lentigo senilis revisi 1
TRANSCRIPT
LENTIGO SENILIS
I. PENDAHULUAN
Hiperpigmentasi merupakan maslah pigmentasi yang sering di jumpai.
Salah satu faktor penyebab timbulnya hiper pigmentasi adalah radiasi sinar
ultra violet yang menyebabkan timbulnya lentigo senilis.1
Lentigo itu kecil, berbatas tegas, makula berpigmen dikelilingi oleh kulit
normal. Temuan histologis mungkin termasuk hiperplasia epidermis dan
peningkatan pigmentasi pada lapisan basal. Sejumlah variabel melanosit hadir,
melanosit ini dapat meningkat jumlahnya, tetapi mereka tidak membentuk
sarang.2 Lentigo dapat berkembang perlahan-lahan selama bertahun-tahun,
atau mereka mungkin muncul tiba-tiba. Pigmentasi mungkin homogen atau
beraneka ragam, dengan warna mulai dari coklat ke hitam.3
Ada beberapa varietas klinis dan etiologi. Perbedaan lentigo dari lesi
melanositik lainnya (misalnya, melanositik Nevi, melanoma) dan perannya
sebagai penanda yang signifikansi untuk kerusakan ultraviolet dan sindrom
sistemik.2 Lentigo senilis adalah lesi kulit yang sering di jumpai pada akhir dari
masa kehidupan yang berwarna kuning kecoklatan hingga coklat kehitaman
pada daerah tubuh yang terkena sinar matahari.4
Sebuah studi kasus-kontrol di Perancis membandingkan 145 orang
dewasa dengan beberapa lentigo senilis di bagian punggung atas dan 145
subyek kontrol cocok menemukan bahwa beberapa lentigo senilis di punggung
atas dan bahu orang dewasa dapat berfungsi sebagai penanda klinis pajanan
matahari yang parah pada masa lalu dan dapat digunakan untuk
mengidentifikasi populasi yang berisiko tinggi terkena melanoma kulit.2
II. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika, lentigino senilis yang diamati sebanyak 90 persen dari kulit
putih yang lebih tua dari 60 tahun dan 20 persen dari kulit putih yang lebih
muda dari 35 tahun. Psoralen plus uva ( puva ) lentigo dicatat dalam hampir
1
satu setengah dari individu dengan psorias yang menerima terapi puva untuk
setidaknya 5 tahun.2
Lentigo simpleks merupakan bentuk paling umum dari lentigo, tapi
frekuensinya masih harus ditentukan. Alper dan Holmes mencatat beberapa
lentigo dalam 91 ( 18.5 % ) dari 492 bayi kulit hitam yang baru lahir dan 1 ( 0,04
% ) dari 2682 bayi kulit putih. Namun konfirmasi histologi dari lesi-lesi bayi yang
baru lahir ini adalah kurang.2
Lentigo dapat muncul pada anak-anak dan orang dewasa. Namun, anak-
anak lebih mungkin untuk memiliki pengaruh genetik terkait lesi seperti yang
terjadi pada sindrom Peutz Jeghers. Orang dewasa lebih mungkin untuk
memperoleh lesi akibat pajanan kronis, seperti yang terjadi pada lentigo
senilis.2
III. ETIOPATOFISIOLOGI
Lentigo disebabkan karena bertambahnya jumlah melanosit pada taut
dermo epidermal tanpa adanya proliferasi lokal.5 Tergantung pada jenis lentigo
ada, lesi soliter atau lesi multipel yang dapat terjadi di seluruh tubuh. Beberapa
lentigo memiliki manifestasi klinik sistemik yang bisa menyebabkan lesi di kulit.2
Pada lentigo senilis dijumpai adanya rete ridges epidermis yang
memanjang dengan clup shapes atau budlike, sering bercabang dan disertai
rete ridges yang bergabung. Diantara rete ridges dijumpai epidermis yang
mengalami atropi dan jumlah melanosit pada epidermis meningkat dan tidak
menyebar. Gambaran mikroskopik. Terlihat proliferasi keratinosit dan melanosit
secara bersamaan. Terdapat infiltrate perivaskuler sel mononuklear pada
dermis dan biasanya berhubungan dengan penyebaran melanin dan juga di
jumpai makrofag.6
Analisis microarray Jepang mengevaluasi lentigo yang disebabkan sinar
matahari dalam 16 orang dewasa menunjukkan peningkatan gen terkait
dengan proses peradangan, metabolism asam lemak, dan melanosit dan
penurunan dari cornified envelope-related gen. Para peneliti memperkirakan
2
lentigo mungkin disebabkan oleh efek mutagenik yang disebabkan pajanan
sinar uv yang berulang pada masa lalu, yang mengarah ke peningkatan
produksi melanin.2
Hanya sedikit yang diketahui tentang dasar genetik manusia mengenai
lentigo, dimana yang telah dianalisis ialah potensi mutasi dari fgfr3 dan pik3ca.
Mutasi fgfr3 tersebut yang dideteksi pada 5 ( 17 % ) 30 lentigo, dan pik3ca
mutasi tersebut yang dideteksi pada 2 ( 7 % ) 28 lentigo, diperkirakan bahwa
mutasi fgfr3 dan pik3ca terlibat dalam patogenesisnya dan spekulasi
selanjutnya yang lebih menguatkan bahwa paparan sinar ultraviolet dapat
menjadi sebuah faktor penyebab mutasi untuk pik3ca fgfr3 pada kulit manusia.
Lentigo, yang telah berkembang sebelumnya dan lebih menonjol berada di
Jepang dari pada di wanita Jerman, Telah ditemukan dan dikorelasikan dalam
bentuk varian dari gen slc45a2.2
IV. GEJALA KLINIS
Lentigo Senilis adalah makula hiperpigmentasi pada kulit daerah yang
terbuka, biasanya pada orang tua, sering bersama dengan makula
berpigmentasi, ekimosis senilis, dan degenerasi aklinik yang kronik. Acap kali
terlihat pada punggung tangan.5
Lesi yang muncul pertama kali berwarna kuning cokelat, bulat atau oval,
diameternya kurang lebih 2-4 mm tempat paling sering pada dorsa/ punggung
tangan dan wajah seorang individu dalam dekade keempat atau kelima hidup
mereka. Lesi meningkat dalam jumlah dan ukuran secara bertahap dan
menyatu untuk membentuk plak yang lebih besar. Lesi yang lebih besar akan
berbentuk tidak teratur dan dapat berdiameter dari satu sampai beberapa
sentimeter.4
3
Gambar 1. Lentigo Senilis
Sumber: Schwartz R. Available from: http://emedicine.medscape.com.
Lesi yang lebih tua yang sering berwarna cokelat gelap atau coklat
kehitaman.4 Lentigo senilis pada umunya di jumpai pada kulit yang mudah
terbakar sinar matahari dan tidak pernah menjadi coklat dan jarang di jumpai
pada individu yang mempunyai pigmen kulit yang gelap.6,7
.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan
diagnosis, antara lain sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Histopatologi
Penampilan histologi dari lentigo senilis khas dan bisa dibedakan dari
lentigo simpleks dan ephelid. Epidermisnya sedikit acanthotic dan
lapisannya sedikit hiperkeratosis. Yang paling berkarakteristik adalah
menemukan proliferasi dari basaloid sel membentuk buds dan helai yang
berhubungan dengan permukaan bawah epidermis.8
Lentigo senilis telah mamanjangkan rete ridges dan proliferasi dari
basaloid sel yang telah berpigmen sehingga membentuk buds dan helai.
Ink-spot lentigo juga mirip dengan lentigo senilis, kecuali rete ridges di ink-4
spot lentigo muncul kurang blunted dan lebih berliku-liku. Tidak ada atypia
dari melanosit. Lentigo senilis memiliki peningkatkan jumlah dari
melanophages dibandingkan dengan kulit yang tidak terpajan pada subjek
yg sama.9
Gambar 2. Histopatologi Lentigo
Sumber: Amir H. Lentigo Senilis and its Evolutions. United States of America;
1975.p.65:429-433
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisis, dan pemeriksaan penunjang. Pada Lentigo dapat dibedakan dari bintik-
bintik mereka yang berwarna gelap, dan juga perbandingan dari distribusi
penyebaranya. Faktanya bahwa lentigo tidak semakin gelap dan meningkatkan
jumlahnya jika terkena paparan matahari. Berbeda pada orang tua dimana
lentigo senilis terjadi.10
5
VII. DIAGNOSIS BANDING
a. Lentigo Simpleks
Lesi berwarna cokelat kehitaman biasanya berbentuk nevus junctional
atau lentigo Simpleks.11 Disebabkan karena bertambahnya jumlah melanosit
pada taut dermo-epidermal tanpa adanya proliferasi fokal.5 Perbedaan
secara histologis dengan lentigo senilis ialah absennya basaloid cell
budding dan hiperpigmentasi yang seragam dari sel epidermal bersama
dengan peningkatan jumlah junctional melanocytes yang signifikan.4,
Gambar 3. Lentigo
Sumber: Schwartz R. Lentigo. Available from: http://emedicine.medscape.com
Klasifikasi
1. Lentigo generalisata
Lesi lentigo umumnya multipel timbul satu demi satu atau dalam
kelompok kecil sejak masa anak - anak. Patogenesisnya tidak
diketahui dan tidak dibuktikan adanya faktor genetik.5 Di bagi menjadi :
a) Lentiginosis Eruptif
Lentigo timbul sangat banyak dan dalam waktu singkat.
Lesi mula-mula berupa telangiektasis yang dengan cepat
mengalami pigmentasi dan lambat laun berubah menjadi
melanositik selular.5
b) Sindrom lentiginosis multipel
6
Merupakan sindrom lentiginosa yang dihubungkan
dengan berbagai kelainan perkembangan. Diturunkan secara
dominan autosomal. Lentigo timbul pada waktu lahir dan
bertambah sampai pada masa pubertas. Di temukan pada
bagian leher dan badan bagian atas, tetapi dapat ditemukan
juga di seluruh tubuh.5
2. Lentiginosis sentrofasial
Diturunkan secara dominan utosomal. Lesi berupa makula kecil
berwarna coklat atau hitam, timbul pada waktu tahun pertama
kehidupan dan bertambah jumlahnya pada umur 8-10 tahun.5
3. Sindrom peutz-jeghers
Lesi berupa makula hiperpigmentasi yang timbul sejak lahir dan
berkembang pada masa anak-anak. Makula tersebut selalu mengenai
selaput lender mulut berbentuk bulat, oval, atau tidak teratur, berwarna
coklat kehitaman berukuran 1,5 mm. letaknya pada mukosa bucal,
palatum durum, gusi dan bibir.5
Gambar 3. Sindrom peutz-jeghers
Sumber: Skin Signs of Internal Cancers. Available from http://www.globale-dermatologie.com/en/signes-cutanes-de-cancers-internes.html#.UjmZz8bwn0c
b. Ephelid
7
Makula hiperpigmentasi berwarna coklat terang yang timbul pada kulit
yang sering terkena sinar matahari. Lebih sering pada orang kulit putih, dan
diturunkan secara dominan autosomal.5
Biasanya ephelid timbul pada umur lima tahun, berupa makula
hiperpigmentasi terutama pada daerah kulit yang sering terkena sinar
matahari. Pada musim panas jumlahnya akan bertambah, lebih besar, dan
lebih gelap.5
Kadang-kadang ephelid ini tidak begitu berarti, tetapi kadang-kadang
merupakan problem kosmetik. Penderita cenderung dapat melanocytic
naevi.5
Pada pemeriksaan histopatologik didapatkan tidak adanya
penambahan jumlah melanosit, tetapi melanosom panjang dan berbentuk
bintang, seperti yang didapatkan pada orang berkulit hitam. Pembentukan
melanin lebih cepat setelah penyinaran matahari. Jumlah melanin di
epidermis juga bertambah, dan terjadi hiperaktifitas terhadap melanin.5, 4
Gambar 4. Ephelids
Sumber: Jessica M. Ephelids. Available from: http://emedicine.medscape.com
c. Keratosis Seboroik
8
Keratosis Seboroik adalah tumor jinak kulit yang paling umum yang
terjadi pada individu yang lebih tua. Keratosis seboroik memiliki berbagai
penampilan klinis, seperti keratosis yang berbatas tegas, berbentuk multipel,
dan ada juga yang penampilanya biasa – biasa saja dan tampak seperti
terjebak di permukaan kulit. Keratosis seboroik berkembang dari proliferasi
sel epidermis. Meski tidak spesifik faktor etiologic telah diidentifikasi, mereka
terjadi lebih sering di daerah yang terkena paparan sinar matahari.12
Gambar 5. Keratosis Seboroik
Sumber: Balin A. Seborreic. Available from: http://emedicine.medscape.com
VIII. PENATALAKSANAAN
Cryotherapy dan laser operasi telah terbukti sama efektifnya, tapi harus
hati - hati untuk mencegah post-treatment dyspigmentation. Lentigo senilis
dapat diobati dengan berbagai jenis obat kulit, 2 % mequinol / 0,01 % tretinoin,
atau laser khusus. Bisa juga dicampur untuk sementara dengan 3-4 %
hydroquinon krim yang digunakan sebagai sitotoksik efek ke melanosit dan
tyrosinase inhibitor. Zat depigmentasi lainya asam kojic juga bisa digunakan
untuk menghambat sintesis melanosit.3
Selain itu bisa juga menggunakan terapi sebagai berikut :
a. Tabir Surya
9
Untuk mengurangi rekurensi dan mencegah terbentuknya lesi yang
baru, dianjurkan pasien lentigo senilis sedapat mungkin menghindari paparan
terhadap sinar matahari dan menggunakan tabir surya. Tabir surya
merupakan preparat topical yang substansi formulanya mengandung
senyawa kimia dengan kemampuan menyerap, menghamburkan ataupun
memantulkan energy sinar matahari yang mencapai kulit.6
Berdasarkan cara kerjanya dibagi atas tabir surya fisik dan kimiawi.
Tabir surya fisik bersifat tidak selektif, bekerja dengan cara menghamburkan
atau memantulkan energi sinar matahari, sinar kasat mata dan infra merah.
Tabir surya fisik yang dahulu digunakan bersifat komedogenik, penggunaan
harus tebal, meleleh akibat panas matahari, mengotori pakaian dan terlihat
opaque sehingga secara kosmetik kurang disukai. Yang termasuk dalam tabir
surya jenis ini adalah zinc oxide (ZnO), titanium oxide (TiO2), iron oxide dan
magnesium oxide. Kemudian dikembangkan tabir surya fisik yang bersifat
translucent atau berupa suspensi koloidal yang berbentuk micronized yaitu
microfine zinc oxide dan titanium oxide. Tabir surya ini bersifat memantulkan
spectrum dengan panjang gelombang yang lebih pendek dari sinar kasat
mata, tidak larut sehingga tetap berada diatas kulit, iritasi minimal dan tidak di
absorbsi secara sistematik sehingga lebih aman digunkan.6
b. Hidrokuinon
Hidrokuinon termasuk phenolic compound, merupakan suatu inhibitor
tyrosinase yang menghambat konversi tyrosinase menjadi melanin,
menghambat pembentukan melanosom dan meningkatakan degradasi
melanosom. Hidrokuinon dapat mengurangi aktifitas tyrosinase hingga 90%.
Konsentrasi hidrokuinon 4% lebih efektif tetapi lebih bersifat iritasi dan dapat
menimbulkan efek samping yang lebih besar jika dibandingkan dengan
hidrokuinon 2%. Pengguna hidrokuinon dapat menimbulkan efek samping
yaitu dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergi, perubahan warna kuku,
hipopigmentasi yang sementara “halo effect” pada pinggir lesi dan akan
menghilang bila penggunaan hidrokuinon dihentikan.6
c. Azelaic acid
10
Azelaic acid berasal dari species pytirosporum. Azelaic acid termasuk
non-phenolic compound dengan mekanisme kerja menghambat sintesis DNA
dan enzim mitokondria, yang selanjutnya menginduksi efek sitotoksik
langsung terhadap melanosit. Azelaic acid memiliki efek selektif pada
melanosit yang hiperaktif dan abnormal. Efek samping yang dapat terjadi
yaitu gatal, eritema ringan, skuamasi dan rasa terbakar, umumnya
menghilang dalam waktu 2-4 minggu. Penggunaan jangka panjang tidak
menimbulkan exogenous ochronosis. Penggunaan azelaic acid dapat di
kombinasi dengan azelaic acid 205 cream dan glycolid acid 15% atau 20%
lotion.6
d. Kojic acid
Kojic acid termasuk non-phenolic compound, merupakan metabolit
yang dijumpai pada aspergilline oryzae. Kojic acid menginduksi depigmentasi
pada kulit melalui penekanan aktifitas tyrosinase. Dilaporkan kojic acid dapat
menimbulkan kontak alergi dan mempunyai potensial sensitisasi yang tinggi
nemun penggunaan jangka panjang tidak menimbulkan exogenous
ochronosis. Penggunaan kojic acid dapat dikombinasikan antar kojic acid 2%
dan glycolid acid 10%. Penggunaan glycolic acid berfungsi untuk
meningkatkan penetrasi dan efektifitas.6
e. Tretinoin ( derivate vitamin A)
Tretinoin topical 0,05% - 0,1% telah dilaporkan efektifitasnya sebagai
monoterapi pada hiperpigmentasi pasca inflamasi dan juga efektif mengatasi
kerusakan kulit akibat terpapar sinar matahari. Mekanisme kerja tretinoin
dapat merubah transfer pigmen, dan meningkatakan turnover epidermis
sehingga mempercepat hilangnya pigmentasi. Efek samping tretinoin dapat
berupa eritema, pengelupasan kulit dan hiperpigmentasi. Penggunaan
tretinoin memerlukan waktu yang lebih lama yaitu 6-10 bulan.13
f. Chemical Peeling
11
Chemical peeling merupakan penggunaan bahan kimia pada kulit yang
dapat mengcontrol destruksi lapisan kulit yaitu lapisan epidermis dan / dermis
sehingga dapat meningkatkan penampilan kulit. Chemical peeling dapat di
klasifikasikan berdasarkan kedalaman,14 yaitu:
Superficial peels : destruksi terjadi pada epidermis hingga pailari
dermis
Medium peels : destruksi terjadi hingga reticular dermis bagian atas
Deep peels : destruksi terjadi hingga reticular bagian tengah
Pengobatan lentigo senilis menggunakan peeling dengan kedalaman
medium dengan bahan trichloroacetic acid (TCA) solution. Trichloroacetic
acid (TCA) telah digunakan sebagai chemical peeling sejak 1996 penetrasi
TCA dipengaruhi beberapa faktor, yaitu teknik pelaksanaan, ketebalan kulit,
konsentrasi TCA, dan penggunaan tretinoin acid atau glycolic acid sebelum
pelaksanaan peeling.6
g. Bedah beku menggunakan nitrogen cair
Bedah beku merupakan tehnik untuk menangani penyakit kulit dengan
mengunakan bahan-bahan yang bersifat cryogen digunakan secara langsung
pada sel yang menyebabkan terjadinya destruksi local.6
h. Laser
Pada saat ini penggunaan laser merupakan pilihan utama untuk
penanganan lentigo senilis dan memberikan hasil yang efektif. Laser yang
menghasilkan pulse duration lebih singkat dibandingkan thermal relaxion time
melanosome, digunakan untuk merusak melanin yang secara selektif menjadi
target disebut selektif photothermolys. Melanosom yang menjadi target,
mengabsorsi sinar laser sehingga terjadi peningkatan temperature dan
menginduksi kerusakan melanosome tanpa menimbulkan kerusakan jaringan
di sekitarnya. Hal lain yang perlu diperhatikan sinar laser yang digunakan
harus mempunyai panjang gelombang yang tepat untuk mengabsorbsi
12
spectrum melanin yaitu panjang gelombang antara sinar uv hingga mendekati
infra red. Absorbs melanin akan lebih besar jika panjang gelombang yang
digunakan semakin pendek sehingga penetrasi pada kulit tidak begitu dalam.6
IX. PROGNOSIS
Apabila dijumpai lesi lentigen yang luas pada pasien dewasa, dapat
meningkatkan resiko mendapat kanker kulit ephitelial sebanyak 2 -4 kali lipat
dan meningkatkan resiko mendapat melanoma sebanyak 2 -6 kali lipat.6 Pada
pasien lentigo senilis yang memiliki keluhan sistemik yang sudah berkomplikasi.
Prognosis pasien tersebut mungkin tergantung pada derajat keparahan
penyakitnya.15
X. KESIMPULAN
Lentigo senilis merupakan kelainan pigmentasi akibat pemaparan radiasi
UV yang bersifat kumulatif. Lentigo senilis sering dijumpai pada individu yang
berumur kurang lebih 60 tahun. Pengobatan lentigo senilis dapat menggunakan
bahan – bahan pemutih, chemical peeling, bedah beku menggunakan nitrogen
cair dan laser. Namun juga perlu pemakaian tabir surya untuk mencegah
terjadinya repigmentasi.6
DAFTAR PUSTAKA
13
1. Dumasari R. Penatalaksanaan Solar Lentigo. Desertasi. Sumatera Utara :
Universitas Sumatera Utara, 2008
2. Schwartz R. Lentigo (serial on the internet). 2012 (citied 2013 September 05).
Available from: http://emedicine.medscape.com
3. Situm M, Bulat V, Buljan M, Puljiz Z, Situm V, Bolanca Z. Senile Lentigo –
Cosmetic or Medical Issue of the Elderly Population. Coll Antropol. 34 (2010)
Suppl. 2: 85-88.
4. Amir H. Lentigo Senilis and its Evolutions. The Journal of Investigative
Dermatology, 65:429-433, 1975.
5. Soepardiman L. Kelainan Pigmen. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,
editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2007.h.292-294.
6. Lubis R. Penatalaksanaan Lentigo (serial on the internet). 2008 (citied 2013
September 05). Available from: http://repository.usu.ac.id
7. Grichnik JM, Rhodes AR, Sober AJ. Benign Hyperplasias and Neoplasiasof
Melanocytes. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell
DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th edition. United
States of America: Mc Graw Hill; 2008.p.885-89.
8. Amir H. Lentigo Senilis and its Evolutions. United States of America;
1975.p.65:429-433.
9. Schwartz R. Lentigo Workup (serial on the internet). 2012 (citied 2013 September
05). Available: http://emedicine.medscape.com/article/1068503-workup#a0723
10. MacKie R. Lentigo. In: Rook A, Wilkinson D, Ebling F, Champion R, Burton J,
Editor. Textbook of Dermatology. 4th edition. Oxford: Blacwell Scientific
Publication; 1988.p.180-1.
11.Siregar R. Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2005.p.275.
12.Balin A. Seborreic keratosis (serial on the internet). 2012 (citied 2013 September
05). Available from: http://emedicine.medscape.com.
13.Kaang S, Voorhness JJ. Topical Retinoids. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 7th edition. United States of America: Mc Graw Hill; 2008.p.2328-33.
14
14.Brody HJ. Skin Resurfacing: Chemical Peels. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 7th edition. United States of America: Mc Graw Hill; 2008.p.2530-35.
15.Schwartz R. Lentigo Follow-up (serial on the internet). 2012 (citied 2013
September 05). Available: http://emedicine.medscape.com/article/1068503-
followup#a2650
15