makalah meningitidis
DESCRIPTION
ini makalah menigitidis yang berbasis D3 ha6 silahkan di downloadTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud.
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berdasarkan pada
perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata, serta
pengutamaan dan manfaat dengan perhatian khusus pada penduduk rentan,
antara lain ibu, bayi, anak, lanjut usia (lansia) dan keluarga miskin.
Sebagai generasi penerus bangsa, anak perlu mendapatkan perhatian
dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Hal ini dilakukan guna
menciptakan generasi anak yang sehat baik secara fisik maupun mental sejak
dini. Keadaan sakit pada anak akan mempengaruhi keadaan fisiologis dan
psikologis dari anak tersebut.
Di Indonesia maupun di dunia secara globalnya relatif meningkat
pertahunnya, hal ini baik disebabkan kecelakaan, proses penuaan yang
menyebabkan kelemahan fungsi organ tubuh ataupun karena menderita berbagai
macam penyakit. Kita mengenal berbagai macam nama penyakit dan istilahnya
baik itu penyakit menular maupun penyakit tidak menular, salah satunya adalah
penyakit meningitis.
1
Analis Kesehatan Poltekkes Kementerian Kesehatan Bandung
Dari paparan diatas, maka dalam makalah ini akan membahas mengenai
Infeksi Sistem Syaraf yang Disebabkan oleh Neisseria meningitidis, atau yang
biasa disebut dengan penyakit meningitis.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan dari latar belakang diatas, maka terdapat beberapa
permasalahan diantaranya:
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit meningitis?
2. Apa penyebab penyakit meningitis dan bagaimana morfologinya?
3. Bagaimana Tanda dan Gejala Penyakit Meningitis?
4. Bagaiman cara Diagnosis Laboratorium, Penanganan, Pengobatan, serta
Pencegahan Tertularnya Penyakit Meningitis?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Memenuhi tugas kelompok mata kuliah Bakteriologi III teori.
2. Memberikan dan menyebarluaskan tentang Infeksi Sistem Syaraf yang Disebabkan oleh Neisseria meningitidis.
3. Saling bertukar informasi.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah mengetahui tentang Infeksi Sistem Syaraf yang Disebabkan oleh Neisseria meningitidis, meliputi pengertian penyakit meningitis, penyebab penyakit meningitis dan morfologinya, tanda dan gejala penyakit meningitis, cara diagnosis laboratorium, penanganan, pengobatan, serta pencegahan tertularnya penyakit meningitis.
2
Analis Kesehatan Poltekkes Kementerian Kesehatan Bandung
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Meningitis
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu
membran atau selaput yang melapisi otak dan syaraf tunjang. Meningitis dapat
disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang
menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak yang dapat
terjadi secara akut dan kronis.
Meningitis bakteri pada anak-anak masih sering dijumpai, meskipun
sudah ada kemoterapeutik, yang secara invitro mampu membunuh
mikroorganisme-mikroorganisme penyebab infeksi tersebut. Ini akibat infeksi
Haemophilus influenza maupun Pneumococcus sp, karena anak-anak biasanya
tidak kebal terhadap bakteri.
Selain angka kematian yang cukup tinggi, banyak penderita
meningitis yang menjadi cacat akibat keterlambatan dalam diagnosis dan
pengobatan. Meningitis bakteri selalu menjadi ancaman besar bagi
kesehatan dunia. Data WHO (2009) memperkirakan jumlah kasus
meningitis dan kasus kecacatan neurologis lainnya sekitar 500.000 dengan
Case Fatality Rate (CFR) 10% di seluruh dunia.
WHO (2005) melaporkan pada tahun 1996, Afrika mengalami
wabah meningitis yang tercatat sebagai epidemik terbesar dalam sejarah
dengan lebih dari 250.000 kasus dan 25.000 kematian (CFR=10%) yang
terdaftar. Dari masa krisis tersebut hingga tahun 2002 terdapat 223.000 kasus
3
Analis Kesehatan Poltekkes Kementerian Kesehatan Bandung
baru, daerah yang telah terkena dampak tersebut adalah Burkina Faso, Chad,
Ethiopia dan Nigeria. Pada tahun 2002, terjadi wabah meningitis di Burkina
Faso dan Ethiopia dengan Insidens Rate 65%. Di Negara Amerika Serikat
(2009) terdapat sekitar 3000 kasus penyakit meningokokkus dan sekitar 7.700
kasus di Eropa bagian Barat setiap tahunnya. Insidens Rate di Amerika
berkisar 0,5 – 1,5 kasus per 100.000 penduduk pertahun.
Diantaranya dipengaruhi oleh faktor-faktor resiko seperti Infeksi
Saluran Pernafasan Atas (ISPA), infeksi HIV, kepadatan penduduk, dan
status sosial ekonomi yang rendah. Sedangkan Insidens Rate meningitis
karena virus di Amerika Serikat 10 per 100.000 penduduk pertahun.
Beban terbesar penyakit meningokokus terjadi di daerah sub-
Sahara Afrika yang dikenal sebagai sabuk meningitis, yang membentang dari
Senegal bagian barat ke Ethiopia bagian Timur. Selama musim kemarau
antara bulan Desember hingga Juni, akibat angin debu dan ISPA,
kekebalan lokal faring menjadi berkurang sehingga meningkatkan resiko untuk
terkena meningitis. Pada saat yang sama, N. meningitidis lebih sering berjangkit
di pemukiman yang padat. Hal inilah yang terjadi pada daerah sabuk
meningitis. Ini juga dipengaruhi oleh kekebalan kelompok yang telah
divaksinasi berjumlah sangat sedikit.
Tahun 2009, Afrika melaporkan 78.416 kasus meningitis dan
4.053 kematian (CFR=5,2%). Pada negara-negara berkembang seperti Gambia
(2009), diperkirakan 2% dari semua anak meninggal disebabkan meningitis
4
Analis Kesehatan Poltekkes Kementerian Kesehatan Bandung
sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Menurut WHO, pada tahun 2005
terjadi 111 kasus meningitis di Delhi-India dengan 15 kematian (CFR=13,5%).
Data South East Asian Medical Information Center (SEAMIC)
Health Statistic (2002) melaporkan bahwa pada tahun 2000 dan 2001 di
Indonesia, terdapat masing-masing 1.937 dan 1.667 kasus kematian karena
meningitis dengan CSDR 9,4 dan 8 per 1000.000 penduduk. Pada tahun 1997,
khususnya di Jakarta, meningitis purulenta merupakan penyakit yang masih
banyak ditemukan pada bayi dan anak-anak yaitu pada umur 2 bulan – 2
tahun dengan mortalitas 47,8%.
Penelitian yang dilakukan oleh Mesranti, di RSUP H. Adam Malik
Medan pada tahun 2005 – 2008 terdapat 148 kasus meningitis dan 71 kasus
mengalami kematian (CFR=47,1%) dengan jumlah penderita meningitis
purulenta 63 orang (42,6%), sedangkan penderita meningitis serosa 85 orang
(57,4%). Penderita paling banyak pada usia 0 – 5 tahun yaitu 56 orang (37,8%).
Penelitian yang dilakukan Erika, di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada
tahun 2000 – 2002 terdapat 116 kasus pada anak dan 26 kasus mengalami
kematian (CFR=22,4%). Penderita paling banyak pada usia < 6 tahun yaitu 73
orang (62,9%).
5
Analis Kesehatan Poltekkes Kementerian Kesehatan Bandung
2.2. Penyebab Penyakit Meningitis
Meningitis yang disebabkan oleh virus umumnya tidak berbahaya, akan
pulih tanpa pengobatan dan perawatan yang spesifik. Namun meningitis
disebabkan oleh bakteri bisa mengakibatkan kondisi serius, misalnya kerusakan
otak, hilangnya pendengaran, kurangnya kemampuan belajar, bahkan bisa
menyebabkan kematian. Sedangkan meningitis disebabkan oleh jamur sangat
jarang, jenis ini umumnya diderita orang yang mengalami kerusakan immun (daya
tahan tubuh) seperti pada penderita AIDS.
Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis diantaranya :
1. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus).
Bakteri ini yang paling umum menyebabkan meningitis pada bayi
ataupun anak-anak. Jenis bakteri ini juga yang bisa menyebabkan infeksi
pneumonia, telinga dan rongga hidung (sinus).
2. Neisseria meningitidis (meningococcus).
Bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah Streptococcus
pneumoniae, Meningitis terjadi akibat adanya infeksi pada saluran nafas bagian
atas yang kemudian bakterinya masuk kedalam peredaran darah.
3. Haemophilus influenzae (haemophilus).
Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah jenis bakteri yang juga
dapat menyebabkan meningitis. Jenis virus ini sebagai penyebabnya infeksi
pernafasan bagian atas, telinga bagian dalam dan sinusitis. Pemberian vaksin (Hib
6
Analis Kesehatan Poltekkes Kementerian Kesehatan Bandung
vaccine) telah membuktikan terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis
yang disebabkan bakteri jenis ini.
4. Listeria monocytogenes (listeria).
Ini merupakan salah satu jenis bakteri yang juga bisa menyebabkan
meningitis. Bakteri ini dapat ditemukan dibanyak tempat, dalam debu dan dalam
makanan yang terkontaminasi. Makanan ini biasanya yang berjenis keju, hot dog
dan daging sandwich yang mana bakteri ini berasal dari hewan lokal (peliharaan).
5. Bakteri lainnya yang juga dapat menyebabkan meningitis adalah
Staphylococcus aureus dan Mycobacterium tuberculosis.
Namun Dalam hal ini kami hanya akan disampaikan beberapa hal khusus
mengenai bakteri Neisseria meningitidis (meningokokus) yang merupakan salah
satu penyebab penyakit meningitidis tersebut.
Penyakit meningitis meningokokus merupakan peradangan selaput otak
dan sumsum tulang belakang akut, yang disebabkan oleh bakteri Neisseria
meningitidis. Bakteri ini hanya menyerang manusia dan dalam hal ini hewan
bukan merupakan pembawanya. Penyakit ini hanya berasal dari bakteri meningitis
yang bersifat endemis.
Bakteri meningokokus pertama kali diisolasi oleh Weichselebaum pada
tahun 1887 dari cairan otak dari pasien yang terkena meningitis akut. Pada tahun
1906, Von Lingelsheim mendeskripsikan bakteri gram negative berbentuk kokus
ini dari nasofaring dari orang yang sehat dan sakit.
Dalam hal ini akan disampaikan beberapa hal mengenai bakteri Neisseria
meningitidis (meningokokus) yang merupakan salah satu penyebab penyakit
7
Analis Kesehatan Poltekkes Kementerian Kesehatan Bandung
meningitidis tersebut. Penyakit meningitis meningokokus merupakan peradangan
selaput otak dan sumsum tulang belakang akut, yang disebabkan oleh bakteri
Neisseria meningitidis. Bakteri ini hanya menyerang manusia dan dalam hal ini
hewan bukan merupakan pembawanya. Penyakit ini hanya berasal dari bakteri
meningitis yang bersifat endemis.
Klasifikasi bakteri Neisseria meningitidis adalah :
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Beta Proteobacteria
Order : Neisseriales
Family : Neisseriaceae
Genus : Neisseria
Species : N. meningitidis
2.3. Morfologi Neisseria meningitidis
Bakteri Neisseria meningitis (meningokokus) memiliki ciri identik pada
warna dan karakteristik morfologinya dengan Neisseria gonorrhoeae.
Ciri khas bakteri ini adalah berbentuk diplokokus gram negative,
berdiameter kira-kira 0,8 μm. Neisseria meningitis tidak bergerak (nonmotil) dan
tidak mampu membentuk spora. Masing-masing dari kokusnya berbentuk seperti
ginjal dengan bagian yang rata atau cekung berdekatan. Bakteri meningokokus ini
dapat mengalami otolisis dengan cepat, hal ini khususnya dalam lingkungan
alkali. Bakteri N. meningtidis ini memiliki enzim oksidase. Mikroorganisme ini
paling baik tumbuh pada perbenihan yang mengandung zat-zat organik yang
8
Analis Kesehatan Poltekkes Kementerian Kesehatan Bandung
kompleks (misalnya : darah atau protein binatang dan dalam atmosfer yang
mengandung CO2 5 %).
Struktur koloni bakteri ini terdiri dari minimal 8 golongan sero
menigokokus (A, B, C, D W-135, X, Y dan Z). Golongan telah dikenal melalui
kekhusuan imunologi dari masing-masing kapsul polisakaridanya. Pada
polisakarida golongan A adalah suatu polimer dari suatu N-asetilmanosamin
fosfat. Sedangkan polisakarida golongan C adalah suatu polimer dari asam N
asetil O asetineuraminat.
Untuk antigen meningokokus ini dapat ditemukan dalam darah dan cairan
serebrospinal. Pada belahan dunia bagian barat penyakit meningitis yang
disebabkan oleh N. meningitidis ini terutama disebabkan oleh meningokous
golongan B, C, W-135 dan Y, sedangkan di afrika penyakit ini disebabkan oleh
golongan A. Pada nucleoprotein meningokokus (zat P) memiliki beberapa efek
toksik untuk manusia namun hal ini tidak spesifik untuk organisme ini.
2.4. Tanda dan Gejala Penyakit Meningitis
Gejala yang khas dan umum ditampakkan oleh penderita meningitis
diatas umur 2 tahun adalah demam, sakit kepala dan kekakuan otot leher yang
berlangsung berjam-jam atau dirasakan sampai 2 hari. Tanda dan gejala lainnya
adalah photophobia (takut/menghindari sorotan cahaya terang), phonophobia
(takut/terganggu dengan suara yang keras), mual, muntah, sering tampak
kebingungan, kesusahan untuk bangun dari tidur, bahkan tak sadarkan diri.
9
Analis Kesehatan Poltekkes Kementerian Kesehatan Bandung
Pada bayi gejala dan tanda penyakit meningitis mungkin sangatlah sulit
diketahui, namun umumnya bayi akan tampak lemah dan pendiam (tidak aktif),
gemetaran, muntah dan enggan menyusui.
2.5. Diagnosis Laboratorium, Penanganan dan Pengobatan
Diagnosis dan pengobatan secara dini sangat penting. Untuk mendiagnosis
adanya bakteri penyebab meningitis, perlu dilakukan pengambilan sampel dari
cairan spinal dengan cara tertentu (spinal tap). Jika bakteri penyebab telah
diketahui, maka dokter akan memilihkan antibiotika yang paling sesuai untuk
membunuh bakteri tersebut. Untuk pemeriksaan lebih lanjut dapat pula dengan
MRI (magnetic resonance imaging) untuk melihat keadaan otak akibat infeksi
tersebut, jika diperlukan.
Apabila ada tanda-tanda dan gejala seperti di atas, maka secepatnya
penderita dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
intensif. Pemeriksaan fisik, pemeriksaan labratorium yang meliputi test darah
(elektrolite, fungsi hati dan ginjal, serta darah lengkap), dan pemeriksaan X-ray
(rontgen) paru akan membantu tim dokter dalam mendiagnosa penyakit.
Sedangkan pemeriksaan yang sangat penting apabila penderita telah diduga
meningitis adalah pemeriksaan Lumbar puncture (pemeriksaan cairan selaput
otak).
Jika berdasarkan pemeriksaan penderita didiagnosa sebagai meningitis,
maka pemberian antibiotik secara Infus (intravenous) adalah langkah yang baik
untuk menjamin kesembuhan serta mengurang atau menghindari resiko
10
Analis Kesehatan Poltekkes Kementerian Kesehatan Bandung
komplikasi. Antibiotik yang diberikan kepada penderita tergantung dari jenis
bakteri yang ditemukan.
Adapun beberapa antibiotik yang sering diresepkan oleh dokter pada
kasus meningitis yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae dan
Neisseria meningitidis antara lain Cephalosporin (ceftriaxone atau cefotaxime).
Sedangkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri Listeria monocytogenes akan
diberikan Ampicillin, Vancomycin dan Carbapenem (meropenem),
Chloramphenicol atau Ceftriaxone. Treatment atau therapy lainnya adalah yang
mengarah kepada gejala yang timbul, misalnya sakit kepala dan demam
(paracetamol), shock dan kejang (diazepam) dan lain sebagainya.
Pengobatan lainnya adalah untuk mengatasi gejala yang timbul, misalnya
sakit kepala dan demam dengan analgesik-antipiretik, kejangnya dengan
diazepam atau fenitoin, dan lain sebagainya. Kadang-kadang dokter akan
memberikan antibiotika walaupun belum dipastikan penyebab meningitisnya,
apakah karena virus atau bakteri, karena hasil kultur cairan spinal mungkin tidak
bisa diperoleh secara cepat, apalagi di RS yang fasilitasnya terbatas.
2.6. Pencegahan Tertularnya Penyakit Meningitis
Meningitis yang disebabkan oleh virus dapat ditularkan melalui batuk,
bersin, ciuman, berbagi makan 1 sendok, pemakaian sikat gigi bersama dan
merokok bergantian dalam satu batangnya. Maka bagi anda yang mengetahui
rekan atau disekeliling ada yang mengalami meningitis jenis ini haruslah berhati-
hati. Mancuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah ke toilet umum,
11
Analis Kesehatan Poltekkes Kementerian Kesehatan Bandung
memegang hewan peliharaan. Menjaga stamina (daya tahan) tubuh dengan makan
bergizi dan berolahraga yang teratur adalah sangat baik menghindari berbagai
macam penyakit. Untuk beberapa penyebab meningitis, profilaksis dapat
diberikan dalam jangka panjang dengan vaksin, atau dalam jangka pendek dengan
antibiotik.
Sejak 1980-an, banyak negara telah menyertakan imunisasi
Haemophilus influenzae tipe B dalam skema vaksinasi rutin masa kanak-kanak
mereka. Hal ini praktis telah dieliminasi patogen ini sebagai penyebab meningitis
pada anak-anak di negara-negara. Di negara-negara di mana beban penyakit
tertinggi, namun, vaksin masih terlalu mahal. Demikian pula, imunisasi gondok
telah menyebabkan penurunan tajam dalam jumlah kasus gondok meningitis, yang
sebelum vaksinasi terjadi pada 15% dari semua kasus gondok.
Vaksin meningokokus ada terhadap kelompok A, C, W135 dan Y. Di
negara-negara di mana vaksin untuk meningococcus grup C diperkenalkan, kasus
yang disebabkan oleh patogen ini telah menurun secara substansial. Sebuah vaksin
quadrivalent sekarang ada, yang menggabungkan keempat vaksin. Imunisasi
dengan vaksin ACW135Y terhadap empat strain sekarang menjadi persyaratan
visa untuk mengambil bagian dalam ibadah haji. Pengembangan vaksin
meningokokus grup B telah terbukti jauh lebih sulit, seperti protein permukaannya
(yang biasanya akan digunakan untuk membuat vaksin) hanya menimbulkan
respon yang lemah dari sistem kekebalan tubuh, atau cross-bereaksi dengan
protein manusia normal. Namun, beberapa negara (Selandia Baru, Kuba,
12
Analis Kesehatan Poltekkes Kementerian Kesehatan Bandung
Norwegia dan Chili) telah mengembangkan vaksin terhadap strain lokal dari
kelompok B meningokokus, beberapa telah menunjukkan hasil yang baik dan
digunakan dalam jadwal imunisasi lokal.
Vaksinasi rutin terhadap Streptococcus pneumoniae dengan vaksin
konjugasi pneumokokus (PCV), yang aktif terhadap tujuh serotipe umum dari
patogen ini, secara signifikan mengurangi insiden meningitis pneumokokus.
Vaksin polisakarida pneumokokus, yang mencakup 23 strain, hanya diberikan
dalam kelompok-kelompok tertentu (misalnya mereka yang memiliki sebuah
splenektomi, operasi pengangkatan limpa), tidak menimbulkan respon imun yang
signifikan dalam semua penerima, anak kecil misalnya.
Anak vaksinasi dengan Bacillus Calmette-Guerin telah dilaporkan
secara signifikan mengurangi tingkat meningitis tuberkulosis, namun
efektivitasnya memudar dalam masa dewasa telah mendorong pencarian untuk
vaksin yang lebih baik.
Jangka pendek profilaksis antibiotik juga metode pencegahan, terutama
meningitis meningokokus. Dalam kasus meningitis meningokokus, pengobatan
profilaksis kontak erat dengan antibiotik (misalnya rifampisin, siprofloksasin atau
ceftriaxone) dapat mengurangi risiko tertular kondisi, tetapi tidak melindungi
terhadap infeksi di masa depan.
Pemberian Imunisasi vaksin (vaccine) meningitis merupakan tindakan
yang tepat terutama di daerah yang diketahui rentan terkena wabah meningitis,
13
Analis Kesehatan Poltekkes Kementerian Kesehatan Bandung
adapun vaccine yang telah dikenal sebagai pencegahan terhadap meningitis
diantaranya adalah ;
- Haemophilus influenzae type b (Hib)
- Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7)
- Pneumococcal polysaccharide vaccine (PPV)
- Meningococcal conjugate vaccine (MCV4)
14
Analis Kesehatan Poltekkes Kementerian Kesehatan Bandung
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu
membran atau selaput yang melapisi otak dan syaraf tunjang. Meningitis dapat
disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang
menyebar masuk kedalam darah dan berpindah ke dalam cairan otak yang dapat
terjadi secara akut dan kronis. Agent meningitis Menular melalui batuk, bersin,
ciuman, berbagi makan 1 sendok, pemakaian sikat gigi bersama dan merokok
bergantian dalam satu batangnya sehingga kita bisa menjadi sasaran penyakit ini.
Gejala yang khas dan umum ditampakkan oleh penderita meningitis diatas umur 2
tahun adalah demam, sakit kepala dan kekakuan otot leher yang berlangsung
berjam-jam atau dirasakan sampai 2 hari. Tanda dan gejala lainnya adalah
photophobia (takut/menghindari sorotan cahaya terang), phonophobia
(takut/terganggu dengan suara yang keras), mual, muntah, sering tampak
kebingungan, kesusahan untuk bangun dari tidur, bahkan tak sadarkan diri.
3.2. Saran
Mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah ke toilet
umum, memegang hewan peliharaan. Menjaga stamina (daya tahan) tubuh dengan
makan bergizi dan berolahraga yang teratur adalah sangat baik menghindari
berbagai macam penyakit, Pemberian Imunisasi vaksin (vaccine) meningitis
merupakan tindakan yang tepat terutama didaerah yang diketahui rentan terkena
wabah meningitis.
15
Analis Kesehatan Poltekkes Kementerian Kesehatan Bandung
3.3 Lampiran Gambar
Sumber : Wikipedia, the free encyclopedia
Sumber : Rosana Schafer, Ph.D.,
16
Analis Kesehatan Poltekkes Kementerian Kesehatan Bandung