manajemen hipotermia & hipertermia maligna

23
Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna Maitri Karuna Rahardjo* , Donni Indra Kusuma ** ABSTRAK Humans have the ability to maintain body temperature at a certain temperature. This capability possessed the human body because hipothalamus has functions to regulate body temperature so the temperature is not affected by ambient temperature. But there are some things that can cause this function not working as it should so happen the situation of human body temperature lower than body temperature that is supposed to hipotermi, or the state of human body temperature is higher than it should hipertermi. Hipotermi and hipertermi has many causes, one of them is the act of surgery and anestesia, especially hipotermi and hipertermi malignant, both of them are anestesia complications that can cause death, so we need to know the etiology and treatment of hipotermi and hipertermi malignant. Keywords : Hypothermia, Malignant Hyperthermia, Thermoregulation ABSTRAK Manusia memiliki kemampuan mempertahankan suhu tubuhnya pada suhu tertentu karena hipotalamus memiliki kemampuan untuk mengatur suhu tubuh manusia agar tidak terpengaruh terhadap suhu lingkungan. Tetapi ada beberapa hal yang dapat menyebabkan fungsi ini tidak berjalan dengan baik sehingga Maitri Karuna R Koass Anesthesi UNISSULA – RSUD Ketileng Periode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 1

Upload: dahlia-septiawati

Post on 09-Aug-2015

222 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Manajemen Hipotermia & Hipertermia Maligna

Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna

Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna

Maitri Karuna Rahardjo* , Donni Indra Kusuma **

ABSTRAK

Humans have the ability to maintain body temperature at a certain temperature. This

capability possessed the human body because hipothalamus has functions to regulate body

temperature so the temperature is not affected by ambient temperature. But there are some

things that can cause this function not working as it should so happen the situation of human

body temperature lower than body temperature that is supposed to hipotermi, or the state of

human body temperature is higher than it should hipertermi. Hipotermi and hipertermi has

many causes, one of them is the act of surgery and anestesia, especially hipotermi and

hipertermi malignant, both of them are anestesia complications that can cause death, so we

need to know the etiology and treatment of hipotermi and hipertermi malignant.

Keywords : Hypothermia, Malignant Hyperthermia, Thermoregulation

ABSTRAK

Manusia memiliki kemampuan mempertahankan suhu tubuhnya pada suhu tertentu

karena hipotalamus memiliki kemampuan untuk mengatur suhu tubuh manusia agar tidak

terpengaruh terhadap suhu lingkungan. Tetapi ada beberapa hal yang dapat menyebabkan

fungsi ini tidak berjalan dengan baik sehingga kadang suhu tubuh manusia lebih rendah

daripada suhu tubuh yang seharusnya disebut hipotermi, ataupun keadaan suhu tubuh

manusia lebih tinggi dari seharusnya disebut hipertermi.Hipotermi dan hipertermi memiliki

banyak penyebab, salah satu diantaranya adalah tindakan pembedahan dan anestesia,

terutama hipotermi dan hipertermi maligna, keduannya merupakan komplikasi anestesia yang

dapat menyebabkan kematian, sehingga kita perlu mnengetahui etiologi dan cara

penatalaksanaan dari hipotermi dan hipertermi maligna.

Kata Kunci : Hipotermi, Hipertermi Maligna, Termoregulasi

Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 1

Page 2: Manajemen Hipotermia & Hipertermia Maligna

Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna

PENDAHULUAN

Suhu tubuh manusia

Ketika membicarakan suhu tubuh, maka kita membaginya menjadi suhu tubuh

inti, dan suhu tubuh permukaan (kulit). Suhu tubuh inti adalah suhu tubuh yang terdapat

pada jaringan pada bagian dalam tubuh. Suhu tubuh permukaan adalah suhu tubuh yang

terdapat pada permukaan luar tubuh (kulit). Suhu inti tubuh relatif tetap, tetapi suhu

tubuh permukaan dipengaruhi oleh lingkungan. Sistem pengaturan suhu dalam tubuh

disebut termoregulasi yang merupakan proses homeostasis, yaitu proses keseimbangan

antara produksi panas dan pelepasan panas.

Proses produksi panas dipengaruhi oleh :

a) BMR seluruh sel dalam tubuh

b) Penambahan produksi panas oleh metabolisme ekstra, yaitu :

i) aktivitas otot meliputi kontraksi otot dan menggigil

ii) Hormon :

(1) Thyroxin

(2) Testosterone

(3) Growth Hormon

(4) Epinefrin

(5) Norepinefrin

iii) Peningkatan respon saraf simpatis

iv) Peningkatan reaksi kimia dalam sel itu sendiri

c) Efek termogenik makanan (metabolisme ekstra yang dibutuhkan untuk mencerna,

menyerap dan menyimpan makanan) 4

Sebagian besar panas tubuh diproduksi di dalam organ dalam terutama hepar,

otak, jantung dan otot skeletal saat berolah raga. Panas yang diproduksi kemudian

ditransmisikan dari dalam organ – organ dalam melalui jaringan menuju ke kulit. Di kulit

terjadi pelepasan panas secara konstan ke udara dan lingkungan sekitarnya. Faktor yang

mempengaruhi pelepasan panas adalah seberapa cepat panas ditransmisikan dari inti

Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 2

Page 3: Manajemen Hipotermia & Hipertermia Maligna

Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna

panas tubuh ke kulit dan seberapa cepat panas tubuh dapat ditransmisikan dari kulit ke

lingkungan sekitar. Transmisi panas tubuh dari inti panas tubuh ke kulit diperantarai oleh

aliran darah, makin vasodilatasi pembuluh darah maka makin cepat darah akan melepas

panas inti tubuh ke kulit dan kulit melepas panas tersebut ke lingkungan sekitar. Respon

vasodilatasi dan vasokonstriksi pembuluh darah untuk mengatur suhu dilakukan oleh

sistem saraf simpatis dan berpusat di hipotalamus anterior. Sistem pelepasan panas lain

yang dimiliki tubuh adalah berkeringat yang diatur oleh sistem saraf otonom yang

berpusat pada hipotalamus anterior. Sehingga meskipun peran hipotalamus dalam

mengatur suhu tubuh belum banyak diketahui sampai sekarang, hipotalamus ditetapkan

sebagai pengatur suhu tubuh.4

Suhu tubuh manusia normal adalah 36,50C – 37,50C, terdapat variasi dalam

pengukuran suhu tubuh manusia, tergantung dari tempat pengukurannya. Pengukuran

suhu tubuh normal manusia lewat mulut adalah 36,40C – 37,20C, hasil pengukuran suhu

tubuh manusia lewat anus 0,40C lebih tinggi dari hasil pengukuran suhu tubuh oral.

Seperti yang kita ketahui, pusat pengaturan suhu tubuh manusia adalah hipotalamus,

saraf – saraf pada hipotalamus anterior menerima dua macam impuls yaitu satu dari saraf

perifer yang membawa informasi dari reseptor panas dan dingin pada kulit dan saraf yang

membawa informasi dari pembuluh darah dan kedua macam informasi ini

dikoordinasikan oleh hipotalamus posterior.3 Kedua macam impuls saraf ini kemudian

diproses dalam pusat pengaturan suhu dalam hipotalamus posterior untuk mengatur suhu

tubuh inti manusia sekitar 370C melalui mekanisme set point.4 Hal – hal yang terjadi

akibat pengaturan suhu tubuh oleh hipotalamus :4

Ketika tubuh terlalu dingin Ketika tubuh terlalu panas

Vasokonstriksi pembuluh darah Vasodilatasi pembuluh darah

Piloereksi Berkeringat

Peningkatan termogenesis Penurunan termogenesis

PEMBAHASAN

Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 3

Page 4: Manajemen Hipotermia & Hipertermia Maligna

Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna

2) Hipotermi

Hipotermi adalah penurunan suhu tubuh lebih rendah dari 350C. Penurunan suhu

tubuh terjadi secara pada manusia melalui beberapa mekanisme yaitu :

a) Radiasi perpindahan panas dari satu permukaan tanpa ada media penghantar

b) Konduksi perpindahan panas karena karena ada kontak langsung

c) Konveksi perpindahan panas karena medium yang dialirkan seperti infuse

mauoun aliran darah

d) Evaporasi perpindahan panas yang menyertai perubahan molekul dari cair ke gas

Radiasi adalah mekanisme pelepasan panas yang paling besar dari dalam tubuh

disusul oleh konduksi terutama dalam suhu rendah dan kemudian konveksi terutama

pada udara yang lembab kemudian disusul evaporasi.3 Etiologi hipotermia :

a) Usia

i) Usia tua

ii) Neonatus

b) Paparan lingkungan

c) Penggunaan obat –obatan

i) Anestesi

(1) Isoflurane

Mengganggu kerja hipotalamus secara sentral hipotalamus tidak dapat

mengontrol vasodilatasi yang terjadi dari sentral distribusi panas dari inti

panas tubuh ke perifer meningkat (fase I) menurunkan suhu tubuh 30C /

hisapan

(2) Pada regional / epidural anestesi

Agen anestesi menghambat informasi tentang temperatur lingkungan dari

perifer (saraf pada pembuluh darah dan kulit) hipotalamus tidak

mengetahui hilangnya panas karena lingkungan yang dingin tidak

memberikan sinyal kepada bagian tubuh untuk menghasilkan panas lebih

untuk mempertahankan suhu pada set point suhu tubuh turun lebih banyak

Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 4

Page 5: Manajemen Hipotermia & Hipertermia Maligna

Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna

ii) Barbiturate

iii) Neuromuscular blocker

d) Malnutrisi

e) Terkait endokrin

i) Diabetes mellitus

ii) Hipotiroid

iii) Insufisiensi adrenal

iv) Hipopituitarisme

f) Terkait sistem saraf

i) Cedera serebrovaskular

ii) Cedera saraf spinal

iii) Parkinson

iv) Gangguan hipotalamus

g) Multisistem

i) Trauma

ii) Sepsis

iii) Syok

iv) Luka bakar luas

v) Gagal hepar atau gagal ginjal

h) Penyebab hipotermi iatrogenic pada anestesia :

i) Operasi / anestesia yang lama

ii) Resusitasi jantung paru lama

iii) Tranfusi darah / produk darah

i) Resusitasi cairan dalam jumlah besar3

Tahap – tahap hipotermi intraoperatif pada proses anestesia regional maupun

anestesia umum :

a) Redistribusi panas internal

Penurunan suhu 0,50C sampai 10C karena adanya redistribusi panas dari inti

tubuh ke perifer yang lebih dingin karena adanya vasodilatasi pada pembuluh

Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 5

Page 6: Manajemen Hipotermia & Hipertermia Maligna

Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna

darah perifer akibat paparan agen induksi anestesia. Makin dingin kulit saat

proses induksi terjadi, maka makin banyak temperatur inti tubuh menurun.

b) Hilangnya panas karena lingkungan

Kehilangan panas secara pasif karena radiasi, evaporasi, konveksi dan konduksi

yang mengakibatkan depresi fisiologis jika suhu inti tubuh mencapai suhu 340C –

350C. Usia lanjut dan diabetes dapat menurunkan suhu dibawah 340C karena

adanya penurunan respon vasokonstriksi pada pembuluh darah.

c) Fase plateau

Ketika vasokonstriksi akibat proses thermoregulasi diaktifkan maka proses

kehilangan panas dapat ditahan, tetapi kehilangan panas dapat tetap terjadi lebih

lanjut akibat kehilangan darah dalam jumlah besar dan tranfusi.1

Klasifikasi hipotermia dan efeknya pada berbagai sistem tubuh :3

Klasifi

kasi

Temper

atur

tu€buh

Sistem

saraf

pusat

Sistem

Kardiovas

kuler

Sistem

pernafas

an

Ginjal dan

Endokrin

Sistem

Neuromus

kuler

Ringan 35°C –

32.2°C Depresi

linear dari

metabolis

m sistem

saraf pusat

Takikardi

dilanjutkan

bradikardi

progresif

Takipneu,

dilanjutka

n

penuruna

n

progresif

Diuresis

menggigil

peningkata

n tonus otot

kemudian

lelah

Amnesia

Pemanjang

an siklus

jantung

Penuruna

n volume

pernafasa

n satu

menit

peningkatan

catecholamine

s,steroid

adrenal,

triiodothyronin

e dan thyroxine

Apatis vasokonstri Penuruna peningkatan

Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 6

Page 7: Manajemen Hipotermia & Hipertermia Maligna

Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna

ksin

konsumsi

oxygen

metabolism

dengan

menggigil

Disarthria

Peningkata

n cardiac

output dan

tekanan

darah

bronchorr

hea

Kesulitan

dalam

menilai

Bronkosp

asme

Tingkah

laku

maladaptif

Sedang 32.1°C –

28°C

abnormalit

as EEG

Penurunan

progresif

nadi dan

cardiac

output (J-

wave) ECG

changes

Hipoventi

lasi 50%

Peningkatan

aliran darah ke

ginjal 50%

autoregulasi

ginjal masih

baik

Hiporefleks

ia

penurunan

tingkat

kesadaran

progresif

Peningkata

n aritmia

atrial dan

ventrikular

penuruna

n

produksi

CO2

setiap

temperatu

r turun

Gangguan

fungsi insulin

menggigil

berkurang

diinduksi

thermoregu

lasi

Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 7

Page 8: Manajemen Hipotermia & Hipertermia Maligna

Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna

8°C

dilatasi

pupil

Gelombang

J pada

EKG

Kekakuan

otot

paradoxic

al

undressing

tidak

adanya

reflex

proteksi

jalan

nafas

halusinasi

Berat <28°C

Kehilanga

n

autoregula

si sistem

cerebrovas

kular

Penurunan

tekanan

darah,heart

rate dan

cardiac

output

secara

progresif

Kongesti

paru dan

oedem

paru

Penurunan

aliran darah

ginjal setara

penurunan

cardiac output

Tidak ada

gerakan

penurunan

kecepatan

konduksi

saraf

Penuruan

perdaran

darah

cerebral

Disaritmia

berulang

Penuruna

n

konsumsi

O2 75%

PoikilotermiaAreflexia

perifer

kehilangan

reflex

okuler

Resiko

maksimal

terjadinya

fibrilasi

apnea Penurunan

BMR 80%

Tidak ada

refleks

corneal /

oculoc

Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 8

Page 9: Manajemen Hipotermia & Hipertermia Maligna

Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna

ventrikel ephalic

penurunan

EEG

progresif

asistoleOliguria

ekstrim

Hipotermi memiliki keuntungan terhadap pasien yaitu melindungi organ pasien

terhadap iskermia Karena penggunaan O2 menurun 50 % tiap suhu menurun 100C.

hipotermi ringan memberikan perlindungan kepada sistem saraf pusat, setelah stroke dan

cardiac arrest oleh karena fibrilasi ventrikel. Tetapi hipotermi ringan meskipun ringan

menimbulakn disfungsi platelet sehingga meningkatkan perdarahan intraoperatif. Hal ini

disebabkan karena platelet tromboxane yang diperlukan untuk agregasi platelet dan

hemostatik vasokonstriksi fisiologi lokal dihambat oleh dingin. Tranfusi darah dingin

secara besar – besaran dapat memicu terjadinya koagulapati hipotermi yang parah

sehingga mengakibatkan perdarahan yang ireversible. Juga didapati bahwa hipotermi

ringan dapat meingkatkan terjadinya infeksi post opreatif karena terjadinya

vasokonstriksi dengan tekanan oksigen yang rendah sehingga mengakibatkan

pertumbuhan bakteri.

Hipotermi sedang mengakibatkan efek yang luas pada organ2 tubuh ditambah

dengan obat anestesia maka yang terjadi adalah penurunan kesadaran dimulai dari

penurunan kesadaran ringan, kebingungan sampai somnolen. 2

Terjadi pula penurunan bersihan ginjal dan hati terhdap agen – agen anestesia

serta agen pemblok sistem neuromuskular. Pada sistem pernafasan terjadi hipoksemia

dan hiperkarbia. Vasokonstriksi yang disebabkan oleh dingin dan peningakatan resistensi

sitemik mengakibatkan eksaserbasi hipertensi postoperatif, jika pada pasien terdapat

konsentrasi norepineofrinyang cukup tinggi maka dapat ditemukan infark miocard pada

pasien yang memiliki faktor resiko. 2

Menghangatkan pasien dengan hipotermi dapat menyebabkan gejala yang lebih

hebat daripada hipotermi itu sendiri. Pasien menggigil meningkatkan frekuensi nafas,

konsumsi O2 dan ventilasi 1 menit. Jika dicoba disupresi dengan ventilator, preparat

Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 9

Page 10: Manajemen Hipotermia & Hipertermia Maligna

Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna

oppiod atau agen anestesi lain maka dapat menimbulkan hiperkarbia dan asidosis

respirasi akut. Menggigil juga dapat menyebabkan pasien tidak nyaman, peningkatan

tekanan intrakranial dan tekanan intraokuler. Ditambah vasodilatasi akibat penghangatan

dapat mengaburkan adanya hipovolemia.1

Manajemen hipotermi

Pada prinsipnya manajemen penanagan hipotermi adalah :

a) Menghangatkan pasien preoperatif

b) Menyesuaikan temperatur di ruang operasi sebelum dan sesuah operasi

c) Monitor temperatur intraoperatif

d) Menghangatkan pasien dengan selimut dan cairan (cairan, darah dan produk darah)

yang dihangatkan

e) Memberikan suplai O2,kalau perlu dengan ventilator

f) Mencegah dan merawat gemetar dengan memberikan agonis alfa adrenergik seperti

klonidin, dexmedetomidine saat premedikasi dan dexmedetomidine post operasi

g) Perawatan vasodilatasi post penghangatan dengan memberikan vasokonstriktor1

2) Hipertermi

Hipertermi adalah suhu tubuh manusia melebihi 37,50C, karena peningkatan suhu

tubuh yang melebihi normal dan tidak terkontrol dimana produksi panas tubuh melebihi

kemampuan tubuh melepas panas. Penyebab hipertermi :3

a) Heat stroke

i) Penyebab eksernal : olahraga di luar ruangan pada suhu dan kelembaban tinggi

ii) Penyebab internal : obat anti parkinson, anti histamin, anti kolinergik, diuretik,

fenotiazid

b) Hipertermi karena obat

i) Amphetamines, cocaine, phencyclidine (PCP), methylenedioxymethamphetamine,

lysergic acid diethylamide , salicylates, lithium, anticholinergics,

sympathomimetics

ii) Neuroleptic malignant syndrome

Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 10

Page 11: Manajemen Hipotermia & Hipertermia Maligna

Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna

iii) Phenothiazines; butyrophenones, haloperidol and bromperidol; fluoxetine;

loxapine; tricyclic dibenzodiazepines; metoclopramide; domperidone;

thiothixene; molindone; withdrawal dari agen dopaminergic

c) Serotonin syndrome

Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs), monoamine oxidase inhibitors

(MAOIs), tricyclic antidepresan

d) Hipertermi Maligna

Anestesi inhalasi, succynil cholin

e) Endocrinopathy

Thyrotoxicosis, pheochromocytoma

f) Kerusakan sistem saraf pusat

Perdarahan serebral, status epilepticus, cedera hipotalamus3

3) Hipertermi maligna

Hipertermi maligna adalah suatu kondisi miopati langka yang terjadi pada pasien

anak – anak (1:15.000) dan dewasa (1:40.000) ditandai dengan kondisi hipermetabolisme

akut pada jaringan otot yang terjadi setelah induksi anestesi umum. Hipertermi maligna

dapat juga timbul pada masa post operatif satu jam setelah penerapan anestesia tanpa

paparan agen anestesia yang memiliki efek pemicu kondisi tersebut.1

Tanda hipertermi maligna

a) Kenaikan suhu tubuh 10C / 5 menit

b) Kaku pada otot maseter, kadang disertai kaku pada seluruh otot tubuh

c) Hiperkarbia

d) Takipnea jika pelemas otot tidak digunakan

e) Overreaktivitas sistem simpatis menimbulkan gejala :

i) Takikardi

ii) Aritmia

iii) Hipertensi yang diikuti dengan hipotensi karena depresi jatung

f) Sianosis

g) Mioglobinuria dan mioglobinemia yang ditandai dengan urin berwarna hitam

Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 11

Page 12: Manajemen Hipotermia & Hipertermia Maligna

Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna

h) Pemeriksaan laboratorium

i) Asidosis metabolik dan asidosis respirasi

(1) Defisit basa

(2) Hiperkalemia

(3) Hipermagnesia

(4) Saturasi oksigen yang sangat rendah

ii) Serum kalsium terionisasi menurun setelah mengalami peningkatan

iii) Peningkatan serum mioglobin, aldolase, laktat dehidrogenase

iv) Peningkatan creatinin kinase (melebihi 20.000 IU/L)1

Perlu dicatatat bahwa peningkatan serum mioglobin dan creatinin

kinase dapat terjadi pada pasien yang mendapat suntikan succynil cholin tanpa

hipertermi maligna1

i) Differential diagnosis

1) Sindrom neuroleptik ganas

2) Krisis tiroid

3) Feokrositoma

4) Sindrom serotonin hipertermi dipicu obat

5) Hipertermi iatrogenic

6) Cedera hipotalamus / batang otak

7) Sepsis

8) Reaksi tranfusi

9) Komplikasi hipertensi maligna

10) Fibrilasi ventrikel

11) Gagal ginjal

12) Gagal hati

13) Kejang disertai edema serebral

14) Disseminated intravascular coagulation2

j) Patofisiologi hipertermi maligna

Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 12

Page 13: Manajemen Hipotermia & Hipertermia Maligna

Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna

Paparan succynil cholin ataupun gas – gas halogen anestesia memicu terjadinya

hipertermi maligna. Tidak semua orang yang terpapar succynil cholin maupun gas – gas

agen anestesia mengalami hipertermi maligna, hal ini belum jelas, tetapi yang didapat

dari penyelidikan adalah peningkatan kalsium intraseluler pelepadan kalsium dari

reticulum sarcoplasma menghilangkan hamatan pada troponin menghasilkan kontraksi

otot yang terus menerus ditandai dengan meningkatnya ATP yang diproduksi dan

digunakan menyebabkan metabolisme aerob dan anaerob yang tidak terkontrol. Keadaan

hipermetabolik terus berlanjut menyebabkan peningkatan konsumsi O2 dan produksi CO2

dan mengakibatkan hipertermi dan asidosis laktat yang berat. Saat membran otot pecah,

limpahan kalium dan laktat dehidrogenase menyebabkan hiperkalemia. Peningkatan

tonus simpatis, asidosis hiperkalemia, kesemuanya menyebabkan fibrilasi ventrikel dan

dapat mengakibatkan kematian dalam waktu kurang dari 15 menit.1

k) Manajemen hipertermi maligna

Prinsip perawatan hipertermi maligna adalah menghentikan hipertermi dan

merawat komplikasi yang terjadi seperti asidosis dan hiperkalemia. Langkah awal yang

harus dilakukan adalah menghentikan pemberian agen pemicu yaitu succynil cholin dan

gas – gas anestesia halogen, diganti dengan pemeberian oksigen 100 % untuk

meminimalisasi efek hiperkapnea asidosis metabolic dan peningkatan konsumsi O2.

Langkah selanjutnya, jika terdapat demam maka pendinginan permukaan dengan

es terutama pada arteri – arteri besar, melakukan pendinginan dengan metode konveksi

dengan udara dingin, selimut pendingin, dapat juga dilakukan pemberian es salin pada

lambung dan rongga – rongga tubuh.

Asidosis yang terjadi dirawat dengan pemberian natrium bikarbonat 1 – 2

mEq/kg. Hiperkalemia dirawat dengan insulin 10 – 20 IU dan glukosa 25 – 50 g intra

vena ditambah diuretika dan monitor balance cairan, elektrolit . Agen antiaritmia dan

katekolamin dapat diberikan sesuai kebutuhan kecuali calcium channels blocker, karena

dapat meningkatkan hiperkalemia pada penggunaan dengan dantrolene.

Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 13

Page 14: Manajemen Hipotermia & Hipertermia Maligna

Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna

Infus manitol dan furosemid harus diberikan untuk meningkatkan diuresis dan

mencegah gagal ginjal akut karena mioglobinuria. Langkah terakhir adalah dengan

memberikan dantrolene 2,5 mg / kg BB intravena. Perawatan hipertermi maligna yang

cepat masih menyisakan tingkat kematian sebesar 5 – 30 %. 1

l) Dantrolene

Dantrolene adalah sebuah derivat hydantoin, langsung menghambat kontraksi

otot dengan mengikat channel kalsium yang bernama reseptor Ryr1 dan menghambat

pelepasan ion kalsium dari reticulum sarcoplasmic.

Dosis 2,5 mg / kg secara intravena setiap 5 menit sampai episode diakhiri. Dosis

maximum dantrolene umumnya 10 mg / kg. Dantrolene dikemas sebagai 20 mg bubuk

dan dilarutkan dalam 60 mL air steril. Waktu paruh dantrolene adalah sekitar 6 jam.

Setelah kontrol awal, dantrolene 1 mg / kg intravena diulang setiap 6 jam selama

24 - 48 jam untuk mencegah kambuh karena hipertermi maligna dapat kambuh dalam

waktu 24 jam. Perlu dicatat bahwa dantrolene bukan obat spesifik untuk hipertermi

maligna, tetapi juga juga dapat menurunkan suhu dalam krisis tiroid dan sindrom

neuroleptik ganas.

Dantrolene adalah obat yang relatif aman, komplikasi paling serius setelah

pemberian akut adalah kelemahan otot umum yang dapat mengakibatkan insufisiensi

pernafasan atau pneumonia aspirasi. Dantrolene dapat menyebabkan phlebitis dalam

pembuluh perifer kecil dan harus diberikan melalui jalur vena sentral jika tersedia.1

KESIMPULAN

1. Manusia mampu mengatur suhu tubuhnya pada set point terterntu dengan

pusat kontrol suhu tubuh pada hipotalamus

2. Mekanisme dasar hipotermi dan hipertermi adalah terjadinya ketidak

seimbangan dalam menghasilkan panas dan kehilangan panas, salah satunya

adalah tindakan anestesi dan pembedahan

Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 14

Page 15: Manajemen Hipotermia & Hipertermia Maligna

Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna

3. Hipertermi maligna dan hipotermi merupakan komplikasi yang dapat terjadi

karena tindakan anestesi dan pembedahan sehingga kita perlu mengetahui

prinsip pengelolaan kedua kondisi tersebut yaitu dengan menyeimbangkan

proses menghasilkan panas dan proses kehilangan panas.

DAFTAR PUSTAKA

Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 15

Page 16: Manajemen Hipotermia & Hipertermia Maligna

Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna

1. Morgan GE, Mikail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology. 4th ed. New York :

Lange Medical Book, 2006

2. John LA. Complications in Ansthesia. 2 nd ed.Milwaukee: WB Saunders Companny,

2007

3. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th ed. The McGraw Hill’s Company,

2008

4. Guyton Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Elsevire Saunders, 2006

Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 16