mahkamah agung
TRANSCRIPT
MAHKAMAH AGUNG
Disusun oleh :
ABIMANYU TRI WIBOWO
ADIBYA YOGI WIJAYA
MERLINA IRVANA FITRI (141040001041)
Program Diploma 1 Kepabeanan Dan Cukai
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
Tahun Akademik 2014/2015
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang lembaga Mahkamah Agung di Indonesia.
Kemudian atas keberhasilan penyusunan makalah yang berjudul
“Mahkamah Agung” penyusun mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Kusmandji, selaku Direktur STAN
2. Bapak Lawrentus yang telah memberikan bimbingan dan motivasi
dalam penyusunan makalah ini,
3. Teman-teman D1 Kepabeanan dan Cukai,
4. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Walaupun dalam penyusunan makalah ini, kami telah berusaha semaksi-
mal mungkin, namun penyusun menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari sempur-
na.Oleh karena itu, dengan hati terbuka kami menerima saran dan kritik dari para
pembaca sekalian.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusunan sendiri dan bagi pembaca sekalian, serta bagi nusa dan bangsa.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................................1KATAPENGANTAR.....................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................3 DAFTAR .................................................................................................................vii
BAB I. PENDAHULUAN.....................................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................................................4
1.2 Tujuan Penulisan........................................................................................................5
1.3 Ruang Lingkup Materi...............................................................................................5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................3
2.1 Sejarah Berdirinya Mahkamah Agung.......................................................................3
BAB III.PEMBAHASAN......................................................................................................8
3.1 Latar Belakang Lahirnya Mahkamah Agung (MA)...................................................8
3.2 Kedudukan Mahkamah Agung..................................................................................8
3.3 Fungsi Mahkamah Agung.....................................................................................9
3.4 Tugas dan Wewenang Mahkamah Agung (MA)..................................................10
3.5 Keanggotaan Mahkamah Agung (MA).........................................113.6 Pimpinan Mahkamah Agung (MA) ......................................................................17
3.7 Persidangan dan Keputusan Mahkamah Agung (MA) .........................................19
3.8 3.8Dasar Hukum Mahkamah Agung (MA)...........................................................20
BAB IV PENUTUP.......................................................................................16
5.1...................................................................................................Simpulan...................................................................................................21
DAFTARPUSTAKA......................................................................................22
LAMPIRAN
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
1.2. Tujuan Penulisan
- Menyelesaikan penugasan mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum.
- Agar pembaca mengetahui dan memahami pengertian dan segala hal yang
berhubungan dengan Mahkamah Agung.
1.3. Ruang Lingkup Materi
Untuk memperjelas materi yang akan disampaikan, maka penulis akan
melakukan pembatasan bahasan, yaitu hanya pada
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Mahkamah Agung
Mahkamah Agung (dalam Bahasa Inggris, supreme court) adalah
pengadilan tertinggi dalam tingkatan pengadilan yang terdiri dari banyak daerah
hukum. Sebutan lain untuk Mahkamah Agung meliputi pengadilan terakhir,
pengadilan tingkat akhir, pengadilan penghakiman, pengadilan puncak dan
pengadilan tertinggi banding. Secara garis besar, keputusan dari Mahkamah
Agung tidak akan ditinjau lebih lanjut oleh pengadilan lain. Mahkamah Agung
biasanya berfungsi utama sebagai pengadilan banding, menganalisa putusan
pengadilan tingkat pertama atau dari pengadilan tingkat banding.
2.2 Sejarah Berdirinya Mahkamah Agung
Pengadilan Hooggerechtshof merupakan Pengadilan Tertinggi dan
berkedudukan di Jakarta dengan daerah hukum meliputi seluruh Indonesia.
Hooggerechtshof terdiri dari seorang Ketua dan 2 orang anggota, seorang Pokrol
jendral dan 2 orang Advokat Jendral, seorang Panitera dimana perlu dibantu
seorang Panitera Muda atau lebih. Jikalau perlu Gubernur Jendral dapat
menambah susunan Hooggerechtshof tersebut dengan seorang Wakil Ketua dan
seorang/lebih anggota lagi.
Tugas/kewenangan Hooggerechtshof : a. mengawasi jalannya peradilan di
seluruh Indonesia sehingga dapat berjalan secara patut dan wajar. b. Mengawasi
perbuatan/kelakuan Hakim serta Pengadilan-pengadilan. c. Memberi tegoran-
tegoran apabila diperlukan. d. Berhak minta laporan, keterangan-keterangan dari
semua pengadilan baik sipil maupun militer, Pokrol Jendral dan lain pejabat
5
Penuntut Umum. e. Sebagai tingkat pertama dan terakhir mengadili perselisihan-
perselisihan tentang kekuasaan mengadili : 1. di antara pengadilan-pengadilan
yang melakukan peradilan atas nama Raja, diantara pengadilan-pengadilan ini
dengan pengadilan-pengadilan adat di dalam daerah yang langsung diperintah
oleh Gubernemen, dimana rakyat dibiarkan mempunyai peradilan sendiri, diantara
pengadilan-pengadilan tersebut diatas, dengan pengadilan-pengadilan Swapraja,
sepanjang ini dimungkinkan menurut perjanjian-perjanjian politik dengan daerah-
daerah pengadilan yang berselisih tidak ada di dalam daerah hukum appelraad
yang sama; 2. di antara appelraad-appelradd; 3. di antara pengadilan sipil dan
pengadilan militer, kecuali jikalau perselisihan itu timbul diantara
Hooggerechtshof sendiri dengan Hoogmilitairgerechtshof, didalam hal mana
diputuskan oleh Gubernur Jendral.
1. Jikalau temyata hakim tidak mengindahkan tatacara yang diharuskan
dengan ancaman pembatalan;
2. Jikalau hukum dilanggar. Hukum dianggap telah dilanggar, apabila hakim
tidak memperlakukan atau tidak tepat memperlakukan ketentuan-
ketentuan hukum;
3. Jikalau tedapat perlampauan batas kekuasaan mengadili.
4. Jikalau terbukti hakim tidak berhak mengadili perkaranya. (Lihat buat
selanjumya mengenai hak kasasi ini pasal-pasal 173 s/d 176 R.O.).
Dari masa penjajahan Pemerintahan Jepang sampai Kemerdekaan Republik
Indonesia. Pada jaman Jepang, yang merupakan badan Kehakiman tertinggi
disebut Saikoo Hooin. Kemudian dihapuskan pada mhun 1944 dengan Osamu
Seirei (Undang-Undang) No. 2 tahun 1944, sehingga segala tugasnya dilimpahkan
kepada Kooto Hooin (Pengadilan Tinggi). Baru dengan Undang-Undang No. 7
tahun 1947 ditetapkan tentang susunan kekuasaan Mahkamah Agung dan
Kejaksaaan Agung yang mulai berlaku pada tanggal 3 Maret 1947. Pada. tahun
1948, Undang-Undang No. 7 tahun 19,47 diganti dengan Undang-Undang No. 19
tahun 1948 yang dalam pasal 50 ayat 1 mengandung
6
Mahkamah Agung Indonesia ialah pengadilan federal tertinggi.
Pengadilan-pengadilan federal yang lain dapat diadakan dengan Undang-
Undang federal, dengan pengertian, bahwa dalam Distrik Federal Jakarta akan
dibentuk sekurang-kurangnya satu pengadilan federal yang mengadili dalam
tingkat pertama, dan sekurankurangnya satu pengadilan federal yang mengadili
dalam tingkat apel.
Oleh karena kita telah kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak
sesuai dengan keadaan, maka pada tahun 1965 dibuat UndangUndang yang
mencabut Undang-Undang No. 19 tahun 1948 dan Undang-Undang No. 1 tahun
1950 dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 1965 tentang Pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Umum den Mahkamah Agung.
Masa Republik Indonesia
Di jaman pendudukan Jepang pernah Badan Kehakiman tertinggi
dihapuskan (Saikoo Hooin) pada tahun 1944 dengan Undang-Undang (Osamu
Seirei) No. 2.tahun 1944, yang melimpahkan segala tugasnya yaitu kekuasaan
melakukan pengawasan tertinggi atas jalannya peradilan kepada Kooto Hooin
(Pengadilan Tinggi). Meskipun demikian kekuasaan kehakiman tidak pernah
mengalami kekosongan.
Namun sejak Proklamasi Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945
dari sejak diundangkannya Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
tanggal 18 Agustus 1945, semakin mantaplah kedudukan Mahkamah Agung
sebagai badan tertinggi bidang Yudikatif (peradilan) dengan kewenangan yang
diberikan oleh pasal 24 Undang-Undang Daser 1945, dimana Mahkamah Agung
diberi kepercayaan sebagai pemegang kekuasaan Kehakiman tertinggi.
Mahkamah Agung pernah berkedudukan di luar Jakarta yaitu pada bulan
Juli 1946 di Jogyakarta dan kembali ke Jakarta pada tanggal 1 Januari 1950,
setelah selesainya KMB dan pemulihan Kedaulatan. Dengan demikian Mahkamah
Agung berada dalam pengungsian selama 3 1/2 (tiga setengah) tahun.
7
Susunan Mahkamah Agung sewaktu di Jogyakarta.
K e t u a : Mr. Dr. Kusumah Atmadja.
WakilKetua : Mr. R. Satochid Kartanegara.
Anggota-anggota 1. Mr. Husen Tirtasmidjaja.
2. Mr. WWono Prodjodikoro.
3. Sutan Kali Malikul Add.
Panitera : Mr. Soebekti.
Kepala Tara Usaha : Ranuatmadja.
Mulai pertama kali berdirinya Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung itu
berada dibawah satu atap dengan Mahkamah Agung, bahkan: bersama dibawah
satu departemen, yaitu: Departemen Kehakiman. Dulu namanya: Kehakiman
Agung pada Mahkamah Agung, seperti Kejaksaan Negeri dulu namanya:
Kejaksaan Pengadilan Negeri.Kejaksaan Agung mulai memisahkan diri dari
Mahkamah Agung yaitu sejak lahirnya Undang-Undang Pokok Kejaksaan
(Undang-Undang No. 15 tahun 1961) dibawah Jaksa Agung Gunawan, SH yang
telah menjadi Menteri Jaksa Agung.
Para pejabat Mahkamah Agung.(Ketua, Wakil Ketua, Hakim Anggota dan
Panitera) mulai diberikan pangkat militer tutiler adalah dengan Peraturan
Pemerintah 1946 No. 7 tanggal 1 Agustus 1946, sebagai pelaksanaan pasal 21
Undang-Undang No. 7 tahun 1946 tentang Pengadilan Tentara.
Masa menjelang pengakuan Kedaulatan (tanggal 12 Desember 1947)
Pemerintah Belanda Federal yang mengusai daerah-daerah yang dibentuk
oleh Belanda sebagai negara-negara Bagian seperti Pasundan, Jawa Timur,
Sumatera Timur, Indonesia Timur, mendirikan Pengadilan Tertinggi yang
dinamakan Hoogierechtshof yang beralamat di Jl. Lapangan Banteng Timur 1
Jakarta, disamping Istana Gubemur Jenderal yang sekarang adalah gedung
Departemen Keuangan.
Susunan Hooggerechtshof terdiri atas:
8
Ketua: Mr. G. Wijers.
Anggota: 2 orang Indonesia
Mr. Notosubagio dan Mr. Oeanoen
2 orang Belanda: Mr. Peter dan Procursur General (Jaksa Agung): Mr. Bruyns
Procureur General (Jakm Agung): Mr. Oerip Kartodirdjo.
Hooggerechtshof juga menjadi instansi banding terhadap putusan Raad no
Justitie.Mr. G. Wjjers adalah Ketua Hooggerechtshof terakhir, yang sebelum
perang dunia ke II terkenal sebagai Ketua dari Derde kamar Read van Instills
Jakarta yang memutusi perkara-perkara banding yang mengenai Hukum Adat
(kamar ketiga, hanya terdapat di Road van Justitie Jakarta).
Pada saat itu Mahkamah Agung masih tetap berkuasa di daerahdaerah
Republik Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta. Dengan dipulihkan
kembali kedaulatan Republik Indonesia area seluruh wilayah Indonesia (kecuali
Irian Barat) maka pekerjaan Hooggerechtshof harus diserahkan kepada
Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Pada tanggal 1 Januari 1950 Mr. Dr. Kusumah Atmadja mengoper gedung
dan personil serta pekerjaan Hooggerechtshof. Dengan demikian maka para
anggota Hooggerechtshof dan Procurer Genera! meletakkan jabatan masing-
masing dan selanjutnya pekerjaannya diserahkan pada Mahkamah Agung
Republik Indonesia Serikat.Pada waktu ini Mahkamah Agung terdiri dari:
Ketua Dr; Mr. Kusumah Atmadja
Wakil Kema Mr. Satochid Kartanegara.
Anggota
1. Mr. Husen Tirteamidjaja.
2. Mr. Wiijono Prodjodikoro.
3. Sutan Kali Malikul Adil.
Ponitera Mr. Soebekti.
Jaksa Agung Mr. Tirtawinata.
9
Mahkamah Agung pada saat itu tidak terbagi dalam majelismajelis. Semua
Hakim Agung ikut memeriksa dan memutus baik perkara-perkara Perdata maupun
perkara-perkara Pidana. Hanya penyelesaian perkara pidana diserahkan kepada
Wakil Ketua. Masa Republik Indonesia Serkat (RIS) 27 December 1949 sampai
dengan 17 Agustus 1950. Sebagaimana lazimnya dalam suatu negara yang
berbentuk suatu Federasi atau Serikat, maka demikian pula dalam negara
Republik Indonesia Serikat diadakan 2 macam Pengadilan; yaitu Pengadilan dari
masing-masing negara Bagian disatu pihak
Pengadilan dari Federasi yang berkuasa disemua negara-negara Bagian
dilain pihak untuk seluruh wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS) ada satu
Mahkamah Agung Republik Indonesia Serikat sebagai Pengadilan Tertinggi,
sedang lain Badan-Badan pengadilan menjadi urusan. masing-masing negara
Bagian. Undang-Undang yang mengatur Mahkamah Agung Republik Indonesia
Serikat adalah Undang-Undang No. 1 tahun 1950 tanggal 6 Mei 1950 (I-N. tahun
1950 No. 30) yaitu tentang Susunan dan Kekuasaan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Serikat yang mulai berlaku tanggal 9 Mei 1950.
Undang-Undang tersebut adalah hasil pemikiran Mr. Supomo yang waktu
itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman Republik Indonesia Serikat, yang
pertama (Menteri Kehakiman dari negara Bagian Republik Indonesia di Yogya
adalah Mr. Abdul Gafar Pringgodigdo menggantikan Mr. Susanto Tirtoprodjo -
lihat halaman 34. "Kenang-kenangan sebagai Hakim selama 40 tahun mengalami
tiga jaman" Oleh Mr. Wirjono Prodjodikoro - terbitan tahun 1974). Menurut
Undang-Undang Dasar RIS pasal 148 ayat 1 Mahkamah Agung merupakan forum
privilegiatum bagi pejabat-pejabat tertinggi negara. Fungsi ini telah dihapuskan
sewaktu kita kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945.
Beruntunglah dengan keluarnya Undang-Undang No. 1 tahun 1950 (I.N.
tahun 1950 No. 30) lembaga kasasi diatur lebih lanjut yang terbatas pada
lingkungan peradilan umum saja. Pada tahun 1965 diundangkan sebuah Undang-
Undang No. 13 tahun 1965 yang mengatur tentang: Pengadilan dalam lingkungan
10
Peradilan Umum dan Mahkamah Agung. Sayang sekali bahwa Undang-Undang
tersebut tidak memikirkan lebih jauh mengenai akibat hukum yang timbul setelah
diundangkannya tanggal 6 Juni 1965, terbukti pasal 70 Undang-Undang tersebut
menyatakan Undang-Undang Mahkamah Agung No. 1 tahun 1950 tidak berlaku
lagi. Sedangkan acara berkasasi di Mahkamah Agung diatur secara lengkap dalam
Undang-Undang No. 1 tahun 1950 tersebut. Timbullah suatu problema hukum
yaitu adanya kekosongan hukum acara kasasi. Jalan keluar yang diambil oleh
Mahkamah Agung untuk mengatasi kekosongan tersebut adalah menafsirkan
pasal 70""" tersebut sebagai berikut:
Oleh karena Undang-Undang No. 1 tahun 1950 tersebut disamping
mengatur tentang susunan, kekuasaan Mahkamah Agung, mengatur pula tentang
jalannya pengadilan di Mahkamah Agung, sedangkan Undang-Undang No. 13
tahun 1965 tersebut hanya mengatur tentang susunan, kedudukan Pengadilan
dalam lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung, dan, tidak mengatur
tentang bagaimana beracara di Mahkamah Agung, maka Mahkamah Agung
menganggap pasal 70 Undang-Undang No. 13 tahun 1965 hanya menghapus
Undang-Undang No. 1 tahun 1950 sepanjang mengenai dan kedudukan
Mahkamah Agung saja, sedangkan bagaimana jalan peradilan di Mahkamah
Agung masih tetap memperlakukan Undang-Undang No. 1 tahun 1950.
Pendapat Mahkamah Agung tersebut dikukuhkan lebih lanjut dalam
Jurisprudensi Mahkamah Agung yaitu dengan berpijak pada pasal 131 Undang-
Undang tersebut.Perkembangan selanjutnya dengan Undang-Undng No. 14 tahun
1970 tentang; "Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman" tanggal 17
Desember 1970, antara lain dalam pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa Mahkamah
Agung adalah Pengadilan Negara tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai
badan pengadilan kasasi (terakhir) bagi putusan-putusan yang berasal dari
Pengadilan-pengadilan lain yaitu yang meliputi keempat lingkungan peradilan
yang masing-masing terdiri dari: Peradilan Umum; Pemdilan Agama; Peradilan
Militer; Peadilan Tata Usaha Negara.
11
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Latar Belakang Lahirnya Mahkamah Agung (MA)
Ketentuan yang menunjuk kearah badan Kehakiman yang tertinggi adalah
pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945.Eksistensi Mahkamah Agung
ditetapkan setelah diundangkannya Undang-Undang No. 7 tahun 1947 tentang
susunan kekuasaan Mahkamah Agung dan Kejaksaaan Agung yang mulai berlaku
pada tanggal 3 Maret 1947.Undang-Undang No. 7 tahun 1947 kemudian diganti
dengan Undang-Undang No. 19 tahun 1948 yang dalam pasal 50 ayat 1
menyebutkan Mahkamah Agung Indonesia ialah pengadilan tertinggi.
Undang-Undng No. 14 tahun 1970 tentang "Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman" tanggal 17 Desember 1970, antara lain dalam pasal 10
ayat (2) disebutkan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara tertinggi
dalam arti Mahkamah Agung sebagai badan pengadilan kasasi (terakhir) bagi
putusan-putusan yang berasal dari Pengadilan-pengadilan lain yaitu yang meliputi
keempat lingkungan peradilan yang masing-masing terdiri dari:
1. Peradilan Umum;
2. Pemdilan Agama;
3. Peradilan Militer;
4. Peadilan Tata Usaha Negara.
3.2 Kedudukan Mahkamah Agung
12
Mahkamah Agung merupakan pengadilan tinggi negara sebagaimana yang
tercantum dalam Ketetapam Majelis Permusyarawatan Rakyat Republik Indonesia
Nomor III/MPR/1978 dan merupakan Lembaga Peradilan tertinggi dari semua
lembaga peradilan yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh
pemerintah dan pengaruh-pengaruh lainnya. Mahkamah Agung membawai 4
badan peradilan yaitu Peradilan Umum, Peradilan Militer, Peradilan Agama, dan
Peradilan Tata Usaha Negara. Sejak Amandemen Ke-3 UUD 1945 kedudukan
Mahkamah Agung tidak lagi menjadi satu-satunya puncak kekuasaan kehakiman,
dengan berdirinya Mahkamah Konstitusi pada tahun 2003 puncak kekuasaan
kehakiman menjadi 2, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, namun tidak
seperti Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi tidak membawahi suatu badan
peradilan.
MA adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagai Lembaga
Tinggi Negara yang merupakan Pengadilan Negara Tertinggi dari semua
Lingkungan Peradilan, dimana dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari
pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Mahkamah Agung
berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia.
(UU. No.14 Tahun 1985 pasal 1,2,3)
3.3 Fungsi Mahkamah Agung
1. Fungsi Peradilan
a. Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan
pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum
melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan
undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan
benar.
b. Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang
menguji/ menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang
tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan
13
dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31 Undang-undang
Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
2. Fungsi Pengawasan
a. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya
peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang
dilakukan dengan adil. Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama
dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan
biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan
memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok
Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).
b. Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan terhadap pekerjaan Pengadilan
dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat Pengadilan dalam
menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan
Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan
menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan
tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi
peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan
Hakim (Pasal 32 Undang undang Mahkamah Agung Nomor14 Tahun 1985).
Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan
(Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
3. Fungsi mengatur
a. Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi
kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup
diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk
mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran
penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79
Undang-undang No.14 Tahun 1985).
4. Fungsi Nasehat
14
a. Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-
pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37
Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung
memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka
pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah Agung
No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar
Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan
kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala
Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan
pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan
perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya.
b. Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk
kepada pengadilan disemua lingkungan peradilan dalam rangka pelaksanaan
ketentuan Pasal 25 Undangundang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung).
5. Fungsi Administratif
a. Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer
dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1)
Undang-undang No.14 Tahun 1970 secara organisatoris, administrative dan
finansial sampai saat ini masih berada dibawah Departemen yang bersangkutan,
walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah
dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung.
b. Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan
organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun
1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
(Tap MPR RI No. III/MPR/1978 dan UU No. 5 tahun 2004)
15
3.4 Tugas dan Wewenang Mahkamah Agung (MA)
1.Memeriksa dan memutus permohonan kasasi;
2. Memeriksa dan memutus sengketa tentang kewenangan mengadili;
3.Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali putusan Pengadilan.
4.Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan tingkat terakhir di lingkungan
peradilan yang berada dibawah MA
5.Menguji peraturan perundang-undangan
6.Menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di bawah UU
7.Meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan
8.Memberi petunjuk, teguran, atau peringatan kepada Pengadilan di semua
Lingkungan Peradilan.
(UU No. 14 tahun 1985 pasal 28, 32 ; UU No. 4 tahun 2004 pasal 11; dan UU
No. 5 tahun 2004 pasal 31)
3.5 Keanggotaan Mahkamah Agung (MA)
1.Pemilihan
Susunan MA terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera,dan seorang
sekretaris. Pimpinan dan hakim anggota MA adalah Hakim agung yang diangkat
oleh Presiden dari nama calon yang diajukan oleh DPR dari nama calon yang
diusulkan oleh Komisi Yudisial. Pemilihan calon hakim agung maksimal 60 orang
dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari sidang sejak nama calon diterima
DPR.
Sebelum memangku jabatannya, semua anggota MA wajib mengucapkan
sumpah atau janji menurut agamanya. Pimpinan MA mengucapkan janji di
hadapan presiden, sedangkan hakim anggota, panitera MA, sekretaris MA
16
mengucapkan janji dihadapan Ketua MA. (UU No. 5 tahun 2004 pasal 4, 8,9,
21,22, dan 25)
2. Syarat-syarat Keanggotaan
a. Warga negara Indonesia
b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. Berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum;
d. Berusia sekurang-kurangnya 50 tahun
e.Sehat jasmani dan rohani;
f.Berpengalaman sekurang-kurangnya 20 tahun menjadi hakim serta 3 tahun menjadi hakim tinggi.
(UU No. 5 Tahun 2004 pasal 7)
3. Pemberhentian Anggota MA
Anggota MA diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden atas usul ketua MA dengan alasan :
a. Meninggal duniab. Telah berumur 65 tahunc. Permintaan sendirid. Sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus ataue. Ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
(UU No. 5 Tahun 2004 pasal 11)
Anggota MA dapat pula diberhentikan secara tidak hormat apabil
a. Dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatanb. Melakukan perbuatan tercelac. Terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas
pekerjaannya;d. Melanggar sumpah atau janji jabatane. (UU No. 14 Tahun 1985 pasal 12)
4. Masa Jabatan Anggota MA
Berdasarkan UU No. 5 tahun 2004, Masa jabatan MA selama 5 (lima) tahun.
5. Hak dan Kewenangan Anggota MA
Berdasarkan UU NO. 14 tahun 1985 pasal 16 menyatakan bahwa anggota
MA memiliki Hak keuangan/administratif yang diatur oleh Undang-undang. MA
juga mempunyai hak untuk memutus permohonan kasasi terhadap putusan
17
Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir, dan dalam tingkat kasasi MA
mempunyai hak untuk membatalkan putusan atau penetapan Pengadilan-
pengadilan dari semua Lingkungan Peradilan.
3.6 Pimpinan Mahkamah Agung (MA)
1 Hak Pimpinan MA
Pimpinan MA yang terdiri atas Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan
Hakim Anggota Mahkamah Agung memiliki hak keuangan/administrative yang
diatur dengan Undang-undang. (UU No. 14 Tahun 1985 pasal 16)
2. Wewenang Pimpinan MA
Pimpinan MA sebagai pelaksana tugas Kekuasaan Kehakiman berwenang untuk
memutus permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Tingkat Banding atau
Tingkat Terakhir, serta membatalkan putusan atau penetapan Pengadilan,
meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan
dan memberi petunjuk, teguran, atau peringatan kepada Pengadilan di semua
Lingkungan Peradilan. (UU No.14 Tahun 1985 pasal 29 dan UU No. 5 tahun 2004
pasal 31)
3. Pemilihan Pimpinan MA
Pimpinan MA terdiri atas seorang ketua, 2 wakil ketua, dan beberapa orang ketua
muda. Wakil Ketua MA terdiri atas wakil ketua bidang yudisial dan wakil ketua
bidang non-yudisial.
Ketua dan wakil ketua MA di angkat oleh presiden yang dipilih dari dan oleh
hakim agung.Sedangkan Ketua muda MA di angkat oleh presiden di antara hakim
agung yang diajukan oleh ketua MA yang pengangkatannya ditetapkan 14 hari
kerja sejak pengajuan calon diterima presiden.
(UU No. 5 tahun 2004 pasal 5 dan pasal 8)
4.Pemberhentian Pimpinan MA
Pimpinan MA di berhentikan dengan hormat apabila:
18
a meninggal dunia
b Telah berumur 65 tahun
c permintaan sendiri
d sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus atau
e ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
(UU No. 5 Tahun 2004 pasal 11)
Pimpinan MA dapat pula diberhentikan secara tidak hormat apabila:
a dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan
b melakukan perbuatan tercela
c terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya
d melanggar sumpah atau janji jabatan
(UU No. 14 Tahun 1985 pasal 12)
5. Masa Jabatan Pimpinan MA
Pimpinan MA memegang jabatannya selama 5 tahun
(UU No. 5 tahun 2004 pasal 5)
3.7 Persidangan dan Keputusan Mahkamah Agung (MA)
1. Persidangan
Sidang MA adalah kegiatan MA untuk memeriksa dan memutus suatu perkara, mengucapkan dan mengumumkan putusan suatu perkara. Dalam persidangan MA memeriksa dan memutus suatu perkara yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. (UU No. 14 Tahun 1985 pasal 40)
2.Keputusan
a.MA memeriksa dan memutus dengan sekurang-kurangnya 3 orang Hakim
b.Putusan MA diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
c.Dalam mengambil putusan, MA tidak terikat pada alasan-alasan yang diajukan oleh pemohon kasasi dan dapat memakai alasan-alasan hukum lain.
d. Salinan putusan dikirimkan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Pertama
e.Putusan MA oleh Pengadilan Tingkat Pertama diberitahukan kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 30 hari setelah putusan dan berkas perkara diterima oleh Pengadilan Tingkat Pertama tersebut.
19
(UU No. 14 Tahun 1985 pasal 40, 52,dan 53)
3.8Dasar Hukum Mahkamah Agung (MA)
1. UUD 1945 Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B.
2.UU No. 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan UU 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung
3.UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
4.UU No. 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial
5.UU No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
20
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Salah satu produk informasi ketatanegaraan yang kita bangun setelah
perubahan pertama (1999), kedua (2000), ketiga (2001), dan keempat (2002),
UUD 1945 adalah dibentuknya MA. Mahkamah agung membawahi badan
peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara. Maka dari
itu MA dibentuk agar (the supreme law of the land ) benar-benar dijalankan atau
ditegakan dalam penyelenggaran kehidupan kenegaraan sesuai dengan prinsip-
prinsip negara Hukum modern, dimana Hukumlah yang menjadi factor bagi
penentu bagi keseluruhan dinamika kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu
bangsa.
21
DAFTAR PUSTAKA
prajahenry.blogspot.com/.../tugas-dan-wewenang-kedudukan-fungsi MA
www.jimly.com/makalah/namafile/23/KEDUDUKAN_MK.doc
id.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Agung_Indonesia
hukumpedia.com/index.php?title=Mahkamah_Agung
kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/tugas-dan-wewenang.html
Ni’matul Huda,S.H.,M.Hum.
22