lp jiwa
DESCRIPTION
jiwaTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN DEPARTEMEN JIWA
Disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan profesi
Oleh:
Asri Puji Lestari
NIM 0910720024
Kelompok 3
JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2013
LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL
I. KasusIsolasi sosial : Menarik diri
II. Proses Terjadinya MasalahA. Definisi Isolasi Sosial
Isolasi sosial adalah kondisi ketika individu atau kelompok mengalami atau
merasakan kebutuhan, atau keinginan untuk lebih terlibat dalam aktivitas
bersama orang lain tetapi tidak mampu mewujudkannya (Carpenito, 2009).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain di sekitarnya (Yosep, 2010).
Isolasi sosial adalah kegagalan individu dalam melakukan interaksi dengan
orang lain yang disebabkan oleh pikiran negatif atau mengancam (Wiyati,
dkk., 2010).
B. Rentang Respon Sosial
Rentang respon sosial
Respon adaptif
Adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma social dan
kebudayaan secara umum serta masih dalam batas normal dalam
menyelesaikan masalah.
Respon maladaptifRespon adaptif
- Menyendiri
- Otonomi
- Bekerjasama
- Saling
ketergantungan
- Manipulasi
- Impulsive
- Narcisisisme
- Merasa sendiri
- Menarik diri
- Tergantung
o Menyendiri
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan
apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara
mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya.
o Otonomi
Kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-
ide, pikiran, perasaan, dalam hubungaan sosial.
o Bekerjasama
Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu
tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
o Saling Ketergantungan
Merupakan kondisi saling ketergantungan antara individu dengan
orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
Transisi dari respon adaptif ke maladaptive
o Menarik diri
Keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina
hubungan secara terbuka dengan orang lain
o Ketergantungan
Terjadi bila seseorang gaagl dalam mengembangkan rasa percaya
diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
Respon maladaptive
Adalah respons yang diberikan individu yang menyimpang dari norma
social.
o Manipulasi
Gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang
menganggap orang lain sebagai objek.individu tersebut terdapat
membina hubungan sosial secara mendalam.
o Impulsif
Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, penilaian yang buruk dan individu ini tidak dapat
diandalkan.
o Narcisisme
Harga dirinya rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian yang egosentris dan pencemburu
C. Psikopatologi
Berdasarkan model stress dan adaptasi
Faktor Predisposisi
`
Stressor Presipitasi
Penilaian Terhadap Stressor dx
Sumber Koping
Mekanisme Koping
Rentang Respon Koping Respon Adaptif Respon Maladaptif
Biologis Psikologis Sosial budaya
Akibat adanya gangguan pada otak, misalnya pada klien dengan skizofrenia
keterkaitannya dengan hubungan klien dengan teman, keluarga, dan masyarakat lain yang kurang baik
Kurangnya sumber pendukung social, menambah stress individu.
Klien merasa Tuhan se-dang melupa kannya di saat klien mendapat mslh yg berat
Fisiologis :Terjadi penurunan re-fleks dan tidak spontan pd systemneuromuskuler.Penurunan nafsu makan, kurangnya nutrisi, serta retensi feses pada sistem gastrointestinalTerjadi retensi urine pada saluran kemih.
Perilaku :Komunikasi verbal berkurang atauhilang sepenuhnya.Kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.Penurunan aktifitas.Perubahan postur tubuh.
Kognitif :Produktifits menurunBingungObyektifitas menghilang
Afektif : Rendah diriApatis
Sosial :Menarik diriMenghindar
Aset materi dapat dilihat dari ada tidaknya modal eko-nomi yang dimiliki klien
Kemampuan personal merupakan suatu keterampilan yang dimiliki klien
dukungan sosial, dukungan emosi-onal dan bantuan yang didapatkan untuk penyelesaian tugas.
Reaksi yang berorientasi pada tugas (Task Oriented Reaction).
Mekanisme pertahanan Ego (Ego Oriented Reaction)
muncul akibat adanya gangguan pemenuhan tugas perkembangan saat ini maupun sebelumnya
Keyakinan positif merupakan teknik pertahanan dan motivasi klien
1. Faktor Predisposisi (Stuart & Sundeen, 1998)
a. Faktor biologis
Faktor biologis merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat
mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak.
Misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam
hubungan sosial, memiliki struktur yang abnormal pada otak serta
perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbik dan daerah
kortikal (Fitria, 2009).
b. Psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji adalah Riwayat tahap tumbuh
kembang klien. Pada setiap tahap tumbuh kembang individu
terdapat tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi
gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas perkembangan ini
tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial
yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
Tahap Perkembangan Tugas
Masa Bayi Menetapkan rasa percaya
Masa BermainMengembangkan otonomi dan awal perilaku
mandiri
Masa PrasekolahBelajar menunjukkan inisiatif, rasa tanggung jawab
dan hati nurani
Masa SekolahBelajar berkompetisi, bekerjasama dan
berkompromi
Masa PraremajaMenjalin hubungan intim dengan teman sesama
jenis kelamin
Masa RemajaMenjadi intim dengan teman lawan jenis atau
bergantung pada orang tua
Masa Dewasa Muda
Menjadi saling bergantung antara orangtua dan
teman, mencari pasangan, menikah dan
mempunyai anak.
Masa Tengah BayaBelajar menerima hasil kehidupan yang sudah
dilalui
Masa Dewasa TuaBerduka karena kehilangan dan mengembangkan
perasaan keterikatan dengan budaya
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial
merupakan suatu faktor pendukung untuk terjadinya gangguan
dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang
dianut oleh keluarga yang salah, dimana setiap anggota keluarga
yang produktif diasingkan dari lingkungan.
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
untuk terjadinya gangguan dalam hubungan sosial termasuk
komunikasi yang tidak jelas, ekspresi emosi yang tinggi dalam
keluarga, pola asuh keluarga yang tidak menganjurkan anggota
keluarga untuk berhubungan di luar lingkungannya
2. Faktor Presipitasi (Stuart, 2001)
a. Sifat stressor
a) Biologis
Isolasi sosial yang bersifat biologis misalnya isolasi sosial yang
diakibatkan adanya gangguan pada otak, misalnya pada klien
dengan skizofrenia
b) Psikologis
Isolasi sosial yang bersifat psikologis mungkin dapat muncul
akibat adanya gangguan pemenuhan tugas perkembangan saat
ini maupun sebelumnya
c) Sosial
Isolasi sosial yang bersifat sosial berarti ada keterkaitannya
dengan hubungan klien dengan teman, keluarga, dan
masyarakat lain. Misalnya pada pasien HIV yang merasa tidak
akan diterima keluarga dan masyarakat, sehingga ia memilih
untuk mengasingkan diri dari lingkungan
d) Spiritual
Bersifat spritual dapat muncul pada klien yang merasa Tuhan
sedang melupakannya disaat klien mendapat masalah yang
berat (Fitria, 2009)
b. Asal stressor
a) Ekstrenal : Stressor sosiokultural
Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit
keluarga dan berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena
dirawat di rumah sakit.
b) Internal : Stressor psikologis
Ansietas yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan
ansietas tingkat tinggi.
c. Waktu
Perlu dikaji lama dan frekuensi klien mengalami isolasi sosial
d. Jumlah
Kuantitas isolasi sosial yang dialami klien dalam satu periode
3. Penilaian terhadap stressor
a. Perilaku
- Komunikasi verbal berkurang auat hilang sepenuhnya
- Kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
- Penurunan aktivitas
- Perubahan postur tubuh
b. Sosial
- Menarik diri
- Menghindar
c. Kognitif
- Produktivitas menurun
- Bingung
- Objektivitas menghilang
d. Afektif
- Rendah diri
- Apatis
e. Fisiologis
- Terjadi penurunan refleks dan tidak spontan terhadap sistem
neuromuskular
- Penurunan nafsu makan, kurangnya nutrisi, serta retensi feses
pada sistem GI
- Terjadi retensi urine pada saluran kemih
4. Sumber koping
a. Kemampuan personal
merupakan suatu keterampilan yang dimiliki klien
b. Aset materi
Aset materi dapat dilihat dari ada tidaknya modal ekonomi yang
dimiliki klien
c. Keyakinan positif
merupakan teknik pertahanan dan motivasi klien
d. Dukungan sosial
dukungan sosial, dukungan emosional dan bantuan yang didapatkan
untuk penyelesaian tugas
5. Mekanisme koping
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas (Task oriented reaction)
Merupakan pemecahan masalah secara sadar yang digunakan
untuk menanggulangi ancaman stressor yang ada secara realistis,
yaitu: perilaku menyerang, menarik diri dan kompromi
b. Mekanisme pertahanan ego (Ego oriented reaction)
Mekanisme ini digunakan untuk melindungi diri dan dilakukan secara
sadar atau tidak sadar untuk mempertahankan keseimbangan.
Misalnya rasionalisasi, kompensasi, disosiasi, isolasi dan lain-lain
III. Pohon Masalah
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
Isolasi sosial : Menarik diri
Harga diri rendah kronis
IV. Data yang Perlu Dikaji / DitambahkanData Subjektif
klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak orang lain
klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
respon verbal kurang dan amat singkat
klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
klien merasa tidak berguna
klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
klien merasa ditolak
Data Objektif
klien diam dan tidak mau bicara
tidak mengikuti kegiatan
banyak berdiam diri di kamar
menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan yang terdekat
klien tampak sedih, ekspresi wajah dangkal
kontak mata kurang
kurang spontan
apatis
ekspresi wajah kurang berseri
mengisolasi diri
postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi
tidur)
V. Diagnosa KeperawatanIsolasi sosial : menarik diri
VI. Rencana Tindakan Keperawatan
TglNo.
Dx
Diagnosa
KeperawatanTujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1 Isolasi sosial:
menarik diri
Umum:
Klien dapat berhub dg
orang lain secara bertahap
Khusus:
1. klien dapat membina
hub saling percaya
Setelah 3 kali pertemuan
klien dapat menunjukkan
ekspresi wajah bersahabat,
menunjukkan rasa senang,
ada kontak mata, mau
berjabat tangan, mau
menjawab salam, pasien
mau duduk berdampingan
dengan perawat, mau
mengutarakan masalah yang
dihadapi
1. Sapa pasien dengan ramah baik verbal
maupun nonverbal.
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama
panggilan yang disukai
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Tunjukkan sikap empati dan menerima apa
adanya
7. Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan
dasar pasien
2. klien dapat menyadari
perilaku isolasi sosial
Setelah 4 kali pertemuan
klien dapat menyebutkan
1. Tanyakan pendapat klien tentang kebiasaan
berinteraksi dengan orang lain
keuntungan berinteraksi,
kerugian mengurung diri,
serta pengaruh isolasi sosial
terhadap kesehatan fisik
2. Tanyakan apa yang menyebabkan klien
tidak ingin berinteraksi dg orang lain
3. Diskusikan keuntungan bila klien memiliki
banyak teman dan bergaul dg mereka
4. Diskusikan kerugian bila klien hanya
mengurung diri dan tidak bergaul dengan
orang lain
5. Jelaskan pengaruh isos terhadap kesehatan
fisik klien
3. klien dapat
mengidentifikasi
kemampuan yang
dimiliki
Setelah 6 kali pertemuan
pasien dapat menyebutkan
minimal 2 aspek positif dari
segi fisik
1. Dorong klien untuk menyebutkan aspek
positif yang ada pada dirinya dari segi fisik
2. Diskusikan dengan klien tentang harapan-
harapannya
3. Diskusikan dengan klien tentang
keterampilannya yang menonjol selama di
rumah dan rumah sakit
4. Berikan pujian
4. klien mampu menilai
kemampuan diri yang
dapat dipergunakan
Setelah 6 kali pertemuan
klien dapat menyebutkan
koping yang dapat digunakan
dan efektivitasnya
1. Identifikasi masalah-masalah yang sedang
dihadapi klien
2. Diskusikan koping yang biasa digunakan
oleh klien
3. Diskusikan strategi koping yang efektif bagi
klien
5. klien mampu
mengevaluasi diri
Setelah 10 kali pertemuan
klien mampu mengevaluasi
diri
1. Identifikasi stressor bersama klien dan
bagaimana penilaian klien terhadap stressor
2. Jelaskan bahwa keyakinan klien terhadap
stressor mempengaruhi pikiran dan
perilakunya
3. Bersama klien identifikasi kekuatan dan
sumber koping yang dimiliki
4. Bersama klien identifikasi keyakinan,
ilustrasikan tujuan yang tidak realistis
5. Tunjukkan konsep sukses dan gagal
dengan persepsi yang cocok
6. Diskusikan tentang koping yang adaptif dan
maladaptif
7. Diskusikan kerugian dan akibat respon
koping yg maladaptif
6. klien mampu membuat
perencanaan yg realistik
untuk dirinya
Setelah 10 kali pertemuan
klien mampu membuat
perencanaan yang realistik
untuk dirinya
1. Bantu klien untuk mengerti bahwa hanya
klien yang mampu mengubah dirinya
2. Dorong klien untuk merumuskan
perencanaan / tujuannya sendiri
3. Diskusikan konsekuensi dan realitas dari
perencanaan / tujuannya
4. Bantu klien untuk menetapkan secara jelas
perubahan yang diharapkan
5. Dorong klien untuk memulai pengalaman
baru untuk berkembang sesuai potensi yang
ada pada dirinya
VII. Referensi
Yosep, Ius. 2010. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung: PT. Refika Aditama
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC
Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC
Wiyati, Ruti, Wahyuningsih, Dyah , Widayanti, Esti Dwi . 2010. Pengaruh Psikoedukasi
Keluarga terhadap Kemampuan Keluarga dalam Merawat Klien Isolasi Sosial. Jurnal
Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) Untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa
Berat Bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.
STRATEGI PELAKSANAAN 1 KLIENTINDAKAN KEPERAWATAN HARI KE-1
A. PROSES KEPERAWATAN1. Kondisi Klien
Klien tampak pendiam dan tidak mau bergaul dengan orang lain, menjawab pertanyaan
dengan lambat dan pelan. Klien terlihat sedang menyendiri di ruangan, diam, dengan
pandangan mata kosong. Selain itu, klien terlihat resah saat bertemu orang lain,
tidak mau kontak mata dengan orang lain, terlihat seperti tidak ingin ditemani. Klien
mengatakan bahwa dirinya tidak suka berbicara dengan orang lain
2. Diagnosa Keperawatan
Isolasi sosial: menarik diri
3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial
b. Klien dapat menyebutkan keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain
c. Klien dapat mengaplikasikan cara berkenalan dengan orang lain
d. Klien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain ke dalam
jadwal harian
4. Tindakan Keperawatan
a. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial klien
b. Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
c. Berdiskusi dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
d. Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang
e. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain
dalam kegiatan harian
B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATANOrientasi1. Salam Terapeutik
“ Selamat Pagi Mbak!”
“Perkenalkan nama saya Shila, biasa di panggil Shila. Saya perawat yang bertugas pagi ini.”
“Nama Mbak siapa? Senang di panggil apa?”
2. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Mbak hari ini ?”
3. Kontrak
“Senang ya bisa berkenalan dengan Mbak hari ini, bagaimana kalau kita berbincang-
bincang untuk lebih saling mengenal sekaligus agar Mbak dapat mengetahui keuntungan
dan kerugian berinteraksi dengan orang lain?”
“Berapa lama Mbak punya waktu untuk berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana kalau
15 menit saja?”
“Di mana Mbak mau berbincang-bincang dengan saya? Apakah Mbak mau berbincang-
bincang disini saja atau di taman?”
Kerja“Mbak, kalau boleh saya tau orang yang paling dekat dengan Mbak siapa? Menurut Mbak apa
keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
apa?”
“Kalau Mbak kesulitan saya coba bantu ya? Keuntungan dari berinteraksi dengan orang lain
yaitu Mbak punya banyak teman, bisa saling menolong, saling bercerita, dan tidak selalu
sendirian. Kalau kerugian tidak berbincang dan berinteraksi dengan orang lain apa mbak?
Mungkin mbak bisa menyebutkan.”
“Bagus mbak. Sekarang saya akan mengajarkan Mbak cara berkenalan. Jadi, pertama mbak
ucapkan selamat pagi/siang/sore terlebih dahulu, kemudian mbak sebutkan nama mbak siapa
sambil menjabat tangan orang yang akan mbak ajak kenalan. Coba mbak praktekan.”
“Ya, bagus... Mbak dapat mempraktekkan apa yang saya ajarkan tadi. Bagaimana kalau
kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain di masukkan kedalam jadwal kegiatan harian?”
Terminasi1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan:
Subyektif
“Bagaimana perasaan mbak setelah kita berbincang-bincang barusan?”
Obyektif
“Coba mbak sebutkan lagi apa keuntungan berinteraksi dengan orang lain?”
2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil tindakan yang telah
dilakukan):
“Tadi kita sudah berdiskusi bersama tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan
kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain dan cara berkenalan yang benar. Saya harap
mbak dapat mencoba bagaimana berinteraksi dengan orang lain sesuai dengan jadwal yang
sudah kita buat bersama tadi.“
3. Kontrak yang akan datang (Topik, waktu, dan tempat)
“Baiklah, pertemuan kita cukup sampai disini. Besok kita akan berbincang-bincang lagi
tentang jadwal yang telah kita buat dan mempraktekkan cara berkenalan dengan orang lain
ya mbak?”
“Mbak mau berbincang-bincang jam berapa besok?”
“Bagaimana kaalu jam 8 pagi?”
“Berapa lama mbak punya waktu untuk berbincang-bincang dengan saya besok?”
“Bagaimana kalau 15 menit saja?”
“Di mana mbak mau berbincang-bincang dengan saya besok?”
LAPORAN PENDAHULUANHALUSINASI
I. Kasus : Halusinasi II. Proses Terjadinya Masalah
a. PengertianHalusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi
pada saat kesadaran individu itu penuh/baik. Individu yang mengalami halusinasi
seringkali beranggapan sumber atau penyebab halusinasi itu berasal dari
lingkungannya, padahal rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan
perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan
rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang diicintai, tidak
dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri. (Keliat, 1999).
Menuru Cook dan Fnaine (1987) dalam Fitria (2009), halusinasi adalah salah
satu gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori, seperi
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau
penghiduan. Klien merasakan simulasi yang sebetulnya tidak ada
b. Pohon MasalahPerilaku kekerasan
Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
Isolasi sosial
Harga diri rendah kronis
c. Diagram Terjadinya Masalah
Faktor predisposisi
biologis psikologis sosioculturalAbnormalitas perkembangan sistem saraf, lesi daerah frontal, dopamine neurotransmitter, pembesaran ventrikel, gangguan tumbang,, factor biokimia.
Penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress, tinggal di ibukota.
Faktor presipitasi
sifat
Bio:kelelahan,obat-obatan, delirium, intoksikasi alkoholPsiko: cemas yang berlebihanSosial:gangguan interaksi sosial Spiritual: hilangnya aktivitas ibadah, kehampaan hidup
Jumlah
Kuantitas halisinasi
muncul pada klien
asal waktu
Frekuensi halusinasi
muncul pada klien
Eksternal : tekanan dari lingkungan social serta budaya di masyarakat, juga kurang dukungan keluarga
Internal : stressor psikologis
Penilaian terhadap stressor
kognitif
penurunan fungsi ego
afektif
Ansietas dari ringan sampai berat
fisiologis perilaku
curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata..
sosial
Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merubuan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak
Sumber koping
Kemampuan personal
ketrampilan yang dimiliki klien
Dukungan sosial
dukungan emosional dan bantuan yang didapatkan untuk penyelesaian tugas, pengetahuan dan kemampuan keluarga memberikan asuhan
Aset material
modal ekonomi yang dimiliki klien dan keluarga
Keyakinan positif
teknik pertahanan dan motivasi
d. Rentang Respon Halusinasi
Respon Adaptif Respon maladaptive
Respon Adaptif Distorsi Pikiran Gejala Pikiran
- Respon Logis - Distorsi pikiran - Delusi Halusinasi
- Respon akurat - Perilaku aneh / - Perilaku diorganisasi
- Perilaku sesuai tidak sesuai - Sulit berespon
- Emosi sosial - Menarik diri dengan pengalaman
- Waham
- Kesulitan memproses emosi
Gambar 1. Rentang Respon Halusinasi (Stuart & Laraia, 2005)
e. Teori yang Menjelaskan HalusinasiTeori yang menjelaskan terjadinya halusinasi adalah sebagai berikut:
Teori Biokimia
Terjadi sebagai respon terhadap stress yang mengakibatkan terlepasnya zat
halusinogenik neurotic (buffofenon dan dimethytransferase)
Teori Psikoanalisis
Merupakanan respon ketahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar yang
mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar
f. Jenis dan Karakter Halusinasi
Menurut Videbeck (2004) dalam Yosep (2009) dan Fitria (2009), tipe halusinasi adalah :
Jenis halusinasi Data objektif Data subjektif
Halusinasi Dengar(klien mendengar suara/
bunyi yang tidak ada
hubungannya dengan
stimulus yang nyata)
Mendengar suara atau
kebisingan, paling sering
Bicara/tertawa sendiri
Marah-marah tanpa
sebab
Mendekatkaan telinga
kearah tertentu.
Menutup telinga
Mulut komat-kamit
Mendengar suara atau
kegaduhan
Mendengar suara atau
mengajak bercakap-
cakap
Mendengar suara yang
mengajak melakukan
suara kata yang jelas,
berbicara dengan klien
bahkan sampai percakapan
lengkap antara kedua
penderita halusinasi.
Pikiran yang terdengar
jelas dimana klien
mendengar perkataan
bahwa pasien disuruh
untuk melakukan sesuatu
kadang – kadang dapat
membahayakan.
Ada gerakan tangan yang berbahaya
Mendengar seseorang
yang sudah meninggal
Halusinasi Pengelihatan(klien melihat gambaran
yang jelas/samar terhadap
adanya stimulus yang nyata
daari lingkungan dan orang
lain tidak melihatnya)
Stimulus penglihatan dalam
kilatan cahaya, gambar
geometris, gambar karton
atau panorama yang luas
dan kompleks. Penglihatan
dapat berupa sesuatu yang
menyenangkan / sesuatu
yang menakutkan seperti
monster.
Menunjuk-nunjuk
kearah tertentu
Ketakutan pada
sesuatau yang tidak
jelas
Tatapan mata pada
tempat tertentu
Melihat bayangan,
sinar, bentuk geometris,
kartun, melihat hantu
atau monster
Halusinasi Penciuman(klien mencium suatu bau
yang muncul dari sumber
tertentu tanpastimulus yang
nyata)
Membau bau-bau seperti
darah, urine, feses
umumnya bau- bau yang
tidak menyenangkan.
Halusinasi penciuman
biasanya akibat stroke,
Mengendus-endus
seperti membaui bau-
bauan tertentu
Menutup hidung
Membaui bau-bauan
seperti darah, urine,
feses, dan kadang-
kadang bau-bauan
tersebut
menyenangkan bagi
klien
tumor, kejang dan
demensia.
Halusinasi Pengecapan(klien merasakan sesuatu
yang tidak nyata, biasanya
merasakan rasa makanan
yang tidak enak)
Sering meludah
Muntah
Merasakan rasa seperti
darah, urine atau feses
Klien seperti sedang
merasakan makanan
tertentu, rasa tertentu,
atau mengunyah
sesuatu
Halusinasi Kinestetik(klien merasakan badanya
bergerak disuatu ruangan
atau anggota badanya
bergerak)
Memegang kakinya
atau anggoata badan
yang lain yang
dianggapnya bergerak
sendiri
Mengatakan badannya
bergerak diudara
Klien melaporkan
bahwa fungsi tubuhnya
tidak dapat terdeteksi,
misalnya tidak ada
denyutan, atau sensasi
pembentukan urine
dalam tubuhnya
Halusinasi Perabaan(klien merasakan sesuatu
pada kulitnya tanpa ada
stimulus yang nyata)
Menggaruk-garuk
permukaan kulit
Mengatakan ada
serangga dipermukaan
kulitnya.
Mengatakan seperti
tersengan listrik
Halusinasi Visceral(perasaan tertentu yang
timbul dalam tubuhnya)
Memegang badannya
yang dianggapnya
berubah bentuk dan
tidak normal seperti
biasanya
Mengatakan perutnya
mengecil setelah
minum softdrink
g. Fase HalusinasiTahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan
Fitria (2009) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
a. Fase I ( Comforting / ansietas sebagai halusinasi menyenangkan, non psikotik )
Pada tahap ini halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien, tingkat
orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi merupakan hal yang
menyenangkan bagi klien (Fitria, 2009)
Karakteristik :
Pada fase ini klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan
untuk meredakan ansietas serta pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam
control kesadaran
Perilaku klien :
Di sini dapat dilihat perilaku klien tersenyum, tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik
sendiri, pergerakan mata yang cepat, respon verbal lambat, diam dan
berkonsentrasi
b. Fase II ( Condemning / ansietas berat halusinasi memberatkan )
Pada tahap ini, biasanya klien menyalahkan dan mengalami kecemasan berat.
Halusinasi yang ada dapat menyebabkan antipati
Karakteristik :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan.
Perilaku klien :
Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti
peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah),
asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan
halusinasi dengan realita.
c. Fase III (Psikotik)Klien biasanya tidak dapa mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan berat,
halusinasi tidak dapat ditolak lagi
Karakteristik :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut.
Perilaku klien :
Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak
mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat
menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d. Fase IV ( Conquering / Panik umumnya menjadi lezat dalam halusinasinya )
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasinya
Karakteristik :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi.
Perilaku klien :
Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon
terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang.
Kondisi klien sangat membahayakan.
III. Data yang Perlu Dikaji
Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi yang
dialami oleh pasien. Kapan halusinasi terjadi? Apakah pagi, siang, sore atau malam?
Jika mungkin jam berapa? Frekuensi terjadinya abuah terus-menerus atau hanya
sekali-kali? Situasi terjadinya abuah kalau sendiri, atau setelah terjadi kejadian tertentu.
Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu terjadinya halusinasi,
menghindari situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak
larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi dapat
direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
Respons halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul. Perawat
dapat menanyakan pada pasien hal yang dirasakan atau dilakukan saat halusinasi
timbul. Perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat dengan
Data Obyektif Data Subyektif
Klien berbicara dan tertawa
sendiri
Klien bersikap seperti
mendengar/melihat sesuatu
Klien berhenti bicara ditenga
kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
Disorientasi
Klien mengatakan mendengar
bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata
Klien mengatakan melihat
gambaran tanpa ada stimulus
yang nyata
Klien mengatakan mencium bau
tanpa stimulus
Klien merasa makan sesuatu
Klien merasa ada sesuatu pada
kulitnya
Klien takut pada
suara/bunyi/gambar yang dilihat
dan didengar
Klien ingin memukul/melempar
barang-barang
pasien. Selain itu dapat juga dengan mengobservasi perilaku pasien saat halusinasi
timbul.
IV. Diagnosa KeperawatanGangguan Persepsi sensori: halusinasi.pendengaran
V. Rencana Tindakan Keperawatan
TglDiagnosa
KeperawatanTujuan Umum
Tujuan Khusus dan Kriteria Hasil
Intervensi Rasional
22
Maret
2012
Gangguan persepsi
sensori: Halusinasi
pendengaran
Klien dapat
mengontrol halusinasi
yang dialaminya
1. Setelah 1x interaksi
klien dapat membina
hubungan saling
percaya dengan kriteria
hasil:
- Ekspresi wajah
bersahabat.
- Menunjukkan rasa
senang.
- Ada kontak mata.
- Mau berjabat
tangan.
- Mau menyebutkan
nama.
- Mau menjawab
salam.
- Mau duduk
berdampingan
dengan perawat.
- Bersedia
mengungkapkan
1. Bina hubungan saling
percaya dan dengarkan
dengan penuh perhatian
ekspresi perasaan klien
dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik :
o Sapa klien dengan ramah
baik verbal maupun non
verbal
o Perkenalkan nama, nama
panggilan dan tujuan
perawat berkenalan
o Tanyakan nama lengkap
dan nama panggilan yang
disukai klien
o Buat kontrak yang jelas
o Tunjukkan sikap jujur dan
menepati janji setiap kali
interaksi
o Tunjukan sikap empati dan
menerima apa adanya
Membina hubungan saling
percaya dengan klien,
sehingga klien merasa
nyaman dengan
perawat,selain itu
bertujuan agar klien
merasa dihargai sehingga
diharapkan klien dapat
lebih terbuka dalam
memberikan informasi dan
lebih kooperatif dalam
setiap intervensi yang
akan diberikan
masalah yang
dihadapi
2. Setelah 1x interaksi
klien dapat mengenal
halusinansinya dengan
kriteria hasil:
- Klien dapat
menyebutkan isi,
waktu, frekuensi dan
situasi serta kondisi
yang menimbulkan
halusinasi
- Klien dapat
menyatakan
respon/perasaan
klien saat mengalami
halusinasi (abuah
o Beri perhatian kepada
klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien
o Tanyakan perasaan klien
dan masalah yang
dihadapi klien
o Selalu mendengarkan klien
dengan penuh perhatian
2. Tanyakan pada klien apa
yang sedang dialaminya, apa
isi halusinya, kapan
halusinasi tersebut datang,
berapa kali, dan situasi apa
yang menyebabkan
halusinasi itu muncul
3. Tanyakan pada klien
bagaimana perasaan klien
saat halusinasinya muncul
4. Memberi penjelasan kepada
klien bahwa perawa percaya
klien mengalami
Mengidentifikasi dan
mengetahui halusinasi
yang dialami oleh klien
Mengidentifikasi respon
klien untuk mempermudah
mencarai jalan keluar bagi
klien
Menyadarkan klien bahwa
halusinasi yang dialami
bukan hal nyata dan
marah, senang,
cemas, sedih takut)
3. Setelah 1x interaksi
klien dapat mengontrol
halusinasinya dengan
kriteria hasil:
- Klien dapat
menyebutkan
tindakan yang biasa
dilakukan untuk
mengontrol
halusinasinya
- Klien dapat
menyebutkan cara
mengontrol
halusinasi
(menghardik,
bercakap-cakap
hal/halusinasi tersebut tapi
perawat tidak mengalaminya.
Memberi pengertian bahwa
halusinasi yang dialaminya
merupakan suatu masalah
yang bisa dan harus diatasi
5. Tanyakan pada klien apa
yang dilakukan oleh klien saat
halusinasi itu datang
6. Diskusikan dengan klien cara
mengontrol halusinasi
7. Berikan kesempatan kepada
klien untuk
mendemonstrasikan cara
mengontrol halusinasi
8. Anjurkan pada klien untuk
memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan
merupakan suatu masalah
yang bisa dan harus
diatasi
Mengetahui mekanisme
koping pada klien
Membantu klien untuk
mengontol halusinasinya
Mengetahui sejauh mana
klien mengerti tentang
cara mengontrol
halusinasi
Memudahkan untuk
memantau dalam
pelaksanaan kegiatan
dengan orang lain,
melakukan aktivitas,
dan minum obat)
- Klien dapat
memperagakan cara
mengatasi halusinasi
(menghardik,
bercakap-cakap
dengan orang lain,
melakukan aktivitas,
dan minum obat)
- Klien melaksanakan
cara mengontrol
halusinasinya
(menghardik,
bercakap-cakap
dengan orang lain,
melakukan aktivitas,
dan minum obat)
VI. Implementasi
SP Tindakan Keperawatan Tindakan Keluarga
1 1. Mengidentifikasi jenis
halusinasi pasien
2. Mengidentifikasi isi halusinasi
pasien
3. Mengidentifikasi waktu
halusinasi pasien
4. Mengidentifikasi frekuensi
halusinasi pasien
5. Mengidentifikasi situasi yang
menimbulkan halusinasi
6. Mengidentifikasi respons
pasien terhadap halusinasi.
7. Mengajarkan pasien
menghardik halusinasi
8. Menganjurkan pasien
memasukkan cara
menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian
1. Mendiskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian,
tanda dan gejala halusinasi,
dan jenis halusinasi yang
dialami pasien beserta proses
terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara
merawat pasien halusinasi
2 1. Evaluasi SP 1
2. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
3. Melatih pasien mengendalikan
halusinasi dengan cara
bercakap-cakap dengan orang
lain
4. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
1. Evaluasi SP 1
2. Melatih keluarga
mempraktekkan cara merawat
pasien dengan halusinasi
3. Melatih keluarga melakukan
cara merawat langsung
kepada pasien halusinasi
3 1. Evaluasi SP 2
2. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
3. Melatih pasien mengendalikan
1. Evaluasi SP 2
2. Membantu keluarga membuat
jadual aktivitas di rumah
termasuk minum obat
halusinasi dengan melakukan
kegiatan (kegiatan yang biasa
dilakukan pasien di rumah)
4. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
(discharge planning)
3. Menjelaskan follow up pasien
setelah pulang
1. Evaluasi SP 3
2. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
3. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang
penggunaan obat secara
teratur
4. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
VII. Evaluasia. Klien tampak senang dan kooperatif saat diwawancara
b. Klien dapat menyebutkan isi, waktu, frekuensi, situasi halusinasi
c. Klien dapat menyatakan respon/perasaan klien saat mengalami
halusinasi.
d. Klien dapat menyebutkan cara mengontrol halusinasi
e. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol halusinasi
.
I.
II.
III.
IV.
V.
Faktor Predisposisi
SosioculturalPsikologisBiologis
Kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, harga diri rendah, gambaran diri negatif
Atrofi otak, pembesaran ventrikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbic
Faktor Presipitasi
Waktu JumlahAsalSifat
kuantitas halusinasi yang dialami klien dalam satu periode
kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul
Bio: kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.Psiko: cemas yang berlebihanSosial:gangguan interaksi sosial Spiritual: hilangnya aktivitas ibadah, kehampaan hidup
Internal: pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls
Eksternal: stimulus eksternal
Penilaian terhadap stressor
SosialPerilakuFisiologisAfektifKognitif
Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata
curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tdk mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yg nyata dengan yang tidak nyata
Ansietas dari ringan sampai berat
adanya penurunan fungsi ego
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
VI.
VII.
VIII.
IX.
Rentang Respon Halusinasi (Stuart & Laraia, 2005)
Respon Adaptif Respon maladaptiveRespon Adaptif Distorsi Pikiran Gejala Pikiran
- Respon Logis - Distorsi pikiran - Delusi Halusinasi
- Respon akurat - Perilaku aneh / - Perilaku diorganisasi
- Perilaku sesuai tidak sesuai - Sulit berespon
- Emosi sosial - Menarik diri dengan pengalaman
- Emosi berlebihan
Sumber Koping
Kemampuan Personal
Aset Material Keyakinan Positif
Dukungan Sosial
teknik pertahanan dan motivasi
modal ekonomi yang dimiliki klien dan keluarga
Dukungan emosional dan bantuan yang didapatkan untuk penyelesaian tugas, pengetahuan dan kemampuan keluarga memberikan asuhan
Ketrampilan yang dimiliki klien
Mekanisme Koping
RegresiProyeksi
Menarik diri
LAPORAN PENDAHULUANDEFISIT PERAWATAN DIRI (MANDI)
1. Masalah UtamaDefisit Perawatan Diri (kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK)
2. Proses Terjadinya Masalaha. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu
keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes, 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2001).
Menurut Poter Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan
psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu
melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah, 2000).
b. Jenis-jenis perawatan diri1. Kurang perawatan diri: mandi /kebersihan
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktivitas mandi/ kebersihan diri
2. Kurang perawatan diri: mengenakan pakaian/ berhias
Kurang perawatan diri (berhias) adalah gangguan kemampuan untuk
memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri
3. Kurang perawatan diri: makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk
menunjukkan aktivitas makan
4. Kurang perawatan diri: toileting
Kurang perawatan diri toileting adalah gangguan kemampuan untuk
meakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah, 2001)
c. Penyebab
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000) penyebab kurang perawatan diri
adalah sebagai berikut:
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran
Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri dalah
1. Faktor predisposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang
kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinyadan lingkungan termasuk
perawatan diri
d.Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi deficit perawatan diri adalah
penurunan motivasi, kerusakan kognisi, cemas, lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan
perawatan diri.
Menurut Depkes (2000) faktor-faktor yang mempengaruhi personal
hygiene adalah
a. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik social
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene
c. Status social ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,
pasta gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan
uang untuk menyediakannya
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hyigiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan .
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu/kemampuan untuk merawat diri berkurang
dan perlu bantuan untuk melakukannya
d. Tanda dan gejalaMenurut Depkes (2000) Tanda dan gejala klien dengan defisit
perawatan diri adalah:
a) Fisik
Badan bau, pakaian kotor.
Rambut dan kulit kotor.
Kuku panjang dan kotor
Gigi kotor disertai mulut bau
Penampilan tidak rapi
b) Psikologis
Malas, tidak ada inisiatif.
Menarik diri, isolasi diri.
Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c) Sosial
Interaksi kurang
Kegiatan kurang
Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
Cara makan tidak teratur
BAK dan BAB di sembarang tempat
Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009)
adalah sebagai berikut:
a. Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air
mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk
dan keluar kamar mandi.
b. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil
potongan pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar
pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian
dalam, memilih pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan kancing
tarik, melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan
penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian dan
mengenakan sepatu.
c. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,
menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, membuka container,
memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan dari wadah lalu
memasukkannya ke mulut, melengkapi makan, mencerna makanan menurut
cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta
mencerna cukup makanan dengan aman.
d. BAB/BAK (toileting)
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan
jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi
pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat,
dan menyiram toilet atau kamar kecil.
Biologis Psikologis Sosiocultural
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak
mampu melakukan
Keluarga terlalu melindungi dan
memanjakan klien
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya
Sifat
Aspek psikologis: kemungkinan diakibatkan karena seseorang yang menderita penyakit kronis ataupun gangguan kejiwaan lain sehingga secara psikologis mereka mengalami penurunan motivasi dan kecemasan. Aspek social: berasal dari keluarga atau lingkungan sekitar. Aspek biologis: berupa kerusakan kognisi atau perceptual dan kelemahan.
Asal
Sumber penyebab deficit perawatan diri bisa berasal dari faktor internal seperti keluarga yang memanjakan atau justru malah membiarkan dalam hal perawatan diri
Waktu
Yang perlu dikaji adalah lamanya klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
Jumlah
Faktor Presipitasi
Penilaian terhadap stressor
Kognitif
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya
Afektif
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya
Fisiologis Perilaku
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
Sosial
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan
Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya
Pengkajian mengenai kuantitas atau seberapa besar defisit perawatan diri yang dialami dalam satu periode
.
Faktor Predisposisi
3. Pohon Masalah
Kemampuan Personal
Kurangnya kemampuan untuk menjaga kebersihan diri disebabkan karena menderita suatu penyakit sehingga mengalami kelemahan untuk menjaga kebersihan diri
Dukungan Sosial
Dukungan emosional anggota keluarga Keluarga berperan penting dalam membantu klien dalam menjaga kebersihan diri anggota keluarga yang mengalami kelemahan karena sakit
Aset Material
modal ekonomi yang dimiliki klien Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
Keyakinan Positif
teknik pertahanan dan motivasi. Adanya keyakinan bahwa dengan menjaga kebersihan diri akan membantu proses penyembuhan suatu penyakit/gangguan.
Sumber Koping
Mekanisme Koping
1. Regresi yaitu kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan ciri khas dari
suatu taraf perkembangan yang lebih dini
2. Penyangkalan yaitu menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari
realitas tersebut. Mekanisme pertahanan ini adalah paling sederhana dan primitif.
3. Isolasi diri , menarik diri
4. Intelektualisasi yaitu pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari
pengalaman yang mengganggu perasaannya.
Deficit Perawatan diri
Isolasi Pocial Halusinasi
Harga Diri Rendah
4. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikajia) Defisit Perawatan Diri
Data subyektif
a. Pasien merasa lemah
b. Malas untuk beraktivitas
c. Merasa tidak berdaya.
Data obyektif
a. Rambut kotor, acak – acakan
b. Badan dan pakaian kotor dan bau
c. Mulut dan gigi bau.
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawat
5. Diagnose Keperawatan- Defisit Perawatan Diri (MANDI)
6. Rencana Tindakan Keperawatan
Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Tindakan Keperawatan untuk keluarga
SP 1
1. Menjelaskan pentingnya kebersihan
diri
2. Menjelaskan cara menjaga
kebersihan diri
3. Membantu pasien mempraktekkan
cara menjaga kebersihan diri
4. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan
SP 1
1. Menjelaskan masalah yang
dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda
dan gejala defisit perawatan diri
dan jenis defisit perawatan diri
yang dialami pasien, serta
proses terjadinya
3. Menjelaskan cara merawat
pasien dengan defisit perawatan
diri
SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Menjelaskan cara makan yang baik
3. Membantu pasien mempraktekkan
cara makan yang baik
4. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP 2
1. Melatih keluarga mempraktekkan
cara merawat pasien dengan
defisit perawatan diri
2. Melatih keluarga melakukan cara
merawat langsung kepada
pasien defisit perawatan diri
SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Menjelaskan cara eliminasi yang baik
3. Membantu pasien mempraktekkan
cara eliminasi yang baik
4. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP 3
1. Membantu keluarga membuat
jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat (dischange
planning)
2. Menjelaskan follow up pasien
setelah pulang
SP 4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Menjelaskan cara berdandan
3. Membantu pasien mempraktekkan
cara berdandan
4. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
Referensi
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan Jiwa.
Nurjanah, Intansari. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.
Yogyakarta : Momedia
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 3. Jakarta : EGC
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.
Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan
Psikiatri .Edisi3. Jakarta: EGC