makalah_sintesis_organik
DESCRIPTION
organikTRANSCRIPT
MAKALAH SINTESIS ORGANIK
REDUKSI ALDEHID DAN KETON
DISUSUN OLEH :
Aditia Putri Arya 24030111120008
Khoirul Fuad 24030111130069
Lufthy Nura Sabila 24030110141011
Nurullita Riani Pratama 24030111130046
Safaatul Mukaromah 24030111130034
Oriestha Asna Syah 24030111130052
Warnengsih 24030111120020
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2013
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pada mulanya, pengertian reaksi reduksi oksidasi dikaitkan dengan oksigen, oksidasi
adalah penerimaan oksigen, sedangkan reduksi adalah pelepasan oksigen. Akan tetapi, pada
perkembangan selanjutnya, banyak reaksi yang tidak melibatkan oksigen, sehingga konsep
reduksi oksidasi dikembangkan lagi.
Pengertian reduksi oksidasi tidak hanya menyangkut penerimaan dan pelepasan
oksigen, tetapi diterapkan untuk semua reaksi yang menyangkut penerimaan dan pelepasan
elektron serta kenaikan dan penurunan bilangan oksidasi.
I.2 Rumusan Masalah
I.2.1 Apa yang dimaksud dengan reaksi reduksi?
I.2.2 Bagaimana sintesis senyawa organik melalui reaksi reduksi?
I.2.3 Bagaimana dasar-dasar reaksi reduksi?
I.3 Tujuan Penelitian
I.3.1 Mengetahui pengertian reaksi reduksi pada senyawa organik
I.3.2 Mengetahui macam-macam sintesis senyawa organic pada reaksi reduksi
I.3.3 Mengetahui dasar-dasar reaksi reduksi
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Reaksi Reduksi
Telah dipelajari bahwa persamaan reaksi kimia menyatakan perubahan materi dalam
suatu reaksi kimia. Dalam reaksi kimia, jumlah atom-atom sebelum reaksi sama dengan
jumlah atom-atom sesudah reaksi. Secara umum, reaksi kimia dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu: reaksi asam-basa dan reaksi reduksi oksidasi. Reaksi asam-basa adalah reaksi yang
melibatkan perpindahan proton (H+), sedangkan reaksi reduksi-oksidasi (sering disingkat
sebagai reaksi redoks) merupakan reaksi yang melibatkan perpindahan elektron sehingga
mengakibatkan perubahan bilangan oksidasi.
Mekanisme yang paling umum adalah sebagai berikut:
a. Melalui adisi satu elektron, seperti dalam pembentukan pinakol.
Dua elektron dapat ditransfer, seperti dalam trans-reduksi asetilen oleh natrium dalam
amoniak.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh agen pereaduksi adalah dia harus mempunyai
kecenderungan yang kuat untuk memberikan elektron. Sebagai contoh, logam-logam
elektropositi seperti natrium; dan ion-ion logam transisi bervalensi rendah, seperti
Cr(II) dan Ti(III).
b. Melalui adisi ion hidrida, biasanya dari hidrida suatu hidrida logam kompleks.
Reaksi dapat terjadi melalui keadaan transisi siklik, seperti dalam reduksi Meerwin-
Pondorf-Verley suatu aldehida dan keton
c. Melalui hidrogenasi katalitik, seperti dalam reduksi olefin oleh serbuk nikel.
Reaksi ini terjadi secara stereospesifik, menghasilkan hasil adisi cis-dihidro.
II.1.1 Pengertian Reduksi Bila ditinjau dari Atom Oksigennya
Oksidasi adalah reaksi dimana suatu zat direaksikan dengan sumber oksigen sehingga
berikatan dengan oksigen tersebut (membentuk oksida). Reduksi adalah reaksi dimana suatu
zat berupa oksida direaksikan dengan zat yang menarik oksigen sehingga oksida tersebut
kehilangan oksigen. Oksidator adalah sumber oksigen yang mengoksidasi zat lain dan
tereduksi. Reduktor adalah penarik oksigen yang mereduksi zat lain dan teroksidasi
sedangkan Oksidator adalah sumber oksigen yang mengoksidasi zat lain dan tereduksi.
Sedangkan reduktor adalah penarik oksigen yang mereduksi zat lain dan teroksidasi.
Contoh reaksi reduksi menurut konsep ini:
Fe2O3 + 3 CO → 2Fe + 3CO2
Cr2O3 + 2Al → Al2O3 + 2Cr
II.1.2 Pengertian Reduksi Bila Ditinjau dari Elektronnya
Oksidasi adalah semua proses reaksi kimia yang disertai pelepasan elektron. Reduksi
adalah semua proses reaksi kimia yang disertai penerimaan elektron. Oksidator adalah
penerima elektron dan tereduksi. Sedangkan reduktor adalah pelepas elektron dan teroksidasi.
Berdasarkan konsep ini, seluruh reaksi oksidasi/reduksi terjadi secara simultan karena
tiap ada zat yang melepas elektron, ada pula zat yang menerima elektron. Oleh karena itu,
tiap reaksi oksidasi atau reaksi reduksi menurut konsep ini adalah reaksi redoks.
II.1.3 Pengertian Reduksi Bila Ditinjau dari Bilangan Oksidasinya
Oksidasi adalah pertambahan/kenaikan bilangan oksidasi sedangkan reduksi adalah
penurunan bilangan oksidasi. Oksidator adalah zat yang mengalami penurunan bilangan
oksidasi dan menaikkan bilangan oksidasi zat lain. Reduktor adalah zat yang mengalami
pertambahan bilangan oksidasi dan menurunkan bilangan oksidasi zat lain.
II.2 Sintesis Senyawa Organik melalui Reduksi
II.2.1 Sintesis Alkohol dari Aldehid dan Keton melalui Reduksi
Aldehida dan keton adalah senyawa-senyawa yang mengandung salah satu dari
gugus-gugus penting dalam kimia organik, yaitu gugus karbonil C=O. Semua senyawa yang
mengandung gugus ini disebut senyawa karbonil.
Gugus karbonil adalah gugus yang paling menentukan sifat kimia aldehida dan keton.
Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika kebanyakan sifat-sifat dari senyawa-senyawa ini
mirip satu sama lainnya. Meskipun demikian perbedaan gugus yang terikat pada gugus
karbonil antara aldehida dan keton dapat menimbulkan adanya dua sifat kimia yang
menonjol, perbedaannya yaitu aldehida dapat diturunkan melalui reaksi reduksi (hidrogenasi)
dariturunan asam karboksilat, aldehid lebih reaktif dari pada keton terhadap adisi nukleofilik,
yang mana reaksi ini karakteristik terhadap gugus karbonil.
Aldehida dan keton sama-sama mempunyai gugus karbonil. Dengan demikian, sifat
fisika dan kimia aldehida dan keton hampir sama. Aldehida dan keton dapat dikenai reaksi
reduksi maupun oksidasi, dan menghasilkan senyawa organik golongan lain.
Reduksi aldehid dan keton dengan dua agen pereduksi yang mirip, yaitu litium
tetrahidridaluminat (III) (juga dikenal sebagai litium aluminium hidrida) dan natrium
tetrahidridborat (III) (natrium borohidrida).
Untuk reduksi aldehid, produk organik yang diperoleh akan sama persis baik agen
pereduksi yang digunakan adalah litium tetrahidridoaluminat atau natrium tetrahidriborat.
Sebagai contoh, reduksi etanal akan menghasilkan etanol:
Perlu diperhatikan bahwa persamaan reaksi di atas adalah persamaan yang
disederhanakan. [H] menunjukkan “atom hidrogen dari sebuah agen pereduksi”. Secara
umum, reduksi sebuah aldehid akan menghasilkan sebuah alkohol primer.
Pada reduksi keton, produk yang dihasilkan tetap sama untuk kedua agen pereduksi.
Sebagai contoh, reduksi propanon akan menghasilkan propan-2-ol:
Reduksi sebuah keton akan menghasilkan sebuah alkohol sekunder.
II.2.2 Reduksi Asam Karboksilat
Asam karboksilat tidak diredusi oleh hidrogenisasi katalitik. Gugusan tak jenuh
lainnya dalam molekul dapat direduksi tanpa reduksi dari gugusan karboksil. Asam
karboksilat segera tereduksi menjadi alkohol primer, dengan reduktor sangat reaktif lithium
aluminium hidrida (Li+AlH4-). Pereaksi ini juga mereduksi gugusan karbonil lain seperti
gugusan keto tetapi biasanya tidak mereduksi ikatan rangkap karbon-karbon.
Reduksi asam palmitat yang termasuk golongan asam karboksilat menjadi alkohol yakni setil alkohol cenderung sulit dan membutuhkan agen pereduksi yang sangat kuat seperti LiAlH4. Gugus asam karboksilat lamban terhadap kebanyakan zat pereduksi (seperti hidrogen plus katalis). Sehingga kelambanan ini menyebabkan perlunya dikembangkan metode reduksi alternatif seperti mengubah asam karboksilat menjadi ester dan kemudia ester itu direduksi. Namun dengan adanya LiAlH4+ ini, gugus karboksil dapat langsung di reduksi menjadi gugus –CH2OH.
Namun tingginya kereaktifan LiAlH4 ini menyebabkan perlakuan dalam
penggunaannya sulit serta memiliki keterbatasan seperti membutuhkan pelarut anhidrat dan
mahal. Di sisi lain, NaBH4 merupakan agen pereduksi yang baik, tidak mahal dan aman
dalam penggunaannya, tetapi NaBH4 kurang mampu mereduksi asam karboksilat serta
derivatnya (Saeed, A., 2006). Untuk memperluas penggunaan NaBH4, kereakfitannya dapat
ditingkatan dengan beberapa zat tambahan seperti ZnCl2 menghasilkan Zn(BH4)2
(Narasimhan, S., 1998) dan juga dengan penambahan asam lewis seperti dimetil sulfat, boron
trifluorida dan trifenil borat.
II.2.3 Reduksi Wolf – Kishner
Reduksi Wolf–Kishner adalah reaksi kimia yang sepenuhnya mengurangi suatu keton
(atau aldehida ) ke alkana. Pada reduksi Wolf-Kishner ini aldehid dan keton dapat diubah
menjadi gugus metilena, bila dipakai hidrazon yang sesuai dengan alkali berair dalam pelarut
yang mempunyai titik didih tinggi.
Mekanisme Reaksi :
II.2.4 Reduksi Birch
Reduksi Birch adalah sebuah reaksi organik yang sangat berguna dalam kimia organik
sintetik. Dalam reduksi Birch, bila suatu senyawa aromatik direaksikan dengan larutan alkali
(Na, Li) kemudian ditambahkan alkohol dalam amoniak cair, maka cincin aromatiknya akan
direduksi sebagian. Logam litium dalam larutan etil amina juga menghasilkan reaksi transfer
elektron yang sama. Pada prosesnya terjadi reduksi dua elektron yang menyangkut zat antara
anion radikal dan sebagai smber protonnya adalah alkohol yang menghasilkan diena non-
konjugasi.
Contohnya reduksi naftalena :
Mekanismenya :
II.2.5 Reduksi Clemensen
Reduksi Clemensen merupakan reduksi klasik, yaitu gugus karbonil direduksi dengan
seng yang diaktifkan dan asam hidroklorida menjadi gugus metilena.
Mekanismenya :
II.2.5 Reaksi Reduksi Senyawa Polisiklis Aromatis
Reaksi adisi pada senyawa polisiklis aromatis berlangsung jauh lebih mudah daripada
reaksi adisi pada benzena. Reaksi adisi oleh hydrogen (hidrogenasi) dikenal juga dengan
nama reaksi reduksi. Sebagaimana telah diketahui sebelumnya, reduksi pada benzena tidak
dapat berlangsung pada kondisi biasa, seperti menggunakan logam Na dalam etanol, hanya
dapat berlangsung pada kondisi suhu dan tekanan tinggi. Hal tersebut berbeda dengan
naftalena atau antrasena yang dapat direduksi hanya dengan mengggunakan logam Na dan
etanol.
Reduksi pada naftalena atau senyawa polisiklis aromatis lainnya lebih mudah
berlangsung karena pada produk reduksinya masih mengandung setidaknya satu cincin
aromatis (yaitu cincin benzene). Sebagian karakter aromatis sistem cincin masih
dipertahankan dalam produk-produk reduksi yang berlangsung secara parsial tersebut. Hal
berbeda terjadi bila reduksi berlangsung secara total (lengkap) dimana seluruh ikatan rangkap
pada senyawa polisiklis aromatis tersebut tereduksi. Untuk dapat berlangsungnya reduksi
total tentu diperlukan kalor dan tekanan yang tinggi, seperti halnya pada benzena. Kondisi
reaksi yang berat tersebut diperlukan untuk mengatasi kehilangan sifat aromatis pada produk
reduksi.
Fakta-fakta percobaan menunjukkan bahwa reaksi adisi pada antrasena seringkali
ditemukan berlangsung pada posisi 9 dan 10. Sebagai contoh, antrasena mengalami reaksi
hidrogenasi (reduksi) dan juga reaksi Diels-Alder dengan maleat anhidrida pada posisi 9 dan
10.
Reaktivitas antrasena yang tinggi pada posisi 9 dan 10 dapat dipelajari penyebabnya
melalui penggambaran strukturnya dalam bentuk Kekule. Antrasena mempunyai empat
bentuk Kekule, produk reaksi adisinya baik hidrogenasi maupun Diels-Alder juga
mempunyai empat bentuk Kekule. Cobalah gambarkan keempat struktur resonansi
antrasena dan keempat struktur resonansi dari 9,10-dihidroantrasena (produk
hidrogenasi antrasena). Hal tersebut menunjukkan bahwa perbedaan tingkat kestabilan di
antara antrasena dan produk reaksi adisinya sangat kecil. Tidak banyak energi resonansi yang
hilang, khususnya jika dibandingkan dengan benzena. Oleh karena itu, reaksi adisi antrasena
pada posisi 9 dan 10 cukup mudah untuk berlangsung.
Posisi 9 dan 10 dalam fenantrena juga cukup mudah mengalami reaksi adisi.
Fenantrena mempunyai lima bentuk Kekule, dan empat di antaranya mempunyai ikatan
rangkap di antara posisi 9 dan 10. Hal ini menunjukkan posisi 9-10 lebih mempunyai karakter
ikatan rangkap. Bila pada posisi 9 dan 10 terjadi reaksi adisi, maka pada produk adisinya
masih mempunyai empat bentuk Kekule. Tentu saja perubahan jumlah bentuk Kekule antara
sebelum dan sesudah reaksi relatif kecil, menunjukkan tingkat kestabilan akibat terjadinya
reaksi tidak jauh berbeda sehingga reaksi dapat berlangsung dengan cukup mudah. Hal
tersebut dibuktikan pada reaksi brominasi yang berlangsung pada posisi 9,10 menghasilkan
9,10-dibromofenantrena (Gambar). Reaksi ini analogi dengan adisi bromin pada suatu alkena
sederhana, menunjukkan karakter ikatan rangkap yang kuat pada posisi 9, 10.
II.3 Dasar-dasar Reaksi Reduksi
II.3.1 Agen-agen pereduksi
Meskipun kedua agen pereduksi yang digunakan memiliki nama yang cukup rumit,
namun struktur dari kedua agen pereduksi ini sangat sederhana. Pada masing-masing
pereduksi ada empat hidrogen (“tetrahidrid”) mengelilingi aluminium atau boron pada sebuah
ion negatif (ditunjukkan dengan akhiran “at” pada namanya).
Angka romawi “(III)” menunjukkan bilangan oksidasi dari aluminium atau boron, dan
sering tidak dituliskan karena unsur-unsur ini memang hanya menunjukkan bilangan oksidasi
+3 dalam senyawa-senyawanya. Olehnya itu pada penjelasan selanjutnya angka romawi (III)
tidak lagi dituliskan. Rumus molekul untuk kedua agen pereduksi ini masing-masing adalah
LiAlH4 dan NaBH4. Strukturnya ditunjukkan pada gambar berikut :
Pada masing-masing ion negatif, salah satu dari ikatan-ikatan yang ada adalah ikatan
kovalen kordinat (kovalen datif) yang menggunakan pasangan elektron bebas pada sebuah
ion hidrogen (H-) untuk membentuk sebuah ikatan dengan sebuah orbital kosong pada
aluminium atau boron.
II.3.1.1 Litium tetrahidridaluminat (litium aluminium hidrida) Sebagai Agen Pereduksi
Litium tetrahidridaluminat jauh lebih reaktif dibanding natrium tetrahidridborat. Agen
pereduksi ini bereaksi hebat dengan air dan alkohol, sehingga setiap reaksi yang
menggunakan litium tetrahidridaluminat tidak boleh melibatkan pelarut air maupun alkohol.
Reduksi keton biasanya dilakukan dalam larutan dalam sebuah eter yang dikeringkan
dengan hati-hati seperti etoksietana (dietil eter). Reaksi terjadi pada suhu kamar, dan
berlangsung dalam dua tahapan terpisah.
Pada tahap pertama, sebuah garam yang mengandung ion aluminium kompleks
terbentuk. Persamaan-persamaan reaksi berikut menunjukkan apa yang terjadi jika digunakan
aldehid atau keton sederhana yang umum. R dan R’ bisa berupa kombinasi dari hidrogen atau
gugus alkil.
Produk yang terbentuk selanjutnya diperlakukan dengan asam encer (seperti asam
sulfat encer atau asam hidroklorat encer) untuk melepaskan alkohol dari ion kompleks.
Alkohol yang terbentuk bisa direcovery dari campuran dengan metode distilasi
fraksional.
II.3.1.2 Natrium tetrahidridborat (natrium borohidrida) Sebagai Agen Pereduksi
Natrium tetrahidridborat merupakan sebuah reagen yang lebih lemah (sehingga lebih
aman) dibanding litium tetrahidridaluminat. Reagen ini bisa digunakan dalam larutan dalam
alkohol atau bahkan larutan dalam air – selama larutan itu bersifat basa. Yang menjadi
kendala adalah dalam menjelaskan kondisi-kondisi reaksi untuk agen pereduksi ini, karena
agen pereduksi ini digunakan dengan berbagai cara yang berbeda-beda. Rincian praktis yang
ditemukan sangat bervariasi, dan tidak harus sesuai dengan sumber teori yang ada.
Padatan natrium tetrahidridborat dimasukkan ke dalam sebuah larutan aldehid atau
keton dalam sebuah alkohol seperti metanol, etanol atau propan-2-ol. Campuran ini bisa
dipanaskan di bawah refluks atau dibiarkan beberapa waktu pada suhu kamar. Prosedur yang
dipilih berbeda-beda tergantung pada sifat-sifat aldehid atau keton.
Pada akhir prosedur, terbentuk sebuah kompleks yang mirip dengan kompleks yang
terbentuk jika digunakan agen pereduksi litium tetrahidridaluminat.
Pada tahap-kedua reaksi, air ditambahkan dan campuran dididihkan untuk melepaskan
alkohol dari kompleks yang terbentuk.
Alkohol kembali terbentuk dan bisa direcovery dari campuran dengan metode distilasi
fraksional.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Reduksi sebuah aldehid akan menghasilkan sebuah alkohol primer,sedangkan
reduksi sebuah keton akan menghasilkan sebuah alkohol sekunder.Reduksi aldehid dan
keton dapat menggunakan dua agen pereduksi yang mirip, yaitu litium
tetrahidridaluminat(III) (juga dikenal sebagai litium aluminium hidrida) dan natrium
tetrahidridborat(III) (natrium borohidrida).
III.2 Saran
Mungkin inilah hasil penulisan kelompok ini meskipun penulisan ini jauh dari
sempurna minimal kita mengimplementasikan tulisan ini. Masih banyak kesalahan dari
penulisan kelompok kami. Dan kami juga butuh saran/ kritikan agar bisa menjadi motivasi
untuk masa depan yang lebih baik daripada masa sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Matsjeh, Sabirin. 1993. Kimia Organik Dasar. Jakarta: Depertemen Pendidikan
danKebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pudjaatmaka,
Aloysius Handayana. 1991. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga
http://www.chem-is-try.org
http://www.wikipedia.org