laporan tutorial 5 blok 8 kelompok 1 - copy.doc

68
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan hidayah-Nya-lah kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Kedua sebagai suatu laporan atas hasil diskusi kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok 8 semester 2 ini. “Skenario 4” dari kegiatan tutorial kedua ini. Di sini kami membahas masalah yang berkaitan dengan Neurotransmitter serta obat-obatan yang sering digunakan dalam penyalahgunaan obat. Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam menggali semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan scenario kelima serta Learning Objective yang kami cari. Karena ini semua disebabkan oleh keterbatasan kami sebagai manusia. Tetapi, kami berharap laporan ini dapat memberi pengetahuan serta manfaat kapada para pembaca. Mataram, November 2008 Kelompok 1 Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 1

Upload: putri-krishna-kumara-dewi

Post on 22-Dec-2015

62 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan

rahmat dan hidayah-Nya-lah kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Kedua

sebagai suatu laporan atas hasil diskusi kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial

pada Blok 8 semester 2 ini.

“Skenario 4” dari kegiatan tutorial kedua ini. Di sini kami membahas masalah

yang berkaitan dengan Neurotransmitter serta obat-obatan yang sering digunakan

dalam penyalahgunaan obat.

Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam

menggali semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan

scenario kelima serta Learning Objective yang kami cari. Karena ini semua disebabkan

oleh keterbatasan kami sebagai manusia. Tetapi, kami berharap laporan ini dapat

memberi pengetahuan serta manfaat kapada para pembaca.

Mataram, November 2008

Kelompok 1

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 1

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………..1

Daftar Isi ………………………………………………………………...2

Skenario 5 ………………………………………………………………...3

Learning Objectives ………………………………………....4

Concept Map ………………………………………………….....5

A. Pembagian Neurotransmitter dan Neuropeptida ….....6

B. Nurotransmitter Kolinergik

1. Asetil Kolin ………………………………………………………8

2. Epinefrin dan Norepinefrin ……………………………….10

3. Dopamin ……………………………………………………..12

4. Serotonin ……………………………………………………..14

5. Histamin ……………………………………………………..16

C. Asam amino

1. GABA dan Glisin ………………………………………….17

2. Glutamat dan Aspartat ………………………………18

D. Peptida …………………………………………………………………19

E. Mekanisme Adiksi ………………………………………....23

F. Bulimia dan Kondisi Patologisnya …………………..25

G. Penggunaan Amfetamin, Diuretikdan Orlistat dalam ProgramPenurunan Berat Badan ………………………………………....32

H. Obat-obatan antipsikosis ……………………………...35

I. Drugs of Abuse (Penyalahgunaan Obat-obatan) ……...40

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 2

SKENARIO TUTORIAL V

Seorang wanita umur 19 tahun, TB 175 cm, BB 55 Kg, berambisi menjadi model. Ia

datang kepada dokter untuk meminta obat pelangsing. Dari anamnesis di dapatkan

riwayat bahwa ia pernah dan masih mengkonsumsi berbagai macam obat pelangsing,

antara lain yang mengandung amfetamin, diuretik dan orlistat. Selama ini ia merasa

kurang segar bila tidak meminum obat pelangsing yang mengandung amfetamin

tersebut, sehingga ia berusaha selalu meminumnya setiap hari. Pasien juga pernah

mengikuti berbagai program pengaturan diet agar berat badannya bisa lebih turun lagi,

bahkan seringkali makanan yang sudah dimakan dimuntahkan kembali dengan

sengaja. Bagaimana telaah anda terhadap kasus di atas?

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 3

LEARNING OBJECTIVES

1. Nerotransmitter yang berperan dalam tubuh; khususnya yang berhubungan

dengan pusat lapar, haus dan ganjaran

2. Keadaan patologis pada Bulimia

3. Bagaimana mekanisme kerja Amfetamin

4. Bagaimana penggunaan diuretik dalam melangsingkan badan?

5. Bagaimana interaksi antara amfetamin, diuretik dan orlistat?

6. Bagaimana bisa terjadi proses addictive?

7. Obat-obatan antipsikotik dan drugs-of-abuse.

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 4

CONCEPT MAP

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 5

PEMBAGIAN UMUM NEUROTRANSMITTERDAN NEUROPEPTIDA

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 6

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 7

B. NEUROTRANSMITTER KOLINERGIK

1. ASETILKOLIN

Bekerja pada traktus kolinerjik SSP. Sekelompok neuron kolinerjik di nucleus basalis

Meynerti berjalan ke korteks serebral dan system limbic. Neuron kolinerjik tambahan

di system retikularis berjalan ke korteks serebral, system limbik, hipotalamus, dan

thalamus. Beberapa pasien dengan demensia tipe Alzheimer atau sindroma down

tampak tampak mengalami degenerasi spesifik pada neuron di dalam nucleus basalis

Meynerti.

Sinapsis kolinerjik

Asetilkolin disintesis di dalam akson terminal kolinerjik serta asetilkoenzim A (asetil-

KoA) dan kolin oleh enzim kolinasetiltransferase. Asetilkolin dimetabolisme di celah

sinaps oleh asetilkolinesterase, dan kolin yang dihasilkannya diambil kembali ke dalam

neuron presinaptik dan didaur ulang untuk membuat molekul asetilkolin yang baru.

Reseptor kolinerjik

Dua subtipe utama reseptor kolinerjik adalah muskarinik dan nikotinik. Terdapat

empat reseptor muskarinik yang dikenali dengan berbagai efek pada “turnover”

fosfoinositol, produksi cAMP dan cGMP, dan aktivitas saluran ion kalium. Reseptor

muskarinik adalah diantagonis oleh atropine. Reseptor nikotinik adalah saluran ion

bergerbang ligan yang mempunyai tempat reseptor secara langsung pada saluran ion

sendiri. Reseptor nikotinik sebenarnya terdiri dari empat sub-unit (α, β, γ, δ). Reseptor

nikotinik dapat bervariasi dalam jumlah masing-masing subunit tersebut; jadi, terdapat

banyak subtipe reseptor nikotinik, yang didasarkan pada konfigurasi spesifik dari sub-

unit.

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 8

Asetilkolin dan obat

Penggunaan obat antikolinergik yang paling sering dalam psikiatri adalah sebagai

pengobatan kelainan motorik yang disebabkan oleh penggunaan obat anitpsikotik

klasik (contohnya haloperidol). Kemanjuran obat untuk indikasi tersebut ditentukan

oleh keseimbangan antara aktivitas asetilkolin dan dopamine di ganglia basalis.

Penghambatan reseptor muskarinik adalah efek farmakodinamik yang umum dari

banyak obat psikotropik. Penghambat reseptor tersebut menyebabkan efek samping

yang sering dilihat, seperti pandangan kabur, mulut kering, konstipasi, dan kesulitan

memulai urinasi. Penghambatan kolinergik system saraf pusat secara luas

menyebabkan konfusi dan delirium. Obat yang meningkatkan aktivitas kolinergik

(sebagai contohnya, tacrin [cognex]) telah dilaporkan efektif dalam pengobatan

demensia.

Asetilkolin dan psikopatologi

Hubungan yang paling sering dengan asetilkolin adalah dementia tipe Alzheimer dan

tipe lainnya. Dengan identifikasi terakhir tentang struktur protein dari berbagai

reseptor muskarinik dan nikotinik, banyak penelitian bekerja pada antagonis

muskarinik dan nikotinik spesifik yang dapat membuktikan manfaat dalam pengobatan

demensia tipe Alzheimer. Asetilkolin mungkin juga terlibat dalam mood dan gangguan

tidur.

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 9

2. NOREPINEFRIN DAN EPINEFRIN

Serat-serat yang menyekresikan norepinefrin dan epinefrin secara berturut-turut

disebut sebagai serat noradrenergic dan adrenergic.

Sebagian besar neuron postganglionic simpatis bersifat adrenergic (dan

noradrenergic).

Beda efek norepinefrin dan epinefrin:

1. Epinefrin (merangsang reseptor beta), memberi efek >> dalam merangsang

jantung

2. Epinefrin mengkonstriksikan pembuluh darah dalam otot <<

3. Epinefrin mempunyai efek metabolic 5-10x >>

Kumpulan badan sel noradrenergic (dan adrenergic) utama berjalan ke atas dalam

lokus seruleus di dalam pons. Serabut tersebut berjalan melalui serabut otak depan

medial ke korteks serebral, sistem limbic, thalamus, dan hipotalamus.

Sintesis norepinefrin dimulai di aksoplasma ujung saraf terminal serat adrenergic

dan disempurnakan dalam vesikel.

Di dalam neuron yang melepaskan norepinefrin, enzim dopamine β-karboksilase

mengubah dopamine menjadi norepinefrin

Neuron yang melepas dopamine tidak memiliki enzim dopamine β-karboksilase.

Neuron yang melepas epinefrin (di medulla adrenal), enzim phenylethanolamine-

N-methyltransferase mengubah norepinefrin menjadi epinefrin.

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 10

Neuron yang melepas dopamine dan norepinefrin tidak memiliki enzim

phenylethanolamine-N-methyltransferase.

2 jalur deaktivasi norepinefrin dan epinefrin :

Uptake ke neuron prasinaptik (50-80% dari norepinefrin yang disekresikan)

Metabolism oleh MAO (mono-amine oksidase) dan COMT (katekol-O-methyl-

transferase, sama seperti dopamine.

MAOA lebih memetabolisme norepinefrin dan epinefrin (seperti serotonin).

Mekanisme lain: berdifusi keluar dari ujung saraf menuju cairan tubuh di

sekelilingnya dan kemudian masuk ke darah.

Reseptor:

Reseptor Alfa : α1a, α1b, α1c, α2a, α2b, α2c

Reseptor Beta : β1, β2, β3

Reseptor α2 tampaknya menginhibisi cAMP

Reseptor β tampaknya menstimuli pembentukan cAMP

Norepinefrin terutama merangsang reseptor alfa namun kurang merangsang

reseptor beta.

Epinefrin merangsang kedua reseptor ini sama kuatnya.

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 11

3. DOPAMIN

Sistem Dopaminergik

1. Jalur mesolimbik mesokortikal erat kaitannya dengan tingkah laku

muncul dekat sel-sel substansia nigra menuju system limbic dan neokorteks

2. Jalur Nigrostriatal terdiri dari system sarf yang keluar darii substansia nigra

ke kaudatum dan putamen berfungsi dalam koordinasi gerakan sadar

3. Jalur Tuberoinfundibular menghubungkan nucleus arcuatum dan saraf

periventricular ke hipotalamus dan pituitary posterior menghambat sekresi

prolaktin

4. Jalur Medullari-periventrikular terdiri atas saraf-saraf dalam nucleus

motorik vagus berhubungan dengan kebiasaan makan

5. Jalur Incertohipotalamicus membentuk hubungan dalam hipotalamus dank

e nucleus septal lateralis

Antagonis dopamine

Menghambat produksi cAMP oleh adenilil siklase yang merupakan efek atas

aktivitas listrik dalam sinaps sentral

Antipsikotik : menghambat dopamine dalam system mesolimbik mesokortikal

Antagonis dopamine di system nigrostriatal : efek Parkinson

Antipsikotik : hiperprolaktinemia akibat penghambatan tonus dopamine

dalam pernapasan prolaktin dan pituitary jalur tuberoinfundibular

Perubahan kebiasaan makan akibat efek obat di jalur medulla –

periventrikular

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 12

Reseptor dopamine

Kelompok reseptor D1 :

1. D1 : terdapat kode genetic kromosom S, meningkatkan cAMP dengan

meningkatkan adenilil siklase dan dijumpai terutama di putamen, nucleus

accumbens, tuberkulum olfaktorius

2. D5 : dikodekan di kromosom 4, melalui cAMP, dijmpai di hipokampus dan

hypothalamus

Kelompok reseptor D2 :

1. D2 : dikodekan di kromosom 11, mengurangi cAMP (dengan menghambat adenilil

siklase) dan menghambat saluran Ca tetapi membuka saluran K. dijumpai di pre/

pasca sinaptik putamen, kaudatum, nucleus accumbens, dan tuberculum

olfaktorius

2. D3 : dikodekan pada kromosom 11, menurunkan cAMP, terdapat di korteks frontal,

medulla, dan mesensefalon

3. D4 : menurunkan cAMP

Semua reseptor terikat dengan protein G

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 13

4. SEROTONIN (5-HT)

Disekresi oleh nucleus rafe medial batang otak dan berproyeksi di sebagian besar

daerah otak, khususnya yang menuju radiks dorsalis medulla spinalis dan menuju

hypothalamus.

Bekerja sebagai penghambat jaras rasa sakit (dalam medulla spinalis), membantu

pengaturan kehendak seseorang (di daerah system saraf yang lebih tinggi), dan

mungkin menyebabkan tidur.

Substansi Lokasi Efek Contoh Klinis

Serotonin (5 HT) Sejumlah kecil

nukleus berukuran

kecil pada batang

otak. Traktus saraf

memanjang dari

nucleus ke banyak

area otak

(hypothalamus,

system limbic,

cerebellum) dan

medulla spinalis;

serta retina

Umumnya bersifat

inhibitor

Terlibat dalam mood,

anxiety, dan induksi tidur.

Jumlah serotonin meningkat

pada skizofrenia (delusi,

halusinasi , dan withdrawal)

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 14

TransmitterReceptor Second Messenger Net Channel Effects

5HTa 5HT1A ↓Cyclic AMP ↑K+

5HT1B Cyclic AMP

5HT1D ↓Cyclic AMP ↓K+

5HT2A ↑IP3, DAG ↓K+

5HT2C ↑IP3, DAG

5HT3 . . . ↑Na+

5HT4 ↑Cyclic AMP

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 15

5. HISTAMIN

Merupakan kelompok neurotransmitter yang memiliki fungsi dominan inhibitor

Neurotransmitter ini disekresikan pada bagian hipothalamus, sehingga akan

berperan banyak dalam mekanisme sistem saraf autonomik, antara lain:

Pengaturan pusat lapar dan haus

a) Thermoregulasi

b) Inflamasi

Reseptor histamin yang berperan penting adalah:

a) Reseptor H1 tingkatkan sekresi inositol (second messenger) sehingga

akan berefek serupa dengan peningkatan aktivitas cAMP yaitu

menimbulkan DEPOLARISASI

b) Reseptpr H2 meningkatkan aktivitas cAMP.

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 16

c) NEUROTRANSMITTER GOLONGAN ASAM AMINO

1. GABA DAN GLISIN

a) Glisin

konsentrasinya tinggi dalam masa kelabu sumsum tulang dan destruksi saraf di

daerah ini akan menurunkan konsentrasi glisin

berperan dalam inhibisi pascasinaptik dengan meningkatkan konduksi Cl-

b) GABA

Reseptornya ada 2 :

GABAA : membuka saluran klorida

GABAB :

- inhibitor presinaptik dengan menurunkan konduksi Ca2+

- inhibitor pada pescasinaptik dengan meningkatkan konduksi K+

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 17

2. GLUTAMAT DAN ASPARTAT

1. Glutamat

Berperan sebagai asam amino eksitasi dan merupakan neurotransmitter utama

dalam hipokampus

Terdapat pada cerebral cortex, brainstem (talamokortikal, sel pyramidal dan

proyeksi kortikostriatal, retina

Jumlahnya mencapai 75% dari seluruh sinyal eksitasi pada penjalaran sinaps di

otak meliputi proses belajar dan memori

Terdapat 5 macam reseptor utama glutamate

a) N-methyl-D-aspartat (NMDA)

b) –amino-3-hidroksi-5-methyl-4-isoxazole proprionic acid (AMPA)

c) Reseptor kinate

d) 1-2-amino-4-phosponobutyrate (AP4)

e) Trans-1-aminocyclopentane-1-3-

dicarboxylic acid (ACPD)

2. Aspartat

Teradapat pada medulla spinalis

Memiliki efek sama dengan

glutamate

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 18

PEPTIDA

PEPTIDA

Peptida merupakan protein pendek yang mempunyai kurang dari 100 asam amino.

Dimana jumlah neurotransmitter peptida pada manusia mungkin sebanyak 30, seperti

yang ada pada tabel berikut.

PEPTIDA NEUROTRANSMITTER SISTEM SARAF TERPILIH

Hormon adrenokortikotropik Gastring- inhibiting peptidaAndrogen GlukagonAngiotensin I, II, III Gonadotropin-releasing hormoneBombesin Hormon pertumbuhanBradikinin Growth hormone-releasing hormoneKalsitonin InsulinPeptida kardioeksitatorik Luteinzing-hormoneCarnosine Melanocyte-inhibiting hormoneKolesisitokinin MelantoninCorticotropin-releasing hormon MotilinKortisol Faktor petumbuhan neuronalOpioid endrogen Polipeptida neuronalEstrogen Neuropeptida YFollicle-stimulating hormone NeurotensinGastrin OksitosinProgesteron Zat PProlaktin Hormon tiroidSekretin Thyroid- stimulating hormonePeptida terinduksi tidur Thyrotropin- releasing hormoneSomatostatin Peptida intestinal vasoaktifZat K vasopresin

Peptida dibuat di dalam badan sel neuronal oleh transkripsi dan translasi suatu

pesan genetika.

Peptida disimpan dalam vesikel sinaptik dan dilepaskan dari akson terminal.

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 19

Aktivitas peptida diakhiri oleh kerja enzim-enzim peptidase, yang membelah

peptida menjadi residu-residu asam amino spesifik.

Disamping mekanisme regulator seperti yang dimiliki neurotransmitter lain,

peptida neuroaktif adalah sasaran dari pengaturan halus tambahan.

Perbedaan proses asam ribonukleat (RNA) dari RNA pertama kali digambarkan dari

asam deoksiribonukleat (DNA) (RNA inti heterogen; heterogenous nuclear RNA

pembawa pesan (mRNA; messenger RNA) yang berbeda-beda.

Sebagian besar dari mRNA awal untuk neurotransmitter peptida sebenarnya

merupakan kode untuk peptida yang jauh lebih panjang, yang disebut

praprohormon yang dipecah dalam badan sel sebelum dikemas sebagai prohormon

di dalam vesikel untuk dibawa ke askon terminal.

Selama fase transportasi, prohormon biasanya dipecah lebih lanjut untuk

membentuk bentuk akhir peptida, yang selanjutnya merupakan sasaran modifikasi

sasaran modifikasi pascatranslasional tambahan.

Reseptor peptida adalah mirip dengan reseptor yang berikatan dengan protein G

amin biogenik.

Beberapa subtipe reseptor neurotransmitter peptida

PEPTIDA SUBTIPE RESEPTOR MEKANISME EFEKTOR

Kolesistokinin CCKA

CCKB

IP3/ DG

?

Opioid µ

δ

Menurunkan cAMP,

meningkatkan konduktivitas K+

Menurunkan cAMP,

meningkatkan konduktansi K+

Vasopresin Kappa

V1A

V1B

V2

Menurunkan konduktansi Ca+

IP3/ DAG

IP3/ DAG

Meningkatkan cAMP

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 20

Contoh amin biogenik dan peptida penyerta dalam neuronAsetilkolin Peptida intestinal vasoaktif

Zat PDopamin Kolesistokinin

NeurotensinGABA Somastostatin

KolesistokininNorepinefrin Somatostatin

EnkephalinNeuropeptida YNeurotensin

serotonin Zat Penkephalin

Neurotransmitter peptida tertentu

1. Opioid endogen

Tiga subkelompok peptida opioid diturunkan dari tiga perkursor; proopioid

melanocortin (POCM) , proenkephalin, dan prodynorphin. Proses dari POCM

menghasilkan hormon ACTH, melanocyte-stimulating hormone, dan β-endorphin.

Proses dari proenkephalin menghasilkan metenkephalin dan leuenkephalin, dan

proses prodynorphin menghasilkan β-neoendorphin dan dynorphin. Opioid internal

bekerja pada 3 reseptor utama dan dianggap terlibat dalam mengatur stres, rasa

sakit, dan mood.

2. Zat P

Zat P adalah neurotransmitter utama pada neuron neuron sensorik aferen yang

paling primer dan pada jalur striatonigral. kelainan yang mengenai zat P telah

dihipotesiskan untuk penyakit Huntington, demensia tipe Alzheimer, dan ganggu

mood.

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 21

3. Neurotensin

Neurotensin telah dihipotesiskan terlibat dalam patofisiologi schizophrenia,

terutama karen berdampingan dengan dopamin pada beberapa akson terminal.

Beberapa laporan terdahulu menyatakan bahwa peptida atau obat yang

berhubungan dengan neurotensin mempunyai efek menguntungkan untuk

beberapa gejala psikotik.

4. Kolesistokinin

Seperti neurotensin dan dengan alasan yang sama, CCK telah dihipotesiskan

terlibat dalam psikopatologi schizophrenia. CCK juga sudah terlibat dalam

patofisiologi gangguan makan dan gangguan pergerakan.

5. Somatostatin

Somatostatin juga dikenal sebagai faktor inhibitor hormon pertumbuhan.

somatostatin telah dilibatkan oleh penelitian pada postmortem pada penyakit

Huntington dan demensia tipe Alzheimer.

6. Vasopresin dan oksitosin

Vasopresin dan oksitosin, dua peptida yang saling berhubungan, telah didalihkan

terlibat dalam pengaturan mood. keduanya disintesis di dalam hipotalamus dan

dilepaskan pada hipofisis anterior.

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 22

MEKANISME ADIKSI PADA SKENARIO

Adiksi:

Penggunaan secara berulang dan kompulsif dari bahan-bahan tertentu, walaupun

dengan konsekuensi kesehatan yang negatif.

Dihubungkan dengan sistem ganjaran, dan secara khusus dengan nukleus accumbens,

juga melibatkan neuron dopaminergik mesokortikal yang berproyeksi dari midbrain ke

nukleus accumbens dan korteks frontal.

Obat-obat dengan efek adiksi mempengaruhi otak dengan berbagai cara,

kesamaannya adalah bahwa obat-obat ini meningkatkan jumlah dopamin yang

berikatan dengan reseptor D3 di nukleus Accumbens.

Secara akut obat-obat ini menginduksi sistem ganjaran di otak.

Figure 15–4.

Key brain areas involved in addiction. The ventral tegmental area (VTA) projects via

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 23

the mesocortical dopaminergic system to the nucleus accumbens (NA).

Salah satu karakter adiksi adalah kecenderungan untuk kembalinya adiksi setelah

terapi, biasanya dibangkitkan oleh suasana yang berhubungan dengan saat

penggunaan obat-obat tersebut. Kemungkinan pengulangan ini dihubungkan dengan

walau pada dosis tunggal, obat-obat dengan efek adiksi membuat pelepasan

neurotransmitter di area yang berhubungan dengan memori.

Korteks frontal medial, hippocampus, dan amigdala, semuanya berhubungan dengan

memori, dan semuanya berproyeksi ke nuk. accumbens melalui jalur glutamat eksitasi.

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 24

BULIMIA NERVOSA

Bulimia Nervosa adalah penyakit gangguan pencernaan yang umumnya dapat

ditemukan pada gadis remaja atau wanita dewasa muda, dan jarang ditemukan pada

pria. Bulimia Nervosa Ini diidentikkan dengan peristiwa makan yang sangat banyak

terutama makanan yang mengandung karbohidrat dan dihabiskan dalam jangka waktu

yang singkat, tetapi untuk mencegah terjadinya kegemukan maka setelah makan ada

tahap untuk mengurangi/mengeluarkan makanan dan terjadilah muntah (vomiting)

atau mengkonsumsi obat penurun berat badan dan diet yang ketat.

A. Bulimia Nervosa disebabkan oleh beberapa factor :

1. akibat adanya obsesi seseorang untuk memiliki tubuh yang langsing

2. pengaruh stress emosional terhadap masalah yang dialami

3. faktor keturunan

Penyakit ini menyebabkan kondisi patologis pada organ tubuh seperti system

gastrointestinal dan juga rongga mulut. Bila hal ini dibiarkan maka potensi

terjadinya perubahan lebih lanjut akan bersifat permanen

B. Ada tiga macam tindakan yang dilakukan oleh penderita untuk mengeluarkan zat

makanan dalam tubuhnya :

1. Muntah yang dirangsang oleh dirinya sendiri

Umumnya pasien Bulimia Nervosa dapat muntah tanpa adanya stimulasi

mekanik

2. Mengkonsumsi obat pencahar dan diuretik (obat yang dapat merangksang sekresi

urine).

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 25

C. Ciri-ciri penderita Bulimia nervosa

Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang yang menderita Bulimia Nervosa dapat

diketahui dengan cara melihat beberapa perubahan perilaku, antara lain :

1.Rata-rata menyikat gigi lebih dari dua kali sehari, bahkan mereka dapat saja

menyikat gigi sehabis muntah yaitu lebih dari 7-8 kali sehari.

2.Mengunyah permen karet 7-8 bungkus / hari, dilanjutkan dengan pemakaian

mouthwash, juga mengkonsumsi minuman diet soda 10-12 kaleng/ hari,

mengunyah es dan mengigit kuku.

3. Mengeluh sering pusing, haus dan pingsan bahkan disertai dengan dehindrasi

yang hebat.

4. Mengeluh rasa kram pada otot dan kelelahan.

5. Jantung terasa berdebar-debar dan sakit perut.

6. Rasa sakit pada tenggorokan dan gigi lebih sensitif

Selain perubahan perilaku tersebut diatas, ciri-ciri pasien Bulimia Nervosa juga dapat

dilihat pada kondisi tubuhnya yaitu :

1. Berat badan berkurang 5-20 pon (1/2-10 kg) per minggu.

2. Bibir dan kulit didaerah sekitar mulut tampak kering.

3. Pembengkakan limfonodus dan glandula parotis.

4. Pembuluh darah pecah disekitar mata akibat tarikan dan tegangan otot karena

muntah yang berulang kali.

5. Kulit kering pada daerah jari yang digunakan untuk merangsang muntah

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 26

Insidensi

1. Dalam populasi 100.000 orang, 14 orang diantaranya menderita Bulimia Nervosa.

2. Umumnya diderita oleh wanita dewasa muda dan gadis remaja (1-4% berusia 18-30

tahun).

3. Laki-laki jarang ditemukan menderita penyakit ini, diantara 10 orang penderita

hanya terdapat 1 orang laki-laki.

4. Diantara pasien Bulimia Nervosa, sepertiga diantaranya memiliki riwayat Anorexia

Nervosa.

5. 1/3 diantara pasien memiliki riwayat obesitas

Manifestasi Oral

Pada pemeriksaan inrtaoral pasien Bulimia Nervosa dapat dilihat beberapa keadaan

seperti :

1. Erosi email dan dentin

Efek paling sering dalam rongga mulut penderita dengan Bulimia Nervosa adalah

erosi pada gigi

karena regurgitasi asal lambung, terutama permukaan lingual. Muntah ini

menyebabkan efek mekanis dan kimia pada permukaan lingual gigi karena

pergerakan lidah saat keluarnya muntah. Asam hidroklorida yang terdapat dalam

cairan muntah merusak permukaan email dan dentin.

2. Frekuensi karies cenderung meningkat

Insiden keries pada pasien Bulimia Nervosa sangat bervariasi. Proporsi untuk

mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat dibanding protein dan

lemak pada pasien ini lebih banyak dibanding orang normal. Pasien Bulimia

Nervosa mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung karbohidrat. Makanan

yang kadar karbohidrat tinggi dapat meningkatkan produksi asam dan

meningkatkan risiko karies.

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 27

3. Pembengkakan glandula parotis dan glandula sublingual

Insidens terjadinya pembengkakan pada kelenjar ini diperkirakan 10-60%, dapat

unilateral ataupun bilateral. Pada pembengkakan parotis saat dipalpasi terasa

lunak dan tidak sakit. Muntah yang berulang kali, dapat juga mengakibatkan

pembengkakan pada glandula salivarius, pada palpasi dibagian bawah telinga dan

dagu terasa lunak. Jika hal ini dibiarkan maka akan bersifat permanen, sehingga

saat dipalpasi terasa keras.

4. Xerostomia

Xerostomia adalah suatu keadaan dimana mulut terasa kering karena produksi

saliva berkurang.

Xerostomia dapat disebabkan karena adanya peradangan atau disfungsi glandula

salivarius mayor yaitu glandula parotis dan glandula sublingual, gangguan

emosional dan defisiensi nutrisi. Akibatnya adalah mulut kering, sukar bicara,

mengunyah, menelan, rasa sakit, rasa tidak enak dalam mulut, rasa terbakar,

gangguan pengecapan, perubahan mukosa mulut, perubahan flora mulut, proses

terjadinya karies meningkat, halitosis, dan peradangan periodontium.

5. Rasa sakit pada palataum karena adanya traumatic ulcer.

Lesi ini terjadi akibat kontak dengan benda yang digunakan untuk merangsang

terjadinya muntah, seperti jari tangan, pulpen, dll.

6. Diskolorisasi pada gigi geligi

Adanya perubahan warna pada gigi geligi disebabkan oleh pengaruh asam

hidroklorida yang keluar dilambung bersama makanan pada saat muntah dapat

merubah warna alami gigi.

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 28

7. Inflamasi dan perdarahan gingiva

Pasien Bulimia Nervosa memiliki tingkat oral hygiene yang buruk, sehingga menjadi

faktor penyebab terjadinya penyakit periodontal seperti inflamasi gingiva dan

perdarahan pada gingiva.

Faktor-faktor penyebab Bulimia nervosa :

Terjadinya Bulimia Nervosa dapat disebabkan oleh :

1. Faktor Psikologis, misalnya :

- Stress emosional

- Tidak memiliki rasa percaya diri

2. Faktor Lingkungan, misalnya :

Keinginan untuk memiliki tubuh yang langsing pada wanita kelas menengah keatas

agar dapat tampil menarik.

3. Faktor Genetik:

Faktor ini hanya memiliki porsi yang kecil terhadap terjadinya Bulimia Nervosa

KOMPLIKASI MEDIS BULIMIA NERVOSA

1. Komplikasi Rongga Mulut

Radang tenggorokan dan hilangnya permukaan email dibagian lingual pada gigi

anterior (perimylosis) karena pengaruh asam lambung yang keluar saat pasien muntah.

Prevalensi karies meningkat dan dokter gigi memegang peranan penting dalam

perawatan. Komplikasi lainnya yang berhubungan erat dengan penyakit ini adalah

sialadenosis, rasa sakit karena glandula salivarius yang membesar yang disebabkan

oleh siklus muntah yang begitu hebat.

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 29

2. Komplikasi Gastrointestinal

Frekuensi muntah sangat berpengaruh terhadap kesehatan Gastroesophagial, karena

beberapa pasien yang menderita Bulimia Nervosa menelan lebih dari 50 mil pencahar

setiap hari. Konstipasi hebat karena ketergantungan terhadap pil tersebut diikuti

dengan tidak berfungsinya plexus mesenterica merupakan efek yang dapat timbul

karena penyalahgunaan pil pencahar tersebut.

3. Komplikasi Elektrolit

Mengeluarkan zat makanan yang terdapat dalam tubuh secara rekuren dapat

menyebabkan terjadinya kekurangan cairan dan elektrolit. Kasus yang paling sering

terjadi pada metabolisme alkalosis ini disebabkan karena muntah tersebut.

Penyalahgunaan obat-obatan diuretik menyebabkan hipokloremia metabolisme

alkalosis.

Diare akut disebabkan oleh konsumsi obat-obatan pencahar dan dapat terjadi

hipokloremia metabolism asidosis. Hipokalemia hanya terjadi kira-kira 5% dari jumlah

pasien Bulimia Nervosa, dan bisa menjadi predisposisi penyakit jantung, akan tetapi

walaupun ia menderita hipokalemia belum tentu bisa dideteksi apakah ia menderita

Bulimia Nervosa atau tidak. Bagaimanapun juga, hipokalemia yang ditemukan pada

wanita muda yang sehat kemungkinan besar menderita Bulimia Nervosa.

Kadar potassium urine bisa dimanfaatkan, bila jumlah urine yang keluar 10 mmol per

liter biasanya dipengaruhi oleh system gastrointestinal oleh karena jumlah kadar

potasium. Sindrom Pseudo-Batter’s berkaitan dengan hipokalemia alkalosis dan

merupakan gejala umum pada pasien yang selalu muntah dan mengkonsumsi obat-

obat diuretik. Bila volume elektrolit tidak ada akan menyebabkan terjadinya

hiperaldoterisme, dapat terjadi edema pada kaki, karena produksi yang berlebih

hormon aldosteron, dapat terjadi pada pasien yang selalu merangsang keluarnya zat-

zat makanan dari dalam tubuh lalu berhenti secara tiba-tiba.

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 30

Edema idiopatik adalah suatu keadaan yang dikarakteristikkan dengan tidak stabilnya

cairan tubuh secara nyata, dan merupakan manifestasi Bulimia Nervosa pada wanita

yang mengkonsumsi obat-obat diuretik untuk mengontrol siklus retensi cairan tubuh.

4. Komplikasi Kelenjar Endokrin

Pasien Bulimia Nervosa memiliki siklus kerja kelenjar endoktrin yang abnormal.

Meskipun terjadi menstruasi yang siklusnya tidak teratur yang dapat mempengaruhi

fertilitas, namun pada masa yang akan datang bila pasien sembuh hal ini tidak akan

terjadi. Kebanyakan wanita yang menderita Bulimia membuktikan hal ini ketika hamil.

Prevalensi Bulimia Nervosa dapat saja meningkat pada pasien diabetes melitus tipe 1;

beberapa pasien menyuntikkan insulin untuk mempercepat pelangsingan tubuh,

kemudian timbul komplikasi mikrovaskuler.

5. Komplikasi Lainnya

Mengulangi penyalahgunaan obat-obatan dapat memberikan efek serius, meskipun

biasanya dapat disembuhkan, misalnya efek toksik dari cardiomyopathy dan kelelahan

otot. Erosi pada dorsum tangan (Russell’s sign) karena merangsang terjadinya muntah.

Terapi untuk penderita Bulimia nervosa :

1. Pasien harus dimotivasi untuk mengkonsumsi makanan berserat tinggi, bergizi, dan

olahraga yang cukup.

2. Selama konstipasi berlangsung dalam beberapa hari, dapat digunakan glycerin

suppositoria atau obat pencahar yang bersifat non stimulating osmotik seperti

laktulosa.

3. Pemberian vitamin C (1200-1500 mg/hari) dan vitamin D (400-800 IU/hari) harus

dilakukan secara rutin.

4. Kombinasi antidepressan dan terapi kognitifbehavioural lebih efektif untuk

mengurangi frekuensi makan yang berlebihan juga terjadinya muntah

dibandingkan bila terapi dilakukan secara terpisah. Terapi antidepressan yang

digunakan diantaranya desipramine, atau flouxetine.

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 31

PENGGUNAAN AMFETAMIN, DIURETIK DAN ORLISTAT DALAM PROGRAM PENURUNAN BERAT BADAN

HUBUNGAN ANTARA DIURETIC DENGAN PELANGSINGAN BADAN

Pada dasarnya kita sudah mengetahui bahwa penggunaan diuretik terutama ditujukan

untuk melancarkan pengeluaran urine (biasanya disebut peluruh kencing). Orang-

orang yang menyalahgunakannya (yang biasanya digunakan untuk menurunkan berat

badan seperti pada kasus bulimia di scenario) berangggapan bahwa dengan

penguirangan cairan tubuh akan mampu menurunkan berat badan.

Berdasarkan sumber yang ada, penurunan cairan tubuh (terutama untuk ECF-

Extracellular fluid) dapat menurunkan berat badan kurang lebih 3 kg. Tetapi

penurunan berat tersebut tidak begitu signifikan dalam menguruskan badan karena

tubuh akan cepat mengkompensasinya dalam bentuk peningkatan pengeluaran ADH

(antidiuretic hormone) dan meningkatkan keinginan kita untuk meminum air. Hal ini

akan mengembalikan ukuran cairan tubuh kita yang seharusnya.

Kalaupun hal ini tidak dipenuhi maka komplikasi yang akan terjadi adalah tubuh

mengalami dehidrasi, gangguan dalam homeostasis cairan dan elektrolit seperti

hipokalemia, hiponatremia dan lain-lai yang nantinya akan berlanjut ke aritmia jantung

dan akhirnya jika dibiarkan akan terjadi kematian mendadak.

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 32

HUBUNGAN AMFETAMIN, ORLISTAT, DAN DIURETIC DALAM

PENURUNAN BERAT BADAN

Setelah ditelaah dari berbagai sumber, ketiga obat ini oleh si pengguna dianggap dapat

menurunkan berat badan sehingga penggunaanya disalahgunakan. Ketiga obat ini jika

disatukan memang dapat menurunkan berat badan. Di bawah ini adalah penjabaran

kerja dari masing-masing obat yang terkait dengan mekanismenya yang dapat

menurunkan nafsu makan atau pun berat badan :

1. Amfetamin

Memiliki efek pada system saraf pusat yang salah satunya menimbulkan efek

anoreksia. Efek ini ditimbulkan pada struktur sentral di pusat lapar pada

hypothalamus lateral. Kerja amfetamin adalah meningkatkan (mengosongkan)

simpanan katekolamin (terutama NE) dan serotonin dari ujung saraf adrenergic

sehingga pelepasannya meningkat. Inilah yang menyebabkan efek stimulasi pada

system saraf pusat. Hal ini bertujuan mengaktivasi adrenoreseptor yang

menimbulkan semua efek khas dari katekolamin yang salah satunya menurunkan

rasa lapar (zat anoreksigenik).

2. Orlistat

Mekanisme kerja orlistat sangat jelas dalam perannya dalam menurunkan berat

badan sebab obat ini adalah inhibitor lipase traktus gastrointestinal yang

mencegah proses digesti lemak dan selanjutnya mencegah absorpsi lemak. Obat ini

lazim digunakan sebagai terapi anti obesitas karena berinterferensi dengan lipase

pancreas dan memungkinkan lemak yang kita konsumsi untuk diabsorpsi hanya

70%-nya saja.

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 33

3. Diuretik

Untuk mekanisme kerja diuretic sudah dijelaskan sebelumnya. Jadi intinya

penggunaan diuretic yang mampu meningkatkan ekskresi urine dimanfaatkan

untuk menurunkan berat cairan tubuh sehingga berat badan dapat berkurang.

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 34

ANTIPSIKOSIS

Diklasifikasikan menjadi beberapa grup:1. Derivate Phenothiazide

Dahulu merupakan antipsikosis yang paling banyak digunakan. Subfamilinya:- Derivat alifatik (chlorpromazine)

- Derivate piperidine (thioridazine)

2. Derivate Thioxantene

Diwakili oleh thiothixene3. Derivate Butyrophenone

Jenisnya yang paling banyak digunakan, yaitu haloperidol4. Struktur lainnya

Obat-obat baru: pimozide, molindone, loxapine, clozapine, olanzapine, quetiapine, rispiridone, sertindole, dan ziprasidone

Kebanyakan antipsikosis cepat diabsorpsi namun tidak sepenuhnya terabsorpsi.

Kebanyakan antipsikosis mempunyai sifat keturunan-lipid tinggi dan ikatan protein

tinggi (92%-99%).

Availabilitas chlorpromazine dan thioridazine (dosis oral) 25%-35%, sedangkan

haloperidol (dosis oral) 65%.

Mungkin karena cendrung tersebar di bagian lipid tubuh dan memiliki afinitas amat

tinggi pada reseptor meurotransmitter tertentu, antipsikosis umunya mempunyai

masa kerja klinis lebih lama daripada yang diperkirakan dari waktu paruh

plasmanya.

Obat-obat ini di ekskresikan dengan perubahan karena sebalumnya dimetablisme

menjadi bentuk yang lebih polar.

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 35

DRUG D2 BLOCK D4 BLOCK α1 BLOCK 5-HT2 BLOCK M BLOCK H1 BLOCK

PHENOTH &THIOXANTH

++ - ++ + + +

THIORIDAZ ++ - ++ - +++ +

HALOPERIDOL +++ - + - - -

CLOZAPINE - ++ ++ ++ ++ +

MOLINDONE ++ - + - + +

OLANZAPINE + - + ++ + +

QUETIAPINE + - + ++ + +

RISPERIDONE ++ - + ++ + +

SERTINDOLE ++ - + +++ - -

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 36

Kekuatan ikatan beberapa obat antipsikotik pada berbagai reseptor Chlorpromazine : α1 = 5-HT2 > D2 > D1

Quetiapine: 5-HT2 = D2 = α1 = α2. Anti H1 >>>

Haloperidol: D2 > D1 = D4 > α1 > 5-HT2

Pimozide: D2 >>>

Risperidone: D2 = 5-HT2

Clozapine : D4 = α1 > 5-HT2 > D2 = D1 Anti H1 >>>

Sertindole: 5-HT2 > D2 = α1

Olanzapine: 5-HT2 > D1 = D2 = α1. Anti H1 >>>

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 37

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 38

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 39

CONTOH DRUGS OF ABUSE

Obat-obatan yang umumnya digunakan dalam penyalahgunaan obat seringkali adalah

obat-obatan yang berasal dari gologan berikut:

A. AMFETAMIN

Bekerja dengan cara meningkatkan aktivitas otak

Mekanisme kerja adalah dengan cara meningkatkan pelepasan neurotransmitter

katekolaminergik meliputi Epinefrin, Norepinefrin dan Dopamin pada sistem saraf

simpatis.

Peningkatan sekresi neurotransmitter inilah yang menyebabkan kondisi orang yang

menggunakan obat-obatan golongan ini dapat menimbulkan euphoria, karena

Dopamin akan berkaitan dengan pusat ganjaran manusia di sistem limbik.

Simptomology:

1. Sesaat initial rush (peningkatan semangat)

2. Beberapa jam Euphoria (rasa senang berlebih), peningkatan energi, penurunan

keinginan tidur dan makan (ini yang dijadikan alasan mengapa amfetamin digunakan

untuk melangsingkan badan di skenario)

3. Spree (tahap lanjut) timbulkan Psikosis-terinduksi-Amfetamin (AIP), sehingga

berperilaku hiperaktif, paranoid, halusinasi dan muncul sindrom withdrawal (sakaw)

Contoh: Methedrine, Ritalin MDA, MDMA dan Ekstasi.

(Namun, penggunaan Amfetamin jarang berakibat fatal, karena

kondisi AIP dapat ditangani dengan obat-obatan Antipsikotik

kelompok HALOPERIDOL)

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 40

Contoh Ekstasi (Amphetamine)

B. COCAINE

Bekerja dengan cara meningkatkan aktivitas otak

Mekanisme kerja serupa amfetamin, yaitu dengan cara memblok re-uptake

neurotransmitter katekolaminergik, sehingga terjadi peningkatan jumlah

neurotransmitter pada situs post-sinaps.

Dikatakan juga highly-potent of Amphetamine, sebab kejadian adiksi dan

kondisi yang fatal sering terjadi.

Umumnya digunakan sebagai anastesi lokal.

Simptomology:

1. Sesaat initial rush (peningkatan semangat)

2. Beberapa jam Euphoria (rasa senang berlebih), peningkatan energi, penurunan

keinginan tidur dan makan (ini yang dijadikan alasan mengapa amfetamin

digunakan untuk melangsingkan badan di skenario)

3. Spree (tahap lanjut) timbulkan Psikosis-terinduksi-Cocaine (CIP), sehingga

menyebabkan terjadinya insomnia dan tremor, sedang gejala withdrawalnya

adalah perasaan ‘swinging’ seakan melayang-layang.

(Salah satu contoh Cocaine)

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 41

C. ANTIDEPRESSANT

Digunakan untuk menangani kondisi depresi

Terdiri dari Trisiklik, heterosiklik, SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor),

dan MAO (Mono-amine Oxidase) Inhibitor.

Keempat obat ini bekerja dengan cara meningkatkan aktivitas otak.

Mekanisme kerja:

1. Trisiklik >> hambat reuptake Dopamin

2. Heterosiklik >> hambat reuptake semua neurotransmitter kolinergik

3. SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) >> dengan hambat

4. MAO (Mono-amine Oxidase) Inhibitor >> dengan menghambat proses

penghancuran neurotransmitter yang ada pada celah sinaps sehingga jumlah

neurotransmitter akan cenderung meningkat.

D. Opioid1. Definisi

DSM IV mendefinisikan ketergantungan sebagai penggunaan obat secara berulang sampai pada suatu titik yang menyebabkan masalah yang repetitif di berbagai area kehidupan.

2. Farmakjologi Prototipenya morphin dan codein. Opioid semisintetik termasuk hydromorphone, diacetylmorphine (heroin), dan

oxycodone. Opiois sintetik termasuk meperidine, propoxyphene, diphenoxylate, fetanyl,

buphenorphine, tramadol, methadone, dan pentazocine. Efek paling cepat didapat dengan administrasi IV, dan efek paling lambat didapat

dari administrasi oral. Waktu paruhnya antara 2,5 – 3 jam untuk morfin, sampai lebih dari 22 jam untuk

methadone.

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 42

3. Faktor Genetik Mempengaruhi resiko seseorang untuk menjadi tergantung terhadap opioid, dan

kecenderungan terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan penyalahgunaan opioid.

50% resiko seseorang menjadi tergantung terhadap opioid diatur oleh gen. Gen spesifik termasuk variasi di α2 GABAA reseptor, yang mungkin mempengaruhi

impulsivitas dan sensasi. 4. Kelompok Beresiko Tinggi

Kelompok penderita sindrom nyeri kronis. Dokter, perawat, dan farmasis yang memiliki akses yang mudah pada opioid. Orang-orang dengan masalah psikologis dan sosial yang membeli obat secara

ilegal untuk menjadi “high”5. Efek Akut dan Kronik Opioid

Efek Terhadap Sistem Organo Menstrimulasi sistem dopaminergik di midbrain dan nukleus accubens yang

menyebabkan euforia dan efek ganjaran.o Efek pada CNS termasuk nausea & fomitting (medulla), penurunan persepsi

nyeri (medulla spinalis, thalamus, dan regio abu-abu di periaqueductus), sedasi (reticular activating sistems).

o Bahan tambahan pada opioid jalanan dapat berpengaruh pada kerusakan sistem saraf (termasuk peripheral neuropathi, amblyopia, myelopathy, dan leukoencephalopathy..

o Pengaruh akut opioid termasuk penghambatan pelepasan beberapa hormon dari hypothalamus, termasuk cortocotropin-releasing factor (CRF) dan luteinizing hormone, yang berpengaruh pada penurunan beberapa hormon sex, dan berkontrobusi terhadap penurunan kemampuan seksual dan kesulitan menghadapi stress. Perubahan hormonal lainnya termasuk penurunan pelepasan thyrotropin dan peningkatan prolactin dan mungkin hormon pertumbuhan.

o Perubahan akut pada sistem respirasi termasuk perubahan dengan mediasi CNS dalam penurunan refleks batuk, dan depresi respirasi, hasil dari penurunan respon batang otak terhadap tekanan CO2

o Efek pada GI tract termasuk penurunan motilitas usus, nausea, konstipasi, dan anorexia dengan penurunan berat badan.

Toksisitas dan overdosisOpioid dosis tinggi dapat berpotensi pada overdosis letal. Syndrom yang dapat

terjadi dengan segera pada penggunaan IV termasuk pernafasan lambat, miosis pupil, bradikardi, hypothermia, dan coma.

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 43

E. Cocaine Adalah stimulant dan anestetic local dengan evek vasokonstriktor. Obat ini menghasilkan efek fisiologis dan perilaku melalui administrasi PO, intranasal,

IV atau inhalasi diikuti pyrolisis. Efek penguatan dihubungkan dengan aktivasi dari neuron dopaminergik pada sistem

mesolimbik. Cocaine meningkatkan konsentrasi synaptic dari neuron monoaminergik dingan

berikatan pada protein transporter di neuron presinaptik dan memblok reuptake. Cocaine memproduksi efek peningkatan mood, peningkatan denyut jantung dan

tekanan darah. Intoxicasi Akut dan Kronis

o Peningkatan suhu badan dan pada dosis tinggi menyebabkan pyrexia atau hipertensi.

o Menginduksi aktivitas sistem simpatis dengan penghambatan reuptake katekolamin.

o Pengginaan kronik menyebabkan penurunan libido, impotensi, gynecomastia, gangguan menstruasi dan kemandulan.

F. Marijuana CB1 dan CB2 telah diidentifikasi sebagai reseptor spesifik di CNS, termasuk medulla

spinalis dan PNS. Reseptor ini ditemukan dalam jumlah yang banyak di neocortex, ganglia basalis, dan

hippocampus. Intosikasi Akut dan Kronis

o Intoksisitas akut marijuana biasanya termasuk persepsi subyektif dari relaksasi, euforia, impairment of thinking, konsentrasi, fungsi perseptual dan psikomotor. Dapat terjadi severe emotional disorders pada seseorang yangmengalami masalah psicotik atau neurotic.

o Intoksikasi cronis meliputi peningkatan resiko gejala psikotik pada orang dengan riwayat schizophrenia. Orang yang menggunakan marijuana di bawah usia 17 tahun dapat mengembangkan kelainan parah pada kognitif dan neuropsikologis.

G. Methamphetamine Administrasi melalui PO atau smoking, menghisap, dan IV. Efeknya antara lain menginduksi euforia dan oengurangan fatigue. Efek buruknya antara lain sakit kepala, susah konsentrasi, penurunan nafsu makan,

vomitting atau diare, gangguan tidur, kelakuan paranoid atau agresif, dan psycosis. Obat ini meningkatkan pelepasan neurotransmitter monoaminergik pada neuron

presinaptik. MDMA atau ectasy adalah derivat methamphetamine.

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 44

DAFTAR PUSTAKA

Brunton, L., Lazo, J. & Parker, K., 2005. Goodman & Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics 11th ed., New York: McGraw Hill Professional.‐

Guyton, A.C. & Hall, J.E., 2005. Textbook of Medical Physiology 11th ed., Philadelphia: Saunders.

Katzung, B.G., 2006. Basic & Clinical Pharmacology 10th ed., New York: McGraw Hill‐ Medical.

Saladin, K.S., 2006. Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function 4th ed., New York: McGraw Hill Science/Engineering/Math.‐

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 45

Laporan Tutorial 5 – Kelompok 1 46