master case dr.nella

42
STATUS PASIEN IDENTITAS Nama : Ny. N.W. Umur : 30 tahun Jenis Kelamin : Wanita Pendidikan : SLTA Status : Menikah Perkawinan : 1 kali Jumlah anak : 1 Pekerjaan : Sekuriti Pekerjaan suami : Pegawai swasta Alamat : Jl.Damai No.39 RT 08 Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Jaksel Suku bangsa : Jawa Agama : Islam Masuk RS : 24 Agustus 2009 ANAMNESIS Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa pd pkl 13.00 hari Senin 3 September 2009 Keluhan Utama : Nyeri perut bawah sejak 3 hari SMRS Keluhan Tambahan : Perdarahan pervaginam Riwayat Perjalanan Penyakit: Pasien datang ke UGD RS Fatmawati dengan keluhan nyeri perut bawah sejak 3 hari SMRS. Nyeri yang dirasakan seperti tertekan benda besar. Sifat nyerinya hilang timbul. Pasien mengaku sebelumnya pernah merasakan nyeri yang sama seperti sekarang. Nyeri disertai demam. Mual (+) muntah (-). Sebelumnya pasien berobat ke RSB.Kartini 1 hari SMRS namun tidak membaik . OS mengaku BAK lancer warna urine kuning jernih tidak disertai darah dan lender. Os juga mengatakan BABnya lancar warna kuning kecoklatan tidak disertai darah. Pada hari yang sama os juga merasakan mules-mules hari itu disertai dengan perdarahan yang encer dari vagina, kurang lebih dua pembalut, sedangkan pasien sedang hamil 27 minggu.

Upload: yunvita-mora-s

Post on 30-Jun-2015

148 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: master case dr.nella

STATUS PASIEN

IDENTITAS

Nama : Ny. N.W.

Umur : 30 tahun

Jenis Kelamin : Wanita

Pendidikan : SLTA

Status : Menikah

Perkawinan : 1 kali

Jumlah anak : 1

Pekerjaan : Sekuriti

Pekerjaan suami : Pegawai swasta

Alamat : Jl.Damai No.39 RT 08 Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Jaksel

Suku bangsa : Jawa

Agama : Islam

Masuk RS : 24 Agustus 2009

ANAMNESIS

Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa pd pkl 13.00 hari Senin 3 September 2009

Keluhan Utama : Nyeri perut bawah sejak 3 hari SMRS

Keluhan Tambahan : Perdarahan pervaginam

Riwayat Perjalanan Penyakit:

Pasien datang ke UGD RS Fatmawati dengan keluhan nyeri perut bawah

sejak 3 hari SMRS. Nyeri yang dirasakan seperti tertekan benda besar. Sifat

nyerinya hilang timbul. Pasien mengaku sebelumnya pernah merasakan nyeri

yang sama seperti sekarang. Nyeri disertai demam. Mual (+) muntah (-).

Sebelumnya pasien berobat ke RSB.Kartini 1 hari SMRS namun tidak

membaik .

OS mengaku BAK lancer warna urine kuning jernih tidak disertai darah dan

lender. Os juga mengatakan BABnya lancar warna kuning kecoklatan tidak

disertai darah. Pada hari yang sama os juga merasakan mules-mules hari itu

disertai dengan perdarahan yang encer dari vagina, kurang lebih dua

pembalut, sedangkan pasien sedang hamil 27 minggu.

Riwayat Haid:

Siklus: 7 hari, nyeri haid (-), banyaknya 3 kali pembalut.

Riwayat Kehamilan:

Kehamilan I proses persalinan normal, jenis kelamin perempuan, saat ini

berusia 3 tahun, keadaan sekarang baik.

Page 2: master case dr.nella

Riwayat Penyakit Dahulu:

Hipertensi (-)

DM (-)

Penyakit Jantung (-)

Penyakit Paru (-)

Alergi (-)

Asma (-)

Riwayat Operasi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga:

Hipertensi (+)

Penyakit Jantung (-)

Penyakit Paru (-)

Alergi (-)

Asma (-)

DM (-)

Riwayat Kebiasaan:

Merokok (-)

Alkohol (-)

PEMERIKSAAN PRE-OPERASI

Pemeriksaan Fisik dilakukan pkl 15.00 tanggal 24 September 2009

KEADAAN UMUM

Kesan Sakit: tampak sakit sedang, gelisah

Kesadaran: Compos Mentis

Postur Tubuh: athleticus

TB: 160cm

BB: 85kg

Cara bicara: aktif dan jelas

Cara Berbaring: Pasif , miring ke 1 sisi

Sikap dan watak: kooperatif

Oedem (-); Tremor (-); Dehidrasi (-); Dyspnoe (-); hiperpigmentasi (-)

TANDA VITAL

Tekanan darah: 120/80 mmHg Suhu Tubuh : 37,7 ° C

Nadi: 100x/menit , regular , equal Pernafasan : 21x/menit

Status Gizi : baik

Page 3: master case dr.nella

Kulit : turgor baik, kelembaban cukup, sianosis (-), petekiae (-), hiperpigmentasi (-), udem

(-), suhu teraba hangat, tidak tampak massa atau benjolan, bekas luka (+).

Kepala

Bentuk dan ukuran : Normocephali

Nyeri tekan sinus frontalis (-), sfenoidalis (-), etmoidalis (-), maxilaris (-).

Rambut : hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.

Wajah : simetris

Alis : hitam, simetris, distribusi merata, sikatriks (-), madarosis (-).

Bulu Mata : pendek, hitam, distribusi merata, entropion negatif,

ektropion negatif

Palpebra : oedem (-), ptosis (-)

Mata : exophtalmus (-) ,enophtalmus (-) , tidak cekung , CA -/- , SI -/- , pupil isokhor , bulat , tepi

rata , batas tegas , lensa tidak keruh RCL +/+ , RCTL +/+ , Arcus senilis (-) , tekanan bola mata

cukup

Hidung : simetris , deviasi septum (-) , oedem mukosa (-) , oedem concha (-) , tidak hiperemis ,

sekret (-)

Telinga : normotia , nyeri tarik (-) , nyeri tekan tragus dan mastoid(-) , oedem (-) , tidak hiperemis

(-) , serumen (+) minimal , membran timpani intak

Mulut dan rongga mulut

bibir : simetris, tidak kering, tidak pecah, tidak schizis,

tidak cyanosis

gusi dan mukosa : tidak hiperemis, tidak oedem

gigi geligi : dalam batas N

lidah : bersih, tidak hiperemi, tidak tremor, papil tidak

atrofi

uvula : di tengah, tidak hiperemis

tonsil : T1-T1, tidak hiperemis

faring : tidak ada deviasi arcus faring

arcus palatum : simetris, tidak ada cleft, tidak ada deviasi

Leher

JVP : tidak meningkat

KGB : tidak teraba membesar

benjolan : tidak ada

Page 4: master case dr.nella

trakea : di tengah, tidak ada deviasi

tiroid : tidak teraba membesar

Thorax

Inspeksi

bentuk

statis : simetris

dinamis : simetris

dinding dada

kulit :tidak ada spider nevi, tidak ada ruam kulit

sela iga :tidak terlihat melebar atau menyempit, tidak

ada retraksi tulang iga

iktus kordis : tidak terlihat

benjolan : tidak ada

pulsasi abnormal : tidak ada

Palpasivocal fremitus : teraba sama kanan dan kiriiktus cordis : teraba pada ICS V, 2 cm ke arah medial dari garis midclavicularis kirinyeri tekan - , benjolan - , angulus costae < 90°

Perkusi paru dan jantung Paru / kavum pleura : nyeri ketuk ,sonor

seluruh lapang paruBatas paru – hepar : ICS 5 pd garis midclavicularis kanan , peranjakan 1 ICS Batas paru – lambung : ICS 6 pd garis aksilaris anterior

Batas bawah paru kanan belakang : thoracal 10Batas bawah paru kiri belakang : thoracal 11

Batas jantung sebelah kanan : intercostal IV garis sternalis kanan

Batas jantung sebelah kiri : intercostal V, 1-2cm sebelah medial garis midclavicularis kiri

Batas atas jantung : intercostal III garis sternalis kiri

Auskultasi

ParuSuara napas : vesikuler, simetrisSuara napas tambahan

Ronki : tidak ada

Krepitasi : tidak ada

Wheezing : tidak ada

Pleural friction rub :tidak ada

Page 5: master case dr.nella

Jantung

Bunyi jantung : S1/S2 irama reguler

Bunyi jantung tambahan: tidak ada murmur, tidak ada gallop

Katup aorta : intercostal II garis sternalis kanan

Katup pulmonalis : intercostal II garis sternalis kiri

Katup trikuspidalis : intercostal IV garis parasternal kiri

Katup mitral : intercostal V garis midclavicula kiri

abdomenInspeksi

bentuk : simetris, tidak ada smiling umbilicus, tidak ada

pelebaran vena kulit, tidak ada caput medusa

benjolan : tidak ada

turgor kulit : cukupPalpasi

nyeri tekan : tidak ada

massa : tidak ada

ballotement : tidak ada

undulasi : tidak ada

defans muscular: tidak ada

hepar : tidak teraba membesar

limpa : tidak teraba membesar

perkusi

nyeri ketuk : tidak ada

shifting dullness : tidak ada

auskultasi

bising usus : ada, 5-7 x / menit

ekstremitaspalmar eritema : tidak adatremor : tidak adaoedema : tidak adasuhu raba : pada extremitas hangatbenjolan : tidak adasikatrik : tidak adaGenitalia : tidak dilakukan pemeriksaanAnus/rectum : tidak dilakukan pemeriksaan

Page 6: master case dr.nella

KONSUL – KONSUL TGL 24 AGUSTUS 2009

A. OBGYN :

Nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari yang lalu, mual (+), muntah (+). Nyeri awalnya hilang timbul

kemudian dirasakan terus-menerus. Demam (-), mules (+), keluar darah pervaginam (+), abdomen

NT (+) di region kanan bawah, defens muskulair (+), BU (+) normal.

B.BEDAH :

ACC untuk apendiktomi cito.

SIO

Terbutalin sulfat 2.5mg + 500cc RL 20 tetes/menit intra op.

C.ANESTHESI :

ASA 2 dengan hipokalemia dengan intoleransi glukosa.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (24 Agustus 2009)

Hb SGOT/PT

Leukosit Ur/Cr

Hematokrit Na

Trombosit K

GDS Cl

IV.DURANTE OPERASI

Page 7: master case dr.nella

Pada pasien ini, dilakukan regional anestesi yang dimulai pada pukul 00.20 pada tanggal 25

Agustus 2009. Teknik anestesi spinal pada pasien posisi duduk, dilakukan asepsis dan antisepsis

pada region lumbal dengan betadine dan alcohol, lalu ditusukkan jarum spinal pada L3-L4 no. 27G,

LCS (+) jernih, darah (-), dimasukkan Marcain 10mg + Morfin 0,1mg + catapres. Selama operasi

berlangsung, pasien bernapas spontan dengan bantuan o2 lewat nasal 3 lt/menit, posisi terlentang.

Operasi yang berlangsung 2 jam 10 menit diberikan cairan kristaloid 2000 ml berupa asering dan

RL dan cairan koloid 500 ml berupa Gelofusin, menurut perhitungan cairan yaitu 1680 cc. Pasien

mengalami perdarahan selama operasi ± 300 cc. Operasi selesai jam 2.30. Post op, pasien dikirim

ke bangsal teratai lantai I. Keadaan akhir pembedahan TD: 107/70mmHg, N: 111x/menit,

kesadaran: CM, cyanosis (-), mual (-), muntah (-).

Medikasi yang diberikan:

Marcain spinal 0,5% Heavy + catapres + morfin

Narfoz 4 mg

Efedrin 20 mg

Ketorolak 10mg

Perhitungan cairan selama operasi (2-3 jam):

Maintenance (M):

BB (70) 10 kg I = 4 x 10 = 40

10 kg II = 2 x 10 = 20

Sisa: 50 kg = 1 x 50 = 50

= 110

Penggantian puasa selama 8 jam (P):

8 x 110 = 880

Jenis operasi (O):

70 x 8 = 560

Cairan yang diperlukan tiap jam selama operasi berlangsung:

M + O + ½ P = 110 + 560 + 440 = 1110

M + O + ¼ P = 110 + 560 + 220 = 890

M + O + ¼ P = 110 + 560 + 220 = 890

Total : 2890 cc

Petunjuk post operasi :

Awasi TNSP

Diet biasa setelah pasien sadar betul

IVFD RL:D5 = 2:2 / 24 jam

Page 8: master case dr.nella

Bedrest 12 jam

Ceftriaxon 1x2g

Metronidazol drip 3x500mg

Ranitidin 2x1amp

Lain-lain sesuai TS OBGYN

FOLLOW UP

Bangsal:

Tanggal 25 Agustus 2009 pukul 6.00:

S : Muntah (+), mules (+), keluar air-air (-), darah (-), BAK dengan selang.

O : KU : Baik

Kes : CM

TD : 110/70 mmHg S : 36,6

N : 100x/menit P : 18x/menit

Status Generalis :

Mata : CA -/-, SI -/-

Cor : BJ I-II regular, Murmur(-), Gallop (-)

Pulmo : Suara napas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Extremitas : Akral hangat, perdarahan (-)

Lab :

Leukosit : 16,0 Prot. Urin : + 1

Netrofil : 95 Keton : + 2

Limfosit : 4 Darah : + 1

Monosit : 1 Eritrosit : 6-8 LPB

A : Post Apendisitis akut

P : - Inf. Bricasma - Clindamisin 2x300mg

- Dexamethasone 2x6mg - Profenid 3x1

- Nifedipin 4x10mg - Ceftriaxon 1x2g

Pukul 10.00 :

S : Sesak (+)

O : KU berat TD : 130/80 N : 120x/menit

P : 28x/menit S : afebris

Status generalis :

Paru: Napas vesikuler, Rh +/+ (basah halus), Wh -/-

Status OB :

Kontraksi (-), DJJ : 164 dpm, I : V/U tenang

A : Udem paru akut e.c terbutalin sulfat pada G2P1H27mgg, JTM

: Post-op. App. Akut dengan kehamilan

P : Rdx/ - Obs. TTV, sesak Rth/ - Inf. RL

- AGD - Lasix 1amp

Page 9: master case dr.nella

- airway bebas - Propanolol 2x1 tab

- breathing -> O2 nasal 4L

Pukul 14.00 :

S : Sesak (+)

O : Kes: CM TD : 130/80mmHg RR : 18x/menit

KU berat N : 124x/menit S : afebris

Status generalis :

Paru: Napas vesikuler, Rh +/+ (basah halus), Wh -/-

Status OB :

Kontraksi (-), DJJ : 164 dpm, I : V/U tenang

A : Udem paru akut e.c terbutalin sulfat pada G2P1H27mgg, JTM

: Post-op. App. Akut dengan kehamilan

P : Rdx/ - AGD Rth/ - Atenolol 2x35mg

- Obs TNSP, Kontraksi, - UMU, balans (- 300 cc)

DJJ dan sesak/jam

- Balans ketat

Pukul 15.30 :

S : Sesak (+)

O : Kes : CM TD : 130/80mmHg RR : 24x/menit

KU : sedang N : 102x/menit S : afebris

Status generalis :

Paru: Napas vesikuler, Rh +/+ (basah halus), Wh -/-

Status OB :

Kontraksi (-), DJJ : 164 dpm, I : V/U tenang

A : Udem paru akut e.c terbutalin sulfat pada G2P1H27mgg, JTM

: Post-op. App. Akut dengan kehamilan

P : Rdx/ - AGD Rth/ - Atenolol 2x35mg

- Obs TNSP, Kontraksi, - UMU, balans (- 300 cc)

DJJ dan sesak/jam

- Balans ketat

Konsul OBGYN ke ICU:

Edema paru akut a.i Terbutalin sulfat pada G2P1H27mgg. Mohon evaluasi perawatan pallier

di ICU disebabkan tanda-tanda ancaman gagal nafas.

Dirawat di ICU, masuk tanggal 25 Agustus 2009 pukul 22.45 malam.

Page 10: master case dr.nella

II.Follow Up ICU :

Hari ke-1 (25/08/09) pukul 23.30-06.00

Kesadaran Jam 23.30-06.00 apatis

Tanda vital TD : 121/71, N : 91x/mnt, S : 37,7, EKG :

SR (sinus rhythm)

Cor

Pulmo

Dalam batas normal

Sn. Veikuler Rh +/+, Wh -/-

Intake Enteral : puasa

Perenteral : Aminofluid 1000cc, Triofusin

500cc, RL 500cc

Obat Enteral : Profenid supp 3x1

Parenteral : Trijec 1x2g, N5000 1x1,

Nexium 1x1amp, Vit C 2x200mg,

Metronidazol 3x500mg, Bricasma 1amp-

asering /24 jam

Cairan Masuk

= 700cc

Cairan Keluar

= 550cc

IWL = 150cc

Balans cairan

Enteral : -

Parenteral : 700cc

Urine : 550cc

150cc

0cc

Lab

ICU tgl 26 Agustus 2009

S= -

O=A = terpasang ETT dgn ABN

B =sesak - ,slym >

C =HD blum stabil

D =kes CM

Page 11: master case dr.nella

A=pola nafas

Gangguan bersihan jalan nafas

RO Thorax tgl 26/09/09

Ujung ETT 3 cm dari carina

Bendungan paru sedikit perbaikan

Kesan: corakan BV meningkat dengan infiltrate berawan tipis di kedua lapang paru

Diafragma dan sinus suram

Bangsal tanggal 28/8/09

S :sesak berkurang , mules-mules, gerak janin +

O:KU CM

TD: 139/78 N: 97x/menit RR: 25x/menit

St.Generalis :

Paru : vesikuler +/+ , Rh basah halus min , Wh -/-

Jantung : Bj I – II , murmur - , gallop –

Abdomen : buncit

Extremitas : akral hangat , oedem –

A: oedem paru perbaikan ec.overload cairan

P: obs tanda vital ,obs sesak , echocardiography , cairan 1500cc/24 jam ,balans - , diet

cairan 6 x 50 cc

Bangsal tanggal 31/8/09

S :sesak –

O:CM TD : 120/70 N : 90 RR: 22 , Rh +/+ basah halus min , ext : oedem -/-

A :oedem paru perbaikan

Hipokalemia pasca koreksi

P : Cek elektrolit pasca koreksi – tunggu hasil echo

Th/ cairan 2000cc/24 jam balans : 300 cc

Page 12: master case dr.nella

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

PERUBAHAN ANATOMIK DAN FISIOLOGIK PADA WANITA HAMIL

Pada kehamilan terdapat perubahan pada seluruh tubuh wanita, khususnya pada

alat genitalia eksterna dan interna dan pada payudara (mamma). Dalam hal ini hormon

somatomammotropin, estrogen, dan progesteron mempunyai peranan penting seperti

telah dikemukakan pada bab terdahulu. Perubahan yang terdapat pada wanita hamil ialah

antara lain sebagai berikut.

Uterus

Uterus akan membesar pada bulan-bulan pertama di bawah pengaruh estrogen

dan progresteron yang kadarnya meningkat. Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan

oleh hipertrofi otot polos uterus; di samping itu, serabut-serabut kolagen yang ada pun

menjadi higroskopik akibat meningkatnya kadar estrogen sehingga uterus dapat mengikuti

pertumbuhan janin. Bila ada kehamilan ektopik, uterus akan membesar pula, karena

pengaruh hormon-hormon itu. Begitu pula endometriun menjadi desidua.

Berat uterus normal lebih kurang 30 gram; pada akhir kehamilan (40 minggu) berat

uterus ini menjadi 1000 gram, dengan panjang lebih kurang 20 cm dan dinding lebih

kurang 2,5 cm. Pada bulan-bulan pertama kehamilan bentuk uterus seperti buah advokat,

agak gepeng. Pada kehamilan 4 bulan uterus berbentuk bulat. Selanjutnya, pada akhir

kehamilan kembali seperti bentuk semula, lonjong seperti telur. Hubungan antara

besarnya uterus dengan tuanya kehamilan sangat penting diketahui, antara lain untuk

membuat diagnosis apakah wanita tersebut hamil fisiologik, atau hamil ganda, atau

menderita penyakit seperti mola hidatidosa, dan sebagainya. Seperti telah dijelaskan

Page 13: master case dr.nella

sebelumnya, dinding uterus terdiri atas 3 lapisan otot. Lapisan otot longitudinal paling luar,

lapisan otot sirkuler paling dalam, dan lapisan otot yang berbentuk oblik di antara kedua

lapisan otot luar dan dalam. Ketika ada kehamilan ketiga lapisan ini tampak lebih jelas.

Lapisan otot oblik berbentuk suatu anyaman seperti tikar, memegang peranan enting

pada persalinan disamping kedua lapisan otot lainnya. Sinus-sinus pembuluh darah

berada di antara anyaman otot oblik ini. Postpartum uterus berkontraksi dan pada ketika

ini sinus-sinus pembuluh darah yang terbuka terjepit, sehingga perdarahan postpartum

dapat dicegah. Uterus pada wanita tidak hamil kira-kira sebesar telur ayam.

Pada kehamilan uterus tumbuh secara teratur, kecuali jika ada gangguan pada

kehamilan tersebut. Pada kehamilan 8 minggu uterus membesar sebesar telur bebek, dan

pada kehamilan 12 minggu kira-kira sebesar telur angsa. Pada saat ini fundus uteri telah

dapat diraba dari luar, di atas simfisis. Pada pemeriksaan ini wanita tersebut harus

mengosongkan kandung kencingnya dahulu. Pada minggu-minggu pertama ismus uteri

mengadakan hipertrofi seperti korpus uteri. Hipertrofi ismus pada triwulan pertama

membuat ismus menjadi panjang dan lebih lunak. Hal ini dikenal dalam obstetri sebagai

tanda Hegar. Pada kehamilan 16 minggu kavum uteri sarna sekali diisi oleh ruang amnion

yang berisi janin, dan ismus menjadi bagian korpus uteri. Pada kehamilan 16 minggu

besar uterus kira-kira sebesar kepala bayi atau sebesar tinju orang dewasa. Dari luar

fundus uteri kira-kira terletak di antara setengah jarak pusat ke simfisis. Pada kehamilan

20 minggu, fundus uteri terletak kira-kira di pinggir bawah pusat, sedangkan pada

kehamilan 24 minggu fundus uteri berada tepat di pinggir atas pusat.

Pada kehamilan 28 minggu fundus uteri terletak kira-kira 3 jari di atas pusat atau

sepertiga jarak antara pusat ke prosessus xifoideus. Pada kehamilan 32 minggu fundus

uteri terletak di antara setengab jarak pusat dan prosessus xifoideus. Pada kehamilan 3.6

minggu fundus uteri terletak kira-kira 1 jari di bawah prosessus xifoideus. Dalam hal ini,

kepala bayi masih berada di atas pintu atas panggul. Pemeriksaan tinggi fundus uteri

dikaitkan dengan umur kehamilan perlu pula dikaitkan dengan besarnya dan beratnya

janin. Di bawah ini ukuran tinggi fundus uteri dalam cm dikaitkan dengan umur kehamilan

dan berat bayi sewaktu dilahirkan.

Bila pertumbuhan janin normal maka tinggi fundus uteri pada kehamilan 28 minggu

sekurangnya 25 cm, pada 32 minggu 27 cm, pada 36 minggu 30 cm. Pada kehamilan 40

minggu fundus uteri turun kembali dan terletak kira-kira 3 jari di bawah prosessus

xiphoideus. Hal ini disebabkan oleh kepala janin yang pada primigravida turun dan masuk

ke dalam rongga panggul. Pada triwulan terakhir ismus lebih nyata menjadi bagian korpus

uteri, dan berkembang menjadi segmen bawah uterus. Pada kehamilan tua karena

kontraksi otot-otot bagian atas uterus, segmen bawah uterus menjadi Iebih lebar dan tipis;

tampak batas yang nyata antara bagjan atas yang lebih tebal dan segmen bawah yang

lebih tipis. Batas itu dikenal sebagai lingkaran retraksi fisiologik. Dinding uterus di atas

lingkaran ini jauh lebih tebal daripada dinding segmen bahwa uterus.

Page 14: master case dr.nella

Pada persalinan segmen bawah uterus lebih melebar lagi, dan lingkaran retraksi

fisiologik menjadi lebih tinggi. Postpartum pada pemeriksaan dalam hanya dapat dikenal

bagian atas uterus yang berkontraksi baik, sedangkan bagian bawah uterus teraba

sebagai bagian kantong yang lembek. Pada partus lama lingkaran retraksi itu dapat naik

tinggi sampai setengah pusat dan simfisis.

Serviks uteri

Serviks uteri pada kehamilan juga mengalami perubahan karena hormon estrogen.

Jika korpus uteri mengandung lebih banyak jaringan otot, maka serviks lebih banyak

mengandung jaringan ikat, hanya 10% jaringan otot. Jaringan ikat pada serviks ini banyak

mengandung kolagen. Akibat kadar estrogen meningkat, dan dengan adanya

hipervaskularisasi maka konsistensi serviks menjadi lunak. Serviks yang terdiri terutama

atas jaringan ikat dan hanya sedikit mengandung jaringan otot tidak mempunyai fungsi

sebagai sfingter. Pada partus serviks membuka saja mengikuti tarikan-tarikan korpus uteri

ke atas dan tekanan bagian bawah janin ke bawah. Sesudah partus dapat pula dinyatakan

bahwa serviks itu berlipat-lipat dan tidak menutup seperti ditemukan pada sfingter. Pada

multipara dengan porsio yang bundar, porsio tersebut mengalami cedera berupa lecet dan

robekan, sehingga post-partum tampak adanya porsio yang terbelah dua dan menganga.

Hal ini lebih jelas pada pemeriksaan postnatal, 6 minggu postpartum. Perubahan-

perubahan pada serviks perlu diketahui sedini mungkin pada kehamilan, akan tetapi yang

memeriksa hendaknya hati-hati dan tidak dibenarkan melaksanakan secara kasar

sehingga dapat mengganggu kehamilan. Kelenjar-kelenjar di serviks akan berfungsi lebih

dan akan mengeluarkan sekresi lebih banyak. Kadang-kadang wanita yang sedang hamil

mengeluh mengeluarkan cairan per vaginam lebih banyak. Keadaan ini sampai batas

tertentu masih merupakan keadaan yang fisiologik.

Vagina dan vulva

Vagina dan vulva akibat hormon estrogen mengalami perubahan pula. Adanya

hipervaskularisasi mengakibatkan vagina tampak lebih merah, agak kebirubiruan (livide).

Tanda ini disebut tand Chadwick. Warna porsio pun tampak livide. Pembuluh-pembuluh

darah alat genital interna akan membesar. Hal ini dapat dimengerti karena oksigenasi dan

nutrisi pada alat-alat genitalia tersebut meningkat. Apabila terdapat kecelakaan pada

kehamilan atau persalinan, maka perdarahan akan banyak sekali, sampai dapat

mengakibatkan kematian.

Ovarium

Pada permulaan kehamilan masih terdapat korpus luteum graviditatis sampai

terbentuknya plasenta pada kira-kira kehamilan 16 minggu. Korpus luteum graviditatis

Page 15: master case dr.nella

berdiameter kira-kira 3 cm. Kemudian, ia mengecil setelah plasenta terbentuk. Seperti

telah dikemukakan, korpus luteum ini mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron.

Lambat-laun fungsi ini diambil alih oleh plasenta. Dalam dasawarsa terakhir ini ditemukan

pada awal ovulasi hormon relaxin, suatu immunoreactive inhibin dalam sirkulasi maternal.

Diperkirakan korpus luteum adalah tempat sintesis dari relaxin pada awal kehamilan.

Kadar relaxin di sirkulasi maternal dapat ditentukan dan meningkat dalam trimester

pertama. Relaxin mempunyai pengaruh menenangkan hingga pertumbuhan janin menjadi

baik hingga aterm.

Mammae

Mamma akan membesar dan tegang kibat hormon somatomammotropin, estrogen,

dan progesteron, akan tetapi belum mengeluarkan air susu. Estrogen menimbulkan

hipertrofi sistem saluran, sedangkan progesteron menambah sel-sel asinus pada mamma.

Somatomammotropin mempengaruhi pertumbuhan sel-sel asinus pula dan menimbulkan

perubahan dalam sel-sel, sehingga terjadi pembuatan kasein, laktalbumin, dan

laktoglobulin. Dengan demikian, mamma dipersiapkan untuk laktasi. Di samping ini, di

bawah pengaruh progesteron dan somatomammotropin, terbentuk lemak di sekitar

kelompok-kelompok alveolus, sehingga mamma menjadi lebih besar. Papilla mamma

akan membesar, lebih tegak, dan tampak lebih hitam, seperti seluruh areola mamma

karena hiperpigmentasi. Glandula Montgomery tampak lebih jelas menonjol di permukaan

areola mamma. Pada kehamdan 12 minggu ke atas dari puting susu dapat keluar cairan

berwarna putih agak iernih, disebut kolostrum. Kolostrum ini berasal dari kelenjar-kelenjar

asinus yang mulai bersekresi. Sesudah partus, kolostrum ini agak kental dan warnanya

agak kuning. Meskipun kolostrum telah dapat dikeluarkan, pengeluaran air susu belum

berjalan oleh karena prolaktin ini ditekan oleh PIH (prolactine inhibiting hormone).

Postpartum - dengan dilahirkannya plasenta – pengaruh estrogen, progesteron, dan

somatomammotropin terhadap hipotalamus hilang, sehingga prolaktin dapat dikeluarkan

dan laktasi terjadi.

Sirkulasi darah

Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya sirkulasi ke plasenta,

uterus yang membesar dengan pembuluh-pembuluh darah yang membesar pula, mamma

dan alat lain-lain yang memang berfungsi berlebihan dalam kehamilan. Seperti telah

dikemukakan, volume darah ibu dalam kehamilan bertambah secara fisiologik dengan

adanya pencairan darah yang disebut hidremia. Volume darah akan bertambah banyak,

kira-kira 25%, dengan puncak kehamilan 32 minggu, diikuti dengan cardiac output yang

meninggi sebanyak kira-kira 30%. Akibat hemodilusi tersebut, yang mulai jelas timbul

pada kehamilan 16 minggu, ibu yang mempunyai penyakit jantung dapat jatuh dalam

keadaan dekompensasi kordis. Eritropoesis dalam kehamilan juga meningkat untuk

memenuhi keperluan transpor zat asam yang dibutuhkan sekali dalam kehamilan.

Page 16: master case dr.nella

Meskipun ada peningkatan dalam volume eritrosit secara keseluruhan, tetapi penambahan

volume plasma jauh lebih besar, sehingga konsentrasi hemoglobin dalam darah menjadi

lebih rendah. Hal ini tidak boleh dinamakan anemia fisiologik dalam kehamilan, oleh

karena jumlah hemoglobin pada wanita harnil dalam keseluruhannya lebih besar daripada

sewaktu belum hamil. Jumlah lekosit meningkat sampai 10.000 per ml, dan produksi

trombositpun meningkat pula. Gambaran protein dalam serum berubah; jurnlah protein,

albumin, dan gammaglobulin menurun dalam triwulan pertama dan baru meningkat

perlahan-lahan pada akhir kehamilan, sedangkan betaglobulin dan bagian-bagian

fibrinogen terus meningkat. Laju endap darah pada umumnya meningkat sampai empat

kali, sehingga dalam kehamilan tidak dapat dipakai sebagai ukuran. Segera postpartum,

sirkulasi antara uterus dan plasenta berhenti, sejumlah darah untuk sirkulasi umum akan

membebani jantung dan bila ada visium kordis, dapat timbul dekompensasi kordis.

Setelah partus, terjadi pula hemokonsentrasi dengan puncaknya pada hari ke 3 – 5

postpatum. Hal ini harus juga diperhatikan jika berhadapan dengan ibu yang menderita

visium kordis. Dengan adanya hemokonsentrasi dapat diduga pula bahwa ada konsentrasi

trombosit, dan sebagainya, sehingga dapat dimengerti mengapa ada kecenderungan ke

arah trombolflebitis postpartum.

Sistem respirasi

Seorang wanita hamil pada kelanjutan kehamilannya tidak jarang mengeluh tentang

rasa sesak dan pendek napas. Hal ini ditemukan pada kehamilan 32 minggu ke atas oleh

karena usus-usus tertekan oleh uterus yang mernbesar ke arah diafragma, sehingga

diafragma kurang leluasa bergerak. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang meningkat

kira-kira 20%, seorang wanita hamil selalu bernapas lebih dalam, dan bagian bawah

toraksnya juga melebar ke sjsi, yang sesudah partus kadang-kadang menetap jika tidak

dirawat dengan baik.

Traktus digestivus

Pada bulan-bulan pertama kehamilan terdapat perasaan enek (nausea). Mungkin

ini akibat kadar hormon estrogen yang meningkat. Tonus otot-otot traktus digestivus

menurun, sehingga mobililitas seluruh traktus digestivus juga berkurang. Makanan lebih

lama berada di daalam lambung dan apa yang telah dicernakan lebih lama berada dalam

usus-usus. Hal ini mungkin baik untuk resorpsi, akan tetapi menimbulkan pula obstipasi,

yang memang merupakan salah satu keluhan utama wanita hamil. Tidak jarang dijumpai

pada bulan-bulan pertama kehamilan gejala muntah (emesis). Biasanya terjadi pada pagi

hari, dikenal sebagai morning sickness. Emesis, bila terlampau sering dan terlalu banyak

dikeluarkan, disebut hiperemesis gravidarum, keadaan ini patologik. Salivasi adalah

pengeluaran air liur berlebihan daripada biasa. Bila terlarnpau banyak, ini pun menjadi

patologik.

Page 17: master case dr.nella

Traktus urinarius

Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kencing tertekan oleh uterus yang

mulai membesar, sehingga timbul sering kencing. Keadaan ini hilang dengan makin

tuanya kehamilan bila uterus gravidus keluar dari rongga panggul. Pada akhir kehamilan,

bila kepala janin mulal turun ke bawah pintu atas panggul, keluhan sering kencing akan

timbul lagi karena kandung kencing mulai tertekan kembali. Dalam keharnilan ureter

kanan dan kiri membesar karena pengaruh progesteron. Akan tetapi ureter kanan lebih

membesar dari pada ureter kiri, karena mengalami lebih banyak tekanan dibandingkan

dengan ureter kiri. Hal ini disebabkan oleh karena uterus lebih sering memutar ke arah

kanan. Mungkin karena orang bergerak lebih sering memakai tangan kanannya, atau

disebabkan oleh letak kolon dan sigmoid yang berada di belakang kiri uterus. Akibat

tekanan pada ureter kanan tersebut, lebih sering dijumpai hidroureter dekstra dan pielitis

dekstra. Di samping sering kencing tersebut di atas terdapat pula poliuria. Poliuria

disebabkan oleh adanya peningkatan sirkulasi darah di ginjal pada keharnilan, sehingga

filtrasi di glomerulus juga memngkat sampai 69%. Reabsorpsi di tubulus tidak berubah,

sehingga lebih banyak dapat dikeluarkan urea, asam urik, glukosa, asam amino, asam

folik dalam kehamilan.

Kulit

Pada kulit terdapat deposit pigmen dan hiperpigmentasi alat-alat tertentu.

Pigmentasi ini disebabkan oleh pengaruh melanophore stimulating hormone (MSH) yang

meningkat. MSH ini adalah salah satu hormon yang juga dikeluarkan oleh lobus anterior

hipofisis. Kadang-kadang terdapat deposit pigmen pada dahi, pipi, dan

hidung, dikenal sebagai kloasma gravidarum. Di daerah leher sering terdapat

hiperpigmentasi yang saran, juga di areola mamma. Linea alba pada kehamilan menjadi

hitam, dikenal sebagai linea grisea. Tidak jarang dijumpai kulit perut seolah-olah retak-

rettak, warnanya berubah agak hiperemik dan kebiru-biruan, disebut striae livide. Setelah

partus, striae livide ini berubah warnanya menjadi putih dan disebut striae albikantes.

Pada seorang multigravida sering tampak striae livide bersama dengan striae albikantes.

Metabolisme dalam kehamilan

Pada wanita hamil basal metabolic rate (BMR) meninggi, sistem endokrin juga

meninggi, dan tampak lebih jelas kelenjar gondoknya (glandula tireoidea). BMR meningkat

hingga 15 - 20% yang umumnya ditemukan pada triwulan terakhir. Kalori yang dibutuhkan

untuk itu diperoleh terutama dari pembakaran hidrat arang, khususnya sesudah kehamilan

20 minggu ke atas. Akan tetapi bila dibutuhkan, dipakailah lemak ibu untuk mendapatkan

tambahan kalori dalam pekerjaan sehari-hari.

Page 18: master case dr.nella

Dalam keadaan biasa wanita hamil cukup hemat dalam hal pemakaian tenaganya.

Keseimbangan asam-alkali sedikit mengalami perubahan konsentrasi alkali; pada wanita

tidak harnil kadar sebesar 155 mEq per liter menurun sampai 145 - 147 mEq per liter.

Sehubungan dengan ini, serum Na turun dari 142 mEq per liter sampai 135 - 137 mEq per

liter dan disertai oleh turunnya plasma bikarbonat dari 25 ke 22 mEq per liter. Protein

diperlukan sekali dalam kehamilan untuk perkembangan badan, alat kandungan, mamma,

dan untuk janin; protein harus disimpan pula untuk kelak dapat dikeluarkan pada laktasi.

Maka dari itu, perlu diperhatikan agar wanita hamil memperoleh cukup protein selama

hamil. Diperkirakan satu gram protein setiap kilogram berat badan dapat memenuhi

kebutuhan sehari-hari. Pada pemeriksaan plasma protein ditemukan adanya penurunan

dalam fraksi albumin dan pula sedikit penurunan gamma globulin. Globulin (X 1, (X 2, dan

~ dan fibrinogen meningkat. Perubahan-perubahan dalam plasma protein ini dalam satu

minggu postpartum kembali kepada keadaan sebelum adanya kehamilan. Hidrat arang:

seorang wanita hamil sering haus, nafsu makannya besar, sering kencing, dan kadang-

kadang memperlihatkan pula glukosuria, sehingga menyerupai diabetes mellitus. Segala

sesuatu ini dipengaruhi oleh somatomammotropin, peningkatan plasma-insulin, dan

hormon-hormon adrenal. Hasil pemeriksaan glucose tolerance test dalam kehamilan

sebaiknya ditinjau sungguh-sungguh kebenarannya oleh karena ada perbedaan apakah

glukosa diberikan oral atau intravena. Bila diberikan oral, kadar glukosa ini dalam darah

lebih lamban kembali ke asalnya, yakni sesudah 3 jam, sedangkan pada seorang yang

tidak hamil kadar glukosa itu kembali dalam 2 jam. Perbedaan ini tidak ditemukan pada

pemberian glukosa intravena. Bila ditemukan glucose tolerance test oral abnormal,

sebaiknya dilakukan pula glucose tolerance test intravena untuk memperoleh

perbandingan yang benar, oleh karena penyakit diabetes mellitus dalam kehamilan harus

mendapat perhatian penuh. Mengenai lemak telah dikemukakan bahwa hormon

somatomammotropin mempunyai peranan dalam pembentukan lemak dan mamma; lemak

terhimpun pula pada badan, paha, dan Iengan. Kadar kolesterol dapat meningkat sampai

350 mg atau lebih per 100 ml. Janin membutuhkan 30-40 gram kalsium untuk

pembentukan tulang-tulangnya dan ini terjadi terutama dalam trimester terakhir. Makanan

tiap harinya diperkirakan telah mengandung 1,5 - 2,5 gram kalsium. Diperkirakan 0,2 - 0,7

gram kalsium tertahan dalam badan untuk keperluan semasa hamil. Ini kiranya telah

cukup untuk pertumbuhan janin, tanpa mengganggu kalsium ibu. Kadar kalsium dalam

serum memang Iebih rendah, mungkin oleh karena adanya hidremia, akan tetapi kadar

kalsium tersebut masih cukup tinggi hingga dapat menanggulangi kemungkinan terjadinya

kejang tetani. Fosfor, magnesium, dan tembaga, lebih banyak tertahan dalam masa hamil

daripada dalam masa tidak hamil. Kadar tembaga dalam plasma meningkat dari 109

sampai 222 mcg per 100 ml, akan tetapi dalam eritrosit kadarnya tetap. Wanita dalam

kehamilan memerlukan tambahan besi sekitar 800 mg. Sayang sekali kebanyakan wanita

di sini tidak mempunyai cukup persediaan besi pada awal hamil. Sebaiknya diet wanita

hamil ditambah dengan 30 - 50 mg besi sehari; ini dapat diberikan sebagai sulfas ferrosus

atau glukonas ferrosus sesudah makan. Dapat difahami bahwa dengan adanya

pertumbuhan dan perkembangan dalam tubuh wanita hamil akan timbul suatu keaktifan

Page 19: master case dr.nella

enzim yang luar biasa. Plasenta sendiri mempunyai enzim-enzim untuk oksidasi, reduksi,.

dan hidrolisa. Yang banyak ditemukan ialah mono-amino-oksidase dan diamino-oksidase

yang membuat tiramine dan histamine menjadi tidak aktif lagi. Enzim-enzim yang banyak

dipelajari dalam masa hamil ialah diamino-oksidase (histaminase), pitosinase,

glukoronidase, angiotonase, dan alkalin fosfatase. Semua enzim ditemukan di dalam

serum ibu dalam kadar lebih tinggi. Segera setelah haid terlambat, kadar diamino-

oksidase meningkat dari 3 - 6 satuan dalam masa tidak hamil ke 200 satuan dalam masa

hamil enam minggu. Kadar ini mencapai puncaknya sampai 400 - 500 satuan pada

kehamilan 16 minggu, dan seterusnya menetap sampai akhir kehamilan. Kemudian, kadar

ini turun sampai 50 satuan dalam 2 - 3 hari postpartum, untuk dalam 10 - 14 hari

kemudian mencapai kadarnya kembali seperti pada masa tidak hamil. Kadar

diaminooksidase ini tidak meningkat pada wanita dengan koriokarsinoma oleh karena

tingginya kadar korionik gonadotropin. Kadar alkalin-fosfatase meningkat empat kali lipat

dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Peningkatan ini dimulai pada kehamilan 4

bulan. Kadar yang ditemukan pada janin adalah setengahnya dari apa yang ditemukan

pada ibunya. Pemeriksaan kadar alkalin-fosfatase dapat dipakai untuk menilai fungsi

plasenta. Pitosinase adalah enzim yang dapat membuat oksitosin tidak aktif. Pitosinase

ditemukan banyak sekali dalam darah ibu pada kehamilan 14 sampai 38 minggu. Berat

badan wanita harnil akan naik kira-kira di antara 6,5 - 16,5 kg rata-rata 12,5 kg. Kenaikan

berat badan ini terjadi terutarna dalam kehamilan 20 minggu terakhir. Kenaikan berat

badan yang terlalu banyak sering ditemukan pada pre-eklampsia dengan akibat

peningkatan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. Sebaiknya wanita tersebut diawasi

dan diberi pengertian, sehingga berat badan hanya naik 2 kg tiap bulan sesudah

kehamilan 20 minggu. Dan adanya penurunan berat badan dalam bulan terakhir dianggap

sebagai suatu tanda yang baik. Kenaikan berat badan dalam kehamilan disebabkan oleh:

1) hasil konsepsi: fetus, plasenta, dan likuor amnii; dan 2) dari ibu sendiri: uterus dan

mamma yang membesar, volume darah yang meningkat, lemak dan protein lebih banyak,

dan akhirnya adanya retensi air.

SURGICAL FLUID BALANCE

Perubahan-perubahan fisiologis sewaktu pembedahan dan anestesi mengarah

pada pergeseran pada balans cairan. Sebagai contoh, anestesi epidural, spinal, atau

kaudal dapat menyebabkan beragam jumlah blokade simpatis. Meskipun pasien-pasien

muda dan sehat dapat mentoleransi simpatektomi, pasien-pasien yang dehidrasi buruk,

atau mengambil obat-obat anti hipertensi atau diuretik, mungkin tidak dapat merespon

efek-efek dari simpatektomi. Sudah biasa untuk memasukkan sampai 1 liter cairan

sebelum pemberian spinal, atau bersamaan memasukkan cairan sewaktu anestesi

epidural Sedang diinduksi. Vasopressor, terutama efedrin atau fenilefrin, perlu

menanggulangi efek-efek hemodinamik dari blok simpatis.

Page 20: master case dr.nella

Walaupun anestesi inhalasi tidak secara langsung merubah kehilangan cairan,

semua anestesi dapat menumpulkan respon-respon fisiologis untuk hipovolemia dan

respon stres. Respon stres untuk pembedahan menyangkut peningkatan dalam produksi

hormon antidiuretik, yang dapat di-blok dengan anestesi-anestesi. Tumpang-tindih

berbagai efek-efek dari intravenous dan agen-agen inhalasi pada miokard, venous return,

tekanan darah, dan vakularisasi. Ventilasi mekanik dapat mengurangi pelepasan dari

hormon natriuretik atrial dan meningkatkan pelepasan hormon antidiuretik, menyebabkan

pada retensi natrium dan cairan-cairan.

Selain kehilangan darah, kehilangan ruang ketiga yang signifikan dapat terjadi,

yang berhubungan dengan cairan yang masih tetap dalam tubuh tetapi tidak berkontribusi

pada volume intravascular, penampaian oksigen, atau pembuangan limbah; ini sangat

sulit untuk diukur. Restorasi sederhana dari volume darah dapat menjadi inadekuat untuk

memastikan kehidupan. Pasien-pasien yang sedang menjalani prosedur pembedahan

mayor membutuhkan penggantian cairan melebihi kehilangan darah sederhana, dan

anesthesiolognya mepunyai peran vital dalam memeriksa dan memberikan terapi cairan

yang sesuai ketentuan klinis pada intraoperatif dan postoperatif.

Kristaloid

Kristaloid merupakan cairan yang mengandung air dan elektrolit. Mereka dibagi

kelompok seperti seimbang, hipertonis, dan solusi garam hipotonis. Solusi kristaloid

digunakan untuk memberikan pengendalian air dan elektrolit-elektrolit dan memperbanyak

cairan intravaskular. Kebutuhan penggantian adalah 3- atau 4-kalinya dari volume

kehilangan darah karena pemberian kristaloid didistribusikan dalam rasio 1:4 seperti

cairan extrasel yang terdiri dari 3 L intravaskuler (plasma) dan sekitar 12 L extravaskuler

(sekitar 20% sebaiknya tersisa dalam ruang intravaskuler)

.

Solusi Garam Seimbang

Solusi Garam Seimbang mempunyai komposisi elektrolit yang mirip dengan cairan

extrasel. (seperti solusi Ringer Laktat, Plasma-Lyte, dan Normosol). Dengan berpatokan

pada kalium, mereka hipotonis. Suatu buffer sudah termasuk, menggantikan tempatnya

bikarbonat, yang berhidrasi menjadi asam karbonat, dengan produksi karbon dioksida,

yang berdifusdari solusi. Dibandingkan dengan 0.9 persen NaCl, solusion-solusi memberi

kuantitas yang sedikit darielektrolit-elektrolit lain, yang tidak adekuat untuk memenuhi

kebutuhan pengaturan harian.

Saline normal

Saline normal, 0.9 persen NaCl, merupakan isotonik dan isoosmotik tetapi berisi

banyak klorida daripada ECF. Kalau dipakai dalam jumlah banyak, hiperkloremia ringan

Page 21: master case dr.nella

hasilnya. Tidak mengandung buffer atau elektrolit lainnya.Lebih dipakai daripada solusi

Ringer laktat (yang mengandung konsentrasi hipotonis natrium) sewaktu ada trauma otak,

hipokloremik metabolik alkalosis, atau adanya hiponatremia. Banyak pasien dengan

hiperkalemia, termasuk pasien-pasien dengan gagal ginjal, yang sering dioperasi untuk

prosedur bypass vaskuler, secara rutin mendapatkan saline normal, karena tidak

mengandung kalium.

Solusi Garam Hipertonis

Solusi-solusi ini jarang digunakan, dan konsentrasi natriumnya berkisar antara 250-

1.200 mEq/L. Semakin besar konsentrasi natriumnya, semakkiin kurangnya volume total

yang diperlukan untuk resusitasi yang cukup baik. Perbedaan ini mencerminkan

pergerakan menurut kekuatan osmotik air dari ruang interseluler ke ruang extraseluler.

Sebagai tambahan, penurunan volume air yang diinjeksi dapat menurunkan pembentukan

oedema. Ini dapat menjadi penting pada pasien yang rawan oedema jaringan (seperti

bedah usus yang lama, luka bakar, trauma). Studi klinis mengkonfirmasikan bahwa solusi

hipertonis yang sedang (Na = 250 mEq/L) dapat dihubungkan dengan tekanan otot

interstitial bawah daripada solusi Ringer laktat. Tambahan lain, fungsi usus kembali lebih

awal, walaupun fraksi sekat pulmoner tidak beda. Studi experimental telah

mendemonstraikan tekanan intrakranial bawah pada hewan yang mendapatkan solusi

hipertonis. Akan tetapi, half-life intravaskuler dari solusi hipertonis tidak lebih lama

daripada solusi isotonis yang mempunyai loading natrium yang equivalen. Dalam banyak

studi, perluasan volume plasma yang dipertahankan dapat diperoleh hanya ketika koloid

terdapat dalam solusi resusitasi. Selanjutnya, osmolalitas dari solusi ini dapat

mengakibatkan hemolisis pada titik injeksi. Solusi hipertonis tidak diterima secara luas

sebagai resusitasi atau solusi pengendali intraoperatif, dan solusi ini digunakan untuk

koreksi hiponatremia yang utama.

Dextrose 5%

Dextrose lima persen berfungsi sebagai air bebas, karena dextrosenya telah

dimetablolisir. Dextrose 5% ini iso-osmotik dan oleh sebab itu tidak dapat mengakibatkan

hemolisis yang terjadi bila air murni diinjeksi secara intravena. Jaga dapat digunakan

untuk koreksi hipernatremia, tetapi lebih sering digunakan dalam pencegahan

hipoglikemia dalam pasien diabetik yang sudah pernah disuntikkan insulin.

Kristaloid dan Koloid

Ada banyak kontroversi tentang peran kristaloid dan koloid dalam terapi cairan.

Proponen dari cairan koloid menunjukkan bahwa resusitasi dengan solusi kristaloid

mendilusi protein plasma, dengan tahapan reduksi tekanan onkotik plasma yang

menghasilkan filtrasi cairan dari intravaskuler ke komparteman interstitial dan

Page 22: master case dr.nella

pembentukan oedema pulmoner interstitial. Proponen dari solusi kristaloid telah

mberdebat bahwa molekul albumin biasanya masuk kompartemeninterstitial pulmoner

secara bebas dan dikeluarkan lewat sistem limfatik kembali ke sirkulasi sistemik. Maka itu,

penambahan albumin hanya meningkatkan pool albumin yang dikeluarkan oleh kelenjar

limfatik. Review dari literatur oleh Moss dan Gould mengkonfirmasi bahwa semua studi

klinis dan experimental yang tidak cacat memperlihatkan bahwa solusi isotonis adalah

pemerluas volume plasma efektif untuk resusitasi tanpa penambahan berbagai cairan

koloid. Kerugian tambahan dan resiko potensial dari koloid dibandingkan dengan kristaloid

merupakan argumentasi lain terhadap pemberian koloid.

Hidrostatik dan perbedaan tekanan koloid sepanjang dinding kapiler (Starling

forces) membuat pergerakan dari air dan melarutkan solusi ke dalam ruang

interstitial.Pergerakan ini berperan kecil dalam nutrisi jaringan yang berhubungan dengan

difusi sederhana. Koefisien yang memperlihatkan fungsi membran yang semipermeabel

untuk mencegah pergerakan solut sangat bervariasi diantara jaringan-jaringan. Paru-paru

yang cukup permebel terhadap organ lain dan selama proses patofisiologis seperti trauma

pembedahan, koefisien refleksi mungkin dapat merubah lebih lanjut permeabilitas kapiler

atau adanya kebocoran. Dalam ketentuan ini, koloid bergerak lebih gampang ke dalam

interstitium dan meningkatkan oedema interstitial.

Dengan kebocoran molekul-molekul ke dalam ruang interstitial, pembengkakan

lanjut dari jaringan terjadi karena gradien tekanan onkotik yang tidak diinginkan, dan

molekul ini dibuang oleh sistem lifatik. Pembuangan koloid memerlukan periode cukup

lama daripada kristaloid dan menjadi masalah signifikan dalam kasus luka bakar dan

pasien pembedahan mayor. Dalam delapan studi banding, telah disimpulkan bahwa

pasien trauma harus diresusitasi dengan solusi kristaloid, dimana koloid lebih efektif pada

pasien pembedahan elektif yang nonseptik dan nontraumatik.

SPINAL ANESTHESIA

Anestesi spinal memblok akar saraf yang bejalan melewati ruang subarakhnoid. Ruang

suarakhnoid tulang belakang memanjang dari foramen magnum ke S2 pada orang dewasa dan

S3 pada anak kecil. Injeksi dari anestesi lokal dibawah L1 pada orang dewasa dan L3 pada

anak-anak membantu menghindari taruma langsung pada corda spinalis. Anestesi spinal juga

disebut sebagai blok subarakhnoid atau injeksi intratekal

Jarum Spinal

Jarum spinal tersedia di pasaran dlam berbagai ukuran (16-30G), panjang, dan putaran

dan bentuk ujung. Semuanya harus ada stylet ketat yang dapat dilepas yang menutupi lumen

supaya menghindari sel epitelial menjejaki ke dalam ruang subarkhnoid. Jarumnya juga dibagi

Page 23: master case dr.nella

menjadi ujung tajam (cutting) atau ujung tumpul. Jarum Quincke adalahjarum cutting dengan

ujung injeksi. Dengan adanya jarum ujung tumpul (pencil-point) kejadian sakit kepala postdural

sudah menurun; pada umumnya, semakin kecil jarumnya semakin sedikit kejadian sakit

kepala. Whitacre dan jarum pencil-point lainnya mempunyai ujun bulat dan injeksi samping.

Sprotte adalah jarum injeksi samping dengan pembukaan lebar. Ini mempunyai

keuntungandimana LCS lebih cepat mengalir dibanding jarum yang sama. Tetapi, ini dapat

mengarah pada blok yang gagal bila bagian distal dari pembukaan adalah subarakhnoid

(dengan LCS mengalir bebas), bagian proximal tidak melewati dura, dan medikasi dosis penuh

atidak tercapai.

Teknik Spesifik unutk Anestesi Spinal

Midline, paramedian, atau pendekatan dari dekat dapat digunakan untuk anestesi

spinal. Jarumnya dimasukkan dari kulit menembus struktur-struktur dalam sampai dua “pop”

terasa. Penetrasi pertama dari ligamentum flavum dan kedua adalah penetrasi dari membran

dura–arakhnoid. Penusukan dural yang sukses dikonfirmasikan dengan menarik stylet untuk

memastikan LCS yang mengalir bebas. Dengan jarum kecil (< 25 g), pada keadaan tekanan

LCS yang kecil (pada orang dehidrasi) aspirasi mungkin diperlukan unutk mendeteksi LCS, Bila

pengaliran bebas terjadi tetapi LCS tidak dapat diaspirasi setelah memasang spuit, jarumnya

mungkin bergerak. Parestesia persisten atau nyeri sewaktu injeksi harus diberitahukan pada

pasien sewaktu memasukkan dan mengeluarkan jarumnya.

Faktor yang Mempengaruhi Blok

Yang paling mempengaruhi adalah barisitas, posisi pasien selama dan sesudah injeksi,

dan dosis obat. Pada umumnya, semakin besar dosis atau tempat injeksi, semakin besar efek

anestesi yng diterima. Juga, migrasi darianestesi lokal dalam LCS tergantung dari gravitasi

spesifik terhadap LCS (barisitas). LCSA mempunyai gravitasi speifik 1.003–1.008 pada suhu

37°C. Solusi hiperbarik dari anestesi lokal lebih berat daripada LCS, dimana solusi hipobarik

lebih ringan dari LCS. Solusi anestesi lokal dapat dijadikan hiperbarik dengan menambahkan

glukosa atau hipobarik dengan penambahan air steril. Maka, dengan posisi kepala dibawah,

solusi hiperbrik menyebar secara cephalad dan solusi anestesi hipobarik bergerak caudad.

Posisi kepala ke atas menybeabakan solusi hipernarik ke caudad dan solusi hipobarik naik ke

cephalad. Pada posisi lateral, solusi hiprebarik spinal akan mempunyai efek lebih besar pada

sisi dependen, diman solusi hipobarik akan mendapatkan efek besar pada sisi non dependen.

Solusi isobarik biasanya tinggal pada level injeksi. Agen anestesi yang bercampur dengan LCS

menjadi isobarik. Faktor lain yang mempengaruhi blokade neural termasuk levl injeksi, dan

ketinggaian dan anatomi kolumna vertebra pasien. Arah dari jarum atau tempat injeksi juga

dapat menjadi peran; level anestesi yang besar akan dicapai bila injeksi diarahkan cephalad

daripada lateral atau caudad.

Solusi hiperbarik biasanya bergerak ke daerah tulang belakang yang paling dependen

(biasanya T4-T8 pada posisi terlentang). Dengan anatomi tulang belakang yang normal, apex

dari lengkungan torakolumbal adalah T4. Pada posisi terlentang, ini menahan solusi hiperbarik

Page 24: master case dr.nella

untuk memproduksi level anestesi pada atau dibawah T4. Lengkungan abnormal dari tulang

belakang, seperti skoliosis dan kiphoskoliosis, mempunyai efek mulitipel pada anestesi spinal.

Memberikan blok lebih sulit karena rotasi dan angulasi dari corpus vertebra dan prosesus

spinosus. Mencari midline dan ruang interlaminar dapat menjadi sulit. Pendekatan paramedian

dengan skoliosis dan kiphosis parah, terutama bila ada penyakit sendi degeneratif. Pendekatan

paramedian lebih mudah untuk anestesi spinal pada level L5-S1. Pada pendekatan Taylor,

yaitu varian dari standar pendekatan paramedian, jarum memasuki 1 cm medial dan 1 cm

inferior ke posterior superior spina iliaca dan diarahkan cephalad dan menuju midline. Melihat

kembali foto-foto radiografi vertebra sebelum mencoba blok dapat berguna. Lengkung spinal

mempengaruhi level tertinggi dengan merubah kontur dari ruang subarakhnoid. Pembedahan

spinal yang sebelumnya dapat menghasilkan kesulitan teknis memberikan blok.

Mengidentifikasi ruang interspinosus dan interlaminar dengan tepat, dapat sulit pada

leminectomi atau penyatuan spinal yang sebelumnya. Pendekatan paramedian mungkin lebih

mudah, atau tingkat diatas area pembedahan dapat dipilih. Blok dapat menjadin tidak lengkap,

atau tingkatnya dmungkin berbeda dari yang diantisipasi, karena perubahan anatomis post-

operasi.

Volume LCS berhubungan secara terbalik dengan level anestesi. Peningkatan tekanan

intraabdominal atau kondisi yang mengakibatkan pembengkakan dari vena epidural,

dihubungkan dengan blok yang tinggi. Ini termasuk kondisi seperti kehamilan, asites, dan

tumor abdominal yang besar. Dalam situasi klinis ini, level anestesi yang lebih tinggi

didapatkan dengan pemberian dosis anestesi lokal daripadda yang diharapkan. Untuk anestesi

spinal pada ibu hamil aterm, dosis anestesi dapat diturunkan sepertiganya daripada pada

pasien yang tidak hamil. Umur pasien yang berhububngan ddengan penurunan volume LCS

diperkirakan bertanggung jawab untuk level anestesi yang lebih tinggi diperoleh pada lansia

untuk dosis anestesi spinal tertentu. Kiphosis atau kiphoskoliosis yang parah dapat

dihubungkan dengan penurunan volume LCS dan menghasilkan levvel yang lebih tinggi dari

yang diharapkan, terutama dengan teknik hipobarik atau injeksi cepat. Ada opini yang

berlawanan bahwa peningkatan tekanan LCS disebabkan oleh batuk atau pereganga, atau

turbulensi saat injeksi mempunyai efek pada penyebaaran anestesi lokal dalam LCS.

Agen-Agen Anestesi Spinal

Banyak anestesi lokal yang digunakan untuk anestesi spinal pada masa lalu, tetapi

sekarang hanya beberapa saja yang digunakan. Ada ketertarikan baru pada medikasi lama

karena laporan-laporan peningkatan kasus timbulnya simptom-simpton neurologis transien

dengan lidokain 5%. Hanya Solusi anastesi yang tidak mengandung pengawet yang digunakan

sekarang. Penambahan vasokonstriktor (adrenergic agonists) dan opioid dapat menambah

kualitas dan/ atau memperpanjang durasi anestesi spinal. Vasokonstriktor termasuk

epinephrine (0.1–0.2 mg) dan phenylephrine (1–2 mg). Keduanya menurunkan uptake dan

clearance dari lokal anestesi dari LCS dan mungkin memiliki sifat analgesik spinal yang lemah.

Klonidine dan neostigmin juga mempunyai sifat anestesi spinal, tetapi sebagai tambahan

anestesi spinal terbatas.

Page 25: master case dr.nella

Bupivakain dan tertrakain yang hiperbarik adalah dua agen yang anestesi spinal yang

paling digunakan. Keduanya mempunyai onset yang relatif pelan (5–10 min) dan mempunayai

durasi yang lama (90–120 min). Walaupun kedua agen memproduksi level sensorik yang sama,

tetrakain spinal biasanya memproduksi blokade motorik yang lebih daripada dosis bupivakain

yang equivalen. Penambahan epinefrin pada bupivakain spinal memperpanjang durasinya

hanya sedikit. Sedangkan bupivakain memperpanjang durasi aneestesi tetrakain lebih dari

50%. Fenilefrin juga memperpanjang anestesi tetrakain tetapi tidak mempunyai blok spinal

tetrakain. Ropivakain juga sudah digunakan sebagai anesteesi spinal, tetapi penggunannya

terbatas. Dosis ropivakain 12 mg intratekal ekuivalen dengan 8 mg bupivakain secara kasar,

tetapi tidak tampak ada kelebihannya pada anestesi spinal. Lidokain dan prokain mempunyai

onset cepat (3–5 min) dan duration of action yang pendek (60–90 min). Ada data berlawanan

dimana durasi keduanya dapat diperpanjang dengan vasokonstriktor; efek apa saja terlihat

kecil. Walaupun lidokain untuk anestesi spinal sudah digunakan di seluruh dunia, beberapa

menghindarkan penggunaannya pada fenomena dari simptom-simptom neurologis transien

(TNS), dan sindrom cauda equina. Beberapa ahli menyarankan bahwa lidokain dapat

digunakan dengan aman sebagai anestesi spinal bila dosis total dilimitasi pada 60 mg dan

didilusi dengan 2.5% atau kurang dengan opioid dan/ atau LCS sebelum diinjeksi.

Pengulangan dosis setelah intial blok yang gagal harus dihindari dan juga penggunaan

epinefrin dengan lidokain.

Anestesi spinal hiperbarik lebih umum daripada teknik hipobarik atau isobarik. Level

anestesi bergantung pada posisi pasien selama dan setelah injeksi. Pada posisi duduk, "saddle

block" dapat diperoleh dengan menyuruh pasien duduk selama 3–5 min setelah injeksi agar

saraf lumbar bawah dan saraf sakral diblok. Bila pasien digerakkan dari posisi duduk ke posisi

terlentang seegera setelah injeksi, agennya akan berjalandari cephalad ke daerah dependen

yang ditandai oleh lengkung torakolumbal, dimana ikatan protein belum terjadi. Anestesi

hiperbarik diinjeksi intratekal dengan pasien pada posisi lateral dekubitus berguna untuk

prosedur ekstremitas bawah unilateral. Pasien dimiringkan dengan ekstremitas yang akan

dioperasi pada posisi yang dependen. Bila pasien ditahan pada posisi ini selama 5 menit

setelah injeksi, bloknya akan menjadi lebih kencang dan akan memperoleh tingkat tinggi pada

sisi operatif yang dependen.

Bila anestesi regional dipilih untuk prosedur pembedahan menyangkut panggul atau

fraktur ekstremitas bawah, anestesi spinal hipobarik dapat berguna karena pasien tidak perlu

tiduran pada ekstremitas yang terfraktur.

ADRENERGIC AGONISTS

Adrenergic agonists berinteraksi dengan beragam spesifitas (selektifitas) pada α - dan β

-adrenoceptors (Table 12–1). Overlapping dari aktivitas-aktivitas mempersulit prediksi dair

efek-efek klinisnya. Sebagai contoh, epinefrin menstimulasi α 1-, α 2-, β 1-, dan β 2-adrenoceptors.

Efek bersihnya pada tekanan darah arteri bergantung pada keseimbangan antara α 1-

Page 26: master case dr.nella

vasokonstriksi, α 2- dan β 2-vasodilatasi, dan pengaruh-pengaruh β 1-inotropik. Selain itu,

keseimbangan ini berubah dengan dosis yang berbeda.

Table 12–1. Selektifitas Receptor dari Adrenergic Agonists.1

Drugα 1

 α 2

 β 1

 β 2

 DA1

 DA2

 

Phenylephrine

+++

+

+

0

0

0

Methyldopa

+

+

0

0

0

0

Clonidine

Page 27: master case dr.nella

+

++

0

0

0

0

Dexmedetomidine

+

+++

0

0

0

0

Epinephrine2

 

++

++

+++

++

0

0

Ephedrine3

 

++

?

++

+

0

0

Page 28: master case dr.nella

Fenoldopam

0

0

0

0

+++

0

Norepinephrine2

 

++

++

++

0

0

0

Dopamine2

 

++

++

++

+

+++

+++

Dopexamine

0

0

+

+++

++

+++

Page 29: master case dr.nella

Dobutamine

0/+

0

+++

+

0

0

Terbutaline

0

0

+

+++

0

0

1 0, tidak ada efek; +, efek agonis (sedikit, sedang, tertanda); ?, efek tidak diketahui; DA 1 and DA 2 , dopaminergic receptors.

2 Efek-efek α 1 dari epinephrine, norepinephrine, dan dopamine menjadi lebih prominen pada dosis lebih tinggi.

3 Mode primer aksi dari ephedrine adalah stimulasi tidak langsung.

Adrenergic agonists dapat dikategorikan sebagai direk atau indirek. Agonis direk

berikatan dengan reseptor, tetapi agonis indirek meningkatkan aktivitas neurotransmitter

endogen. Mekanisme-mekanisme dari aksi tidak langsung termasuk peningkatan pelepasan

atau penurunan pengambilan dari norepinephrine. Bedanya antara mekanisme aksi langsung

maupun tidak langsung, berguna bagi pasien-pasien yang mempunyai cadangan-cadangan

abnormal norepinephrine endogen, seperti yang dapat terjadi dengan penggunaan dari

medikasi antihipertensi atau inhibitor-inhibitor monoamine oxidase. Hipotensi intraoperative

dalam pasien-pasien ini haru diobati dengan agonis direk, dimana respon pada agonis indirek

akan diubah.

Page 30: master case dr.nella

Perbedaan lain dari adrenergic agonists adalah struktur kimianya. Adrenergic agonists

yang mempunyai struktur 3,4-dihydroxybenzene dikenal dengan katekolamin. Obat-obat ini

biasanya bekerja singkat karena dimetabolisme oleh monoamine oxidase dan chatechol-O-

methyltransferase. Pasien-pasien yang berobat dengan inhibitor monoamine oxidase atau

antidepresan trisiklik dapat memperlihatkan respons berlebihan dengan katekolamin.

Katekolamin alami adalah epinephrine, norepinephrine, dan dopamine. Merubah struktur side-

chain (R1, R2, R3) katekolamin alami sudah membawa pembuatan dari katekolamin sintetis

(seperti isoproterenol dan dobutamine), yang lebih reseptor spesifik.

β1-Receptors

β1-receptoryang paling penting berlokasi pada membrane postsinaps dalamjantung.

Stimulasi dari reseptor-reseptor ini mengaktifkan adenylate cyclase, yang merubah adenosine

triphosphate menjadi cyclic adenosine monophosphate dan menginisiasi cascade kinase

phosphorylation. Inisiasi dari cascade ini mempunyai efek-efek kronotropik (peningkatan heart

rate), dromotropik (peningkatan konduksi) positif, dan inotropik (peningkatan kontraktilitas)

negatif.

β2-Receptors

β2-Receptors merupakan adrenoceptors postsinaps berlokasi pada otot polos dan sel-sel

kelenjar. Mereka membagi mekanisme aksi dengan β1-receptors: aktivasi adenylate cyclase.

Walau ada persamaan ini, stimulasi β2 merelaxasi otot polos, mengakibatkan bronkodilatasi,

vasodilatasi, dan relaxasi dari uterus (tocolysis), kandung kemih, dan abdomen.

Glycogenolysis, lipolysis, gluconeogenesis, dan pelepasan insulin distimulasi dengan

pengaktifan β2-receptor. β2-Agonists juga mengaktifkan pompa natrium-kalium, yang membuat

kalium jadi intraselluler dan juga menginduksi hipokalemi dan disrithmia.

β3-Receptors

β3-Receptors ditemukan di kandung empedu dan jaringan adipose otak. Perannya pada

fisiologis kandung empedu tidak diketahui, tetapi terdapata peran dalam lipolysis dan

thermogenesis dalam lemak.

Edema Paru Kardiogenik Akut

Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik. Edema paru dibedakan oleh karena sebab Kardiogenik dan NonKardiogenik.

Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya

Page 31: master case dr.nella

faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik. Edema Paru dapat terjadi oleh karena banyak mekanisme yaitu :

I. Ketidak-seimbangan Starling Forces :A. Peningkatan tekanan kapiler paru :

1. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).2. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.3. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).

B. Penurunan tekanan onkotik plasma.1. Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.

C. Peningkatan tekanan negatif intersisial :1. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).2. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expira-tory volume (asma).

D. Peningkatan tekanan onkotik intersisial.1. Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan mau-pun klinik.

II. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory DistressSyndrome)A. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).B. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon®, NO2, dsb).C. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl thiourea).D. Aspirasi asam lambung.E. Pneumonitis radiasi akut.F. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).G. Disseminated Intravascular Coagulation.H. Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.I. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.J. Pankreatitis Perdarahan Akut.

III. Insufisiensi Limfatik :A. Post Lung Transplant.B. Lymphangitic Carcinomatosis.C. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).

IV. Tak diketahui/tak jelas

A. High Altitude Pulmonary Edema.

B. Neurogenic Pulmonary Edema.

C. Narcotic overdose.

D. Pulmonary embolism.

E. Eclampsia.

F. Post Cardioversion.

G. Post Anesthesia.

Page 32: master case dr.nella

H. Post Cardiopulmonary Bypass.

Dari klasifikasi di atas edema paru dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Untuk

pengobatan yang tepat tentunya harus diketahui penyakit dasamya

(1). MANIFESTASI KLINIK EDEMA PARU KARDIOGENIK Manifestasi dapat dicari dari

keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi (foto toraks).

Gambaran dapat dibagi 3 stadium,

meskipun kenyataannya secara klinik sukar dideteksi dini.

Stadium 1.

Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran

gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini

mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas

menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya

saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.

Stadium 2.

Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur,

demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B).

Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran

napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi

refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda

gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga

penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit

perubahan saja.

Stadium 3.

Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan

hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan

volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt.

Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi

hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan

dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988).

Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru.

Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteriakoronaria, terjadi edema paru

walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah dengan pemberian indomethacin

sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic nucleotide

phosphodiesterase akan mengurangi edema paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas

alveolar-kapiler; pada manusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang kadang penderita

dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini

Page 33: master case dr.nella

mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun tekanan

kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan

permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti

pada cardiogenic shock lung.

BAB III

ANALISA KASUS

Kondisi Pre-operasi

Durante Operasi

Kondisi Post-Operasi (Maslah di ICU)

Page 34: master case dr.nella

KESIMPULAN

Page 35: master case dr.nella