tbr penurunan kesadaran endahwarrozaputri

32
BAB I PENDAHULUAN Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat. Untuk mempertahankan fungsi kesadaran yang baik, perlu suatu interaksi yang konstan dan efektif antara hemisfer serebri yang intak dan formasio retikularis di batang otak. Gangguan pada hemisfer serebri atau formasio retikularis dapat menimbulkan gangguan kesadaran. Bergantung pada beratnya kerusakan, gangguan kesadaran dapat berupa apati, delirium, somnolen, sopor atau koma. Koma sebagai kegawatan maksimal fungsi susunan saraf pusat memerlukan tindakan yang cepat dan tepat, sebab makin lama koma berlangsung makin parah keadaan susunan saraf pusat sehingga kemungkinan makin kecil terjadinya penyembuhan sempurna. Istilah kesadaran atau sadar bermakna luas, bergantung pada ruang lingkup bahasan masing-masing cabang ilmu yang berkaitan. Dengan demikian, tidak mudah untuk mendefinisikannya. Kesadaran yang sehat dan adekuat terjadi bilamana terjadi aksi dan reaksi dari panca indera yang tepat dan sesuai. Apabila terjadi gangguan kesadaran dimana tidak terdapat aksi dan reaksi meskipun dirangsang sangat kasar maka keadaan tersebut dinamakan koma. Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan 1

Upload: endah-warroza-putri

Post on 02-Jul-2015

381 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: TBR penurunan kesadaran EndahWarrozaPutri

BAB I

PENDAHULUAN

Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat. Untuk mempertahankan

fungsi kesadaran yang baik, perlu suatu interaksi yang konstan dan efektif antara hemisfer

serebri yang intak dan formasio retikularis di batang otak. Gangguan pada hemisfer serebri

atau formasio retikularis dapat menimbulkan gangguan kesadaran. Bergantung pada beratnya

kerusakan, gangguan kesadaran dapat berupa apati, delirium, somnolen, sopor atau koma.

Koma sebagai kegawatan maksimal fungsi susunan saraf pusat memerlukan tindakan yang

cepat dan tepat, sebab makin lama koma berlangsung makin parah keadaan susunan saraf

pusat sehingga kemungkinan makin kecil terjadinya penyembuhan sempurna.

Istilah kesadaran atau sadar bermakna luas, bergantung pada ruang lingkup bahasan

masing-masing cabang ilmu yang berkaitan. Dengan demikian, tidak mudah untuk

mendefinisikannya. Kesadaran yang sehat dan adekuat terjadi bilamana terjadi aksi dan reaksi

dari panca indera yang tepat dan sesuai. Apabila terjadi gangguan kesadaran dimana tidak

terdapat aksi dan reaksi meskipun dirangsang sangat kasar maka keadaan tersebut dinamakan

koma.

Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk

perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena

berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang

kepala.Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau

sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan

peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).

1

Page 2: TBR penurunan kesadaran EndahWarrozaPutri

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 ANATOMI FISIOLOGI

Lintasan asendens dalam susunan saraf pusat yang menyalurkan impuls sensorik

protopatik, propioseptik dan perasa pancaindra dari perifer ke daerah korteks perseptif primer

disebut lintasan asendens spesifik atau lintasan asendens lemniskal. Ada pula lintasan

asendens aspesifik yakni formasi retikularis di sepanjang batang otak yang menerima dan

menyalurkan impuls dari lintasan spesifik melalui koleteral ke pusat kesadaran pada batang

otak bagian atas serta meneruskannya ke nukleus intralaminaris talami yang selanjutnya

disebarkan difus keseluruh permukaan otak. Pada hewan, pusat kesadaran(arousal centre)

terletak di rostral formasio retikularis daerah pons sedangkan pada manusia pusat kesadaran

terdapat didaerah pons, formasio retikularis daerah mesensefalon dan diensefalon. Lintasan

aspesifik ini oleh Merruzi dan Magoum disebut diffuse ascending reticular activating system

(ARAS).

Melalui lintasan aspesifik ini, suatu impuls dari perifer akan menimbulkan rangsangan

pada seluruh permukaan korteks serebri. Dengan adanya 2 sistem lintasan tersebut

terdapatlah penghantaran asendens yang pada pokoknya berbeda. Lintasan spesifik

2

Page 3: TBR penurunan kesadaran EndahWarrozaPutri

menghantarkan impuls dari satu titik pada alat reseptor ke satu titik pada korteks perseptif

primer. Sebaliknya lintasan asendens aspesifik menghantarkan setiap impuls dari titik

manapun pada tubuh keseluruh korteks serebri. Neuron-neuron di korteks serebri yang

digalakkan oleh impuls asendens aspesifik itu dinamakan neuron pengemban kewaspadaan,

sedangkan yang berasal dari formasio retikularis dan nuklei intralaminaris talami disebut

neuron penggalak kewaspadaan. Gangguan pada kedua jenis neuron tersebut oleh sebab

apapun akan menimbulkan gangguan kesadaran.

Substrat anatomik dari kesadaran

Substrat kualitas dan derajat kesadaran dapat disingkatkan sebagai berikut: jumlah

(kuantitas) input susuan saraf pusat menetukan derajat kesadaran. Cara pengolahan input

itu sehingga menelurkan pola-pola output susunan saraf pusat menentukan kualitas

kesadaran.

Input susunan saraf pusat dapat dibedakan dalam input yang bersifat spesifik dan

yang bersifat non-spesifik. Julukan spesifik itu merujuk pada perjalanan impuls aferen

yang khas dan kesadaran yang ditelurkan oleh impuls aferen itu adalah khas juga. Hal ini

berlaku bagi semua lintasan aferen impuls perasaan protopatik, propriosetif dan perasaan

panca indra. Lintasan yang digunakan impuls-impuls tersebut dapat dinamakan lintasan

yang menghubungkan suatu titik pada tubuh dengan suatu titik di daerah korteks

perseptif primer. Maka dari itu penghantaran impuls spesifik itu dikenal sebagai

penghantaran impuls aferen dari titik ke titik. Setibanya impuls aferen spesifik ditingkat

korteks terwujudlah suatu kesadaran akan suatu modalitas perasaan yang spesifik, yaitu

perasaan nyeri di kaki atau di wajah atau suatu pennglihatan, penghiduan suatu

pendengaran tertentu.

Input yang bersifat non-spesifik itu adalah sebagian dari impuls aferen spesifik yang

disalurkan melalui lintasan aferen non-spesifik. Lintasa ini terdiri dari serangkaian

neuron-neuron di substansia retikularis medulla spinalis dan batang otak yang

menyalurkan impuls aferen ke thalamus, yaitu ke inti intralaminar. Impuls aferen spesifik

sebagian disalurkan melalui cabang kolateralnya ke rangkaian neuron-neuron substansia

retikularis dan impuls aferen itu selanjutnya bersifat non spesifik oleh karena cara

penyalurannya ke thalamus berlangsung secara multi sinaptik, unilateral dan bilateral dan

setibanya di inti intralaminar akan menggalakkan inti tersebut untuk memancarkan

3

Page 4: TBR penurunan kesadaran EndahWarrozaPutri

impuls yang menggiatkan seluruh korteks secara difus dan bilateral. Lintasan aferen yang

non spesifik lebih terkenal sebagai “diffuse ascending reticular system”.

Dengan adanya dua lintasan aferen itu, maka terdapatlah penghantaran aferen yang

pada pokoknya berbeda. Lintasan spesifik (jaras spinotalamik, lemniskus medialis, jaras

genikulo-kalkarina dan sebagainya) menghantarkan impuls dari suatu titik pada alat

reseptor ke satu titik pada korteks perseptif primer. Sebaliknya, lintasan aferen non-

spesifik menghantarkan setiap impuls dari titik dimana pun pada tubuh ke titik-titik pada

seluruh korteks serebri kedua sisi.

Neuron-neuron diseluruh korteks serebri yang digalakkan oleh impuls aferen non-

spesifik itu dapat dinamakan neuron pengemban kewaspadaan, oleh karena tergantung

pada jumlah neuron-neuron tersebut yang aktif, derajat kesadaran bisa tinggi atau rendah.

Aktivitas neuron-neuron tersebut digalakkan oleh neuron-neuron yang menyusun inti

talamik yang dinamakan nuclei intralaminares. Oleh karena itu, maka neuron-neuron

tersebut dapat dinamakan neuron penggalak kewaspadaan.

Apabila terjadi gangguan sehingga kesadaran menurun sampai derajat yang

terendah, maka koma yang dihadapi dapat terjadi oleh sebab neuron pengemban

kewaspadaan sama sekali tidak berfungsi atau oleh sebab neuron penggalak

kewaspadaan tidak berdaya untuk mengaktifkan neuron pengemban kewaspadaan. Koma

yang tersebut pertama dinamakan koma kortikal bihemisferik. Koma yang tersebut

terakhir dapat dinamakan koma diensefalik yang dapat bersifat supratentorial atau

infratentorial.

Anatomi Ketidaksadaran

Tingkat kesadaran yang normal tergantung pada aktivasi hemisfer serebral oleh

kelompok neuron yang terletak dalam batang otak RAS (reticular activating system).

Semua komponen ini dan hubungan diantaranya harus dipelihara untuk kesadaran yang

normal. Sebab prinsip pada koma adalah (1) kerusakan hemisfer bilateral atau supresi

4

Page 5: TBR penurunan kesadaran EndahWarrozaPutri

karena hipoksia, hipoglikemia, obat atau toksin atau (2) lesi batang otak atau perubahan

susunan metabolik yang merusak atau menekan RAS.

Sistem Aktivasi Retikuler. RAS (reticular activating system) didefinisikan sebagai

sistem fisiologik, bukan anatomik. Sistem ini terdapat dalam formasi retikularis rostral,

yang terdiri dari kelompok neuron yang secara longgar terletak bilateral pada substansia

grisea tegmentum medial dari batang otak dan meluas dari medula ke diensefalon.

Neuron-neuron yang terletak dalam daerah yang meluas dari pons rostral ke diensefalon

kaudal mempunyai arti primer untuk mempertahankan kesadaran. Lesi di sini yang

menyebabkan koma juga biasanya mengenai struktur di batang otak yang berdekatan

yang berhubungan dengan pengendalian konstriksi pupil dan gerakan mata.

Abnormalitas pada sistem-sistem ini pada pemeriksaan fisik memberikan tanda

kerusakan batang otak.

Neuron RAS batang otak muncul secara rostral pada kortex, terutama melalui nuklei

talamik yang menghasilkan pengaruh tonik pada aktivitas kortex serebral. Penelitian

eksperimen pada primata menunjukkan RAS batang otak secara tidak langsung

mempengaruhi tingkat kesadaran dengan menekan aktivitas tingkat nuklei nonspesifik.

Dasar bangun tingkah laku oleh stimuli lingkungan (somestetik, auditorik, dan visual)

tergantung pada inervasi RAS yang kaya dengan sistem saraf sensoriknya masing-

masing.

Hemisfer Serebral. Lesi hemisfer dapat menyebabkan koma pada salah satu dari dua

jalur yaitu (1) paling sering, lesi hemisfer yang menyeluruh, bilateral, atau perubahan

susunan metabolik seperti yang terjadi pada ensefalitis, hipoglikemia, epilepsi umum,

dan kerusakan traumatik luas yang mempengaruhi kesadaran dalam bentuk bertingkat,

dan (2) lesi besar pada satu atau kedua hemisfer dapat menekan batang otak bagian atas

dan RAS diensefalik yang menyebabkan koma tidak langsung. Derajat penurunan

kesadaran dihubungkan dengan sifat akut timbulnya disfungsi kortikal atau kompres

RAS.

Substansia retikularis medula spinalis menduduki bagian intermedius substansia

grisea. Di medula oblongata, pons dan bagian belakang mesensefalon, substansia

retikularis yang menyusun sistema asendens difus itu menduduki daerah sentral tiap

belahan tegmentum batang otak. Di bagian rostral mesensefalon, sistema tersebut

terkumpul di daerah sekitar akwaduktus. Daerah itu adalah satu-satunya tempat di mana

input impuls asendens aspesifik paling mudah tersumbat, tanpa menghalangi penyaluran

5

Page 6: TBR penurunan kesadaran EndahWarrozaPutri

impuls asendens spesifik. Dari impuls aspesifik inilah yang memelihara dan menentukan

derajat kesadaran.

II.2 PATOFISIOLOGI

Koma disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh misalnya pada

gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan langsung atau tidak langsung

terhadap formatio retikularis di talamus, mesensefalon, atau pons. Secara anatomik, letak lesi

yang menyebabkan koma dapat dibagi sebagai berikut: supratentorial (15%), infratentorial

(15%), dan difus (70%).

Lesi Supratentorial

Pada lesi supratentorial, gangguan kesadaran akan terjadi baik oleh kerusakan

langsung pada jaringan otak atau akibat penggeseran dan kompresi pada ARAS karena

proses tersebut maupun oleh gangguan vaskularisasi dan edema yang diakibatkannya.

Proses ini menjalar secara radial dari lokasi lesi kemudian ke arah rostro kaudal

sepanjang batang otak. Gejala-gejala klinik akan timbul sesuai dengan perjalan proses

tersebut yang dimulai dengan gejala-gejala neurologik fokal sesuai dengan lokasi lesi.

Jika keadaan bertambah berat dapat timbul sindroma diensefalon, sindroma meseisefalon

bahkan sindroma pontomeduler dan deserebrasi.Oleh kenaikan tekanan intrakranial dapat

terjadi herniasi girus singuli di kolong falks serebri, herniasi transtentoril dan herniasi

unkus lobus temporalis melalui insisura tentorii.

Lesi infratentorial

Pada lesi infratentorial, gangguan kesadaran dapat terjadi karena kerusakan ARAS

baik oleh proses intrinsik pada batang otak maupun oleh proses ekstrinsik.

Gangguan difus (gangguan metabolik)

Pada penyakit metabolik, gangguan neurologik umumnya bilateral dan hampir selalu

simetrik. Selain itu gejala neurologiknya tidak dapat dilokalisir pada suatu susunan

anatomik tertentu pada susunan saraf pusat.

6

Page 7: TBR penurunan kesadaran EndahWarrozaPutri

II.2.A Koma kortikal-bihemisferik

Koma ini terjadi karena metabolisme neuronal kedua belah hemisfer yang

terganggu secara difus. Unsur fungsional utama neuron-neuron ialah kemampuan

untuk menghasilkan potensial aksi Gaya listrik inilah yang mewujudkan fenomen

perasa dan gerakan. Proses yang memelihara kehidupan neuron-neuron serta unsur-

unsur seluler otak ialah metabolisme oksidatif. Bahan yang diperlukan untuk

metabolisme oksidatif serebral ialah glukosa dan zat asam. Yang mengangkut glukosa

dan oksigen ke otak ialah aliran darah serebral. Semua proses yang menghalang-

halangi transportasi itu dapat menganggu dan akhirnya memusnahkan neuron-neuron

otak. Jika neuron-neuron kedua belah hemisfer tidak lagi berfungsi, maka akan terjadi

koma.

Otak bergantung pada aliran darah serebral yang kontinyu, oksigen, dan

glukosa. Besarnya aliran darah serebral kurang lebih 75 ml/100 gram/menit pada

substansia grisea dan 30 ml/100 gram/menit pada substansia alba (nilai rerata = 55

ml/100 gram/menit). Konsumsi okmgen adalah 3,5 ml/100gram/menit dan konsumsi

glukosa adalah 5 mg/100 gram/menit. Cadangan glukosa dalam otak memberikan

energi selama kurang lebih 2 menit setelah aliran darah terhenti dan kesadaran akan

hilang dalam waktu 8-10 detik. .lika keadaan hipoksia terjadi bersama dengan

iskemia, glukosa yang tersedia akan habis dengan cepat. Jika aliran darah serebral

rerata < 25 ml/100 gram/menit, hasil EEG akan terlihat melambat secara difus (ciri

khas untuk ensefalopati metabolik). dan pada nilai 15 ml/100 gram/menit, aktivitas

elektrik otak berhenti.

Dengan demikian oksigen dan glukosa memegang peranan sangat penting

dalam memelihara keutuhan kesadaran. Namun demikian, walaupun penyediaan

oksigen dan glukosa tidak terganggu, kesadaran individu dapat terganggu oleh adanya

gangguan asam basa, elektrolit, osmolalitas, ataupun defisiensi vitamin.

a. Hipoventilasi diperkirakan berhubungan dengan hipoksemia, hiperkapnia,

gangguan jantung kongestif, infeksi sistemik, serta kemampuan respiratorik

yang tidak efektif lagi. Munculnya gejala neurologis bergantung pada lamanya

kondisi hipoventilasi. Sebagai contoh, penderita dengan hiperkarbia kronis

tidak menunjukkan gejala neurologis dan penderita yang mengalami

hiperkarbia akut akan segera mengalami gangguan kesadaran sampai koma.

7

Page 8: TBR penurunan kesadaran EndahWarrozaPutri

b. Anoksia iskemik adalah suatu keadaan dimana darah masih cukup atau dapat

pula kurang cukup membawa oksigen tetapi ADO tidak cukup untuk

membawa darah ke otak. Penyakit yang mendasari biasanya menurunkan

curah jantung misalnya infark jantung, aritmia atau penyakit yang

meningkatkan resistensi vaskular serebral misalnya okluw arterial (stroke) atau

spasme.

c. Anoksia anoksik merupakan gambaran tidak cukupnya oksigen masuk ke

dalam darah. Dengan demikian baik isi maupun tekanan oksigen dalam darah

menurun. Keadaan ini terdapat pada tekanan oksigen lingkungan rendah atau

oleh ketidakmampuan oksigen untuk mencapai dan menembus membran

alveoli.

d. Anoksia anemik disebabkan oleh jumlah hemoglobin yang mengikat dan

membawa oksigen dalam darah menurun, sementara oksigen yang masuk ke

dalam darah cukup. Keadaan ini terdapat pada anemia maupun keracunan

karbon monoksida.

e. Hipoksia atau iskemia difus akut disebabkan oleh dua keadaan ialah kadar

oksigen dalam darah menurun cepat sekali atau ADO menurun secara

mendadak. Penyebab utamanya antara lain obstruksi jalan nafas clan keadaan

yang menyebabkan menurunnya curah jantung secara mendadak.

f. Gangguan metabolisme karbohidrat meliputi hiperglikemia, hipoglikemia,

clan asidosis lakat. Diabetes melitus (DM) tidak menganggu otak secara

langsung. Delirium, stupor, koma biasanya merupakan gejala DM pada tahap

tertentu.Penyebab potensial koma pada DM cukup bervariasi antara lain

hiperosmolaritas, asidosis laktat, hiponatremia, uremia, dan infark otak.

g. Gangguun keseimbangun usum basa meliputi asidosis respiratorik clan

metabolik serta alkalosis respvratorik clan metabolik. Dari empat jenis

gangguan asam basa tadi, hanya asidosis respiratorik yang bertindak sebagai

penyebab langsung timbulnya stupor dan koma.

h. Koma hepatik. Meningkatnya kadar amoniak dalam darah di otak dianggap

sebagai faktor utama terjadinya koma hepatik.

i. Defisiensi vitamin B sering kali mengakibatkan delirium, demensia, dna

mungkin pula stupor. Defisicnsi tiamin dianggap yang paling serius dalam

diagnosis banding koma. Detisiensi tiamin menimbulkan penyakit Wernicke,

8

Page 9: TBR penurunan kesadaran EndahWarrozaPutri

suatu kompleks gejala yang disebabkan oleh kerusakan neuron clan vaskulae

di substansia grisea.

Gejala koma bihemisferik ditus bersifat kombinasi yaitu, di satu pihak koma

supra dan infratentorial dan di lain fihak koma bihemisferik difus. Pada koma supra

dan infratentorial terdapat gambaran penyakit dimana gejala defisit atau iritatif

neurologik dapat dijumpai. Gejala tersebut bisa disertai gangguan kualitas kesadaran

yang keseluruhannya dinamkan "organik brain syndrome".

II.2.B Koma Diensefalik

Koma akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formatio retikularis di daerah

mesensefalon clan diensefalon distbut koma diensefalik. Secara anatomik, koma

diensefalik dibagi menjadi dua bagian utama ialah koma akibat lesi supratentorial dan

lesi infratentorial.

II.2.C Koma supratentorial.

Semua proses supratentorial yang dapat mengakibatkan destruksi dan

kompresi pada substailsia retikularis akan menimbulkni koma. Destruksi dalam arti

destruksi morfologis dapat terjadi akibat perdarahan atau infiltrasi tumor ganas.

Destruksi dalam arti destruksi biokimia dijumpai pada meningitis. Dan kompresi yang

tersebut di atas disebabkan oleh proses desak ruang, baik berupa hematoma ataupun

neoplasma.

Koma supratentorial akibat proses desak ruang menunjukkan tahap progresi

yang sesuai dengan gangguan di tingkat diensefalon, mesensefalon, pons, dan medula

oblongata. Proses desak ruang supratentorial yang bisa menimbulkan koma

supratentorial dibagi dalam tiga golongan:

1. proses desak ruang yang meningkatkan tekanan intrakranial supratentorial

secara akut

2. lesi yang menimbulkan sindroma unkus

3. lesi yang menimbulkan sindroma kompresi rostro kaudal terhadap batang

otak

Tekanan Intrakranium supratentorial yang mendadak tinggi dapat dijumpai

jika terdapat perdarahan epidural atau hemoragia serebri yang massif. Ditandai

9

Page 10: TBR penurunan kesadaran EndahWarrozaPutri

dengan tekanan darah yang tiba-tiba melonjak, nadi menjadi lambat, dan kesadaran

menurun secara progresif. Trias ini dikenal sebagai sindroma Kocher-Cushing.

Gambar 1.A. Kedudukan batang otak normal

B. Kedudukan batang otak yang terdesak ke bawah.

Arteri serebeli posterior tertarik ke bawah dan menekan N. III

Sindroma unkus dikenal juga sebagai sindroma kompresi diensefalon ke

lateral. Karena desakan itu, bukannya diensefalon yang pertama-tama mengalami

gangguan, melainkan bagian ventral dari nervus okulomotorik. Maka dari itu, gejala

yang pertama akan dijumpai bukannya gangguan kesadaran akan tetapi dilatasi pupil

kontralateral. Anisokor ini merupakan suatu tanda bahwa herniasi tentorial kelak akan

terjadi. Yang dimaksud herniasi tentorial adalah terjepitnya diensefalon oleh

tentorium. Pupil yang melebar itu mencerminkan penekanan terhadap nervus

okulomotorik dari bawah oleh arteria serebeli superior karena pergeseran diensefalon

ke arah garis tengah dan bawah (gambar 1). Tahap selanjutnya ialah tahap

kelumpuhan nervus okulomotorik mtalis, progresi ini bisa terjadi cepat sekali.

Proses desak ruang supratentorial secara berangsur-angsur dapat menimbulkan

kompresi terhadap bagian rostral batang otak. Proses tersebut digambarkan pada

gambar 2. Pada tahap dini dari kompresi rostro kaudal terhadap batang otak akan

didapati (1) respirasi jenis cheyne vrokes, (2) pupil kedua sisi sempit sekali, (3)

kedua bola mata bergerak perlahan-lahan secara konjugat ke samping kin kanan.

Dengan memutarkan kepala, gerakan bola mata tidak bertujuan. Itulah gejala-gejala

tahap diensefalon. Pada tahap kompresi rostro kaudal selanjutnya (1) kesadaran

menurun sampai derajat terendah, (2) suhu badan mulai menngkat, (3) respirasi

10

Page 11: TBR penurunan kesadaran EndahWarrozaPutri

menjadi cepat dan mendengkur, (4) pupil menjadv lebar dan tidak bereaksi terhadap

cahaya. Itulah gejala-gejala tahap mesensefalon. fahap selanjutnya adalah tahap

pontin, dimana hiperventilasi berselingan dengan apnue dan deserebrasi akan

dijumpai. Tahap tertninalnya dinamakan tahap medula oblongata. Pernafasan menjadi

lambat namun dalam dan tidak teratur. Nadi menjadi lambat dan tekanan darah

menurun secara progresif.

Gambar 2. A. Kedudukan bangunan supra dan infratentorial yang normal

B. Desakan tumor yang menimbulkan (1) herniasi singuli

(2) herniasi unkus (3) kompresi rostrokaudal batang otak

Koma infratentorial. Adapun dua macam proses patologik di dalam ruang

infratentorial yang dapat menimbulkan koma yaitu, proses di luar batang otak yang

mendesak sistem retikularis, dan yang kedua merupakan proses di dalam batang otak

yang secara langsung mendesak dan merusak sistem retikularis batang otak. Kompresi

yang terjadi di dalam batang otak dapat menimbulkan koma dengan cara sebagai

berikut (i) penekanan langsung terhadap tegmentum mesensefalon (formatio

retikularis), (ii) herniasi serebelum dan batang otak ke rostral melewati tentorium

serebeli yang kemudian menekan tormatio retikularis di mesensefalon, dan (iii)

herniasi tonsilo serebelum ke baw ah melalui foramen magnum dan sekaligus

menekan medula oblongata.

Secara klinis tiga proses tadi sulit untuk dibedakan. Walaupun demikian

apabila didapatkan gejala gangguan pupil, pernafasan, okuler, dan tekanan darah

menandakan terlihatnya tegmentum mesensefalon, pons, medula oblongata. Penyebab

11

Page 12: TBR penurunan kesadaran EndahWarrozaPutri

lesi infratentorial biasanya GPDO di batang otak atau serebelum, neoplasma, abses

atau edema otak.

II.3 PENEGAKKAN DIAGNOSIS

Diagnosis dan penanganan segera keadaan koma tergantung pada pemahaman

terhadap jurang-jurang perangkap dalam pemeriksaan pasien yang koma, interpretasi

berbagai reflek batang otak dan penggunaan berbagai tes diagnostik secara efisien.

Permasalahan respirasi dan kardiovaskuler yang akut harus dihadapi dahulu sebelum

diagnosis neurologik ditegakkan. Evaluasi medik yang lengkap dapat ditunda kecuali

pemeriksaan untuk tanda vital, funduskopi, dan pemeriksaan kaku kuduk hingga evaluasi

neurologi dapat menentukan keparahan sebab koma.

Riwayat Medis. Pada banyak kasus, penyebab koma segera terlihat dengan jelas

(misalnya trauma, henti jantung, dan penggunaan obat yang sudah diketahui). Anamnesis

kepada keluarga dan orang yang menyaksikan kejadian tersebut merupakan bagian penting

dalam evaluasi pendahuluan. Pemeriksaan jasmani dan pengamatan umum. Temperatur,

denyut nadi, frekuensi serta corak respirasi dan tekanan darah harus diukur. Hipotermia akan

menimbulkan koma hanya bila suhu tubuh dibawah 31' C.

Perubahan frekuensi denyut nadi yang disertai hiperventilasi dan hipertensi dapat

menandakan peningkatan tekanan intrakranial. Hipotensi terjadi pada keadaan koma akibat

intoksikasi alkohol, perdarahan internal, infark miokard, dan septikemia. Pemeriksaan

funduskopi berguna untuk mendeteksi kemungkinan perdarahan subarakhnoid, ensefalopati

hipertensif (eksudat, hemoragi, gambaran pembuluh darah yang saling menyilang), dan

peningkatan tekanan intrakranial (papiledema).

Penilaian neurologi umum. Uraian yang tepat mengenai gerakan yang spontan

dan yang dicetuskan dalam keadaan koma sangat penting artinya dalam menentukan

tingkat disfungsi neurologik. Pertama-tama, keadaan pasien harus diamatai tanpa

intervensi pemeriksa. Sifat respirasi dan gerakan spontan diobservasi. Pasien yang

bergerak-gerak, berusaha memegang wajahnya, menguap, menelan, batuk-batuk atau

merintih menunjukkan keadaan yang paling mendekati kesadaran. Satu-satunya tanda

kejang dapat berupa kedutan pada otot-otot kaki, jari tangan, atau wajah. Sebuah

12

Page 13: TBR penurunan kesadaran EndahWarrozaPutri

tungkai yang terputar keluar dalam keadaan diam/istirahat atau kurangnya gerakan

gelisah pada satu sisi tubuh menunj ukkan kemungkinan hemiparesis.

Refleks batang otak . Penilaian fungsi batang otak sangat penting untuk

menentukan lokasi lesi penyebab koma. Refleks yang dinilai biasanya reaksi pupil

terhadap cahaya, gerakan bola mata baik spontan maupun yang dicetuskan, dan pola

respirasi.

Gerakan bola mata merupakan landasan kedua bagi diagnosis fisik dalam

keadaan koma karena pemeriksaan ini memungkinkan dokter untuk mengeksplorasi

bagian terbesar daerah rostrokaudal mesensefalon. Kedua belah mata pertama-tatna

diperiksa dengan mengangkat palpebra dan memperhatikan posisinya dalam keadaan

diam serta gerakan spontan bola mata. Mata yang adduksi ketika diam menunjukkan

paresis rektus lateralis yang disebabkan lesi nervus kranialis keenam, dan jika terjadi

bilateral, keadaan ini sering menjadi tanda kenaikan tekanan intrakranial. Mata yang

abduksi ketika diam serta sering disertai dengan pelebaran pupil ipsilateral

menunjukkan paresis rektus medialis yang disebabkan oleh paresis nervus kranialis

ketiga.

Pola respirasi telah mendapatkan perhatian sangat besar dalam penegakan

diagnosis penyebab koma tetapi nilainya dalam menentukan lokasi lesi tidak

konsisten. Pernapasan yang dangkal dan lambat tetapi masih teratur dan tepat waktu

menunjukkan adanya depresi akibat kelainan metabolik atau pemakaian obat.

Pernapasan yang cepat dan dalam (Kussmaul) biasanya menunjukkan asidosis

metabolik. Pernapasan Cheyne-Stokes dalam bentuk siklik yang klasik dan berakhir

dengan periode apnea yang singkat menandakan kerusakan ringan bihemisfer atau

supresi metabolik dan sering menyertai keadaan koma yang ringan.

Diagnosis koma tidak berbeda dengan kasus-kasus lainnya yaitu melalui urut-urutan

anamnesis, pemeriksaan fisik-neurologik, dan pemeriksaan penunjang. Perbedaannya pada

tuntutan kecepatan berpikir dan bertindak.

Anamnesis terpaksa dilakukan terhadap keluarga atau siapa saja yang mengantar

penderita (heteroanamnesis). Anamnesis harus sistematik dan cermat. Untuk anamnesis dapat

dipakai model SEMENITE. Penyakit atau keadaan yang mendahului penurunan kesadaran

perlu ditanyakan secara cermat, demikian pula halnya keadaan klinik tertentu yang muncul

bersamaan dengan terjadinya proses penurunan kesadaran. Awitan atau onset penurunan

13

Page 14: TBR penurunan kesadaran EndahWarrozaPutri

kesadaran dapat dijadikan petunjuk untuk memperkirakan penyebabnya. Awitan yang sangat

akut (abrupt) menunjuk ke arah GPDO dan awitan yang akut menunjukkan kemungkinan

adanya GPDO, ensephalitis, hidrosefalus, obstruktif akut atau pasca trauma kapitis.

Sementara itu, awitan sub akut atau bertahap pada umumnya terjadi pada gangguan

metabolik, edema otak, neoplasma atau abses.

Pemeriksaan Medis meliputi pemeriksaan fisik dan neurologis. Tanda vital harus

diperiksa dan dievaluasi. Dari tanda-tanda vital harus dipikirkan kemungkinan adanya

tekanan intrakranial yang meningkat mendadak, herniasi otak, gangguan fungsi jantung dan

paru.

Kedalaman penurunan kesadaran dapat dinilai kuantitatif. Secara kualitatif, dikenal

beberapa istilah yang klinik yaitu: kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, semi koma,

dan koma. Sementara itu, secara kuantitatif dengan menggunakan Glascow Coma Scale

(GCS). Namun demikian, GCS tidak dapat digunakan secara konsisten pada keadaan tertentu

seperti afasia, terpasangnya endotrucheal tube, tetraplegia, oftalmoplegia bilateral. Rincian

skala GCS dapat dilihat pada tabel 1.

secara kualitatif atau masih tetap dipakai untuk penurunan kesadaran

Tabel 1. Glascow Coma Scale

Eye Opening Response (E)Spontan membuka mata 4 Membuka mata dengan rangsang suara 3 Membuka mata dengan rangsangan nyeri 2

poinTidak ada respon 1

poinRespon Verbal (V)Baik dan tidak ada disorientasi 5 Mampu membentuk kalimat namun ada disorientasi 4

poinMampu membentuk kata namun ada disorientasi 3

poinTidak mampu mengucapkan kata-Lata (erangan) 2 Tidak ada respon 1

poinRespon Motorik (M)Spontan sesuai dengan perintah 6 Reaksi menapis rangsang 5 Reaksi menghindari rangsang 4

poinReaksi fleksi (dekortikasi) 3 Reaksi ekstensi (deserebrasi) 2

poinTidak ada reaksi 1

poin

Skala dihitung dengan cara penjumlahan semua nilai respon.

E + M + V = 3 sampai dengan 15 merupakan asesmen tingkat kategori ketidaksadaran

14

Page 15: TBR penurunan kesadaran EndahWarrozaPutri

Penjumlahan nilai respon pasien, yang terbagi menjadi:

Ringan : 13 - 15 poin

Moderat: 9 - 12 poin

Berat : 3 - 8 poin

Koma : < 8 poin

Pemeriksaan laboratorium ada yang bersifat segera (cito) dan terencana.

Secara umum, pemeriksaan darah sehubungan dengan koma meliputi pemeriksaan

rutin lengkap, kadar glukosa darah. elektrolit, fungsi ginjal dan hepar, dan analisa

gas darah. Pada kasus tertentu (meningitis, ensephalitis, perdarahan subarakhnoid)

dilakukan punksi lumbal dan kemudian dilakukan analisis cairan serebrospinal.

II.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Ada empat jenis pemeriksaan penunjang yang paling sering digunakan dalam

menegakkan diagnosis penyebab koma, yaitu pemeriksaan kimia toksikologi terhadap darah

dan urine, pemeriksaan CT-scan atau MRI, EEG, dan pemeriksaan cairan serebrospinalis.

a. Analisis toksikologi mempunyai arti penting dalam kasus koma dengan etiologik

yang tidak bisa diketahui dengan segera. Namun demikian, adanya obat dari luar

atau pun toksin, khususnya alkohol, tidak menjamin bahwa faktor-faktor lain,

khususnya trauma kepala turut menyebabkan keadaan klinis tersebut.

b. Pandangan bahwa hasil CT scan yang normal menyingkirkan kemungkinan lesi

anatomik sebagai penyebab koma merupakan pandangan yang keliru. Infark

hemisfer bilateral yang dini, lesi kecil pada batang otak, ensefalitis, ruptur

mekanis selubung akson sebagai akibat trauma kepala tertutup, memiliki densitas

yang sama dengan jaringan otak. Walaupun begitu, pada pasien koma dengan

etiologik yang tidak diketahui, pemeriksaan dengan CT scan harus dilakukan

secara awal sebagai bagian dari evaluasi klinis. Pada kasus-kasus dengan

etiologik yang tampak jelas secara klinis, hasil CT scan akan memastikan

diagnosisnya dan menentukan luas lesi.

c. Dengan semakin tersedianya MRI di rumah sakit dan mengingat penggunaannya

yang praktis pada pasien koma, sebagian keadaan anatomik yang menyebabkan

koma dan tidak terlihat jelas pada CT scan, akan lebih mudah dikenali. EEG jarang

memiliki makna diagnostik untuk kasus-kasus koma, kecuali pada beberapa

15

Page 16: TBR penurunan kesadaran EndahWarrozaPutri

keadaan koma yang terladi akibat serangan epilepsi yang tidak dikenali secara

klinis.

d. Punksi lumbal kini digunakan secara lebih bijaksanan dibandingkan aebelumnya

karena dengan pemeriksaan CT scan saja kemungkinan perdarahan irrtraserebral

dan perdarahan subarachnoid sudah dapat disingkirkan. Penggunaan punksi lumbal

untuk kasus-kasua koma hanya terbatas pada penegakan diagnosis meningitis-

ensefalitis, dan pada kasus dengan hasil CT scan yang normal sementara penvebab

koma tidak jelas. Punksi lumbal tidak boleh ditunda jika meningitis merupakan

kemungkinan klinis yang kuat.

II.5 PENATALAKSANAAN EMERGENSI

Tatalaksana pasien koma meliputi 3 (tiga) hal yaitu life saving, terapi spesifik, dan

perawatan umum. Tujuan utama dalam menangani koma yang akut adalah pencegahan

terhadap kemungkinan kerusakan SSP yang lebih lanjut.

Life saving:

Tindakan ini berpedoman pada prinsip 5B yaitu breath, blood, brain, bladder,

bowel. uraian kelima komponen tadi ialah sebagai berikut:

a. Breath berarti membebaskan dan membersihkan jalan napas agar kebutuhan

otak akan oksigen tetap tercukupi. Usahakanlah agar penderita dalam posisi

miring, dengan kepala penderita dalam posisi sedikit tengadah dan lebih rendah

daripada badan. Pastikan bahwa jalan nafas sudah bebas dan bersih. Apabila ada

tanda-tanda kesulitan atau gagal nafas maka pasanglah intubasi (endotracheal

tube) atau bahkan dapat dilakukan trakeostomi.

b. Blood berarti memelihara sirkulasi darah secara umum dan menjada perfusi

darah ke otak agar selalu cukup. Hal ini meliputi pemantauan tekanan darah,

jantung, komponen darah dan bahan lain yang tidak termasuk komponen darah.

Sudah menjadi aturan rutin. setiap kali merawat pasien koma dilakukan

pemasangan infus larutan garam fisiologik. Teknik pemeriksaan tekanan darah

hendaknya diperhatikan secara seksama. Penurunan tekanan darah harus

dilakukan hati-hati agar tidak terjadi penurunan ADO yang mendadak terutama

pada kasus GPDO. Tekanan darah perlu diturunkan apabila tekanan diastolik >

16

Page 17: TBR penurunan kesadaran EndahWarrozaPutri

130 mmHg dan atau tekanan darah sistolik > 200 mmHg. Keadaan jantung perlu

diperiksa secara teiiti dan dilengkapi dengan pemeriksaan EKG.

c. Brain berarti menjaga fungsi otak secara optimal yang meliputi ADO,

kebutuhan oksigen dan glukosa. Waspadailah tanda dan gejala yang dapat

mengganggu fungsi otak misalnya kejang dan hiperpireksia. Apabila terjadi

kejang terus-menerus, berilah diazepam 10 mg intravena dan dapat diulang tiap

15-30 menit, dibutuhkan pengawasan ketat pernafasan penderita. Herniasi otak

merupakan keadaan yang angat gawat dan memerlukan tindakan cepat.

Dexametason dapat diberikan dalam dosis tinggi (20-40 mg) secara intravena

kemudian diturunkan secara bertahap dengan interval 6 jam. Apabila tekanan

darah tidak merendah dapat dipertimbangkan pemberian furosemid 0,5-1

gr/kgBB.

d. Bladder berarti menjaga fungsi vesika urinaria secara optimal. Apabila terpaksa

dapat dipasang dauer catheher dan kateter tersebut hendaknya diganti setiap 3-

4 hari. Urin yang keluar ditampung selama 24 jam untuk menghitung

keseimbangan cairan dan elektrolit. Ambillah contoh uri untuk pemeriksaan

laboratorium sesuai dengan mdikasinya.

e. Bowel berarti memperhatikan nutrisi dan fungsi usus. Pada tiga hari pertama

kebutuhan nutrisi dapat dicukupi dengan pemberian infus.

Secara ringkas tindakan pertama terhadap penderita koma adalah sebagai berikut:

1. Pemberian oksigen

2. Mempertahankan sirkulasi darah secara optimal

3. Pemberian glukosa

4. Penurunan tekanan intracranial

5. Penghentian segera setiap tindakan kejang

6. Mengobati setiap infeksi yang ada

7. Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit

8. Mengawasi dan mempertahankan suhu tubuh normal

9. Pemberian tiamin

10. Pertimbangkan antidotum spesifik

11. Pengontrolan setiap agitasi

17

Page 18: TBR penurunan kesadaran EndahWarrozaPutri

Terapi Spesifik:

a. Hipoglikemia: Glukosa intravena yang telah diberikan akan mengatasi koma

hipoglikemia kecuali bila terjadi kerusakan otak ireversibel. Catatan: hati-hati

terhadap kemungkinan terjadinya hipoglikemia kembali akibat insulin kerja

lama atau obat-obatan hipoglikemia per oral. Diperlukan pemberian glukosa

ulangan.

b. Dosis Opiat Berlebihan: Abnormalitas yang terjadi segera diatasi dengan

pemberian Nalokson. Catatan: gejala-gejala intoksikasi opiat dapat timbul

kembali bila penderita menggunakan obat kerja lama (misalnya metadon),

karena waktu paruh nalokson dalam serum pendek. Ulangi pemberiannya bila

diperlukan.

c. Ensefalopati Wernicke: Pemberian Tiamin dengan segera biasanya akan

mengatasi beberapa tanda abnormalitas. Ulangi pemberian Tiamin setiap hari

hingga penderita dapat menerima diet normal.

d. Hipoksia atau Hiperkapnia: Hipoksia atau hiperkapnia berat dapat tampak

koma. Umumnya, sebelum terjadi koma PC02 harus meningkat secara akut

hingga >80 mmHg dan P02 harus turun hingga <40 mmHg. Berikan segera

ventilasi buatan disertai suplementasi oksigen bila pemeriksaan kadar gas darah

menunjukkan hasil yang mengancam jiwa (PC02 > 60 mmHg dan PO2 < 60

mmHg), peningkatan kadar PC02 tidak perlu segera dikoreksi.

e. Kejang-Kejang Aktif: Pemberian diazepam, 5-10 mg bolus intravena selama 2-3

menit, dilanjutkan dengan fenitoin, 50 mg/menit (hanya dalam cairan NaCI

fisiologis) hingga dosis total dewasa sekitar 15-18 mg/kg (1 gram untuk dewasa

normal), hal ini adalah obat pilihan untuk status epileptikus. Pemberian

diazepam dilakukan hanya bila kejang-kejang sedang berlangsung atau kejang-

kejang berulang dan selama selang waktu terjadinya kejang penderita tidak

pernah sadar. Pada keadaan koma, aktivitas motoris fokal kontinu atau

berulang-ulang seperti pergerakan tungkai, lengan sesisi, wajah, membuktikan

terjadinya status epileptikus.

f. Hipotermi atau Hipertermi: Suhu tubuh di atas 41-42°C atau di bawah 32°C

dapat menyebabkan koma. Pada keadaan khusus, hipertermi dapat

menyebabkan perlukaan otak yang cepat, ireversibel serta memerlukan

18

Page 19: TBR penurunan kesadaran EndahWarrozaPutri

penanganan segera. Bila suhu tubuh 41°C atau lebih, lepaskan pakaian

penderita, kompres air dingin disertai hembusan udara melalui kipas angin.

II.6 PROGNOSIS

Prognosis koma bergantung pada banyak faktor yaitu: penyebab, situasi klinik pada

saat pertama kali ditangani, kecepatan tindakan, kelengkapan fasilitas, penyulit yang muncul,

dan kemampuan dokter dan perawat yang menangani.

19

Page 20: TBR penurunan kesadaran EndahWarrozaPutri

BAB III

KESIMPULAN

Dalam bidang neurologi, koma merupakan kegawat daruratan medik yang paling

sering dijumpai. Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan-kemungkinan

penyebab koma, model berikut ini dipergunakan di klinik, SEMENITE yaitu: Sirkulasi,

Ensefalitis, Metabolik, Elektrolit, Neoplasma, Intoksikasi, Trauma, Epilepsi. Mengrngat

faktor penyebab koma yang begitu banyak maka penanganan penderita pada tingkat pertama

akan sangat menentukan prognosisnya.

Untuk mempertahankan fungsi kesadaran yang baik, perlu interaksi yang konstan dan

efektif antara hemisfer serebri danformasio retikularis di batang otak. Penyebab gangguan

kesadaran ialah multi faktorial dengan proses patologis yang berlokasi supratentorial,

infratentorial ataupun difus dalam susunan saraf pusat.

Tatalaksana pasien koma meliputi 3 (tiga) hal yaitu life saving, terapi spesifik, dan

perawatan umum. Tindakan life suling berpedoman pada prinsip SB yaitu breath, blood,

brain, bladder, bowel.

20

Page 21: TBR penurunan kesadaran EndahWarrozaPutri

DAFTAR PUSTAKA

1. Howard L. Weiner. Buku Saku Neurologi. 5th ed. Jakarta: EGC, 2001: 61-68 5.

2. Kurt J. Isselbacher. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. 13th ed. Jakarta: EGC, 1999:

171-79.

3. Martin M.et all. 2010. Willful Modulation of Brain Activity in Disorders of

Consciousness. The New England Journal of Medicine

4. Mahar M. Priguna S. Neurologi Klinis Dasar. 10th ed. Jakarta: Dian Rakyat, 2004:

184-199.

5. Roger P. Simon. Seri Diagnosis dan Pengobatan Koma, Sinkop, Kejang dan Penyebab

Lain Kehilangan Kesadaran. 2nd ed. Jakarta: EGC, 1992: 1-10

6. Saharso. Darto, Achmad Y,Erny. 2005. Pemeriksaan Neurologis Pada Anak.

Lokakarya Tumbuh Kembangan Anak. Divisi Neuropediatrik FK UNAIR. 3-4

7. Physician Desk Refference. 2009. Disorders of Consciousness.Available at.

www.pdrhealth.com. Accesed mei 15th 2010.

21