makalah mikro
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Cuka didefinisikan sebagai larutan yang mengandung 4% asam asetat
yang dihasilkan dari suatu proses fermentasi alkoholik menggunakan bahan-bahan
yang mengandung gula (Joyeux et al., 1984, Drydale dan Fleet, 1985, Kocher et
al., 2006). Saat ini industri cuka di dunia telah berkembang, terbukti dengan
diproduksinya cuka dari berbagai sumber gula sebagai bahan baku. Di Indonesia
sendiri telah tersedia cuka dari buah apel dan bunga rosella (Anonima, 2010).
Keduanya mempunyai khasiat yang baik untuk kesehatan. Produksi cuka ini
memanfaatkan bakteri asam asetat hasil isolasi atau secara alami (Drydale dan
Fleet, 2010).
Bakteri asam asetat terdiri dari suatu kelompok bakteri gram negatif,
bersifat aerob, dan kapasitasnya mampu mengoksidasi berbagai jenis alkohol dan
gula menjadi asam asetat sebagai bahan baku komersil yang penting untuk
industri cuka. Kelompok bakteri asam asetat yang banyak diteliti dan digunakan
dalam industri adalah genus Gluconobacter dan Acetobacter sp.
Genus Acetobacter adalah genus utama yang terlibat dalam industri
fermentasi cuka (Sokollek, 2008). Genus Acetobacter adalah gram negatif, aerob,
berbentuk batang, dengan ukuran 0,6-0,8 x 1,0-4,0 μm (Joyeux, 1984). Pada
umumnya Acetobacter terdapat di beberapa buah seperti anggur dan buah-buah
yang telah membusuk. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa genus
Acetobacter mampu diisolasi dari suspensi campuran berupa buah cherry, apel,
kurma, palm, kelapa, beberapa bunga dan masih berpotensi pada bahan-bahan lain
yang bersifat asam (pH dibawah 5), termasuk kulit pisang. Kulit pisang selain
berpotensi sebagai habitus Acetobacter ternyata terbukti dapat dijadikan sumber
gula dalam pembuatan cuka, produknya dinamakan cuka pisang (Susanto, 2009).
Khasiat dari kulit pisang tidak kalah dengan buahnya. Hasil penelitian dari tim
Universitas Kedokteran Taichung Chung Shan, Taiwan, memperlihatkan bahwa
ekstrak kulit pisang ternyata berpotensi mengurangi gejala depresi dan menjaga
retina mata dari kerusakan cahaya akibat regenerasi retina. Selain kaya vitamin
1
B6, kulit pisang juga ternyata banyak mengandung serotonin yang sangat vital
untuk menyeimbangkan mood (Anonimb, 2010).
Isolasi Acetobacter dari kulit pisang dilakukan dengan memisahkan dan
menumbuhkannya pada medium selektif berupa mannitol agar. Pengujian
Acetobacter yang didapat dilakukan dengan uji morfologi meliputi uji makro dan
mikroskopik, reaksi gram, pewarnaan acid fast dan uji rDNA, kemudian diuji
kadar asam asetat yang dihasilkan dengan metode titrasi asam basa (Utomo,2010).
Menurut Maal . (2010) perlakuan penambahan alkohol pada medium
tumbuh Acetobacter sebesar 5%, 7%, dan 9% serta peningkatan suhu tumbuh dari
26-27oC menjadi 36-40oC dapat meningkatakan produktivitas asam asetat karena
memperpanjang fase lag. Semakin besar kadar asam asetat yang dihasilkan dalam
waktu yang singkat, akan mengefektifkan produksi cuka. Selain itu, Acetobacter
yang digunakan lebih murni sehingga berpotensi menghasilkan cuka dengan rasa
dan nutrisi yang baru dan lebih baik (Maal, 2010).
Mengingat bahwa kulit pisang terbukti dapat menjadi sumber gula pada
pembuatan cuka, akan sangat menarik apabila bakteri Acetobacter juga dapat
diisolasi dari kulit pisang tersebut. Penggunaan isolat Acetobacter indigenous dari
kulit pisang mungkin dapat meningkatkan produksi cuka pisang karena ada
kesesuaian habitus antara bakteri Acetobacter dengan kulit pisang (Musa
paradisiaca).
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana metodologi isolasi dan identifikasi Acetobacter indigenous
dari kulit pisang (Musa paradisiaca) ?
2. Bagaimana potensi bakteri Acetobacter indigenous dari kulit pisang (Musa
paradisiaca) dalam menghasilkan asam asetat sehingga mengefektifkan
produksi cuka pisang?
I.3 Tujuan
1. Mengetahui metodologi isolasi dan identifikasi Acetobacter indigenous
dari kulit pisang (Musa paradisiaca).
2
2. Mengetahui potensi bakteri Acetobacter indigenous dari kulit pisang
(Musa paradisiaca) dalam menghasilkan asam asetat sehingga
mengefektifkan produksi cuka pisang.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Bakteri Asam Asetat
Secara alamiah bakteri asam asetat terdiri dari suatu kelompok bakteri
gram negatif, bersifat aerob, dan kapasitasnya mampu mengoksidasi berbagai
jenis alkohol dan gula menjadi bahan-bahan komersil yang penting untuk
makanan dan bahan kimia. Kelompok bakteri asam asetat yang banyak diteliti dan
digunakan dalam industri adalah genus Gluconobacter dan Acetobacter sp
(Sokollek , 1998). Perbedaan dari kedua genus terletak pada bentuk flagella dan
kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan air (tabel 1). Genus
Acetobacter menggunakan alkohol sebagai sumber karbon yang lebih disukai dan
ditingkatkan pada proses fermentasi (Joyeux, 1984). Sehingga genus Acetobacter
adalah genus utama yang terlibat dalam industri fermentasi cuka.
Tabel 1. Perbedaan Genus Acetobacter dan Gluconobacter
Karakter Acetobacter Glucanobacter
Flagella Peritrichous Polar
Tumbuh pada pH 4,5 + +
Oksidasi alkohol menjadi asam
asetat pada pH 4,5
+ +
Kemampuan oksidasi asam asetat
menjadi CO2 dan air
+ -
DNA (mol % GC) 53-56 56-54
Jumlah spesies 7 3
(sumber : Brock et al., 1994)
Secara morfologi, Gangwar (2009) melaporkan bahwa karakter koloni dari
bakteri-bakteri asam asetat yang dihasilkan dari tebu dan gandum adalah seperti
yang disajikan dalam tabel di bawah.
Tabel 2. Morfologi Koloni Bakteri Asam Asetat
Isol
at
Warna Koloni Topografi Bentuk Gram Cara Gerak
1 Transparan Bulat kecil Koma - Motil
2 Transparan Bulat Koma - Motil
3 Putih agak Pekat Teratur Batang - Non-Motil
4 Putih krim Bulat Batang - Non-Motil
4
5 Putih Krim Bulat Batang - Motil
6 Putih keabu-abuan Tidak Teratur Bulat Batang + Motil
(sumber : Gangwar, 2009)
II.2 Genus Acetobacter
Gambar berikut menunjukkan koloni Acetobacter :
Gambar 1 dan 2 - Koloni Acetobacter pada Metode Cawan Gores
Genus Acetobacter adalah gram negatif, aerob, berbentuk batang (rod) dengan
ukuran 0,6-0,8 x 1,0-4,0 μm (Joyeux, 1984). Alat gerak berupa motil atau non
motil dan mempunyai flagel pada seluruh permukaan tubuhnya (peritrik) . Pada
umumnya Acetobacter terdapat dibeberapa buah seperti anggur dan buah-buah
yang telah membusuk. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa genus
Acetobacter mampu diisolasi dari suspensi campuran berupa buah cherry, apel,
kurma, palm, kelapa, beberapa bunga dan masih berpotensi pada bahan-bahan
yang lain. Secara morfologi genus Acetobacter mempunyai koloni berwarna putih
krim dengan topografi bulat dan berbentuk batang (rod) (Gangwar, 2009).
II.3 Isolasi Mikrobia
Isolasi berarti mengidentifikasi, mengambil, memisahkan, dan
menumbuhkan mikrobia tertentu untuk mendapatkan biakan murninya. Biakan
murni yang didapatkan kemudian ditumbuhkan dalam media yang cocok untuk
diambil manfaatnya. Manfaat yang bisa diambil tergantung kapasitas mikrobia
yang diisolasi. Berbagai mikrobia terlibat dalam proses fermentasi dalam industri
manufaktur, farmasi, pertambangan, bahan kimia, serta pengolahan limbah dan
menghasilkan produk- produk yang berguna bagi kesejahteraan umat manusia
(Pelczar, 1988) .
5
II.4 Medium Agar
Media adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat hara
(nutrient) yang berguna untuk membiakkan mikroba. Banyak sekali medium yang
tersedia, yang dipakai bergantung pada beberapa faktor salah satu diantaranya
adalah jenis mikroba yang akan ditumbuhkan (Pelczar, 1988). Medium-medium
tersebut dikelompokkan berdasarkan susunan kimia, wujud, dan fungsi. Medium
berdasarkan susunan kimianya terdiri dari medium anorganik, organik, sintetik,
dan non sintetik. Berdasarkan wujudnya, medium dapat berupa cair, padat, atau
padat yang dicairkan. Sedangkan media berdasarkan fungsinya, terdiri dari dua
jenis yaitu medium diperkaya dan medium selektif ( Hidayat, 2006). Salah satu
medium agar yang dapat digunakan untuk menumbuhkan bakteri
Acetobacter adalah mannitol agar. Komposisinya adalah : mannitol 5
gram, agar 8 gram, yeast extract 5 gram, peptone 3 gram, dan air suling 1.000 ml.
Penambahan etanol sebesar 5%, 7%, dan 9% dapat meningkatkan produktivitas
asam asetat karena memperpanjang fase lag (Maal, 2010).
II.5 Suspensi Campuran Mikrobia
Pengambilan isolat mikrobia membutuhkan suatu suspensi campuran
yang diduga menjadi habitatnya. Bakteri Acetobacter terdapat dibeberapa buah
seperti anggur dan buah-buah yang telah membusuk serta di lingkungan manapun
di bawah pH 5 (Maal, 2010).
II.6 Metode Isolasi Mikrobia
Berdasarkan bentuk media dan cara menumbuhkan media aerob
dibedakan menjadi tiga metode, yaitu metode cawan tuang, cawan gores, dan agar
miring (Sutedjo, 1998).
Sterilisasi
Sterilisasi adalah suatu usaha untuk membebaskan alat-alat dan bahan-
bahan dari segala macam bentuk kehidupan (kontaminan), terutama mikroba.
Metodenya adalah : (1) sterilisasi dengan pemijaran, (2) sterilisasi dengan udara
kering panas, (3) sterilisasi dengan uap air panas, (4) sterilisasi dengan uap panas
bertekanan, (5) sterilisasi dengan bahan-bahan kimia (Susanto, 2009).
6
Cawan Tuang
Mengencerkan mikroorganisme sehingga diperoleh biakan yang dapat
dipisahkan dari organisme lainnya. Setiap koloni yang tampak pada cawan
tersebut setelah diinkubasi berasal dari satu sel tunggal. Proses pengenceran
penting dilakukan karena konsentrasi sel-sel mikroba di dalam eksperimen pada
umumnya tidak diketahui sebelumnya, maka pengenceran perlu dilakukan
beberapa tahap sehingga sekurang-kurangnya satu diantara cawan-cawan tersebut
mengandung koloni yang terpisah baik di permukaan agar maupun di dalamnya
(Pelczar, 1988).
Cawan Gores
Koloni bakteri digoreskan di permukaan medium agar nutrien dalam
cawan petri dengan jarum pindah mengikuti suatu gambar tertentu. Tujuan utama
dari penggoresan cawan ini adalah untuk menghasilkan koloni-koloni yang
terpisah dengan baik dari suspensi sel yang pekat. Metode ini sekarang banyak
digunakan, karena tidak memakan banyak waktu tetapi tidak bisa digunakan untuk
bakteri anaerob (Dwidjoseputro, 2003).
Agar Miring
Agar miring adalah media agar dalam tabung reaksi yang diletakkan
miring pada waktu pendinginan. Isi tabung yang diletakkan demikian akan
mengeras dengan permukaan miring. Sehingga mudah menanamkan bakteri di
dalamnya dengan jarum ose (Susanto, 2009).
II.7 Metode Identifikasi
Pengujian Acetobacter yang didapat dilakukan dengan uji morfologi
meliputi uji makroskopik dan mikroskopik, reaksi gram, pewarnaan acid fast dan
uji rDNA (Maal, 2010).
Pengujian Makro dan mikroskopik
Sifat-sifat koloni yang tumbuh pada metode cawan tuang dikelompokkan
berdasarkan (1) bentuk koloni, (2) permukaan koloni, dan (3) tepi koloni.
Sedangkan sifat-sifat koloni yang tumbuh pada metode agar miring
dikelompokkan berdasarkan : (1) bentuk pertumbuhan koloni, (2) elevasi, (3)
7
kilat, (4) bentuk permukaan (topografi), (5) warna, (6) ciri-ciri optik, (7) bau, (8)
konsistensi, dan (9) warna medium (Sutedjo, 1998).
Gambar 3 dan 4 - Bentuk dan Tepi Koloni pada Cawan Tuang dan Gores
(sumber : Dwidjoseputro, 2003)
Gambar 5 dan 6 - Permukaan dan Bentuk Koloni pada Cawan Tuang, Gores, dan Agar
Miring (sumber : Dwidjoseputro, 2003)
Mikroskop adalah instrumen ykang paling banyak digunakan dan sangat
bermanfaat di laboratorium mikroskopi (Pelczar, 1988). Dengan alat ini diperoleh
perbesaran sehingga memungkinkan untuk melihat organisme dan struktur yang
tidak tampak dengan mata telanjang. Setiap tipe instrumen yang digunakan untuk
kerja mikroskopi berguna untuk pemeriksaan beberapa ciri morfologi khusus
(Pelczar, 1988, Sutedjo, 1998).
Uji Biokimia
Uji biokimia meliputi pewarnaan gram, pewarnaan endospora, IMVIC
(indole, methyl red, voger, preskaur, dan citrat). Uji pewarnaan gram bertujuan
untuk mengetahui ketebalan peptodoglikan, yang ditunjukkan dengan parameter
positif (+) dan negatif (-). Untuk positif mempunyai ketebalan 30 lebih tebal
daripada negatif. Pewarnaan endospora menunjukkan ada atau tidak adanya
endospora. Uji IMVIC adalah salah satu uji biokimia fenotipik berdasarkan
produk suatu metabolisme.
II.8 Uji Potensi Pengukuran Persentase Asam Asetat
Metode uji kadar asam asetat adalah titrasi (Utomo, 2010, Maal, 2010).
Semakin besar kadar asam asetat yang dihasilkan bakteri Acetobacter dalam
waktu yang singkat, akan mengefektifkan produksi cuka (Maal, 2010).
8
Tabel 3. Bakteri Asam Asetat Hasil Isolasi dan Asam Asetat yang Dihasilkan
Sumber Isolat Suhu Inkubasi Waktu (hari) Kemampuan
Produksi Asam
Asetat ( % )
Potensi
Produksi
Acetobacter aceti
dari tebu
30oC 28 5.9 – 6.7 Cuka Tebu
Bakteri asam
asetat dari kelapa
40oC - - -
Bakteri
Acetobacter dari
buah cherri
36-40oC 14 9.5 Cuka Cherry
(sumber : Maal, 2010)
9
BAB III
PROSEDUR
Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah:
Tahap Persiapan :
1. Pembuatan Media Tumbuh Bakteri (Jenis Mannitol Agar)
2. Sterilisasi Alat dan Bahan
Tahap Isolasi
1. Pengenceran
2. Metode Cawan Tuang
3. Metode Cawan Gores
4. Metode Agar Miring
Tahap Identifikasi1. Uji Morfologi dan Biokimia
a) Uji Makro dan Mikroskopik
b) Uji Pewarnaan Gram
c) Uji Endospora
d) Uji Katalase
e) Uji Oksidasi
f) Uji indol
g) Uji H2S
Tahap Uji Potensi
10
BAB IV
PEMBAHASAN
Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan dilakukan beberapa langkah untuk mempersiapkan
segala keperluan yang diperlukan dalam tahap isolasi, meliputi determinasi kulit
pisang, penyediaan alat dan bahan, dan sterilisasi. Langkah kerja pada tahap ini
adalah :
Pembuatan Media Tumbuh Bakteri (Jenis Mannitol Agar)
Metode pembuatan mannitol agar sama seperti yang digambarkan dalam
metode.
Sterilisasi Alat dan Bahan
Metode yang digunakan untuk mensterilkan alat dan bahan adalah
sterilisasi dengan pemijaran dan sterilisasi dengan uap panas bertekanan yang
menggunakan instrument berupa otoklaf, dan bunsen. Otoklaf diatur pada suhu
121oC selama 15-20 menit pada tekanan 15 lbs. 11
Tahap isolasi
Pada tahap isolasi dilakukan tiga metode secara berurutan yaitu metode
cawan tuang, cawan gores, dan agar miring. Langkah-langkah pada tahap isolasi
adalah :
Pengenceran
Gambar 8. Metode pengenceran
Pertama dilakukan pengenceran hingga 8 kali, yaitu pengenceran 10 -1 sampai 10-8.
Metode pengenceran mengikuti metode Lister (1865) seperti gambar (atas).
Metode Cawan Tuang
Ketiga mannitol agar dicairkan dan masing-masing dimasukkan ke dalam
petridisk kira-kira seperempat dari tingginya. Suspensi yang telah diencerkan 10 -8
11
dimasukkan ke dalam masing-masing petridisk sebanyak 1ml menggunakan pipet
syrink. Kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 36-40oC.
Metode Cawan Gores
Koloni bakteri Acetobacter hasil cawan tuang digoreskan di permukaan
mannitol agar yang telah memadat dalam cawan petri dengan jarum pindah
mengikuti suatu gambar tertentu. Kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu
36-40oC.
Metode Agar Miring
Menggoreskan koloni bakteri Acetobacter paling ujung dari hasil metode
cawan gores pada mannitol agar padat yang dimiringkan. Kemudian diinkubasi
selama 48 jam pada suhu 36-40oC.
Tahap IdentifikasiPengujian Acetobacter yang didapat dilakukan dengan uji morfologi meliputi uji
makroskopik dan mikroskopik, dan uji biokimia.`
Uji Morfologi dan Biokimia
a. Uji Makro dan Mikroskopik
Identifikasi dilakukan pada hasil dari metode cawan tuang, cawan gores,
dan agar miring. Pada cawan tuang dan cawan gores koloni diidentifikasi sifat-
sifatnya berdasarkan bentuk, permukaan, dan tepi koloni. Sedangkan sifat-sifat
koloni yang tumbuh pada metode agar miring diidentifikasi berdasarkan bentuk
pertumbuhan koloni, elevasi, kilat, bentuk permukaan, warna, ciri-ciri optik, bau,
konsistensi, dan warna medium. Sifat-sifat tersebut mengacu pada Petunjuk
Praktek Mikrobiologi Hasil Pertanian Depdikbud-1979 dalam Sutedjo (1998).
Identifikasi mikroskopik dilakukan dengan menggunakan instrumen berupa
mikroskop elektron (Olympus® CX21) untuk membantu menguji beberapa ciri
morfologi khusus yang tidak bisa diperiksa secara makroskopi.
b. Uji Pewarnaan Gram
Koloni Acetobacter yang didapat diuji sifat gramnya melalui tahapan-tahapan
pewarnaan sebagai berikut :
- Pewarnaan sel dengan menggunakan kristal violet 30 detik
- Pemberian mordan pada sel dengan larutan yod selama 30 detik
- Pencucuian dengan zat pelarut yaitu alkohol 95% selama 10-20 detik
- Pemberian zat warna penutup yaitu safranin selama 30 detik
12
c. Uji Endospora
Uji endospora diawali dengan menggoreskan bakteri Acetobacter pada
kaca preparat yang terbasahi air suling, untuk selanjutnya preparat ini dinamakan
preparat ulas. Preparat ulas kemudian ditutup dengan kertas saring whittman dan
dibasahi zat pewarna hijau malakit. Dilakukan pemanasan dan didinginkan setelah
5 menit. Selanjutnya kertas saring dibuang dan preparat diwarnai dengan safranin.
Kemudian difiksasi dan diamati dimikroskop.
d. Uji Katalase
Uji katalase dilakukan dengan dilakukan penambahan H2O2 pada bakteri
Acetobakter. H2O2 yang merupakan produk antara pada respirasi aerob adalah
racun bagi sel, oleh karenanya perlu segera diuraikan. Pengujian positif H2O2
ditandai munculnya gelembung O2 di sekitar medium.
e. Uji Oksidasi
Diambil bakteri Acetobacter dan dimasukkan dalam tabung reaksi.
Kemudian ditambahkan p-amino dimetil anilin. Pengujian positif adanya enzim
oksidase ditandai dengan muncul warna ungu, sedangkan pengujian negatif
berwarna zmerah muda. Enzim oksidase adalah tanda bakteri aerob.
f. Uji indol
Uji indol dilakukan untuk mengidentifikasi adanya triptofan yang ada
hampir disemua jenis protein. Degradasi triptofan oleh triptofanase diperoleh
asam piruvat, dan amonia sebagai nutrisi sel bakteri Acetobacter. Sedangkan indol
terakumulasi di medium dan pada penambahan dengan reagen koval, indol
bereaksi membentuk warna merah di permukaan media.
g. Uji H2S
Uji H2S digunakan untuk menunjukkan adanya penguraian asam amino
yang mengandung sulfur. H2S dapat teridentifikasi pada medium polipeptida yang
kaya akan asam amino dan ion Fe2+. Medium polipeptida yang digunakan adalah
TSIA (Triple Sugar Ion Agar) yang mengandung glukosa, laktosa, sukrosa,
phenol-red dan Fe2SO4. Pengujian positif H2S ditandai dengan adanya endapan
berwarna hitam pada medium.
13
Tahap Uji Potensi
Tahap uji potensi dilakukan dengan metode titrasi. Uji potensi diawali
dengan tahap pembuatan starter bakteri yang ditumbuhkan di medium cair yang
biasa digunakan di industri cuka dengan 3 variasi penambahan etanol, yaitu 5%,
7%, dan 9%. Komposisi medium cair tersebut adalah yeast extract 2%, variasi
etanol, asam asetat (merck) 1%, dan air suling 1000mL. Starter umur 24 jam,
diinkubasi pada suhu 36-40oC dengan goyangan 110rpm selama 14 hari. Starter
sebanyak 5ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer, diencerkan hingga 20ml dan
ditambahkan pp (penolphtalein) 5 tetes kemudian dititrasi menggunakan larutan
NaOH 0,5N. Dengan metode ini didapatkan volume NaOH untuk perhitungan
konsentrasi asam asetat dengan rumus standar titrasi.
Kontrol pertumbuhan bakteri digunakan alat berupa spektrofotometer dengan
panjang gelombang 560 nm untuk mengetahui tingkat pertumbuhan bakteri.
14
BAB IV
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dipaparkan dalam makalah ini, dapat ditarik
kesimpulan, sebagai berikut :
1. Metodologi dalam isolasi dan identifikasi bakteri Acetobacter dari kulit
pisang (Musa paradisiaca) ada beberapa tahap. Pertama, tahap persiapan
yaitu mempersiapkan segala keperluan yang diperlukan dalam tahap
isolasi, meliputi determinasi kulit pisang, penyediaan alat dan bahan, dan
sterilisasi. Setelah itu, melakukan tahap isolasi dengan tiga metode secara
berurutan yaitu metode cawan tuang, cawan gores, dan agar miring.
Kemudian, tahap identifikasi, yaitu pengujian Acetobacter yang
dilakukan dengan uji morfologi meliputi uji makroskopik dan
mikroskopik, dan uji biokimia. Terakhir melakukan tahap uji potensi
dengan metode titrasi.
2. Bakteri Acetobacter indigenous dari kulit pisang (Musa paradisiaca)
mempunyai potensi dalam menghasilkan asam asetat sehingga
mengefektifkan produksi cuka pisang.
15
16