makalah ensefalokel kelompok dk 7 sudah dibenarkan (autosaved)
DESCRIPTION
1TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Neural Tube Defect (NTD) merupakan suatu kelainan yang dialami
oleh bayi dalam kandungan yang terjadi di bagian perkembangan otak dan
saraf. Biasanya Neural Tube Defect terjadi di bulan awal kandungan. Kasus
yang paling sering terjadi ketika seorang ibu bahkan belum sadar dirinya
hamil. Penyebab utama dari terjadinya NTD (Neural Tube Defect) belum
diketahui secara pasti,namun ada faktor-faktor yang dicurigai dapat
menyebabkan NTD seperti ibu hamil yang mengalami diabetes,kekurangan
asam folat, pola makan yang buruk, dan meminum obat secara tidak
terkontrol. Kejadian NTD sangat mematikan bagi sang bayi. Bayi yang
mengalami NTD biasanya hidupnya tidak lama. Salah satu contoh NTD
adalah ensefalokel.
Ensefalokel merupakan kejadian NTD yang tidak terlalu sering,yakni
berkisar 1 kejadian berbanding 10.000 kelahiran. Ensefalokel disebabkan oleh
gangguan proses embriologis saraf pada minggu ke 3 hingga minggu keempat
masa kehamilan sehingga menyebabkan adanya celah ketika proses penutupan
tabung saraf sehingga tengkorak tidak tertutup sempurna. Sebagian otak bayi
mungkin keluar melalui celah tersebut. Terkadang,lapisan meninges yang
melapisi otak juga dapat keluar dari celah tersebut. Ensefalokel dapat berada
di dasar tengkorak, di daerah hidung dan dahi, ataupun di puncak tengkorak.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai definisi ensefalokel beserta
epidemiologi, faktor resiko, klasifikasi, tanda dan gejala, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, diagnosis banding, diagnosa, penatalaksanaan, serta
prognosis dari ensefalokel.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ensefalokel
2. Untuk mengetahui epidemiologi dari Ensefalokel
3. Untuk mengetahui faktor-faktor resiko dari Ensefalokel
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari Ensefalokel
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari Ensefalokel
6. Untuk mengetahui jenis-jenis pemeriksaan fisik untuk Ensefalokel
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk Ensefalokel
8. Untuk mengetahui diagnosis banding dan diagnosa dari Ensefalokel
9. Untuk mengetahui prognosis dari Ensefalokel
10. Untuk mengetahui penatalaksaan dari Ensefalokel
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ensefalokel
2.1.1 Definisi
Ensefalokel adalah herniasi isi kranium berupa suatu bagian otak dan
meninges (selaput otak) melalui suatu defek pada tengkorak yang muncul
secara kongenital atau didapat. Disebut juga cephalocele, craniocele,
encephalomeningocele, dan meningoensefalokel.1-3
2.1.2 Epidemiologi
Ensefalokel lebih sering muncul bersama malformasi congenital non-
neural daripada bersama maflormasi kongenital neural atau spinabifida.
Insidensi ensefalokel kurang lebih 0,08 dalam1.000 total kelahiran di
Australia, 0,3-0,6 per 1.000 kelahiran di Inggris, dan 0,15 per 1.000
kelahiran keseluruhan didunia. Tipe ensefalokel yang dominan di Eropa
dan Australia adalah ensefalokel oksipital (75%), frontoethmoidal (13-
15%), parietal (10-12%), dan sphenoidal. Meskipun demikian, di Asia
Tenggara ensefalokel frontal merupakan tipe paling dominan.4
2.1.3 Faktor-faktor resiko
Penyebab spesifik dari meningokel atau belum diketahui. Banyak
faktor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya
defek ini. Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi.
Hal- hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab; kadar vitamin
maternal rendah, termasuk asam folat dan hipertermia selama kehamilan.
Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita
bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat.5
2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi ensefalokel didasarkan pada lokasi efek dan
patofisiologinya dapat terbagi atas ensefalokel frontal/sinsipital, ensefalokel
basal dan ensefalokel oksipital.6 Defek pada ensefalokel frontal terjadi
diantara bregma dan tepi depan os. ethmoid, sedangkan efek pada
ensefalokel basal terjadi di dasar tengkorak, dan efek pada ensefalokel
oksipital terjadi di antara lambda dan foramen magnum atau atlas. Menurut
Suwanwela, klasifikasi terbagi atas:2
1. Lesi kubah tengkorak
a. Oksipital
b. Interfrontal
c. Parietal
d. Frontal anterior atau posterior
e. Temporal
2. Lesi sinsipital
a. Naso frontal
b. Naso ethmoidal
c. Nas orbital
3. Ensefalokel basal:7
a. Transethmoidal
Kantung ensefalokel terletak di fossa nasal anterior.
b. Sphenoethmoidal
Kantung ensefalokel terletak di fossa nasal posterior.
c. Sphenoorbital
Kantung ensefalokel terletak dalam orbit dan menyebabkan
eksoftalmus
d. Sphenomaxillary
Kantung ensefalokel terletak dalam pterigopalatinus
e. Sphenopharingeal
Kantung ensefalokel terletak dalam rhinopharynx atau sinus sphenoid
2.1.5 Tanda dan gejala
Tanda dan gejala klinis paling utama dari ensefalokel adalah adanya
benjolan yang muncul sejak lahir. Benjolan ini dapat disertai gejala dan
kelainan kongenital lainnya. Secara umum, manifestasi klinis yang dapat
muncul pada ensefalokel adalah8:
1. Benjolan atau kantung pada garis tengah yang ada sejak lahir dan
cenderung membesar, terbungkus kulit normal, membranous ataupun
kulit yang mengalami maserasi. Konsistensi kistous dan kenyal atau
lebih solid bila terdapat herniasi otak. Kantung dapat mengempis dan
menegang, tergantung tekanan intrakranial karena berhubungan dengan
ruang intrakranial.
2. Hidrosefalus
3. Mikrosefalus
4. Pada ensefalokel basal adanya kantung seringkali tidak tampak
menonjol di luar melainkan di dalam rongga hidung atau massa
epifaringeal sehingga seringkali tampak seperti polip nasal. Kelainan
penyerta yang muncul berupa hipertelorisme, nistagmus, snoring
persisten dan cleft palate sekunder.9
5. Kelumpuhan anggota gerak, gangguan perkembangan, gangguan
penglihatan dan gangguan lain akibat pendesakaan massa maupun
sindrom kelainan kongenital terkait.
Gejala klinis ensefalokel ditandai dengan adanya benjolan di salah
satu lokasi di sepanjang garis tengah kepala, baik di parietal, frontal,
nasofaringeal, maupun nasal.8 Letak benjolan di oksipital terjadi pada 75%
kasus, sedangkan letak di oksipital sebesar 15%, serta benjolan di vertex
sebesar 5% jumlah keseluruhan kasus ensefalokel.10 Isi benjolan atau
kantung ensefalokel ditentukan melalui pemeriksaan fisik palpasi dan
transluminasi. Pemeriksaan transluminasi dilakukan dengan penyorotan
lampu yang kuat pada tonjolan tersebut (di dalam ruangan gelap)
diharapkan akan menampakkan bayang-bayang isi ensefalokel.
Ensefalokel frontoethmoidal muncul dengan massa di wajah
sedangkan Ensefalokel basal tidak tampak dari luar. Ensefalokel
nasofrontal muncul di pangkal hidung di atas tulang hidung. Ensefalokel
nasoethmoidal terletak di bawah tulang hidung dan naso-orbital
ensefalokel menyebabkan, hipertelorisme, proptosis dan mendesak bola
mata. 11
Pada pemeriksaan neurologis umumnya didapatkan hasil normal,
tetapi beberapa kelainan dapat terjadi meliputi deficit fungsi saraf cranial,
gangguan penglihatan, dan kelemahan motorik fokal.8
Ensefalokel seringkali muncul bersama kelainan kongenital lain.
Sekitar 40% kasus disertai dengan kelainan defek tuba neuralis lain seperti
mikrosefali.11 Mikrosefali tersebut disebabkan oleh berpindahnya massa
intrakranial ke dalam kantung ensefalokel. Kelainan lain yang muncul
antara lain amniotic band syndrome, sindrom genetik meliputi Meckel-
Gruber, Fraser, Robets dan Chemke’s syndrome, facial cleft, spina bifida,
agenesis renal, dekstrokardia, dan hipoplasia pulmoner.8
2.1.6 Pemeriksaan fisik
2.1.6.1 Pemeriksaan antenatal11
Pemeriksaan antenatal adalah pemeriksaan kehamilan untuk
mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil sehingga
mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI
dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar.
Kunjungan antenatal dilakukan sedini mungkin semenjak ia
merasadirinya hamil. Pelayanan antenatal dilakukan untuk mencegah
adanya komplikasiobstetri bila mungkin dan memastikan bahwa
komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai.
Wanita hamil memerlukan sedikitnya empat kali kunjungan selama
periode antenatal:
1) Satu kali kunjungan selama trimester satu (< 14 minggu).
2) Satu kali kunjungan selama trimester kedua (minggu 14 – 28).
3) Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (minggu 28 – 36 dan >
minggu ke 36).
4) Perlu segera memeriksakan kehamilan bila dilaksanakan ada gangguan
atau bila janin tidak bergerak lebih dari 12 jam
2.1.6.2 Pemeriksaan fisik Sistem respirasi:12
Suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi,
ataksik), nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi positif
(kemungkinan karena aspirasi).
2.1.6.3 Pemeriksaan Kardiovaskuler:12
Pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
2.1.6.4 Pemeriksaan Kemampuan komunikasi:13
Kerusakan pada hemisfer dominan, disfagia atau afasia akibat
kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
2.1.6.5 Pemeriksaan Psikososial13
Data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari
keluarga.
2.1.6.6 Pemeriksaan Aktivitas/istirahat14,15
S : Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan
O : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese, goyah dalam
berjalan (ataksia), cidera pada tulang dan kehilangan tonus otot.
2.1.6.7 Pemeriksaan Sirkulasi14,16
O : Tekanan darah normal atau berubah (hiper/normotensi), perubahan
frekuensi jantung nadi bradikardi, takhikardi danaritmia.
2.1.6.8 Pemeriksaan Integritas Ego13
S : Perubahan tingkah laku/kepribadian
O : Mudah tersinggung, delirium, agitasi, cemas, bingung, impulsive dan
depresi
2.1.6.9 Pemeriksaan Eliminasi15
O : BAB/BAK inkontinensia/disfungsi.
2.1.6.10 Pemeriksaan Makanan/cairan14,15
S : Mual, muntah, perubahan selera makan
O : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, disfagia).
2.1.6.11 Pemeriksaan Neurosensori13,16
S : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan
pendengaran, perubahan penglihatan, diplopia, gangguan
pengecapan/ pembauan.
O :Perubahan kesadara, koma. Perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, atensi dan kinsentarsi) perubahan pupil (respon
terhadap cahaya), kehilangan penginderaan, pengecapan dan
pembauan serta pendengaran. Postur (dekortisasi, desebrasi),
kejang. Sensitive terhadap sentuhan / gerakan.
2.1.6.12 Pemeriksaan Nyeri/Keyamanan16
S : Sakit kepala dengan intensitas dan lokai yang berbeda.
O :Wajah menyeringa, merintih, respon menarik pada rangsang nyeri yang
hebat, gelisah
2.1.6.13 Pemeriksaan Keamanan16
S : Trauma/injuri kecelakaan
O : Fraktur dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan ROM, tonus otot
hilang kekuatan paralysis, demam, perubahan regulasitemperatur
tubuh.
2.1.6.14 Pemeriksaan Penyuluhan/Pembelajaran
2.1.6.15 Riwayat penggunaan alkohol/obat-obatan terlarang
Pada bayi yang telah lahir, bisa dilakukan pemeriksaan rontgen
tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kalainan, pemeriksaan
USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda
spinalis maupun vertebra, serta pemeriksaan CT-scan atau MRI tulang
belakang kadang-kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya
kelainan.13
2.7 Pemeriksaan penunjang
Jenis-jenis pemeriksaan penunjang yang dapat dipakai dalam
pemeriksaan ensefalokel yaitu USG, CT scan, foto polos kepala, dan MRI.
USG merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi
ensefalokel sejak usia dini. Fungsi dari CTscan adalah untuk visualisasi
defek internal dan eksternal. MRI memiliki fungsi untuk
memvisualisasikan isi dari ensefalokel tersebut dan MRI juga dapat
membantu mendeteksi ketidak normalan otak yang lain.11
2.8 Diagnosis banding
Ada dua hal yang harus ditentukan pada diagnosis kebocoran CSS
ekstrakranial yaitu:
1) Menentukan adanya kebocoran CSS dan
2) Lokasi kebocoran.
3) Gambaran Klinis
Adanya cairan hidung yang keluar terus menerus dan tidak
lengket harus curiga adanya kebocoran CSS. Pada setiap pasien dengan
kecurigaan adanya kebocoran CSS, memposisikan badan miring ke
salah satu sisi dan wajah menghadap ke bawah akan meningkatkan
aliran CSS, sehingga diagnosis lebih mudah. Di samping itu penekanan
vena jugularis juga akan membuat kebocoranmenjadi lebih nyata. Otore
CSS ditandai dengan adanya aliran cairan jernih ke liang telinga, dan
dapat muncul pada provokasi.17
4) Pemeriksaan klinis juga membantu untuk menentukan lokasi
kebocoran, kebocoran yang terjadi pada satu sisi hidung secara umum
berhubungan dengan lokasi dari defek. Adanya kebocoran ketika kepala
di tengadah diduga kebocoran terdapat pada fossa kribriformis, atap
etmoid atau sinus frontal. Kebocoran terjadi apabila menunduk
kemungkinan berasal dari sinus sphenoid atau telinga tengah.
Pemeriksaan yang sama juga pada otore CSS.17
a. Nasoendoskopi dan Otoskopi
Pemeriksaan nasoendoskopi dapat menentukan lokasi
kebocoran pada rinore CSS. Pemeriksaan ini baru dapat menentukan
lokasi apabila terdapat kebocoran yang aktif saat dilakukan
pemeriksaaan. Fossa kribriformis dapat dievaluasi dengan adekuat
pada sebagian pasien. Adanya cairan jernih yang mengalir dari
meatus medius, meatus superior atau resesus sfenoetmoid
menandakan lokasi kebocoran berturut-turut pada atap sinus etmoid
anterior, sinus etmoid posterior atau sinus sfenoid. CSS juga dapat
terlihat mengalir dari muara tuba eustachius yang menandakan
kebocoran berasal dari tulang temporal.8
b. Halo signatau Double ring sign
Tanda klasik kebocoran CSS berupa halo signatau double ring
signyaitu adanya daerah cairan jernih di sekeliling darah bila cairan
CSSyang bercampur darah diletakkan di kain linen atau kertas
saring.18
c. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada kasus kebocoran CSS bertujuan
untuk menkonfirmasi adanya kebocoran, mengevaluasi adanya
kelainan yang menjadi penyebab,menentukan lokasi dan adanya
meningokel pada defek.18
1. Tomografi Komputer (CT Scan)
CT scan dianggap sebagai pemeriksaan radiologiyang utama
untuk menentukan lokasi kebocoran CSS. Dengan pemeriksaan
irisan tipis (1 mm) dan multidetektor, defek yang kecil dapat
divisualisasi dengan sensitivitas 92% dan spesifitas 100%. Pada
pemeriksaan ini tidak mengharuskan adanya aliran aktif CSS. 18
Diagnosa banding ensefalokel antara lain higroma kistik,
teratoma, dan hemangioma. Higroma kistik tidak berbatas jelas, berisi
cairan, bersepta, dan sering disertai efusi pleura dan asites sedangkan
teratoma berisi massa solid dan tidak melibatkan jaringan otak.
Ensefalokel nasoethmoidal dapat disalah artikan sebagai polip nasal.
Perbedaan keduanya terletak pada pulsasi, pada ensefalokel
nasoethmoidal teraba pulsasi sedangkan pada polip nasal tidak.
Diferensial diagnosis untuk ensefalokel antara lain lipoma, kista dermoid,
dan lesi kulit kepala yang lain.19
Tabel 2.1 Perbandingan ensefalokel dan higroma kistik
Gambaran USG Higroma kistik Ensefalokel
Defek kranium Tidak ada Selalu
Septae Ada dan bilateral,
hingga mencapai
leher
Tidak selalu ada, bila ada
hanya di garis tengah
kepala
Isi kantung Hanya cairan Bervariasi
Mikrosefali Jarang Sering menyertai
Lokasi Aspek posterolateral
leher
Oksipital (70%), frontal,
parietal atau nasofrontal
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada ensefalokel adalah koreksi melalui
pembedahan.8 Pembedahan dilakukan sedini mungkin yakni saat pasien
berusia kurang dari 4 bulan.20 Bila tidak dilakukan koreksi, ensefalokel
akan terus membesar karena bertambahnya herniasi jaringan otak yang
dapat menimbulkan defisit neurologis.8 Meskipun demikian, ensefalokel
dengan ukuran sangat minimal dan hanya melibatkan segi kosmetis dapat
dipertimbangkan untuk tidak dikoreksi secara pembedahan.21,22
Pembedahan pada ensefalokel dilakukan elektif sedini mungkin kecuali
terjadi rupture pada kantung dan kebocoran CSF.8 Pembedahan elektif
memberikan waktu bagi pasien untuk kenaikan berat badan dan kekuatan,
serta memberikan waktu bagi ahli bedah untuk pemilihan teknik operasi
dan komunikasi dengan orang tua pasien.11
Pembedahan ensefalokel terdiri dari membuka dan mengeksplorasi
isi kantung, eksisi jaringan otak yang mengalami displasia, dan menutup
kembali defek secara ‘water tight’. Jaringan otak displastik di dalam
kantung telah menjadi non-fungsional akibat strangulasi, iskemi, dan
edema sehingga dapat diangkat dengan aman daripada mendorongnya ke
dalam rongga cranium.5,11 Pada ensefalokel dengan ukuran dan herniasi
sangat minimal, jaringan yang mengalami herniasi dimasukkan kembali ke
dalam rongga intracranial.23 Pembedahan ini dihadapkan pada tantangan
untuk menutup defek anatomis pada tulang tengkorak, hasil operasi
sedekat mungkin dengan fungsi normal, dan menghindari defek pada
psikomotor.20
Pada ensefalokel oksipital, pasien diposisikan lateral16 atau dapat
pula telungkup dengan menggunakan penyangga kepala berbentuk tapal
kuda.8,24,25 Posisi pasien dijaga agar tidak terjadi cedera karena penekanan
bola mata.8 Langkah-langkah koreksi bedah pada ensefalokel oksipital
dimulai dengan membuat insisi melintang pada benjolan hingga
perikranium dapat teridentifikasi dan dipisahkan dari jaringan yang lebih
dalam. Kemudian, dilakukan insisi perikranial dengan inspeksi dan diseksi
isi benjolan. Koreksi bedah dilakukan untuk mempertahankan jaringan
otak agar tidak mengalami herniasi lebih banyaklagi.26
Pada anak-anak, defek pada cranium ditutup dengan autogenous
bone. Insisi kulit kemudian ditutup.8 Pada ensefalokel oksipital berukuran
besar dengan mikrosefali sekunder akibat herniasi otak massif, digunakan
fine mesh untuk mencegah kompartemen ekstrakranial.20 Pembedahan
pada ensefalokel dengan penyerta memerlukan beberapa prosedur
tambahan. Jika ditemukan hidrosefalus yang menyertai, maka dilakukan
VP shunt.21 Kadang prosedur ini harus dilakukan sebelum terapi
pembedahan definitive. Ventrikulostomi endoskopi digunakan untuk
menangani hidrosefalus pada kasus ensefalokel.11
Gambar 2. 1 Posisi pada Saat Pembedahan 22
Gambar 2.2 Pembedahan pada Ensefalokel Oksipital19
Gambar 2. 3 Penutupan Defek Luas pada Ensefalokel Oksipital8
Pada ensefalokel frontal terdapat beberapa perbedaan dalam hal
pertimbangan bedah bila dibandingkan dengan ensefalokel oksipital.
Secara umum, pembedahan pada ensefalokel frontal meliputi
pengangkatan ensefalokel, penutupan dura secara intracranial, bone
grafting transkranial, dan koreksihipertelorisme orbital atau dystopia.
Pembedahan pada ensefalokel frontal umumnya dilakukan elektif dengan
indikasi berupa proteksi otak, pencegah aninfeksi, perbaikan jalan nafas,
kemampuan bicara, dan penglihatan, serta kosmetis. Indikasi pembedahan
darurat pada ensefalokel frontal yakni tidak adanya kulit yang
membungkus kantung ensefalokel, obstruksi jalan nafas, atau gangguan
penglihatan.20
Pada ensefalokel nasoethmoidal, terdapat beberapa tambahan sasaran
hasilkoreksi pembedahan. Selain bertujuan untuk menutup defek dan
membuang atau mengembalikan jaringan yang mengalami herniasi,
koreksi bedah pada ensefalokel nasoethmoidal juga ditujukan untuk
merekonstruksi kraniofasial sehingga mencegah “long nose deformity”.
Koreksi dilakukan dengan osteotomi dan rekonstruksi bentuk wajah di
sekitar defek, termasuk mengoreksi hipertelorisme yang kerap menyertai.23
Pembedahan pada ensefalokel basal memerlukan teknik yang sedikit
berbeda dan peralatan tambahan karena letak ensefalokel tertutup struktur
wajah. Salah satu tipe ensefalokel basal, yakni ensefalokel transethmoidal
yang bermanifestasi sebagai massa intranasal membutuhkan endoskopi
nasal dalam pembedahan.27 Endoskopi nasal inisial digunakan untuk
melihat struktur intranasal, kemudian dilakukan ethmoidectomi dan eksisi
prosesus uncinatus agar dapat mengakses ensefalokel yang terletak di
dekat dasar tengkorak. Setelah ensefalokel terlihat, dilakukan penilaian
kantung ensefalokel dan defek pada ethmoid kemudian dilakukan reseksi
ensefalokel dengan forsep bipolar tipe pistolgrip. Reseksi dilakukan
hingga pedikel ensefalokel tereduksi mendekati dasar tengkorak.
Perbaikan defek dilakukan dengan memotong mukosa di sekitar defek
hingga tampak os ethmoid. Untuk defek lebih dari 5 mm, kartilago atau
tulang dari septum nasi ditempatkan antara dura dan dasar tengkorak.
Selain graft tulang, prostetik yang absorbable dapat pula digunakan.
Setelah itu, graft mukosa daridasar hidung digunakan untuk menutup defek
tersebut. 27,28
Gambar 2.4 Tahap-tahap Pembedahan pada Ensefalokel Transethmoidal 11
2.10 Prognosis
Faktor yang menentukan prognosis pada pasien penderita ensefalokel
meliputi :11,21
1. Ukuran ensefalokel
2. Jumlah jaringan otak yang mengalami herniasi
3. Derajat ventrikulomegali, adanya mikrosefali dan hidrosefalus terkait,
serta munculnya kelainan kongenital lain.
Ensefalokel yang memiliki ukuran yang besar akan memiliki
prognosis yang buruk.10 Pasien ensefalokel yang tidak disertai hidrosefalus
memiliki peluang mencapai intelektual normal sebesar 90% sedangkan
ensefalokel dengan hidrosefalus memiliki peluang lebih rendah 30% untuk
mencapai intelektual normal.8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ensefalokel adalah herniasi isi kranium berupa suatu bagian otak dan
meninges (selaput otak) melalui suatu defek pada tengkorak yang muncul
secara kongenital atau didapat. Penyebab spesifik dari ensefalokel atau belum
diketahui. Banyak faktor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat
dalam terjadinya defek ini. Jenis-jenis pemeriksaan penunjang yang dapat
dipakai dalam pemeriksaan ensefalokel yaitu USG, CTscan, foto polos kepala,
dan MRI
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland, W.A. Neman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC.
2. Lyons, Kathleen P. Operative Techniques in Pediatric Neurosurgery.
New York : Thieme.
3. Bianchi, D W., Crombleholme, TM., D’alton, M E. 2000. Fetology:
Diagnosis and Management of the Fetal Patient. New York: McGraw-Hill.
4. Bianchi, D W., Crombleholme, TM., D’alton, ME. 2000. Fetology:
Diagnosis and Management of the Fetal Patient. NewYork: McGraw-Hill.
5. Rowland, dkk. 2005. “Are Encephaloceles Neural Tube Defects?” Pediatrics
vol.118: 916-923.
6. El Ghani dan El Ansarry. 2006. “Neural Tube Defects”. ASJOG vol.3(2): 38-
41.
7. Stevenson, David K. 2003. Fetal Ana Neonatal Brain Injury. Cambridge:
Cambride University Press.
8. Oak, Sanjay N., Chaubal, Nitin G., Viswanath, Naveen. 2007. Paediatric
Surgical Diagnostic. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers.
9. Hashemi, Kazemel, Bayat. 2010. “Large Sphenoethmoidal Encephalocele
Associated with Agenesis of Corpus Callosum and Cleft Palate.” Iran J Med
Sci Vol.35(2): 154-156.
10. Kumar, Sailesh. 2010. Handbook of Fetal Medicine. Cambridge: Cambridge
University Press.
11. Raja, Riaz A dkk. 2008. “Pattern of Encephaloceles: A Case Series”. J.
Ayub. Med. Coll. Abbottabad Vol. 20(1): 125-128.
12. Yoon, dkk. 2010. “An Antenatally Diagnosed Huge Non-syndromic
Encephalocele with Succesful Term Delivery and Postnatal Management.” J
Women’s Med vol.3(3): 127-130.
13. Noriega, Fleming, dan Bonebrake. 2001. “A False-Positive Diagnosis of a
Prenatal Encephalocele on Transvaginal Ultrasonography.” J Ultrasound
Med vol.20: 926-927.
14. Rukiyah,Yeyeh dkk. 2010. Asuhan neonatus bayi dan anak balita. Jakarta:
CV Trans Info Media
15. Lia Dewi, Vivian Nanny. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita.
Jakarta: Salemba Medika
16. Nur Muslihatun, Wafi. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta:
Fitramaya
17. Savva A, Taylor MJ, Beatty CW. 2003. Management of Cerebrospinal Fluid
Leaks Involving the Temporal Bone: Report on 92 Patients.Laryngoscope.
18. Marco CA. 2004. Clinical Pearls: Cerebrospinal Fluid Double Ring Sign.
Academic Emerg Med.
19. Hashemi, Kazemel, Bayat. 2010. “Large Sphenoethmoidal
Encephalocele Associated with Agenesis of Corpus Callosum and Cleft
Palate.” Iran J Med Sci Vol.35(2): 154-156
20. Doubilet, Peter M., Benson, Carol B. 2003. Atlas of Ultrasound in Obstetric
and Gynecology. Philadelpia: Lippincon Williams and Wilkins.
21. Barkovich, James A. 2005. Pediatric Neuroimaging. New York: Lippincott
Williams & Wilkins
22. Senel, Sahiner, Erkek, Yoney, dan Karacan. 2007. “A Case of Atretic
Parietal Cephalocele”. New J Med vol.24: 237-238
23. Holmes dkk. 2001. “Frontoethmoidal Encephaloceles: Reconstruction and
Refinements.” J Craniofacial Surg Vol.12(1): 6-18
24. Agarwal, dkk. 2010. “A Giant Occipital Encephalocele”. J Case Rep vol.1:
16.
25. Walia, dkk. 2005. “Giant Occipital Encephalocele”. MJAFI Vol.61: 293-294
26. Chen, Kan-Ping., Chen, Peir-Rong., Chou, Yu-Fu. 2006.
“Meningoencephalocele of the Temporal Bone Repaired with a Free
Temporalis Muscle Flap – Case Report.” Tzu Chi Med. J. Vol.18: 149 153
27. Jackler, Robert K. 2008. Atlas of Skull Base Surgery and Neurotology. New
York: Thieme Medical Publishers, Inc
28. Goodrich, James Tait. 2008. Neurosurgical Operative Atlas: Pediatric
Neurosurgery. New York: Thieme Medical Publisher, Inc.