lp jiwa

56
LAPORAN PENDAHULUAN DEPARTEMEN JIWA Disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan profesi Oleh: Asri Puji Lestari NIM 0910720024 Kelompok 3 JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: candra-widia-w

Post on 11-Feb-2016

44 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jiwa

TRANSCRIPT

Page 1: Lp Jiwa

LAPORAN PENDAHULUAN DEPARTEMEN JIWA

Disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan profesi

Oleh:

Asri Puji Lestari

NIM 0910720024

Kelompok 3

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2013

Page 2: Lp Jiwa

LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL

I. KasusIsolasi sosial : Menarik diri

II. Proses Terjadinya MasalahA. Definisi Isolasi Sosial

Isolasi sosial adalah kondisi ketika individu atau kelompok mengalami atau

merasakan kebutuhan, atau keinginan untuk lebih terlibat dalam aktivitas

bersama orang lain tetapi tidak mampu mewujudkannya (Carpenito, 2009).

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami

penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan

orang lain di sekitarnya (Yosep, 2010).

Isolasi sosial adalah kegagalan individu dalam melakukan interaksi dengan

orang lain yang disebabkan oleh pikiran negatif atau mengancam (Wiyati,

dkk., 2010).

B. Rentang Respon Sosial

Rentang respon sosial

Respon adaptif

Adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma social dan

kebudayaan secara umum serta masih dalam batas normal dalam

menyelesaikan masalah.

Respon maladaptifRespon adaptif

- Menyendiri

- Otonomi

- Bekerjasama

- Saling

ketergantungan

- Manipulasi

- Impulsive

- Narcisisisme

- Merasa sendiri

- Menarik diri

- Tergantung

Page 3: Lp Jiwa

o Menyendiri

Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan

apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara

mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya.

o Otonomi

Kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-

ide, pikiran, perasaan, dalam hubungaan sosial.

o Bekerjasama

Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu

tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.

o Saling Ketergantungan

Merupakan kondisi saling ketergantungan antara individu dengan

orang lain dalam membina hubungan interpersonal.

Transisi dari respon adaptif ke maladaptive

o Menarik diri

Keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina

hubungan secara terbuka dengan orang lain

o Ketergantungan

Terjadi bila seseorang gaagl dalam mengembangkan rasa percaya

diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.

Respon maladaptive

Adalah respons yang diberikan individu yang menyimpang dari norma

social.

o Manipulasi

Gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang

menganggap orang lain sebagai objek.individu tersebut terdapat

membina hubungan sosial secara mendalam.

o Impulsif

Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari

pengalaman, penilaian yang buruk dan individu ini tidak dapat

diandalkan.

Page 4: Lp Jiwa

o Narcisisme

Harga dirinya rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan

penghargaan dan pujian yang egosentris dan pencemburu

C. Psikopatologi

Berdasarkan model stress dan adaptasi

Faktor Predisposisi

`

Stressor Presipitasi

Penilaian Terhadap Stressor dx

Sumber Koping

Mekanisme Koping

Rentang Respon Koping Respon Adaptif Respon Maladaptif

Biologis Psikologis Sosial budaya

Akibat adanya gangguan pada otak, misalnya pada klien dengan skizofrenia

keterkaitannya dengan hubungan klien dengan teman, keluarga, dan masyarakat lain yang kurang baik

Kurangnya sumber pendukung social, menambah stress individu.

Klien merasa Tuhan se-dang melupa kannya di saat klien mendapat mslh yg berat

Fisiologis :Terjadi penurunan re-fleks dan tidak spontan pd systemneuromuskuler.Penurunan nafsu makan, kurangnya nutrisi, serta retensi feses pada sistem gastrointestinalTerjadi retensi urine pada saluran kemih.

Perilaku :Komunikasi verbal berkurang atauhilang sepenuhnya.Kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.Penurunan aktifitas.Perubahan postur tubuh.

Kognitif :Produktifits menurunBingungObyektifitas menghilang

Afektif : Rendah diriApatis

Sosial :Menarik diriMenghindar

Aset materi dapat dilihat dari ada tidaknya modal eko-nomi yang dimiliki klien

Kemampuan personal merupakan suatu keterampilan yang dimiliki klien

dukungan sosial, dukungan emosi-onal dan bantuan yang didapatkan untuk penyelesaian tugas.

Reaksi yang berorientasi pada tugas (Task Oriented Reaction).

Mekanisme pertahanan Ego (Ego Oriented Reaction)

muncul akibat adanya gangguan pemenuhan tugas perkembangan saat ini maupun sebelumnya

Keyakinan positif merupakan teknik pertahanan dan motivasi klien

Page 5: Lp Jiwa

1. Faktor Predisposisi (Stuart & Sundeen, 1998)

a. Faktor biologis

Faktor biologis merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya

gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat

mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak.

Misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam

hubungan sosial, memiliki struktur yang abnormal pada otak serta

perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbik dan daerah

kortikal (Fitria, 2009).

b. Psikologis

Aspek psikologis yang perlu dikaji adalah Riwayat tahap tumbuh

kembang klien. Pada setiap tahap tumbuh kembang individu

terdapat tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi

gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas perkembangan ini

tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial

yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.

Tahap Perkembangan Tugas

Masa Bayi Menetapkan rasa percaya

Masa BermainMengembangkan otonomi dan awal perilaku

mandiri

Masa PrasekolahBelajar menunjukkan inisiatif, rasa tanggung jawab

dan hati nurani

Masa SekolahBelajar berkompetisi, bekerjasama dan

berkompromi

Masa PraremajaMenjalin hubungan intim dengan teman sesama

jenis kelamin

Masa RemajaMenjadi intim dengan teman lawan jenis atau

bergantung pada orang tua

Masa Dewasa Muda

Menjadi saling bergantung antara orangtua dan

teman, mencari pasangan, menikah dan

mempunyai anak.

Masa Tengah BayaBelajar menerima hasil kehidupan yang sudah

dilalui

Masa Dewasa TuaBerduka karena kehilangan dan mengembangkan

perasaan keterikatan dengan budaya

Page 6: Lp Jiwa

c. Faktor sosial budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial

merupakan suatu faktor pendukung untuk terjadinya gangguan

dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang

dianut oleh keluarga yang salah, dimana setiap anggota keluarga

yang produktif diasingkan dari lingkungan.

Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung

untuk terjadinya gangguan dalam hubungan sosial termasuk

komunikasi yang tidak jelas, ekspresi emosi yang tinggi dalam

keluarga, pola asuh keluarga yang tidak menganjurkan anggota

keluarga untuk berhubungan di luar lingkungannya

2. Faktor Presipitasi (Stuart, 2001)

a. Sifat stressor

a) Biologis

Isolasi sosial yang bersifat biologis misalnya isolasi sosial yang

diakibatkan adanya gangguan pada otak, misalnya pada klien

dengan skizofrenia

b) Psikologis

Isolasi sosial yang bersifat psikologis mungkin dapat muncul

akibat adanya gangguan pemenuhan tugas perkembangan saat

ini maupun sebelumnya

c) Sosial

Isolasi sosial yang bersifat sosial berarti ada keterkaitannya

dengan hubungan klien dengan teman, keluarga, dan

masyarakat lain. Misalnya pada pasien HIV yang merasa tidak

akan diterima keluarga dan masyarakat, sehingga ia memilih

untuk mengasingkan diri dari lingkungan

d) Spiritual

Bersifat spritual dapat muncul pada klien yang merasa Tuhan

sedang melupakannya disaat klien mendapat masalah yang

berat (Fitria, 2009)

Page 7: Lp Jiwa

b. Asal stressor

a) Ekstrenal : Stressor sosiokultural

Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit

keluarga dan berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena

dirawat di rumah sakit.

b) Internal : Stressor psikologis

Ansietas yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan

keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk

berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk

memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan

ansietas tingkat tinggi.

c. Waktu

Perlu dikaji lama dan frekuensi klien mengalami isolasi sosial

d. Jumlah

Kuantitas isolasi sosial yang dialami klien dalam satu periode

3. Penilaian terhadap stressor

a. Perilaku

- Komunikasi verbal berkurang auat hilang sepenuhnya

- Kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya

- Penurunan aktivitas

- Perubahan postur tubuh

b. Sosial

- Menarik diri

- Menghindar

c. Kognitif

- Produktivitas menurun

- Bingung

- Objektivitas menghilang

d. Afektif

- Rendah diri

- Apatis

e. Fisiologis

Page 8: Lp Jiwa

- Terjadi penurunan refleks dan tidak spontan terhadap sistem

neuromuskular

- Penurunan nafsu makan, kurangnya nutrisi, serta retensi feses

pada sistem GI

- Terjadi retensi urine pada saluran kemih

4. Sumber koping

a. Kemampuan personal

merupakan suatu keterampilan yang dimiliki klien

b. Aset materi

Aset materi dapat dilihat dari ada tidaknya modal ekonomi yang

dimiliki klien

c. Keyakinan positif

merupakan teknik pertahanan dan motivasi klien

d. Dukungan sosial

dukungan sosial, dukungan emosional dan bantuan yang didapatkan

untuk penyelesaian tugas

5. Mekanisme koping

a. Reaksi yang berorientasi pada tugas (Task oriented reaction)

Merupakan pemecahan masalah secara sadar yang digunakan

untuk menanggulangi ancaman stressor yang ada secara realistis,

yaitu: perilaku menyerang, menarik diri dan kompromi

b. Mekanisme pertahanan ego (Ego oriented reaction)

Mekanisme ini digunakan untuk melindungi diri dan dilakukan secara

sadar atau tidak sadar untuk mempertahankan keseimbangan.

Misalnya rasionalisasi, kompensasi, disosiasi, isolasi dan lain-lain

III. Pohon Masalah

Gangguan persepsi sensori : Halusinasi

Isolasi sosial : Menarik diri

Harga diri rendah kronis

Page 9: Lp Jiwa

IV. Data yang Perlu Dikaji / DitambahkanData Subjektif

klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak orang lain

klien merasa tidak aman berada dengan orang lain

respon verbal kurang dan amat singkat

klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain

klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu

klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan

klien merasa tidak berguna

klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

klien merasa ditolak

Data Objektif

klien diam dan tidak mau bicara

tidak mengikuti kegiatan

banyak berdiam diri di kamar

menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan yang terdekat

klien tampak sedih, ekspresi wajah dangkal

kontak mata kurang

kurang spontan

apatis

ekspresi wajah kurang berseri

mengisolasi diri

postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi

tidur)

V. Diagnosa KeperawatanIsolasi sosial : menarik diri

Page 10: Lp Jiwa
Page 11: Lp Jiwa

VI. Rencana Tindakan Keperawatan

TglNo.

Dx

Diagnosa

KeperawatanTujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

1 Isolasi sosial:

menarik diri

Umum:

Klien dapat berhub dg

orang lain secara bertahap

Khusus:

1. klien dapat membina

hub saling percaya

Setelah 3 kali pertemuan

klien dapat menunjukkan

ekspresi wajah bersahabat,

menunjukkan rasa senang,

ada kontak mata, mau

berjabat tangan, mau

menjawab salam, pasien

mau duduk berdampingan

dengan perawat, mau

mengutarakan masalah yang

dihadapi

1. Sapa pasien dengan ramah baik verbal

maupun nonverbal.

2. Perkenalkan diri dengan sopan

3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama

panggilan yang disukai

4. Jelaskan tujuan pertemuan

5. Jujur dan menepati janji

6. Tunjukkan sikap empati dan menerima apa

adanya

7. Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan

dasar pasien

2. klien dapat menyadari

perilaku isolasi sosial

Setelah 4 kali pertemuan

klien dapat menyebutkan

1. Tanyakan pendapat klien tentang kebiasaan

berinteraksi dengan orang lain

Page 12: Lp Jiwa

keuntungan berinteraksi,

kerugian mengurung diri,

serta pengaruh isolasi sosial

terhadap kesehatan fisik

2. Tanyakan apa yang menyebabkan klien

tidak ingin berinteraksi dg orang lain

3. Diskusikan keuntungan bila klien memiliki

banyak teman dan bergaul dg mereka

4. Diskusikan kerugian bila klien hanya

mengurung diri dan tidak bergaul dengan

orang lain

5. Jelaskan pengaruh isos terhadap kesehatan

fisik klien

3. klien dapat

mengidentifikasi

kemampuan yang

dimiliki

Setelah 6 kali pertemuan

pasien dapat menyebutkan

minimal 2 aspek positif dari

segi fisik

1. Dorong klien untuk menyebutkan aspek

positif yang ada pada dirinya dari segi fisik

2. Diskusikan dengan klien tentang harapan-

harapannya

3. Diskusikan dengan klien tentang

keterampilannya yang menonjol selama di

rumah dan rumah sakit

4. Berikan pujian

4. klien mampu menilai

kemampuan diri yang

dapat dipergunakan

Setelah 6 kali pertemuan

klien dapat menyebutkan

koping yang dapat digunakan

dan efektivitasnya

1. Identifikasi masalah-masalah yang sedang

dihadapi klien

2. Diskusikan koping yang biasa digunakan

oleh klien

Page 13: Lp Jiwa

3. Diskusikan strategi koping yang efektif bagi

klien

5. klien mampu

mengevaluasi diri

Setelah 10 kali pertemuan

klien mampu mengevaluasi

diri

1. Identifikasi stressor bersama klien dan

bagaimana penilaian klien terhadap stressor

2. Jelaskan bahwa keyakinan klien terhadap

stressor mempengaruhi pikiran dan

perilakunya

3. Bersama klien identifikasi kekuatan dan

sumber koping yang dimiliki

4. Bersama klien identifikasi keyakinan,

ilustrasikan tujuan yang tidak realistis

5. Tunjukkan konsep sukses dan gagal

dengan persepsi yang cocok

6. Diskusikan tentang koping yang adaptif dan

maladaptif

7. Diskusikan kerugian dan akibat respon

koping yg maladaptif

6. klien mampu membuat

perencanaan yg realistik

untuk dirinya

Setelah 10 kali pertemuan

klien mampu membuat

perencanaan yang realistik

untuk dirinya

1. Bantu klien untuk mengerti bahwa hanya

klien yang mampu mengubah dirinya

2. Dorong klien untuk merumuskan

perencanaan / tujuannya sendiri

Page 14: Lp Jiwa

3. Diskusikan konsekuensi dan realitas dari

perencanaan / tujuannya

4. Bantu klien untuk menetapkan secara jelas

perubahan yang diharapkan

5. Dorong klien untuk memulai pengalaman

baru untuk berkembang sesuai potensi yang

ada pada dirinya

Page 15: Lp Jiwa
Page 16: Lp Jiwa

VII. Referensi

Yosep, Ius. 2010. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung: PT. Refika Aditama

Carpenito, Lynda Juall. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC

Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC

Wiyati, Ruti, Wahyuningsih, Dyah , Widayanti, Esti Dwi . 2010. Pengaruh Psikoedukasi

Keluarga terhadap Kemampuan Keluarga dalam Merawat Klien Isolasi Sosial. Jurnal

Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi

Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) Untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa

Berat Bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.

Page 17: Lp Jiwa

STRATEGI PELAKSANAAN 1 KLIENTINDAKAN KEPERAWATAN HARI KE-1

A. PROSES KEPERAWATAN1. Kondisi Klien

Klien tampak pendiam dan tidak mau bergaul dengan orang lain, menjawab pertanyaan

dengan lambat dan pelan. Klien terlihat sedang menyendiri di ruangan, diam, dengan

pandangan mata kosong. Selain itu, klien terlihat resah saat bertemu orang lain,

tidak mau kontak mata dengan orang lain, terlihat seperti tidak ingin ditemani. Klien

mengatakan bahwa dirinya tidak suka berbicara dengan orang lain

2. Diagnosa Keperawatan

Isolasi sosial: menarik diri

3. Tujuan Khusus

a. Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial

b. Klien dapat menyebutkan keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain

c. Klien dapat mengaplikasikan cara berkenalan dengan orang lain

d. Klien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain ke dalam

jadwal harian

4. Tindakan Keperawatan

a. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial klien

b. Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain

c. Berdiskusi dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain

d. Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang

e. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain

dalam kegiatan harian

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATANOrientasi1. Salam Terapeutik

“ Selamat Pagi Mbak!”

“Perkenalkan nama saya Shila, biasa di panggil Shila. Saya perawat yang bertugas pagi ini.”

“Nama Mbak siapa? Senang di panggil apa?”

2. Evaluasi/Validasi

“Bagaimana perasaan Mbak hari ini ?”

3. Kontrak

Page 18: Lp Jiwa

“Senang ya bisa berkenalan dengan Mbak hari ini, bagaimana kalau kita berbincang-

bincang untuk lebih saling mengenal sekaligus agar Mbak dapat mengetahui keuntungan

dan kerugian berinteraksi dengan orang lain?”

“Berapa lama Mbak punya waktu untuk berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana kalau

15 menit saja?”

“Di mana Mbak mau berbincang-bincang dengan saya? Apakah Mbak mau berbincang-

bincang disini saja atau di taman?”

Kerja“Mbak, kalau boleh saya tau orang yang paling dekat dengan Mbak siapa? Menurut Mbak apa

keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain

apa?”

“Kalau Mbak kesulitan saya coba bantu ya? Keuntungan dari berinteraksi dengan orang lain

yaitu Mbak punya banyak teman, bisa saling menolong, saling bercerita, dan tidak selalu

sendirian. Kalau kerugian tidak berbincang dan berinteraksi dengan orang lain apa mbak?

Mungkin mbak bisa menyebutkan.”

“Bagus mbak. Sekarang saya akan mengajarkan Mbak cara berkenalan. Jadi, pertama mbak

ucapkan selamat pagi/siang/sore terlebih dahulu, kemudian mbak sebutkan nama mbak siapa

sambil menjabat tangan orang yang akan mbak ajak kenalan. Coba mbak praktekan.”

“Ya, bagus... Mbak dapat mempraktekkan apa yang saya ajarkan tadi. Bagaimana kalau

kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain di masukkan kedalam jadwal kegiatan harian?”

Terminasi1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan:

Subyektif

“Bagaimana perasaan mbak setelah kita berbincang-bincang barusan?”

Obyektif

“Coba mbak sebutkan lagi apa keuntungan berinteraksi dengan orang lain?”

2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil tindakan yang telah

dilakukan):

“Tadi kita sudah berdiskusi bersama tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan

kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain dan cara berkenalan yang benar. Saya harap

mbak dapat mencoba bagaimana berinteraksi dengan orang lain sesuai dengan jadwal yang

sudah kita buat bersama tadi.“

3. Kontrak yang akan datang (Topik, waktu, dan tempat)

“Baiklah, pertemuan kita cukup sampai disini. Besok kita akan berbincang-bincang lagi

tentang jadwal yang telah kita buat dan mempraktekkan cara berkenalan dengan orang lain

ya mbak?”

Page 19: Lp Jiwa

“Mbak mau berbincang-bincang jam berapa besok?”

“Bagaimana kaalu jam 8 pagi?”

“Berapa lama mbak punya waktu untuk berbincang-bincang dengan saya besok?”

“Bagaimana kalau 15 menit saja?”

“Di mana mbak mau berbincang-bincang dengan saya besok?”

Page 20: Lp Jiwa

LAPORAN PENDAHULUANHALUSINASI

I. Kasus : Halusinasi II. Proses Terjadinya Masalah

a. PengertianHalusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya

rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi

pada saat kesadaran individu itu penuh/baik. Individu yang mengalami halusinasi

seringkali beranggapan sumber atau penyebab halusinasi itu berasal dari

lingkungannya, padahal rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan

perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan

rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang diicintai, tidak

dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri. (Keliat, 1999).

Menuru Cook dan Fnaine (1987) dalam Fitria (2009), halusinasi adalah salah

satu gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori, seperi

merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau

penghiduan. Klien merasakan simulasi yang sebetulnya tidak ada

b. Pohon MasalahPerilaku kekerasan

Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran

Isolasi sosial

Harga diri rendah kronis

c. Diagram Terjadinya Masalah

Faktor predisposisi

biologis psikologis sosioculturalAbnormalitas perkembangan sistem saraf, lesi daerah frontal, dopamine neurotransmitter, pembesaran ventrikel, gangguan tumbang,, factor biokimia.

Penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien

kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress, tinggal di ibukota.

Page 21: Lp Jiwa

Faktor presipitasi

sifat

Bio:kelelahan,obat-obatan, delirium, intoksikasi alkoholPsiko: cemas yang berlebihanSosial:gangguan interaksi sosial Spiritual: hilangnya aktivitas ibadah, kehampaan hidup

Jumlah

Kuantitas halisinasi

muncul pada klien

asal waktu

Frekuensi halusinasi

muncul pada klien

Eksternal : tekanan dari lingkungan social serta budaya di masyarakat, juga kurang dukungan keluarga

Internal : stressor psikologis

Penilaian terhadap stressor

kognitif

penurunan fungsi ego

afektif

Ansietas dari ringan sampai berat

fisiologis perilaku

curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata..

sosial

Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merubuan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak

Sumber koping

Kemampuan personal

ketrampilan yang dimiliki klien

Dukungan sosial

dukungan emosional dan bantuan yang didapatkan untuk penyelesaian tugas, pengetahuan dan kemampuan keluarga memberikan asuhan

Aset material

modal ekonomi yang dimiliki klien dan keluarga

Keyakinan positif

teknik pertahanan dan motivasi

Page 22: Lp Jiwa

d. Rentang Respon Halusinasi

Respon Adaptif Respon maladaptive

Respon Adaptif Distorsi Pikiran Gejala Pikiran

- Respon Logis - Distorsi pikiran - Delusi Halusinasi

- Respon akurat - Perilaku aneh / - Perilaku diorganisasi

- Perilaku sesuai tidak sesuai - Sulit berespon

- Emosi sosial - Menarik diri dengan pengalaman

- Waham

- Kesulitan memproses emosi

Gambar 1. Rentang Respon Halusinasi (Stuart & Laraia, 2005)

e. Teori yang Menjelaskan HalusinasiTeori yang menjelaskan terjadinya halusinasi adalah sebagai berikut:

Teori Biokimia

Terjadi sebagai respon terhadap stress yang mengakibatkan terlepasnya zat

halusinogenik neurotic (buffofenon dan dimethytransferase)

Teori Psikoanalisis

Merupakanan respon ketahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar yang

mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar

f. Jenis dan Karakter Halusinasi

Menurut Videbeck (2004) dalam Yosep (2009) dan Fitria (2009), tipe halusinasi adalah :

Jenis halusinasi Data objektif Data subjektif

Halusinasi Dengar(klien mendengar suara/

bunyi yang tidak ada

hubungannya dengan

stimulus yang nyata)

Mendengar suara atau

kebisingan, paling sering

Bicara/tertawa sendiri

Marah-marah tanpa

sebab

Mendekatkaan telinga

kearah tertentu.

Menutup telinga

Mulut komat-kamit

Mendengar suara atau

kegaduhan

Mendengar suara atau

mengajak bercakap-

cakap

Mendengar suara yang

mengajak melakukan

Page 23: Lp Jiwa

suara kata yang jelas,

berbicara dengan klien

bahkan sampai percakapan

lengkap antara kedua

penderita halusinasi.

Pikiran yang terdengar

jelas dimana klien

mendengar perkataan

bahwa pasien disuruh

untuk melakukan sesuatu

kadang – kadang dapat

membahayakan.

Ada gerakan tangan yang berbahaya

Mendengar seseorang

yang sudah meninggal

Halusinasi Pengelihatan(klien melihat gambaran

yang jelas/samar terhadap

adanya stimulus yang nyata

daari lingkungan dan orang

lain tidak melihatnya)

Stimulus penglihatan dalam

kilatan cahaya, gambar

geometris, gambar karton

atau panorama yang luas

dan kompleks. Penglihatan

dapat berupa sesuatu yang

menyenangkan / sesuatu

yang menakutkan seperti

monster.

Menunjuk-nunjuk

kearah tertentu

Ketakutan pada

sesuatau yang tidak

jelas

Tatapan mata pada

tempat tertentu

Melihat bayangan,

sinar, bentuk geometris,

kartun, melihat hantu

atau monster

Halusinasi Penciuman(klien mencium suatu bau

yang muncul dari sumber

tertentu tanpastimulus yang

nyata)

Membau bau-bau seperti

darah, urine, feses

umumnya bau- bau yang

tidak menyenangkan.

Halusinasi penciuman

biasanya akibat stroke,

Mengendus-endus

seperti membaui bau-

bauan tertentu

Menutup hidung

Membaui bau-bauan

seperti darah, urine,

feses, dan kadang-

kadang bau-bauan

tersebut

menyenangkan bagi

klien

Page 24: Lp Jiwa

tumor, kejang dan

demensia.

Halusinasi Pengecapan(klien merasakan sesuatu

yang tidak nyata, biasanya

merasakan rasa makanan

yang tidak enak)

Sering meludah

Muntah

Merasakan rasa seperti

darah, urine atau feses

Klien seperti sedang

merasakan makanan

tertentu, rasa tertentu,

atau mengunyah

sesuatu

Halusinasi Kinestetik(klien merasakan badanya

bergerak disuatu ruangan

atau anggota badanya

bergerak)

Memegang kakinya

atau anggoata badan

yang lain yang

dianggapnya bergerak

sendiri

Mengatakan badannya

bergerak diudara

Klien melaporkan

bahwa fungsi tubuhnya

tidak dapat terdeteksi,

misalnya tidak ada

denyutan, atau sensasi

pembentukan urine

dalam tubuhnya

Halusinasi Perabaan(klien merasakan sesuatu

pada kulitnya tanpa ada

stimulus yang nyata)

Menggaruk-garuk

permukaan kulit

Mengatakan ada

serangga dipermukaan

kulitnya.

Mengatakan seperti

tersengan listrik

Halusinasi Visceral(perasaan tertentu yang

timbul dalam tubuhnya)

Memegang badannya

yang dianggapnya

berubah bentuk dan

tidak normal seperti

biasanya

Mengatakan perutnya

mengecil setelah

minum softdrink

g. Fase HalusinasiTahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan

Fitria (2009) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:

a. Fase I ( Comforting / ansietas sebagai halusinasi menyenangkan, non psikotik )

Pada tahap ini halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien, tingkat

orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi merupakan hal yang

menyenangkan bagi klien (Fitria, 2009)

Karakteristik :

Page 25: Lp Jiwa

Pada fase ini klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa

bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan

untuk meredakan ansietas serta pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam

control kesadaran

Perilaku klien :

Di sini dapat dilihat perilaku klien tersenyum, tertawa yang tidak sesuai,

menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik

sendiri, pergerakan mata yang cepat, respon verbal lambat, diam dan

berkonsentrasi

b. Fase II ( Condemning / ansietas berat halusinasi memberatkan )

Pada tahap ini, biasanya klien menyalahkan dan mengalami kecemasan berat.

Halusinasi yang ada dapat menyebabkan antipati

Karakteristik :

Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan

mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang

dipersepsikan.

Perilaku klien :

Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti

peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah),

asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan

halusinasi dengan realita.

c. Fase III (Psikotik)Klien biasanya tidak dapa mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan berat,

halusinasi tidak dapat ditolak lagi

Karakteristik :

Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada

halusinasi tersebut.

Perilaku klien :

Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak

mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat

menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.

d. Fase IV ( Conquering / Panik umumnya menjadi lezat dalam halusinasinya )

Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasinya

Karakteristik :

Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi.

Perilaku klien :

Page 26: Lp Jiwa

Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon

terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang.

Kondisi klien sangat membahayakan.

III. Data yang Perlu Dikaji

Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi

Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi yang

dialami oleh pasien. Kapan halusinasi terjadi? Apakah pagi, siang, sore atau malam?

Jika mungkin jam berapa? Frekuensi terjadinya abuah terus-menerus atau hanya

sekali-kali? Situasi terjadinya abuah kalau sendiri, atau setelah terjadi kejadian tertentu.

Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu terjadinya halusinasi,

menghindari situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak

larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi dapat

direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi.

Respons halusinasi

Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul. Perawat

dapat menanyakan pada pasien hal yang dirasakan atau dilakukan saat halusinasi

timbul. Perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat dengan

Data Obyektif Data Subyektif

Klien berbicara dan tertawa

sendiri

Klien bersikap seperti

mendengar/melihat sesuatu

Klien berhenti bicara ditenga

kalimat untuk mendengarkan

sesuatu

Disorientasi

Klien mengatakan mendengar

bunyi yang tidak berhubungan

dengan stimulus nyata

Klien mengatakan melihat

gambaran tanpa ada stimulus

yang nyata

Klien mengatakan mencium bau

tanpa stimulus

Klien merasa makan sesuatu

Klien merasa ada sesuatu pada

kulitnya

Klien takut pada

suara/bunyi/gambar yang dilihat

dan didengar

Klien ingin memukul/melempar

barang-barang

Page 27: Lp Jiwa

pasien. Selain itu dapat juga dengan mengobservasi perilaku pasien saat halusinasi

timbul.

IV. Diagnosa KeperawatanGangguan Persepsi sensori: halusinasi.pendengaran

Page 28: Lp Jiwa

V. Rencana Tindakan Keperawatan

TglDiagnosa

KeperawatanTujuan Umum

Tujuan Khusus dan Kriteria Hasil

Intervensi Rasional

22

Maret

2012

Gangguan persepsi

sensori: Halusinasi

pendengaran

Klien dapat

mengontrol halusinasi

yang dialaminya

1. Setelah 1x interaksi

klien dapat membina

hubungan saling

percaya dengan kriteria

hasil:

- Ekspresi wajah

bersahabat.

- Menunjukkan rasa

senang.

- Ada kontak mata.

- Mau berjabat

tangan.

- Mau menyebutkan

nama.

- Mau menjawab

salam.

- Mau duduk

berdampingan

dengan perawat.

- Bersedia

mengungkapkan

1. Bina hubungan saling

percaya dan dengarkan

dengan penuh perhatian

ekspresi perasaan klien

dengan menggunakan prinsip

komunikasi terapeutik :

o Sapa klien dengan ramah

baik verbal maupun non

verbal

o Perkenalkan nama, nama

panggilan dan tujuan

perawat berkenalan

o Tanyakan nama lengkap

dan nama panggilan yang

disukai klien

o Buat kontrak yang jelas

o Tunjukkan sikap jujur dan

menepati janji setiap kali

interaksi

o Tunjukan sikap empati dan

menerima apa adanya

Membina hubungan saling

percaya dengan klien,

sehingga klien merasa

nyaman dengan

perawat,selain itu

bertujuan agar klien

merasa dihargai sehingga

diharapkan klien dapat

lebih terbuka dalam

memberikan informasi dan

lebih kooperatif dalam

setiap intervensi yang

akan diberikan

Page 29: Lp Jiwa

masalah yang

dihadapi

2. Setelah 1x interaksi

klien dapat mengenal

halusinansinya dengan

kriteria hasil:

- Klien dapat

menyebutkan isi,

waktu, frekuensi dan

situasi serta kondisi

yang menimbulkan

halusinasi

- Klien dapat

menyatakan

respon/perasaan

klien saat mengalami

halusinasi (abuah

o Beri perhatian kepada

klien dan perhatikan

kebutuhan dasar klien

o Tanyakan perasaan klien

dan masalah yang

dihadapi klien

o Selalu mendengarkan klien

dengan penuh perhatian

2. Tanyakan pada klien apa

yang sedang dialaminya, apa

isi halusinya, kapan

halusinasi tersebut datang,

berapa kali, dan situasi apa

yang menyebabkan

halusinasi itu muncul

3. Tanyakan pada klien

bagaimana perasaan klien

saat halusinasinya muncul

4. Memberi penjelasan kepada

klien bahwa perawa percaya

klien mengalami

Mengidentifikasi dan

mengetahui halusinasi

yang dialami oleh klien

Mengidentifikasi respon

klien untuk mempermudah

mencarai jalan keluar bagi

klien

Menyadarkan klien bahwa

halusinasi yang dialami

bukan hal nyata dan

Page 30: Lp Jiwa

marah, senang,

cemas, sedih takut)

3. Setelah 1x interaksi

klien dapat mengontrol

halusinasinya dengan

kriteria hasil:

- Klien dapat

menyebutkan

tindakan yang biasa

dilakukan untuk

mengontrol

halusinasinya

- Klien dapat

menyebutkan cara

mengontrol

halusinasi

(menghardik,

bercakap-cakap

hal/halusinasi tersebut tapi

perawat tidak mengalaminya.

Memberi pengertian bahwa

halusinasi yang dialaminya

merupakan suatu masalah

yang bisa dan harus diatasi

5. Tanyakan pada klien apa

yang dilakukan oleh klien saat

halusinasi itu datang

6. Diskusikan dengan klien cara

mengontrol halusinasi

7. Berikan kesempatan kepada

klien untuk

mendemonstrasikan cara

mengontrol halusinasi

8. Anjurkan pada klien untuk

memasukkan ke dalam

jadwal kegiatan

merupakan suatu masalah

yang bisa dan harus

diatasi

Mengetahui mekanisme

koping pada klien

Membantu klien untuk

mengontol halusinasinya

Mengetahui sejauh mana

klien mengerti tentang

cara mengontrol

halusinasi

Memudahkan untuk

memantau dalam

pelaksanaan kegiatan

Page 31: Lp Jiwa

dengan orang lain,

melakukan aktivitas,

dan minum obat)

- Klien dapat

memperagakan cara

mengatasi halusinasi

(menghardik,

bercakap-cakap

dengan orang lain,

melakukan aktivitas,

dan minum obat)

- Klien melaksanakan

cara mengontrol

halusinasinya

(menghardik,

bercakap-cakap

dengan orang lain,

melakukan aktivitas,

dan minum obat)

Page 32: Lp Jiwa

VI. Implementasi

SP Tindakan Keperawatan Tindakan Keluarga

1 1. Mengidentifikasi jenis

halusinasi pasien

2. Mengidentifikasi isi halusinasi

pasien

3. Mengidentifikasi waktu

halusinasi pasien

4. Mengidentifikasi frekuensi

halusinasi pasien

5. Mengidentifikasi situasi yang

menimbulkan halusinasi

6. Mengidentifikasi respons

pasien terhadap halusinasi.

7. Mengajarkan pasien

menghardik halusinasi

8. Menganjurkan pasien

memasukkan cara

menghardik halusinasi dalam

jadwal kegiatan harian

1. Mendiskusikan masalah yang

dirasakan keluarga dalam

merawat pasien

2. Menjelaskan pengertian,

tanda dan gejala halusinasi,

dan jenis halusinasi yang

dialami pasien beserta proses

terjadinya

3. Menjelaskan cara-cara

merawat pasien halusinasi

2 1. Evaluasi SP 1

2. Mengevaluasi jadwal kegiatan

harian pasien

3. Melatih pasien mengendalikan

halusinasi dengan cara

bercakap-cakap dengan orang

lain

4. Menganjurkan pasien

memasukkan dalam jadwal

kegiatan harian

1. Evaluasi SP 1

2. Melatih keluarga

mempraktekkan cara merawat

pasien dengan halusinasi

3. Melatih keluarga melakukan

cara merawat langsung

kepada pasien halusinasi

3 1. Evaluasi SP 2

2. Mengevaluasi jadwal kegiatan

harian pasien

3. Melatih pasien mengendalikan

1. Evaluasi SP 2

2. Membantu keluarga membuat

jadual aktivitas di rumah

termasuk minum obat

Page 33: Lp Jiwa

halusinasi dengan melakukan

kegiatan (kegiatan yang biasa

dilakukan pasien di rumah)

4. Menganjurkan pasien

memasukkan dalam jadwal

kegiatan harian

(discharge planning)

3. Menjelaskan follow up pasien

setelah pulang

1. Evaluasi SP 3

2. Mengevaluasi jadwal kegiatan

harian pasien

3. Memberikan pendidikan

kesehatan tentang

penggunaan obat secara

teratur

4. Menganjurkan pasien

memasukkan dalam jadwal

kegiatan harian

VII. Evaluasia. Klien tampak senang dan kooperatif saat diwawancara

b.  Klien dapat menyebutkan isi, waktu, frekuensi, situasi halusinasi 

c. Klien dapat menyatakan respon/perasaan klien saat mengalami

halusinasi.

d. Klien dapat menyebutkan cara mengontrol halusinasi

e. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol halusinasi

.

Page 34: Lp Jiwa

I.

II.

III.

IV.

V.

Faktor Predisposisi

SosioculturalPsikologisBiologis

Kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress

Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, harga diri rendah, gambaran diri negatif

Atrofi otak, pembesaran ventrikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbic

Faktor Presipitasi

Waktu JumlahAsalSifat

kuantitas halusinasi yang dialami klien dalam satu periode

kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul

Bio: kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.Psiko: cemas yang berlebihanSosial:gangguan interaksi sosial Spiritual: hilangnya aktivitas ibadah, kehampaan hidup

Internal: pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls

Eksternal: stimulus eksternal

Penilaian terhadap stressor

SosialPerilakuFisiologisAfektifKognitif

Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata

curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tdk mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yg nyata dengan yang tidak nyata

Ansietas dari ringan sampai berat

adanya penurunan fungsi ego

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak

Page 35: Lp Jiwa

VI.

VII.

VIII.

IX.

Rentang Respon Halusinasi (Stuart & Laraia, 2005)

Respon Adaptif Respon maladaptiveRespon Adaptif Distorsi Pikiran Gejala Pikiran

- Respon Logis - Distorsi pikiran - Delusi Halusinasi

- Respon akurat - Perilaku aneh / - Perilaku diorganisasi

- Perilaku sesuai tidak sesuai - Sulit berespon

- Emosi sosial - Menarik diri dengan pengalaman

- Emosi berlebihan

Sumber Koping

Kemampuan Personal

Aset Material Keyakinan Positif

Dukungan Sosial

teknik pertahanan dan motivasi

modal ekonomi yang dimiliki klien dan keluarga

Dukungan emosional dan bantuan yang didapatkan untuk penyelesaian tugas, pengetahuan dan kemampuan keluarga memberikan asuhan

Ketrampilan yang dimiliki klien

Mekanisme Koping

RegresiProyeksi

Menarik diri

Page 36: Lp Jiwa

LAPORAN PENDAHULUANDEFISIT PERAWATAN DIRI (MANDI)

1. Masalah UtamaDefisit Perawatan Diri (kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK)

2. Proses Terjadinya Masalaha. Pengertian

Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam

memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan

kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu

keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes, 2000).

Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas

perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2001).

Menurut Poter Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk

memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan

psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu

melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah, 2000).

b. Jenis-jenis perawatan diri1. Kurang perawatan diri: mandi /kebersihan

Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk

melakukan aktivitas mandi/ kebersihan diri

2. Kurang perawatan diri: mengenakan pakaian/ berhias

Kurang perawatan diri (berhias) adalah gangguan kemampuan untuk

memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri

3. Kurang perawatan diri: makan

Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk

menunjukkan aktivitas makan

4. Kurang perawatan diri: toileting

Kurang perawatan diri toileting adalah gangguan kemampuan untuk

meakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah, 2001)

c. Penyebab

Page 37: Lp Jiwa

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000) penyebab kurang perawatan diri

adalah sebagai berikut:

1. Kelelahan fisik

2. Penurunan kesadaran

Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri dalah

1. Faktor predisposisi

a. Perkembangan

Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga

perkembangan inisiatif terganggu

b. Biologis

Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan

perawatan diri

c. Kemampuan realitas turun

Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang

kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinyadan lingkungan termasuk

perawatan diri

d.Sosial

Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri

lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan

dalam perawatan diri

2. Faktor presipitasi

Yang merupakan faktor presipitasi deficit perawatan diri adalah

penurunan motivasi, kerusakan kognisi, cemas, lemah yang dialami

individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan

perawatan diri.

Menurut Depkes (2000) faktor-faktor yang mempengaruhi personal

hygiene adalah

a. Body image

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi

kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga

individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.

b. Praktik social

Page 38: Lp Jiwa

Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka

kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene

c. Status social ekonomi

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,

pasta gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan

uang untuk menyediakannya

d. Pengetahuan

Pengetahuan personal hyigiene sangat penting karena

pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan .

e. Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh

dimandikan

f. Kebiasaan seseorang

Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam

perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.

g. Kondisi fisik atau psikis

Pada keadaan tertentu/kemampuan untuk merawat diri berkurang

dan perlu bantuan untuk melakukannya

d. Tanda dan gejalaMenurut Depkes (2000) Tanda dan gejala klien dengan defisit

perawatan diri adalah:

a) Fisik

Badan bau, pakaian kotor.

Rambut dan kulit kotor.

Kuku panjang dan kotor

Gigi kotor disertai mulut bau

Penampilan tidak rapi

b) Psikologis

Malas, tidak ada inisiatif.

Menarik diri, isolasi diri.

Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.

c) Sosial

Interaksi kurang

Kegiatan kurang

Page 39: Lp Jiwa

Tidak mampu berperilaku sesuai norma.

Cara makan tidak teratur

BAK dan BAB di sembarang tempat

Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009)

adalah sebagai berikut:

a. Mandi/hygiene

Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,

memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air

mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk

dan keluar kamar mandi.

b. Berpakaian/berhias

Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil

potongan pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar

pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian

dalam, memilih pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan kancing

tarik, melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan

penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian dan

mengenakan sepatu.

c. Makan

Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,

mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,

menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, membuka container,

memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan dari wadah lalu

memasukkannya ke mulut, melengkapi makan, mencerna makanan menurut

cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta

mencerna cukup makanan dengan aman.

d. BAB/BAK (toileting)

Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan

jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi

pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat,

dan menyiram toilet atau kamar kecil.

Page 40: Lp Jiwa

Biologis Psikologis Sosiocultural

Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak

mampu melakukan

Keluarga terlalu melindungi dan

memanjakan klien

Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya

Sifat

Aspek psikologis: kemungkinan diakibatkan karena seseorang yang menderita penyakit kronis ataupun gangguan kejiwaan lain sehingga secara psikologis mereka mengalami penurunan motivasi dan kecemasan. Aspek social: berasal dari keluarga atau lingkungan sekitar. Aspek biologis: berupa kerusakan kognisi atau perceptual dan kelemahan.

Asal

Sumber penyebab deficit perawatan diri bisa berasal dari faktor internal seperti keluarga yang memanjakan atau justru malah membiarkan dalam hal perawatan diri

Waktu

Yang perlu dikaji adalah lamanya klien tidak mampu melakukan perawatan diri.

Jumlah

Faktor Presipitasi

Penilaian terhadap stressor

Kognitif

Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya

Afektif

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya

Fisiologis Perilaku

Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.

Sosial

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan

Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya

Pengkajian mengenai kuantitas atau seberapa besar defisit perawatan diri yang dialami dalam satu periode

.

Faktor Predisposisi

Page 41: Lp Jiwa

3. Pohon Masalah

Kemampuan Personal

Kurangnya kemampuan untuk menjaga kebersihan diri disebabkan karena menderita suatu penyakit sehingga mengalami kelemahan untuk menjaga kebersihan diri

Dukungan Sosial

Dukungan emosional anggota keluarga Keluarga berperan penting dalam membantu klien dalam menjaga kebersihan diri anggota keluarga yang mengalami kelemahan karena sakit

Aset Material

modal ekonomi yang dimiliki klien Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

Keyakinan Positif

teknik pertahanan dan motivasi. Adanya keyakinan bahwa dengan menjaga kebersihan diri akan membantu proses penyembuhan suatu penyakit/gangguan.

Sumber Koping

Mekanisme Koping

1. Regresi yaitu kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan ciri khas dari

suatu taraf perkembangan yang lebih dini

2. Penyangkalan yaitu menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari

realitas tersebut. Mekanisme pertahanan ini adalah paling sederhana dan primitif.

3. Isolasi diri , menarik diri

4. Intelektualisasi yaitu pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari

pengalaman yang mengganggu perasaannya.

Page 42: Lp Jiwa

Deficit Perawatan diri

Isolasi Pocial Halusinasi

Harga Diri Rendah

4. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikajia) Defisit Perawatan Diri

Data subyektif

a. Pasien merasa lemah

b. Malas untuk beraktivitas

c. Merasa tidak berdaya.

Data obyektif

a. Rambut kotor, acak – acakan

b. Badan dan pakaian kotor dan bau

c. Mulut dan gigi bau.

d. Kulit kusam dan kotor

e. Kuku panjang dan tidak terawat

5. Diagnose Keperawatan- Defisit Perawatan Diri (MANDI)

6. Rencana Tindakan Keperawatan

Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Tindakan Keperawatan untuk keluarga

SP 1

1. Menjelaskan pentingnya kebersihan

diri

2. Menjelaskan cara menjaga

kebersihan diri

3. Membantu pasien mempraktekkan

cara menjaga kebersihan diri

4. Menganjurkan pasien memasukkan

dalam jadwal kegiatan

SP 1

1. Menjelaskan masalah yang

dirasakan keluarga dalam

merawat pasien

2. Menjelaskan pengertian, tanda

dan gejala defisit perawatan diri

dan jenis defisit perawatan diri

yang dialami pasien, serta

proses terjadinya

Page 43: Lp Jiwa

3. Menjelaskan cara merawat

pasien dengan defisit perawatan

diri

SP 2

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian

pasien

2. Menjelaskan cara makan yang baik

3. Membantu pasien mempraktekkan

cara makan yang baik

4. Menganjurkan pasien memasukkan

dalam jadwal kegiatan harian

SP 2

1. Melatih keluarga mempraktekkan

cara merawat pasien dengan

defisit perawatan diri

2. Melatih keluarga melakukan cara

merawat langsung kepada

pasien defisit perawatan diri

SP 3

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian

pasien

2. Menjelaskan cara eliminasi yang baik

3. Membantu pasien mempraktekkan

cara eliminasi yang baik

4. Menganjurkan pasien memasukkan

dalam jadwal kegiatan harian

SP 3

1. Membantu keluarga membuat

jadwal aktivitas di rumah

termasuk minum obat (dischange

planning)

2. Menjelaskan follow up pasien

setelah pulang

SP 4

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian

pasien

2. Menjelaskan cara berdandan

3. Membantu pasien mempraktekkan

cara berdandan

4. Menganjurkan pasien memasukkan

dalam jadwal kegiatan harian

Referensi

Page 44: Lp Jiwa

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :

EGC.

Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan Jiwa.

Nurjanah, Intansari. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.

Yogyakarta : Momedia

Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 3. Jakarta : EGC

Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.

Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan

Psikiatri .Edisi3. Jakarta: EGC