laporan untuk tekmira
TRANSCRIPT
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Era globalisasi, disatu sisi membawa iklim yang semakin terbuka untuk
bekerja sama, saling mengisi dan saling melengkapi. Di sisi lain juga membawa
persaingan yang semakin ketat. Era ini dapat memberi masa depan yang baik
hanya bagi negara yang sungguh-sungguh mempersiapkan menghadapi tantangan
era globalisasi.
Indonesia berada di kawasan Asia Pasifik, yakni kawasan yang telah
melahirkan beberapa negara industri baru. Indonesia dapat menarik manfaat
terimbas oleh kemajuan di kawasan ini, tetapi juga dapat menjadi korban
kemajuan Negara tetangga apabila Indonesia tidak bersungguh-sungguh
mempersiapkan diri untuk menghadapi persaingan yg semakin ketat ini.
Pemerintah telah memberikan arahan bagi pembangunan Indonesia dalam
menghadapi perkembangan di masa mendatang yaitu dengan cara meningkatkan
pada sektor sumber daya manusia. Pendidikan di sekolah dan pendidikan di luar
sekolah sebagai pranata utama pembangunan sumber daya manusia, harus
berperan membentuk peserta didik menjadi aset bangsa yang berkualitas.
Sebagai aset bangsa, siswa sekolah diharapkan menjadi manusia yang
produktif, berpenghasilan juga mampu menciptakan produk unggulan industri
Indonesia yang siap menghadapi persaingan pasar global.
Inilah yang menjadi latar belakang SMK-SMAK Makassar mengadakan
kegiatan Praktik Kerja (PRAKERIN) bagi para siswanya, yaitu untuk
meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa mengenai teori dan praktek
yang didapat di sekolah untuk di realisasikan di dunia kerja, sehingga terbentuk
lulusan yang terampil, dan kompeten di bidangnya yang siap menghadapi pasar
global.
| 1
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Pelaksanaan PRAKERIN tidak terbatas pada praktek kerja di laboratorium
saja, tetapi juga praktek pengenalan lingkungan kerja yang sesungguhnya,
termasuk pengaplikasian disiplin kerja dalam membangun kerja sama antar
individu. Selain itu juga untuk menambah pengalaman kerja (keterampilan),
menambah wawasan secara berdikari dibawah bimbingan yang terpantau.
Adapun tempat pelaksanaan PRAKERIN adalah di balai-balai penelitian,
instansi-instansi dan perusahaan-perusahaan industri yang berlangsung pada 14
januari 2013 sampai 12 April 2013.
1.2. Maksud dan Tujuan
Praktek kerja industri merupakan suatu bentuk penyelenggaraan
pendidikan keahlian profesional yang memadukan secara sistematis program
pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui
praktek kerja industri.
Adapun tujuan dari praktik kerja industri, yaitu :
1. Meningkatkan kemampuan dan memantapkan keterampilan siswa sebagai
bekal kerja yang sesuai dengan program studi kimia analisis.
2. Mengembangkan dan memantapkan sikap profesional yang diperlukan
siswa dalam rangka memasuki lapangan kerja.
3. Meningkatkan wawasan siswa pada aspek profesional dalam dunia kerja
antara lain struktur organisasi, disiplin, lingkungan kerja dan sistem kerja.
4. Meningkatkan pengetahuan siswa dalam hal teknologi baru khususnya
penggunaan instrumen kimia analisis yang modern, dibandingkan dengan
fasilitas yang tersedia di sekolah.
5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membiasakan diri dengan
suasana kerja yang sebenarnya.
6. Memperkenalkan fungsi dan tugas analisis kimia kepada lembaga lembaga
penelitian dan perusahaan industri serta memberikan peluang penempatan
dan meningkatkan kerjasama antara sekolah denga institusi perusahaan.
| 2
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Analisa yang dilakukan terhadap sampel bertujuan agar siswa prakerin
dapat menganalisa senyawa yang terkandung dalam sampel sesuai dengan metode
dan spesifikasi yang ditetapkan perusahaan.
Bagi siswa yang telah melaksanakan Praktek Kerja Industri, siswa harus
membuat laporan Praktik Kerja Industri yang isinya sesuai dengan apa yang telah
dilakukan pada saat melaksanakan Praktek Kerja Industri. Adapun tujuan
penulisan laporan ini sebagai berikut:
1. Memantapkan siswa dalam memahami dan mengembangkan ilmu yang
didapat dari tempat siswa melaksanakan prakerin.
2. Siswa mampu mencari alternatif lain dalam pemecahan masalah analisis
kimia lebih luas dan mendalam serta mengapresiasikan wawasannya
dalam bentuk karya tulis.
3. Menambah koleksi perpustakaan sekolah, sehingga dapat meningkatkan
pengetahuan bagi diri penulis maupun bagi pembaca lainnya.
1.3. Batasan Masalah
Dalam penulisan laporan ini penulis hanya membahas sampel bauksit
meliputi penetapan SiO2 total, SiO2 Reaktif, Al2O3 , TiO2 dan Fe2O3. Sampel abu
batubara meliputi penetapan SiO2 total,SO3, TiO2, P2O5 ,K2O, NaO, MgO, Fe2O3,
MnO, CaO, Al2O3, H2O- dan LOI. Sampel bijih besi meliputi penetapan SiO2
total, S total, Fe total, TiO2, MgO, CaO dan Al2O3.
1.4. Metodologi Penyusunan Laporan
Dalam pengumpulan data laporan PRAKERIN ini, penulis menempuh
beberapa cara untuk mendapatkan data atau referensi sehingga laporan ini dapat
terselesaikan, yaitu:
1. Penulis langsung melakukan kerja praktik di Laboratotium Mineral
Puslitbang tekMIRA.
| 3
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
2. Penulis mengunjungi perpustakaan untuk mengumpulkan data tertulis
yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam laporan baik dari
sumber dokumen maupun buku.
3. Penulis melakukan wawancara dengan pihak instansi yang berhubungan
dengan masalah yang dibahas dalam laporan sehingga penulis
mendapatkan referensi yang lebih luas dari berbagai sumber.
1.5. Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui pokok pokok dari pembahasan laporan kegiatan
PRAKERIN ini, maka penulis memberikan gambaran tentang sistematika
penulisan laporan ini, yaitu :
I. Lembar Pengesahan
II. Kata Pengantar
III. Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan secara singkat tentang Latar Belakang,
Tujuan, Batasan Masalah, Metodologi Penyusunan Laporan dan
Sistematika Penyusunan Laporan.
BAB II URAIAN UMUM
Bab ini secara singkat menjelaskan Sejarah Institusi, Visi dan Misi
Puslitbang tekMIRA, Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi,
Organisasi, Fasilitas Laboratorium, Deskripsi Tempat Kerja
Industri, Publikasi, Kerjasama, Tata Kerja, Susunan Kepegawaian,
Produk dan Jasa, Sentra Percontohan dan Kegiatan di Lini Industri.
| 4
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
Isi dari bab ini adalah uraian mengenai teori-teori yang berkaitan
dengan sampel yang dianalisa maupun metode dan peralatan yang
digunakan.
BAB IV METODE ANALISIS
Bab ini berisi tentang prosedur dari penetapan yang dilakukan.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi hasil dari penetapan yang dilakukan dan pembahasan
mengenai penetapan tersebut.
BAB VI PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran.
IV. DAFTAR PUSTAKA
| 5
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
BAB II
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
2.1. Sejarah Berdiri
Pusat Penelitian dan Pengembangan teknologi Mineral dan Batu Bara,
disingkat Puslitbang tekMIRA, berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Pertambangan dan Energi No. 548 tahun 1976, tanggal 11 November 1976 Pusat
Pengembangan Teknologi Mineral Bandung diresmikan, yang merupakan
gabungan atas Akademi Geologi dan Pertambangan (AGP) dengan Balai
Penelitian Tambang dan Pengolahan Bahan Galian (BPTPBG) yang telah berjalan
sejak tahun 1960.
Bergabungnya kedua balai ini menjadi Pusat Pengembangan Teknologi
Mineral (PPTM) diresmikan pada tanggal 11 November 1976 berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 548 tahun 1976. Berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 1092 tahun 1984 yang
merupakan penyempuranaan atas Surat Keputusan Menteri Pertambangan dan
Energi No. 132 tahun 1979, Pusat Pengembangan Teknologi Mineral adalah unit
pelaksana teknis di bidang Pengembangan Teknologi Mineral di lingkungan
departemen pertambangan dan energi yang berada dibawah dan bertanggung
jawab langsung kepada Direktur jenderal Pertambangan Umum. Selanjutnya,
pada Surat Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 1748 tahun 1992,
Pusat Pengembangan Teknologi Mineral (PPTM) dipecah menjadi Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral (PPPTM) dan Pusat
Pengembangan Tenaga Pertambangan dan Energi No. 1748 tahun 1992.
Pada tahun 2000 terjadi perubahan tatanan kehidupan berbangsa dan
bernegara, menyusul era reformasi yang diikuti oleh demokratisasi diberbagai
bidang, dan pemberlakuan Undang Undang Nomor 22 tahun 1999 dan keputusan
Presiden No. 165 Tahun 2000, Departemen Pertambangan Energi dan Sumber
| 6
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Daya Mineral (DESDM). Atas dasar Keppres tersebut, selanjutnya dikeluarkan
SK Menteri Energi dan Sumber daya Mineral Nomor 150 tahun 2000 dan Nomor
1915 Tahun 2000 yang keduanya mengatur organisasi di lingkungan DESDM.
Restrukturisasi yang terus berlanjut, antara lain menghasilkan reaktualisasi visi
dan misi DESDM, pembentukan Badan Litbang ESDM berikut visi dan misinya,
serta pergantian nama menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Mineral dan Batu Bara (PUSLITBANG tekMIRA) yang kini berada dibawah
Badan Litbang ESDM.
Gambar 2.1. Gedung PUSLITBANG tekMIRA
2.2. Visi dan Misi PUSLITBANG tekMIRA
Visi dan Misi baru PUSLITBANG tekMIRA telah membawa perubahan
pada fokus kegiatan serta jajaran pelaksana untuk melaksanakan fokus kegiatan
tersebut.
Dengan mengacu kepada Rencana Strategi (Renstra) badan Litbang
ESDM 2002-2006, visi Puslitbang tekMIRA sebagaimana tertuang dalam Renstra
Puslitbang tekMIRA 2002-2006, adalah menjadikan Puslitbang tekMIRA sebagai
pusat penelitian dan pengembangan yang mandiri, profesional dan unggul dalam
pengembangan dan pemanfaatan mineral dan batubara.
Misi : Untuk mewujudkan visi tersebut. Puslitbang tekMIRA memiliki empat misi
utama, yaitu :
Melakukan penelitian dan pengembangan, perekayasaan dan
rancangan bangun dibidang teknologi pengolahan dan pemanfaatan
| 7
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
mineral dan batubara yang UP TO DATE, efektif, efisien dan
berwawasan lingkungan.
Melakukan penelitian dan pengembangan, perekayasaan dan
rancang bangun di bidang teknologi pengolahan dan pemanfaatan
mineral dan batubara yang sesuai dengan kaidah GOOD MINING
PRACTICES.
Melaksanakan pengkajian tekno ekonomi dan kebijakan mineral
dan batubara terkini.
Melaksanakan pengolahan keuangan, sumber daya manusia, sarana
prasarana, program, kerjasama, dan sistem informasi yang sesuai
dengan kaidah kepemerintahan/ kelembagaan yang baik (GOOD
GOVERNANCE)
Fokus kegiatan diarahkan kepada kegiatan litbang aspek teknologi
penambangan, proses pengolahan, lingkungan pertambangan, dan pemanfaatan
teknologi informasi. Sementara pelaksanaan terhadap fokus kegiatan diserahkan
kepada kelompok-kelompok keahlian yang bersifat fungsional, yaitu :
Kelompok Geoteknologi Tambang
Kelompok Teknologi Penambangan
Kelompok Lingkungan Pertambangan
Kelompok Teknologi Pengolahan Mineral
Kelompok Teknologi Pengolahan Dan Pemanfaatan Batu Bara
Kelompok Tekno-Ekonomi Mineral Dan Batu Bara
Kelompok Teknologi Informasi Pertambangan
Berbicara lebih jauh tentang fokus kegiatan, ada dua sasaran yang ingin
dicapai, yaitu :
1. Optimalisasi pemanfaatan mineral, berupa peningkatan nilai tambah,
teknologi proses dan peningkatan mutu mineral.
2. Optimalisasi pemanfaatan batu bara, baik sebagai bahan bakar langsung atau
melalui konversi dan peningkatan mutu batu bara.
| 8
MISI DESDM
MASUKAN KEBIJAKANMINERAL NASIONAL
MENDUKUNG PENYEDIAAN BAHAN BAKU INDUSTRI
MASUKAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL
Peningkatan Nilai Tambah Teknologi Proses Peningkatan Mutu
Bahan Bakar Konversi Bahan Bakar Langsung Peningkatan Mutu
PEMANFAATAN MINERAL
Teknologi Penambangan GeoteknologiTambang Lingkungan Tekno-Ekonomi Teknologi Informasi Laboratorium, Pilot Plants
PEMANFAATAN BATUBARA
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Gambar 2.2. Bagan Visi dan Misi PUSLITBANG tekMIRA
2.3. Kedudukan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara
adalah pelaksana tugas Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber
Daya Mineral di bidang geoteknologi tambang, teknologi penambangan,
eksploitasi air tanah, teknologi pengolahan mineral, teknologi pengolahan dan
pemanfaatan batubara, teknologi lingkungan pertambangan, tekno-ekonomi
mineral dan batubara dan teknologi informasi pertambangan serta pelayanan jasa
teknologi mineral dan batubara yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala
Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral.
2.4. Tugas Pokok dan Fungsi
| 9
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Adapun tugas pokok dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Mineral dan Batubara adalah melaksanakan penelitian dan pengembangan
teknologi bidang mineral dan batubara.
Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Kelompok Program Penelitian
dan Pengembangan Teknologi Pengolahan Mineral mempunyai fungsi sebagai
berikut :
1. Penyusunan rencana dan program penelitian dan pengembangan di bidang
teknologi pengolahan mineral.
2. Pengujian kimia dan fisika mineral serta lingkungan, penyusunan prosedur
analisis kimia dan fisika mineral, standardisasi, serta pengujian mineralogi
dan bahan galian.
3. Penelitian dan pengembangan teknologi pengolahan mineral industri.
4. Penelitian dan pengembangan pengolahan mineral logam.
5. Penelitian dan Pengembangan teknologi bahan.
6. Pengumpulan dan Pengolahan data di bidang teknologi pengolahan
mineral.
7. Pembinaan tenaga peneliti/ahli di bidang teknologi pengolahan mineral.
8. Studi perbandingan di laboratorium dan lapangan mengenai teknik/
metode teknologi pengolahan mineral.
9. Pengolahan sarana/fasilitas penelitian dan pengembangan di bidang
teknologi pengolahan mineral.
10. Pengolahan hasil penelitian dan pengembangan di bidang teknologi
pengolahan mineral.
11. Penyusunan rencana dan kegiatan pelayanan jasa.
12. Pemberian petunjuk teknis dan ilmiah di bidang teknologi pengolahan
mineral.
2.5. Organisasi
| 10
ITJENESDM
SETJENESDM
MENTERI ESDM
DITJEN LPE
BALITBANG ESDM
DITJEN GSDMDITJEN MIGAS BADIKLAT ESDM
SET BALITBANG ESDM
SET BALITBANG ESDMSET BALITBANG ESDM SET BALITBANG ESDM SET BALITBANG ESDM
STAF AHLI
PUSLITBANG tekMIRA
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Gambar 2.3. Struktur Organisasi Puslitbang tekMIRA
| 11
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
2.6. Fasilitas Laboratorium
Fasilitas laboratorium yang tersedia di PUSLITBANG tekMIRA diantaranya :
1. Laboratorium Kimia Mineral
Identifikasi mineral (optic, XRD, SEM)
Mikroskop bijih (liberasi, karakter bijih, analisis kuantitatif)
2. Laboratorium Kimia Fisika
Analisis unsur atau senyawa kimia dan dari mineral (cara basa,
AAS dan lain – lain)
Analisis air dan tanah serta udara untuk masalah lingkungan
pertambangan
Uji sifat fisik mineral dalam kaitannya dengan proses pengolahan
3. Laboratorium Pengolahan Mineral
Uji konsentrasi gravimetric
Uji konsentrasi flotasi
Uji konsentrasi magnetic
Uji semi kontinyu elektrostatik
4. Laboratorium Metalurgi Ekstraksi
Uji ekstraksi cara piro
Uji ekstraksi cara hydro
Uji ekstraksi cara elektro
Uji ekstraksi cara bio
5. Laboratorium Kimia Lingkungan
Analisis air, tanah dan udara
Desain proses dan peralatan untuk pengolahan limbah
6. Laboratorium Rancang Bangun dan Rekayasa
Rancangan bangunan peralatan dan pabrik pengolahan atau
ekstraksi mineral
Rekayasa peralatan
7. Laboratorium Batu Bara
Analisis proksimat dan ultimat
Pengkajian pemanfaatan batubara
| 12
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Pengkaji teknologi batubara
8. Laboratorium Pilot Plant Pengolahan Mineral dan Metalurgi
Uji Pengolahan system continue
Uji pembuatan pellet
Uji peleburan besi dan non besi
9. Laboratorium Simulasi Pengolahan
Membuat suatu proses pengolahan mineral dengan bantuan
computer.
Memperkirakan proses yang terjadi
Membantu perancangan peralatan
10. Laboratorium Tambang
Uji fisik tanah dan batuan
Uji desain tambang dan simulasi
11. Laboratorium Pengembangan Sistem-Sistem Informasi
Fasilitas untuk pengembangan dan pemanfaatan system-system
informasi geografi.
2.7. Deskripsi Tempat Kerja
Laboratorium Preparasi Mineral merupakan laboratorium yang bertugas
mempersiapkan contoh mineral ke lab. Kimia Mineral, lab.Fisika Mineral, lab.
Mineralogi, lab. Kimia lingkungan, lab X-ray, lab. Fire assay dan lab. Metalurgi.
Laboratorium Kimia Mineral adalah salah satu bagian kelompok
karakteristik mineral yang ada di Pusat Penelitian Dan Pengembangan Teknologi
Mineral dan Batubara yang berada pada kelompok program teknologi pengolahan
mineral. Kelompok program tersebut mempunyai tugas melaksanakan pengujian
kimia dan karakterisasi mineral, penelitian dan pengembangan teknologi
pengolahan mineral industri dan mineral logam, teknologi bahan, serta
pemanfaatan buangan pengolahan sedangkan tugas Laboratorium Kimia Mineral
adalah melaksanakan analisis kimia mineral, pengujian kimia fisika mineral,
karakteristik mineral dan analisis kimia lingkungan.
| 13
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
2.8. Publikasi
Bertujuan untuk menyebarluaskan hasil kegiatan yang telah dilakukan
PUSLITBANG tekMIRA yang telah meliputi masalah penelitian, pengembangan,
interprestasi, pengolahan, analisis, dan evaluasi data mineral beserta kaitannya,
yang tertuang dalam bentuk tulisan, laporan, brosur, leafet, artikel, buletin, berita
litbang teknologi mineral serta visualisasi dan lain sebagainya.
2.9. Kerjasama
Dalam kegiatannya, PUSLITBANG tekMIRA melakukan berbagai
kerjasama, baik dalam negeri maupun luar negeri dalam rangka lebih
mengoptimalkan fasilitas peralatan yang dimiliki dan kemampuan. Kerjasama
dalam negeri, kerjasama ini dimaksudkan untuk lebih mendayagunakan fasilitas,
kemampuan dan tenaga ahli yang dimiliki masing-masing instansi di dalam negeri
sehingga dapat tercapai optimasi dan kecepatan dalam mencapai sasaran. Untuk
mencapai maksud, PUSLITBANG tekMIRA membina kerjasama dengan berbagai
instansi.
2.10. Tata Kerja
Karyawan PUSLITBANG tekMIRA Bandung, mempunyai jam kerja
sebagai berikut :
Senin sampai kamis mulai dari pukul 07.30 sampai 16.00 WIB, Istirahat
pukul 12.00 sampai pukul 13.00 WIB, Jumat mulai mulai pukul 08.00 sampai
pukul 16.30, istirahat pukul 12.00 sampai 13.00, sedangkan sabtu dan Minggu
adalah hari lubur, tiap tanggal 17 Agustus dan Hari Besar Nasional lainnya wajib
mengikuti upacara bendera.
2.11. Susunan Kepegawaian
| 14
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATU BARA
Dra. Retno Damayanti, DPL, Est.
BAGIAN TATA USAHAIr. Adhi Wibowo, M.Sc
SUB BAGIAN KEUANGANEngkus Kusnadi, SE
SUB BAGIAN UMUM DAN KEPEGAWAIANDrs. Mujib
BIDANG PENYELENGGARAAN DAN SARANA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Ir. Retno WijayantiBIDANG PROGAMDrs. Ridwan Saleh
BIDANG AFILIASI DAN INFORMASINanang Jumaruddin
S.T.,M.T.
KELOMPOK PELAKSANA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI EKSPLOITASI TAMBANG DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYAKELOMPOK PELAKSANA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAAN DAN PEMANFAATAN MINERALKELOMPOK PELAKSANA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAAN DAN PEMANFAATAN BATUBARA
SUB BIDANG PENYELANGGARAAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGANIr. sariman
SUB IDANG SARANA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Maki Pria Utama,ST.
SU BIDANG PENYIAPAN RENCANA Ir. Sudirman
SUB BIDANG ANALISIS DAN EVALUASI Tendi Rustendi, S.Si., M.Si.
SUB BIDANG AFILIASIErwina Sylvia J.,SH.
SUB IDANG INFORMASI Ir. Adang Setiawan, M.Sc
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Gambar 2.4. Skema Susunan Kepegawaian
Jumlah karyawan Puslibang tekMIRA dengan bulan Desember 2010
tercatat 348 0rang, terdiri atas 232 orang dengan berbagai keahlian yang
berkecimpung dalam kelitbangan dan 106 orang tenaga administratif.
2.12. Produk dan Jasa
| 15
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Produk
Puslitbang tekMIRA bergerak di bidang penelitian dan pengembangan
mineral dan batubara, beberapa produk yang dihasilkan adalah:
a. Geoteknologi Tambang
b. Teknologi Pengolahan Mineral
c. Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara
d. Tekno-Ekonomi Mineral dan Batubara
e. Teknologi Informasi Pertambangan
Jasa
Jasa teknologi merupakan salah satu bentuk pelayanan kepada masyarakat
yang dilakukan oleh tekMIRA. Kegitan ini merupakan penunjang yang sangat
penting untuk mendukung mandirinya institusi. Banyaknya pelayanan jasa yang
dikerjakan merupakan salah satu tolak ukur kepercayaan masyarakat terhadap
tekMIRA.
Jenis pelayanan yang dapat diberikan tekMIRA kepada masyarakat
meliputi:
Jasa Pengujian Komposisi Kimia Mineral
Jasa Pengujian Kimia Lingkungan
Jasa Pengujian X-Ray
Jasa Pengujian Mineralogi
Jasa Pengujian Fisika Mineral
Jasa Pengujian Ekstraktif Metalurgi
Jasa Pengujian Kimia dan Fisika Batubara
Jasa Pengujian Analisis Proksimat
Jasa Pengujian Analisis Ultimat
Jasa Pengujian Analisis Bentuk Belerang
Jasa Pengujian Gas dan Cairan Batubara
Jasa Pengujian Mekanika Batuan
Jasa Pengujian Geoteknologi Tambang
Jasa Analisis dan Desain Geoteknologi Tambang
| 16
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Jasa Pengujian Mekanika Tanah
Jasa Penyelidiikan/Survey Geofisika Tambang
Jasa Teknologi Informasi Pertambangan
Bimbingan Teknis
2.13. Sentra Percontohan
Sentra percontohan dan peralatan penunjang yang dimiliki antara lain:
Sentra Teknologi Pemanfaatan Batubara di Palimanan Cirebon
Sentra Percontohan Pengolahan Mineral di Cipatat Bandung
Pilot Plant Semen Pozolan Kapur di Lampung
Peralatan Pengeboran
Peralatan Litbang Penambangan dan Air Tanah
Perangkat Teknologi Informasi
| 17
PEMINTA JASA
INTERN SWASTA INSTANSI LAIN
MANAGER ADMINISTRASI
MANAGER TEKNIS
LAB PREPARASI
LAB KIMIA
LAB KIMIALINGKUNGAN
LAB FISIKA
LAB KIMIA X-RAY
LAB MINERALOGIKeterangan:
Jalur Sampel Masuk
Jalur Sampel Keluar
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
2.14. Kegiatan Di Lini Industri
a. Proses Jasa Analisa di Puslitbang tekMIRA
Gambar 2.5. Proses Jasa Analisa di Puslitbang tekMIRA
| 18
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
b. Proses Sampling di Laboratorium Preparasi
| 19
Contoh / Sampel
Sampling
Drying
Arsip Contoh
Crushing Pertama:Jaw Crusher IJaw Crusher II
(Ukuran yang dihasilkan 2-0,5 cm)
Crushing Kedua:Roll Crusher
(ukuran yang dihasilkan-10#)
SamplingArsip Contoh
Grinding:Ring MillBall MillRod Mill
(Ukuran yang dihasilkan -150#)
Contoh Siap
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Gambar 2.6. Proses Sampling di Laboratorium Preparasi
BAB III
| 20
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 BATASAN MINERAL DAN PERKEMBANGANNYA
Mineral merupakan batuan yang tersusun dari oksida logam maupun
garamnya didalam kerak bumi. Dalam ilmu geologi unsur/senyawa tersebut
sangat penting dan dibutuhkan dalam mengidentifikasi pembentukan batuan,
susunan kandungan yang terdapat didalam mineral. Adapun ilmu yang
mempelajari adalah mineralogi.
Menurut definisi, mineral adalah suatu zat padat homogen yang terjadi di
alam secara ilmiah dengan suatu komposisi kimia tertentu (umumnya tidak tetap)
dan memiliki susunan atom yang teratur,
biasanya terbentuk secara proses anorganik.
Gambar 3.1. Mineral
Batasan mineral itu sendiri dapat dibagi
menjadi dua, yang masing masing
dikemukakan oleh:
1. Escer (1950), bahwa mineral adalah sebagian besar merupakan
kristalin dalam kerak bumi, serta mempunyai sifat sifat kimia yang
homogen. Artinya mempunyai sifat sifat yang sama pada satu jurusan
bila dipandang dari sudut yang sembarang.
2. Berry dan Manson (1968), bahwa mineral merupakan benda padat
homogen yang dibentuk di alam dengan proses anorganik dan
mempunyai susunan kimia yang tertentu yang didalamnya terdapat
suatu pengaturan atom atom atau ion ion yang teratur.
Gabungan dari beberapa mineral adalah batuan, agar lebih mengenal jenis
jenis batuan, perlu ditetapkan terlebih dahulu jenis mineral yang terkandung
didalamnya. Untuk mengenal jenis batuan perlu diketahui :
| 21
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
1. Jenis mineral yang terkandung.
2. Ukuran dan bentuk kristal serta penyusun ruang antara mineral yang
satu dengan mineral yang lain, sifat ini biasa disebut tekstur batuan.
3. Menetapkan secara kuantitatif kandungan mineralnya.
4. Komposisi kimia mineral.
Penggolongan mineral-mineral pada umumnya dilakukan berdasarkan
pada kandungan senyawa senyawa kimia yang terkandung, seperti sulfida, oksida,
silika, karbonat, fosfat dan sebagainya. Akan tetapi penamaan mineral tidak selalu
berdasarkan kandungan senyawa-senyawa kimia yang terkandung, namun
berdasar pada:
1. Sifat fisik atau kimia, diantaranya adalah warna, sifat magnetik, dan
unsur dominan.
2. Nama tenpat ditentukan.
3. Nama seorang tokoh atau ahli mineral.
Sebenarnya mineral telah dikenal sejak abad prasejarah, sejak manusia
telah mengenal warna yang digunakan untuk melukis didalam gua gua.
Diperkirakan bahwa penambangan dan peleburan mineral untuk mendapatkan
logam logam telah ada sejak 400 tahun yang lalu atau lebih. Meskipun demikian
kita tidak mempunyai bukti mengenai hal ini.
Mineral mempunyai sifat-sifat yang dimilikinya diantaranya :
Hardness (kekerasan)
Derajat kekerasan merupakan salah satu sifat umum yang menjadi dasar
identifikasi, hal ini merupakan ukuran terdapat goresan suatu mineral.
Kekerasan ini di uji berdasarkan skala kekerasan Mohs, yang menunjukan
kekerasan mineral tertentu pada skala 1 – 10,skala itu adalah :
Tabel 3.1. Skala Kekerasan Mohs
| 22
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Scale Mineral Gambar Scale Mineral Gambar
1 Talc (Mg3Si4O10(OH)2)
6 Orthoclase (KAlSi3O8)
2 Gypsum (CaSO42H2O)
7 Quartz (SiO2)
3 Calcite (CaCO3)
8 Topaz (Al2SiO4(OH-,F-)2)
4 Fluorite(CaF2)
9 Corundum (Al2O3)
5 Apatite (Ca5(PO4)3(OH-,Cl-,F-))
10 Diamond (C)
Prinsip dasar di balik skala ini adalah dimana zat yang memiliki bilangan
lebih besar dapat menggores bilangan yang kecil.
Luster (kilau)
Merupakan penampakan permukaan mineral di dalam cahaya yang di
pantulkan. Uji ini sangat sulit dilakukan jika permukaan kotor atau tidak rata,
hasilnya akan menyimpang.
| 23
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Pengujian sebaiknya dilakukan ketika melihat muka kristal besar. Kategori
berbeda adalah metalik (merefleksikan cahaya), admantine (kemilau,seperti
berlian yang di poles),vitreous (seperti kaca).
Streak (coret)
Streak (coret) merupakan warna residu mineral dalam keadaan bubuk. Alat
yang di gunakan adalah pecahan kaca yang putih yang tidak berglazur. Pecahan
ini memiliki kekerasan sekitar 6, alat ini tidak dapat digunakan pada mineral yang
mempunyai kekerasan lebih dari 6. Warna coretan pada mineral diantaranya
adalah:
Tabel 3.2. Warna Coretan Pada Mineral
Cleavage (belahan)
Cleavage (belahan) merupakan suatu kecenderungan mineral untuk
terbagi sepanjang bidang tertentu.
Fracture (patahan)
Merupakan bentuk mineral pada saat hancur.
| 24
Warna coretan Mineral
Hitam
GraphitePryteMagnetiteChalcopyrite
Abu-abu Galena
Kuning-coklat Limonite
Meralah-coklat Hematite
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Crystalline shape (bentuk kristal)
Merupakan pola geometris yang dimiliki kristal tunggal suatu mineral.
Specific gravity (massa jenis)
Merupakan perbandingan massa jenis mineral terhadap massa jenis air
(1g/cm3).
3.2 JENIS - JENIS MINERAL YANG DIANALISA
1. BAUKSIT
1.1 Pengertian Bauksit
Bauksit adalah batuan-batuan yang
rupanya seperti lempung kering, putih
kemerahan (tergantung pada campuran kotoran
yang terdapat di dalamnya) yang mengandung
55%-65% Al sehingga merupakan biji aluminium. Istilah bauksit pertama kali
digunakan oleh Berthier (1821) untuk endapan yang mengalami pemerkayaan
aluminium oksida yang ditemukan di Les Baux didekat Avignon, Perancis
Selatan. Kemudian A.Liebrick (1892) menggunakan istilah ini dalam cakupannya
yang lebih luas meliputi pemerkayaan karena pelapukan mineral-mineral gibbsit
pada batuan basal yang diamati di daerah Vogelsberg, Jerman.
Gambar 3.2. Bauksit
Dalam perkembangan selanjutnya, istilah bauksit digunakan orang untuk
batuan sedimen yang mempunyai kadar Al nisbi tinggi, kadar Fe rendah, dan tidak
atau sedikit mengandung kwarsa (SiO2) bebas. Dengan demikian bauksit dengan
susunan terutama dari oksida aluminium.
1.2 Proses Pembentukan Bauksit
Bijih bauksit terjadi di daerah sub tropika dan tropika yang memungkinkan
pelapukan yang sangat kuat. Bauksit terbentuk dari batuan sedimen yang
mempunyai kadar Al nisbi tinggi, kadar Fe rendah dan kadar SiO2 bebas rendah
| 25
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
bahkan tak mengandung sama sekali. Batuan tersebut antara lain nepheline,
rshale, limestone, dan phonolite.
Batu batuan di atas mengalami proses laterisasi,yaitu proses yang terjadi
karena pertukaran suhu secara terus menerus sehingga batuan mengalami
pelapukan dan terpecah pecah. Pada musim hujan, air memasuki rekahan rekahan
dan menghanyutkan unsur unsur yang mudah larut, sementara unsur unsur yang
sukar/ tidak larut tertinggal dalam batuan induk, seperti Na, K, Mg, dan Ca
dihanyutkan oleh air, residu yang ditinggalkan (disebut laterit) menjadi kaya
dengan hidro oksida aluminium [Al(OH)3)] yang kemudian oleh dehidrasi akan
mengeras menjadi bauksit.
Kondisi kondisi utama yang memungkinkan terjadinya endapan bauksit
secara optimun adalah:
1. Adanya batuan yang mudah larut dan menghasilkan batuan sisa yang
kaya aluminium.
2. Adanya vegetasi dan bakteri yang mempercepat proses pelapukan.
3. Porositas batuan yang tinggi, sehingga sirkulasi air berjalan dengan
mudah.
4. Adanya pergantian musim (cuaca) hujan dan kemarau (kering).
5. Adanya bahan yang tepat untuk pelarutan.
6. Relief (bentuk permukaan) yang relatif rata,yang mana memungkinkan
terjadinya pergerakan air dengan tingkat erosi minimum.
7. Waktu yang cukup untuk terjadinya proses pelapukan.
Untuk menggali bauksit, dilakukan dengan metode land clearing
(mengupas pohon dan semak di permukaan tanah atau pengupasan tanah
penutup). Alat-alat berat seperti buldozer, biasa dipakai untuk melakukan
pengupasan tersebut. Sementara lapisan bijih bauksit digali dengan shovel,
diangkut dengan dump truck untuk dimasukkan kedalam instalasi pencucian.
Setelah dicuci (desliming) yang berfungsi memisahkan bijih bauksit dari unsur
lain seperti pasir atau lempung kotor, maka dilakukan proses penyaringan
(screening).
| 26
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Bersamaan dengan itu dilakukan
pemecahan (size reduction) dari butiran
butiran yang berukuran lebih dari 3
inchi dengan jaw crusher. Selanjutnya,
memasuki tahap pengolahan dengan
proses bayer (teknik pemurnian bauksit)
Gambar 3.3 Tambang Bauksit
1.3 Pengolahan Bauksit Menjadi Aluminium
Proses yang digunakan untuk mengolah bauksit sehingga menjadi
alumunium adalah proses Bayer (Ditemukan oleh Karl Bayer). Mulanya bauksit
diolah dengan suhu rendah (140-170°C) kemudian pada suhu tinggi (200-400°C),
sehingga menjadi alumina (A12O3). Untuk menghasilkan satu ton alumina,
dibutuhkan sekitar 2,5-2,7 ton bauksit kering. Alumina yang mengandung
alumunium sekitar 52,9 % kemudian dipanaskan hingga titik leburnya (2035°C)
sampai dihasilkan logam alumunium.
| 27
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
1.4 Daerah-Daerah Endapan Endapan Di Dunia dan Indonesia
Sebaran sumber bauksit di dunia terbagi atas delapan wilayah utama,
yaitu:
a. Amerika Selatan : Guyana Shild dan Brazilian Shild.
b. Afrika Barat dan Tengah : Guinean Shild dan Cameroons.
c. Australia dan Asia Selatan : Australia, India, Malaysia dan Indonesia.
d. Amerika Utara : Wilayah Arkansas
e. Wilayah Karibiyah (Caribion Region)
f. Wilayah Mediterania (Mediterian Region)
g. Ural Tengah (Central Urals) : Wilayah Khazakhistan
h. Wilayah Cina Tengah (Central Cina Region)
Adapun daerah-daerah endapan di Indonesia, yaitu :
a. Pulau Bintan : Tembelin, Pulau Angkut, Pulau Kalong, Pulau Dendang,
Dan Pulau Wacopek
b. Kalimantan Barat : Kandawungan- Air Upas, Sandai- Jago Dan Sungai
Kapuas (Tayan, Munggu Pasir, Pantas, Simpang Dua).
c. Pulau Bangka
d. Kepulauan Riau
1.5 Kandungan Pada Bauksit
Bahan galian ini terdapat pada lapukan (residual soil) dari batuan yang
mengandung oksida alumunium monohidrat dan oksida besi yang membentuk
mineral di aspal (Al2O3OH) dan gipsit (Al2O3H2O). Secara umum bauksit
mengandung Al2O3 sebanyak 45-65%, SiO2 1-12%, Fe2O3 2-25%, TiO2 >3%, dan
H2O 14-36%.
1.6 Penggunaan Bauksit
Bauksit merupakan bahan baku pembuatan alumina. Sekitar 90% alumina
yang dihasilkan dari biji bauksit digunakan untuk peleburan alumina. Sisanya
sebanyak 10% digunakan untuk keperluan non metalurgis, seperti batu tahan
panas(repractories), industri gelas, keramik, bahan penggosok dan industri kimia.
| 28
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Penggunaan logam aluminium yang terbanyak adalah dalam bidang kontruksi,
pengangkutan (transportasi), pengemasan dan pelistrikan.
Dalam beberapa tahun terakhir, dibidang transportasi darat terjadi
perkembangan logam aliminium yang semakin naik. Hal ini dimaksudkan untuk
meringankan bobot kendaraan, sehingga dapat menghemat penggunaan bahan
bakar, sebaiknya peranan aluminium dalam pelistrikan menurun karena rasio
harga tembaga (Cu) dengan aluminium (Al) makin mengecil.
1.7 Penggolongan Mutu Bauksit Pulau Bintan
Tidak semua bauksit dari pulau Bintan dan sekitarnya mempunyai
komposisi yang sama. Bauksit dari pulau Bintan dan sekitarnya dapat
digolongkan atas dasar komponen komponen SiO2 total dan Al2O3 menjadi 4
golongan, seperti terlihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.3 Penggolongan Bauksit pulau Bintan
Golongan %SiO2 %Al2O3 Keterangan
A 7,9 50Dasar analisis adalah bauksit
yang sudah dicuci
(wash-bauksit)
C 7,9-13 48-50
D 13 40-48
E 13 33-40
Sumber : Laporan Perjalanan Dinas Ke Unit Pertambangan Bauksit Kijang P.N. Aneka Tambang.
Golongan A dan C, biasa disebut bauksit mutu tinggi (Upgrade bauksit),
sedang D dan E mutu rendah (Low Grade Bauksit). Percampuran A dan C
merupakan golongan sendiri (B), untuk memenuhi standar mutu bauksit, yang
biasanya ditetapkan antara P.N aneka Tambang dengan pihak pembeli dan secara
tidak langsung untuk menaikkan tenaga dari bauksit itu sendiri.
2. ABU BATUBARA
| 29
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
2.1 Pengertian Abu Batubara
Batubara adalah endapan fosil tumbuh-
tumbuhan yang telah mengalami perubahan
bentuk dari asalnya, ini disebabkan oleh
bekerjanya mikrobiologis, tekanan
panas, waktu dan pengaruh lingkungan.
Dengan adanya proses geokimia, maka terjadi
pembusukan pada sisa tumbuhan, dimana akan diubah menjadi endapan hitam
kecoklatan yang disebut “Batubara”. Dalam batubara juga terdapat unsur
anorganik dan unsur nitrogen serta Belerang yang merupakan unsur pengotor
dimana pada saat pembakaran akan tersisa abu.
Gambar 3.4. Abu Batubara
Batu bara merupakan batuan hidrokarbon padat yang berbentuk dari
tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen, serta terkena pengaruh tekanan dan
panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification)
memerlukan jutaan tahun, mulai dari awal pembentukan yang menghasilkan
gambut, lignit, subbituminus, bituminous dan akhir terbentuk antrasit.
Besar kecilnya kadar abu turut menentukan mutu dari batubara tersebut.
Abu belerang adalah bagian dari abu bakar berupa bubuk halus dan ringan yang
diambil campuran gas tungku pembakaran yang mempergunakan bahan bakar.
| 30
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Abu terbang adalah bagian dari abu bakar berupa bubuk halus dan ringan
yang dibakar. Mutunya sangat berbeda satu dengan yang lainnya, tergantung pada
sumber batu bara yang digunakan, efisiensi dari pulverisasi suhu pembakaran,
serta cara pengendapan abu dari gas pembakaran.
Komposisi abu terbang mengandung SiO2, Al2O3, SO42-, Mg, dan Fe2O3.
Abu terbang digunakan untuk bahan agregat ringan, pembuatan keramik,
pengerjaan jalan, bahan baku pasta semen, mineral aluminium dan pemisahan besi
serta bahan-bahan yang sukar dibakar.
Secara kimia abu batabara merupakan mineral alumino silikat yang banyak
mengandung unsur unsur Ca, K, dan Na di samping juga mengandung sejumlah
kecil unsur C dan N. Bahan nutrisi lain dalam abu batubara yang diperlukan
dalam tanah diantaranya ialah B, P dan unsur unsur kelumit seperti Cu, Zn, Mn,
Mo, dan Se. Abu batubara sendiri dapat bersifat sangat asam (pH 3-4) tetapi pada
umumnya bersifat basa (pH 10-12). Secara fisika abu batubara tersusun dari
partikel berukuran silt yang mempunyai karakteristik kapasitas pengikatan air
sedang sampai tinggi, sifat-sifat pembentuk semen yang dapat menghambat
perkembangan akar tanaman.
Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di
cekungan tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau
Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batu bara tergolong usia
muda, yang dapat dikelompokan sebagai batu bara berumur Tersier Bawah dan
Tersier Atas.
2.2 . Karakteristi Abu Terbang
1. Warna
Warna dari batubara dipengaruhi waktu pembakaran pada tungku
pembakaran yang menggunakan bahan bakar batubara. Apabila warna
abu terbang batubara makin mudah berwarna abu abu dan biasanya
bervariasi sampai hitam.
| 31
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
2. Komposisi Kimia
Sesuai dengan ASTM C.618-71, komposisi abu terbang harus
mengandung minimum 70% oksida-oksida seperti SiO2, Al2O3, dan
Fe2O3. Sulfat yang terkandung maximum 5%, alkalis diharapkan
maximum 3% dan oksida Magnesium maximum 3%.
3. Hilang Pijar
Hilang pijar disebabkan adanya batubara dan karbon yang tidak
terbakar. Makin besar hilang pijarnya, efektivitas sebagai bahan
pozolan akan berkurang. Abu terbang yang mempunyai hilang pijar
lebih dari 10% jarang dipergunakan untuk pembuatan keton.
4. Sifat Fisik Abu Terbang
Abu terbang batubara mepunyai bentuk yang sangat unik, sebagian
berbentuk bulat, sifat butirannya berpori dan bewarna hitam. Densitas
abu terbang batubara besarnya bervariasi bergantung pada besarnya
butirnya, juga dari besarnya hilang pijar.
5. Pemakaian Abu Terbang
Berdasarkan sifat-sifat fisik dan kimia yang terkandung dalam abu
terbang batubara, maka pemanfaatannya dapat dirinci sebagai berikut:
a. Bahan untuk pembuatan agregat ringan.
b. Pembuatan keramik.
c. Pengerjaan jalan, seperti untuk pengisi block product.
d. Sumber bahan bahan kimia seperti untuk bahan baku pasta
semen, mineral Alumunium dan pemisahan besi serta bahan-
bahan yang sukar dibakar.
3. BIJIH BESI
3.1 Pengertian Bijih Besi
| 32
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Bijih besi adalah batuan dan mineral dari mana logam besi dapat
diekstraksi secara ekonomis. Bijih biasanya kaya besi oksida dan mempunyai
warna yang bervariasi mulai dari abu-abu gelap, kuning terang, ungu dan berkarat
merah. Besi itu sendiri biasanya ditemukan dalam bentuk magnetit (Fe3O4), bijih
besi (Fe2O3), goethite (FeO(OH)), limonit (FeO(OH) dan siderite (FeCO3). Bijih
besi juga dikenal sebagai "bijih alam" dimana nama ini mengacu pada tahun-tahun
awal pertambangan besi. Bijih besi merupakan bahan baku yang digunakan untuk
membuat besi babi, yang merupakan salah satu bahan baku utama untuk membuat
baja. Dari semua besi, 98% dari bijih besi yang ditambang digunakan untuk
membuat baja. Sesungguhnya, telah dinyatakan sebelumnya bahwa bijih besi
adalah bagian terbesar dari integral ekonomi global dibandingkan dengan
komoditi lainnya, kecuali mungkin minyak. Logam besi hampir tidak dikenal di
permukaan bumi kecuali sebagai besi-nikel paduan dari meteorit dan sangat
langka dalam bentuk mantel xenoliths. Oleh karena itu, semua sumber zat besi
yang digunakan oleh industri manusia dieksploitasi dari besi oksida mineral yang
merupakan bentuk utama yang digunakan dalam industri bijih besi.
Gambar 3.5. Bijih Besi
Proses terbentuknya bahan galian sangatlah kompleks yaitu lebih dari satu
proses bekerja bersama-sama. Meskipun dari satu jenis bahan galian logam,
apabila terbentuk oleh proses yang berbeda-beda, maka akan menghasilkan tipe
endapan yang berbeda pula. Beberapa proses pembentukan bijih besi antara lain:
1. Diferensiasi magmatik
2. Larutan hidrotermal
| 33
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
3. Proses sedimentasi
4. Proses pelapukan
Dari proses di atas, tiap-tiap proses akan menghasilkan endapan bijih besi
yang berbeda dalam hal mutu, besar cadangan, maupun jenis mineral ikutannya.
Dengan mengetahui proses pembentukan besi di atas, maka akan sangat
membantu dalam pencarian, penemuan ataupun pengembangannya.
3.2 Sebaran Bijih Besi
3.2.1 Besi Primer (Ore Deposits)
Proses terjadinya cebakan bahan galian bijih besi berhubungan erat
dengan adanya peristiwa tektonik pra-mineralisasi. Akibat peristiwa tektonik,
terbentuklah struktur sesar, struktur sesar ini merupakan zona lemah yang
memungkinkan terjadinya magmatisme, yaitu intrusi magma menerobos batuan
tua. Akibat adanya kontak magmatik ini, terjadilah proses rekristalisasi, alterasi,
mineralisasi dan penggantian (replacement) pada bagian kontak magma dengan
batuan yang diterobosnya. Perubahan ini disebabkan karena adanya panas dan
bahan cair (fluida) yang berasal dari aktivitas magma tersebut. Proses
penerobosan magma pada zona lemah ini hingga membeku umumnya disertai
dengan kontak metamorfosa. Kontak metamorfosa juga melibatkan batuan
samping sehingga menimbulkan bahan cair (fluida) seperti cairan magmatik dan
metamorfik yang banyak mengandung bijih.
3.2.2 Besi Sekunder (Endapan Placer)
Cebakan mineral alochton dibentuk oleh kumpulan mineral berat
melalui proses sedimentasi, secara alamiah terpisah karena gravitasi dan dibantu
pergerakan media cair, padat dan gas/udara. Kerapatan konsentrasi mineral-
mineral berat tersebut tergantung kepada tingkat kebebasannya dari sumber, berat
jenis, ketahanan kimiawi hingga lamanya pelapukan dan mekanisma. Dengan nilai
ekonomi yang dimilikinya para ahli geologi menyebut endapan alochton tersebut
sebagai cebakan placer. Jenis cebakan ini telah terbentuk dalam semua waktu
| 34
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
geologi, tetapi kebanyakan pada umur Tersier dan masa kini, sebagian besar
merupakan cadangan berukuran kecil dan sering terkumpul dalam waktu singkat
karena tererosi. Kebanyakan cebakan berkadar rendah tetapi dapat ditambang
karena berupa partikel bebas, mudah dikerjakan dengan tanpa penghancuran;
dimana pemisahannya dapat menggunakan alat semi-mobile dan relatif murah.
Penambangannya biasanya dengan cara pengerukan, yang merupakan metoda
penambangan termurah.
3.3 PREPARASI CONTOH
Preparasi merupakan langkah yang paling penting dalam pengolahan atau
penanganan bahan galian yang akan di analisis, karena sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan analisis kimia yang di lakukan.
Berdasarkan pada jenis contoh bahan galian yang di analisis, maka
preparasi contoh dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
a. Preparasi contoh bahan galian mineral logam
b. Preparasi contoh bahan galian mineral industri
Yang membedakan kedua jenis preparasi contoh tersebut hanyalah urutan
tahap pengeringan (drying) contoh. Namun secara umum kedua jenis preparasi
tersebut adalah melalui tahap-tahap sebagai berikut :
1. Pengeringan (Drying)
Pada umumnya contoh yang diterima adalah dalam bentuk batuan,
lempung, lumpur atau dalam bentuk pasir. Apabila contoh tersebut dalam basah
maka langkah pertama pengerjaan yaitu pengeringan terlebih dahulu dengan cara,
yaitu : dijemur di bawah matahari dan pengeringan dalam oven pada suhu 100-
110oC.
2. Peremukan (Crushing)
Peremukan adalah proses mereduksi ukuran yang relatif lebih kasar
(biasanya berupa bongkahan) menjadi ukuran kurang lebih 5 cm dengan
menggunakan alat jaw crusher. Peremukan dilakukan dengan mesin-mesin
dimana permukaan pemecahnya (breaking face) secara mekanis dan tidak terjadi
kontak antara elemen-elemen breaking face. Sebelum di lakukan sampling,
| 35
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
biasanya ukuran diperkecil lagi sampai kurang lebih 10 mesh dengan alat roll
crusher.
3. Sampling
Sampling merupakan proses pengecilan/pengambilan contoh dari contoh
yang banyak dan tidak merubah komposisinya dan mewakili (bersifat
representatif). Contoh yang diambil untuk analisa biasa nya kurang lebih 50 gram.
Proses sampling dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:
1. Cone and Quartering (perempatan), yaitu membagi contoh menjadi 4
bagian dengan mengambil 2 bagian yang diagonal.
2. Quoning, sama halnya dengan cone quartering, hanya pada quoning
contoh tidak dibagi 4, tetapi diambil secara melingkar sampai
didapatkan jumlah contoh yang diinginkan.
3. Random Sampling, yaitu mengambil contoh secara acak di beberapa
sudut yang akhirnya disatukan. Biasanya untuk mengambil contoh
pada suatu lahan yang luas.
4. Splitting, yaitu membagi contoh menjadi 2 bagian apabila contoh
dalam jumlah banyak dengan mengambil satu bagian dengan
menggunakan alat splitter.
5. Grap Sampling, yaitu membagi 4 bagian yang berbeda .
6. Hexa sampling, yaitu membagi contoh menjadi delapan bagian dengan
alat yang bergetar dengan mengambil 4 bagian. Biasanya untuk contoh
yang besar.
7. Hand packing, yaitu pengambilan contoh menggunakan tangan
terhadap batuan yang mengalir diatas conveyer. Cara ini tidak
dianjurkan karena operator cenderung memilih batuan, sehingga
contoh kurang representatif.
8. Rotary sampling, yaitu pengambilan contoh dengan menggunakan
wadah yang dipasang dibawah chute crossbelt guna memperkecil
jumlah contoh yang diperoleh. Rotary sampling terdiri dari 6-8 wadah
yang berputar secara teratur.
| 36
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Alat-alat Sampling
1. Plat Siku Pembatas, alat yang digunakan untuk membagi sampel
menjadi 4 bagian pada saat melakukan sampling cone and quartering.
2. Pipa Besi Ujung Runcing, alat yang digunakan untuk menusuk
kumpulan sampel homogen yang digunakan pada saat grab sampling.
3. Splitter, alat yang digunakan untuk membagi sampel menjadi 2
bagian atau kelipatannya, sehingga diperoleh sampel dengan 2 bagian
yang hampir sama.
4. Sekop dan Cangkul, alat sederhana yang digunakan untuk
pengambilan contoh secara acak.
5. Jaw Crusher I, mesin yang digunakan untuk menghancurkan sampel
yang masih berupa bongkahan dengan ukuran 10-15 cm menjadi 1
cm.
6. Jaw Crusjer II, mesin yang digunakan untuk menghancurkan sampel
yang berukuran 1 cm menjadi 0,5 cm (lanjutan dari jaw crusher I).
7. Ring Mill, mesin yang digunakan untuk menghaluskan sampel
menjadi ukuran 150#. Prinsip kerja mesin ini yaitu pengerusan
sampel menggunakan satu cincin baja dan satu batang tabung baja
yang berada dalam wadah baja yang saling beradu ketika alat ring
mill dijalankan.
4. Penggerusan (Grinding)
Penggerusan (Grinding) adalah metode yang digunakan untuk
menghasilkan material pada ukuran maksimum 20 mesh atau lebih halus.
Penggerusan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
a. Penggerusan kasar, produk yang dihasilkan berukuran maksimum 6-20 mesh.
b. Penggerusan sedang, produk yang dihasilkan berukuran antara 28-78 mesh.
c. Penggerusan halus, produk yang dihasilkan paling kasar 100 mesh.
3.4 PELARUTAN SAMPEL
| 37
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Setelah contoh di persiapkan, tahap pelarutan contoh dilakukan dengan
dua cara, yaitu : pelarutan dengan asam dan peleburan.
3.4.1. Pelarutan dengan Asam
Asam-asam yang biasa digunakan untuk melarutkan adalah asam sulfat,
asam nitrat, asam fluorida, asam klorida, asam perklorat dan asam lainya. Dalam
melakukan pelarutan contoh kadang-kadang digunakan 2-3 macam asam. Hal
tersebut dilakukan terhadap contoh yang sukar larut. Beberapa cara melarutkan
contoh dengan asam, yaitu :
Pelarutan dengan HCl
Mineral-mineral yang mengandung CO2 dapat larut dalam HCl dingin atau
dengan mendigest pada suhu tinggi. Karenanya pelarutan dengan HCl ini
baik digunakan untuk melarutkan mineral-mineral karbonat, gips, fosfat
dan mineral-mineral oksida.
Pelarutan dengan HNO3
Asam nitrat bukan hanya dapat melarutkan mineral karbonat, tetapi juga
dapat digunakan untuk melarutkan mineral-mineral sulfida. Dalam analisa
batuan, asam nitrat penting sekali terutama pada penetapan belerang yang
terdapat dalam sulfidanya. Kegunaan lainnya yaitu untuk penetapan logam
berat yang terdapat dalam/sebagai mineral sulfida, seperti : tembaga,
kobalt, seng dan timbal. Asam ini sering ditambahkan untuk melarutkan
unsur besi dan unsur lainnya menjadi unsur yang bervalensi tinggi.
Pelarutan dengan aquaregia (HCl-HNO3)
Pelarutan ini digunakan untuk melarutkan mineral-mineral yang sukar
larut dan memerlukan oksidasi, misalnya untuk melarutkan logam-logam
yang kurang aktif, seperti emas, platina, tembaga, timbal dan raksa.
Pelarutan dengan asam campur (HF-HClO4-HNO3)
Digunakan untuk mineral-mineral yang sukar larut dalam asam biasa,
memerlukan oksidasi dan banyak mengandung silikat yang mengganggu
analisis selanjutnya.
Pelarutan dengan asam campur (H2SO4-HCl-HNO3)
| 38
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Untuk melarutkan mineral lempung yang sukar larut, misalnya zeolit,
kaolin, bentonit dan pasir besi.
Pelarutan dengan KBr-Br2-HNO3
Pelarutan ini dipakai untuk melarutkan mineral-mineral belerang dan
senyawaannya, juga untuk mengoksidasikan semua belerang dalam bentuk
apapun menjadi bentuk sulfat. Larutan KBr-Br2, yaitu 160 gram KBr +
400 mL air, setelah larut ditambahkan 100 mL Br2 dan diencerkan sampai
1 liter, aduk dan biarkan sampai 1 minggu.
Pelarutan dengan KClO3-HNO3
Pelarutan ini digunakan untuk melarutkan mineral-mineral belerang dan
senyawanya, juga untuk mengoksidasi semua bentuk belerang (S0, S2-, S
organik) menjadi bentuk sulfit (SO32-).
3.5 PELARUTAN DENGAN PELEBURAN
Peleburan berdasarkan jenis senyawa yang dipergunakan dapat digolongkan
sebagai berikut :
Peleburan dengan kalium pirosulfat (K2S2O7)
Kalium pirosulfat dapat digunakan untuk melebur mineral-mineral titan,
hasil peleburan dapat dilarutkan dengan asam klorida encer. Mineral-
mineral silikat tidak dapat dilebur langsung dengan kalium pirosulfat,
karenanya hanya dapat digunakan untuk melebur residu setelah dilarutkan
dengan HF.
Peleburan dengan lithium metaborat kering (LiBO2)/lithium tetraborat
(Li2B4O7)
Litium metaborat/ litium tetraborat baik digunakan pada clay mineral atau
batuan silikat yang dapat meleburkan semua unsur menjadi garam rangkap
diantaranya silikon, aluminium, besi, titan, kalsium, magnesium, kalium,
natrium dan mangan. Peleburan dilakukan pada cawan platina dalam tanur
pada suhu ± 900oC selama 15 menit. Penambahan litium metaborat/ litium
tetraborat sebanyak 5 kali bobot sampel. Hasil peleburan dilarutkan
kembali dengan asam nitrat 1 : 24.
Peleburan dengan NaKCO3
| 39
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Peleburan ini dapat digunakan untuk melebur hampir semua unsur batuan.
Peleburan di dalam tanur pada suhu 900 - 950 C selama 1 - 2 jam dengan
penambahan NaKCO3 sebanyak 1:5. Hasil peleburan dilarutkan kembali
dengan HCl encer. Peleburan tidak dapat dilakukan untuk mineral-mineral
seperti kyianite, silimanite, andalusite atau mineral-mineral yang banyak
mengandung alumunium karena mineral-mineral tersebut cenderung
melebur dan membentuk lelehan yang sukar larut dengan asam klorida.
Peleburan dengan Natrium Peroksida (Na2O2)
Peleburan dengan natrium peroksida dapat melarutkan hampir semua jenis
mineral. Peleburan dilakukan dalam cawan zirkon/ cawan nikel di atas
pembakar meker pada suhu 450 - 500C sampai benar-benar melebur
sempurna. Na2O2 yang digunakan harus benar-benar kering dengan
perbandingan antara sampel dengan Na2O2 adalah 1:5. Hasil peleburan
dilarutkan kembali dengan HCl 1:1.
3.6 ANALISIS CONTOH
Dua langkah utama dalam analisis adalah identifikasi dan estimasi
komponen-komponen suatu senyawa. Langkah identifikasi dikenal sebagai
analisis kualitatif sedangkan langkah estimasinya adalah analisis kuantitatif.
Analisis kualitatif dikatakan sederhana sedangkan analisis kuantitatif agak lebih
rumit. Analisis kuantitatif dapat diklasifikasikan dengan dasar perbedaan metode
analisis atau diklasifikasikan dengan dasar skala analisisnya. Metode analisis
kuantitatif mencakup metode-metode klasik seperti gravimetri atau volumetri dan
yang mencakup instrumentasi canggih, kemudian dikenal sebagai metode analisis
modern.
3.6.1 Metode Gravimetri
Gravimetri merupakan suatu cara analisis jumlah untuk menetapkan unsur-
unsur atau senyawa-senyawa berdasarkan pengendapan atau penimbangan berat.
Dasar dan cara analisis gravimetri meliputi:
Cara Pengendapan.
| 40
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Sejumlah sampel dilarutkan kemudian langsung ditambahkan suatu
pereaksi untuk mengubah zat yang kadarnya akan ditetapkan menjadi
senyawaan baru berupa endapan yang bobotnya dapat diketahui dengan
penimbangan.
Cara penguapan
Pada cara ini dilakukan dengan penguapan sampel dengan bantuan
panas atau pereaksi tertentu. Cara ini kadang-kadang dinamakan cara
evolusi. Tahapan kerja dalam analisis gravimetri, yaitu meliputi:
penimbangan, pelarutan, pemanasan, pengendapan, penyaringan,
pencucian, pemijaran, pendinginan dan penimbangan. Untuk mendapatkan
hasil yang baik, maka endapan yang terbentuk harus mempunyai syarat:
1. Endapannya murni.
2. Kelarutannya kecil.
3. Rumus kimia pasti.
4. Mantap.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan agar hasil analisis secara gravimetri
mendekati kebenaran diantaranya:
1. Pemilihan pereaksi pengendap yang tepat sehingga endapan yang
didapatkan hanya unsur yang ditetapkan.
2. Memilih pereaksi pengendap yang kelarutannya tinggi.
3. Mengatur situasi dan kondisi lingkungan (pH).
4. Memperhatikan suhu pada waktu pengendapan.
5. Penambahan pereaksi pembantu jika diperlukan, seperti larutan
penyangga.
6. Menambah pereaksi pengendapan berlebih, agar pengendapan
sempurna dan memperkecil kelarutan endapan.
3.6.2 Metode Titrimetri
| 41
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Titrimetri adalah suatu cara analisis yang berdasarkan pengukuran
volume larutan yang diketahui konsentrasinya secara teliti (titran/penitar/larutan
baku) yang direaksikan dengan larutan sampel yang akan ditetapkan kadarnya.
Pelaksanaan pengukuran volume ini disebut juga titrasi, yaitu larutan
penitar diteteskan setetes demi setetes ke dalam larutan sampel sampai tercapai
titik akhir. Berdasarkan jenis reaksi yang terjadi pada pelaksanaan titrasi, maka
titrasi dapat dibagi sebagai berikut:
1. Reaksi Metatetik
Suatu reaksi berdasarkan pertukaran ion tanpa adanya perubahan bilangan
oksidasi. Jenis titrasi yang termasuk reaksi metatetik, yaitu:
1. Titrasi Asam-Basa
Reaksi dasar dalam titrasi asam-basa adalah netralisasi, yaitu reaksi
asam dan basa yang dapat dinyatakan:
H+ + OH- → H2O
Bila larutan asam dengan kepekatan tertentu digunakan sebagai
penitar maka titrasi ini disebut asidimetri, sedangkan bila yang
diketahui sebagai penitarnya adalah basa, maka titrasi ini disebut
alkalimetri.
2. Titrasi Pengendapan (Presipitimetri)
Dasar penitaran pengendapan adalah reaksi-reaksi yang
menghasilkan endapan yang sukar larut. Yang termasuk titrasi
golongan ini antara lain argentometri, yaitu penitaran dengan
menggunakan AgNO3 sebagai penitar.
3. Titrasi Kompleksometri
Titrasi kompleksometri disebut juga khelatometri, yaitu
pembentukan senyawa rangkai (kompleks) yang mantap dan larut
dalam air, bila larutan baku bereaksi dengan kation-kation yang
ditetapkan kadarnya. Sampel pereaksi pengkomplek yang banyak
| 42
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
digunakan adalah Na-EDTA (Natrium Etilena Diamina Tetra
Asetat).
2. Reaksi Redoks
Dalam reaksi ini terjadi perpindahan elektron atau perubahan bilangan
oksidasi.
Jenis titrasi yang termasuk dalam reaksi redoks, antara lain:
1) Titrasi Permanganimetri
Sebagai penitar dipakai larutan kalium permanganat. Dalam
lingkungan asam dua molekul permanganat dapat melepaskan 5
atom oksigen.
2 KMnO4 + 3 H2SO4 → K2SO4 + 2 MnSO4 + 3 H2O + 5 O
Karena larutan KMnO4 mempunyai warna tersendiri, maka tidak
diperlukan penunjuk (indikator). Titik akhir ditunjukkan dengan
terbentuknya larutan berwarna merah muda seulas.
2) Titrasi Iodo/Iodimetri
Yang dimaksud dengan golongan ini adalah penitaran dengan Iod
(Iodimetri) atau Iod dititar dengan Natriumtiosulfat (Iodometri).
Zat-zat yang bersifat pereduksi dapat langsung dititar dengan iod,
sedangkan zat-zat yang bersifat pengoksidasi dalam larutan asam
akan membebaskan iod dari KI yang kemudian dititar dengan
Natriumtiosulfat. Pada cara titrasi ini digunakan larutan kanji
sebagai penunjuk, yang dengan iod akan menghasilkan warna biru.
3) Cerimetri
Sebagai pengoksidasi dipakai larutan Ce(SO4)2. Serium merupakan
zat pengoksidasi yang kuat, yang mengalami reaksi tunggal. Ion
serium dipakai dalam larutan yang berkeasaman tinggi karena
dalam larutan yang berkonsentrasi hidrogennya rendah terjadi
pengendapan akibat hidrolisis. Titrasi ini jarang dipakai karena
selain kurang ekonomis juga memerlukan indikator redoks.
| 43
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
4) Dikromatometri
Sebagai penitar digunakan larutan kalium dikromat. Penggunaan
utama adalah titrasi besi dalam larutan asam. Senyawa Na/Ba-
difenilaminasulfonat merupakan indikator yang sesuai bila besi
dititrasi dalam suasana asam sulfat-asam fosfat.
Beberapa syarat yang harus dipenuhi pada penitaran:
1. Reaksi berlangsung sempurna, tunggal dan menurut persamaan reaksi yang
jelas. Dengan demikian semua sampel bereaksi dengan penitar, tidak ada
yang tersisa.
2. Reaksi berjalan cepat, reaksi yang cepat akan mempertajam perubahan
warna yang terjadi pada titik akhir.
3. Ada indikator yang sesuai.
4. Ada larutan baku.
Berdasarkan jalannya reaksi yang terjadi, titrasi dapat dibedakan atas :
1. Titrasi langsung (Direct titration), yaitu larutan sampel dapat langsung
dititrasi dengan larutan standar/ baku.
2. Titrasi tidak langsung (Indirect titration), yaitu larutan sampel direaksikan
dulu dengan pereaksi yang jumlah kepekatannya tertentu, kemudian hasil
reaksi dititrasi dengan larutan standar/ baku.
3. Titrasi kembali (Back titration), cara ini dilakukan bila sampel tidak
bereaksi dengan larutan baku atau reaksinya lambat. Dalam hal ini
ditambahkan zat ketiga yang telah diketahui kepekatannya dan jumlahnya
diukur tetapi berlebihan dan kelebihannya dititrasi dengan larutan baku.
4. Titrasi penggantian (Displacement titration), cara ini dilakukan bila analat
atau unsur yang akan ditetapkan tidak bereaksi langsung dengan larutan
baku, tidak bereaksi secara stokiometri dengan larutan baku, dan tidak
saling mempengaruhi (not interact) dengan larutan penunjuk.
| 44
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
3.6.3 Metode Instrumental
Analisis instrumental adalah cara analisis yang didasarkan pada
gabungan alat - alat elektronik dan optik serta sifat-sifat kimia fisika untuk
menggantikan ketajaman mata/ indra penglihat. Analisis instrumental yang biasa
dilakukan di laboratorium kimia Mineral Puslitbang tek-MIRA diantaranya cara
spektrofotometri dan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA/ AAS). Kedua cara
analisis di atas berdasarkan pada hukum Lambert-Beer.
1. Hukum Lambert
Lambert (1760) menyelidiki hubungan antara intensitas cahaya mula-
mula (Io) dengan intensitas cahaya yang dipancarkan (It) terhadap tebal dan
memberikan suatu hukum yang berbunyi :
“Bila suatu cahaya melalui suatu media yang transparan maka bertambah
turunnya intensitas cahaya yang dipancarkan sebanding dengan bertambah
tebalnya media (t)”
Rumus yang diperoleh dari hasil pengintegralan :
log ItIo
= -k .t
log ItIo
= -k .t
-log ItIo
= k .t
2. Hukum Beer
Beer (1852) menyelediki hubungan antara intensitas cahaya mula-mula
dan cahaya yang dipancarkan terhadap kepekatan media dan memberikan hukum
yang berbunyi:
“Bila suatu cahaya melalui suatu bidang/ media yang transparan maka
bertambah turunnya intensitas cahaya yang dipancarkan sebanding dengan
bertambah turunnya kepekatan media (c)”
| 45
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Rumus yang diperoleh dari hasil pengintegralan :
log ItIo
= -k' .t
-log ItIo
= k' .t
3. Hukum Lambert-Beer
Karena adanya kesamaan kedua hukum tersebut, maka keduanya
digabungkan dan berbunyi:
“Bila suatu cahaya melalui suatu media yang trasnparan maka bertambah
turunnya intensitas cahaya yang dipancarkan sebanding dengan bertambah
turunnya ketebalan dan kepekatan media“
Rumus yang diperoleh dari hasil pengintegralan:
-log ItIo
= k. k'. c. t
Karena k dan k’ merupakan tetapan maka dapat diganti menjadi :
- log ItIo
= ε. c. t
karena -log T = ItIo
maka -log T = log IoIt
A = -log TIo
=log It
A = T. C. T
Keterangan:
k. k’ = tetapan
ε =tetapan pengganti k dan k’ yang besarnya tergantung pada
panjang gelombang cahaya dan jenis senyawanya
| 46
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Io = intensitas cahaya mula-mula
It = intensitas cahaya yang dipancarkan
T = transmisi
A = absorban
Spektrofotometri
Gambar 3.6. Spektorofotometer
Spektrofotometri adalah suatu cara analisis jumlah yang berdasarkan
kenyataan bahwa tua mudanya suatu larutan yang berwarna tergantung kepada
kepekatannya.
Teori kolorimetri didasarkan atas hubungan antara besarnya penyerapan
suatu cahaya dengan tebal media dan kepekatan larutan. Setiap zat akan menyerap
cahaya pada panjang gelombang tertentu tergantung pada senyawaan dan warna
yang ada.
Bagian-bagian terpenting dari spektrofotometer :
a) Sumber cahaya, sebagai sumber cahaya dapat digunakan lampu wolfram
yang menghasilkan sinar dengan panjang gelombang di atas 375 m,
lampu hidrogen yang mempunyai panjang gelombang di bawah 375 m.
| 47
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Dengan salah satu dari kedua sinar tersebut, dapat dilakukan penetapan
pada daerah sinar tampak atau daerah sinar ultraviolet.
b) Monokromator, berfungsi untuk mendapatkan cahaya yang
monokromatis. Ada dua macam monokromator untuk mendapatkan
cahaya yang monokromatis, yaitu prisma dan grating.
c) Kuvet, berfungsi untuk menyimpan sampel yang akan diperiksa. Kuvet
yang baik mempunyai syarat-syarat:
Tidak berwarna.
Permukaannya secara optik sejajar.
Tidak boleh rapuh.
Bentuknya sederhana.
d) Detektor, berfungsi mengubah cahaya menjadi arus listrik. Sebagai
detektor dapat dipakai Photo Tube, Photo Multiplier Tube, atau Barrier
Layer Cell.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometer:
1. Pembentukan Warna
Dalam pembentukan warna dari zat yang dianalisis digunakan pereaksi
pembentuk warna. Pereaksi ini harus mempunyai syarat, yaitu:
a. Harus selektif artinya pereaksi hanya bereaksi dengan unsur yang
dianalisis serta menghasilkan warna yang spesifik.
b. Reaksinya peka artinya pereaksi dapat membentuk warna dan bereaksi
walaupun zat yang dianalisis ada dalam konsentrasi yang kecil sekali.
2. Pemilihan Panjang Gelombang
Dalam memilih panjang gelombang yang optimal biasanya dibuat
spektrum absorban yaitu berupa kurva hubungan antara absorbansi dengan
panjang gelombang.
3. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Dalam pembuatan kurva kalibrasi dilakukan pengukuran absorbansi
terhadap konsentrasi larutan standar pada panjang gelombang yang sama.
4. Penentuan kadar
| 48
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Setelah absorbansi larutan contoh terukur, kemudian diplotkan pada
kurva kalibrasi seri larutan standar maka konsentrasi contoh dapat
diketahui.
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA/AAS)
Gambar 3.7. Atomic Absorbtion Spectrofotometry
Spektrofotometri Serapan Atom biasa dikenal dengan nama AAS
(AtomicAbsorbtion Spectrofotometry) adalah suatu teknik yang berdasarkan atas
absorbansi sinar yang spesifik oleh atom bebas pada panjang gelombang tertentu.
Cara lain ini diperkenalkan untuk pertama kalinya oleh Walsh pada tahun 1953.
Sekarang cara ini telah berkembang dengan pesat dan telah menjadi suatu cara
analisis yang dikerjakan secara rutin.
AAS menjadi pilihan utama dalam analisis unsur karena mempunyai
kelebihan, antara lain :
1. Dapat mendeteksi kadar
logam/ unsur dari suatu campuran
yang sangat kompleks dan
kepekatan tinggi.
2. Dapat mendeteksi kadar
logam tertentu dalam kepekatan
yang relatif rendah walaupun ada
unsur lain yang tingkat kepekatannya lebih tinggi tanpa dilakukan
pemisahan terlebih dulu.
| 49
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
3. Dapat mendeteksi kadar logam dari kepekatan rendah sampai tinggi
Telah diketahui bahwa penetapan dengan cara AAS ini didasarkan atas
penyerapan sinar oleh atom bebas, atom-atom bebas ini selain dapat menyerap
energi sinar juga dapat mengabsorbsi panas. Atom bebas dari unsur logam akan
menyerap energi cahaya pada suatu tingkat energi tertentu dan pada panjang
gelombang tertentu. Besarnya cahaya yang diserap berbanding lurus dengan
konsentrasi atom dalam sampel tersebut dan sesuai dengan hukum Lambert -
Beer.
Bagian-bagian terpenting dari Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) adalah:
1. Sumber Cahaya
Menggunakan sumber cahaya yang mempunyai panjang
gelombang tertentu dan untuk setiap unsur adalah spesifik. Biasanya
digunakan lampu katoda yang terbuat dari gelas yang membungkus katoda
dan sebuah anoda yang cocok. Kedua elektroda diselubungi gas neon pada
tekanan rendah. Apabila dihubungkan sumber tegangan maka ion gas yang
bermuatan positif akan memakan katoda dan mengusir atom dari unsur
pada katoda. Atom ini akan tereksitasi dan dapat menghasilkan sinar emisi
yang mempunyai panjang gelombang yang khas.
2. Bagian Atomisasi
Pada bagian ini larutan sampel diubah menjadi bentuk atom-
atomnya setelah melalui spray chamber dengan bantuan gas pembakar
untuk diatomisasi.
3. Sistem Optik
| 50
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Dalam AAS maksud utama dari sistem optik adalah mengumpulkan
cahaya dari sumber cahaya, melewatkannya melalui sampel lalu ke
monokromator. Sistem optik pada AAS dapat single beam (satu berkas
cahaya) atau double beam (dua berkas cahaya). Pada single beam harga Io
selalu tetap selama pengukuran sinar yang ditransmisikan (It). Pada sistem
double beam secara periodik disisipkan cermin datar pada jalannya sinar
dari nyala masuk ke dalam monokromator, sehingga Io dapat diukur.
4. Monokromator
Berfungsi mengisolasi sinar yang diperlukan dari sinar yang
dihasilkan oleh lampu katoda. Jadi apabila terdapat beberapa panjang
gelombang cahaya, maka yang dilewatkan ke detektor hanyalah panjang
gelombang tertentu sesuai keinginan.
5. Detektor
Seperti halnya pada spektrofotometer, detektor pada AAS
mempunyai sifat dapat mengubah cahaya menjadi energi listrik yang
kemudian diteruskan ke amplifier lalu ke sistem pembacaan
(galvanometer).
Gangguan-gangguan yang timbul pada penetapan dengan menggunakan AAS
diantaranya:
1. Gangguan Ionisasi
Keberadaan logam-logam lain dapat mengganggu keseimbangan
jumlah atom yang stabil dengan terionisasi. Terbentuknya elektron-
elektron dari logam-logam tersebut akan memperbesar jumlah atom pada
nyala sehingga absorbansi makin tinggi. Gangguan ini dapat diatasi
dengan penambahan pereaksi, seperti untuk pengukuran kalsium dan
magnesium perlu penambahan stronsium dan litium.
| 51
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
2. Pengaruh Anion
Keberadaan anion dapat mempersulit pembentukan atom bebas
karena terbentuknya senyawa yang relatif sulit untuk diatomisasi. Keadaan
ini dapat dihindari dengan beberapa cara, antara lain:
a. Penambahan pereaksi pengkelat yang dapat membentuk senyawa
kompleks.
b. Pemakaian suhu tinggi.
c. Ditambahkan kation yang dapat mengikat anion (ion pembebas).
3. Gangguan Sinar Emisi
Di dalam bagian atomisasi disamping terdapat atom yang stabil,
juga terjadi eksitasi atom-atom yang menghasilkan sinar emisi dengan
panjang gelombang yang sama dengan sinar katoda, sehingga sulit
dibedakan oleh monokromator. Hal ini dapat menambah sinar yang
ditransmisikan sehingga akan memperkecil kadar. Gangguan semacam ini
dapat diatasi dengan penggunaan sistem modulasi, yaitu:
a. Chopper (mechanically modulation)
b. Voltage (electrical modulation)
4. Gangguan Fisika
Gangguan fisika seperti kekentalan dan tegangan permukaan
sangat berpengaruh terhadap kesempurnaan proses atomisasi contoh.
Keadaan ini dapat dikurangi dengan peningkatan suhu pembakar.
5. Perhitungan Kadar Dengan AAS
Perhitungan kadar dapat dihitung dengan salah satu cara cara
sebagai berikut:
Kadar Unsur (%) =Abs. SampelAbs.Standar
× ppm standar × V × fp ×100bobot sampel ( mg )×1000
| 52
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
BAB IV
METODE ANALISA
4.1 LABORATORIUM PREPARASI MINERAL
4.1.1 PROSES PREPARASI BATUAN
Prosedur :
1. Bongkahan batu yang berukuran besar dihancurkan dengan martil,
sehingga didapatkan ukuran bongkahan 5-10 cm.
2. Bongkahan batu yang didapat, dihancurkan dalam jaw crusher I,
sehingga diperoleh batuan dengan ukuran 1-2 cm.
3. Sampel yang diambil digerus dalam mesin jaw crusher II, sampel
dihancurkan menjadi ukuran yang lebih kecil, yaitu 0,5 cm.
| 53
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
4. Dilakukan proses sampling cone and quartering, yaitu dengan cara
mengambil sejumlah sampel yang representatif, dibagi menjadi 4
sektor yang berbeda. Dua sektor berbeda yang saling bersebrangan
diambil dan dilakukan tahap penggerusan berikutnya, sedangkan dua
sektor lainnya disimpan sebagai arsip.
5. Sampel yang diambil kemudian digerus menggunakan ring mill,
sehingga diperoleh ukuran sampel 150# yang kemudian dimasukkan
kedalam wadah plastik untuk analisa selanjutnya di laboratorium.
4.1.2 CARA SAMPLING SPLITTER
Prosedur :
1. Siapkan alat splitter dan 3 wadah plat besi, bersihkan dengan kuas.
2. Susun alat splitter dengan 2 wadah plat besi dibawahnya, dan
masukkan sampel yang akan disampling kedalam wadah plat besi
lainnya.
3. Ratakan permukaan sampel yang akan disampling, lalu dituangkan
kedalam alat splitter yang telah disiapkan. Pada saat menuangkan
sampel, kedua ujung wadah plat besi berisi sampel tersebut harus
menempel dengan kedua ujung dari alat splitter.
4. Sampel telah terbagi menjadi 2 bagian, untuk selanjutnya dapat
dilanjutkan sesuai dengan bagian yang diperlukan. Sampling metode
splitter ini anya berlaku untuk pembagian dengan kelipatan 2 (1/2, 1/4
dan seterusnya).
4.2 LABORATORIUM KIMIA MINERAL
4.2.1 ANALISA BAUKSIT
Unsur dan senyawa yang dianalisis : SiO2 total, SiO2 reaktif, Al2O3, Fe2O3,
dan TiO2.
Alat dan Bahan :
ALAT BAHAN
| 54
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
- Gelas kimia 300 mL
- Labu ukur 250 mL
- Labu ukur 100 mL
- Labu ukur 25 mL
- Corong dan batang pengaduk
- Hot plate
- Kaca arloji, spatula, dan kuas
- Neraca analitik
- Cawan platina
- Pembakar bunsen
- Tanur
- Pipet skala
- Hot plate
- Corong
- Kertas saring whatman no. 40
- Spektrofotometer Uv-Vis
- AAS
- HCl p.a
- H2SO4 1:1
- HNO3 p.a
- HF
- HClO4
- H3PO4 p.a
- H3BO3 jenuh
- H2O2 3 %
- K2S2O7
- NaOH pellet
- Lanthanum
- Ind. PP
- Ind. EBT
- EDTA 0,0200 M
- ZnSO4 0,0125 M
- NH4OH 1:2
- HCl 1 %
1. Pelarutan contoh dengan Aquaregia Sulfat (HCl-HNO3-H2SO4)
a. Prinsip:
Contoh bauksit akan larut dengan baik dalam HCl, kecuali SiO2 tidak larut.
b. Prosedur :
1. Ditimbang contoh 0,5 gram kedalam gelas kimia lalu tambahkan
sedikit aquades.
2. Ditambahkan 15 mL HCl , 5 mL HNO3 , dan 10 mL H2SO4 1:1 ,
ditutup dengan kaca arloji dan dipanaskan sampai kering.
3. Tutup dibuka, pemanasan dilanjutkan sampai keluar asap putih SO3.
4. Didinginkan lalu ditambahkan 10 mL HCl p.a, dipanaskan dan
ditambahkan lagi ± 100 mL aquades, dipanaskan kembali.
| 55
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
5. Disaring dengan kertas saring whatman 40, filtrat ditampung ke
dalam labu ukur 250 mL (larutan induk). Endapan untuk penetapan
SiO2 total.
2. Penentuan SiO2 Total
a. Prinsip :
Silikat dan senyawa lain yang tidak larut pada pelarutan dengan
asam dipisahkan dengan jalan penyaringan. Dengan penambahan H2SO4
1:1, senyawaan yang tidak larut tersebut diubah menjadi senyawaan sulfat
yang larut, sehingga pada saat pemijaran akan diubah menjadi oksida-
oksidanya. Dengan penambahan HF, maka SiO2 akan membentuk SiF4
yang akan menguap pada saat pemijaran. Kadar SiO2 dapat dihitung dari
selisih berat yang hilang pada saat pemijaran.
b. Reaksi :
SiO2 + 6HF → H2SiF6 + 2H2O
H2SiF6 → SiF4 (g) + 2HF (g)
c. Prosedur :
1. Endapan hasil penyaringan dicuci dengan air panas beberapa kali
sampai bersih.
2. Kertas saring dan endapan yang sudah bersih dilipat dan
dimasukkan kedalam cawan platina, diarangkan kemudian di
pijarkan dalam tanur selama ± 1 jam, didinginkan dalam desikator
dan ditimbang (A gram).
3. Sisa pemijaran dibasahi dengan sedikit air, ditambahkan H2SO4
1:1 sebanyak 2 tetes dan HF p.a. sebanyak maksimal 3 x 3 mL.
4. Diuapkan perlahan-lahan di atas pembakar, kemudian dipijarkan
lagi dalam tanur selama ± 1 jam. Didinginkan dalam desikator
lalu ditimbang kembali (B gram)
5. Dilebur sisa pemijaran tersebut dengan K2S2O7 dan dilarutkan
dengan HCl encer, dipanaskan diatas hot plate sampai larut.
| 56
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
6. Larutan pada cawan disatukan dengan larutan induk dan
dihimpitkan dengan aquades, lalu dihomogenkan.
d. Perhitungan :
%SiO2 Total = (A – B ) gramW gram
×100%
Keterangan :
A = Berat platina + endapan sebelum di HF (gram)
B = Berat platina + endapan setelah di HF (gram)
W = Bobot sampel (gram)
3. Penentuan SiO2 Reaktif
a. Prinsip :
Silika yang berikatan dengan unsur lain akan terpecah dan larut
menjadi SiF4 pada penambahan HF dan menguap pada saat pemanasan.
Penambahan H3BO3 berfungsi untuk mengikat HF agar membentuk suatu
senyawa baru yang tidak berbahaya. Hasil dari pelarutan tersebut akan
menyisakan endapan yang merupakan silika bebas. Endapan hasil
penyaringan diarangkan dan dipijarkan dan dilarutkan menggunakan HF.
b. Reaksi :
SiO2 + 6HF → H2SiF6 + 2H2O
H2SiF6 → SiF4 (g) + 2HF(g)
c. Prosedur :
1. Ditimbang 1,000 g contoh, dibasahkan sedikit dengan aquades
ditambahkan 30 mL H2SO4 1:1, ditutup dengan kaca arloji.
2. Dipanaskan di atas hot plate sampai contoh larut (macak-macak),
didinginkan dan ditambahkan 100 mL aquades dan dididihkan
kembali diatas meker.
| 57
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
3. Ditambahkan HF sebanyak 10 mL, Dipanaskan kembali dan
biarkan mendidih selama 60 detik. Kemudian ditambahkan 30 mL
larutan H3BO3 jenuh, diaduk.
4. Disaring dalam keadaan panas dengan kertas saring Whatman no
40. Kertas saring dilipat dan dimasukkan ke dalam cawan platina.
5. Dipanaskankan dan diarangkan kertas saring pada pembakar
meker kemudian dipiijarkan pada suhu 900oC selama 1 jam dalam
furnace. Didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A gram).
6. Dibasahkan sedikit dengan aquades, ditambahkan H2SO4 1:1
sebanyak 2 tetes dan HF sebanyak 3 x 3 mL, diuapkan perlahan-
lahan di atas hot plate.
7. Dipijarkan kembali dalam furnace selama 30 menit, didinginkan
dalam desikator , lalu ditimbang (B gram).
d. Perhitungan :
%SiO2 Bebas = (A – B ) gramW gram
×100 %
%SiO2 Reaktif = % SiO2 Total - % SiO2 Bebas
Keterangan :
A = Berat platina + endapan sebelum di HF (gram)
B = Berat platina + endapan setelah di HF (gram)
W = Bobot sampel (gram)
4. Penentuan Kadar Al2O3 Secara Kompleksometri
a. Prinsip :
Fe3+ dalam sampel diendapkan dalam suasana basa kuat, lalu
dipisahkan agar tidak bereaksi dengan EDTA, kelebihan EDTA dititrasi
dengan larutan ZnSO4 menggunakan indikator EBT hingga terjadi
perubahan warna dari biru ke ungu.
| 58
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
b. Reaksi :
Fe2+(aq) + 3OH-
(aq) → Fe(OH)3(s) ↓
Al3+(aq) + 4OH-
(aq) → Al(OH)3(aq)
Al(OH)3(aq) + H2Y2- → AlY- (aq) + 2H2O + 2OH-
H2Y2- + Zn2+(aq) → ZnY2-
(aq) + 2H+(aq)
Zn2+ + HIn2-(aq) → ZnIn-
(aq) + H+(aq)
c. Prosedur :
1. Dipipet 10 mL laurtan induk, dimasukkan ke dalam gelas kimia
100 mL.
2. Ditambahkan NaOH pellet 5 buah, diencerkan sampai 100 mL
dan dipanaskan sampai terbentuk endapan Fe(OH)3 sempurna.
3. Disaring dengan kertas saring teknis, filtrat hasil penyaringan
ditampung di dalam labu Erlenmeyer 250 mL.
4. Dicuci dengan air panas sampai volume larutan filtrat sebanyak
100 mL.
5. Ditambahkan EDTA 0,02 M sebanyak 15 mL.
6. pH diatur antara 8 – 9 dengan menambahkan ind. phenolptalein,
kemudian ditambahkan HCl p.a. hingga tidak berwarna. Setelah
itu, ditambahkan NH4OH 1:2 sampai warna merah lagi. Setelah
itu, ditambahkan kembali 5 tetes HCl 1%.
7. Ditambahkan 50 mg indikator EBT.
8. Dititrasi dengan larutan ZnSO4 0,0125 M sampai berubah warna
dari biru jernih ke merah anggur.
d. Perhitungan :
%Al 2O 3 = fp x (V 1. M 1−V 2. M 2 ) x Ar Al x fkmg sampel
×100%
Keterangan :
V1 = Volume EDTA (mL)
M1 = Molaritas EDTA (mmol/mL)
| 59
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
V2 = Volume ZnSO4 (mL)
M2 = Molaritas ZnSO4 (mmol/mL)
Fp = Faktor pengenceran
W = Berat sampel (mg)
Ar Al = 27 mg/mmol
fk = 1,8889
5. Penentuan Kadar TiO2 secara spektrofotometri
a. Prinsip :
Senyawa titan dalam suasana asam sulfat direaksikan dengan larutan
H2O2 membentuk senyawa kompleks yang berwarna kuning, kemudian
diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada gelombang
maksimum 400 nm. Adanya unsur besi dapat mengganggu penetapan,
karena besi(II) dengan HCl akan membentuk besi(III) yang berwarna
kuning juga. Untuk menghilangkannya ditambahkan asam sulfat dan asam
posfat sehingga terbentuk kompleks besi posfat yang tak berwarna.
b. Reaksi :Fe3+ + Cl- → FeCl3 (kuning)
2 FeCl3 + 3 H2SO4 → Fe2(SO4)3 + 6 HCl
Fe3+ + H3PO4 → FePO4 (bening) + 3 H+
Ti2+ + 2 H2O2 + 2 SO42- → [TiO2(SO4)2]2-
(kuning) + 2 H2O
c. Prosedur :
1. Dipipet 10 mL dari larutan hasil pengendapan pada penentuan
besi, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL.
2. Ditambahkan 2,5 mL H2SO4 1:1 + 1,5 mL H3PO4(p) + 2,5 mL H2O2
3%.
3. Dihimpitkan dan dihomogenkan, biarkan selama 15 menit.
| 60
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
4. Diukur absorbannya dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 400 nm.
d. Perhitungan :
% TiO2 =Mr TiO2Ar Ti
× % Ti
Keterangan :
Mr TiO2 = 79,88
Ar Ti = 47,88
6. Penentuan % Fe2O3 metode AAS
a. Prinsip :
Kondisi larutan contoh dengan kondisi larutan standar harus sama.
Dalam hal ini baik larutan contoh maupun standar mengandung La3+yang
berfungsi untuk mengatasi gangguan kation.
b. Prosedur :
1. Dipipet 5 mL larutan induk ke dalam labu ukur 100 mL
2. Ditambahkan larutan La3+ 3% sebanyak 5 mL ke dalam setiap
labu ukur
3. Diencerkan dan ditanda bataskan dengan aquades.
Dihomogenkan.
4. Diukur serapannya dengan SSA, menggunakan lampu untuk
mengukur Fe pada λ 248 nm.
4.2.2 ANALISA ABU BATUBARA
Senyawa yang dianalisa diantaranya: SiO2 total, SO3, P2O5, TiO2, K2O,
Na2O, MgO, Fe2O3, MnO, CaO, Al2O3, H2O- dan LOI.
Alat dan Bahan :
| 61
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
ALAT BAHAN
- Gelas kimia 300 mL
- Gelas teflon
- Labu ukur 100 mL
- Labu ukur 25 mL
- Corong dan batang pengaduk
- Hot plate
- Kaca arloji, spatula, dan kuas
- Neraca analitik
- Cawan platina
- Pembakar bunsen
- Tanur
- Pupet skala
- Gegep
- Hot plate
- Corong
- Kertas saring whatman no. 40
- Spektrofotometer Uv-Vis
- AAS
- HNO3(p)
- HF(p)
- HClO4
- HCl(p)
- H2SO4 1:1
- K2S2O7
- BaCl2 10%
- Amonium vanadat 0,25%
- Amonium molibdat 5%
- HNO3 1 : 24
- H3PO4(p)
- H2O2 3%
- Larutan Sr2+
- Larutan Li+
- Aquades
1. Pelarutan dengan HNO3-HF-HClO4
a. Prinsip :
Mineral-mineral yang memerlukan oksidasi dan mineral-mineral
silikat akan larut dalam asam campur ini.
b. Reaksi :
SiO2 + 4 HF → SiF4 + 2 H2O
Logam + HNO3 → garam nitrat + NO2 + H2O
Logam –o + HClO → garam –I
c. Prosedur :
| 62
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
1. Ditimbang 0.2000 gram contoh dimasukkan ke dalam teflon piala
dan dibasahkan dengan aquades.
2. Ditambahkan 3 mL HNO3 pekat, 10 mL HF dan dipanaskan diatas
hot plate sampai kering.
3. Ditambahkan 3 mL HNO3 pekat dan 3 mL HClO4 pekat,
dipanaskan sampai macak-macak.
4. Ditambahkan 5 mL HNO3 pekat, dipanaskan sampai garam-
garamnya larut dan diencerkan dengan aquades sampai kira-kira
40 mL, dipanaskan lagi sampai larut semua.
5. Didinginkan dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL,
dihimpitkan dan dihomogenkan (larutan induk).
2. Penentuan SiO2 Total
Prinsip, reaksi, prosedur dan rumus perhitungan sama seperti kadar
SiO2 Total sebelumnya.
3. Penentuan Kadar SO3
a. Prinsip:
Ion SO42- diendapkan dengan BaCl2 yang membentuk endapan
yang berwarna putih, kemudian disaring. Endapan dipijarkan, didinginkan
dan ditimbang sebagai BaSO4. Kadar SO3 dihitung setelah di koreksi
fakor kimia.
b. Reaksi :
SO42- + BaCl2 → BaSO4 ↓(putih) + 2 Cl-
c. Prosedur :
1. Ditimbang ±0,3 gram contoh ke dalam gelas kimia 250 mL
kemudian bilas dengan sedikit aquades. Aduk hingga larutan
tersuspensi.
2. Ditambahkan 10 mL HCl pekat kemudian dipanaskan sampai
larut (tidak boleh kering).
| 63
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
3. Diencerkan sampai volume ± 100 mL dengan aquades, kemudian
dipanaskan lagi sampai mendidih.
4. Disaring dengan kertas saring whatman no.40, filtrat di tampung
kedalam gelas piala 400 mL dan endapan dicuci dengan air panas,
kemudian filtrat di panaskan lagi.
5. Ditambahkan 10 mL BaCl2 10% hingga pengendapan sempurna,
dididihkan lagi, angkat dan dibiarkan 1 malam.
6. Disaring dengan kertas saring whatman no. 42, dicuci dengan air
panas hingga bebas Cl-.
7. Kertas saring yang berisi endapan dimasukkan kedalam cawan
kosong yang telah diketahui bobotnya (A gram).
8. Diperarang diatas pembakar, kemudian dipijarkan dalam tanur
selama ± 1 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (B
gram).
d. Perhitungan :
Keterangan :
A = Berat cawan kosong yang telah dipanaskan (gram)
B = Berat residu setelah dipijarkan (gram)
W = Berat sampel ( gram )
0,3411 = Ar SO 3
Mr BaSO 4
4. Penentuan Kadar P2O5 Metode Spektrofotometri
a. Prinsip :
Ion ortophospat direaksikan dengan ammonium molybdat dan
ammonium vanadat dalam suasana asam nitrat membentuk senyawa
kompleks yang berwarna kuning. Warna kuning yang terbentuk diperiksa
| 64
% SO3 = B−A
W x 0,3411 x 100 %
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
absorbannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 460 nm,
kadar P2O5 dalam contoh dapat dihitung setelah dibandingkan dengan
kalibrasi seri larutan standar P2O5.
b. Reaksi :
H3PO4 + 12 (NH4)2MoO4 + 21 HNO3 → (NH4)3PO4.12 MoO3 + 21
NH4NO3 + 12 H2O
c. Prosedur :
1. Dipipet 10 ml larutan induk dari pelarutan HF-HNO3-HClO4 ke
dalam labu ukur 25 mL.
2. Ditambahkan 1 mL HNO3, 2,5 mL amonium vanadat 0,25% dan
2,5 mL amonium molibdat 5%. lalu diimpitkan dengan HNO3 1
: 24.
3. Diperiksa dengan Spektrofotometer pada panjang gelombang
460 nm.
5. Penentuan Kadar TiO2 Metode spektrofotometri
Prinsip, reaksi, prosedur dan rumus perhitungan sama seperti
penetapan TiO2 sebelumnya.
6. Penetapan kadar K2O, Na2O, MgO, Fe2O3, MnO, CaO, dan Al2O3 metode
AAS
a. Prinsip :
Kondisi larutan contoh dengan kondisi larutan standar harus sama.
Dalam hal ini baik larutan contoh maupun standar mengandung Li+ 2000
ppm dan Sr2+ 3000 ppm yang berfungsi untuk mengatasi gangguan kation.
b. Prosedur :
1. Dipipet 5 ml larutan induk kedalam labu ukur 25 mL dan 100 mL
2. Kedalam labu ukur 100 mL masing-masing ditambahkan 20 mL
larutan Li+ dan 10 mL larutan Sr2+ lalu kedalam labu 25 mL
ditambahkan 5 mL larutan Li+ dan 2,5 mL larutan Sr2+.
| 65
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
3. Dihimpitkan dengan HNO3 1:24 lalu diperiksa dengan
spektrofotometer serapan atom.
4. Penentuan H2O –
a. Prinsip :
Air yang terkandung dalam sampel diuapkan di dalam oven pada
suhu 100-105oC hingga diperoleh berat yang tetap atau konstan.
b. Reaksi :
Sampel 100℃−105℃
↑>¿ Sampel + Air
c. Prosedur :
1. Dipanaskan cawan kosong dalam oven selama 15 menit.
2. Didinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan ditimbang
( A gram).
3. Ditambahkan sampel sebanyak + 1 gram ( B gram).
4. Dipanaskan dalam oven selama 1 jam, lalu didinginkan kembali
di dalam eksikator selama 15 menit.
5. Ditimbang kembali hasil pengeringan ( C gram).
d. Perhitungan :
Keterangan :
A = Berat cawan kosong setelah dipanaskan (gram).
B = Berat cawan + sampel (gram).
C = Berat setelah dipanaskan dalam oven (gram).
5. Penetapan LOI (Lost On Ignition)
a. Prinsip :
Pada umumnya batuan atau tanah mengandung air lembab,
senyawa organik dan anorganik. Senyawa organik atau anorganik akan
| 66
% H2O- = B−CB−A
x 100 %
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
mengurai atau hilang bila dipijarkan pada suhu 900oC. Selisih bobot
sebelum dan sesudah pemijaran, dihitung sebagai kadar LOI.
b. Reaksi
Sampel 900℃
↑>¿sampel + senyawa organik
c. Prosedur :
1. Cawan berisi sampel bekas penetapan kadar air dipijarkan
dalam furnace pada suhu 900 – 925oC selama 1-2 jam.
2. Didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D gram).
d. Perhitungan :
Keterangan :
A = Bobot cawan kosong (gram).
C = Bobot cawan + sampel setelah dipanaskan dalam oven (gram).
D = Bobot cawan + sampel setalah dipijarkan (gram)
4.2.3 ANALISA BIJIH BESI
Senyawa yang dianalisis meliputi: SiO2 total, S total, Fe total, TiO2, MgO,
CaO, Al2O3 dan LOI.
ALAT BAHAN
- Gelas kimia 300 mL
- Gelas teflon
- Labu ukur 100 mL
- Labu ukur 25 mL
- Corong dan batang pengaduk
- Hot plate
- Kaca arloji, spatula dan kuas
- Neraca analitik
- Na2CO3
- Na2B4O7
- HCl(p)
- H2SO4 1:1
- HF
- K2S2O7
- KClO3
- HNO3 1:1
| 67
% LOI = C−DC−A
x 100 %
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
- Cawan platina
- Pembakar bunsen
- Tanur
- Pupet skala
- Gegep
- Hot plate
- Corong
- Kertas saring whatman no. 40
- Spektrofotometer Uv-Vis
- AAS
- NH4OH
- Indikator MM
- BaCl2 10%
- AgNO3
- SnCl2 10%
- HgCl 5%
- Asam campur (H2SO4 dan
H3PO4)
- K2Cr2O7 0,05 N
- Indikator natrium
difenilaminasulfonat
- H2SO4 1:1
- H2O2 3%
- Larutan Sr2+
- Larutan Li+
1. Peleburan dengan Na2CO3 dan Na2B4O7
a. Prinsip :
Sampel bijih besi larut sempurna dengan peleburan menggunakan
Na2CO3 dan Na2B4O7 kecuali silika.
b. Prosedur :
1. Ditimbang 0,2 gram sampel dan dimasukan ke dalam cawan
platina yang telah di isi 7 gram Na2CO3 dan 1 gram Na2B4O7, lalu
diaduk sampai benar-benar homogen dan ditutup dengan tutup
platina.
2. Dilebur dalam furnace selama 2,5 - 3 jam dengan suhu 900oC,
kemudian didinginkan.
| 68
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
3. Dimasukkan cawan platina beserta tutupnya kedalam gelas kimia
400 mL yang telah berisi 100 mL aquadest, ditambahkan 25 mL
HCl(p) kedalam cawan platina, ditutup dengan kaca arloji.
4. Dipanaskan diatas hot plate setelah mulai terjadi reaksi aduk
dengan memiringkan posisi cawan platina ke berbagai arah
sampai larut sempurna.
5. Setelah larutan larut sempurna cawan platina diangkat lalu dibilas
beberapa kali dengan aquadest begitu pun dengan tutup cawan
platina (larutan untuk penetapan SiO2 total).
2. Penentuan Kadar SiO2 Total
a. Prinsip :
Silikat dan senyawa lain yang tidak larut pada pelarutan dengan
asam dipisahkan dengan jalan penyaringan. Dengan penambahan H2SO4
1:1, senyawaan yang tidak larut tersebut diubah menjadi senyawaan sulfat
yang larut, sehingga pada saat pemijaran akan diubah menjadi oksida-
oksidanya. Dengan penambahan HF, maka SiO2 akan membentuk SiF4
yang akan menguap pada saat pemijaran. Kadar SiO2 dapat dihitung dari
selisih berat yang hilang pada saat pemijaran.
b. Reaksi :
SiO2 + 6HF → H2SiF6 + 2H2O
H2SiF6 → SiF4 (g) + 2HF (g)
c. Prosedur :
1. Larutan hasil peleburan Na2CO3 dan Na2B4O7 dikeringkan diatas
hot plate hingga kering kerontang dan didinginkan.
2. Ditambahkan 10 mL HCl(p) , larutan dipanaskan kembali diatas
hot plate hingga larut dan diencerkan hingga volume 100 mL,
dipanaskan selama 10 menit dan didinginkan.
| 69
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
3. Endapan disaring dengan kertas saring whatman 40, filtrat
ditampung ke dalam labu ukur 250 mL (larutan induk). Endapan
untuk penetapan SiO2 total.
4. Endapan dicuci dengan air panas beberapa kali sampai bersih.
5. Kertas saring dan endapan yang sudah bersih dilipat dan
dimasukkan kedalam cawan platina, diarangkan diatas pembakar,
kemudian dipijarkan dalam tanur selama ± 1 jam, didinginkan
dalam desikator dan ditimbang (A gram).
6. Sisa pemijaran dibasahi dengan sedikit air, ditambahkan
H2SO4 1:1 sebanyak 2 tetes dan HF sebanyak 3 x 3 mL.
7. Diuapkan perlahan-lahan di atas pembakar, kemudian dipijarkan
lagi dalam tanur selama ± 1 jam. Didinginkan dalam desikator
lalu ditimbang kembali (B gram)
8. Dilebur sisa pemijaran tersebut dengan K2S2O7 dan dilarutkan
dengan HCl encer, dipanaskan diatas hot plate sampai larut.
9. Larutan pada cawan disatukan dengan larutan induk dan
dihimpitkan dengan aquades, lalu dihomogenkan.
d. Perhitungan :
%SiO2 Total = (A – B ) gramW gram
×100%
Keterangan :
A = Berat platina + endapan sebelum di HF (gram).
B = Berat platina + endapan setelah di HF (gram).
W = Bobot sampel (gram).
2. Penentuan Kadar S Total
a. Prinsip :
Sulfur yang terkandung dalam sampel dioksidasi sepenuhnya oleh
KClO3 dan HNO3 membentuk sulfat. Ion sulfat diendapkan oleh BaCl2
membentuk endapan berwarna putih dalam suasana HCl pada suhu panas,
| 70
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
kemudian disaring. Endapan dipijarkan dan ditimbang sebagai BaSO4.
Kadar S total dihitung menggunakan faktor kimia.
b. Reaksi :
SO4 + BaCl2 → BaSO4↓ + 2Cl-
c. Cara Kerja :
1. Ditimbang 1,0000 gram sampel dan dimasukan ke dalam gelas
kimia 250 mL yang telah berisi 3 gram KClO3.
2. Dibasahi dengan sedikit aquadest, lalu ditambahkan HNO3 1:1
sebanyak 50 mL dan ditambahkan HF 5 tetes dan didiamkan
selama 15 menit.
3. Dipanaskan diatas hot plate yang telah dilapisi asbes hingga
macak-macak dan didinginkan.
4. Ditambahkan 10 mL HCl dan dipanaskan hingga tak berbuih.
5. Diencerkan hingga volume 100 mL dan didihkan selama 10
menit.
6. Ditambahkan NH4OH berlebih dan dipanaskan sebentar.
7. Disaring dengan kertas saring teknis dan filtratnya ditampung
dalam gelas kimia 300 mL (residu dibuang)
8. Ditambahkan indikator MM 2-3 tetes, lalu ditambahkan HCl
hingga merah muda, dan dipanaskan.
9. Ditambahkan BaCl2 5% sebanyak 10 mL dan dipanaskan selama
30 menit.
10. Didiamkan selama 1 malam, lalu disaring dengan kertas saring
No. 42 hingga bebas Cl- (ditampung sedikit filtrat dalam tabung
reaksi dan tambahkan beberapa tetes AgNO3 hingga tidak terjadi
endapan putih)
11. Dimasukkan kertas saring ke dalam cawan porselen yang telah
ditimbang kosong (A gram).
| 71
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
12. Dikeringkan, diarangkan dan diabukan dalam furnace selama
1 jam, didinginkan dan ditimbang kembali (B gram).
d. Perhitungan :
Keterangan :
A = Berat cawan kosong yang telah dipanaskan (gram).
B = Berat residu setelah dipijarkan (gram).
W = Berat sampel (gram).
0,1373 = Ar S
Mr BaSO 4
3. Penentuan Fe total Metode Dikhromatometri
a. Prinsip :
Fe3+ direduksikan menjadi Fe2+ oleh SnCl2 berlebih, kelebihan
SnCl2 dioksidasikan oleh HgCl2 membentuk Sn4+ dan terbentuk endapan
putih Hg2Cl2. Lalu Fe2+ dititrasi dengan K2Cr2O7 dan menggunakan
indikator Na-difenilaminsulfonat sampai warna titik akhir ungu.
b. Reaksi :
2 FeCl3 + SnCl2berlebih → 2 FeCl2 + SnCl4
SnCl2 + 2 HgCl2berlebih → SnCl4 + Hg2Cl2
6 Fe2+ + Cr2O72- + 14 H+ → 6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 7 H2O
c. Prosedur :
1. Dipipet 100 mL larutan induk kedalam gelas kimia 400 mL, dan
dipanaskan diatas hot plate.
2. Larutan diendapkan dengan amonia hingga pengendapan
sempurna, dan dipanaskan kembali.
| 72
% S total = B−AW x 0,1373 x 100%
%55%%
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
3. Endapan disaring dengan kertas saring teknis dan dicuci dengan
air panas.
4. Residu yang terdapat dalam kertas saring dilarutkan kembali
menggunakan HCl pekat (volume tidak boleh lebih dari 100 mL).
5. Larutan dipanaskan diatas hot plate, didinginkan dan dimasukkan
kedalam labu ukur 100 mL.
6. Dipipet 25 mL larutan, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 300
mL. Ditambahkan 5 mL HCl pekat lalu dididihkan.
7. Ditambahkan larutan SnCl2 10% tetes demi tetes sampai warna
kuning hilang dan ditambahkan lagi 3 tetes kelebihannya, dan
didinginkan.
8. Ditambahkan 5-10 mL HgCl 5%, dibiarkan kurang lebih selama 5
menit hingga pengendapan sempurna.
9. Ditambahkan 5 mL asam campur (H2SO4 dengan H3PO4), dan 2-3
tetes indikator natrium difenilaminasulfonat.
10. Dititrasi dengan larutan K2Cr2O7 0,05 N sampai larutan menjadi
ungu.
d. Perhitungan :
%Fe-total = fp × (V × N)K 2 Cr 2 O7 × BE Fe
W × 100%
Keterangan :
fp = Faktor pengenceran
V = Volume penita K2Cr2O7 ( mL)
N = Normalitas K2Cr2O7 ( mEq/mL)
BE = Bobot eqivalen ( mg/ mEq)
W = Bobot sampel (mg)
4. Penentuan Kadar TiO2 secara spektrofotometri
Prinsip, reaksi, cara kerja , dan rumus perhitungan penetapan sama
seperti TiO2 sebelumnya.
| 73
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
5. Penetapan kadar MgO, CaO, Al2O3 Metode AAS
a. Prinsip :
Kondisi larutan contoh dengan kondisi larutan standar harus sama.
Dalam hal ini baik larutan contoh maupun standar mengandung Li+ 2000
ppm dan Sr2+ 3000 ppm yang berfungsi untuk mengatasi gangguan kation.
b. Prosedur :
1. Dipipet 5 ml larutan induk kedalam labu ukur 25 mL dan 100 mL
2. Kedalam labu ukur 100 mL masing-masing ditambahkan 20 mL
larutan Li+ dan 10 mL larutan Sr2+ lalu kedalam labu 25 mL
ditambahkan 5 mL larutan Li+ dan 2,5 mL larutan Sr2+.
3. Dihimpitkan dengan HNO3 1:24 lalu diperiksa dengan
spektrofotometer serapan atom.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 HASIL ANALISIS
5.1.1 Bauksit
Tabel 5.1 Hasil Analisis Sampel Bauksit
Kode Sampel
SiO2
total(%)
SiO2
bebas(%)
SiO2
reaktif(%)
Al2O3
(%)Fe2O3
(%)TiO2
(%)
| 74
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
805 18,96 13,89 5,07 41,9 10,98 1,11806 12,56 8,72 3,84 46,7 9,34 1,17
807 35,9 14,23 21,7 33,8 7,17 1,15
808 8,94 1,45 7,49 46,6 15,23 1,75
809 24,1 18,22 5,88 33,8 9,54 1,74
5.1.2 Abu Batubara
Tabel 5.2 Hasil Analisis Sampel Abu Batubara
Kode sampel
Parameter
1530 A 1530 B
SiO2 total 16,08 16,24SO3 1,15 1,23P2O5 0,24 0,24TiO2 0,98 0,98K2O 0,66 0,67Na2O 0,82 0,81MgO 8,70 8,66Fe2O3 21,64 21,44MnO 0,38 0,38CaO 7,78 7,75Al2O3 10,30 10,34H2O- 0,02 0,02LOI 0,22 0,29
5.1.3 Bijih Besi
Tabel 5.3 Hasil Analisis Sampel Bijih Besi
Kode Sampel
SiO2
total (%)
S total (%)
Fe total (%)
TiO2
(%)MgO (%)
CaO (%)
Al2O3
(%)
1433 5,62 0,52 65,62 0,69 0,18 0,24 1,751434 6,90 0,07 64,92 0,75 0,18 0,25 2,29
5.2 PEMBAHASAN
| 75
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Bauksit adalah batuan-batuan yang rupanya seperti lempung kering, putih
kemerahan (tergantung pada campuran kotoran yang terdapat di dalamnya) yang
mengandung 55%-65% Al sehingga merupakan biji aluminium. Dalam
perkembangan selanjutnya, istilah bauksit digunakan orang untuk batuan sedimen
yang mempunyai kadar Al nisbi tinggi, kadar Fe rendah, dan tidak atau sedikit
mengandung kwarsa (SiO2) bebas. Dengan demikian bauksit dengan susunan
terutama dari oksida aluminium.
Batu bara merupakan batuan hidrokarbon padat yang berbentuk dari
tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen, serta terkena pengaruh tekanan dan
panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification)
memerlukan jutaan tahun, mulai dari awal pembentukan yang menghasilkan
gambut, lignit, subbituminus, bituminous dan akhir terbentuk antrasit. Dalam
batubara juga terdapat unsur anorganik dan unsur nitrogen serta Belerang yang
merupakan unsur pengotor dimana pada saat pembakaran akan tersisa abu. Besar
kecilnya kadar abu turut menentukan mutu dari batubara tersebut.
Besi adalah batuan dan mineral dari mana logam besi dapat diekstraksi
secara ekonomis. Bijih biasanya kaya besi oksida dan mempunyai warna yang
bervariasi mulai dari abu-abu gelap, kuning terang, ungu, dan berkarat merah.
Bijih besi juga dikenal sebagai "bijih alam" dimana nama ini mengacu pada
tahun-tahun awal pertambangan besi. Bijih besi merupakan bahan baku yang
digunakan untuk membuat besi babi, yang merupakan salah satu bahan baku
utama untuk membuat baja.
Langkah awal dari suatu analisis mineral dan batuan adalah sampling dan
preparasi contoh. Kedua hal tersebut sangat penting dan harus dilakukan dengan
benar dan tepat. Agar contoh dapat dianalisis, harus memenuhi persyaratan
tertentu, misalnya saja ukuran butiran contoh yang tepat, pemanasan atau
pengeringan contoh yang sesuai, teknik sampling yang tepat. Hal-hal tersebut
dapat dicapai atau dipenuhi jika preparasi contohnya dilakukan dengan baik.
Metode analisis yang selalu digunakan di Laboratorium Kimia Mineral
PUSLITBANG tekMIRA sampai saat ini adalah metode klasik/konvensional dan
metode modern/instrumen. Metode klasik yang sering digunakan adalah
| 76
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
gravimetri dan volumetri, meskipun memerlukan waktu yang relatif lama tetapi
masih sering digunakan karena memiliki tingkat ketelitian yang tinggi, sedangkan
metode analisis modern/instrumen yang sering digunakan adalah spektrofotometer
dan AAS.
Metode ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode konvensional
yaitu waktu analisa yang diperlukan lebih cepat, dapat langsung menentukan
kadar unsur-unsur tanpa ada pemisahan, bisa mendeteksi kadar unsur yang rendah
sampai yang tinggi. Analisis modern juga memiliki kekurangan/ kerugian
diantaranya memerlukan biaya yang relatif mahal, kepekaan alat yang tinggi
sehingga kesalahan yang kecil dapat berpengaruh besar pada hasil analisis.
Penetapan kadar SiO2 pada sampel mineral atau batuan terdapat dua jenis
penetapan yaitu kadar SiO2 insol dan kadar SiO2 total, insol adalah SiO2 dan zat zat
lain yang tidak larut dalam pelarutan. Sedangkan SiO2 total adalah penentuan
kadar silikanya saja. SiO2 insol ditetapkan menggunakan cawan porselen,
sedangkan SiO2 total ditetapkan menggunakan cawan platina, karena setelah
pemijaran, abu dilarutkan dengan HF (SiO2 larut sebagai H2SiF6 yang hilang pada
saat pemanasan) dan residunya dilebur dengan K2S2O7.
Penetapan kadar Al2O3 pada sampel bauksit ditetapkan secara volumetri
menggunakan metode kompleksometri dengan titrasi secara tidak langsung,
dimana sampel mula-mula diendapkan dengan basa kuat sehingga terbentuk
endapan Fe(OH)3 lalu dididihkan agar terjadi pengendapan sempurna. Endapan
Fe(OH)3 kemudian dipisahkan agar tidak bereaksi dengan EDTA. Sebelum larutan
dititrasi kembali dengan larutan ZnSO4 pH larutan harus diatur sedemikian rupa
sehingga pH larutan berada diantara pH 8-9 karena kesempurnaan reaksi
tergantung pada pH larutan contoh. Indikator yang digunakan pada titrasi ini
adalah indikator EBT karena indikator ini umumnya digunakan pada titrasi yang
memberikan titik akhir pada pH 8-12 dengan perubahan warna dari biru menjadi
merah.
Penetapan kadar SO3 dari sampel abu batubara dilakukan secara
gravimetri, dimana pengendapan BaSO4 dilakukan dalam suasana asam, karena
jika dalam suasana basa CO2 dalam udara akan larut dan dengan Ba2+ membentuk
| 77
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
endapan BaCO3 yang pada saat dipijarkan akan membentuk BaO yang akan
menambah berat endapan BaSO4 tersebut. Sebelum diarangkan dan dipijarkan,
endapan harus dicuci terlebih dahulu dengan air panas sampai bebas ion Cl -. Ion
Cl- yang berasal dari asam tidak berpengaruh karena pada saat pemijaran akan
menguap, sedangkan ion klorida yang berasal dari pereaksi pengendap BaCl2 jika
masih tersisa dalam endapan pada saat kering akan mengkristal lagi menjadi
BaCl2 padat yang jika dipijarkan tetap sebagai kristalnya yang akan menambah
berat endapan, sehingga kadar SO3 yang di dapat menjadi besar dari seharusnya
(merupakan kesalahan analisis operasional akibat tidak memenuhi prosedur yang
telah ada).
Penetapan S total pada sampel bijih besi dikerjakan secara gravimetri dan
hampir sama dengan pengerjaan kadar SO3 pada sampel abu batubara,
perbedaannya hanya terletak pada pelarutan sampel karena pada penetapan S total
sampel mula mula dioksidasi dengan KClO3 dan HNO3 1:1 pada suhu yang tidak
terlalu panas sehingga semua sulfur yang terkandung dalam sampel di oksidasi
sepenuhnya menjadi sulfat.
Penetapan Fe total sampel bijih besi ditetapkan secara volumetri
menggunakan metode dikhromatometri dimana larutan dalam suasan asam dan
pada suhu yang panas Fe2+ direduksi menjadi Fe3+ menggunakan SnCl2 10 %.
Sebelum larutan dititrasi dengan larutan standar K2Cr2O7 terlebih dahulu larutan
diendapkan dengan HgCl2 5 % membentuk endapan putih Hg2Cl2 dan
ditambahkan asam campur (H2SO4 dan H3PO4) dengan tujuan untuk mengaktifkan
indikator difenisulfonat dan supaya titrasi redoksnya terjadi dalam suasana asam.
Larutan kemudian dititrasi dengan larutan standar K2Cr2O7 menggunakan
indikator difenilsulfonat, titik akhir ditandai dengan terbentuknya larutan
berwarna ungu.
Pereaksi pereaksi yang digunakan pada penetapan kadar TiO2 secara
spektrofotometri yaitu asam sulfat sebagai pengasam, asam phosfat sebagai
pengkompleks Fe jika ada dalam larutan, hidrogen peroksida sebagai pereaksi
pewarna.
| 78
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
LOI atau hilang pijar adalah penetapan kadar zat-zat yang hilang/
menguap pada saat pemijaran (pemanasan suhu 900℃), biasanya adalah garam
garam karbonat, zat zat organik dan air kristal.
Pada metode analisis menggunakan AAS, absorban contoh dibandingkan
dengan absorban standar sehingga suasana larutan contoh dan larutan standar
haruslah sama agar hasil analisis dapat berlangsung dengan baik. Suasana larutan
tersebut misalnya saja suasana Li+ dan Sr3+ dimana kedua larutan tersebut
berfungsi untuk mencegah gangguan kimia dari unsur lain dan mempercepat
tercapainya harga absorban. Susasana tersebut tidak digunakan jika larutan
mengandung sulfat karena stronsium tersebut diganti dengan larutan lantanum.
| 79
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan :
Setelah penulis melaksanakan Praktek Kerja Industri di PUSLITBANG
tekMIRA maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1. Praktek kerja industri ini memperluas dan menambah wawasan bagi
siswa dalam pendidikan di dunia kerja.
2. Meningkatkan daya kreasi dan produktiktifitas sebagai persiapan
dalam menghadapi dan memasuki dunia industri.
3. Menambah keterampilan dalam setiap praktek dan menerapkan
langsung teori-teori yang telah didapatkan di sekolah.
4. Dapat mengaplikasikan kemampuan analisis yang dimiliki.
Dan setelah melakukan analisa sampel bahan galian pada laboratorium
kimia mineral PUSLITBANG tekMIRA maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa:
1. Tugas rutin laboratorium kimia mineral PUSLITBANG tekMIRA
yaitu melakukan analisis bahan galian yang mengandung mineral-
mineral dengan menggunakan metode gravimetri, volumetri dan
instrumen.
2. Misi dari PUSLITBANG tekMIRA yaitu melakukan penelitian dan
pengembangan, perekayasaan dan rancangan bangun dibidang
teknologi pengolahan dan pemanfaatan mineral dan batubara yang
UP TO DATE, efektif, efisien dan berwawasan lingkungan, serta
memberikan bimbingan eksplorasi untuk meningkatkan partisipasi
swasta nasional dalam sektor pertambangan dan energi.
3. Contoh geokimia terdiri dari padatan, cairan dan gas. Agar unsur unsur
yang dikandung oleh suatu contoh dapat dilepas dari ikatannya, dan
| 80
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
mudah larut maka dilakukan dengan cara : pelarutan dengan asam kuat
dan peleburan.
6.2 Saran :
Untuk Pihak Sekolah :
Lebih mempersiapkan anak didiknya untuk memasuki dunia industri baik
mempersiapkan mental maupun ilmu pengetahuan baik secara teori maupun
praktek sehingga dapat menghasilkan lulusan yang kompoten dalam bidang
analisis kimia, serta selalu menanamkan sikap disiplin, jujur dan penuh tanggung
jawab sehingga nama baik sekolah tetap terjaga.
Untuk Pihak Instansi :
Kami harapkan pihak instansi dapat memberikan bimbingan yang lebih
baik kepada siswa prakerin sehingga siswa mendapatkan pengetahuan baru dan
berkembang yang dapat diaplikasikan dalam dunia kerja.
| 81
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
DAFTAR PUSTAKA
- Amri, Jamila, dkk. (2003). Laporan Praktek Kerja Lapangan. Analisis
Bahan Galian. Bandung: SMAK Makassar.
- Day JR, R.A, dan A.L. Underwood. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif.
Jakarta : Erlangga
- Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Gramedia
- Khopkar, S. M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-
press.
- Salim, Yusuf dkk. 2009. Kimia Analisis Gravimetri. SMAK Makassar
- Vogel, A.I. 1984. Analisis Kuantitatif Makro dan Semimikro. Jakarta :
PT. Kalman Media Pustaka
http://www.tekmira.esdm.go.id
http://www.scribd.com
http://www.wikipedia.org
| 82
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Lampiran 1. Gambar Alat-Alat Laboratorium Kimia Mineral
1. Neraca dan Eksikator
2. Oven dan Tanur
3. Ruang Asam
| 83
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
4. Hot Plate
5. Destilator dan Aquades
6. Spektrofotometer dan AAS
| 84
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Lampiran 2. Data Pengamatan SiO2 total Sampel Bauksit
Kode sampel
AGram
BGram
W(gram)
%SiO2
805 24,6494 24,5546
0,5000
18,98806 25,3365 25,2737 12,56807 34,2855 34,1061 33,88808 25,2297 25,1850 8,94809 25,3488 25,2283 24,1
Lampiran 3. Data Pengamatan SiO2 total Sampel Abu batubara
Kode sampel
AGram
BGram
W(gram)
%SiO2
1530 A 24,6377 24,55730,5000
16,081530 B 24,0378 23,9566 16,24
Lampiran 4. Data Pengamatan SiO2 total Sampel Bijih Besi
Kode sampel
AGram
BGram
W(gram)
%SiO2
1433 35,6476 35,61950,5000
5,621434 35,1011 35,0666 6,90
| 85
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Contoh perhitungan :
%SiO2 Total = (A – B ) gramW gram
×100%
= (24,6494 -24,5546 ) gram0,5000 gram
×100 %
=18,98 %
Lampiran 5. Data Pengamatan Kadar SiO2 Reaktif Sampel Bauksit
Kode sampel
AGram
BGram
W(gram)
%SiO2 bebas
%SiO2 reaktif
805 24,6936 24,5549
1,0000
13,89 5,07806 25,3609 25,2737 8,72 3,84807 34,3439 34,1026 14,23 21,7808 25,1990 25,1845 1,45 7,49809 25,4858 25,2274 18,22 5,88
Contoh perhitungan :
%SiO2 Bebas = (A – B ) gramW gram
×100%
= (24,6936 -24,5549 ) gram1,0000 gram
×100%
=13,89 %
%SiO2 Reaktif = % SiO2 Total - % SiO2 Bebas
= (18,96 - 13,89 ) %
= 5,07 %
Lampiran 6. Data Pengamatan Kadar Al2O3 sampel Bauksit
Kode sampel
Vol. awal (mL)
Vol. akhir( mL)
Vol EDTA (mL)
M ZnSO4
M EDTA
W(mg)
Fp%
Al2O3
805 11,50 22,35
15 0,0125 0,02 500 25
41,9806 9,90 19,25 46,7807 0,00 13,40 33,8808 13,60 23,00 46,6809 11,60 25,00 33,8
Perhitungan :
| 86
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
%Al 2O 3 = fp x (V 1. M 1−V 2. M 2 ) x Ar Al x fkmg sampel
×100%
= 25 x (15.0,02 – 10,85. 0,0125) x 27 x 1,8889 500
×100 %
= 41,9 %
Lampiran 7. Data Pengamatan Kadar SO3 Sampel Abu Batubara
Kode sampel
A(gram)
B(gram)
W(gram)
% SO3
1530 A 21,1119 21,12200,3
1,151530 B 19,5351 19,5459 1,23
Contoh Perhitungan :
%SO 3 =B−A
W× 0,3411× 100 %
=(21,1220−21,1119 ) gram
0,3000 gram× 0,3411×100 %
= 1,15 %
Lampiran 8. Data Pengamatan Kadar S total Sampel Bijih Besi
Kode sampel
A(gram)
B(gram)
W(gram)
% S total
1433 16,5291 16,56711,0000
0,521434 14,4577 14,4630 0,07
Contoh Perhitungan :
%S total =B−A
W× 0,1373 ×100 %
=16,5671−16,5291
1,0000× 0,1373× 100%
= 0,52 %
Lampiran 9. Data Pengamatan Kadar Fe Total Sampel Bijih Besi
| 87
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Kode sampel
Volume Awal (mL)
Volume Akhir (mL)
W(mg)
N K2Cr2O7
fp % Fe total
1433 5,15 9,8580 0,05 4
65,621434 14,65 19,30 64,92
Contoh Perhitungan :
%Fe-total = fp × (V × N)K 2 Cr 2 O7 × BE Fe
W × 100%
= 4 × (9,85-5,15)mL × 0,05 mL/mEq × 55,845 mg/mEq
80 mg × 100%
= 65,62 %
Lampiran 10. Data Deret Standar TiO2 Metode Spektrofotometri
Standard Konsentrasi (%) AbsorbanStd 1 0,5000 0,0042Std 2 1,0000 0,0112Std 3 1,5000 0,0190Std 4 2,0000 0,0269Std 5 2,5000 0,0336Std 6 3,0000 0,0402Std 7 3,5000 0,0477Std 8 4,0000 0,0551Std 9 4,5000 0,0619Std 10 5,0000 0,0692
Kurva
Deret Standar TiO2 (%)
| 88
0 1 2 3 4 5 60
0.010.020.030.040.050.060.070.08
f(x) = 0.0144169696969697 x − 0.00274666666666658R² = 0.999707551384502
konsentrasi Ti(%)
abs
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Lampiran 11. Data Pengamatan Kadar TiO2 Sampel Bauksit Metode
Spektrofotometri
Kode Sampel
Konsentrasi Ti (%)
Absorban FpVolume Induk
(L)
W (mg)
% TiO2
805 0,6678 0,0358
2,5 0,25 5000
1,11806 0,7000 0,0376 1,17807 0,6316 0,0337 1,15808 1,0496 0,0578 1,75809 1,0422 0,0573 1,74
Lampiran 12. Data Pengamatan Kadar TiO2 Sampel Abu Batubara Metode
Spektrofotometri
Kode Sampel
Konsentrasi Ti (%)
Absorban FpVolume Induk
(L)
W (mg)
% TiO2
1530 A 0,5888 0.06822,5 0,25 2000
0,981530 B 0,5862 0,0679 0,98
Lampiran 13. Data Pengamatan Kadar TiO2 Sampel Bijih Besi Metode
Spektrofotometri
Kode Sampel
Konsentrasi Ti (%)
Absorban fpVolume Induk
(L)
W (mg)
% TiO2
1433 0,4134 0,00321122,5 0,25 2000
0,691434 0,4478 0,0037073 0,75
Contoh Perhitungan Kadar TiO2 :
%TiO 2= Mr TiO2Ar Ti
× %Ti
¿ 79,8847,88
× 0,4134
= 0,69 %
| 89
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Lampiran 14. Data Kurva Deret Standar P2O5 Sampel Abu Batubara
Metode Spektrofotometri
Larutan Konsentrasi (%) AbsorbansiStandar 1 5.0000 0.0366Standar 2 10.0000 0.0771Standar 3 15.0000 0.1120Standar 4 20.0000 0.1491Standar 5 25.0000 0.1862Standar 6 30.0000 0.2209Standar 7 35.0000 0.2573Standar 8 40.0000 0.2961Standar 9 45.0000 0.3321Standar 10 50.0000 0.3792
0 10 20 30 40 50 600
0.050.1
0.150.2
0.250.3
0.350.4
Konsentrasi P (%)
Abso
rban
si
Kurva deret standar P2O5
Lampiran 15. Data Pengamatan P2O5 Sampel Abu Batubara Metode
Spektrofotometri
Kode Sampel
Konsentrasi P(%)
Absorban fpVolume Induk
(L)
W (mg)
% P2O5
1530 A 0,3185 0,02410,25 0,1 200
0,241530 B 0,3144 0,0238 0,24
| 90
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Lampiran 16. Data Kurva Deret Standar Fe2O3 Sampel Bauksit Metode AAS
sampel IDKonsentrasi
(%)Absorban
Zero 0 0,0024standard 1 0,4 0,0391standard 2 0,8 0,0729standard 3 1,2 0,1058standard 4 1,6 0,1351standard 5 2 0,1661standard 6 2,4 0,1969standard 7 2,8 0,224standard 8 3,2 0,2536standard 9 3,6 0,2835standard 10 4 0,3101
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.50
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
f(x) = 0.0762818181818182 x + 0.0101181818181818R² = 0.998589684167769
abs
Kurva Deret Standar Fe2O3 Sampel Bauksit
Lampiran 17. Data Pengamatan Fe2O3 Sampel Bauksit Metode AAS
Kode Sampel AbsorbanBobot Sampel
(gram)Volume
(L)% Fe2O3
805 0,2326
0,5 0,025
10,98806 0,2099 9,34807 0,1959 7,17808 0,2777 15,23809 0,2144 9,54
| 91
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Lampiran 18. Data Kurva Deret Standar Fe2O3 Sampel Abu Batubara
Metode AAS
sampel ID Konsentrasi (%)
absorban
Zero 0,0000 0,0013standard 1 0,2857 0,0112standard 2 0,5714 0,0227standard 3 1,1429 0,04standard 4 1,4286 0,0506
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.60
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
f(x) = 0.0341196727634933 x + 0.00176345799261745R² = 0.998185501261686
konsentrasi Fe (%)
abs
Kurva Deret Standar Fe2O3 Sampel Abu Batubara
Lampiran 19. Data Pengamatan Fe2O3 Sampel Abu Batubara Metode AAS
Kode Sampel AbsorbanBobot Sampel
(gram)Volume
(L)% Fe2O3
1530 A 0,05400,2 0,01
21,641530 B 0,0530 21,44
| 92
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Lampiran 20. Data Kurva Deret Standar K2O Sampel Abu Batubara Metode
AAS
sampel ID Konsentrasi (%)
Absorban
zero 0 0,0005standard 1 0,0571 0,0401standard 2 0,1143 0,0705standard 3 0,1714 0,1021standard 4 0,2286 0,1226standard 5 0,2857 0,1493
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.30
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
0.16f(x) = 0.511519928537151 x + 0.00777937820846801R² = 0.990018453336693
K onsentrasi K (%)
abs
Kurva Deret Standar K2O Sampel Abu Batubara
Lampiran 21. Data Pengamatan K2O Sampel Abu Batubara Metode AAS
Kode Sampel AbsorbanBobot Sampel
(gram)Volume
(L)% K2O
1530 A 0,13540,2 0,01
0,661530 B 0,1448 0,67
| 93
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Lampiran 22. Data Kurva Deret Standar Na2O Sampel Abu Batubara
Metode AAS
sampel ID Konsentrasi(%)
absorban
zero 0 0standard 1 0,0714 0,0612standard 2 0,1429 0,1186standard 3 0,2143 0,1711standard 4 0,2857 0,2246standard 5 0,3571 0,2725standard 6 0,4286 0,3284standard 7 0,5 0,3846
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.60
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
0.45
f(x) = 0.757234593140416 x + 0.00581635171489672R² = 0.999273944740461
konsentrasi Na (%)
abs
Kurva Deret Standar Na2O Sampel Abu Batubara
Lampiran 23. Data Pengamatan Na2O Sampel Abu Batubara Metode AAS
Kode Sampel AbsorbanBobot Sampel
(gram)Volume
(L)% Na2O
1530 A 0,20100,2 0,01
0,821530 B 0,1981 0,81
| 94
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Lampiran 24. Data Kurva Deret Standar MgO Sampel Abu Batubara
Metode AAS
sampel ID Konsentrasi(%)
absorban
zero 0 0standard 1 0,0286 0,0409standard 2 0,0571 0,0804standard 3 0,0857 0,1119standard 4 0,1143 0,153standard 5 0,1429 0,1901standard 6 0,1714 0,2249standard 7 0,2 0,2627
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.250
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
f(x) = 1.30379236603461 x + 0.00260826339653947R² = 0.999484382030999
Konsentrasi Mg (%)
abs
Kurva Deret Standar MgO Sampel Abu Batubara
Lampiran 25. Data Pengamatan MgO Sampel Abu Batubara Metode AAS
Kode Sampel AbsorbanBobot Sampel
(gram)Volume
(L)% MgO
1530 A 0,13840,2 0,01
8,701530 B 0,1551 8,66
| 95
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Lampiran 26. Data Pengamatan MnO Sampel Abu Batubara Metode AAS
sampel ID Konsentrasi(%)
absorban
zero 0 0,0005standard 1 0,5 0,0831standard 2 2,5 0,3781standard 3 3,0 0,4495standard 4 3,5 0,5263
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 40
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
f(x) = 0.149082474226804 x + 0.00424329896907222R² = 0.999823796794329
konsentrasi Mn (%)
abs
Kurva Deret Standar MnO Sampel Abu Batubara
Lampiran 27. Data Pengamatan MnO Sampel Abu Batubara Metode AAS
Kode Sampel AbsorbanBobot Sampel
(gram)Volume
(L)% MnO
1530 A 0,33660,2 0,01
0,381530 B 0,3383 0,38
| 96
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Lampiran 28. Data Kurva Deret Standar CaO Sampel Abu Batubara Metode
AAS
sampel ID Konsentrasi(%)
absorban
zero 0 0,0083standard 1 0,6667 0,1823standard 2 1,3333 0,3681standard 3 2,0000 0,5489standard 4 2,6667 0,7388standard 5 3,3333 0,9155
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 40
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
f(x) = 0.149082474226804 x + 0.00424329896907222R² = 0.999823796794329
konsentrasi Ca (%)
abs
Kurva Deret Standar CaO Sampel Abu Batubara
Lampiran 29. Data Pengamatan CaO Sampel Abu Batubara Metode AAS
Kode Sampel AbsorbanBobot Sampel
(gram)Volume
(L)% CaO
1530 A 0,57250,2 0,01
7,781530 B 0,5802 7,75
| 97
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Lampiran 30. Data Kurva Deret Standar Al2O3 Sampel Abu Batubara
Metode AAS
sampel ID Konsentrasi (%)
Absorban
zero 0 0standard 1 12,5 0,0427standard 2 25,0 0,0884standard 3 37,5 0,1335standard 4 50,0 0,1768
0 10 20 30 40 50 600
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
0.16
0.18
0.2
f(x) = 0.0035552 x − 0.000599999999999962R² = 0.999877882989222
Konsentrasi Al (%)
abs
Kurva Deret Standar Al2O3 Sampel Abu Batubara
Lampiran 31. Data Pengamatan Al2O3 Sampel Abu Batubara Metode AAS
Kode Sampel AbsorbanBobot Sampel
(gram)Volume
(L)% Al2O3
1530 A 0,07680,2 0,01
10,301530 B 0,0779 10,44
| 98
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Lampiran 32. Data Kurva Deret Standar MgO Sampel Bijih Besi Metode
AAS
sampel ID Konsentrasi(%)
absorban
zero 0 0standard 1 0,0357 0,036standard 2 0,0714 0,0692standard 3 0,1071 0,1008standard 4 0,1429 0,1318
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.160
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
f(x) = 0.919361326128277 x + 0.00189921408791843R² = 0.999039889135742
konsentrasi Mg (%)
abs
Kurva Deret Standar MgO Sampel Bijih Besi
Lampiran 33. Data Pengamatan MgO Sampel Abu Batubara Metode AAS
Kode Sampel AbsorbanBobot Sampel
(gram)Volume
(L)% MgO
1433 0,04150,2 0,025
0,181434 0,0408 0,18
| 99
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Lampiran 34. Data Kurva Deret Standar CaO Sampel Bijih Besi Metode
AAS
sampel ID Konsentrasi(%)
absorban
zero 0 0standard 1 0,1667 0,0276standard 2 0,3333 0,0563standard 3 0,5000 0,0828standard 4 0,6667 0,1127standard 5 0,8333 0,142standard 6 1,0000 0,1758
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.10
0.020.040.060.08
0.10.120.140.160.18
0.2
f(x) = 0.176232649024114 x − 0.00326904526406668R² = 0.998677610328585
konsentrasi Ca (%)
abs
Kurva Deret Standar CaO Sampel Bijih Besi
Lampiran 35. Data Pengamatan CaO Sampel Bijih Besi Metode AAS
Kode Sampel AbsorbanBobot Sampel
(gram)Volume
(L)% CaO
1433 0,04700,2 0,025
0,241434 0,0474 0,25
| 100
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Lampiran 36. Data Kurva Deret Standar Al2O3 Sampel Bijih Besi Metode
AAS
sampel ID Konsentrasi(%)
Absorban
zero 0 0standard 1 6,6667 0,0259standard 2 13 0,0537standard 3 20 0,0813standard 4 27 0,1068standard 5 33 0,1354standard 6 40 0,1637
0 5 10 15 20 25 30 35 40 450
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
0.16
0.18
f(x) = 0.00408857283825171 x − 0.000800028193605654R² = 0.999806630740153
konsentrasi Al (%)
abs
Kurva Deret Standar Al2O3 Sampel Bijih Besi
Lampiran 37. Data Pengamatan Al2O3 Sampel Bijih Besi Metode AAS
Kode Sampel AbsorbanBobot Sampel
(gram)Volume
(L)% Al2O3
1433 0,02950,2 0,025
1,751434 0,0388 2,29
Lampiran 38. Dat Pengamatan Kadar H2O- dan LOI sampel Abu Batubara
| 101
Puslitbang tekMIRALAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
Kode sampel
A(gram)
B(gram)
C(gram)
D(gram)
% H2O- % LOI
1530 A 16,1590 17,1590 17,1588 17,1566 0,02 0,221530 B 19,5341 20,5341 20,5339 20,5310 0,02 0,29
Contoh Perhitungan :
% H2 O - =B−CB−A
× 100 %
=17,1590−17,158817,1590−16,1590
×100
=0,00021,0000
× 100 %
= 0,02 %
% H2 O - =C−DC−A
×100 %
=17,1588−17,156617,1566−16,1590
× 100 %
=0,00220.9998
×100 %
= 0,22 %
| 102