makalah mandiri pbl 19
DESCRIPTION
blok 19TRANSCRIPT
MAKALAH MANDIRI PBL
BLOK 19 – CARDIOVASCULER 2
Oleh : Yoseph A.K / 102008015
SKENARIO 1
Seorang anak laki – laki usia 10 tahun dibawa oleh ibunya ke RS UKRIDA dengan keluhan
jantung berdebar – debar dan cepat lelah sejak 5 hari yang lalu. Ibunya mengaku bahwa sejak
usia 6 tahun anak tersebut sering mengalami demam disertai nyeri dan pembengkakan pada sendi
lutut, pergelangan kaki dan sendi siku yang berpindah – pindah. Saat anak masih kecil sering
menderita radang tenggorokan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan BB 38kg, frek. napas
20x/menit, frek. nadi 122x/menit. Pemeriksaan auskultasi jantung ditemukan murmur
holosistolik (+) di daerah garis axilary anterior kiri setinggi sela iga 4-5. Suara napas vesikuler.
I. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Dari anamnesis didapatkan bahwa keluhan utama si anak adalah jantung
berdebar – debar, dan cepat lelah sejak 5 hari yang lalu.
2. Riwayat penyakit terdahulu
Dari pengakuan sang ibu, ternyata si anak tersebut sejak usia 6 tahun sering
mengalami demam disertai nyeri dan pembengkakan pada sendi – sendi besar.
Dan saat anak masih kecil sering menderita radang tenggorokan.
II. PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi
o Anak tampak lelah
o Sesak napas
1
2. Palpasi
o Demam
o Nyeri dan pembengkakan pada sendi besar yg berpindah.
3. Auskultasi
o murmur holosistolik axilaris anterior kiri setinggi sela iga 4-5
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. ASTO
Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar
untuk demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya
infeksi streptokokus. Titer ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250
unit Todd pada orang dewasa atau 333 unit Todd pada anak-anak di atas usia
5 tahun, dan dapat dijumpai pada sekitar 70% sampai 80% kasus demam
rematik akut.
Infeksi streptokokus juga dapat dibuktikan dengan melakukan biakan usapan
tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam rematik
akut(1,10). Bagaimanapun, biakan yang negatif tidak dapat mengesampingkan
kemungkinan adanya infeksi streptokokus akut.
2. EKG
Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan
abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering
dijumpai pada demam rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik
untuk demam rematik. Selain itu, interval P-R yang memanjang juga bukan
merupakan pertanda yang memadai akan adanya karditis rematik.
2
3. Profil darah dan protein fase akut
Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar
protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan
peradangan atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu
ditemukan pada demam rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya
manifestasi mayor yang ditemukan.
Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan
gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada
anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju
endap darah dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus
infeksi, namun apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan
adanya infeksi streptokokus akut dapat dipertanyakan.
IV. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
1. Myocarditis
V. WORKING DIAGNOSIS
Penyakit Jantung Reumatik (PJR)
Definisi
Penyakit jantung reumatik adalah sebuah kondisi dimana terjadi kerusakan
permanen dari katup-katup jantung yang disebabkan oleh demam reumatik.
Penyakit jantung reumatik (PJR) merupakan komplikasi yang membahayakan
dari demam reumatik. Katup-katup jantung tersebut rusak karena proses
perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi tenggorokan yang
disebabkan oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe A (contoh:
Streptococcus pyogenes), yang bisa menyebabkan demam reumatik. Kurang
lebih 39 % pasien dengan demam reumatik akut bisa terjadi kelainan pada
jantung mulai dari insufisiensi katup, gagal jantung, perikarditis bahkan
3
kematian. Dengan penyakit jantung reumatik yang kronik, pada pasien bisa
terjadi stenosis katup dengan derajat regurgitasi yang berbeda-beda, dilatasi
atrium, aritmia dan disfungsi ventrikel. Penyakit jantung reumatik masih
menjadi penyebab stenosis katup mitral dan penggantian katup pada orang
dewasa di Amerika Serikat.
Prevalensi penyakit jantung rematik yang diperoleh dan penelitianWHO mulai
tahun 1984 di 16 negara sedang berkembang di Afrika, Amerika Latin, Timur
Jauh, Asia Tenggara dan Pasifik Barat berkisar 0,1 sampai 12,6 per 1.000
anak sekolah, dengan prevalensi rata-rata sebesar 2,2 per 1.000. Prevalensi
pada anak-anak sekolah di beberapa negara Asia pada tahun 1980-an berkisar
1 sampai 10 per 1.000. Dari suatu penelitian yang dilakukan di India Selatan
diperoleh prevalensi sebesar 4,9 per 1.000 anak sekolah, sementara angka
yang didapatkan di Thailand sebesar 1,2 sampai 2,1 per 1.000 anak seko1ah.
Prevalensi penyakit jantung rematik di Indonesia belum diketahui secara pasti,
meskipun beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
prevalensi penyakit jantung rematik berkisar sampai 0,8 per 1.000 anak
sekolah.
Diagnosis
Diagnosis penyait jantung rematik lazim didasarkan pada suatu kriteria yang
untuk pertama kali diajukan oleh T. Duchett Jones dan, oleh karena itu
kemudian dikenal sebagai kriteria Jones.
Kriteria Jones memuat kelompok kriteria mayor dan minor yang pada dasarnya
merupakan manifestasi klinik dan laboratorik demam rematik. Pada
perkembangan selanjutnya, kriteria ini kemudian diperbaiki oleh American
Heart Association dengan menambahkan bukti adanya infeksi streptokokus
4
sebelumnya. Apabila ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor, ditambah dengan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya,
kemungkinan besar menandakan adanya penyakit jantung rematik. Tanpa
didukung bukti adanya infeksi streptokokus, maka diagnosis penyakit jantung
rematik harus selalu diragukan, kecuali pada kasus penyakit jantung rematik
dengan manifestasi mayor tunggal berupa korea Syndenham atau karditis
derajat ringan, yang biasanya terjadi jika demam rernatik baru muncul setelah
masa laten yang lama dan infeksi streptokokus.
Perlu diingat bahwa kriteria Jones tidak bersifat mutlak, tetapi hanya sebagai
suatu pedoman dalam menentukan diagnosis penyakit jantung rematik..
Kriteria ini bermanfaat untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan
diagnosis, baik berupa over-diagnosis maupun underdiagnosis.
Kriteria Mayor
1. Karditis merupakan manifestasi klinik penyakit jantung rematik yang
paling berat karena merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat
mengakibatkan kematian penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan
kelainan katup sehingga terjadi penyakit jantung rematik. Diagnosis
karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan adanya salah
satu tanda berikut: (a) bising baru atau perubahan sifat bising organik, (b)
kardiomegali, (c) perikarditis, dan gagal jantung kongestif.
Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali
muncul pertama kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal
jantung kongestif biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat.
Bising pada karditis rematik dapat berupa bising pansistol di daerah apeks
(regurgitasi mitral), bising awal diastol di daerah basal (regurgitasi aorta),
dan bising mid-diastol pada apeks (bising Carey-Coombs) yang timbul
akibat adanya dilatasi ventrikel kiri.
5
2. Poliartritis ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba
panas, dan keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada
penyakit jantung rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar
anggota gerak bawah. Kelainan ini hanya berlangsung beberapa hari
sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga dapat
ditemukan artritis yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi pada
waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda pada satu sendi,
sendi yang lain mulai terlibat.
Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis)
tidak dapat dijadikan sebagai suatu kriterium mayor. Selain itu, agar dapat
digunakan sebagai suatu kriterium mayor, poliartritis harus disertai
sekurang-kurangnya dua kriteria minor, seperti demam dan kenaikan laju
endap darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi
antistreptokokus lainnya yang tinggi.
3. Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak
bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral,
meskipun dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi penyakit
jantung rematik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidak-stabilan
emosi. Korea jarang dijumpai pada penderita di bawah usia 3 tahun atau
setelah masa pubertas dan lazim terjadi pada perempuan. Korea
Syndenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian
penting sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik
meskipun tidak ditemukan kriteria yang lain. Korea merupakan
manifestasi demam rematik yang muncul secara lambat, sehingga tanda
dan gej ala lain kemungkinan sudah tidak ditemukan lagi pada saat korea
mulai timbul.
6
4. Eritema marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada
demam rematik dan tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat
di bagian tengah, tidak terasa gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang
bergelombang dan meluas secara sentrifugal. Eritema marginatum juga
dikenal sebagai eritema anulare rematikum dan terutama timbul di daerah
badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak pernah
ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara atau
menetap, berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang
lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika ditekan.
Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat.
5. Nodulus subkutan pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat
dan terdapat di daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta
kolumna vertebralis. Nodul ini berupa massa yang padat, tidak terasa
nyeri, mudah digerakkan dari kulit di atasnya, dengan diameter dan
beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya tidak
akan ditemukan jika tidak terdapat karditis.
Kriteria Minor
1. Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu
kriteria minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang
didasarkan pada kriteria obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam
rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang pernah diidap seorang
penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan
kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis.
2. Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai
peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus
dibedakan dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya, atau
7
dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal.
Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis
sudah dipakai sebagai kriteria mayor.
3. Demam pada demam rematik biasanya ringan, meskipun adakalanya
mencapai 39°C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim
berlangsung sebagai suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu.
Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat
dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak
memiliki arti diagnosis banding yang bermakna
VI. ETIOLOGI
Demam reumatik seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi
indvidu, penyebab penyakit dan factor lingkungan. Penyakit ini berhubungan sangat erat
dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh beta-Streptococcus hemolyticus golongan
A. Berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi Streptococcus di
kulit maupun saluran nafas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi
Streptococcus di kulit.
Factor predisposisi pada individu :
1. Factor genetic
2. Jenis kelamin
3. Golongan etnik dan ras
4. Umur
5. Keadaan gizi dll
Factor-faktor lingkungan
1. Keadaan social ekonomi yang buruk
2. Iklim dan geografi
3. cuaca
8
VII. EPIDEMIOLOGI
Demam reumatik dan PJR masih merupakan masalah penting bagi Negara-negara
yang sedang berkembang, seperti Indonesia, India, Negara-negara Afrika, bahkan di
beberapa bagian benua Amerika. Hanya di beberapa negeri saja demam reumatik
sudah sangat sedikit.
Di Negara-negara yang mencatat demam reumatik dan penyakit jantung reumatik,
pada umumnya dilaporkan 10.000 penduduk setiap tahun.
Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta antara tahun 1970-1973
didiagnosis 180 penderita demam reumatik dan penyakit jantung reumatik dari
sejumlah 1549 kasus yang di rujuk. Prevalensi terjadinya PJR perbandingannya sama
pada anak laki-laki dan perempuan. PJR paling sering mengenai anak berumur antara
5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Di Amerika utara PJR lebih sering
didapatkan pada orang kulit hitam di bandingkan pada orang kulit putih, hal ini
mungkin di hubungkan dengan keadaan kebersihan lingkungan.
VIII. PATOFISIOLOGI
Meskipun pengetahuan tentang penyakit ini serta penelitian terhadap kuman beta-
streptokokus hemolitikus grup A sudah berkembang pesat, namun mekanisme
terjadinya demam reumatik yang belum diketahui. Pada umumnya para ahli
sependapat bahwa demam reumatik termasuk dalam penyakit autoimun.
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel;
yang terpenting diantaranya streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase,
difosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta streptococcal erythrogenic toxin.
Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibody.
Demam reumatik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap
produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibody
terhadap streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip
antigen streptococcus hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun.
Pada penderita yang sembuh dari infeksi streptococcus, terdapat kira-kira 20 sistem
antigen antibody, beberapa diantaranya menetap lebih lama dari yang lain. Anti
DNA-ase misalnya dapat menetap beberapa bulan dan berguna untuk penelitian
9
terhadap penderita yang menunjukan gejala korea sebagai manifestasi tunggal demam
reumatik, saat kadar antibody lainnya sudah normal kembali.
ASTO merupakan antibody yang saling dikenal dan paling sering digunakan untuk
indicator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80% penderita demam
reumatik/ PJR akut menunjukan kenaikan titer ASTO ini, bila dilakukan pemeriksaan
atas 3 antibody terhadap streptococcus, maka 95% kasus demam reumatik/PJR
didapatkan peninggian atau lebih antibody terhadap streptococcus.
Insufisiensi mitral
Insufiensi ini merupakan akibat perubahan structural yang biasanya meliputi
kehilangan bahan valvuler dan pemendekan serta penebalan kordae tendinea. Selama
demam reumatik akut dengan keterlibatan jantung berat, gagal jantung kongestif
paling sering disebabkan oleh gabungan pengaruh mekanik insufisiensi mitral berat
bersama dengan penyakit radang yang dapat melibatkan perikaridum, endokardium,
dan epikardium. Karena beban volume yang besar dan proses radang, ventrikel kiri
menjadi besar dan tidak efisien. Atrium kiri dilatasi ketika darah beregurgitasi ke
dalam ruangan ini. Kenaikan tekanan atrium kiri mengakibatkan kongestif pulmonal
dan gejala – gejala gagal jantung kiri. Pada kebanyakan kasus insufisiensi mitral ada
dalam kisaran ringan sampai sedang. Bahkan, pada penderita – penderita yang pada
permulaannya insufisiensi berat biasanya kemudian ada perbaikan spontan. Hasilnya
lesi kronis paling sering ringan atau sedang, dan penderita akan tidak bergejala. Lebih
separuh penderita dengan insufisiensi mitral selama serangan akut akan tidak lagi
mempunyai bising akibat mitral setahun kemudian. Namun pada penderita dengan
insufisiensi mitral kronis, berat, tekanan arteria pulmonalis menjadi naik, pembesaran
ventrikel dan atrium kanan yang selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan.
Stenosis Mitral Reumatik
Stenosis mitral reumatik di sebabkan adalah fibrosis cincin mitral, perlekatan
komisura, dan kontraktur daun katub, korda, dan muskulus papilare selama periode
waktu yang lama. Stenosis ini biasanya 10 tahun atau lebih agar lesi betul-betul tegak,
walaupun prosesnya kadang-kadang dapat di percepat. Stenosis mitral reumatik
10
jarang ditemukan sebelum remaja dan biasanya tidak dikenali sampai umur dewasa.
Stenosis mitral secara klinis diketahui jika lubang katub mengurang sampai 25% atau
kurang dari lubang katub yang diharapkan normal. Pengurangan demikian berakibat
kenaikan tekanan dan pembesaran serta hipertrofi atrium kiri. Kenaikan tekanan
menyebabkan hipertensi vena pulmonalis, kenaikan tahanan vaskuler pulmonal dan
hipertensi pulmonal. Dilatasi ventrikel dan atrium kanan, dan terjadi hipertrofi dengan
disertai gagal jantung sisi kanan.
GEJALA KLINIS
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/PJR reumatik dapat dibagi dalam 4
stadium :
Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran nafas bagian atas oleh kuman streptococcus beta-
hemolyticus grup A. seperti infeksi saluran nafas pada umumnya, keluhan biasanya
berupa demam, batuk rasa sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan
bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisis sering didapatkan
eksudat di tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah
bening submandibular seringkali membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4hari
dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Para peneliti mencatat 50-90% riwayat
infeksi saluran nafas bagian atas pada penderita demam reumatik/PJR yang biasanya
terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi hari pertama demam reumati/PJR.
Stadium II
Stadium ini juga disebut periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan
permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu,
kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulanbulan kemudian.
Stadium III
11
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase demam reumatik saat timbulnya
pelbagai manifestasi klinik demam reumatik/PJR. Manifestasi klinik tersebut dapat
digolongkan dalam gejala peradangan umum dan manifestasi spesifik demam
reumatik/PJR.
Gejala peradangan umum: arthritis, karditis, korea, nodul subkutan, eritema
marginatum.
Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa
kelainan jantung ataupenderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katub
tidak menunjukan gejala apa-apa.
Pada penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katub jantung, gejala
yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pada fase ini baik penderita
demam reumatik maupun PJR sewaktu-waktu dapat mengalami reaktifasi penyakit.
IX. PENATALAKSANAAN
Pada kebanyakan penderita dengan insufisiensi mitral, hanya diperlukan profilaksis
terhadap reaktivasi demam reumatik karena lesi ringan dan ditoleransi dengan baik.
Pengobatan penyulit gagal jantung, aritmia dan endokarditis infektif dibahas dimana
–mana. Agen penurun beban pasca (afterload) (hidralazin, captopril) terutama
mungkin berguna. Penanganan bedah terindikasi pada penderita yang walaupun terapi
medic cukup, menderita episode gagal jantung berulang, dispnea pada aktivitas
sedang, dan kardiomegali progresif, sering dengan hipertensi pulmonal. Walaupun
anuloplasti memberikan hasil yang baikpada beberapa anak dan remaja, penggantian
katup mungkin diperlukan. Aktivitas tidak harus dibatasi pada anak yang menderita
inkompetensi ringan. Profilaksis terhadap endokarditis bakterialis diperlukan pada
penderita ini selama prosedur gigi atau pembedahan lain. Antibiotik rutin yang
diminum oleh penderita untuk profilaksis demam reumatik tidak cukup untuk
mencegah endokarditis.
12
Eradikasi Kuman Streptokokus
Eradikasi harus secepatnya dilakukan segera setelah diagnosis demam rematik dapat
ditegakkan. Obat pilihan pertama adalah penisilin G benzatin karena dapat diberikan
dalam dosis tunggal, sebesar 600.000 unit untuk anak di bawah 30 kg dan 1 ,2 juta
unit untuk penderita di atas 30 kg. Pilihan berikutnya adalah penisilin oral 250 mg 4
kali sehari diberikan selama 10 hari. Bagi yang alergi terhadap penisilin, eritromisin
50 mg/kg/ hari dalam 4 dosis terbagi selama 10 hari dapat digunakan sebagai obat
eradikasi pengganti
X. PENCEGAHAN
Profilaksis Primer
Pengobatan adekuat terhadap beta streptococcus hemoliticus grup A. cara sama
dengan eradikasi pada demam reumatik akut (eradikasi kuman, walau usap
tenggorokan negatif : penisilin, eritromisin )
Profilaksis sekunder
- Dimulai segera setelah ditegakan : hari ke 11 perawatan (setelah eradikasi kuman
selesai 10 hari )
- Lama profilaksis minimal 5 tahun/lebih lama 18-25 tahun.
XI. PROGNOSIS
Seperti penyakit lainya, apabila profilaksis dan penanganan tepat, prgnosisnya baik,
namun pada PJR dapat meninggalkan gejala sisa (kerusakan katup).
XII. KOMPLIKASI
13
Insufisiensi mitral berat dapat mengakibatkan gagal jantung yang dapat dipercepat
oleh penjelekan proses reumatik, mulainya fibrilasi atrium dengan respons ventrikel
cepat, atau endokarditis infektif. Sesudah bertahun-tahun pengaruh insufisiensi mitral
kronis dapat menjadi nyata secara klinis tanpa kejadian reumatik baru. Gagal jantung
kanan dapat disertai dengan insufisiensi katub triscupidal atau pulmonal. Kadang-
kadang tampak ekstrasistol atau ventrikel. Fibrilasi atrium lebih sering bila
insufisiensi mitral disertai dengan atrium kiri yang besar. Penderita dengan fibrilasi
atrium biasanya memerlukan antikoagulan untuk pencegahan tromboemboli dan
stroke.
14