lp penurunan kesadaran
DESCRIPTION
uopTRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN TEORY
2.1 PENGERTIAN
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu. ( Corwin, 2001 )
Penurunan kesadaran adalah keadaan dimanapenderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga
/ tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap
stimulus.
Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang
mengenal /mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya. (Padmosantjojo, 2000 )
Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal beberapa istilah yaitu :
1. Kompos mentis
Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari panca indra dan
bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar maupun dalam. GCS Skor
14-15
2. Somnelen / drowsiness / clouding of consciousness
Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih dapat
menjawab pertanyaan walau sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya
menurun. Skor 11-12 : somnolent
3. Stupor / Sopor
Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu dua
kata . Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri. Skor 8-10 : stupor
4. Soporokoma / Semikoma
Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat mengerang tanpa arti,
motorik hanya gerakan primitif.
5. Koma
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata, bicara
maupun reaksi motorik. . Skor < 5 : koma
( Harsono , 1996 )
2.2 ETIOLOGI
Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan – kemungkinan penyebab
penurunan kesadaran dengan istilah “ SEMENITE “ yaitu :
1. S : Sirkulasi
Meliputi stroke dan penyakit jantung, Syok (shock) adalah kondisi medis tubuh yang
mengancam jiwa yang diakibatkan oleh kegagalan sistem sirkulasi darah dalam mempertahankan
suplai darah yang memadai. Berkurangnya suplai darah mengakibatkan berkurangnya suplai
oksigen ke jaringan tubuh. Jika tidak teratasi maka dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ
penting yang dapat mengakibatkan kematian. Kegagalan sistem sirkulasi dapat disebabkan oleh
Kegagalan jantung memompa darah, terjadi pada serangan jantung.
Berkurangnya cairan tubuh yang diedarkan. Tipe ini terjadi pada perdarahan besar
maupun perdarahan dalam, hilangnya cairan tubuh akibat diare berat, muntah maupun luka bakar
yang luas.
Shock bisa disebabkan oleh bermacam-macam masalah medis dan luka-luka traumatic,
tetapi dengan perkecualian cardiac tamponade dan pneumothorax, akibat dari shock yang paling
umum yang terjadi pada jam pertama setelah luka-luka tersebut adalah haemorrhage
(pendarahan).
Shock didefinasikan sebagai ‘cellular hypoperfusion’ dan menunjukan adanya
ketidakmampuan untuk memelihara keseimbangan antara pengadaan ‘cellular oxygen’ dan
tuntutan ‘oxygen’. Progress Shock mulai dari tahap luka hingga kematian cell, kegagalan organ,
dan pada akhirnya jika tidak diperbaiki, akan mengakibatkan kematian organ tubuh. Adanya
peredaran yang tidak cukup bisa cepat diketahui dengan memasang alat penerima
chemosensitive dan pressure-sensitive pada carotid artery. Hal ini, pada gilirannya dapat
mengaktivasi mekanisme yang membantu mengimbangi akibat dari efek negative, termasuk
pelepasan catecholamines (norepinephrine dan epinephrine) dikarenakan oleh hilangnya syaraf
sympathetic ganglionic; tachycardia, tekanan nadi yang menyempit dan hasil batasan disekeliling
pembuluh darah (peripheral vascular) dengan mendistribusi ulang aliran darah pada daerah
sekitar cutaneous, splanchnic dan muscular beds. Dengan demikian, tanda-tanda awal dari shock
tidak kentara dan mungkin yang tertunda hanyalah pemasukkan dari pengisian kapiler,
tachycardia yang relatip dan kegelisahan.
2. E : Ensefalitis
Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang mungkin
melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.
3. M : Metabolik
Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum
Etiologi hipoglikemia pada DM yaitu hipoglikemia pada DM stadium dini, hipoglikemia
dalm rangka pengobatan DM yang berupa penggunaan insulin, penggunaan sulfonil urea, bayi
yang lahir dari ibu pasien DM, dan penyebab lainnya adalah hipoglikemia yang tidak berkaitan
dengan DM berupa hiperinsulinisme alimenter pos gastrektomi, insulinoma, penyakit hati yang
berat, tumor ekstrapankreatik, hipopitiutarism
Gejala-gejala yang timbul akibat hipoglikemia terdiri atas 2 fase. Fase 1 yaitu gejala-
gejala yang timbul akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus sehingga dilepaskannya hormon
efinefrin. Gejalanya berupa palpitasi, keluar banyak keringat, tremor, ketakutan, rasa lapar dan
mual. gejala ini timbul bila kadar glukosa darah turun sampai 50% mg. Sedangkan Fase 2 yaitu
gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terjadinya gangguan fungsi otak , karena itu dinamakan
juga gejala neurologi. Gejalanya berupa pusing, pandang kabur, ketajam mental menurun,
hilangnya keterampilan motorik halus, penurunan kesadaran, kejang-kejang dan koma.gejala
neurologi biasanya muncul jika kadar glukosa darah turun mendekati 20% mg.
Pada pasien ini menurut gejalanya telah memasuki fase 2 karena telah terjadi gangguan
neurologik berupa penurunan kesadaran, pusing, dan penurunan kadar glukosa plasma mendekati
20 mg%.dan menurut stadiumnya pasien telah mengalami stadium gangguan otak karena
terdapat gangguan kesadaran.
Pada pasien DM yang mendapat insulin atau sulfonilurea diagnosis hipoglikemia dapat
ditegakan bila didapatkan gejala-gejala tersebut diatas. Keadaan tersebut dapat dikonfirmasikan
dengan pemeriksaan glukosa darah. Bila gejalanya meragukan sebaiknya ambil dulu darahnya
untuk pemeriksaan glukosa darah. Bila dengan pemberian suntik bolus dekstrosa pasien yang
semula tidak sadar kemudian menjadi sadar maka dapat dipastiakan koma hipogikemia.sebagai
dasar diagnosis dapat digunakan trias whipple, yaitu gejala yang konsisten dengan hipoglikemia,
kadar glukosa plasma rendah, gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat
Prognosis dari hipoglikemia jarang hingga menyebabkan kematian. Kematian dapat
terjadi karena keterlambatan mendapatkan pengobatan, terlalu lama dalam keadaan koma
sehingga terjadi kerusakan jaringan otak.
4. E : Elektrolit
Misalnya diare dan muntah yang berlebihan. Diare akut karena infeksi dapat disertai
muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat
paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian
akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa
asidosis metabolik yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat
badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit
menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang
isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat
berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga
frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul). Gangguan
kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda
denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai
gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada
diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan
perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan
timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
5. N : Neoplasma
Tumor otak baik primer maupun metastasis, Muntah : gejala muntah terdapat pada 30%
kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior,
umumnya muntah bersifat proyektil dan tak disertai dengan mual. Kejang : bangkitan kejang
dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih dari 35% kasus pada
stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Bangkitan
kejang ditemui pada 70% tumor otak di korteks, 50% pasien dengan astrositoma, 40% pada
pasien meningioma, dan 25% pada glioblastoma.
Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial (TTIK) : berupa keluhan nyeri kepala di daerah
frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan
penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan papil udem.
6. I : Intoksikasi
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara
menyeluruhmisalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan
ARAS di batangotak, terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus maupun
mesensefalon Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan
derajat(kuantitas, arousal wake f ulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas, awareness
alertness kesadaran). Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi ARAS dengan korteks
serebri, apakahlesi supratentorial, subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya
kesadaran.
Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan penurunan
kesadaran, Menentukan kelainan neurologi perlu untuk evaluasi dan manajemen penderita. Pada
penderita dengan penurunan kesadaran, dapat ditentukan apakah akibatkelainan struktur, toksik
atau metabolik. Pada koma akibat gangguan struktur mempengaruhi fungsi ARAS langsung atau
tidak langsung. ARAS merupakan kumpulanneuron polisinaptik yang terletak pada pusat
medulla, pons dan mesensefalon, sedangkan penurunan kesadaran karena kelainan metabolik
terjadi karena memengaruhi energi neuronal atau terputusnya aktivitas membran neuronal atau
multifaktor. Diagnosis banding dapat ditentukan melalui pemeriksaan pernafasan, pergerakan
spontan, evaluasisaraf kranial dan respons motorik terhadap stimuli.
7. T : Trauma
Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan subdural,
dapat pula trauma abdomen dan dada. Cedera pada dada dapat mengurangi oksigenasi dan
ventilasi walaupun terdapat airway yang paten. Dada pasien harus dalam keadaan terbuka sama
sekali untuk memastikan ada ventilasi cukup dan simetrik. Batang tenggorok (trachea) harus
diperiksa dengan melakukan rabaan untuk mengetahui adanya perbedaan dan jika terdapat
emphysema dibawah kulit. Lima kondisi yang mengancam jiwa secara sistematik harus
diidentifikasi atau ditiadakan (masing-masing akan didiskusikan secara rinci di Unit 6 - Trauma)
adalah tensi pneumothorax, pneumothorax terbuka, massive haemothorax, flail segment dan
cardiac tamponade. Tensi pneumothorax diturunkan dengan memasukkan suatu kateter dengan
ukuran 14 untuk mengetahui cairan atau obat yang dimasukkan kedalam urat darah halus melalui
jarum melalui ruang kedua yang berada diantara tulang iga pada baris mid-clavicular dibagian
yang terkena pengaruh. Jarum pengurang tekanan udara dan/atau menutupi luka yang terhisap
dapat memberi stabilisasi terhadap pasien untuk sementara waktu hingga memungkinkan untuk
melakukan intervensi yang lebih pasti. Jumlah resusitasi diperlukan untuk suatu jumlah
haemothorax yang lebih besar, tetapi kemungkinannya lebih tepat jika intervensi bedah
dilakukan lebih awal, jika hal tersebut sekunder terhadap penetrating trauma (lihat dibawah). Jika
personalia dibatasi melakukan chest tube thoracostomy dapat ditunda, tetapi jika pemasukkan
tidak menyebabkan penundaan transportasi ke perawatan yang definitif, lebih disarankan agar
hal tersebut diselesaikan sebelum metransportasi pasien.
8. E : Epilepsi
Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan penurunan
kesadaran.
( Harsono , 1996 )
2.3 MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinik yang terkait dengan penurunan kesadaran adalah :Penurunan kesadaran
secara kwalitatif, GCS kurang dari 13, Sakit kepala hebat, Muntah proyektil, Papil edema,
Asimetris pupil, Reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negative, Demam, Gelisah,
Kejang, Retensi lendir / sputum di tenggorokan, Retensi atau inkontinensia urin, Hipertensi atau
hipotensi, Takikardi atau bradikardi, Takipnu atau dispnea, Edema lokal atau anasarka, Sianosis,
pucat dan sebagainya
Pathaway
Adanya penumpukan sekretSuplai oksigen berkurangMetabolic(hipoglikemi)↓kaliumElectroliteDiare dan muntahResiko tinggi ciderashokGangguan sirkulasiEnsefhalitisKerusakan SelkejangintoksikasiNeoplasmaKangker/ tumor otakKegagalan fungsi organ Gx perfusi Cerebral↓perfusi O2 ke OtakGangguan listrik diotakAritmiaShok HipovolemikDehidrasiGx aktivitas Neuron di otakGangguan aliran darah ke otakHenti jantungDepresi Pusat pernafasan Toksin Gx kardioAsidosisHipotensiTakikardiGx Volume CairanGx komunikasi Aras dengan kortex serebriMerangsang pusat Nafas Ketidak efektifan jalan nafashipoksiaGangguan perfusi jaringanPola nafas tidak obyektifGx oksigenasiGx Pola NafasNafas cepat dan dangkalPenurunan kesadaran
2.5 Cara Penilaian Kesadaran
Penilaian statis kesadaran ada 2 yaitu penilaian secara kualitatif dan penilaian secara kuantita-tif.1. Secara Kualitatif
Penilaian kesadaran secara kualitatif antara lain :
a. Komposmentis (score 14 –15)Yaitu anak mengalami kesadaran penuh dengan memberikan respons yang
cukupterhadap stimulus yang diberikan.
b. Apatis Yaitu anak mengalami acuh tak acuh terhadap kesadaran sekitanya.
c. Sumnolen (score 11 – 13)Yaitu anak memiliki kesadaran yang lebih rendah ditandai dengan anak
tampak mengantuk, selalu ingin tidur, tidak responsit, terhadap rangsangan ringan danmasih memberikan
respons terhadap rangsangan yang kuat.
d. Supor (score 8 –10 )Yaitu anak tidak memberikan respons ringan maupun sedang, tetapi masihmemberikan
respons sedikit terhadap rangsangan yang kuat dengan adanya refleks pupil terhadap cahaya yang masih positif.
e. Koma (score < 5)Yaitu anak tidak dapat bereaksi terhadap stimulus atau rangsangan apapun sehinggarefleks
pupil terhadap cahaya tidak ada.
f. DeliriumYaitu tingkat kesadaran yang paling bawah ditandai dengan dicorientasi yangsangat iriatif, kacau dan
salah persepsi terhadap rangsangan sensorik.
2. Secara Kuantitatif
Penilaian kesadaran secara kuantitatif dapat diukur melalui penilaian skalakoma (Glasgow) yang dinyatakan
dengan ecscelargow cumascale dengan nilaikoma dibawah 10, adapun penilaian sebagai berikut :
Penilaian pada Glasgow Coma Scale
1. Respon motorik
Nillai 6 : Mampu mengikuti perintah sederhana seperti : mengangkat tangan, menunjukkan jumlah jari-
jari dari angka-angka yang disebutkan oleh pemeriksa, melepaskan gangguan.
Nilai 5 : Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang diberikan seperti tekanan pada sternum,
cubitan pada M. Trapezius
Nilai 4 : Fleksi menghindar dari rangsang nyeri yang diberikan , tapi tidak mampu menunjuk lokasi atau
tempat rangsang dengan tangannya.
Nilai 3 : fleksi abnormal .
Bahu aduksi fleksi dan pronasi lengan bawah , fleksi pergelangan tangan
dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri ( decorticate rigidity )
Nilai 2 : ekstensi abnormal.
Bahu aduksi dan rotasi interna, ekstensi lengan bawah, fleksi pergelangan
tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri ( decerebrate rigidity )
Nilai 1 : Sama sekali tidak ada respon
Catatan :
- Rangsang nyeri yang diberikan harus kuat
- Tidak ada trauma spinal, bila hal ini ada hasilnya akan selalu negatif
2. Respon verbal atau bicara
Respon verbal diperiksa pada saat pasien terjaga (bangun). Pemeriksaan ini tidak berlaku bila
pasien :
Dispasia atau apasia, Mengalami trauma mulut, Dipasang intubasi trakhea (ETT)
Nilai 5 : pasien orientasi penuh atau baik dan mampu berbicara . orientasi waktu, tempat , orang, siapa
dirinya , berada dimana, tanggal hari.
Nilai 4 : pasien “confuse” atau tidak orientasi penuh
Nilai 3 : bisa bicara , kata-kata yang diucapkan jelas dan baik tapi tidak menyambung dengan apa yang
sedang dibicarakan
Nilai 2 : bisa berbicara tapi tidak dapat ditangkap jelas apa artinya (“ngrenyem”), suara-suara tidak dapat
dikenali makna katanya
Nilai 1 : tidak bersuara apapun walau diberikan rangsangan nyeri
3. Respon membukanya mata :
Perikasalah rangsang minimum apa yang bisa membuka satu atau kedua matanya
Catatan:Mata tidak dalam keadaan terbalut atau edema kelopak mata.
Nilai 4 : Mata membuka spontan misalnya sesudah disentuh
Nilai 3 : Mata baru membuka bila diajak bicara atau dipanggil nama atau diperintahkan membuka mata
Nilai 2 : Mata membuka bila dirangsang kuat atau nyeri
Nilai 1 : Tidak membuka mata walaupaun dirangsang nyeri (Musrifatul, 2006 :160-161)
3. AVPU
Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik
(alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau
pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri
(unresponsiv) . A (Alert): Korban sadar jika tidak sadar lanjut ke poin V.
V (Verbal): Cobalah memanggil-manggil korban dengan berbicara keras di telinga korban. Pada
tahap ini jangan sertakan dengan menggoyang atau menyentuh pasien, jika tidak merespon lanjut
ke P.
P (Pain): Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling mudah adalah menekan bagian
putih dari kuku tangan di pangkal kuku. Selain itu dapat juga dengan menekan bagian tengah
tulang dada atau sternum dan juga areal di atas mata.
U (Unresponsive): Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih tidak bereaksi maka pasien
berada dalam keadaan unresponsive.
4. ACDU
Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil yang kurang lebih
sama akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik (alertness),
bingung / kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon
(unresponsiveness)
5. Menilai reflek-reflek patologis :
a. Reflek Babinsky
Apabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu benda yang runcing maka
timbullah pergerakan reflektoris yang terdiri atas fleksi kaki dan jari-jarinya ke daerah plantar
b. Reflek Kremaster :
Dilakukan dengan cara menggoreskan kulit dengan benda halus pada bagian dalam (medial)
paha. Reaksi positif normal adalah terjadinya kontrkasi M.kremaster homolateral yang berakibat
tertariknya atau mengerutnya testis. Menurunnya atau menghilangnya reflek tersebut berarti
adanya ganguan traktus corticulspinal
6. Uji syaraf kranial :
NI.N. Olfaktorius – penghiduan diperiksa dengan bau bauhan seperti tembakau, wangi-wangian, yang
diminta agar pasien menyebutkannya dengan mata tertutup
N.II. N. Opticus
Diperiksa dengan pemerikasaan fisus pada setiap mata . digunakan optotipe snalen yang dipasang pada
jarak 6 meter dari pasien . fisus ditentukan dengan kemampuan membaca jelas deretan huruf-
huruf yang ada
N.III/ Okulomotoris. N.IV/TROKLERIS , N.VI/ABDUSEN
Diperiksa bersama dengan menilai kemampuan pergerakan bola mata kesegala arah , diameter pupil ,
reflek cahaya dan reflek akomodasi
N.V. Trigeminus berfungsi sensorik dan motorik,
Sensorik diperiksa pada permukaan kulit wajah bagian dahi , pipi, dan rahang bawah serta goresan kapas
dan mata tertutup
Motorik diperiksa kemampuan menggigitnya, rabalah kedua tonus muskulusmasketer saat diperintahkan
untuk gerak menggigit
N.VII/ Fasialis fungsi motorik N.VII diperiksa kemampuan mengangkat alis, mengerutkan dahi,
mencucurkan bibir , tersentum , meringis (memperlihatkan gigi depan )bersiul ,
menggembungkan pipi.fungsi sensorik diperiksa rasa pengecapan pada permukaan lidah yang
dijulurkan (gula , garam , asam)
N.VIII/ Vestibulo - acusticus
Fungsi pendengaran diperiksa dengan tes Rinne , Weber , Schwabach dengan garpu tala.
N.IX/ Glosofaringeus, N.X/vagus : diperiksa letak ovula di tengah atau deviasi dan kemampuan menelan
pasien
N.XI / Assesorius diperiksa dengan kemampuan mengangkat bahu kiri dan kanan ( kontraksi M.trapezius)
dan gerakan kepala
N.XII/ Hipoglosus diperiksa dengan kemampuan menjulurkan lidah pada posisi lurus , gerakan lidah
mendorong pipi kiri dan kanan dari arah dalam
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan penyebab penurunan kesadaran yaitu
:
1. Laboratorium darah
Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea darah
( BUN ), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum, alcohol, obat-obatan
dan analisa gas darah ( BGA ).
2. CT Scan
Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak
3. PET ( Positron Emission Tomography )
Untuk meenilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak, stroke dan tumor otak
4. SPECT ( Single Photon Emission Computed Tomography )
Untuk mendeteksi lokasi kejang pada epilepsi, stroke.
5. MRI
Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak.
6. Angiografi serebral
Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan malformasi arteriovena.
7. Ekoensefalography
Untuk mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah serebral yang disebabkan hematoma
subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral yang luas dan neoplasma.
8. EEG ( elektroensefalography )
Untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses, jaringan parut otak,
infeksi otak
9. EMG ( Elektromiography )
Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat penyakit lain.
2.7 ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
PRIMER
1. Airway
a. Apakah pasien berbicara dan bernafas secara bebas
b. Terjadi penurunan kesadaran
c. Suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll
d. Penggunaan otot-otot bantu pernafasan
e. Gelisah
f. Sianosis
g. Kejang
h. Retensi lendir / sputum di tenggorokan
i. Suara serak
j. Batuk
2. Breathing
a. Adakah suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll
b. Sianosis
c. Takipnu
d. Dispnea
e. Hipoksia
f. Panjang pendeknya inspirasi ekspirasi
3. Circulation
a. Hipotensi / hipertensi
b. Takipnu
c. Hipotermi
d. Pucat
e. Ekstremitas dingin
f. Penurunan capillary refill
g. Produksi urin menurun
h. Nyeri
i. Pembesaran kelenjar getah bening
SEKUNDER
2. Riwayat penyakit sebelumnya,
Apakah klien pernah menderita :
a. Penyakit stroke
b. Infeksi otak
c. DM
d. Diare dan muntah yang berlebihan
e. Tumor otak
f. Intoksiaksi insektisida
g. Trauma kepala
h. Epilepsi dll.
2. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
kesulitan dalam beraktivitas
kelemahan
kehilangan sensasi atau paralysis.
mudah lelah
kesulitan istirahat
nyeri atau kejang otot
Data obyektif:
Perubahan tingkat kesadaran
Perubahan tonus otot ( flasid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan umum.
gangguan penglihatan
b. Sirkulasi
Data Subyektif:
Riwayat penyakit stroke
Riwayat penyakit jantung
Penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial.
Polisitemia.
Data obyektif:
Hipertensi arterial
Disritmia
Perubahan EKG
Pulsasi : kemungkinan bervariasi
Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
c. Eliminasi
Data Subyektif:
Inkontinensia urin / alvi
Anuria
Data obyektif
Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh )
Tidak adanya suara usus( ileus paralitik )
d. Makan/ minum
Data Subyektif:
Nafsu makan hilang
Nausea
Vomitus menandakan adanya PTIK
Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan
Disfagia
Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
Obesitas ( faktor resiko )
e. Sensori neural
Data Subyektif:
Syncope
Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
Kelemahan
Kesemutan/kebas
Penglihatan berkurang
Sentuhan : kehilangan sensor pada ekstremitas dan pada muka
Gangguan rasa pengecapan
Gangguan penciuman
Data obyektif:
Status mental
Penurunan kesadaran
Gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang)
Gangguan fungsi kognitif
Ekstremitas : kelemahan / paraliysis genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek
tendon dalam
Wajah: paralisis / parese
Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata,
reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya. )
Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, stimuli taktil
Kehilangan kemampuan mendengar
Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
Reaksi dan ukuran pupil : reaksi pupil terhadap cahaya positif / negatif, ukuran pupil isokor /
anisokor, diameter pupil
f. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif:
Tingkah laku yang tidak stabil
Gelisah
Ketegangan otot
g. Respirasi
Data Subyektif : perokok ( faktor resiko )
h. Keamanan
Data obyektif:
Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
Perubahan persepsi terhadap tubuh
Kesulitan untuk melihat objek
Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan
Berkurang kesadaran diri
i. Interaksi sosial
Data obyektif:
Problem berbicara
Ketidakmampuan berkomunikasi
3. Menilai GCS
Ada 3 hal yang dinilai dalam penilaian kuantitatif kesadaran yang menggunakan Skala Coma
Glasgow :
Respon motorik
Respon bicara
Pembukaan mata
Ketiga hal di atas masing-masing diberi angka dan dijumlahkan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan, ditandai dengan peningkatan
TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak, depresi SSP dan oedema
Tujuan : gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 jam.
Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda – tanda peningkatan TIK
- Tanda – tanda vital dalam batas normal
- Tidak adanya penurunan kesadaran
Intervensi :
Mandiri :
- Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat menyebabkan
penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK
- Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan nilai standart
- Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
- Pantau tekanan darah
- Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan penglihatan kabur
- Pantau suhu lingkungan
- Pantau intake, output, turgor
- Beritahu klien untuk menghindari/ membatasi batuk,muntah
- Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai
- Tinggikan kepala 15-45 derajat
Kolaborasi :
- Berikan oksigen sesuai indikasi
- Berikan obat sesuai indikasi
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan nafas oleh sekret
Tujuan : bersihan jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam.
Kriteria hasil:
- Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas
- Ekspansi dada simetris
- Bunyi napas bersih saat auskultasi
- Tidak terdapat tanda distress pernapasan
- GDA dan tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
Mandiri :
- Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi
- Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan memberikan
pengeluaran sekresi yang optimal
- Penghisapan sekresi
- Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam
Kolaborasi :
- Berikan oksigenasi sesuai advis
- Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi
3. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan
Tujuan :
Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam
Kriteria hasil:
- RR 16-24 x permenit
- Ekspansi dada normal
- Sesak nafas hilang / berkurang
- Tidak suara nafas abnormal
Intervensi :
Mandiri :
- Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
- Auskultasi bunyi nafas.
- Pantau penurunan bunyi nafas.
- Berikan posisi yang nyaman : semi fowler
- Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam, Catat kemajuan yang ada pada klien tentang
pernafasan
Kolaborasi :
- Berikan oksigenasi sesuai advis
- Berikan obat sesuai indikasi
4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap
hipoventilasi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selaama 1 jam, pasien dapat mempertahankan
pertukaran gas yang adekuat
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
-Bunyi paru bersih
-Warna kulit normal
-Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan
Intervensi :
Mandiri :
- Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
- Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap jam dan, laporkan perubahan tingkat kesadaran
pada dokter.
- Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau
penurunan dalam PaO2
- Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP.
- Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
- Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau penyimpangan
- Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.
- Pantau irama jantung
Kolaboraasi :
- Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
- Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
Daftar Pustaka
Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II. Alih
Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997
Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998
Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001
Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process approach. Volume 2. Alih
bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku asli diterbitkan tahun 1989)
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical – surgical nursing. 8th
Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001 (Buku
asli diterbitkan tahun 1996)
Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th Edition. Alih
bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992)
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning and
documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa, I.M. Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan
tahun 1993)
Harsono, Buku Ajar Neurologi Klinis, Yokyakarta, Gajah Mada University Press, 1996)
Padmosantjojo, Keperawatan Bedah Saraf, Jakarta, Bagian Bedah Saraf FKUI, 2000
LAPORAN PENDAHULUAN PENURUNAN KESADARAN
A. PENGERTIANKesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu.
( Corwin, 2001 )
Penurunan kesadaran adalah keadaan dimanapenderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga
/ tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal
terhadap stimulus.
Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang mengenal /
mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya.
( Padmosantjojo, 2000 )
Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal beberapa istilah yaitu :
1. Kompos mentis
Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari panca indra
dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar maupun
dalam.
2. Somnelen / drowsiness / clouding of consciousness
Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih dapat
menjawab pertanyaan walau sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya
menurun.
3. Stupor / Sopor
Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau
bersuara satu dua kata . Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang
nyeri.
4. Soporokoma / Semikoma
Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat mengerang
tanpa arti, motorik hanya gerakan primitif.
5. Koma
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka
mata, bicara maupun reaksi motorik.
( Harsono , 1996 )
B. ETIOLOGIUntuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan – kemungkinan penyebab
penurunan kesadaran dengan istilah “ SEMENITE “ yaitu :
1. S : Sirkulasi
Meliputi stroke dan penyakit jantung
2. E : Ensefalitis
Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang mungkin
melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.
3. M : Metabolik
Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum
4. E : Elektrolit
Misalnya diare dan muntah yang berlebihan.
5. N : Neoplasma
Tumor otak baik primer maupun metastasis
6. I : Intoksikasi
Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan
penurunan kesadaran
7. T : Trauma
Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan
subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada.
8. E : Epilepsi
Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan
penurunan kesadaran.
( Harsono , 1996 )
C. MANIFESTASI KLINISGejala klinik yang terkait dengan penurunan kesadaran adalah :
1. Penurunan kesadaran secara kwalitatif
2. GCS kurang dari 13
3. Sakit kepala hebat
4. Muntah proyektil
5. Papil edema
6. Asimetris pupil
7. Reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negatif
8. Demam
9. Gelisah
10. Kejang
11. Retensi lendir / sputum di tenggorokan
12. Retensi atau inkontinensia urin
13. Hipertensi atau hipotensi
14. Takikardi atau bradikardi
15. Takipnu atau dispnea
16. Edema lokal atau anasarka
17. Sianosis, pucat dan sebagainya
D. PATHWAYS ( terlampir )
E. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan penyebab penurunan kesadaran yaitu
:
1. Laboratorium darah
Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea darah ( BUN
), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum, alcohol, obat-
obatan dan analisa gas darah ( BGA ).
2. CT Scan
Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak
3. PET ( Positron Emission Tomography )
Untuk meenilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak, stroke dan tumor otak
4. SPECT ( Single Photon Emission Computed Tomography )
Untuk mendeteksi lokasi kejang pada epilepsi, stroke.
5. MRI
Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak.
6. Angiografi serebral
Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan malformasi
arteriovena.
7. Ekoensefalography
Untuk mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah serebral yang
disebabkan hematoma subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral yang
luas dan neoplasma.
8. EEG ( elektroensefalography )
Untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses, jaringan
parut otak, infeksi otak
9. EMG ( Elektromiography )
Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat penyakit lain.
F. PENGKAJIAN PRIMER1. Airway
a. Apakah pasien berbicara dan bernafas secara bebas
b. Terjadi penurunan kesadaran
c. Suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll
d. Penggunaan otot-otot bantu pernafasan
e. Gelisah
f. Sianosis
g. Kejang
h. Retensi lendir / sputum di tenggorokan
i. Suara serak
j. Batuk
2. Breathing
a. Adakah suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll
b. Sianosis
c. Takipnu
d. Dispnea
e. Hipoksia
f. Panjang pendeknya inspirasi ekspirasi
3. Circulation
a. Hipotensi / hipertensi
b. Takipnu
c. Hipotermi
d. Pucat
e. Ekstremitas dingin
f. Penurunan capillary refill
g. Produksi urin menurun
h. Nyeri
i. Pembesaran kelenjar getah bening
G. PENGKAJIAN SEKUNDER1. Riwayat penyakit sebelumnya
Apakah klien pernah menderita :
a. Penyakit stroke
b. Infeksi otak
c. DM
d. Diare dan muntah yang berlebihan
e. Tumor otak
f. Intoksiaksi insektisida
g. Trauma kepala
h. Epilepsi dll.
2. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
kesulitan dalam beraktivitas
kelemahan
kehilangan sensasi atau paralysis.
mudah lelah
kesulitan istirahat
nyeri atau kejang otot
Data obyektif:
Perubahan tingkat kesadaran
Perubahan tonus otot ( flasid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) ,
kelemahan umum.
gangguan penglihatan
b. Sirkulasi
Data Subyektif:
Riwayat penyakit stroke
Riwayat penyakit jantung
Penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial.
Polisitemia.
Data obyektif:
Hipertensi arterial
Disritmia
Perubahan EKG
Pulsasi : kemungkinan bervariasi
Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
c. Eliminasi
Data Subyektif:
Inkontinensia urin / alvi
Anuria
Data obyektif
Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh )
Tidak adanya suara usus( ileus paralitik )
d. Makan/ minum
Data Subyektif:
Nafsu makan hilang
Nausea
Vomitus menandakan adanya PTIK
Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan
Disfagia
Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
Obesitas ( faktor resiko )
e. Sensori neural
Data Subyektif:
Syncope
Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
Kelemahan
Kesemutan/kebas
Penglihatan berkurang
Sentuhan : kehilangan sensor pada ekstremitas dan pada muka
Gangguan rasa pengecapan
Gangguan penciuman
Data obyektif:
Status mental
Penurunan kesadaran
Gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang)
Gangguan fungsi kognitif
Ekstremitas : kelemahan / paraliysis genggaman tangan tidak imbang,
berkurangnya reflek tendon dalam
Wajah: paralisis / parese
Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/
kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif,
global / kombinasi dari keduanya. )
Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, stimuli taktil
Kehilangan kemampuan mendengar
Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
Reaksi dan ukuran pupil : reaksi pupil terhadap cahaya positif / negatif,
ukuran pupil isokor / anisokor, diameter pupil
f. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif:
Tingkah laku yang tidak stabil
Gelisah
Ketegangan otot
g. Respirasi
Data Subyektif : perokok ( faktor resiko )
h. Keamanan
Data obyektif:
Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
Perubahan persepsi terhadap tubuh
Kesulitan untuk melihat objek
Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan
Berkurang kesadaran diri
i. Interaksi sosial
Data obyektif:
Problem berbicara
Ketidakmampuan berkomunikasi
3. Menilai GCS
Ada 3 hal yang dinilai dalam penilaian kuantitatif kesadaran yang menggunakan
Skala Coma Glasgow :
Respon motorik
Respon bicara
Pembukaan mata
Ketiga hal di atas masing-masing diberi angka dan dijumlahkan.
Penilaian pada Glasgow Coma Scale
Respon motorik
Nillai 6 : Mampu mengikuti perintah sederhana seperti : mengangkat tangan,
menunjukkan jumlah jari-jari dari angka-angka yang disebutkan oleh
pemeriksa, melepaskan gangguan.
Nilai 5: Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang diberikan seperti
tekanan pada sternum, cubitan pada M. Trapezius
Nilai 4 : Fleksi menghindar dari rangsang nyeri yang diberikan , tapi tidak
mampu menunjuk lokasi atau tempat rangsang dengan tangannya.
Nilai 3 : fleksi abnormal .
Bahu aduksi fleksi dan pronasi lengan bawah , fleksi pergelangan tangan dan
tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri ( decorticate rigidity )
Nilai 2 : ekstensi abnormal.
Bahu aduksi dan rotasi interna, ekstensi lengan bawah, fleksi pergelangan
tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri ( decerebrate
rigidity )
Nilai 1 : Sama sekali tidak ada respon
Catatan :
- Rangsang nyeri yang diberikan harus kuat
- Tidak ada trauma spinal, bila hal ini ada hasilnya akan selalu negatif
Respon verbal atau bicara
Respon verbal diperiksa pada saat pasien terjaga (bangun). Pemeriksaan ini tidak berlaku bila
pasien :
- Dispasia atau apasia
- Mengalami trauma mulut
- Dipasang intubasi trakhea (ETT)
Nilai 5 : pasien orientasi penuh atau baik dan mampu berbicara . orientasi
waktu, tempat , orang, siapa dirinya , berada dimana, tanggal hari.
Nilai 4 : pasien “confuse” atau tidak orientasi penuh
Nilai 3 : bisa bicara , kata-kata yang diucapkan jelas dan baik tapi tidak
menyambung dengan apa yang sedang dibicarakan
Nilai 2 : bisa berbicara tapi tidak dapat ditangkap jelas apa artinya
(“ngrenyem”), suara-suara tidak dapat dikenali makna katanya
Nilai 1 : tidak bersuara apapun walau diberikan rangsangan nyeri
Respon membukanya mata :
Perikasalah rangsang minimum apa yang bisa membuka satu atau kedua matanya
Catatan:
Mata tidak dalam keadaan terbalut atau edema kelopak mata.
Nilai 4 : Mata membuka spontan misalnya sesudah disentuh
Nilai 3 : Mata baru membuka bila diajak bicara atau dipanggil nama atau
diperintahkan membuka mata
Nilai 2 : Mata membuka bila dirangsang kuat atau nyeri
Nilai 1 : Tidak membuka mata walaupaun dirangsang nyeri
4. Menilai reflek-reflek patologis :
a. Reflek Babinsky
Apabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu benda
yang runcing maka timbullah pergerakan reflektoris yang terdiri atas
fleksi kaki dan jari-jarinya ke daerah plantar
b. Reflek Kremaster :
Dilakukan dengan cara menggoreskan kulit dengan benda halus pada
bagian dalam (medial) paha. Reaksi positif normal adalah terjadinya
kontrkasi M.kremaster homolateral yang berakibat tertariknya atau
mengerutnya testis. Menurunnya atau menghilangnya reflek tersebut
berarti adanya ganguan traktus corticulspinal
5. Uji syaraf kranial :
NI.N. Olfaktorius – penghiduan diperiksa dengan bau bauhan seperti tembakau,
wangi-wangian, yang diminta agar pasien menyebutkannya dengan mata
tertutup
N.II. N. Opticus
Diperiksa dengan pemerikasaan fisus pada setiap mata . digunakan optotipe
snalen yang dipasang pada jarak 6 meter dari pasien . fisus ditentukan
dengan kemampuan membaca jelas deretan huruf-huruf yang ada
N.III/ Okulomotoris. N.IV/TROKLERIS , N.VI/ABDUSEN
Diperiksa bersama dengan menilai kemampuan pergerakan bola mata kesegala
arah , diameter pupil , reflek cahaya dan reflek akomodasi
N.V. Trigeminus berfungsi sensorik dan motorik,
Sensorik diperiksa pada permukaan kulit wajah bagian dahi , pipi, dan rahang
bawah serta goresan kapas dan mata tertutup
Motorik diperiksa kemampuan menggigitnya, rabalah kedua tonus
muskulusmasketer saat diperintahkan untuk gerak menggigit
N.VII/ Fasialis fungsi motorik N.VII diperiksa kemampuan mengangkat alis,
mengerutkan dahi, mencucurkan bibir , tersentum , meringis
(memperlihatkan gigi depan )bersiul , menggembungkan pipi.fungsi
sensorik diperiksa rasa pengecapan pada permukaan lidah yang
dijulurkan (gula , garam , asam)
N.VIII/ Vestibulo - acusticus
Fungsi pendengaran diperiksa dengan tes Rinne , Weber , Schwabach dengan
garpu tala.
N.IX/ Glosofaringeus, N.X/vagus : diperiksa letak ovula di tengah atau deviasi
dan kemampuan menelan pasien
N.XI / Assesorius diperiksa dengan kemampuan mengangkat bahu kiri dan kanan
( kontraksi M.trapezius) dan gerakan kepala
N.XII/ Hipoglosus diperiksa dengan kemampuan menjulurkan lidah pada posisi
lurus , gerakan lidah mendorong pipi kiri dan kanan dari arah dalam
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan, ditandai dengan
peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak, depresi SSP dan
oedema
Tujuan : gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 jam.
Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda – tanda peningkatan TIK
- Tanda – tanda vital dalam batas normal
- Tidak adanya penurunan kesadaran
Intervensi :
Mandiri :
- Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat
menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK
- Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan nilai standart
- Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
- Pantau tekanan darah
- Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan
penglihatan kabur
- Pantau suhu lingkungan
- Pantau intake, output, turgor
- Beritahu klien untuk menghindari/ membatasi batuk,muntah
- Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai
- Tinggikan kepala 15-45 derajat
Kolaborasi :
- Berikan oksigen sesuai indikasi
- Berikan obat sesuai indikasi
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan nafas oleh sekret
Tujuan : bersihan jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1
jam.
Kriteria hasil:
- Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas
- Ekspansi dada simetris
- Bunyi napas bersih saat auskultasi
- Tidak terdapat tanda distress pernapasan
- GDA dan tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
Mandiri :
- Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi
- Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan
memberikan pengeluaran sekresi yang optimal
- Penghisapan sekresi
- Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam
Kolaborasi :
- Berikan oksigenasi sesuai advis
- Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi
3. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan
Tujuan :
Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam
Kriteria hasil:
- RR 16-24 x permenit
- Ekspansi dada normal
- Sesak nafas hilang / berkurang
- Tidak suara nafas abnormal
Intervensi :
Mandiri :
- Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
- Auskultasi bunyi nafas.
- Pantau penurunan bunyi nafas.
- Berikan posisi yang nyaman : semi fowler
- Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam
Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan
Kolaborasi :
- Berikan oksigenasi sesuai advis
- Berikan obat sesuai indikasi
4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder
terhadap hipoventilasi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selaama 1 jam, pasien dapat mempertahankan
pertukaran gas yang adekuat
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
-Bunyi paru bersih
-Warna kulit normal
-Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan
Intervensi :
Mandiri :
-Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
-Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan
perubahan tinmgkat kesadaran pada dokter.
-Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan
dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
-Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP
atau PEEP.
-Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
-Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau
penyimpangan
-Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.
-Pantau irama jantung
Kolaboraasi :
-Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
-Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
DAFTAR PUSTAKA1. Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II.
Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997
2. Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998
3. Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001
4. Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process approach.
Volume 2. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku asli
diterbitkan tahun 1989)
5. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical – surgical
nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli
diterbitkan tahun 1996)
6. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC;
2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
7. Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th
Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun
1992)
8. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for
planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa, I.M. Jakarta: EGC;
1999 (Buku asli diterbitkan tahun 1993)
9. Harsono, Buku Ajar Neurologi Klinis, Yokyakarta, Gajah Mada University Press, 1996 )
10. Padmosantjojo, Keperawatan Bedah Saraf, Jakarta, Bagian Bedah Saraf FKUI, 2000
11. Markum, Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis, Jakarta, Pusat Informasi dan
Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2000
BAB I
KONSEP TEORI
A. PENGERTIAN
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu. (Corwin, 2001)
Penurunan kesadaran adalah keadaan dimanapenderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga
/ tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap
stimulus.
Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang
mengenal / mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya.
(Padmosantjojo, 2000)
Ketidaksadaran adalah kondisi dimana fungsi serebral terdepresi, direntang dari stupor
sampai koma.(brunner dan Suddarth, 2001)
Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang
mengenal / mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya.
(Padmosantjojo, 2000)
Koma adalah keadaan penurunan kesadaran dan respons dalam bentuk yang berat,
kondisinya seperti tidur yang dalam di mana pasien tidak dapat bangun dari tidurnya.
(Aru W.Sudoyo,dkk,2007)
Dalam menilai Penurunan kesadaran dikenal beberapa istilah yaitu (Robert priharjo,
2006)
1. Kompos mentis
Kompos mentis adalah sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaaan
sekelilingnya.
2. Apati
Keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh
tak acuh.
3. Somnelen
Keadaan kesadaran yang mau tidur saja. Dapat ibangunkan dengan rangsang nyeri, tetapi tidur
lagi.
4. Delirium
Keadaan kacau motorik yang sangat, memberontak, berteriak-teriak dan tidak sadar terhadap
orang lain, tempat dan waktu.
5. Soporokoma / Semikoma
Kesadaran yang menyerupai koma, reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan rangsang nyeri.
6. Koma
Keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat dibangunkan dengan rangsang
apapun
B. ETIOLOGI
Penyebab koma adalah : (Aru W.Sudoyo,dkk,2007)
1. Penyebab Intra kranial
Lesi besar pada serebral dan herniasi.
Lubang kranial dipisahkan menjadi kompartemen oleh lipatan dura. Herniasi adalah
pergeseran jaringan otak ke kompartemen yang secara normal.
a. Herniasi transtentorial uncal.
Merupakan impaksi girus temporal media anterior (uncus) ke bagian anterior bukan
tentorial. Jaringan yang bergeser menekan saraf ketiga ketika ia melalui ruang subarachnoid dan
mengakibatkan pembesaran pupil ipsilateral (kemungkinan karena serat para simpatetik fungsi
pupil terletak pada daerah peroperal saraf). Koma yang terjadi merupakan akibat dari tekanan
lateral dari otak tengah yang berbenturan dengan sudut tentorial yang berseberangan karena
pergesseran gyrus parahipokampus.
b. Herniasi transtentorial sentral.
Merupakan gerakan simetik kebawah dari bagian thalamus atau melalui bukan tentorial,
tanda utama adalah pupil miotik dan drowsiness.
Herniasi temporal dan sentral dianggap sebagai penyebab tekanan progresif batang otak
dari atas : pertama otak tengah, kemudian pons dan terakhir medula. Sehingga terjadi tanda
neurologis yang berhubungan dengan tingkat yang terpapar.
Gangguan metabolik
Gangguan metabolik mengakibatkan koma dan mengganggu pengiriman substrat energi
(hipoksia , iskemia, hipoglikemia) atau dengan mengganti eksitabilitas neuron.
Epileptik
Pengeluaran listrik menyeluruh dan berkelanjutan dari korteks berhubungan dengan koma,
walaupun tidak ada aktivitas motor epileptik. Koma yang terjadi setelah kejang, merupakan
tahap postical, yang disebabkan oleh kekurangan persediaan energi atau efek molekul toksik
lokal yang merupakan hasil dari kejang
Infeksi (meningitis, ensafilitis, sepsis)
Infeksi otak atau infeksi berat di luar otak,bisa menyebab kan demam tinggi adanya zat racun
dalam darah dan tekanan darah rendah, yang bisa mempengaruhi fungsi otak dan menyebabkan
koma.
2. Penyebab ekstra kranial.
Farmakologis
Overdosis beberapa obat dan toksin dapat menekan fungsi sistem saraf. Ada pula yang
menyebabkan koma dengan mengganggu nukleus batang otak termasuk RAS dan korteks
serebral.
Kelainan psikis
Malingerin (pura-pura sakit atau terluka) histeria dan kataton (keadaan skizofrenikdimana
penderita tampak dalam keadaan stupor).
C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Corwin Elizabeth ( 2009 ), manifestasi klinisnya adalah :
1. Perubahan respons pupil
Perubahan pupil penting yang dijumpai pada kerusakan otak adalah pupil pinpoint yang
tampak pada overdosis opiat ( heroin ) serta dilatasi dan fiksasi pupil bilateral yang biasanya
dijumpai pada overdosis barbiturat. Cedera batang otak memperlihatkan fiksasi pupil bilateral
dengan posisi di tengah.
2. Perubahan gerakan mata
Pada cidera batang otak, terjadi gangguan gerakan mata, dan mata terfiksasi dalam posisi
ke depan langsung. Deviasi yang miring dengan satu mata memandang keatas dan satu ke
bawah, menunjukkan cedera kompresif pada batang otak. Gerakan siklik unvolunter normal pada
bola mata ( respons nigtagmus ) sebagai respons terhadap pemberian air es ke telinga
menghilang pada disfungsi korteks dan batang otak.
3. Perubahan pola nafas
a. Kerusakan pada batang otak
Pusat pernafasan di batang otak bagian bawah mengontrol pernafasan berdasarkan
konsentrasi ion hidrogen dalam CSS yang mengelilinginya. Kerusakan batang otak
menyebabkan pola nafas yang tidak teratur dan tidak dapat diperkirakan. Overdosis opiat
merusak pusat pernafasan dan menyebabkan penurunan frekwensi pernafasan secara bertahap
sampai pernafasan terhenti.
b. Kerusakan serebral
Pernafasan cheynes-stokes juga merupakan pernafasan yang didasarkan pada kadar
karbondioksida. Pada kasus ini pusat pernafasan berespons berelebihan terhadap karbondioksida
yang menyebabkan pola nafas tenang meningkat frekwensi dan kedalaman pernafasan kemudian
turun dengan mudah sampai terjadi apnea ( decrescendo breathing ). Pernafasan chynes-stokes
mirip dengan apnea pasca ventilasi, yang dijumpai pada kerusakan hemisfer serebri, dan sering
berkaitan dengan koma metabolik.
4. Perubahan respons motorik dan gerakan
Respons motorik abnormal meliputi tidak sesuainya atau tidak adanya gerakan sebagai
respons terhadap stimulus nyeri, refleks batang otak seperti respons mengisap dan menggengam
terjadi apabila pusat otak yang lebih tinggi rusak.
5. Disfasia
Disfasia adalah gangguan pemahamaan atau pembentukan bahasa. Afasia adalah
kehilangan total pemahaman atau pembenyukaan bahasa. Disfasia biasanya disebabkan oleh
hipoksia serebral yang sering berkaitan dengan stroke, tetapi dapat juga disebabkan oleh trauma
atau infeksi. Kerusakan otak yang menyebabkan disfasia biasanya mengenai hemisfer serebri
kiri.
6. Disfasia broca
Disfasia broca terjadi akibat kerusakan area broca di lobus frontalis. Individu yang
mengalami disfasia broca memahami bahasa, tetapi kemampuanya untuk mengekspresikan kata
secaara bermakna dalam bentuk tulisan atau lisan terganggu. Hal ini disebut disfasia ekspresif.
7. Disfasia wernicke
Disfasia wernicke terjadi akibat kerusakan area wernicke di lobus temporalis kiri. Pada
disfasia wernicke, ekspresi bahasa secara verbal utuh, tetapi pemahaman bermakna terhadap kata
yang diucapkan atau tertulis terganggu. Hal ini disebut disfasia reseptif.
8. Agnosia
Agnosia adalah kegagalan mengenali obyek karena ketidaknyamanan memahami
stimulus sensorik yang datang. Agnosia dapat berupa visual, pendengaran, taktil, atau berkaitan
dengan pengucapan atau penciuman. Agnosia terjadi akibat kerusakan pada area sensorik primer
atau asosiatif tertentu di korteks serebral.
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Corwin Elizabeth ( 2009 ) kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi
dan waktu di setiap lingkungan. Agar sadar penuh diperlukan sistem aktivasi retikular yang utuh,
dalam keadaan berfungsinya pusat otak yang lebih tinggi di korteks serebri. Hubungan melalui
talamus juga harus utuh.
Menurut Brunner dan Suddarth (2001) Ruang kranial yang kaku berisi jaringan otak
(1400 g),darah (75 ml), dan cairan serebrospinalis (75 ml),volume dan tekanan .pada ketiga
komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan keseimbangan.adanya peningkatan salah satu
dari komponen ini menyebabkan perubahan pada volume yang lain. Keadaan patologis seperti
lesi,epileptik,stroke,infeksi dan bedah intrakranial dapat mengubah hubungan antara volume
intrakranial dan tekanan.sehingga dapat menyebab kan gangguan pada batang otak /
diensefalon.ketika terjadi gangguan kompensasi intracronial gagal dan terjadi peningkatan
tekanan intrakranial (TIK)
Peningkatan TIK secara singnifikan dapat menurunkan aliran darah dan menyebabkan
iskemia. Bila terjadi iskemia komplet dan lebih dari 3 sampai 5 menit, otak akan menderita
kerusakan yang tidak dapat di perbaiki. Hal ini terjadi di sebabkan oleh penurunan perfusi
serebral yang mempengaruhi perubahan keadaan sel dan mengakibatkan hipoksia serebral.
Pada fase-fase ini menunjukkan perubahan status mental dan tanda – tanda vital
bradikardi, tekanan denyut nadi melebar dan perubahan pernafasan.
Perubahan kesadaran biasanya dimulai dengan gangguan fungsi diensefalon yang
ditandai dengan kebuntuan, kebingungan, letargi dan akhirnya stupor ketika individu menjadi
sulit terganggu. Penurunan kesadaran yang berkelanjutan terjadi pada disfungsi otak tengan dan
ditandai dengan semakin dalamnya keadaan stupor. Akhirnya dapat terjadi disfungsi medula dan
pons yang menyebabkan koma. Penurunan progresif kesadaran ini digambarkan sebagai
perkembangan rostal-kaudal.
E. PATHWAY(terlampir)
F. Komplikasi
Menurut Brunner dan Suddart ( 2001 ) komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien
tidak sadar meliputi gangguan pernafasan, pneumonia, dekubitus, dan aspirasi.
1. Gagal pernafasan dapat terjadi dengan cepat setelah pasien tidak sadar.jika pasien tidak dapat
bernafas sendiri, beri dukungan perawatan dengan memulai pemberian ventilasi adekuat.
2. Pneumonia umumnya terlihat pada pasien yang menggunakan ventilator atau mereka yang tidak
dapat untuk mempertahankan jalan nafas.
3. Pasien tidak sadar tidak mampu untuk bergerak atau membalikkan tubuh, hal ini menyebabkan
dalam tetap pada posisi yang terbatas. Keadaan ini menyebabkan pasien mengalami dekubitus,
yang akan mengalami infeksi dan merupakan sumber sepsis.
4. Aspirasi isi lambung atau makanan dapat terjadi yang mencetuskan terjadinya pneumonia atau
sumbatan jalan nafas
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Prioritas pertama tindakan terhadap pasien tidak sadar adalah memberikan dan
mempertahankan jalan nafas paten. Pasien dapat di intubasi melalui hidung atau mulut, atau
dilakukan trakeostomi. Sampai ditetapkan pasien mampu bernafas sendiri, maka mesin ventilator
digunakan untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat.Pemasangan kateter intavena
digunakan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan pemberian makanan dilakukan
dengan selang makanan atau selang gastrostomi. Status sirkulasi pasien (tekanan darah, frekuensi
jantung) dipantau untuk mengetahui perfusi tubuh yang adekuat dan perfusi otak dapat
dipertahankan.
(Brunner dan Suddarth, 2001)
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan penyebab penurunan
kesadaran yaitu :
1. Laboratorium darah
Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea darah (BUN), osmolalitas,
kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum, alcohol, obat-obatan dan analisa gas darah
(BGA).
2. CT Scan
Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak
3. PET (Positron Emission Tomography)
Untuk meenilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak, stroke dan tumor otak
4. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Untuk mendeteksi lokasi kejang pada epilepsi, stroke.
5. MRI
Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak.
6. Angiografi serebral
Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan malformasi arteriovena.
7. Ekoensefalography
Untuk mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah serebral yang disebabkan hematoma
subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral yang luas dan neoplasma.
8. EEG (elektroensefalography)
Untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses, jaringan parut otak,
infeksi otak
9. EMG (Elektromiography)
Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat penyakit lain.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
1) Airway
a. Apakah pasien berbicara dan bernafas secara bebas
b. Terjadi penurunan kesadaran
c. Suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll
d. Penggunaan otot-otot bantu pernafasan
e. Gelisah
f. Sianosis
g. Kejang
h. Retensi lendir / sputum di tenggorokan
i. Suara serak
j. Batuk
2) Breathing
a. Adakah suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll
b. Sianosis
c. Takipnu
d. Dispnea
e. Hipoksia
f. Panjang pendeknya inspirasi ekspirasi
3) Circulation
a. Hipotensi / hipertensi
b. Takipnu
c. Hipotermi
d. Pucat
e. Ekstremitas dingin
f. Penurunan capillary refill
g. Produksi urin menurun
h. Nyeri
i. Pembesaran kelenjar getah bening
2. Pengkajian Sekunder
1) Riwayat penyakit sebelumnya
Apakah klien pernah menderita :
a. Penyakit stroke
b. Infeksi otak
c. DM
d. Diare dan muntah yang berlebihan
e. Tumor otak
f. Intoksiaksi insektisida
g. Trauma kepala
h. Epilepsi dll.
2) Pemeriksaan Fungsional
a. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
Kesulitan dalam beraktivitas
Kelemahan
Kehilangan sensasi atau paralysis.
Mudah lelah
Kesulitan istirahat
Nyeri atau kejang otot
Data obyektif:
Perubahan tingkat kesadaran
Perubahan tonus otot ( flasid atau spastic)
Paraliysis ( hemiplegia )
Kelemahan umum.
Gangguan penglihatan
b. Sirkulasi
Data Subyektif:
Riwayat penyakit stroke
Riwayat penyakit jantung
Penyakit katup jantung
Disritmia
gagal jantung
endokarditis bacterial
Polisitemia
Data obyektif:
Hipertensi arterial
Disritmia
Perubahan EKG
Pulsasi : kemungkinan bervariasi
Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
c. Eliminasi
Data Subyektif:
Inkontinensia urin / alvi
Anuria
Data obyektif
Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh )
Tidak adanya suara usus( ileus paralitik )
d. Makan/ minum
Data Subyektif :
Nafsu makan hilang
Nausea
Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan
Disfagia
Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif :
Obesitas ( faktor resiko )
e. Sensori neural
Data Subyektif :
Syncope
Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid
Kelemahan
Kesemutan/kebas
Penglihatan berkurang
Sentuhan : kehilangan sensor pada ekstremitas dan muka
Gangguan rasa pengecapan
Gangguan penciuman
Data obyektif :
Status mental
Penurunan kesadaran Gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis,menyerang)
Gangguan fungsi kognitif
Ekstremitas : kelemahan / paraliysis genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek
tendon dalam
Wajah: paralisis / parese
Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata,
reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya. )
Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, stimuli taktil
Kehilangan kemampuan mendengar
Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
Reaksi dan ukuran pupil : reaksi pupil terhadap cahaya positif / negatif, ukuran pupil isokor /
anisokor, diameter pupil
f. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif :
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif :
Tingkah laku yang tidak stabil
Gelisah
Ketegangan otot
g. Respirasi
Data Subyektif : perokok ( faktor resiko )
h. Keamanan
Data obyektif:
Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
Perubahan persepsi terhadap tubuh
Kesulitan untuk melihat objek
Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan
Berkurang kesadaran diri
i. Interaksi sosial
Data obyektif :
Problem berbicara
Ketidakmampuan berkomunikasi
3. Pengkajian Sistemik
Keadaan umum
1. Kesadaran : mengalami penurunan
2. Suara bicara : mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa
bicara
3. Tanda-tanda vital : TD meningkat dan denyut nadi bervariasi
Sistem Integumen
1. Kulit : kulit yang sangat kering dapat mengindikasikan dengan dehidrasi
Adanya kehangatan setempat di sekitar luka dapat mengidikasikan inflamasi dan infeksi
Jika kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka tugor kulit akan
jelek
2. Kuku : Warna biru atau ungu pada dasar kuku dapat menandakan sianosis
Warna putih pucat pada alas kuku adalah akibat dari anemia
Perdarahan di bawah kuku dapat terjadi akibat trauma, sirosis, diabetus militus, hipertensi, dan
endokarditis bakterial akut
3. Rambut : Berkurangnya rambut pada ekstremitas khususnya bagian tungkai, dapat
menandakan ketidak adekutan sirkulasi arterial
Sistem Respirasi
Gelisah, mudah tersinggung, kasar atau kecemasan dapat diakibatkan karena penurunan
oksigenarteri akibat kondisi akut atau kronik
Bunyi respirasi yang terdengar tanpa stetoskop menandakan adanya sumbatan sebagian saluran
respirasi yang disebabkan oleh inflamasi, sekresi, kejang, atau suatu penyempitan
Sistem Kardiovaskuler
Sinus bradikardi = irama teratur namunterjadi penurunan frekuensi denyut kutrang dari
60x/menit.Menandakan terjadinya hipotermia, dan intoksikasi obat
Sinus Takikardi = irama teratur namun terjadi peningkatan frekuensi denyut lebih dari
100x/menit. Menandakan pemakaian alkohol atau kafein dan juga menandakan adanya syok,
penyakit jantung, dan ansietas
Sistem Abdomen
Penampilan abdomen yang amat tegang dan berkilau menimbulkan dugaan terjadinya asites
Warna kebiruan pada area periumbilikal menimbulkan dugaan adanya perdarahan abdominal
Tanda tuner abu-abu adalah ekimosis atau memar pada pinggang disebabkan oleh darah dalam
peritonium atau pangkreatitis
Bising usus hiperaktif menandakan peningkatan gerak gastrik disebabkan oleh inflamasi usus
besar
Sistem Neurologi
1. Pemeriksaan Nervus Cranialis
Ketidakmampuan untuk mengidentifikasi atau merasakan sensasi pada wajah
Ketidakmampuan mengecap atau mengenali rasa
Ketidakmampuan mendengar kata yang dibicarakan
Gerakan wajah yang tidak teratur dan tidak merata
2. Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan / keslemahan pada salah satu sisi tubuh
3. Pemeriksaan Sensorik
Hilangnya keseimbangan (Romberg positif)dengan klien jatah ke arah samping
Ketidakmampuan untuk meyentuh hidung , gerakkan tidak berkoordinasi , tidak berirama, kaku
dan lamban
4. Pemeriksaan Reflek
Tak ada atau respon reflek hiperaktif dan tendon dalam
Tak ada reflek dapat menandakan neuropati atau gangguan neuron motor bawah. Reflek
hiperaktiktif menandakan terjadinya gangguan neuron motor atas
Sistem perkemihan
Terdapat incontinensia atau retensio urine
Sistem muskulosketal
Kelainan gaya berjalan meliputi penghentakan kaki, kaki berlekuk- lekuk, penyeretan kaki dan
posisi batang tubuh terhadap kaki.
Kelainan postural meliputi kifosis (punggung bungkuk, lengkung posterior tulang belakang
torakal yang berlebihan), lordosis (bergoyang ke kiri dan ke kanan saat berjalan atau
peningkatan lengkung lumbal), dan skoliosis (lengkung tulang belakang lateral)
Sistem genetalia
Warna merah terang dari klitoris menandakan terjadinya inflamasi.
Pembekakan ,kemerahan ,atau nyeri labial terutama yang bersifat unilateral dapat
mengindikasikan infeksi pada kelenjar bartholin.
4. Menilai GCS
Ada 3 hal yang dinilai dalam penilaian kuantitatif kesadaran yang menggunakan
Skala Coma Glasgow :
Mata Membuka secara spontan 4
Terhadap suara 3
Terhadat nyeri 2
Tidak berespon 1
Respon verbal Orientasi baik 5
Bingung 4
Kata-kata tidak jelas 3
Bunyi tidak jelas 2
Tidak berespon 1
Respon motorik Mengikuti perintah 6
Gerakan local 5
Fleksi,menarik 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak ada 1
5. Pemeriksaan Diagnostik
Uji laboratorium digunakan untuk mengidentifikasi penyebab kesadaran yang mencakup tes
glukosa darah, elektrolit, amonia serum, nitrogen urea darah (BUN), osmolalitas, kalsium, masa
pembekuan, kandungan keton serum, alkohol, obat-obatan dan analisa gas darah arteri.(brunner
dan suddarth, 2001)
6. Menilai reflek-reflek patologis :
a. Reflek Babinsky
Apabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu benda yang runcing maka
timbullah pergerakan reflektoris yang terdiri atas fleksi kaki dan jari-jarinya ke daerah plantar
b. Reflek Kremaster :
Dilakukan dengan cara menggoreskan kulit dengan benda halus pada bagian dalam (medial)
paha. Reaksi positif normal adalah terjadinya kontrkasi M.kremaster homolateral yang berakibat
tertariknya atau mengerutnya testis.
Menurunnya atau menghilangnya reflek tersebut berarti adanya ganguan traktus corticulspinal
Uji syaraf kranial :
c. NI.N. Olfaktorius
Hidung diperiksa dengan bau bauhan seperti tembakau, wangi-wangian, yang diminta agar
pasien menyebutkannya dengan mata tertutup.
d. N.II. N. Opticus
Diperiksa dengan pemerikasaan fisus pada setiap mata . digunakan optotipe snalen yang
dipasang pada jarak 6 meter dari pasien . fisus ditentukan dengan kemampuan membaca jelas
deretan huruf-huruf yang ada.
e. N.III/ Okulomotoris. N.IV/TROKLERIS , N.VI/ABDUSEN
Diperiksa bersama dengan menilai kemampuan pergerakan bola mata kesegala arah , diameter
pupil , reflek cahaya dan reflek akomodasi
f. N.V. Trigeminus berfungsi sensorik dan motorik,
Sensorik diperiksa pada permukaan kulit wajah bagian dahi , pipi, dan rahang bawah serta
goresan kapas dan mata tertutup.
Motorik diperiksa kemampuan menggigitnya, rabalah kedua tonus muskulusmasketer saat
diperintahkan untuk gerak menggigit
g. N.VII/ Fasialis fungsi motorik N.VII diperiksa kemampuan mengangkat alis, mengerutkan dahi,
mencucurkan bibir, tersentum, meringis (memperlihatkan gigi depan) bersiul, menggembungkan
pipi. Fungsi sensorik diperiksa rasa pengecapan pada permukaan lidah yang dijulurkan (gula ,
garam , asam)
h. N.VIII/ Vestibulo – acusticus
Fungsi pendengaran diperiksa dengan tes Rinne , Weber , Schwabach dengan garputala.
i. N.IX/ Glosofaringeus, N.X/vagus : diperiksa letak ovula di tengah atau deviasi dan kemampuan
menelan pasien.
j. N.XI / Assesorius diperiksa dengan kemampuan mengangkat bahu kiri dan kanan (kontraksi
M.trapezius) dan gerakan kepala
k. N.XII/ Hipoglosus diperiksa dengan kemampuan menjulurkan lidah pada posisi lurus, gerakan
lidah mendorong pipi kiri dan kanan dari arah dalam.
B. DIANGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas in efektif berhubungan dengan aspirasi yang di tandai dengan penumpukan
secret
2. Pola nafas in efektif berhubungan dengan ekspansi paru menurun yang ditandai dengan
takipneu
3. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan suplai O2 ke otak menurun yang di
tandai dengan hipoksia
4. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan peningkatan vascular mata yang ditandai
dengan penurunan lapang pandang
5. Resti injuri berhubungan dengan kerusakan jaringan otak yang di tandai dengan gangguan
kesadaran dan kejang –kejang
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan in efektif berhubungan dengan aspirasi yang ditandai penumpukan secret
Tujuan
Jalan nafas bersuh setelah di lakukan perawatan selama 1X24 jam
Kriteria hasil
a) Suara nafas tidak bising
b) Secret mudah keluar
c) Bunyi nafas jelas
Intervensi
Mandiri
1) Auskultasi bunyi nafas
R/ : menunjukkan penumpukan secret
2) Tinggikan posisi tidur pasien
R/ :memungkinkan ekspansi paru maksimal
3) Observasi jumlah dan karakter sputum
R/: adanya sputum yang tebal /kental berdarah atau purulen di duga masalah sekunder.
4) Pengihisapan bila batuk lemah atau ronkhi
R/: meningkat kan pengeluaran sputum
Kolaborasi
Berikan oksigen humidikasi dan cairan intrea vena sesuai indikasi
R/: membantu menghilangkan secret dan meningkatlan pengeluarannya.
2. Pola nafas inefektif berhubungan dengan ekspansi paru menurun yang di tandai dengan
takipneu
Tujuan :
Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawat selama 2x24 jam
Kriteria hasil
a) RR 16-24 x permenit
b) Ekspansi dada normal
c) Seasak nafas hilang /berkurang
d) Tidak suara nafas abnormal
Intervensi
Mandiri
1) Kaji frekuensi ,irama, kedalaman pernafasan.
R/; kecepatan biasanya meningkat
2) Auskultasi bunyi nafas
R/; bunyi nafas menurun /tak ada bila jalan nafas obstruksi sekunder
3) Berikan posisi yang nyaman : semi fowler
R/; memungkinkan ekspansi paru dan memudah kan pernafasan
4) Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam
R/; memungkin kan meningkatkan pernafasan.
Kolaborasi
Berikan oksigen sesuai advis.berikan obat sesuai indikasi
R/:maksimal kan bernafas dan menurunkan merja paru
3. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan suplai O2 ke otak menurun yang di
tandai dengan hipoksia
Tujuan
gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x
24 jam.
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda – tanda peningkatan TIK
b. Tanda – tanda vital dalam batas normal
c. Tidak adanya penurunan kesadaran
Intervensi :
Mandiri
1) Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat menyebabkan
penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK
R/: mempengaruhi penetapan intervensi, kemungkinan tanda/gejala neurologis
2) Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan nilai standart
R/: mengetahui kecenderungan tingkat kesaran dan potensial peningkatan TIK
3) Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman penglihatan dan penglihatan
kabur
R/:menentuakan apakah batang otak tersebut masih baik
4) Pantau irama dan frekuensi jantung
R/: adanya bradikardi dapat terjadi sebagi akibat adanya kerusakan otak
5) Tinggikan kepala 15-45 derajat
R/: menurunkan tekanan arteri dengan meningkat kan drainase
Kolaborasi
Berikan oksigen sesuai indikasi dan obat sesuai indikasi.
R/:menurunkan hipoksia
4. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan peningkatan vaskucar mata yang di tandai
dengan penurunan lapang pandang
Tujuan :
Meningkatnya persepsi sensorik : perabaan secara optimal
Kriteria hasil
- Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi
- Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa
- Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan sensori
Intervensi
Mandiri
1) tentukan kondisi patologis pasien
R/:untuk mengetahui tipe dan lokasi gangguan
2) Pastikan persepsi pasien dari umpan balik
R/:perubahan persepsi, gangguan dari fungsi kongnitif
3) Buat jadwal istirahat yang adekuat
4) R/: mengurangi kelelahan
Kolaborasi
Rujuk pada ahli fisioterapi
5. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kerusakan jaringan otak yang ditandai dengan
gangguan kesadaran kejang -kejang.
Tujuan
Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam di harap kan pasien terhindar dari resiko injuri.
Kriteria hasil
Dapat mengidentifikasi faktor –faktor risiko individu
Intervensi
Mandiri
1) Berikan bantalan untuk posisi yang di butuh kan sesuai kebutuhan spesifik pasien
R/: bantalan mungkin diperlukan untuk melindungi bagian –bagian tubuh dan mencegah
terjadinya penekanan sikulasi /syaraf,
2) Cegah jatuhnya cairan di bawah dan di sekitar tubuh pasien
R/ :cairan antiseptik mungkin menyebab kan terjadinya luka bakar secara kimiawi.
3) Antisipasi gerakan ,jalur, dan selang yang tidak berhubungan selama melakukan perpindahan
dan pengamanan
R/ :mencegah terjadinya tegangan dan dislokasi, jalur IV,selang NG, kaateter dan selang dada
4) Pantau /dokumentasi aktivitas kejang.
5) R/: kejang grand mal di hubungkan dengan penurrunan kadar Mg, hipoglikemia.
Kolaborasi
Berikan obat- obatan sesuai petunjuk.
R/: untuk mengontrol hiperaktivitas neuronal
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001 (Buku asli
diterbitkan tahun 1996)
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning and
documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa, I.M. Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan
tahun 1993)
Harsono, Buku Ajar Neurologi Klinis, Yokyakarta, Gajah Mada University Press, 1996 )
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical – surgical nursing. 8th Edition.
Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
Pathway
kesadaran ↓Reflek batuk ↓Aspirasi Penumpukan secret Bersihan jalan nafas in efektif ke paru ↓Kompensasi paru ↓ekspansi paru ↓takipneaPola nafas in efektifHipoksia Gg. Perfusi jaringan otakLesi pada serebralGangguan metabolicepilepsifarmakologi
Gangguan batang otak / drensefalan(Thalamus, hypothalamus, epithalamus)Kompensasi intracronical gagalTIK ↑edemaSakit kepalaNyeri kepalaKerusakan jaringan otakGg : kesadaran dan kejang-kejangResiko tinggi injuriGg. rasa nyaman : nyeriPapil edema↑ Vascular mata↓ Lapang pandangGg. Persepsi sensoriCSS ↑System venosa mjd kolapPenurunan volume aliran darah ke otakSuplai O2 ke otak ↓