masalah konflik keluarga

34
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan perlu kepala rumah tangga sebagai tokoh penting yang mengemudikan perjalanan hidup keluarga disamping beberapa anggota keluarga lainnya. Anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak merupakan suatu kesatuan yang kuat apabila terdapat hubungan baik antara ayah-ibu, ayah-anak dan ibu-anak. Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antar semua pribadi dalam keluarga. Interaksi antar pribadi yang terjadi dalam keluarga ini ternyata berpengaruh terhadap keadaan bahagia (harmonis) atau tidak bahagia (disharmonis) pada salah seorang atau beberapa anggota keluarga lainnya. Sebuah keluarga disebut harmonis apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, kekecewaan dan puas 1

Upload: mayora-ulfa

Post on 13-Jul-2016

35 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Masalah Konflik Keluarga

TRANSCRIPT

Page 1: Masalah Konflik Keluarga

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan

sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian

setiap anggota keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga

memerlukan organisasi tersendiri dan perlu kepala rumah tangga sebagai

tokoh penting yang mengemudikan perjalanan hidup keluarga disamping

beberapa anggota keluarga lainnya.

Anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak merupakan suatu

kesatuan yang kuat apabila terdapat hubungan baik antara ayah-ibu, ayah-anak

dan ibu-anak. Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam

hubungan timbal balik antar semua pribadi dalam keluarga. Interaksi antar

pribadi yang terjadi dalam keluarga ini ternyata berpengaruh terhadap keadaan

bahagia (harmonis) atau tidak bahagia (disharmonis) pada salah seorang atau

beberapa anggota keluarga lainnya.

Sebuah keluarga disebut harmonis apabila seluruh anggota keluarga

merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, kekecewaan dan

puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya (eksistensi atau

aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental, emosi dan sosial seluruh

anggota keluarga. Sebaliknya, keluarga disebut disharmonis apabila ada

seorang atau beberapa orang anggota keluarga yang kehidupannya diliputi

konflik, ketegangan, kekecewaan dan tidak pernah merasa puas dan bahagia

terhadap keadaan serta keberadaan dirinya.

Keadaan ini berhubungan dengan kegagalan atau ketidakmampuan dalam

penyesuaian diri terhadap orang lain atau terhadap lingkungan sosialnya

Ketegangan maupun konflik dengan pasangan atau antara suami dan istri

merupakan hal yang wajar dalam sebuah keluarga atau rumah tangga. Tidak

ada rumah tangga yang berjalan tanpa konflik namun konflik dalam rumah

tangga bukanlah sesuatu yang menakutkan.

1

Page 2: Masalah Konflik Keluarga

Apabila konflik dapat diselesaikan secara sehat maka masing-masing

pasangan (suami-istri) akan mendapatkan pelajaran yang berharga, menyadari

dan mengerti perasaan, kepribadian, gaya hidup dan pengendalian emosi

pasangannya sehingga dapat mewujudkan kebahagiaan keluarga. Penyelesaian

konflik secara sehat terjadi bila masing-masing pihak baik suami atau istri

tidak mengedepankan kepentingan pribadi, mencari akar permasalahan dan

membuat solusi yang sama-sama menguntungkan melalui komunikasi dan

kebersamaan.

Oleh karena itu, kita perlu mengetahui apa-apa saja masalah-masalah yang

sering kali memicu konflik dalam institusi keluarga, agar dapat disikapi lebih

dini sebelum masalah tadi berujung pada sebuah konflik yang dapat

menghancurkan keutuhan keluarga.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Definisi Keluarga?

2. Apa itu Litigasi?

3. Apa itu Non Litigasi?

4. Bagaimana Strategi Advokasi Hukum?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui Apa Definisi Keluarga

2. Mengetahui Apa itu Litigasi.

3. Mengetahui Apa itu Non Litigasi.

4. Mengetahui Bagaimana Strategi Advokasi Hukum.

2

Page 3: Masalah Konflik Keluarga

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Keluarga

Definisi keluarga dikemukakan oleh beberapa ahli :

1. Reisner (1980)

Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau

lebih yang masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri

dari bapak, ibu, adik, kakak, kakek dan nenek.

2. Logan’s (1979)

Keluarga adalah sebuah sistem sosial dan sebuah kumpulan

beberapa komponen yang saling berinteraksi satu sama lain.

3. Gillis (1983)

Keluarga adalah sebagaimana sebuah kesatuan yang kompleks

dengan atribut yang dimiliki tetapi terdiri dari beberapa komponen

yang masing-masing mempunyai arti sebagaimana unit individu.

4. Duval

Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh

ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk

meningkatkan dan mempertahankan budaya yang umum,

meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari

tiap anggota.

5. Bailon dan Maglaya

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih individu yang

bergabung karena hubungan darah, perkawinan, atau adopsi, hidup

dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama lainnya dalam

perannya dan menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.

6. Johnson’s (1992)

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai

hubungan darah yang sama atau tidak, yang terlibat dalam kehidupan

yang terus menerus, yang tinggal dalam satu atap, yang mempunyai

3

Page 4: Masalah Konflik Keluarga

ikatan emosional dan mempunyai kewajiban antara satu orang dengan

orang yang lainnya.

7. Lancester dan Stanhope (1992)

Dua atau lebih individu yang berasal dari kelompok keluarga yang

sama atau yang berbeda dan saling menikutsertakan dalam kehidupan

yang terus menerus, biasanya bertempat tinggal dalam satu rumah,

mempunyai ikatan emosional dan adanya pembagian tugas antara satu

dengan yang lainnya.

8. Jonasik and Green (1992)

Keluarga adalah sebuah sistem yang saling tergantung, yang

mempunyai dua sifat (keanggotaan dalam keluarga dan berinteraksi

dengan anggota yang lainnya).

9. Bentler et. Al (1989)

Keluarga adalah sebuah kelompok sosial yang unik yang

mempunyai kebersamaan seperti pertalian darah/ikatan keluarga,

emosional, memberikan perhatian/asuhan, tujuan orientasi kepentingan

dan memberikan asuhan untuk berkembang.

10. National Center for Statistic (1990)

Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau

lebih yang berhubungan dengan kelahiran, perkawinan, atau adopsi

dan tinggal bersama dalam satu rumah.

11. Spradley dan Allender (1996)

Satu atau lebih individu yang tinggal bersama, sehingga

mempunyai ikatan emosional, dan mengembangkan dalam interelasi

sosial, peran dan tugas.

B. Litigasi

1. Litigasi

Advokasi Litigasi adalah salah satu bentuk advokasi hukum yang

dilakukan melalui proses pengadilan, bahkan sebelum kasus atau satu

perkara di sidangkan ke pengadilan, pendampingan klien atas pemeriksaan

4

Page 5: Masalah Konflik Keluarga

atau penyidikan di tingkat kepolisian, serta proses penuntutan di tingkat

kejaksaan dapat juga dikatagorikan sebagai bentuk litigasi.

Di dalam melaksanakan advokasi hukum dalam bentuk litigasi ini

jelas dibutuhkan keahlian dan ketrampilan serta pengetahuan tentang

prosedur hukum beracara mulai dari tingkat kepolisian, kejaksaan, hingga

tingkat pengadilan. Lazimnya proses advokasi hukum yang demikian ini

dilakukan oleh kelompok professional yang memiliki izin untuk itu, yang

biasanya dikenal dengan sebutan advokat atau penasehat hukum.

Penasehat hukum biasanya dalam mengadvokasi kliennya mulai dari:

a. Pemeriksaan Pendahuluan

Adalah pemeriksaan tahap awal terhadap seorang tersangka yang

dilakukan oleh penyidik. Kedudukan dari seorang tersangka dalam

pemeriksan pendahuluan menurut sistem H.I.R, adalah sebagai

obyeknya yang harus diperiksa atau obyek pemeriksaan artinya

sebagai barang yang harus diperiksa wujudnya berhubung dengan

adanya suatu persangkaan.

b. Pemeriksaan Persidangan

Adalah pemeriksaan terhadap seorang terdakwa didepan sidang

pengadilan, dimana hakim mengadili perkara yang diajukan

kepadanya. Pemeriksaan persidangan ini berarti serangkaian tindakan

hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara pidana. Pada

persidangan ini terdakwa bebas memilih penasihat hukum untuk

membantu terdakwa apabila hakim yang memeriksa menyalahi

wewenang dan juga mengarah berat sebelah dengan penuntutan,

sehingga akan merugikan hak azasi terdakwa dan terdakwa akan

kehilangan hak azasinya. Peranan advokasi hukum dalam hal ini

membantu melancarkan persidangan dan berusaha sekuat dan segala

kemampuannya untuk membantu meringankan penderitaan terdakwa.

5

Page 6: Masalah Konflik Keluarga

c. Pemeriksaan biasa

Apabila pengadilan negeri berpendapat bahwa perkara yang

diajukan kepadanya termasuk wewenangnya, maka ketua pengadilan

negeri menunjuk hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut dan

hakim yang bersangkutan menetapkan hari sidang, memeritahkan

penuntut umum memanggil terdakwa dan saksi untuk datang

dipersidangan dengan surat panggilan yang sah yang harus deterima

yang bersangkutan selambat – lambatnya tiga hari sebelum sidang.

( pasal 145, pasal 146, pasal 152, UU, No.8 th 1981 ).

Acara pemeriksaan biasa dimulai dengan pembukaan sidang oleh

hakim ketua sidang yang menyatakan sidang dibuka untuk umum,

kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwanya anak – anak yang

menurut undang – undang harus disidangkan secara tertutup. Yang

lebih dahulu diperiksa dalam sidang pengadilan adalah terdakwa, lalu

saksi korban, lalu saksi – saksi lain baik yang meringankan maupun

yang memberatkan terdakwa. Penuntut umum dan penasihat hukum

mendapat kesempatan bertanya juga. Pada permulaan sidang, hakim

ketua menanyakan identitas terdakwa secara lengkap dan

mengingatkan agar terdakwa memperhatikan segala yang didengar dan

dilihat dalam sidang.

Kemudian hakim ketua sidang minta kepada penuntut umum untuk

membacakan surat dakwaan dan menanyakan kepada terdakwa apakah

sudah mengerti tentang dakwaan itu. Apabila tidak mengerti, maka

penuntut umum atas permintaan hakim ketua sidang wajib memberi

penjelasan yang diperlukan. Selanjutnya terdakwa atau penasihat

hukumnya dapat mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak

berwenang memeriksa perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima

atau surat dakwaan harus dibatalkan dan kepada penuntut umum diberi

kekuasaan untuk menanyakan pendapatnya. Atas keberatan tersebut

hakim mempertimbangkan dan untuk selanjutnya mengambil

keputusan. Apabila hakim menyatakan keberatan tersebut diterima,

6

Page 7: Masalah Konflik Keluarga

maka perkara itu tidak diperiksa lebih lanjut, dan apabila tidak

diterima atau hakim berpendapat hat tersebut baru dapat diputus

setelah selesai pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan. Apabila

penuntut umum berkeberatan terhadap keputusan hakim tersebut, maka

ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi melalui

pengadilan negeri yang bersangkutan.

Terdakwa atau penasihat hukumnya dapat juga mengajukan

perlawanan terhadap keputusan hakim tersebut kepada pengadila tinggi

dan dalam waktu empat belas hari sejak diajukannya perlawanan

tersebut apabila pengadilan tinggi menerimanya, maka dengan surat

penetapannya membatalkan putusan pengadilan negeri dan

memerintahkan pengadilan negeri yang berwenang untuk memeriksa

perkara itu. Perlawanan terdakwa tersebut dapat diajukan bersama –

sama dengan permintaan banding. Apabila pengadilan yang berwenang

memeriksa perkara itu berkedudukan didaerah hukum pengadilan

tinggi lain, maka kejaksaan negeri mengirimkan perkara tersebut

kepada kejaksaan negeri dalam daerah hukum pengadilan negeri yang

berwenang ditempat itu.

Keputusan hakim dapat berupa salah satu dari tiga kemungkinan,

yaitu :

1) Pembebasan atau putusan bebas, jika kesalahan terdakwa tidak

terbukti.

2) Lepas dari tuntutan hukum, jika perbuatan terdakwa terbukti

tetapi bukan merupakan tindak pidana.

3) Pemidanaan atau pidan, jika kesalahan terdakwa terbukti secara

sah dan meyakinkan.

7

Page 8: Masalah Konflik Keluarga

C. Non Litigasi

1. Non litigasi

Di samping melalui Litigasi, juga dikenal Alternatif penyelesaian

sengketa di Luar Pengadilan yang lazim disebut Non Litigasi. Alternatif

penyelesaian sengketa Non Litigasi adalah suatu pranata penyelesaian

sengketa di luar pengadilan atau dengan cara mengesampingkan

penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. Dewasa ini cara

penyelesaian sengketa melalui peradilan mendapat kritik yang cukup

tajam, baik dari praktisi maupun teoritisi hokum. Peran dan fungsi

peradilan, dianggap mengalami beban yang terlampau

padat (overloaded), lamban dan buang waktu (waste of time), biaya

mahal(very expensif) dan kurng tanggap (unresponsive) terhadap

kepentingan umum, atau dianggap terlalu formalistis (formalistic) dan

terlampau teknis (technically).

Dalam pasal (1) angka (10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun

1999, disebutkan bahwa masyarakat dimungkinkan memakai alternatif lain

dalam melakukan penyelesaian sengketa. Alternatif tersebut dapat

dilakukan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

penilaian ahli.

Berikut adalah contoh strategi dalam advokasi non litigasi bagi

PTK-PNF oleh LKBH:

Menurut Fiona Boyle et al., advokasi hukum tidak lain adalah seni

tentang persuasi di dalam konteks hukum, yakni suatu persuasi yang

berakar kepada pemahaman suatu kasus, dan pengetahuan yang cukup

terhadap peraturan perundang-undangan, serta kemampuan persuasif

sebelum kasus tersebut diperiksa di dalam pengadilan atau tribunal.

Berdasarkan rumusan yang demikian ini kemampuan advokasi

sangat erat dengan unsur pengetahuan dan pemahaman terhadap hukum

yang berlaku.  Kemampuan advokasi hukum lainnya yang tidak kalah

pentingnya adalah kemampuan interview, menyusun ilustrasi kasus

(kronologi kasus), serta kemahiran di bidang penelitian dan analisis kasus

8

Page 9: Masalah Konflik Keluarga

hukum. Kemampuan tersebut pada prinsipnya dapat memberikan arah dan

fokus advokasi yang efektif, yakni  menentukan apakah suatu kasus adalah

kasus hukum atau bukan; bentuk advokasi hukum yang dibutuhkan; serta

strategi mana yang dianggap paling sesuai untuk mencapai hasil yang

diinginkan. 

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya di dalam proses advokasi

adalah faktor persiapan yang sudah dilakukan oleh pihak yang akan

melakukan advokasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan suatu

advokasi sangat ditentukan oleh bagusnya persiapan yang dilakukan

sebelum advokasi dilakukan. Hal ini kiranya sangat sesuai dengan

ungkapan yang menyatakan bahwa persiapan yang memadai merupakan

setengah langkah dari keberhasilan. Adapun jenis persiapan yang perlu

dilakukan di dalam melakukan advokasi   antara lain meliputi identifikasi

kasus, yakni usaha untuk mendapatkan ilustrasi tentang anatomi kasus;

menginventarisir bahan-bahan hukum; menganalisis alat-alat bukti;

menyusun atau mengkonstruksi advokasi hukum serta memprediksi

berbagai kemungkinan yang bakal terjadi terhadap jalannya kasus.

Di samping itu persiapan penting lainnya adalah mempersiapkan

diri si pemberi advokasi bahwa dirinya benar-benar yakin dan memiliki

waktu dan kemampuan untuk menyelesaikan kasus yang tengah

dihadapainya, atau setidaknya dia memiliki referensi alternatif, manakala

kasus yang ditangani tersebut terhenti di tengah jalan, maka advokasi

substitusi sudah siap untuk menggantikannya.

Untuk lebih jelasnya berikut ini akan diuraikan secara sederhana

beberapa tahapan penting untuk dilakukan di dalam melakukan advokasi,

yaitu:

a. Identifikasi dan analisis kasus;

b. pemberian pendapat hukum (legal memorandum); dan

c. praktek pendampingan hukum.

9

Page 10: Masalah Konflik Keluarga

2. Tahap Identifikasi dan Analisis Kasus

Bahwa langkah pertama yang harus dilakukan di dalam proses

advokasi hukum ialah melakukan identifikasi permasalahan atau kasus

hukum yang hendak ditangani. Asumsinya adalah semakin awal diketahui

seluruh aspek kasus hukum yang menjadi obyek advokasi, maka semakin

fokus dan akurat advis dan langkah hukum  yang akan dilakukan.

Sebagaimana diketahui, bahwa setiap kasus hukum tidak selalu

berdimensi tunggal, akan tetapi tidak jarang suatu kasus mencakup di

dalamnya lebih dari satu dimensi hukum, baik dimensi pidana, perdata

bahkan juga dimensi hukum administrasi. Sebagai contoh sederhana, kasus

hukum kekerasan di dalam proses belajar-mengajar --pemukulan peserta

didik yang dilakukan oleh oknum pendidik dengan dalih penegakan

disiplin—- setidaknya ada tiga aspek hukum yang bisa dikenakan dalam

kasus ini, yaitu aspek pidana (penganiayaan); aspek perdata (ganti rugi

atas dasar pebuatan melawan hukum); serta aspek hukum administrasi

(pemberian skorsing, penghentian sementara tugas mengajar).

Akan tetapi tidak jarang pula suatu persoalan yang dimintakan

advokasi hukum justru sama sekali bukan termasuk bidang garapan

advokasi hukum melainkan garapan bidang institusi lainnya. Misalnya

permasalahan keinginan sejumlah PTK-PNF untuk  diangkat statusnya

menjadi pegawai negeri sipil. Jelas yang demikian ini bukan fokus

advokasi hukum, melainkan bagian dari urusan biro kepegawaian. Oleh

karena masalah tersebut bukan ranah hukum, akan tetapi masuk ke dalam

katagori ranah administrasi.

Berdasarkan hal demikian ini, langkah identifikasi aspek hukum

suatu kasus adalah sangat penting di dalam proses advokasi hukum. Proses

identifikasi yang  akurat dan obyektif, akan menghasilkan langkah dan

strategi yang tepat di dalam proses advokasi hukum, yaitu: 

a. Sejak dini sudah dapat dipastikan bahwa kasus tersebut perlu

dilakukan advokasi hukum ataukah tidak;

10

Page 11: Masalah Konflik Keluarga

b. Bahwa jika kasus tersebut adalah kasus hukum, maka aspekhukum

apakah yang perlu diprioritaskan advokasi hukumnya;

c. Jika kasus tersebut di luar bidang keahliannya perlukah meminta

bantuan tenaga yang lebih expert;

d. Ataukah tidak sebaiknya kasus tersebut disarankan untuk ditangani

oleh pihak yang lebih berkompeten, dan seterusnya.

Selanjutnya langkah yang mesti ditempuh pasca identifikasi aspek

hukum  suatu kasus  adalah fase analisis kasus (case analysis . Bahwa

tahap analisis kasus ini dilakukan adalah untuk mengetahui secara obyektif

duduk persoalan atau fakta empiris dari suatu kasus dengan cara

mengumpulkan informasi dan berbagai alat bukti yang berkaitan dengan

kasus tersebut. 

Kemudian setelah itu dilakukan pula proses inventarisasi peraturan

hukum maupun jurisprudensi yang berhubungan dengan kasus yang perlu

diadvokasi tersebut. Bahkan perburuan informasi melalui literatur dan

studi kepustakaan adalah sesuatu yang niscaya di dalam menganalis suatu

kasus, karena  ada kemungkinan kasus yang tengah dihadapi ternyata

pernah terjadi atau setidaknya mirip dengan kasus di tempat lain.

Seterusnya jika dirasa perlu, konsultasi dengan kaum intelektual hukum

yang ahli di bidangnya perlu dilakukan untuk memperoleh kejelasan suatu

kasus.

Berdasarkan serangkaian investigasi fakta dan norma hukum tersebut,

maka kasus tersebut setidaknya telah diketemukan jawabannya secara

hipotetis atau secara apriori, yakni:

1) tentang kedudukan klien, posisinya kuat (pihak yang benar) ataukah

justru lemah (pihak yang salah);

2) alat-alat bukti apakah yang mesti dihadirkan untuk memperkuat posisi

klien;

3) strategi apakah yang perlu ditempuh di dalam proses advokasi tersebut;

4) prediksi mengenai probabilitas berhasil tidaknya advokasi hukum itu,

dan seterusnya.

11

Page 12: Masalah Konflik Keluarga

Berdasarkan uraian di atas dapatlah disimpulkan, bahwa langkah

identifikasi masalah dan analisis kasus pada dasarnya adalah ketrampilan

hukum atau lebih tepatnya ketrampilandi bidang penelitian hukum.

a. Tahap Pemberian Pendapat Hukum (Legal Memorandum)

Pendapat hukum atau legal memorandum sesungguhnya adalah

salah satu jenis penulisan esai yang berkenaan dengan isu hukum. Memo

hukum ini biasanya ditulis bedasarkan hasil kajian dan penelusuran

hukum oleh mahasiswa hukum maupun advokat. Isi memo hukum

tersebut antara lain berkenaan dengan isu atau permasalahan hukum,

kesimpulan, diskusi penerapan hukum terhadap suatu peristiwa, catatan

atau kemungkinan implikasi hukum kasus tersebut, serta rekomendasi

yang dihasilkan berdasarkan diskusi.

Dalam kaitannya dengan tahapan advokasi sebelum ini, yaitu tahap

identifikasi dan analisis kasus, maka pendapat hukum atau memo hukum

ini tidak lain adalah catatan pihak pemberi layanan advokasi terhadap

kliennya mengenai posisi kasus, prediksi kasus, catatan-catatan kritis

atas kasus tersebut, serta rekomendasi yang disarankan untuk dilakukan

oleh klien.

Bahwa pemberian pendapat hukum ini harus diberikan secara

obyektif dan tidak boleh ditutup-tutupi, termasuk konsekuensi atau

dampak yang akan terjadi manakala kasus tersebut terpaksa diselesaikan

melalui mekanisme advokasi hukum. Dengan demikian, diharapkan

keputusan yang diambil klien betul-betul obyektif, tidak emosional dan

tidak obsesif atau wishful thinking.

b. Tahap Pendampingan Hukum

Bahwa pada tahap ini, pihak penyedia layanan advokasi hukum

(LKBH) telah menyatakan kesediaanya untuk melakukan advokasi

hukum sebagaimana dikehendaki oleh pihak klien. Berkenaan dengan

implementasi advokasi hukum ini ada baiknya diperhatikan, hal-hal

yang perlu ditegaskan di dalam proses advokasi agar dapat berjalan

efektif. Yaitu:

12

Page 13: Masalah Konflik Keluarga

1) Aspek legitimasi proses advokasi hukum melalui pemberian surat

kuasa;

2) Aspek kontraktual yang berisi kesepakatan mengenai hak dan

kewajiban masing-masing pihak;

3) Aspek logistik atau yang berkenaan dengan masalah finansial yang

dibutuhkan selama proses advokasi tersebut.

Dalam kaitan ini, ada baiknya sebagai ilustrasi perbandingan,

diketengahkan ketentuan, syarat,  prosedur advokasi hukum yang

dilakukan oleh LKBH  Universitas Muhammadiyah Malang yang

menjadi partner Direktorat PTK-PNF, yakni antara lain:

Bahwa advokasi hukum diberikan kepada:

1) Tenaga pendidik yang masih berstatus PTK-PNF, yang dibuktikan

dengan surat keputusan atau surat tugas PTK-PNF yang diterbitkan

oleh pejabat yang berwenang;

2) Terdapat permasalahan hukum atau permasalahan profesi yang

terkait dengan pelaksanaan tugas sebagai PTK-PNF; dan Layanan

advokasi hukum tidak dikenai biaya apapun.Sementara itu

prosedur advokasi hukum diberikan kepada PTK-PNF dengan

cara: PTK-PNF yang bersangkutan atas inisiatif sendiri atau atas

permintaan asosiasi mengajukan permohonan  advokasi hukum,

baik secara lisan maupun secara tertulis; LKBH segera melakukan

verifikasi terhadap permohonan yang diajukan; Jawaban atau

rekomendasi dari LKBH diberikan secara tertulis paling lambat

tujuh hari setelah permohonan masuk.

Selanjutnya penanganan kasus melalui advokasi hukum yang

dilakukan LKBH, setidaknya harus memenuhi empat indicator, yakni:

1) Aspek kemendesakan (urgensi);

2) Aspek tingkat ancaman;

3) Aspek hasil analisis kasus; dan

4) Aspek rekomendasi.

13

Page 14: Masalah Konflik Keluarga

D. Strategi Advokasi Hukum

Strategi yang digunakan di dalam proses advokasi hukum tentunya sangat

ditentukan oleh pendekatan yang dilakukan di dalam keseluruhan proses

advokasi. Strategi yang dipilih juga bergantung kepada cara pandang terhadap

advokasi itu sendiri, yakni berkaitan dengan seberapa besar harapan yang akan

diperoleh berupa konsesi, pemberian timbal balik, maupun solusi yang

mungkin bisa dicapai. Dengan kata lain strategi dapat dimaknai sebagai taktik

yang digunakan untuk mencapai hasil yang terbaik sesuai dengan yang

diharapkan.

Sesungguhnya di dalam literatur tidak dijumpai model strategi advokasi

hukum, oleh karena proses advokasi hukum tidak berkaitan dengan teknik

meyakinkan pihak lawan dengan bujukan, ancaman atau pun tawaran berupa

pemberian suatu konsesi tertentu. Advokasi hukum justru melakukan persuasi

kepada pihak lawan dengan menggunakan dalil-dalil hukum dan fakta-fakta

obyektif untuk memaksa lawan melakukan tindakan tertentu. Model strategi

yang dikenal dalam proses advokasi, justru dijumpai di dalam salah satu

varian advokasi hukum yaitu proses negoisasi. Jika strategi negoisasi itu

dianalogikan terhadap proses advokasi hukum, maka strategi advokasi hukum

dibedakan atas lima macam, yakni:

1. Strategi Kompetitif

Strategi ini menggunakan pendekatan diameteral atau saling

berhadap-hadapan antara pihak yang satu dengan pihak lainnya.

Kedudukan masing-masing pihak berada di antara posisi ekstrim yaitu

menang atau kalah. Tujuan  yang hendak dicapai melalui strategi

kompetitif adalah untuk menghancurkan kepecayaan diri pihak lawan. Di

samping itu juga diharapkan memperoleh keuntungan sebanyak mungkin

dari pihak lawan yang kalah. Kelebihan strategi adalah:

a. Sangat membantu penyelesaian kasus terutama kasus kecil atau

sederhana;

b. Bersifat intimidatif, terutama dalam kondisi perimbangan kekuatan

yang timpang; dan Efektif digunakan pada awal advokasi hukum,

14

Page 15: Masalah Konflik Keluarga

ketika pihak lawan belum mengetahui kekuatan atau kelemahan yang

sesungguhnya.

Sedangkan kekurangan strategi ini adalah:

a. Tidak kreatif untuk mencari solusi alternatif;

b. Tidak realistis;

c. Sulit untuk dilakukan dalam waktu yang agak lama;

d. Dapat menimbulkan reaksi yang tidak diharapkan.

2. Strategi Kooperatif;

Pendekatan kooperatif di sini dimaksudkan untk memperoleh hasil

yang terbaik dari masing-masing pihak. Para pihak bertujuan untuk

membuat kesepakatan yang saling menguntungkan satu sama lain, dengan

cara mengabaikan konflik, saling berusaha mempercayai, menawarkan

konsiliasi, kemauan untuk saling memberi, saling terbuka.

                        Adapun keuntungan strategi kooperatif antara lain:

a. Kemustahilan terjadinya dead lock;

b. Terjaganya hubungan baik para pihak;

c. Minimnya ketegangan dan tingkat stress di antara para pihak.

                        Sementara itu sisi kelemahannya pendekatan ini, ialah:

a. Para pihak dipersepsikan lemah tidak berdaya;

b. Membutuhkan informasi yang memadai tentang pihak lain;

c. Berisiko tinggi  jika salah satu pihak beriktikad tidak baik sedangkan

kesepakatan belum selesai seluruhnya.

3. Strategi Pemecahan Masalah

Strategi ini berkonsentrasi untuk menemukan solusi kreatif di

dalam usahanya memberikan bagian atau interest kepada kedua belah

pihak. Tujuan utama strategi ini ialah menganggap suatu pemasalahan itu

dapat dipisahkan dari manusia – sebagaimana kata orang bijak, bahwa

tidak ada persoalan yang tidak ada jalan keluarnya--  tentunya melalui

berbagai opsi yang dituangkan dalam kesepakatan kontraktual.

Karakteristik strategi ini antara lain:

a. Berusaha untuk memahami pihak lainnya secara emphati;

15

Page 16: Masalah Konflik Keluarga

b. Menghargai ikatan emosional di antara para pihak;

c. Fokus terhadap masing-masing kepentingan pihak lain;

d. Menekankan kepada komunikasi yang baik; dan

e. Melahirkan solusi kreatif dan inovatif.

                        Sementara itu keunggulan strategi ini ialah:

a. Tidak saling menjatuhkan, dead lock dapat dihindari;

b. Fokus kepada permasalahan utama;

c. Kreatif.

                  Sedangkan kelemahan stategi ini, adalah:

a. Membutuhkan informasi lebih banyak ;

b. Sulit dilakukan jika pihak lain tidak menghendaki strategi ini;

c. Tidak realistis, agaknya sulit ditemui proses advokasi yang

menghasilkan kepuasan di antara para pihak yang bertikai.

4. Strategi Mengelak (Avoiding) 

Strategi ini tujuan utamanya adalah mencari-cari alasan untuk menolak

berbagai bentuk kemajuan riil yang dicapai dalam proses advokasi. Dalam

praktek strategi sudah jarang dipakai, karena strategi ini digunakan dalam

keadaan terdesak, dan sifatnya hanya mengulur-ulur waktu saja (buying

time).

                         Adapun kelebihan strategi ini ialah:

1. Dapat meletakkan pihak lawan dalam posisi di bawah tekanan (under

pressure);

2. Memaksa pihak lawan untuk mengambil inisitif;

3. Dapat menunda pelaksanaan kesepakatan melalui cara mengulur

waktu.

                  Sedangkan keburukan strategi ini adalah:

1. Dapat memberikan keleluasan pihak lawan untuk mengendalikan

pihak yang mengelak;

2. Adanya ancaman untuk diselesaikan lewat jalur pengadilan dengan

kekuatan sita dan eksekusinya;

16

Page 17: Masalah Konflik Keluarga

3. Bertentangan dengan hukum acara yang menganjurkan penyelesaian

kasus secara sederhana dan tidak berbelit-belit;

4. Strategi ini tidak etis.

5. Strategi Akomodatif 

Strategi ini sering dipadankan dengan strategi kooperatif yang

dilakukan secara ekstrem. Strategi akomodatif melibatkan kesepakatan

terhadap penawaran pihak lawan secara ekstrem.  Yaitu kemungkinan

penerimaan tawaran pihak lawan tanpa persyaratan apapun. Karakteristik

strategi ini mungkin hanya digunakan oleh keompok advokasi hukum

yang kurang berpengalaman. Kelebihan strategi ini tida ada, sedangkan

kelemahannya terletak pada kegagalannya untuk meraih hasil yang baik,

hampir-hampir tidak mungkin diperoleh.

 

 

17

Page 18: Masalah Konflik Keluarga

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keluarga merupakan wadah sosialisasi yang pertama, dan penting, karena

akan sangat mempengaruhi terbentuknya perilaku seseorang. Anak yang

tumbuh dalam sebuah keluarga akan mencerminkan pola pengasuhan yang

diterapkan kepada dia, dalam kehidupannya sehari. Maka dari itu peran

keluarga tempat tumbuh dan berkembangnya individu memegang peranan

yang cukup central.

Meskipun keluarga inti hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak, namun

konflik-konflik atau masalah selalu mengikuti dinamika perkembangan

keluarga. Beberapa masalah yang sering muncul sebagai pemicu konflik

antara lain

Namun, jika kita dapat menyikapi setiap masalah tadi dengan bijak, dan

baik maka masalah tadi yang malah akan memperkuat keutuhan sebuah

keluarga. Masalah tersebut akan melibatkan pemikiran-pemikiran, perasaan-

perasaan, serta kerjasama antar anggota keluarga dalam merumuskan sebuah

solusi. Hal itu tentu akan mempererat persatuan, dan kesolitan sebuah

keluarga.

Sebagai sebuah catatan bahwa dalam upaya menyelesaikan masalah

keluarga haruslah dipahami betul kompleksitas serta kerumitan masalah yang

dihadapi. Semua harus sadar bahwa setiap masalah memiliki kompleksitas

masing-masing sehingga tidak bisa begitu saja mengaplikasikan sebuah teori

untuk menyelesaikannya. Semua juga harus ingat bahwa selain teori-teori

yang ada, sebenarnya masyarakat juga memiliki budaya sendiri dalam

menyelesaikan masalahnya.

         

18

Page 19: Masalah Konflik Keluarga

B. Saran

Adapun saran yang bisa kami berikan adalah mari kita sebagai kalangan

akademis     menjadi contoh dalam menggunakan teknologi dengan bijaksana,kita

cegah penyalahgunaan teknologi agar tidak mengancam kelangsungan hidup di bumi

tercinta ini. Jika belum mampu mencegah dampak negatif yang besar setidaknya

mari kita mulai dari diri kita sendiri dan keluarga kita.

19

Page 20: Masalah Konflik Keluarga

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. (2002). Psikologi Sosial. Rineka Cipta: Jakarta.

Meda Wahini. (2008). Keluarga Sebagai Tempat Pertama Dan Utama

Terjadinya Sosialisasi Pada Anak. Pustaka Abadi : PalembangIbnu Qasim. http://www.radarsemarang.com/daerah/kudus/2356-

kontrollingkungan-keluarga-dan-sosial.html

20

Page 21: Masalah Konflik Keluarga

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur hanya untuk Allah SWT. Yang telah memberikan taufik dan

hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam

senantiasa dicurahkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dan segenap

keluarganya serta orang-orang yang meneruskan risalahnya sampai akhir zaman.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah. Kami

menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran

yang sifatnya membangun demi kebaikan makalah ini sangat diharapkan dari para

pembaca. Akhir kata, semoga karya tulis sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bengkulu, Maret 2016

Penulis

21

i

Page 22: Masalah Konflik Keluarga

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR..................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah................................................................................... 2

C. Tujuan...................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Keluarga........................................................................ 3

B. Litigasi......................................................................................... 4

C. Non Litigasi................................................................................. 8

D. Strategi Advokasi Hukum..........................................................` 14

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.............................................................................................. 18

B. Saran ....................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA

22ii