antiviral topikal yang dapat dipakai adalah acyclovir idoxuridine,
trifluridine, vidarabine. Asyclovir oral bermanfaat untuk pengobatan penyakit herpes
mata berat. Dosis untuk penyakit aktif adalah 400 mg 5x sehari pada pasien
yang imunokompeten dan 800 mg 5x sehari pada pasien dengan imun lemah.
◦ Terapi bedah
Keratoplasti penetrans diindikasikan untuk merehabilitasi penglihatan pasien dengan parut kornea berat. Tindakan ini dilakukan beberapa bulan setelah penyakit herpesnya non aktif.
◦ Pengendalian mekanisme pemicu yang mereaktivasi infeksi HSV
DAFTAR PUSTAKA AAO. Inflammations. In: AAO, ed. Ophthalmic pathology and intraocular tumors. Vol 4. San Francisco: AAO; 2011:80-90. AAO. Infectious diseases/external eye: microbial and parasitic infections. In: AAO, ed. External disease and cornea. Vol 8.
San Francisco: AAO; 2011:155-170. Alfonso EC, Galor A, Miller D. Fungal keratitis. In: Krachmer JH, Mannis MJ, Holland EJ, eds. Cornea. Vol 1. 3rd ed. San
Francisco: Mosby; 2011:1009-1022. Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, Eva PR, eds. General Ophtalmology 17th ed. USA Appleton Lange; 2008. p.
126-49. Cariello AJ, Passos RM, Yu MC, Hofling-Lima AL. Microbial keratitis at a referral center in Brazil. Int Ophthalmol.
Jun;31(3):197-204. Chakrabarti A, Singh R. The emerging epidemiology of mould infections in developing countries. Curr Opin Infect Dis.
Dec;24(6):521-526. Chiquet C, Labetoulle M. [Fluoroquinolones in ophthalmology: indications and current use]. J Fr Ophtalmol. Oct
2008;31(8):803-808. Dandona R, Dandona L. Corneal blindness in a southern Indian population: need for health promotion strategies. Br J
Ophthalmol. Feb 2003;87(2):133-141. Edelstein SL, Wichiensin P, Huang AJ. Bacterial keratitis. In: Krachmer JH, Mannis MJ, Holland EJ, eds. Cornea. Vol 1. 3rd
ed. San Francisco: Mosby; 2011:919-940. Farouqui SZ, Central Sterile Co rnea Ulceration. Citied on August 9 th, 2011. Available from: www.emedicine.com Illingworth CD, Cook SD, Karabatsas CH, Easty DL. Acanthamoeba keratitis: risk factors and outcome. Br J Ophthalmol.
Dec 1995;79(12):1078-1082. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit mata Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI ; 2008.
H.l-13. Labetoulle M, Chiquet C. [Fluoroquinolones in ophthalmology: mechanisms of action and resistance]. J Fr Ophtalmol. Oct
2008;31(8):795-801. Lange Gerhard K.Ophtalmology. 2000. New York: Thieme. P. 117-44 Klotz SA, Penn CC, Negvesky GJ, Butrus SI. Fungal and parasitic infections of the eye. Clin Microbiol Rev. Oct
2000;13(4):662-685. McLeod SD. Bacterial keratitis. In: Yanoff M, Duker JS, eds. Ophthalmology. 3rd ed. San Francisco: Mosby; 2009:262-270. Mills TJ, Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis in Emergency Medicine. Citied on August 9, 2011. Avaible from:
http://www.emedicine.com/emerg/topic 115.htm. Netter Atlas of Human Anatomy. Ophthalmology AAo. Examination techniques for the external eye and cornea. Basic and Clinical Science Course. Cornea
and external eye disease. Vol 8. San Francisco: American Academy of Ophthalmology; 2009-2010:25-30. Riordan P. Anatomy & Embriology of the Eye. In: Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eve P. General Ophtalmology. 17th ed.
USA: Appleton & Lange; 2008. P.8-10. Seal D, Pleyer U. Ocular infection. 2nd ed. New York: informa healthcare; 2007. Sengupta S, Rajan S, Reddy PR, et al. Comparative study on the incidence and outcomes of pigmented versus non
pigmented keratomycosis. Indian J Ophthalmol. Jul-Aug;59(4):291-296. Srinivasan M, Mascarenhas J, Rajaraman R, et al. Corticosteroids for Bacterial Keratitis: The Steroids for Corneal Ulcers
Trial (SCUT). Arch Ophthalmol. Oct 10. Vaddavalli PK, Garg P, Rao GN. Corneal diseases in the developing world. In: Krachmer JH, Mannis MJ, Holland EJ, eds.
Cornea. Vol 1. 3rd ed. San Francisco: Mosby; 2011:1033-1042.
TERIMA KASIH