makalah tindakan operatif pada sinusitis maksilaris
DESCRIPTION
sinusitis adalahTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit di
deskripsi karena bentuknya yang sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat
pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar, yaitu sinus maksila, sinus
frontal, sinus etmoid, dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan
hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam
tulang. Semua sinus mempunya muara ( ostium ) ke dalam rongga hidung.
Adapun sinusitis sendiri didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus
paranasal, yang mana pada umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga
sering disebut rhinosinusitis. (1)
Sinusitis menyerang 1 dari 7 orang dewasa di Amerika Serikat dengan lebih
dari 30 juta orang terdiagnosis setiap tahunnya. Menurut National Ambulatory
Medical Care Survey ( NACM ) kurang lebih terdapat 14 % dari orang dewasa
yang dilaporkan mendapat serangan rhinosinusitis setiap tahunnya dan merupakan
urutan ke-5 diagnosis penyakit yang menggunakan terapi antibiotik.
Sedangkan pada anak-anak biasanya mendapat 6-8 kali serangan infeksi
saluran nafas atas setiap tahunnya dan kurang lebih 0,5-2% infeksi saluran nafas
pada orang dewasa dan 6-13% infeksi saluran nafas atas pada anak-anak yang
disebabkan virus berkomplikasi menjadi infeksi akut sinusitis bakteri.
Wanita lebih sering terkena sinusitis dibandingkan pria oleh karena sering
berkontak dengan anak-anak, dimana wanita 20,3% dibandingkan pria 11,5%(2)
1
BAB II
ANATOMI SINUS MAKSILARIS
Sinus maksilaris merupakan sinus paranasl yang terbesar. Saat lahirsinus maksila
bervolume 6-8 mL yang kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran
maksimal yaitu 15mL saat dewasa.
Sinus ini berbentuk piramid. Dinding anterios sinus ialah permukaan fasial Os.Maksila yang
disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding
medialnya adalah dinding lateral rongga hidung, dan dinding superiornya adalah dasar orbita
serta dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila
berada di sebelah superios dinding medial sinus dan bermuars ke hiatus semilunaris melalui
infundibulum etmoid.
Gambar II.1 Anatomi Kavum Nasi A: Lateral nasal wall. 1, Frontal sinus; 2, middle nasal
concha; 3, middle nasal meatus; 4, agger nasi; 5, atrium of middle nasal concha; 6, limen; 7,
vestibule; 8, inferior nasal meatus; 9, incisive canal; 10, palatine process of maxilla; 11, soft
palate; 12, pharyngeal recess; 13, eustachian tube orifice; 14, toris tubarius; 15, adenoid; 16,
sphenoid sinus; 17, sphenoid sinus opening; 18, sphenoethmoidal recess; 19, inferior nasal
concha; 20, superior nasal meatus; 21, superior nasal concha; 22, palatine bone. B: Nasal
septum. 1, Perpendicular plate; 2, cribriform plate; 3, crista galli; 4, frontal bone; 5, nasal
bone; 6, septal cartilage; 7, medial crus; 8, anterior nasal spine; 9, incisive canal; 10, palatine
process; 11, perpendicular plate; 12, postnasal spine; 13, horizontal plate; 14, lateral
pterygoid plate; 15, medial pterygoid plate; 16, sphenoid sinus; 17, crest; 18, body.
2
D
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah 1) dasar
sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar ( P1 dan P2 ),
molar ( M1 dan M2 ) kadang-kadang juga gigi taring dan gigi molar M3, bahkan akar-akar
gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas
menyebabkan sinusitis; 2) sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita; 3) ostium
sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase hanya tergantung dari
3
Gambar II.2 Sinus Paranasal
1, Nasal septum; 2, Sinus
Frontalis; 3, Kavum Nasi; 4, Sinus
Etmoidalis; 5, Konka Nasalis
Media; 6,Meatus Medius; 7, Sinus
Maksilaris; 8, Konka Nasalis
Inferior; 9, Palatum Durum
Gambar II.3 Drainase Sinus
Maksilaris, Sinus Frontalis, Sinus
Etmodalis Anterior menuju Meatus
Medius
gerak silia, lagipula drenase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum
adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada
daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis(1)
4
BAB III
TINDAKAN OPERATIF PADA SINUSITIS MAKSILARIS
Tindakan operasi pada sinusitis maksilaris di bagi menjadi 2, yaitu
1. Tindakan operatif pada sinusitis maksilaris akut
Adapun yang dimaksud dengan sinusitis maksilaris akut adalah inflamasi sinus
maksilaris yang terjadi dengan batas waktu sampai 4 minggu.(1)
Tindakan yang dilakukan adalah drainase sinus dimana indikasi dilakukan tindakan
operatif :
1. Jika terapi medikamentosa yang adekuat diberikan gagal dalam
mengontrol infeksi, yang menyebabkan melambat/memperpanjang
hilangnya gejala.
2. Bila pasien mengalami komplikasi dari sinusitis, yang dapat berupa
Mukokel pada frontoetmoid dan sphenoetmoid, komplikasi orbital,
komplikasi intrakranial.
3. Mengambil materi untuk kultur bakteri dengan tujuan pemilihan
antibiotik yang selektif. Hal ini biasa di perlukan pada pasien yang
mengalami defisiensi imun atau berada pada perawatan intensif dimana
sinusitis dapat menyebabkan sepsis.(2)
2. Tindakan operatif pada sinusitis maksilaris kronik
Adapun yang dimaksud dengan sinusitis maksilaris kronik adalah inflamasi sinus
maksilaris yang terjadi dengan batas waktu lebih dari 12 minggu.(1) Indikasi tindakan
operatif pada sinusitis maksilaris kronik adalah pada pasien yang tidak merespon
dengan terapi medikamentosa selama 3-6 minggu dengan antibiotik, steroid nasl dan
irigasi saline nasal. Kontraindikasi : tidak ada kontraindikasi absolut.
Terdapat 4 pilihan utama tindakan operatif : (3)
1. FESS : Endoskopi uncinektomi dengan/tanpa antrostomi maksila.
2. FESS : Balloon Sinuplasti
3. Inferior antrostomi ( nasoantral window )
4. Prosedur Caldwell-Luc
5
BAB IV
DRAINASE OPERATIF SINUS MAKSILARIS
IV.1 Indikasi
Indikasi dilakukannya tindakan ini adalah :
1. Jika terapi medikamentosa yang adekuat diberikan gagal dalam mengontrol infeksi,
yang menyebabkan melambat/memperpanjang hilangnya gejala.
2. Bila pasien mengalami komplikasi dari sinusitis, yang dapat berupa mukokel pada
frontoetmoid dan sphenoetmoid, komplikasi orbital, komplikasi intrakranial.
3. Mengambil materi untuk kultur bakteri dengan tujuan pemilihan antibiotik yang
selektif. Hal ini biasa di perlukan pada pasien yang mengalami defisiensi imun atau
berada pada perawatan intensif dimana sinusitis dapat menyebabkan sepsis.(2)
Pemeriksaan pencitraan pre-operatif perlu dilakukan untuk mendokumentasikan
keadaan sinusitis maksilaris akut dan untuk mengarahkan perencaan tindakan operatif
IV.2 Anestesia
Pada drainse sinus pada orang dewasa biasanya diberikan anestesi lokal, tetapi pada
anak-anak biasanya anestesi umum diperlukan
IV.3 Prosedur
Beberapa teknik ada untuk melakukan drainase sinus maksilaris. Meatus inferior dan
fosa kanina adalah sisi yang optimal untuk melakukan drainase oleh mudah di akses dan
tulang yang relatif tipis dan memiliki vaskularisasi yang baik.
Persiapan Pasien
Pasien yang dalam keadaan sadar berada dalam posisi duduk untuk memungkinkan aliran
drainase sinus ke dalam bassin. Jaga jalan nafas dan lakukan suction orofaring selama
prosedur pada pasien yang tidak sadar. Pada pasien di ICU, kateterisasi pada sinus
memungkinkan untuk dilakukan bersamaan dengan drainase sinus untuk memastikan
drainase yang adekuat.
6
Pungsi Meatus Inferior
Gunakan anestesi topikal ( seperti kokain, tetrakain, lidokain 4% ) dan anestesi
lokal/vasokonstrikstor ( seperti lidokain 1% dengan epinefrin 1:100.000 ) untuk
menginfiltrasi mukosa meatus inferior.
Letakan trokar bengkok di mukosa dan tulang 1 cm di atas lantai/dasar hidung, 1/3 bagian
trokar mengarah mendekati koana posterior dengan sudut menghadap keatas memungkinan
penetrasi optimal ke dalam sinus. Trokar bengkok lebih di pilih dibandingkan trokar lurus
untuk meminimalkan risiko cedera orbita dikarenakan pegarahan yang salah. Dorong trokar
sampai menusuk mukosa sinus, kemudian lepaskan introduser.
Aspirasi sampel steril dengan menggunakan syringe 10 mL untuk pewarnaan Gram, kultur
dan sensitivitas.
Irigasi sinus dengan 50-100mL cairan NaCl Isotonik memungkinkan aliran dari sekret yang
purulen melalui ostium yang telah ada ( ostium alami ). Irigasi hanya dilakukan setelah trokar
telah pasti berada di dalam antrum dengan cara menaspirasi dan di dapatkan udara atau cairan
yang purulen.
Prosedur selesai dilakukan bila sekresi yang melalui ostium alami jernih. Lepaskan trokar dan
istirahatkan pasien selama 15 menit untuk menghindarai episode vasovagal.
Pungsi Fossa Kanina
Gunakan anestesi topikal ( seperti kokain, tetrakain, lidokain 4% ) dan anestesi
lokal/vasokonstrikstor ( seperti lidokain 1% dengan epinefrin 1:100.000 ) untuk
menginfiltrasi groove superior gingivolabial pada fosa kanina.
Letakan trokar lurus di mukosa dan tulang, superior dari akar kaninus, inferior dari foramen
intra orbita, medial dari zygomatik buttress dan lateral dari apertura piriformis, memungkikan
penetrasi optimal ke dalam sinus. Dorong trokar sampai mukosa sinus tertusuk dan lepaskan
introduser.
Aspirasi sampel steril dengan menggunakan syringe 10 mL untuk pewarnaan Gram, kultur
dan sensitivitas.
Irigasi sinus dengan 50-100mL cairan NaCl Isotonik memungkinkan aliran dari sekret yang
purulen melalui ostium yang telah ada ( ostium alami ). Irigasi hanya dilakukan setelah trokar
7
telah pasti berada di dalam antrum dengan cara menaspirasi dan di dapatkan udara atau cairan
yang purulen.
Prosedur selesai dilakukan bila sekresi yang melalui ostium alami jernih. Lepaskan trokar dan
istirahatkan pasien selama 15 menit untuk menghindarai episode vasovagal.
Teknik Endoskopi
Teknik endoskopi berguna bila terjadi infeksi multipel sinus atau dekompresi orbita pada
pasien dengan komplikasi.
Menggunakan teleskop 0° atau 30° dilakukan inspeksi kavum nasi bilateral. Diperhatikan
kondisi dari mukosa,konka, septum dan jalan nafas, juga apakah ada sekret yang purulen.
Pada sisi sinus maksilaris yang terinfeksi, konka media dan prosesus ucinatus di anestesi
infiltrasi dengan lidokain 1-2% dengan epinefrin 1:100.000. Kemudian hidung ditutup
dengan 0,25 inch kasa selama 5 menit untuk dekongesti optimal.
Menggunakan freer elevator atau backbitting instrumen, procesus ucinatus pindahkan, ostium
sinus maksilaris dapat terekspos. Dengan suction bengkok masuk ke dalam sinus maksilaris
dan sekresi di kirim untuk kultur. Ostium dibuka dengan lebar untuk memungkinkan drainase
sinus.
Gambar III.1 Drainase Operatif Pada Sinusitis Maksilaris
8
IV.4 Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi absolut untuk tindakan operatif drainase sinus, evaluasi hati-
hati diperlukan pada pasien yang berisiko tinggi mengalami perdarahan ( seperti trombosit
yang rendah ) atau dengan variasi anatomi dimana meningkatkan risiko cedera stuktur
disekitarnya ( seperti hipoplastik sinus maksilaris )
IV.5 Komplikasi Tindakan
Komplikasi dari prosedur drainase non-endoskopi dapat minor atau berbahaya. Komplikasi
yang paling sering terjadi adalah kesalahan memasukan trokar ke dalam sinus karena posisi
yang tidak tepat, penetrasi mukosa sinus yang tidak komplit, atau adanya hipoplastik antrum.
Epistaksis dapat terjadi karena laserasi dari mukosa nasal atau koagulopati yang telah ada
sebelumnya. Komplikasi berbahaya termasuk cedera orbita, embolisme udara, dan kematian
sekunder karena injeksi udara ke dalam sinus.(2)
9
BAB V
FUNCTIONAL ENDOSCOPIC SINUS SURGERY ( FESS )
V.1. Introduksi (4,5)
Pioner dari FESS adalah Messerklinger dan Wigand pada akhir 1970 ,dimana saat ini
telah dikembangkan lebih jauh oleh para ahli bedah hidung dan sinus yang disertai dengan
semakin majunya perkembangan pencitraan sehingga pengertian akan anatomi dan
patofisiologi dari sinusitis kronik memungkinkan para ahli bedah untuk melakukan tindakan
operasi yang lebih kompleks dengan lebih aman.(4)
FESS adalah sebuah prosedur dengan menggunak endoskopi nasal ( menggunakan
tekonologi lensa Hopkin ) melewati kavum nasi untuk menghindari sayatan pada kulit.
Endoskopi ini memiliki diameter 4mm ( untuk orang dewasa ) dan 2,7 mm ( untuk anak-anak
) dan memiliki sudut yang bervariasi dari 0°, 30°, 45°, 70°, 90° dan 120°. Memberikan
iluminasi yang baik di dalam kavum nasi dan sinus.(5)
Senior et al melaporkan gejala membaik pada 66 dari 72 ( 91,6% ) pada pasien yang
mendapat ESS ( Endoscopic Sinus Surgery ) dengan follow-up selama 7.8 tahun. Juga
meningkatkan kualitas hidup sebanyak 85% dengan follow-up selama 31,7 bulan
Functional endoscopic sinus surgery (FESS) diberi nama demikian dengan tujuan untuk
membesarkan tujuan obejektif primer yaitu mengembalikan fungsi sinus paransal dengan
mengembalikan aerasi ke keadaan awal/normal dan pola bersihan mukosilia yang
seharusnya.
V.2 Indikasi
Indikasi terbanyak adalah pada penyakit inflamasi dan infeksi sinus. Indikasi tersering
untuk ESS adalah
1. Sinusitis Kronik yang refrakter terhadap terapi medikamentosa
2. Sinusitis berulang
3. Poliposis Nasal
4. Polip Antokoanal
10
5. Mukokel Sinus
6. Eksisi Tumor
7. Penutupan LCS yang merembes
8. Dekompresi Orbita ( seperti Graves oftalmopati )
9. Dekompresi Nervus Optikus
10. Dakriosistorinostomi
11. Reparasi Atresia Koana
12. Pengangkatan Benda Asing
13. Kontrol Epistaksis(4)
Biasanya, ESS dilakukan pada pasien yang memiliki catatan rinosinusitis
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik lengkap, termasuk CT-scan bila diperlukan dan
gagal terhadap terapi medikamentosa. (4)
V.3 Kontraindikasi
Beberapa keadaan tidak memungkinkan dilakukannya tindakan endoskopi, yaitu pada
komplikasi intraorbita dari sinusitis akut seperti abses orbita atau osteomielitis frontal dengan
Potss puffy tumor. Pemeriksaan CT/ MRI preoperatif membantu mengarahkan dokter bedah
V.4 Prosedur
Preoperatif CT Scan(6)
Pencitraan CT harus slice setipis mungkin ( 3mm atau kurang ) dan potongan koronal dan
aksial yang dipakai. Evaluasi dilakukan pada 7 daerah,
1. Basis Kranium : analisa panjangnya, ketebalan, adakah erosi atau tidak, asimetri,
tinggi dan slope.
2. Dinding Medial Orbita : bukti penipisa, erosi atau protrusi isi orbita.
3. Arteri Etmoidalis Anterior : diidentifikasi kedudukannya terhadap basis kranium.
4. Tinggi Vertikal dari Etmoidalis Posterior : dapat di ukur dari inspeksi jarak atap sinus
maksilaris posteriormedial menuju basis kranium. Pasien dengan jarak vertikal yang
lebih pendek berisiko tinggi mengalami cedera intrakranial.
5. Sinus Maksilaris : apakah ada infraorbita sel udara etmoid ( Haller sel ), sisi medial
dilihat derajat protursi ke dalam kavum nasi dan resirkulasi / ostia aksesoris
11
6. Sinus Sfenoid : lokasi septum intersinus dan ukuran relatif kedua sisi.
7. Resesus frontaslis dan anatomi sinus.
Anestesia
Walaupun dahulu FESS menggunakan anestesi lokal, sekarang anestesi umum lebih sering
dipakai oleh karena prosedur yang lebih teliti dan lebih detil yang memerlukan waktu lebih
panjang. Walaupun demikian vasokonstriktor dan anestesi topikal tetap dibutuhkan untuk
meminimalkan pendarahaan.
Digunakan spray oxymetazoline 1 jam sebelum prosedur, juga digunakan kokain bubuk
topikal ( 125-150 mg ) pada aplikator nasal. Dapat dilakukan blok anestesi sfenopalatina
secara transoral atau transnasal untuk memperkuat anestesi dan vasokonstriksi juga
mengurangi perdarahan bila sinus etmoid posterior / sfenoid terkena.
Gambar V.1 Blok Transnasal Sfenopalatina
( dilihat dengan endoskopi pada kavum nasi kanan )Jarum tonsil bersudut melewati aspek
lateral dari porsi horizontal basal lamella. Ini dapat digunakan bila jalur transoral dimana
terdapat patensi meatus medius BL, basal lamella; LW, lateral nasal wall; MT, middle
turbinate.
12
Kemudian dilakukan injeksi pada dinding lateral kavumnasi di dekat prosesus ucinatus,
menggunakan syringe 3mL, jarum 27G.(5) dengan lidokain 1% ditambah epinefrin
( 1:100.000) (6). Kemudian inlet superios dan permukaan anterior dari konka media di injeksi
submukosa. Kemudian 4mL dari 4% kokain di masukan kedalam pledge ditempatkan
bilateral pada nares.
Gambar V.2 Gambaran melalui endoksopi konka media kiri, dimana lingkaran kecil
berwarna hitam merupakan tempat dilakukannya injeksi intranasal.(7)
Endoskopi Uncinektomi
FESS dimulai dengan uncinektomi. Bila prosesus ucinatus dapat terlihat tanpa memanipulasi
konka media, uncinektomi dapat dilakukan secara langsung. Konka media di geser ke medial
dengan lembut, secara hati-hati menggunakan bagian melengkung dari elevator Freer untuk
menghindari cedera mukosa dan mencegah medialisasi dengan kasar dan fraktur konka.
Kemudian uncinektomi dilakukan dengan insisi dengan ujung tajam dari elevator Freer atau
sickle knife. Insisi harus dilakukan pada bagian paling anterior dari prosesus ucinatus, dimana
lembut ketika di palpasi dibandingkan dengan tulang lakrima yang keras, dimana duktus
nasolakrimalis berada. Kemudia forsep Blakesley untuk memegang ujung bebas prosesus
ucinatus dan melepaskannya. Ucinektomi komplit penting untuk visualisasi berkelanjutan,
13
dimana ucinektomi tidak komplit ada alasan yang paling sering menyebabkan kegagalan pada
operasi pertama. (4)
Antrostomi Maksilla/ Etmoidektomi
Ketika ostium alami dari sinus maksilaris berhasil di identifikasi, ostium seeker ditempatkan
pada ostium dan secara hati-hati di dorong ke arah posterior untuk membesarkan ostium. (3)
pastikan tidak ada dehisens dari lamina papirasea dan konfirmasi lokasi lamina. Ostium alami
ini terletak di ujung inferior dari konka media, sekita sepertiga bagian belakang. (4) Ukuran
yang cukup untuk aliran masih kontroversial, kurang lebih 1 mm. Menggunakan forsep
penggunting, ostium dilebarkan. Di inspeksi dengan menggunakan skopi 30° atau 70° untuk
memastikan tidak ada penyakit lainnya di dalam sinus dan ostium alami termasuk di dalam
atrostomi. Bila terdapat polip atau mikrolit, dapat dibuang dengan menggunakan forsep
giraffe atau suction bengkok.(3)
V.5 Prosedur Post-Operatif
Nasal packing dikeluarkan, pasien diberikan nasal spray saline ( seperti
OCEAN Nasal spray ) dan antibiotik dan di instruksikan untuk kembali kedokter 1
minggu kemudian. (4)
V.6 Komplikasi Tindakan
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi :
1. Perdarahan
2. Terbentuk sinekia
3. Cedera orbita
4. Diplopia
5. Hematom Orbita
6. Kebutaan
7. LCS yang merembes
8. Trauma langsung otak
9. Trauma duktus nasolakrimalis/ epifora (4)
14
BAB VI
BALLOON SINUPLASTY
VI.1 Introduksi(7)
Balloon Sinus Dilatation ( BSD ) mewakili teknik preservasi jaringan pertama dan
menghindari teknik destruktif untuk FESS. Seperti angioplasti yang digunakan untuk
membuka arteri koronaria dan menghindari operasi bypass, BSD di menawarkan pasien
sinusitis kronis kemungkinan preservasi komplit dan restorasi anatomi sinus.
Teknik ini pertama kali diajukan pada tahun 2006 oleh Bolger dan Vaughan sebagai prosedur
yang aman, efektif dan terpercaya.
VI.2 Indikasi
Indikasinya sama dengan FESS dengan tujuan memberikan akses permanen dan
ventilasi pada sinus yang obstruksi yang kemudian memberikan fungsi normal dari sinus.
Adapun BSD sendiri hanya dapat dilakukan pada sebagian pasien yang dapat dilakukan
FESS. BSD hanya terbatas untuk sinus frontal, sfenoid dan maksilaris. Pada pasien dengan
penyakit pada sinus etmoid, BSD sebagai terapi adjuvan setelah atau sebelum etmoidektomi.
VI.3 Kontraindikasi
Tidak dapat dilakukan pada pasien dengan poliposis sinus, penyakit jamur ekstensif,
penyakit jaringan lanjut, atau suspek neoplasma.
VI.4 Prosedur
Persiapan
Prosedur dilakukan di ruang operasi dimana pasien mendapat anestesi umum. Secara
umum anestesi yang diberikan sama dengan FESS.
Peralatan
Peralatan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :
1. Kateter seri yang berfungsi sebagai alat dilatasi
15
Gambar VI.1 Acclarent Guide Catheters
2. Guidewire. Bisa radioopaque atau cahaya transmisi untuk fluroskopi atau pengarah
transiluminasi masuk ke dalam sinus.
Gambar VI.2 Acclarent Lighted Guidewire
3. Satu seri kateter balon non-komplian yang digunakan untuk dilatasi dari ostium.
16
Gambar VI.3 Acclarent Dilational
Balloons
Gambar VI.4 Acclarent Detail
4. Alat Balloon inflasi
Gambar VI.5 Balloon Inflation Device
17
5. Endoskopi satu tangan yang dapat di tekuk dan aparatus kateter
Gambar VI.6 Endoskopi 1 tangan.
6. Kateter Irigasi. Untuk membersihkan materi-materi keluar dari sinus
Gambar VI.7 Kateter Irigasi
Terdapat 2 alat BSD yang dipakai di Amerika Serikat, yaitu Accalarent yang dapat digunakan
untuk terapi sinus frontalis, sfenoid dan maksilaris, dan Entellus yang di gunakan untuk
obstruksi sinus maksilaris.
Posisi
Posisi pada BSD sama dengan FESS.
Teknik
Manajemen Fluroskopi
Fluroskopi diperlukan bila memakai non-iluminasi guidewire. Beberapa hal perlu
diperhatikan seperti posisi pasien, posisi dokter bedah untuk menghindari C-arm dari alat
guna mengurangi paparan radiasi.
18
Dekongesti
Dekongestan topikal diperlukan untuk visualisasi yang baik, dapat digunakan onymetzolin,
phenylephrine atau epinefrin terdilusi.
Sinus Maksilaris Balloon Dilatasi
Tatalaksana pada sinus maksilaris dapat antegrade atau retrograde wiredguided kateter,
tergantung dari kemampuan dan kemauan dokter bedah.
Dengan Entellus
Entellus di letakan dengan memasukan ke dalam sinus maksila melalui lubang yang dibuat
pada dinding anterior sinus maksila pada fossa kanina. Pertama-tama sebelum dilakukan
insersi pada mukosa gingiva dengan trokar yang tajam, lakukan injeksi anestesi lokal dan
vasokonstriktor ke dalam mulut dan mukosa hidung. Tekan trokar sampai berkontak dengan
tulang bagian lateral dan superior dari akar kaninus dan inferior dari cabang maksilaris N.V
setibanya keluar dari foramen infraorbita. Dengan menggunakan Entellus akan mengarahkan
dokter bedah membuat trokar lebih ke lateral memberikan gambaran panoramik yang lebih
baik dari dinding medial maksila, dimana anatomi bagian inferior termasuk infraostial ridge.
Setelah trokar menembus, sudut dari trokar paralel dengan dinding anterior maksila dengan
mendepresi pengangan alat tersebut mendekati gigi maksila sambil memutar alat secara
halus. Ini diperlukan untuk melihat ostium maskila dimana terletak di atas dan anterior di
dinding medial maksila. Setelah akses menuju sinus didapatkan, visualisasi yang adekuat
dilakukan dengan teleskop kecil fiberoptik fleksibel , kanulasi ostium maksilaris interna
dengan ujung yang menekuk dari guidwire balloon.
Gambar VI.8 Pandangan Endoskopi melalui
sinus maksila di atas infraostial ridge
Gambar VI.9 Gambaran Endoskopi Direk
19
Masuk ke dalam sinus maksila dengan alat Entellus, kemudian dilakukan dilatasi ostium
maksila dengan alat Entellus.
Gambar VI.10 Dilatasi Ostium Maksila
Irigasi sinus untuk membersihkan darah/ hasil sekresi mungkin diperlukan untuk visualisasi
yang baik.
Dengan Acclarent
Langkah pertama adalah menempakan kateter pengarah dengan bantu endoskopi mendekati
ostium alami maksila dimana ditemukan di belakang prosesus ucinatus dan anterior dari bula
etmoid. Kateter pengarah yang dbutuhkan 90 atau 110° untuk memastikan anatomi dari
anterior bulla atau posterior prosesus ucinatus. Secara halus dan terus menerus dan tarik
perlahan kawat pengarah yang bengkok dengan hasil akhir kawat di dalam sinus. Fluroskopi
mungkin dibutuhkan untuk memfasilitasi kawat menuju sinus. Konfirmasi lokasi kawat
dengan fluroskopi PA atau transiluminasi sinus maksilari anterior dengan kawat pengarah
bercahaya. Dorong balon melalui kawat yang menjadi arah dan tarik kateter, kemudian
kembangkan. Setelah dikembangkan segera kempiskan dan lakukan visualisasi dengan
teleskop 70°
VI.5 Komplikasi
Hanya di dapatkan 0,0035% yang mendapat komplikasi.
20
BAB VII
INFERIOR ANTROSTOMI
VII.1 Prosedur(3)
Diberikan topikal oxymetazoline pada pledgets, kemudian 1% lidokain dengan
1:100.000 epinefrin di injeksinya dengan arahan endokskopi sepanjang lateral dinding kavum
nasi di bawah konka inferior, menggunakan syringe 3mL jarum 27 G. Karena duktus
nasolakrimal terletak kurang lebih 1 cm di depan ositum alami sinus maksila, injeksi dan
tindakan operasi dilakukan satu sampai dua per tiga jarak belakang sepanjang konka inferior.
Kemudia sinus maksilaris di pungsi pada daerah ini dengan menggunakan trokar begkok.
Antrostomi ini dapat di lebarkan dengan menggunakan forsep penggunting.
VII. 2 Komplikasi
Komplikasi utama dari antrostomi inferior adalah trauma pada duktus nasolakrimalis.
Resirkulasi mukus dari ostium almi maksilaris melalui inferior antrostomi memungkinkan
terjadi bilaman terjadi reduksi konka inferior.
21
BAB VIII
PROSEDUR CALDWELL-LUC
VIII.1 Introduksi
Caldwell-Luc ada sebuah antrotomi yang dilakukan melalui fossa kanina melalui
insisi pada sulkus gingivobukal. Dimana pada prosedur ini meliputi pengangkatan seluruhnya
mukosa antrum dan pembukaan jendela nasoantral melalui meatus inferior. (6)
VIII.2 Indikasi
Adapun indikasi dilakukannya prosedur ini adalah (6)
1. Sinusitis maksiralis mikotik
2. Mukokel multiseptal sinus maksilaris
3. Polip antroskoanal
4. Penutupan fistula oroantral
5. Akses untuk transantral sphenoetmoidektomi, dekompresi orbita, perbaikan fraktur
lantai orbita, eksplorasi fossa pterigomaksilari
6. Eksisi tumor yang melibatkan antrum
VIII.3 Prosedur(3)
Untuk kenyamanan pasien, prosedur ini dilakukan dengan anestesi umum. Lidokain
1% dengan 1:100.000 epinefrin di injeksikan di tempat insisi. Buat insisi 3 cm ditengah atas
antara gigi kaninus dan premolar pertama bersamaan dengan meninggalkan kurang lebih 0,5-
1 cm intak gingiva di atas dentin untuk memfasilitasi penutupan. Dengan menggunakan
elektrokauter, diseksi dilakukan melalaui jaringan lunak dan periosteum tulang. Selanjutnya
periosteal elevator digunakan untuk mengelevasi periosteum dari dinding anterior maksila.
Hati-hati dan identifikasi nervus infraorbita yang terletak vertikal dan inferior dari garis
midpupilari supaya tidak cedera. Pada fosa kanina, menggunakan malet dan osteotone, sinus
maksilaris dapat dimasuki melewati tulang yang tipis di anterior. Selanjutnya Rongeurs
digunakan untuk memperbesar pembukaan. Bila ada pus pada kavum maksila dikirim untuk
di kultur. Selanjutnya dilakukan irigasi sinus. Insisi dilakukan dengan menggunakan 3-0 atau
4-0 benang yang dapat di serap.
22
Gambar VIII.1 Insisi bukoginggival Gambar VIII.2 Area Antrostomi
Gambar VIII.2
Prosedur Cadwell-Luc.
A. Insisi mukosa dan
periosteum.
B.Menarik periosteum.
C. Membuka Antrum
dengan gauge.
D.Melebarkan antrum.
E.Membersihkan antrum.
F.Menutup antrum
23
VIII.4 Komplikasi(3)
Komplikasi utama pada prosedur ini adalah fistula oroantral, cedera pada nervus
infraorbita yang diikuti dengan hipestesia dan kerusakan pada akar gigi.
VIII.5 Perawatan Pasca Operasi
Posisi kepala pasien di elevasikan 30 derajat dan diberikan ice pack untuk
meminimalkan edema fasial. Penggunaan nasal spray saline beberapa kali dalam sehari
membantu mencegah pembentukan krusta intranasal. Bila digunakan packing antranasal,
antibiotik spektrum luas pasca-operasi perlu diberikan. Semua packing di lepaskan 2-5 hari
setelah operasi melalui rute transnasal. Lavage nasal saline di gunakan setelah packing
dilepaskan. (6)
.
Follow up di lakukan setiap minggu pada bulan pertama, 2 minggu sekali pada bulan kedua,
setelah itu dimonitor 4 kali dalam 1 tahun.
24
BAB IX
DAFTAR PUSTAKA
1. Soetjipto D, Mangukusumo E. Sinusitis dan Sinus Paranasal . Dalam : Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Editor : Afiaty
AS,Iskandar N,Bashiruddin J, Restuti RD. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FK
UI.2008
2. Sobol SE, Tewfik TL. Article : Surgical Treatment of Acute Maxillary Sinusitis.
Available at : http://emedicine.medscape.com/article/861886-overview. Accessed
August 24th 2012
3. Patel A. Vaughan WCArticle : Surgical Treatment of Chronic Sinusitis Maxillaris.
Available at : http://emedicine.medscape.com/article/232791-overview. Accessed
August 24th 2012
4. Patel A. Article : Functional Endoscopic Sinus Surgery. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/863420-overview#showall. Accessed August
24th 2012
5. Kennedy DW. Functional endoscopic sinus surgery. Technique. Arch Otolaryngol
111 (10): 643–9. PMID 4038136.1985
6. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Head and Neck Surgery-Otolaringology.4thed.
USA: Lippincott William and Wilkins.2006
7. Hepworth EJ. Article : Balloon Sinuplasty. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1574031-overview#showall. Accessed August
24th 2012
25
26