laporan pengelolaan perangkutan jalan cihampelas kota bandung

61
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan daerah perkotaan pada dasarnya ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor manusia, faktor aktivitas manunsia, dan faktor pergerakan manusia (Tamin, 2000). Ketiga faktor tersebut akan mendorong terjadinya perkembangan kebutuhan ruang yang ditunjukkan dengan adanya perubahan penggunaan lahan. Selanjutnya perkembangan kebutuhann ruang tersebut juga akan disertai dengan semakin meningkatnya interaksi antar ruang kegiatan yang dicerminkan oleh peningkatan intensitas pergerakan penduduk. Kegiatan pergerakan inilah yang disebut kegiatan perangkutan, yaitu kegiatan yang terjadi karena adanya perpindahan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lainnya. Seiring dengan peningkatan pergerakan barang dan orang, maka tuntutan dalam penyediaan jaringan jalan akan semakin meningkat pula baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Peningkatan jaringan jalan tersebut tentunya harus mampu mengimbangi peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang relatif lebih cepat. Bila tidak terdapat keseimbangan, seringkali akan menimbulkan masalah lalu lintas. Jika kapasitas jalan tetap, sedangkan jumlah pengguna jalan meningkat maka akan menimbulkan kemacetan lalu lintas. Masalah kemacetan lalu lintas seringkali terjadi pada kawasan yang mempunyai intensitas kegiatan dan penggunaan lahan yang tinggi. Selain itu kemacetan lalu lintas terjadi karena volume lalu lintas tinggi yang disebabkan bercampurnya lalu lintas menerus (through traffic), lalu lintas regional dan lokal. Apabila sifat kemacetan lalu lintas tersebut merupakan suatu kejadian yang rutin, akibatnya bukan saja akan mempengaruhi ketidakefisienan penggunaan sumber daya, tetapi juga dapat mengganggu kegiatan di lingkungan yang ada. Selain itu, berdampak luas pula terhadap kelancaraan kegiatan sosial ekonomi kota.

Upload: azka-ramadhan

Post on 05-Nov-2015

120 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

hasil pengelolaan perangkutan jalan cihampelas kota bandung

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pertumbuhan dan perkembangan daerah perkotaan pada dasarnya ditentukan

    oleh tiga faktor, yaitu faktor manusia, faktor aktivitas manunsia, dan faktor

    pergerakan manusia (Tamin, 2000). Ketiga faktor tersebut akan mendorong

    terjadinya perkembangan kebutuhan ruang yang ditunjukkan dengan adanya

    perubahan penggunaan lahan. Selanjutnya perkembangan kebutuhann ruang

    tersebut juga akan disertai dengan semakin meningkatnya interaksi antar ruang

    kegiatan yang dicerminkan oleh peningkatan intensitas pergerakan penduduk.

    Kegiatan pergerakan inilah yang disebut kegiatan perangkutan, yaitu kegiatan yang

    terjadi karena adanya perpindahan manusia atau barang dari suatu tempat ke

    tempat lainnya.

    Seiring dengan peningkatan pergerakan barang dan orang, maka tuntutan dalam

    penyediaan jaringan jalan akan semakin meningkat pula baik dari segi kualitas

    maupun kuantitas. Peningkatan jaringan jalan tersebut tentunya harus mampu

    mengimbangi peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang relatif lebih cepat. Bila

    tidak terdapat keseimbangan, seringkali akan menimbulkan masalah lalu lintas. Jika

    kapasitas jalan tetap, sedangkan jumlah pengguna jalan meningkat maka akan

    menimbulkan kemacetan lalu lintas.

    Masalah kemacetan lalu lintas seringkali terjadi pada kawasan yang mempunyai

    intensitas kegiatan dan penggunaan lahan yang tinggi. Selain itu kemacetan lalu lintas

    terjadi karena volume lalu lintas tinggi yang disebabkan bercampurnya lalu lintas

    menerus (through traffic), lalu lintas regional dan lokal. Apabila sifat kemacetan lalu

    lintas tersebut merupakan suatu kejadian yang rutin, akibatnya bukan saja akan

    mempengaruhi ketidakefisienan penggunaan sumber daya, tetapi juga dapat

    mengganggu kegiatan di lingkungan yang ada. Selain itu, berdampak luas pula

    terhadap kelancaraan kegiatan sosial ekonomi kota.

  • 2

    Untuk menanggulangi masalah kemacetan lalu lintas di daerah perkotaan,

    diperlukan intervensi ahli perencana perangkutan yang secara keilmuan dapat

    menemukan dan mencari berbagai alternatif pemecahan masalah lalu lintas.

    Menurut Richard Barrett dalam Setiawan (1993), terdapat tiga tingkatan dasar dari

    perencanaan perangkutan di daerah perkotaan, yaitu:

    1. Perencanaan operasional, meliput perencanaan persimpangan jalan, marka

    jalan, pembatasan parkir, penyebrangan jalan, dan lain-lain.

    2. Perencanaan taktis, yaitu pengembangan pola sirkulasi lalu lintas, penentuan

    prioritas rute angkutan umum, penentuan daerah pejalan kaki, dan lain-lain.

    3. Perencanaan strategis, yang berkaitan dengan perencanaan struktur dan

    kapasitas jaringan jalan serta sistem angkutan umum, penataan guna lahan

    dan keterhubungan pernagkutan dan keseimbangan antara permintaan dan

    penyediaan angkutan umum.

    Kota Bandung sebagai simpul jasa distribusi memiliki tingkat pertumbuhan

    penduduk yang tinggi. Di sisi lain intensitas pelayanan Kota Bandung dari tahun ke

    tahun mengalami peningkatan yang cukup besar. Kedua hal tersebut berimplikasi

    pada tingginya mobilitas penduduk., barang dan jasa. Kegiatan dan aktivitas ekonomi

    yang tinggi memberikan suatu potensi bagi perkembangan suatu kota. Dengan

    demikian Kota Bandung yang terus berkembang akan dihadapkan dengan

    permasalahan perkotaan diantaranya permasalahan transportasi.

    Jalan Cihampelas yang terletak di Bandung bagian barat merupakan jalan

    kolektor sekunder yang menghubungkan bagian utara dan pusat kota Bandung.

    Lokasi kawasan yang sangat strategis serta adanya kegiatan perdagangan dan jasa

    yang sangat berkembang secara intensif pada daerah ini telah menjadikan kawasan

    ini sebagai salah satu pusat niaga penting di Kota Bandung.

    Permasalahan yang dihadapi oleh kawasan Jalan Cihampelas sebagai pusat

    kegiatan perdagangan dan jasa di Kota Bandung diantaranya adalah padatnya arus

    pergerakan kendaraan dan pejalan kaki yang semakin lama semakin bertambah

    besar, karena adanya peningkatan jumlah penduduk dan kendaraan di Kota

    Bandung, serta intensitas kegiatan di kawasan tersebut, sedangkan prasrana

  • 3

    pergerakan yang disediakan relative tidak bertambah. Permasalahan-permasalahan

    di atas berujung pada terjadinya peningkatan kemacetan di daerah ini.

    1.2 Rumusan Masalah

    Persoalan empiris yang ada saat ini di kawasan Jalan Cihampelas yaitu besarnya

    tingkat kemacetan yang terjadi. Hal ini disebabkan oleh prasarana pergerakan yang

    ada tidak mampu mendukung jumlah arus pergerakan yang melewati daerah ini

    sehingga pada akhirnya mengakibatkan timbulnya tingkat kemacetan yang tinggi.

    Beradasarkan persoalan yang terjadi di lapangan, maka muncul sebuah

    permasalahan penelitian yaitu belum adanya upaya-upaya penanganan persoalan

    lalu lintas untuk mengurangi tinkat kemacetan yang terjadi di kawasan Jalan

    Cihampelas. Untuk dapat menjawab persoalan penelitian tersebut, maka perlu

    diketahui bagaimana sistem trasnportasi yang terdiri dari subsistem jaringan,

    subsitem pergerakan, dan subsitem aktivitas yang ada di Jalan Cihampelas.

    1.3 Tujuan dan Sasaran

    Berdasarkan latar belakang dan rumusan persoalan di atas, maka penelitian ini

    bertujuan untuk memberikan beberapa usulan tindakan untuk menanggulangi

    masalah kemacetan lalu lintas di kawasan Jalan Cihampelas agar tingkat pelayanan

    jalan dapat diperbaiki. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka ditetapkan sasaran-

    sasaran dari penelitian ini, yaitu:

    1. Teridentifikasinya kondisi subsistem jaringan Jalan Cihampelas

    2. Teridentifikasinya kondisi subsistem pergerakan yang melewati Jalan

    Cihampelas

    3. Teridentifikasinya kondisi subsitem aktivitas yang ada di Jalan Cihampelas

    4. Teridentifikasinya persoalan-persoalan pada masing-masing subsistem

    tersebut

    5. Terumuskannya beberapa solusi penanganan persoalan lalu lintas di Jalan

    Cihampelas

  • 4

    1.4 Ruang Lingkup

    Ruang lingkup penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu lingkup materi dan

    lingkup wilayah.

    1.4.1 Lingkup Materi

    Fokus pembahasan dalam penelitian ini dititikberatkan pada kajian penelitian

    sistem trasportasi yang dibatasi pada sub sistem jaringan, sub sistem pergerakan, dan

    sub sistem aktivitas yang ada di Jalan Cihampelas. Setelah melakukan analisis

    terhadap ketiga sub sistem tersebut, kemudian selanjutnya memberikan alternatif

    penanganan persoalan lalu lintas.

    1.4.2 Lingkup Wilayah

    Wilayah yang menjadi bagian utama dalam linkup penelitian ini adalah

    kawasan Jalan Cihampelas yang merupakan tempat terkonsentrasinya berbagai

    kegitaan perdagangan dan jasa. Batas-batas wilayah penelitian adalah sebagai

    berikut:

    - Utara : Jalan Bapak Husen

    - Selatan : Jalan Pasteur

    - Barat : Bangunan Kegiatan Pergadangan dan Jasa

    - Timur : Perumahan Penduduk

    Sedangkan wilayah eksternal dari penelitian ini yaitu kawasan Jalan Cipaganti

    dan sekitarnya, Jalan Setiabudi dan sekitarnya, serta Jalan Pasteur. Pemilihan wilayah

    studi yang hanya mengambil beberapa ruas Jalan Cihampelas saja didasarkan kepada

    konsentrasi kegiatan perdagangan dan jasa yang tinggi pada ruas-ruas tersebut,

    sehingga peneliti tidak mengambil seluruh Jalan Cihampelas sebagai wilayah

    penelitian. Ruas jalan yang dijadikan wilayah studi yaitu penggal Jalan Bapak Husen-

    Prof. Eyckman dan Jalan Prof. Dr. Eyckman-Pasteur, untuk selanjutnya kedua penggal

    jalan ini tetap disebut sebagai Jalan Cihampelas.

    1.5 Metodologi

    Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua

    bagian, yaitu metode analisis dan metode pengumpulan data.

  • 5

    1.5.1 Metodologi Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data dilakukan melalui survey, baik survey primer

    dengan melakukan pengamatan dan perolehan data langsung di lapangan, maupun

    survey sekunder dengan melakukan pencarian data pada instansi-instansi terkait

    serta studi literature untuk mendapatkan data sekunder.

    Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

    1. Survey Primer

    a. Pengamatan untuk melakukan pengukuran kondisi geomterik jalan.

    b. Pengamatan kondisi eksisting guna lahan dan bentuk-bentuk

    gangguan samping terhadap kondisi lalu lintas.

    c. Melakukan traffic counting untuk memperoleh data volume lalu

    lintas. Waktu pengumpulan data volume kendaraan dibagi menjadi

    tiga bagian yaitu pagi hari (07.00-08.00), siang hari (12.00-13.00), dan

    sore hari (17.00-18.00) pada hari Jumat, Sabtu, dan Minggu. Waktu

    yang dipilih merupakan waktu yang diasumsikan merupakan jam-jam

    puncak (peak hours).

    d. Melakukan pedestrian counting untuk memperoleh data volume

    pergerakan pejalan kaki. Waktu pengumpulan data volume pejalan

    kaki dibagi menjadi tiga bagian yang sama seperti waktu pengumpulan

    data volume lalu lintas.

    2. Survey Sekunder

    a. Studi literatur

    Kegiatan ini dilakukan untuk mencari dan menggali informasi

    mengenai permasalahan-permasalahan transportasi di daerah

    perkotaan, serta bagaimana cara penanggulangannya.

    b. Studi instansi

    Kegiatan ini dilakukan untuk mencari dokumen rencana atau laporan

    hasil pekerjaan yang mencakup data-data rencana pengembangan

    kota, karakteristik jaringan jalan, kapasitas jalan, dan sebagainya.

  • 6

    1.5.2 Metode Analisis

    Dalam studi ini, analisis yang dilakukan adalah analisis kualitatif dan

    kuantitatif. Analisis kualitatif yang dilakukan yaitu berupa analisis deskriptif terhadap

    sistem trasnportasi yang terdapat di koridor Jalan Cihampelas.

    Sedangkan analisis kuantitatif yang dilakukan yaitu:

    a. Analisis VCR

    Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pelayanan koridor Jalan

    Cihampelas. Analisis ini dilakukan dengan cara menghitung volume

    pergerakan yang terjadi dengan kapasitas jalan, sehingga diperoleh nilai

    VCR.

    b. Analisis kecepatan

    Kecepatan yang dihitung yaitu kecepatan arus bebas dan kecepatan

    perjalanan. Analisis yang dilakukan terhadap kecepatan ini bertujuan

    untuk mengetahui seberapa besar kecepatan arus bebas dan perjalanan

    yang dapat dicapai oleh kendaraan ketika melewati Jalan Cihampelas. Dari

    hasil analisis terhadap VCR dan kecepatan ini maka dapat ditentukan Level

    of Service (LOS) dari koridor Jalan Cihameplas, sehingga pada akhirnya

    dapat diketahui tingkat pelayanan koridor jalan ini.

    c. Analisis perhitungan kebutuhan parkir

    Analisis ini dilakukan dengan membandingkan jumlah ruang parkir yang

    dibutuhkan di sepanjang Jalan Cihampelas, yang kemudian dibandingkan

    dengan jumlah ruang parkir yang ada saat ini. Perhitungan terhadap

    kebutuhan parkir dilakukan dengan membagi jumlah luas seluruh lantai

    setiap bangunan, kemudian dikalikan dengan standar masing-masing

    guna lahan tersebut. Standar parkir yang digunakan yaitu berdasarkan

    Perda DKI Jakarta No. 7 Tahun 1991.

    d. Analisis terhadap bangkitan dan tarikan pergerakan

    Analisis ini bertujuan untuk mengetahui jumlah bangkitan dan tarikan

    pergerakan yang ada di Jalan Cihampelas, dengan cara mengalikan jumlah

    luas seluruh lantai setiap bangunan dengan standar trip rate berdasarkan

    BNI City dalam Susanti (1997).

  • 7

    1.6 Sistematika Penulisan

    Penyusunan laporan penelitian ini terdiri dari 5 bab, dengan perincian masing-

    masing bab adalah sebagai berikut:

    BAB I PENDAHULUAN

    Bab ini memberikan penjelasan mengenai latar belakang penelitian, rumusan

    permasalahan, tujuan dan sasaran penelitian, ruang lingkup penelitian yang

    terdiri dari linkup materi dan lingkup wilayah, serta metodologi yang

    digunakan dalam penelitian ini.

    BAB II TINJAUAN TEORI

    Bab ini berisis mengenai tinjauan-tinjauan teoritis dari para ahli mengenai

    sistem transportasi dan penanganan terhadap persoalan lalu lintas.

    BAB III GAMBARAN UMUM KORIDOR JALAN CIHAMPELAS

    Bab in berisi gambaran kawasan Jalan Cihampelas yang mencakup gambaran

    umum Kota Bandung, kebijakan dan kedudukan Jalan Cihampelas dalam

    lingkup Kota Bandung, serta karakteristik Jalan Cihampelas.

    BAB IV ANALISIS SISTEM TRASPORTASI JALAN CIHAMPELAS

    Bab ini memaparkan penjelasan mengenai analisis terhadap sub sistem

    jaringan, sub sistem pergerakan, dan sub sistem aktivitas, serta

    permasalahannya. Kemudian pada akhir bagian ini, akan dipaparkan

    mengenai beberapa usulan penanganan terhadap persoalan lalu lintas di

    Jalan Cihampelas.

    BAB V KESIMPULAN

    Bab ini berisi mengenai beberapa temuan penelitian, kesimpulan,

    rekomendasi, kelemahan penelitian, dan studi lebih lanjut yang diperlukan

    sehubungan dengan penelitian ini.

  • 8

    BAB II

    TINJAUAN TEORI

    Bab ini berisi landasan teori mengenai transportasi secara umum dan

    penjelasan mengenai moda angkutan darat. Dibahas pula mengenai faktor-faktor

    yang berpengaruh terhadap pemilihan moda dan penjelasan mengenai metode-

    metode yang digunakan.

    2.1 Sistem Transportasi dan Pendekatan Perencanaan Transportasi

    Transportasi merupakan aktivitas pemindahan barang maupun penumpang dari

    suatu tempat ke tempat lainnya (Salim, 2004). Transportasi merupakan kebutuhan

    turunan (derived demand), bukan sebagai tujuan akhir. Pergerakan timbul karena

    adanya kebutuhan akan barang dan jasa tidak bisa dipenuhi di tempat kita berada.

    Sistem transportasi meliputi beberapa sistem yang saling berkaitan dan saling

    berpengaruh satu sama lain. Sistem-sistem yang membentuk sistem transportasi

    antara lain sistem pergerakan, sistem jaringan, dan sistem aktivitas. Selain itu,

    terdapat pula sistem kelembagaan yang berfungsi sebagai penunjang dan yang

    mempengaruhi hubungan berbagai sistem tersebut. Sistem kelembagaan ini

    dituangkan dalam bentuk peraturan dan perundang-undangan (Fadiah, 2003).

    Keseluruhan komponen tersebut juga dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan yang

    meliputi aspek fisik, ekonomi, sosial budaya, dan teknologi dimana sistem

    trasnportasi tersebut berada. Lingkup perwilayahan yang meliputi wilayah kota,

    regional, nasional, dan internasional juga berpengaruh besar terhadap sistem

    transportasi (Kusbiantoro, 1996 dalam Fadiah, 2003).

    Sistem kegiatan merupakan perwujudan dari ruang dan isinya, terutama

    manusia dengan segala aktivitasnya yang dilakukan di suatu guna lahan (Zacky,

    2005). Untuk memenuhi kebutuhan dan menunjang aktivitasnya tersebut, manusia

    membutuhkan perjalanan dengan menggunakan sistem transportasi. Semakin tinggi

    kuantitas dan kualitas penduduk di suatu wilayah dengan kegiatannya, semakin

    tinggi pula pergerakan yang dihasilkan, baik dari segi jumlah atau volume, frekuensi,

  • 9

    jarak, moda, maupun tingkat pemusatan temporal dan atau spasial (Kusbiantoro dkk,

    2005).

    Sistem jaringan merupakan sarana dan prasarana transportasi yang mendukung

    terjadinya sistem pergerakan. Sistem jaringan meliputi jaringan infrastruktur, antara

    lain jalan raya, rel kereta api, terminal, stasiun, pelabuhan, dan bandara serta

    pelayanan transportasi yang meliputi pelayanan angkutan umum, angkutan

    paratransit, dan berbagai moda transportasi lainnya. Semakin tinggi kuantitas dan

    kualitas jaringan infrastruktur serta pelayanan transportasi, maka akan semakin

    tinggi pula kualitas dan kuantitas pergerakan yang dihasilkan (Kusbiantoro dkk,

    2005).

    Sistem kelembagaan yang berkaitan dengan sistem transportasi meliputi aspek

    legal (kesesuaian Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, RTRW, maupun kebijakan

    insentif dan disinsentif dalam penyelenggaraan transportasi), aspek organisasi

    (kesiapan organisasi pemerintah, masyarakat, maupun swasta dalam

    penyelenggaraan transportasi termasuk kejelasan pembagian tugas dan koordinasi

    antarorganisasi), aspek sumberdaya manusia (merupakan kesiapan sumberdaya

    manusia yang terdiri dari operator, user, non-user, regulator, dan sebagainya dalam

    penyelenggaraan transportasi), serta aspek keuangan.

    Keterkaitan antara sistem jaringan, pergerakan, dan kativitas dalam sistem

    transportasi dapat dinyatakan dengan makin tinggi kuantitas dan kualitas sistem

    kegiatan dan sistem jaringan, makin tinggi pula kuantitas dan kualitas pergerkaan

    yang dihasilkan. Smeentara itu, bila kuantitas dan kualitas pergerakan di suatu

    wilayah semakin meningkat, maaka dampak lain yang ditimbulkan terhadap sistem

    kegiatan juga akan meningkat (Kusbiantoro dkk, 2004). Dampak baru terhadap

    sistem kegiatan antara lain tumbuhnya guna lahan baru dan peningkatan nilai lahan

    di sepanjang jaringan jalan baru maupun jalan lama yang mengalami peningkatan

    kualitas. Sedangkan dampak baru terhadap sistem jaringan sehubungan dengan

    meningkatnya sistem pergerakan adalah berkurangnya tingkat pelayanan, misalnya

    timbulanya kemacetan dan kerusakan jalan akibat intensitas pergerakan kendaraan

    yang cukup tinggi.

  • 10

    Gambar 2.1 Sistem Transportasi

    Sumber : Kusbiantoro, 1996

    Untuk mengatasi permasalahan yang mungkin timbul akibat meningkatnya

    aktivitas dan pergerakan manusia maupun barang, maka dibuthkan suatu

    perencanaan sistem transportasi. Perencanaan transportasi merupakan proses yang

    bertujuan mengembangkan suatu sistem yang memungkinkan manusia dan barang

    bergerak atau berpindah tempat dengan aman dan murah (Pignataro, 1973 dalam

    Tamin, 1997). Selain aman dan murah, disebutkan pula bahwa transportasi harus

    cepat dan nyaman, terutama bila digunakan untuk mengangkut manusia (Tamin,

    1997).

    Kajian perencanaan transportasi memiliki ciri dasar yang berbeda dengan bidang

    kajian lain. Hal ini disebabkan karena kajian perencanaan transportasi memiliki objek

    yang cukup luas dan beragam serta melibatkan aspek yang beragam pula. Ciri dasar

    kajian perencanaan transportasi ditandai dengan adanya multimoda, multidisiplin,

    multisektoralm dan multimasalah (Tamin, 1997).

    Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa salah satu ciri dasar

    perencanaan transportasi adalah adanya jaringan multimoda. Hal ini membuktikan

    bahwa kajian perencanaan transportasi selalu melibatkan lebih dari satu moda

    transportasi. Transportasi intermodal adalah pengangkutan barang atau penumpang

    dari tempat asal ke tempat tujuan dengan menggunakan lebih dari satu moda

    transportasi tanpa terputus dalam hal biaya, pengurusan administrasi, dokumentasi,

    dan adanya satu pihak yang bertanggung jawab sebagai pengangkut. Pelayanan

    transportasi intermodal kadang disebut juga pelayanan dari pintu ke pintu (Abbas

  • 11

    Salim, 1993). Dalam transportasi intermodal ada tiga aspek yang perlu diperhatikan,

    antara lain:

    a. Aspek teknis

    Harus adanya hubungan tiap moda dengan fasilitas yang digunakan untuk

    menangani jenis barang atau masa yang dibawa secara teknis.

    b. Aspek dokumentasi

    Dalam transportasi intermodal hanya terdapat satu macam dokumen

    pengangkutan yaitu yang dikeluarkan oleh pihak yang bertindak sebagai

    operator.

    c. Aspek tanggung jawab

    Dalam pelaksanaan intermoda transportation hanya ada satu pihak yang

    bertanggungjawab terhadap terselenggaranya transportasi.

    Peningkatan kebutuhan transportasi intermodal antara lain disebabkan oleh

    pendeknya jangka waktu yang dibutuhkan karena pelaku perjalanan tidak perlu

    mengurus dokumen perjalanan seperti tiket dan sebagainya untuk berganti moda,

    rendahnya biaya transportasi secara total dan terkendalinya biaya, keselamatan,

    serta kepastian jadwal pelaksanaan angkutan dari satu moda ke moda lainnya

    (kendala moda transportasi).

    2.2 Karakteristik Perangkutan Darat

    Di Indonesia, sistem perangkutan darat lebih sering diartikan sebagai

    perangkutan yang menggunakan prasarana jalan raya. Padahal, selain perangkutan

    menggunakan jalan raya, lingkup dari sistem perangkutan darat juga mencakup

    perangkutan dengan menggunakan jalan rel (Dewi, 2005). Definisi lain

    mengemukakan bahwa secara keseluruhan, perangkutan darat mencakup lingkup

    yang lebih luas, yaitu angkutan yang menggunakan prasarana jalan raya, jalan rel

    (kereta api, monorel, trem), dan kabel (angkutan gantung), dan angkutan pipa

    (Warpani, 1990). Angkutan yang menggunakan pipa digunakan khusus untuk

    mendistribusikan barang cair seperti BBM, air, atau gas.

    Sementara itu, perangkutan darat di Indonesia dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu

    angkutan jalan raya, angkutan jalan rel, serta nagkutan sungai, danau, dan

    penyebrangan (ASDP) (Salim, 1993). Masing-masing angkutan dalam sistem

  • 12

    perangkutan darat tersebut memiliki fungsi dan peran yang berbeda, namun masih

    memiliki satu tujuan yang kurang lebih sama, yaitu menyediakan keselamatan,

    kenyamanan, serta keamanan dalam perjalanan (Salim, 1993).

    Perangkutan darat merupakan sistem yang paling mendominasi dalam angkutan

    perkotaan. Sistem angkutan umum perkotaan, yang merupakan bagian dari

    perangkutan darat, dibagti ke dlaam dua sub sistem dengan beberapa jenis moda

    angkutan massal yaitu sub sistem berbasis jalan raya dengan moda bus konvensional

    maupun bus rapid transit dan sub sistem berbasis jalan rel dengan moda kereta api.

    Kedua sistem transportasi darat tersebut memiliki perbedaan karakteristik yang

    menunjukkan kelebihan dan kekurangannta masing-masing.

    2.2.1 Sistem Transportasi

    Pengertian transportasi berasal dari kata Latin, yaitu transportare, di mana

    trans berarti seberang atau sebelah lain dan portare berarti mengangkut atau

    membawa. Jadi, transportasi berarti mengangkut atau membawa (sesuatu) ke

    sebelah lain atau suatu tempat ke tempat lainnya. Transportasi dapat didefinisikan

    sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau membawa barang dan/atau

    penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya. Ahmad Munawar mendefinisikan

    transportasi hampir sama dengan Rustian Kamaluddin, beliau mendefinisikan

    transportasi sebagai kegiatan pemindahan penumpang dan barang dari satu tempat

    ke tempat lain. Untuk setiap bentuk transportasi terdapat empat unsur pokok

    transportasi, yaitu: jalan, kendaraan dan alat angkutan, tenaga penggerak, dan

    terminal. Ahmad Munawar menjelaskan dalam bukunya bahwa ada lima unsur pokok

    dalam sistem transportasi yaitu :

    1. Orang yang membutuhkan.

    2. Barang yang dibutuhkan.

    3. Kendaraan sebagai alat angkut.

    4. Jalan sebagai prasarana angkutan.

    5. Organisasi yaitu pengelola angkutan

    Kelima hal di atas, yang dikemukakan oleh Ahmad Munawar, sedikit

    berbeda dengan pendapat Rustian Kamaluddin. Menurut pendapat penulis dalam

  • 13

    usaha memperlancar sistem transportasi sebaiknya semua elemen dimasukkan

    dalam unsur pokok sistem transportasi yang terdiri dari:

    1. Penumpang/barang yang akan dipindahkan.

    2. Kendaraan/alat angkutan sebagai sarana.

    3. Jalan sebagai prasarana angkutan.

    4. Terminal.

    5. Organisasi sebagai pengelola angkutan.

    Pengangkutan atau pemindahan penumpang/barang dengan transportasi

    adalah untuk dapat mencapai tempat tujuan dan menciptakan/menaikkan utilitas

    atau kegunaan dari barang yang diangkut. Utilitas yang dapat diciptakan oleh

    transportasi atau pengangkutan tersebut, khususnya untuk barang yang diangkut

    ada dua macam, yaitu:

    1. Utilitas tempat atau place utility

    Merupakan kenaikan/tambahan nilai ekonomi atau nilai kegunaan dari suatu

    komoditi yang diciptakan dengan mengangkutnya dari suatu tempat/daerah,

    di mana barang tersebut mempunyai kegunaan yang lebih kecil ke

    tempat/daerah di mana barang tersebut mempunyai kegunaan yang lebih

    besar. Dalam hubungan ini, place utility yang diciptakan biasanya diukur

    dengan uang (in terms of money) yang pada dasarnya merupakan perbedaan

    dari harga barang tersebut pada tempat di mana barang itu dihasilkan atau di

    mana utilitasnya rendah untuk dipindahkan ke suatu tempat di mana barang

    tersebut diperlukan atau 121 mempunyai utilitas yang lebih tinggi dalam

    memenuhi kebutuhan manusia.

    2. Utilitas waktu atau time utility

    Transportasi akan menyebabkan terciptanya kesanggupan dari barang untuk

    memenuhi kebutuhan manusia dengan menyediakan barang yang

    bersangkutan tidak hanya di mana mereka dibutuhkan, tetapi juga pada

    waktu yang tepat bilamana diperlukan. Hal ini adalah sehubungan dengan

    terciptanya utilitas yang disebut sebagai time utility atau utilitas waktu. Time

    utility berarti dengan transportasi tersebut akan dapat diusahakan agar

  • 14

    barang-barangnya dapat dipindahkan secepat-cepatnya atau disampaikan ke

    tempat tujuan (konsumen) tepat pada waktunya.

    2.2.1.1 Klasifikasi Transportasi

    Transportasi dapat diklasifikasikan menurut macam atau moda atau

    jenisnya (modes of transportation) yang dapat ditinjau dari segi barang yang

    diangkut, dari segi geografis transportasi itu berlangsung, dan dari sudut teknis serta

    alat angkutnya.

    1) Dari segi barang yang diangkut dibagi tiga, yaitu:

    a. angkutan umum (passenger),

    b. angkutan barang (goods),

    c. angkutan pos (mail).

    2) Dari sudut geografis transportasi dibagi enam, yaitu:

    a. angkutan antar benua,

    b. angkutan antar kontinental,

    c. angkutan antar pulau,

    d. angkutan antar kota,

    e. angkutan antar daerah,

    f. angkutan di dalam kota.

    3) Dari sudut teknis dan alat pengangkutannya transportasi dapat dibagi enam,

    yaitu:

    a. Angkutan jalan raya atau highway transportation (road transportation),

    seperti pengangkutan dengan menggunakan truk, bus, dan sedan.

    b. Pengangkutan rel (rail transportation), yaitu angkutan kereta api, trem

    listrik, dan sebagainya. Pengangkutan jalan raya dan rel kadang-kadang

    keduanya digabungkan dalam golongan yang disebut rail and road

    transportation atau land transportation (transportasi darat).

    c. Pengangkutan melalui air di pedalaman (inland transportation), seperti

    pengangkutan sungai,kanal, danau dan sebagainya.

    d. Pengangkutan pipa (pipe line transportation), seperti transportasi untuk

    mengangkut atau mengalirkan minyak tanah, bensin, dan air minum.

  • 15

    e. Pengangkutan laut atau samudera (ocean transportation), yaitu angkutan

    dengan menggunakan kapal laut yang mengarungi samudera.

    f. Pengangkutan udara (transportation by air or air transportation), yaitu

    pengangkutan dengan menggunakan kapal terbang yang melalui jalan

    udara.

    Klasifikasi transportasi dapat ditinjau dari ketiga segi atau unsur

    sebagaimana dikemukakan di atas, namun seringkali orang mengklasifikasikannya

    dihubungkan dengan empat unsur transportasi, yaitu:

    1) Jalan (The Way)

    Jalan merupakan suatu kebutuhan yang paling esensial dalam transportasi.

    Tanpa adanya jalan tak mungkin disediakan jasa transportasi bagi pemakainya.

    Jalan ditujukan dan disediakan sebagai basis bagi alat angkutan untuk bergerak

    dari suatu tempat asal ke tempat tujuannya. Unsur jalan dapat berupa jalan raya,

    jalan kereta api, jalan air, dan jalan udara. Jalan dapat pula diklasifikasikan

    menurut jalan alam (natural) dan jalan buatan (artificial). Jalan alam merupakan

    pemberian alam dan karenanya tersedia bagi setiap orang tanpa (atau hampir

    tidak) adanya suatu beban ongkos bagi pemakainya, seperti: jalan setapak,

    sungai, danau, dan (jalan) udara. Sedangkan jalan buatan adalah jalan yang

    dibangun melalui usaha manusia secara sadar dengan sejumlah dana investasi

    bagi pembiayaan tertentu untuk membuat konstruksinya dan pemeliharaannya.

    2) Alat Angkutan (The Vehicle)

    Kendaraan dan alat angkutan pada umumnya merupakan unsur transportasi

    yang penting lainnya. Perkembangan dan kemajuan jalan dan alat angkutan

    merupakan dua unsur yang saling memerlukan atau berkaitan satu sama lainnya.

    Alat angkutan ini dapat dibagi dalam jenis-jenis alat angkutan jalan darat, alat

    angkutan jalan air, dan alat angkutan udara.

    3) Tenaga Penggerak (Motive Power)

    Yang dimaksud dengan tenaga penggerak adalah tenaga atau energi yang

    dipergunakan untuk menarik atau mendorong alat angkutan. Untuk keperluan

    ini dapat digunakan tenaga manusia, binatang, tenaga uap, batu bara, BBM,

    tenaga disel, dan tenaga listrik bahkan juga tenaga atom, dan tenaga nuklir.

  • 16

    4) Tempat Pemberhentian atau Terminal Terminal

    Merupakan tempat di mana suatu perjalanan transportasi dimulai maupun

    berhenti atau berakhir sebagai tempat tujuannya. Karena itu, di terminal

    disediakan berbagai fasilitas pelayanan penumpang, bongkar dan muat, dan lain-

    lain.

    Sehubungan dengan keempat unsur di atas, maka transportasi dapat

    diklasifikasikan dari sudut jalan atau permukaan jalan yang digunakan, alat angkutan

    yang dipakai dan tenaga penggerak yang digunakan, sebagai berikut:

    1. Transportasi darat atau land transportation transportasi darat ini terdiri atas:

    a. Transportasi jalan raya dalam transportasi jalan raya (road transport), meliputi

    transpor yang menggunakan alat angkutan yang berupa manusia, binatang,

    pedati, andong, sepeda, sepeda motor, becak, bus, truk, dan kendaraan

    bermotor lainnya. Jalan yang digunakan untuk tranpor ini adalah jalan setapak,

    jalan tanah, jalan kerikil, dan jalan aspal. Sedangkan tenaga penggerak yang

    digunakan di sini adalah tenaga manusia, tenaga binatang, tenaga uap, BBM,

    dan disel.

    b. Transportasi jalan rel dalam transportasi jalan rel (rail transport) ini digunakan

    angkutan berupa kereta api, yang terdiri dari lokomotif, gerbong (kereta

    barang), dan kereta penumpang. Jalan yang dipergunakan berupa jalan rel baja,

    baik dua rel maupun monorel. Tenaga penggeraknya disini berupa tenaga uap,

    disel, dan tenaga listrik.

    2.3 Guna Lahan dan Interaksinya dengan Transportasi

    Guna lahan untuk fasilitas transportasi cenderung mendekati jalur pergerakan

    barang dan orang sehingga dekat dengan jaringan transportasi serta dapat dijangkau

    dari kawasan permukiman dan tempat kerja. Fasilitas pendidikan cenderung

    berlokasi pada lokasi yang mudah dijangkau (Chapin,1979:80). Secara umum jenis

    guna lahan suatu kota ada 4 jenis, yaitu: permukiman, jaringan transportasi, kegiatan

    industri/komersial, dan fasilitas layanan umum (Chapin, 1979:120).

    Interaksi guna lahan dan transportasi merupakan interaksi yang sangat dinamis

    dan kompleks, interaksi ini melibatkan berbagai aspek kegiatan serta berbagai

  • 17

    kepentingan. Perubahan guna lahan akan selalu mempengaruhi perkembangan

    transportasi dan sebaliknya. Didalam kaitan ini Black menyatakan bahwa pola

    perubahan dan besaran pergerakan serta moda pergerakan merupakan fungsi dari

    adanya pola perubahan lahan diatasnya. Sedangkan setiap perubahan guna lahan

    dipastikan akan membutuhkan peningkatan yang diberikan oleh sistem transportasi

    dari kawasan yang bersangkutan (Black, 1981:99). Untuk menjelaskan interaksi yang

    terjadi, Mejer menunjukkan kerangka sistem interaksi guna lahan dan transportasi.

    Perkembangan guna lahan akan membangkitkan arus pergerakan, selain itu

    perubahan tersebut akan mempengaruhi pula pola persebaran dan pola permintaan

    pergerakan. Sebagai konsekuensi dari perubahan tersebut adalah adanya kebutuhan

    sistem jaringan dan prasarana transportasi. Sebaliknya konsekuensi dari adanya

    peningkatan penyediaan sistem jaringan serta sarana transportasi akan

    membangkitkan arus pergerakan baru, (Meyer dan Meler, 1984:63).

    Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna

    lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang

    menghubungkannya. Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau

    kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan

    mudah atau susahnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi

    (Black dalam Tamin, 2000:32).

    Pola penyebaran tata guna lahan dapat diprediksikan sebagai berikut:

    Intensitas (tingkat penggunaan) lahan: semakin berkurang/rendah, dengan

    semakin jauh jaraknya dari pusat kota.

    Kepadatan (banyak kegiatan/jenis kegiatan): semakin berkurang/sedikit

    atau homogen, semakin jauh jarak kegiatan tersebut dari pusat kota.

    Kajian-kajian dalam perencanaan transportasi

    1) Bangkitan Perjalanan (Trip Generation) Bangkitan perjalanan dapat diartikan

    sebagai banyaknya jumlah perjalanan/pergerakan/lalulintas yang

    dibangkitkan oleh suatu Zona (kawasan) persatuan waktu. Dari pengertian

    tersebut, maka bangkitan perjalanan merupakan tahap pemodelan

    transportasi yang bertugas untuk memperkirakan dan meramalkan jumlah

    (banyaknya) perjalanan yang berasal (meninggalkan). Keputusan pemilihan

  • 18

    lintas pergerakan Keputusan berlokasi oleh lembaga /individu Pola guna

    lahan Kebutuhan sarana dan prasarana transportasi Penambahan prasarana

    dan saranan transportasi Perkembangan lahan dari suatu

    zona/kawasan/petak lahan dan jumlah perjalanan yang datang/tertarik ke

    suatu zona pada masa yang akan datang persatuan waktu. Dalam prosesnya

    dianalisis secara terpisah menjadi 2 bagian yaitu:

    a. Produksi Perjalanan/Perjalanan yang di hasilkan (Trip Production).

    b. Penarik perjalanan/ Perjalanan yang tertarik (Trip Atraction).

    2) Sebaran Perjalanan (Trip Distribution) Sebaran perjalanan merupakan

    jumlah (banyaknya) perjalanan/yang bermula dari suatu zona asal yang

    menyebar kebanyak zona tujuan atau sebaliknya jumlah perjalanan/ yang

    datang mengumpul ke suatu zona tujuan yang tadinya berasal dari sejumlah

    zona asal (Fidel Miro, 2002:150).

    2.4 Pemilihan Moda dan Faktor-Faktor yang Berpengaruh

    Pemilihan moda (modal split) dapat didefinisikan sebagai pembagian secara

    seimbang jumlah seluruh pelaku perjalanan kedalam berbagai metode perjalanan

    atau moda transportasi (Bruton, 1985 dalam Sihombing, 1990). Pada dasarnya,

    pemilihan moda angkutan oleh pelaku perjalanan merupakan akibat dari adanya

    transaksi antara kegiatan penyediaan dan permintaan (Kanafani, 1983). Beberapa

    pendapat menyatakan bahwa hinggasaat ini pemilihan moda transportasi

    merupakan tahap penting sekaligus menjadi tahap tersulit dalam perencanaan

    transportasi (Dewi, 2005).

    Pemilihan moda transportasi oleh masyaraakat akan sangat dipengaruhi oleh

    beberapa faktor antara lain karakteristik pergerakan, karakteristik pelaku perjalanan,

    dan karakteristik sistem perangkutan (Bruton 1975). Dalam memilih moda angkutan,

    masyarakat akan menilai atribut pelayanan moda yang ditawarkan namun tetap

    sesuai dengan kondisi sosial ekonominya. Selain itu, dalam memutuskan suatu

    pilihan moda angkutan, pelaku perjalanan juga dipengaruhi oleh dorongan yang

    bersifat situasional dan bersifat pribadi. Yang dimaksud dengan dorongan bersifat

    situasional adalah faktor lingkungan pada saat pelayanan transportasi diberikan serta

    tingkat pelayanan moda transportasi tersebut. Sedangkan dorongan bersifat pribadi

  • 19

    sangat dipengaruhi oleh gaya hidup maupun status sosial masyarakat yang sulit

    untuk dikuantitatifkan (Manheim, 1979).

    Beberapa contoh studi mengenai pola pemilihan moda dan sensitivitas

    masyarakat terhadap atribut layanan moda antara lain studi yang dilakukan oleh

    Siahaan (1986) yang menyatakan bahwa untuk menarik golongan masyarakat

    berpendapatan menengah-rendah agar menggunakan sarana transportasi umum,

    maka perlu dilakukan peningkatan atribut pelayanan moda. Tidak sama dengan

    halnya bagi pengguna kendaraan pribadi. Bagi penggguna kendaraan pribadi,

    perbaikan tingkat pelayanan moda transportasi tidak terlalu mempengaruhi

    perpindahan moda. Perpindahan moda dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum

    harus dilaksanakan dengan cara meningkatkan pelayanan kendaraan umu sekaligus

    memberi tekanan atau paksaan kepada pengguna kendaraan pribadi. Misalnya,

    pembangunan sistem angkutan umum massal yang nyaman dan cepat, diiringi

    dengan kebijakan kenaikan tarif parkir. Pembatasan kendaraan pribadi semacam ini

    lebih dikenal dengan istilah travel demand management (TDM).

    Pemilihan moda transportasi di Indonesia dibedakan ke dalam dua jenis moda

    pokok, yaitu kendaraan umum dan kendaraan pribadi. Kendaraan umum dibedakan

    menjadi kendaraan jalan raya dan jalan rel, sedangkan kendaraan pribadi terdiri dari

    mobil pribadi dan sepeda motor. Masyarakat Indonesia cenderung lebih menyukai

    bepergian dengan menggunakan kendaraan pribadi karena berbagai alas an, antara

    lain karena kendaraan umum di Indonesia dianggap masih jauh dari kenyamanan,

    keamanan, dan diragukan ketepatan waktunya. Selain itu, penggunaan kendaraan

    pribadi juga masih dianggap memiliki status sosial yang lebih tinggi dan guna

    memenuhi gaya hidup masyarakat masa kini.

  • 20

    Gambar 2.2 Pola Pemilihan Moda Transportasi di Indonesia

    Sumber : Tamin, 1997

    2.5 Tingkat Pelayanan Moda Transportasi

    Tingkat pelayanan (level of service) moda transportasi merupakan salah satu

    faktor penting bersifat situasional yang mempengaruhi pemilihan moda oleh pelaku

    perjalanan. Faktor bersifat situasional ini disebut juga faktor internal karena

    dipengaruhi secara langsung oleh pemberi jasa angkutan. Lain halnya dengan faktor

    lingkungan yang disebut juga dengan faktor eksternal. Faktor eksternal atau

    lingkungan berada di luar kendali penyedia jasa angkutan.

    Tingkat pelayanan moda yang mempengaruhi pemilihan moda transportasi bagi

    pelaku perjalanan meliputi:

  • 21

    a. Atribut pelayanan biaya perjalanan

    Atribut biaya perjalanan meliputi seluruh ongkos yang dikeluarkan oleh

    pelaku perjalanan seperti biaya bahan bakar, biaya parkir, biaya tol dan biaya

    perawatan kendaraan bagi pengguna kendaraan pribadi. Sedangkan bagi

    pengguna kendaraan umum, ongkos yang dikeluarkan antara lain tarif moda

    angkutan, dan biaya angkutan pengumpan (feeder) dari tempat asal ke

    pangkalan atau terminal angkutan.

    b. Atribut pelayanan waktu perjalanan

    Atribut waktu perjalanan terdiri dari waktu tempuh primer (in-vehicle travel

    time) dan waktu tempuh sekunder (out-of-vehicle travfel time). Waktu

    tempuh primer merupakan waktu yang dibutuhkan selama pelaku

    perjalanan berada dalam kendaraan. Waktu tempuh primer ini sangat

    bergantung pada kecepatan rata-rata kendaraan da nada tidaknya hambatan

    dalam perjalanan. Sedangkan waktu tempuh sekunder merupakan waktu

    yang dibutuhkan pelaku perjalanan diluar kendaraan, misalnya waktu

    memarkir kendaraan, waktu tempuh dari lokasi awal ke tempat memperoleh

    kendaraan umum dan sebaliknya, serta waktu tunggu kendaraan umum.

    c. Atribut pelayanan kemudahan

    Atribut pelatanan ini meliputi kemudahan pelaku perjalanan dalam

    mengakses terminal atau lokasi keberangkatan dan kedatangan moda serta

    kemudahan dalam memperoleh pelayanan angkutan. Kemudahan

    mengakses terminal atau moda angkutan utama dipengaruhi oleh

    aksesibilitas lokasi terminal tersebut da nada tidaknya angkutan pegumpan.

    Sedangkan kemudahan mendapatkan pelayanan angkutan umum

    dipengaruhi oleh tingkat keterisian moda dan ffrekuensi keberangkatan.

    d. Atribut pelayanan kenyamanan

    Atribut pelayanan kenyamanan meliputi kenyamana yang dilihat secara fisik

    dan psikis. Atribut ini sulit untuk diukur karena menyangkut unsur

    subjektivitas. Namun, atribut pelayanan kenyamanan dalam moda

    transportasi minimal adalah ketersediaan tempat duduk. Hal ini juga

    dipengaruhi oleh tingkat keterisian dan frekuensi keberangkatan.

  • 22

    Menurut Schumer (1997) secara lebih rinci atribut-atribut tingkat pelayanan pada

    sistem transportasi yang efisien dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

    a. Kecepatan, merupakan periode waktu yang dilalui oleh pengguna jaasa dalam

    melakukan perjalanan dari tiiti awal sejak memulai perjalanan hingga tiba di

    tempat tujuan.

    b. Keselamatan dan keamanan, yang dimaksud dengna keselamatan adalah

    terhindarnya perjalanan dari kecelakaan yang disebabkan oleh factor

    internal. Sedangkan keamanan adalah terhindarnya perjalanan dari

    gangguan-gangguan bersifat ekternal, baik gangguan alam maupun ulah

    manusia.

    c. Kapasitas, merupakan keteraturan kedatangan dan keberangkatan moda

    transportasi dalam jangka waktu tertentu.

    d. Frekuensi, merupakan keteraturan kedatangan dan keberangkatan moda

    transportasi dalam jangka waktu tertentu.

    e. Keteraturan, yang diartikan bahwa pergerakan moda transportasi terjadi

    pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan jadwal dan peraturan perjalanan.

    f. Kekomprehensifan, yaitu adanya keterkaitan antar moda (multimoda).

    g. Tanggung jawab, yaitu kualitas pelayanan yang diinginkan tetapi dapat

    dikondisikan dengan pertanggungjawaban yang sah atas pengusahaan alat

    transportasi dan kemampuannya untuk membayar kompensasi jika terjadi

    klaim dari pengguna.

    h. Kenyamanan dalam perjalanan, merupakan terwujudnya ketenangan dan

    ketentraman bagi penumpang selama dalam perjalanan. Kenyamanan disimi

    melipputi tempat vduduk, sirkulasi dan pengaturan temperature udara, serta

    fasilitas perjalanan jarak jauh, seperti pelayanan konsumsi, hiburan, dan

    fasilitas akomodasi.

    i. Tarif yang wajar, merupakan penetapan tariff betas ataas dan batas bawah

    yang wajar dan sesuai dengan tingkat pelayanan yang ditawarkan serta dapat

    diterima oleh pengguna jasa.

    Agar moda transportasi yang dioperasikan tidak sia-sia, dalam artian tingkat

    keterisian (occupancy rate) yang kecil, maka atribut pelayanan moda transportasi

  • 23

    yang ditawarkan harus sesuai dengan keinginan pelaku perjalanan. Menurut Meyer

    dan Miller (1984), penyediaan pelayanan moda transportasi dapat dilihat dari dua

    perpektif, yaitu perspektif pengguna dan perspektif operator. Jika dilihat dari sisi

    pengguna, maka atribut pelayanannya harus sesuai dengan kebutuhannya, misalnya

    cepat, nyaman, jadwal yang diandalkan dan frekuensi keberangkatan (headway)

    yang cukup. Sedangkan dari sisi operator, pelayanan moda nagkutan meliputi

    frekuensi perjalanan, kapasitas, biaya operasional, dan sistem penjadwalan.

    2.6 Metode Analisis dalam Penelitian

    Berikut akan diuraikan metode-metode analisis yang digunakan dalam penelitian

    ini. Metode analisis yang digunakan antara lain adalah metode analisis deskriptif

    untuk mengetahui karakteristik reponden dan mengetahui tingkat ketersediaan

    responden untk menggunakan koridor Jalan Cihampelas.

  • 24

    BAB III

    GAMBARAN UMUM KAWASAN

    3.1 Gambaran Umum Kota Bandung

    Dalam konteks nasional, kota bandung memiliki peran dan kedudukan yang

    strategis. Dalam Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang RTRWN, Kota

    Bandung ditetapkan sebagai salah satu pusat kegiatan nasional (PKN), selain itu

    dalam RTRWN tersebut, kota Bandung dan sebagian wilayah kabupaten bandung

    ditetapkan sebagai Kawasan Andalan Cekungan Bandung dan sekitarnya dengan

    sektor unggulan industri, pertanian tanaman pangan, pariwisata dan perkebunan.

    Wilayah Kota Bandung dengan luas 16.729,65 Ha, terbagi menjadi 6 Wilayah

    pengembangan dan 30 Kecamatan. Jumlah penduduk Kota Bandung diperkirakan

    sebesar 2.4 juta kiwa dengan kepadatan penduduk sekitar 13.748 jiwa/km2 . jumlah

    dan kepadatan penduduk ini semakin bertambah setiap tahunnya, selain itu pola dan

    persebaran jumlah penduduk di kota bandung tidak merata sehingga berimplikasi

    pada intensitas kegiatan dan mempengaruhi pergerakan penduduk dan kebutuhan

    transportasi di kota bandung. Apabila pergerakan yang terjadi tidak seimbang

    dengan kapasitas jalan maka akan menimbulkan persoalan lalu lintas di ruas-ruas

    jalan tertentu.

    Pergerakan lalu lintas di kota bandung yang sebagian besar menuju pusat kota /

    perdagangan di sekitar jalan Dewi Sartika, Asia-Afrika, Merdeka, Diponegoro,

    Cihampelas dan lain sebagainya juga karena adanya pergerakan arus yang memasuki

    kota bandung pada hari libur.

    Pola perjalanan di Kota Bandung menunjukkan bahwa pergerakan penduduk

    dari luar kota bandung cukup besar. Hal ini disebabkan banyaknya penduduk di luar

    Kota Bandung yang bekerja di Kota Bandung. Sedangkan untuk pola perjalanan

    internal Kota Bandung pada umumnya dibangkitkan dari kawasan perumahan

    menuju pusat kota. Pola jaringan transportasi di Kawasan Kota Bandung

    menunjukkan karakteristik sebagai berikut:

  • 25

    1. Pola jaringan cenderung membentuk pola kombinasi radial konsentris

    sesuai dengan pola guna lahannya dengan beberapa poros utama kota,

    serta pada sebagian besar ruas jalan utama terdapat interaksi

    (simpangan) dengan jarak sangat dekat.

    2. Pola jaringan pada kawasan perluasan (internal kota) membentuk pola

    radial untuk mengarahkan arus pergerakan tidak melalui pusat kota.

    3. Pola jaringan pada kawasan pinggiran (luar kota) dilayani dengan jaringan

    jalan tol untuk memisahkan arus pergerakan regional tidak bercampur

    dengan pergerakan internal kota

    Jaringan jalan di Kota Bandung terdiri dari jaringan jalan primer dan jalan

    sekunder, total jaringan jalan di Kota Bandung pada tahun 2000 adalah 1139 km yang

    terdiri dari arteri primer sepanjang 42 km, arteri sekunder sepanjang 23 km, kolektor

    primer sebesar 31 km, kolektor sekunder sebesar 37 km dan jalan lokal sepanjang

    1005 km.

    Secara umum, tempat-tempat kegiatan seperti pertokoan belum menyediakan

    lahan parkir, akibatnya untuk beberapa jalur jalan tertentu parkir kendaraan masih

    menggunakan badan jalan sebagai sarana parkir. Hal diatas merupakan salah satu

    penyebab terjadinya kemacetan lalu-lintas kota karena ruas jalan menjadi sangat

    terganggu.

    3.2 Kebijakan dan Kedudukan Jalan Cihampelas dalam Lingkup Kota Bandung

    Jalan Cihampelas yang merupakan jalan kolektor sekunder, adalah salah satu

    jalur yang menghubungkan bagian utara dengan pusat kota. Dalam

    perkembangannya jalan Cihampelas ini tumbuh pesat menjadi salah satu kawasan

    perdagangan dan jasa di Kota Bandung.

    Menurut RTRW Kota Bandung tahun 2013, kawasan perdagangan adalah lokasi

    yang ditetapkan untuk transaksi langsung antara pembeli dan pedagang. Wadah fisik

    dari kegiatan transaksi ini adalah pertokoan, pasar atau pusat belanja. Sedangkan

    kawasan jasa adalah lokasi yang ditetapkan untuk menyelenggarakan berbagai

    kegiatan pelayanan dengan wadah fisiknya berupa perkantoran dengan kegioatan

    ekonomi atau serangkaian kegiatan yang umumnya tidak kasat mata, dan tidak

  • 26

    berdampak kepada kepemilikan apapun, yang ditawarkan satu pihak kepada orang

    lain, yang produknya dinikmati pada saat diproduksi, serta mempunyai nilai tambah

    dalam berbagai bentuk (kenyamanan, hiburan, kemudahan, atau kesehatan).

    Arahan pengembangan kawasan dan kegiatan perdagangan dan jasa berdasarkan

    RTRW Kota Bandung 2013, antara lain adalah merevitalisasi atau meremajakan

    kawasan pasar yang tidak tertata dan/atau menurun kualitas pelayanannya dengan

    tanpa mengubah kelas dan/atau skala pelayanannya yang telah ditetapkan.

    Kebijakan lainnya yaitu mengendalikan kegiatan perdagangan dan mengarahkan

    perkembangannya ke lokasi yang sesuai dengan peruntukannya. Sedangkan untuk

    kegiatan jasa, arahan pengembangannya antara lain yaitu mewajibkan penyediaan

    parkir dan prasarana yang memadai bagi pengembangan kegiatan jasa.

    3.3 Karakteristik Jalan Cihampelas

    Daerah sepanjang Jalan Cihampelas yang berfungsi sebagai jalan kolektor

    sekunder merupakan suatu kawasan yang termasuk ke dalam Wilayah

    Pengembangan (WP) Cibeunying. Secara administratif, wilayah studi penelitian ini

    termasuk ke dalam Kelurahan Cipaganti, Kecamatan Coblong. Sedangkan secara fisik

    geografis, Jalan Cihampelas dimulai dari persimpangan Jalan Dr. Setiabudi dan Jalan

    Ciumbuleuit di sebelah utara, sampai ke persimpangan Jalan Pajajaran dan Jalan

    Cicendo di sebelah selatan yang terbagi ke dalam 6 ruas jalan yaitu:

    1. Ruas jalan antara Jalan Lamping dan Jalan Dr. Setiabudi

    2. Ruas jalan antara Jalan Bapak Husen dan Jalan Lamping

    3. Ruas jalan antara Jalan Prof. Eyckman dan Jalan Bapak Husen

    4. Ruas jalan antara Jalan Pasteur dan Jalan Prof. Eyckman

    5. Ruas jalan antara Jalan Abdul Rivai dan Jalan Pasteur

    6. Ruas jalan antara jalan Pajajaran dan Jalan Abdul Rivai

    Dari keenam ruas jalan tersebut, daerah yang diambil sebagai wilayah studi

    hanya 2 (dua) ruas jalan saja, yaitu ruas jalan antara Jalan Prof. Eyckman dan Jalan

    Bapak Husen, serta antara Jalan Pasteur dan Jalan Prof. Eyckman yang selanjutnya

    akan tetap disebut Jalan Cihampelas.

  • 27

    3.3.1 Pola Penggunaan Lahan

    Penggunaan lahan di kawasan jalan Cihampelas didominasi oleh kegiatan

    perdagangan dan jasa. Pembagian lokasi pengamatan dibagi menjadi 2

    kelompok, yaitu:

    1. Kawasan penggal jalan Bapak Husen dan Jalan Prof. Eyckman

    penggunaan lahan di ruas ini yaitu perkantoran, pendidikan, rumah sakit,

    penginapan, perdagangan dan pusat perbelanjaan (mall).

    2. Kawasan penggal jalan Prof. Eyckman dan jalan Pasteur

    Penggunaan lahan di kawasan ini berupa perumahan, perdagangan, dan

    jasa, restoran, pusat perbelanjaan dan bengkel.

    Gambar 3.1

    Pembagian Ruas Jalan Cihampelas

    Sumber: Peta Guna Lahan Kota Bandung Tahun 2014

    3.3.2 Karakteristik Fisik di Jalan Cihampelas

    Jalan Cihampelas merupakan jalan satu arah dengan dua lajur tak terbagi

    dengan proporsi jalur yang sama besar (50-50). Median jalan berupa marka garis

    putus-putus. Kelengkapan jalan yang ada meliputi rambu dilarang berhenti, papan

  • 28

    penunjuk arah jalan, area penyeberangan (zebra cross), rambu forbidden, lampu

    pengatur lalu lintas, dan lampu jalan. Keadaan fisik koridor wilayah studi pada Ruas

    1 (penggal jalan antara Jalan Bapak Husen dan Jalan Prof. Eyckman) adalah sebagai

    berikut:

    1. Panjang jalan kurang lebih 675 meter.

    2. Lebar badan jalan rata-rata 7 meter.

    3. Lebar efektif jalan rata-rata 6 meter.

    4. Lebar bahu jalan efektif rata-rata dibawah 0,5 meter.

    5. Lebar trotoar sebelah timur jalan rata-rata 1 meter.

    6. Lebar trotoar sebelah barat jalan rata-rata 1,5 meter.

    Sedangkan karakteristik fisik pada Ruas 2 (penggal jalan antara Jalan Prof.

    Eyckman dan Jalan Pasteur) adalah sebagai berikut:

    1. Panjang jalan kurang lebih 825 meter.

    2. Lebar badan jalan rata-rata 8 meter.

    3. Lebar efektif jalan rata-rata 7 meter.

    4. Lebar bahu jalan efektif rata-rata dibawah 0,5 meter.

    5. Lebar trotoar sebelah timur jalan rata-rata 1 meter.

    6. Lebar trotoar sebelah barat jalan rata-rata 1,5 meter.

    3.4 Kondisi Jalan Cihampelas

    3.4.1 Volume Kendaraan

    Menurut Pignataro dalam Malvina (2005), yang dimaksud dengan volume

    kendaraan adalah jumlah kendaraan yang melewati titik tertentu pada waktu

    tertentu atau jumlah kendaraan yang melewati ruas jalan tertentu pada waktu

    tertentu. Sedangkan volume maksimum pada saat jam puncak didefinisikan sebagai

    jumlah volume yang terjadi pada suatu ruas jalan pada waktu jam sibuk (peak hour).

    Di sepanjang Jalan Cihampelas yang menjadi objek pengamatan yaitu ruas 1 (penggal

    jalan antara Jalan Bapak Husen - Jalan Prof. Eyckman) dan ruas 2 (penggal jalan antara

    Jalan Prof. Eyckman - Jalan Pasteur), terjadi percampuran jenis kendaraan yang

    melintas, yaitu mulai dari kendaraan sepeda motor, kendaraan ringan (light vehicle)

    seperti sedan, minibus, jip, dan kendaraan lain yang sejenis, kendaraan berat (heavy

  • 29

    vehicle) seperti bis, truk, serta kendaraan tidak bermotor (unmotorized vehicle)

    seperti sepeda dan gerobak. Kendaraan yang mendominasi penggunaan Jalan

    Cihampelas adalah jenis kendaraan ringan dan sepeda motor. Untuk lebih jelasnya,

    maka dapat dilihat dalam tabel volume kendaraan sebagai berikut:

    Tabel 3.1

    Volume Kendaraan Yang Melewati Jalan Cihampelas Ruas 1 dan 2

    Hari Waktu

    Volume Kendaraan (Kendaraan/jam)

    Total Sepeda Motor

    Kendaraan Ringan

    Kendaraan Berat

    Kendaraan Tak

    Bermotor

    Sabtu, 1

    November 2014

    07.00-08.00

    820 1200 36 24 2080

    12.00-13.00

    908 1656 76 4 2644

    17.00-18.00

    1344 1776 64 16 3196

    Sumber: Hasil Pengamatan Lapangan, 2014

    Tabel 3.2

    Volume Kendaraan Yang Melewati Jalan Cihampelas Ruas 1 dan 2

    Hari Waktu

    Volume Kendaraan (Satuan Mobil Penumpang/Jam)

    Total Sepeda Motor

    Kendaraan Ringan

    Kendaraan Berat

    Sabtu, 1 November

    2014

    07.00-08.00 205 1200 72 1477

    12.00-13.00 227 1656 152 2035

    17.00-18.00 336 1776 128 2240

    Sumber: Hasil Pengamatan Lapangan, 2014

    3.4.2 Kapasitas Jalan Cihampelas

    Berdasarkan kondisi geometrik Jalan Cihampelas dan faktor-faktor yang

    mempengaruhi kapasitas jalan maka kapasitas Jalan Cihampelas pada ruas 1 (penggal

    jalan antara Jalan Bapak Husen Jalan Prof. Eyckman) yaitu sebesar 2216 smp/jam

    dan untuk ruas 2 (ruas jalan antara Jalan Prof. Eyckman Jalan Pasteur), diperoleh

    kapasitas jalan sebesar 2409 smp/jam.

    3.4.3 Kecepatan Perjalanan

    Kecepatan perjalanan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh untuk

    menggambarkan kinerja suatu jaringan jalan dalam menampung arus lalu lintas.

    Kecepatan perjalanan dihitung berdasarkan data hasil survei primer dengan

  • 30

    menggunakan kendaraan ringan melalui pencatatan waktu perjalanan dari awal

    hingga ujung akhir ruas jalan termasuk semua waktu tundaan yang terjadi. Menurut

    Warpani dalam Malvina (2005), untuk menghitung kecepatan perjalan digunakan

    rumus kecepatan perjalanan sebagai berikut:

    Kecepatan Perjalanan = Jarak/Waktu Tempuh

    Jalan Cihampelas merupakan jalan kolektor sekunder yang memiliki

    kecepatan rencana serendah-rendahnya 20 km/jam. Namun pada umumnya

    berdasarkan hasil pengamatan, kecepatan perjalanan memiliki nilai < 20 km/jam.

    Tabel berikut memperlihatkan data bahwa pada ruas 1 dan 2 sebaian besar

    kecepatan kendaraan pada peak hours berada di bawah standar kelas jalan kolektor

    sekunder.

    Tabel 3.3

    Kecepatan Kendaraan Di Jalan Cihampelas Ruas 1

    Ruas Waktu Panjang (m)

    Waktu tempuh (detik) Kecepatan (km/jam)

    1

    07.00-08.00

    675

    90 27.00

    12.00-13.00

    128 18.98

    17.00-18.00

    165 14.73

    Sumber: Hasil Pengamatan Lapangan, 2014

    Tabel 3.4

    Kecepatan Kendaraan Di Jalan Cihampelas Ruas 2

    Ruas Waktu Panjang (m)

    Waktu tempuh (detik) Kecepatan (km/jam)

    2

    07.00-08.00

    825

    95 31.26

    12.00-13.00

    130 22.85

    17.00-18.00

    215 13.81

    Sumber: Hasil Pengamatan Lapangan, 2014

    3.4.4 Kondisi Pedestrian di Jalan Cihampelas

    3.4.4.1 Kondisi Pedestrian Di Ruas 1

    Jalur pejalan kaki Jl. Cihampelas ruas 1 terdiri dari jalan pedestrian yang

    posisinya terdapat di sebelah barat dan timur Jl. Cihampelas ruas 1 ( 675 m). untuk

    pedestrian bagian barat memiliki lebar 100-150 cm dan pedestrian bagian timur

  • 31

    100 cm. jalur pedestrian ini kondisinya rusak di beberapa titik dan di titik-titk seperti

    di depan sentra Jeans pedestrian sebelah barat digunakan oleh pkl dan disebelah

    timur digunakan sebagai area parker sehingga pejalan kaki terpaksa turun ke jalan

    dan menimbulkan hambatan samping. Selain itu Tidak terdapat jalur penyebrangan

    atau zebra cross disepanjang ruas 1 sehingga menyebabkan aktivitas menyebrang

    dilakukan dimana saja.

    3.4.4.2 Kondisi Pedestrian di Ruas 2

    Jalur pejalan kaki Jl. Cihampelas ruas 2 terdiri dari jalan pedestrian yang

    posisinya terdapat di sebelah barat dan timur Jl. Cihampelas ruas 1 ( 825 m). Untuk

    pedestrian bagian barat memiliki lebar 100-150 cm dan pedestrian bagian timur

    150-200 cm. jalur pedestrian ini kondisinya cukup baik dan lebar sehingga

    masyarakat dan pengunjung dapat berjalan kaki dengan nyaman. Namun pedestrian

    sebelah timur di bagian utara ruas 2 pada saat-saat weekend digunakan menjadi

    tempat parker sehingga menimbulkan hambatan samping berupa pejalan kaki yang

    masuk ke median jalan. Selain itu, jalur penyebrangan/ zebra cross disepanjang ruas

    2 hanya terdapat di perempatan antara jl. Pasteur dengan jalan Cihampelas sehingga

    menyebabkan aktivitas menyebrang di ruas 2 dilakukan dimana saja.

    3.4.5 Karakter Aktivitas Pedestrian di Koridor Jalan Cihampelas

    3.4.5.1 Karakter Aktivitas Pedestrian di Ruas 1

    Berdasarkan pengamatan lapangan, dapat digambarkan pola aktivitas pejalan

    kaki yang didapat melalui jumlah pejalan kaki yang melewati jalur pedestrian tepi

    jalan raya dan menyeberang/melintas jalan raya (di sisi timur dan barat Jl.

    Cihampelas ruas 1). Gambaran tentang jumlah pejalan kaki tersebut dapat dilihat

    dalam uraian sebagai berikut :

    Setiap hari pejalan kaki mempunyai aktivitas di Jl. Cihampelas, mulai pagi

    sampai malam.

    Kepadatan akan semakin bertambah pada saat hari libur atau hari Minggu.

    Pejalan kaki lebih dominan berjalan di sisi sebelah timur.

    Pada hari sabtu, minggu atau libur, pejalan kaki akan mulai padat dari pagi

    hari sampai malam hari.

  • 32

    3.4.5.2 Karakter Aktivitas Pedestrian di Ruas 2

    Berdasarkan pengamatan lapangan, dapat digambarkan pola aktivitas pejalan

    kaki yang didapat melalui jumlah pejalan kaki yang melewati jalur pedestrian tepi

    jalan raya dan menyeberang/melintas jalan raya (di sisi timur dan barat Jl.

    Cihampelas ruas 1). Gambaran tentang jumlah pejalan kaki tersebut dapat dilihat

    dalam uraian sebagai berikut :

    Setiap hari pejalan kaki mempunyai aktivitas di Jl. Cihampelas, mulai pagi

    sampai malam.

    Jumlah pejalan kaki yang beraktivitas di ruas 2 lebih sedikit daripada di ruas 1

    Kepadatan akan semakin bertambah pada saat hari libur atau hari Minggu.

    Pejalan kaki lebih dominan berjalan di sisi sebelah timur.

    Pada hari sabtu, minggu atau libur, pejalan kaki akan mulai padat dari pagi

    hari sampai malam hari.

    3.4.6 Kelengkapan Jalur Pedestrian di Jalan Cihampelas

    3.4.6.1 Kelengkapan Jalur Pedestrian di Ruas 1

    Beberapa elemen yang terdapat di ruas 1 antara lain:

    Pepohonan

    Tempat sampah

    Lampu jalan

    Tiang listrik

    Rambu-rambu lalulintas

    Peletakan elemen-elemen pelengkap jalan ini peletakannya belum tertata kecuali

    tempat sampah, sehingga elemen-elemen tersebut mengganggu dimensi efektif

    pemanfaatan Jalur Pedestrian.

    3.4.6.2 Kelengkapan Jalur Pedestrian di Ruas 2

    Beberapa elemen yang terdapat di ruas 2 antara lain:

    Pepohonan

    Tempat sampah

    Lampu jalan

    Bangku

  • 33

    Tiang listrik

    Zebra Cross

    Rambu-rambu lalulintas

    Peletakan elemen-elemen pelengkap jalan ini peletakannya lebih tertata

    dibandingkan ruas 1, sehingga elemen-elemen tersebut tidak mengganggu dimensi

    efektif pemanfaatan Jalur Pedestrian.

  • 34

    BAB IV

    ANALISIS

    Pada bagian ini terdiri atas analisis sub sistem jaringan, analisis sub sistem

    pergerakan, analisis sub sistem aktivitas, analisis permasalahan, serta analisis

    penanganan persoalan lalu lintas.

    4.1 Analisis Subsistem Jaringan

    Pada bagian ini akan dibahas mengenai anallisis sub sistem jaringan jalan yang

    akan menjelaskan karakteristik jaringan jalan, pengaturan lalu lintas yang berada di

    Jalan Cihampelas, dan tingkat pelayanan jalannya.

    4.1.1 Jaringan Jalan

    Jalan Cihampelas merupakan jalan yang memiliki fungsi sebagai jalan kolektor

    sekunder. Sebagai jalan kolektor, maka jaringan Jalan Cihampelas melayani angkutan

    pengumpul dari jalan lokal ke jalan arteri dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang,

    kecepatan sedang, dan jumlah jalan dibatasi secara efisien. Sedangkan jaringan jalan

    sekunder menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi

    sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya

    hingga ke perumahan. Dengna kata lain sistem jaringan jalan kolektor sekunder

    menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau

    menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.

    Jalan Cihampelas memiliki lebar perkerasan 7 meter pada ruas 1 dan 8 meter

    pada ruas 2, dengan masing-masing ruas jalan memiliki 2 buah lajur. Berdasarkan

    Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006, lebar perkerasan jalan yang seharusnya

    dimililki oleh jalan kolektor sekunder adalah 9 meter. Oleh karena itu, lebar jalan

    yang dimiliki oleh Jalan Cihampelas masih berada di bawah standar teknis, yaitu 2

    meter untuk ruas 1 dan 1 meter pada ruas 2.

    Daerah di sisi-sisi ruas Jalan Cihampelas merupakan daerah yang strategis

    untuk melakukan kegiatan produktif, seperti perdagangan dan jasa. Hal ini cukup

    berpengaruh terhadap kondisi lalu lintas di sepanjang ruas tersebut dengan

  • 35

    banyaknya hambatan terhadap pergerakan lalu lintas. Hambatan ini menyebabkan

    rendahnya kecepatan perjalanan dan adanya tundaan lalu lintas. Untuk itu

    diperlukan adanya upaya penataan prasarana jaringan jalan sehingga dapat

    menyelenggarakan lalu lintas yang efektif dan efisien.

    4.1.2 Pengaturan Lalu Lintas

    Peraturan lalu lintas adalah seperangkat peraturan lalu lintas yang

    dimaksudkan untuk mengontrol kelancaran dan keselamatan lalu lintas. Bentuk

    pengaturan lalu lintas dapat berupa rambu-rambu lalu lintas, lampu lalu lintas, pulau

    lalu lintas, dan marka jalan. Rambu lalu lintas secara umum dapat diklasifikasikan ke

    dalam tiga jenis, yaitu rambu peringatan (warning signs), rambu petunjuk atau

    informasi (guide or information signs), serta rambu pengaturan (regulatory signs).

    Berdasarkan pengamatan lapangan, rambu-rambu lalu lintas di sepanjang

    Jalan Cihampelas jumlahnya sangat minim. Selain itu kondisi fisik rambu-rambu

    tersebut sudah tidak berfungsi dengan baik lagi. Untuk pengaturan angkutan umum

    juga tidak terdapat pengelolaan yang baik. Hal ini terlihat ddari kurangnya prasarana

    untuk pemberhentian angkutan umum, sehingga menyebabkan angkutan umum

    dapat berhenti di sembarang tempat di sepanjang Jalan Cihampelas. Kurangnya

    peraturan untuk pejalan kaki juga seringkali menyebabkan para pejalan kaki

    menyebrang di sembarang tempat. Hal tersebut tentu saja dapat menyebabkan

    terjadinya tundaan terhadap pergerakan lalu lintas yang ada.

    Secara umum, bentuk pengaturan lalu lintas yang ada di Jalan Cihampelas

    saat ini masih belum mampu mendukung pergerakan lalu lintas yang ada dengan

    ditunjukkannya tingkat pelayanan jalan yang rendah dan munculnya konflik antar

    moda di sepanjang Jalan Cihampelas. Untuk itu diperlukan bentuk pengaturan lalu

    lintas yang lebih optimal untuk meningkatkan tingkat pelayanan jalan.

    4.1.3 Tingkat Pelayanan Jalan

    Analisis tingkat pelayanan jalan bertujuan untuk melihat sejauh mana suatu

    jalan mampu menjalankan perannya dalam melayani arus kendaraan dan juga unutk

    mengetahui sejauh mana tingkat persoalan lalu lintas yang terjadi pada suatu ruas

    jalan. Tingkaat pelayanan jalan dapat ditentukan dengan menghitung rasio antar

  • 36

    volume lalu lilntas dengan kapasitas jalan. Apabila rasio antara volume dan kapasitas

    jalan mendekati angka 1, maka ruas jalan tersebut dapat dikatakan memiliki tingkat

    pelayanan yang buruk. Kondisi ini biasanya ditandai dengan mulai tidak stabilnya arus

    lalu lintas yang tercermin dari terjadinya penurunan kecepatan kendaraan dan

    peningkatan waktu tempuh.

    Jalan kolektor sekunder adalah jalan yang idesain untuk memiliki kecepatan

    minimum 20km/jam. Berdasarkan pada tingkat pelayanan jalan yang dikembangkan

    oleh IHCM (Indonesia Highway Capacity Manual) 1997, maka tingkat pelayanan jalan

    yang ideal bagi jalan kolektor sekunder adalah tingkat pelayanan C, dengan

    perbandingan volume dan kapasitas jalan 0,80 dan kecepatan berkisar antara 32-

    40 km/jam.

    Setelah mengetahui volume kendaraan yang melintas dan kapasitas Jalan

    Cihampelas, maka selanjutnya adalah menghitung rasio antara volume dan kapasitas

    (VCR). Nilai VCR ini berguna untuk mengetahui tingkat pelayanan jalan (level of

    service) dari ruas jalan tersebut. Selain itu faktor kecepatan juga menjadi tolak ukur

    mengetahui tingkat pelayanan suatu ruas jalan.

    Tabel 4.1 Pelayanan Jalan Cihampelas pada Ruas 1

    Hari Waktu Volume Kapasitas

    VCR Kecepatan

    LOS (smp/jam) (smp/jam) Perjalanan (km/jam)

    Jumat

    07.00-08.00 1509.2 2216.28 0.6809 24.8 C

    12.00-13.00 1899.4 2216.18 0.857 19.92 C

    17.00-18.00 2156.6 2216.18 0.973 15 E

    Sabtu

    07.00-08.00 1450.6 2216.18 0.6545 27 C

    12.00-13.00 1974.6 2216.18 0.8909 18.98 D

    17.00-18.00 2185.6 2216.18 0.9861 14.73 E

    Minggu

    07.00-08.00 1445.8 2216.18 0.65235 27 C

    12.00-13.00 1933.4 2216.18 0.88878 18.69 D

    17.00-18.00 1963.2 2216.18 0.8858 15.68 D

    Sumber : Hasil analisis, 2014

    Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa Jalan Cihampelas pada ruas 1

    memiliki fungsi tingkat pelayanan jalan yang sangat buruk, berkisar antara C-F.

    Standar ideal tingkat pelayanan jalan untuk jalan kolektor sekunder adalah C ( 0,80),

    sedangkan secara umum tingkat pelayanan Jalan Cihampelas masih berada di bawah

    C, hanya pada saat pada saat-saat tertentu saja tingkat pelayanan Jalan Cihampelas

  • 37

    masih berada pada tingkat C. Dari tabel tersebut juga dapat dilihat bahwa kecepatan

    kendaraan (kendaraan ringan) yang melewati ruas 1 Jalan Cihampelas secara umu

    masih di bawah kecepatan standar minimal untuk jalan kolektor sekunder yaitu 20

    km/jam. Jika melihat berdasarkan unsur kecepata, maka tingkat pelayanan Jalan

    Cihampelas pada ruas 1 lebih buruk daripada tingkat pelayanan jalan yang tertera

    pada tabel tersebut, dikarenakan oleh aktivitas hambatan samping yang

    mengakibatkan terjadinya gangguan terhadap pergerakan kendaraan yang melalui

    ruas ini dan menyebabkan kecepatan perjalanan menjadi rendah. Jika dilihat

    berdasarkan sisi kecepatan perjalanan, maka Jalan Cihampelas ruas 1 ini memiliki

    tingkat pelayanan jalan berkisar antara E-F.

    Tabel 4.2 Pelayanan Jalan Cihampelas pada Ruas 2

    Hari Waktu Volume Kapasitas

    VCR Kecepatan

    LOS (smp/jam) (smp/jam) Perjalanan (km/jam)

    Jumat

    07.00-08.00 1515.2 2409 0.629 29.7 C

    12.00-13.00 1904.4 2409 0.7905 23.76 D

    17.00-18.00 2157.6 2409 0.8956 18.33 D

    Sabtu

    07.00-08.00 1466.4 2409 0.6087 31.26 C

    12.00-13.00 1992.8 2409 0.8272 22.85 D

    17.00-18.00 2190.6 2409 0.9093 13.81 E

    Minggu

    07.00-08.00 1445.8 2409 0.6002 30.62 C

    12.00-13.00 1928.4 2409 0.8005 22.5 D

    17.00-18.00 1989.8 2409 0.8257 17.47 D

    Sumber : Hasil analisis, 2014

    Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa tingkat pelayanan Jalan

    Cihampelas pada ruas 2 berkisar antara C-E. Tingkat pelayanan jalan pada ruas 2 ini

    secara umum masih berada di bawah standar teknis tingkat pelayanan jalan untuk

    jalan kolektro sekunder, meskipun nilai LOS yang diperoleh relatif lebih baik daripada

    nilai LOS pada ruas 1. Hal ini dikarenakan lebar efektif jalan pada ruas 2 ini sedikit

    lebih besar dibandingkan dengan lebar efektif jalan pada ruas 1 sehingga kapasitas

    jalan yang diperolehnya pun lebih besar.

    Sama halnya dengan ruas 1, jika dilihat berdasarkan sisi kecepatan

    perjalanan, maka nilai LOS yang diperoleh lebih rendah daripada nilai LOS yang

    tertera pada tabel tersebut. Adanya aktivitas hambatan samping menyebabkan

    kecepatan perjalanan yang diperoleh lebih rendah daripada nilai LOS yang tertera

  • 38

    pada tabel tersebut. Adanya aktivitas hambatan samping menyebabkan kecepatan

    perjalanan yang diperoleh lebih rendah daripada nilai LOS yang tertera. Jadi jika

    dilihat berdasarkan unsur kecepatan perjalanan, maka nilai level of service Jalan

    Cihampelas pada ruas 2 berkisar antara D-F.

    4.2 Analisis Subsitem Pergerakan

    Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik pergerakan lalu lintas

    serta bangkitan dan tarikan pergerakan yang dihasilkan oleh kegiatan perdagangan

    dan jasa yang ada di sepanjang Jalan Cihampelas.

    4.2.1 Karakteristik Lalu Lintas

    Karakteristik lalu lintas yang melalui Jalan Cihampelas secara umum dibagi

    menjadi tiga jenis, yaitu:

    1. Lalu lintas lokal, yaitu lalu lintas yang mempunyai asal dan tujuan di daerah

    Jalan Cihampelas.

    2. Lalu lintas regional, yaitu lalu lintas antar daerah yang mempunyai asal atau

    tujuan Jalan Cihampelas.

    3. Lalu lintas menerus, yaitu lalu lintas yang melewati Jalan Cihampelas tetapi

    tidak mempunyai asala atau tujuan di daerah ini.

    Bercampurnya ketiga jenis pergerakan lalu lintas tersebut mengakibatkan

    volume lalu lintas tersebut mengakibatkan volume lalu lintas meningkat terutama

    pada jam-jam sibuk (pick hours). Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa proporsi terbesar

    jenis pergerakan pada Jalan Cihampeas adalah pergerakan regional, sedangkan

    proporai terkecil adalah pergerakan lokal. Tingginya pergerakan regional ini tidak

    terlepas dari fungsi Jalan Cihampelas sebagai salah satu pusat perdagangan dan jasa

    di Kota Bandung, sehingga banyak terdapat pusat kegiatan yang menarik penduduk

    dari dalam maupun dari luar Kota Bandung untuk datang ke Jalan Cihampelas ini.

    Pergerakan lalu lintas menerus memliki proporsi terbesar kedua. Hal ini disebabkan

    karena lokasi Jalan Cihampelas yang sangat strategis yang menghubungkan bagian

    utara dengan pusat Kota Bandung sehingga banyak sekali kendaraan yang

    menjadikan jalan ini sebagai jalur utama menuju ke tempat tujuan mereka di pusat

    Kota Bandung.

  • 39

    Tabel 4.3 Pergerakan Lalu Lintas Lokal, Regional, dan Menerus

    di Ruas Jalan Cihampelas pada Tahun 2014

    Jenis Lalu Lintas Volume LHR (kendaraan/hari) Persentase (%)

    Lokal 3612 5.46

    Regional 36623 55.4

    Menerus 25881 39.14

    Jumlah 66116 100

    Sumber : Hasil analisis, 2014

    4.2.2 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan

    Bangkitan dan tarikan pergerakan pada suatu wilayah tidak dapat terlepas

    dari sistem aktivitas wilayah tersebut. Secara umum pola penggunaan lahan di Jalan

    Cihampelas bersifat kegiatan komersial. Kegiatan-kegiatan yang berkembang di

    sepanjang Jalan Cihampelas antara lain perdagangan, kantor, restoran, bank,

    sekolah/kampus, rumah sakit, bengkel, dan lain-lain. Pesatnya kegiatan yang

    berkembang di sepanjang ruas Jalan Cihampelas berpengaruh terhadap pergerakan

    karena memberikan tarikan dan bangkitan yang cukukp besar, sehingga berdampak

    pada penurunan tingkat pelayanan Jalan Cihampelas.

    Untuk menghitung bangkitan dan tarikan yang dihasilkan oleh kegiatan

    perdagangan dan jasa yang ada di Jalan Cihampelas, maka perlu diketahui terlebih

    dahulu jumlah luas lantai bangunan dari setiap kegiatan perdagangan dan jasa

    tersebut untuk kemudian dikalikan dengan standar trip rate untuk masing-masing

    jenis kegiatan itu. Tabel berikut ini berisikan standar trip rate untuk masing-masing

    jenis guna lahan.

    Tabel 4.4 Tingkat Bangkitan/Tarikan Lalu Lintas (smp/100m2)

    Waktu

    Perkantoran Hotel Pertokoan

    Masuk Keluar Total Masuk Keluar

    Total Masuk Keluar

    Total

    07.00-08.00 0.73 0.27 1 0.41 0.23 0.64 0.04 0.02 0.06

    12.00-13.00 0.23 0.22 0.45 0.24 0.27 0.51 0.78 0.65 1.42

    17.00-18.00 0.2 0.51 0.71 0.29 0.31 0.6 0.5 0.95 1.45

    Sumber : Hasil analisis, 2014

  • 40

    Setiap karakteristik kegiatan atau guna lahan mencerminkan besaran

    bangkitan/tarikan pergerakan yang berbeda. Besarnya bangkitan atau tarikan lalu

    lintas yang ditimbulkan oleh setiap guna lahan dapat dihitung dari masing jumlah luas

    lantai guna lahan tersebut. Tabel berikut berisi mengenai jumlah luas lantai untuk

    masing-masing guna lahan yang berada di sepanjang Jalan Cihampelas.

    Tabel 4.5 Luas Lantai Bangunan

    Bangunan Luas Lantai Dasar

    Jumlah Lantai Luas Seluruh Lantai

    Bangunan (mkuadrat) Bangunan (mpersegi)

    RS. Advent 3816.69 5 19083.47

    Dealer Honda 542.18 2 1084.36

    Wisma Dirgantara 835.18 1 835.18

    Skaters Shop 176.69 3 530.08

    Bank Niaga 180.22 2 360.44

    Puma Hotel 708.93 1 708.93

    Warung Gaul 635.42 2 1270.84

    Superhero 622.39 2 1244.78

    Tatto Shop 135.67 2 271.34

    Blue Island 132.93 2 265.86

    Toko Jeans 130.11 2 260.22

    Premier Plaza 1235.29 6 7411.71

    Tropicana Hotel 1125.96 6 6755.74

    The Prominade 1278.99 3 3836.98

    Elizabeth 335.23 3 1005.68

    Ayam Goreng Jakarta 459.07 1 459.07

    Sapu Lidi 489.21 1 489.21

    Bank BNI 159.51 2 319.02

    Asuransi 147.89 2 295.77

    Hanaya 175.67 1 175.67

    Bengkel 157.88 1 157.88

    Sari Raos 178.62 1 1020.64

    Dealer Yamaha 510.32 2 1487.53

    Gamo 1487.53 1 932.75

    Ampera 275.89 1 551.78

    Hotline 200.39 2 200.39

    Mayasari 223.49 1 223.49

    Xpose Jeans 199.23 1 199.23

    Pertokoan Jeans 1550.49 1 1550.49

    IBC Jeans FO 200.59 1 200.48

    Bandung Jeans 210.89 1 210.89

    Edward Forrer 297.92 1 595.85

    Rumah Snack 200.59 2 200.59

    Toko CIA 125.37 1 125.37

  • 41

    Bangunan Luas Lantai Dasar

    Jumlah Lantai Luas Seluruh Lantai

    Bangunan (mkuadrat) Bangunan (mpersegi)

    Tarzan Jeans 400.46 1 400.46

    Studio Jenas 245.87 1 245.25

    Rambo 410.13 1 820.25

    Aztec 397.46 2 794.91

    Perahu 475.99 2 1427.98

    Arum Manis 935.78 3 935.78

    Westpack 155.37 1 310.73

    Ciwalk 6877.82 2 20633.47

    Ultraman 337.45 1 337.45

    Toko Jeans 1557.35 1 1557.35

    Toko CIA 119.48 1 119.48

    Bank Mandiri 125.73 2 251.46

    PVJ FO 445.62 1 445.62

    Ruko 488.33 3 1464.99

    Megalife 143.68 3 431.04

    Bank Permata 155.78 2 311.56

    STBA 2110.62 4 8422.5

    Sumber : Raka Kersa, 2013

    Setelah diketahui jumlah luas seluruh lantai dari masing-masing guna lahan,

    selanjutnya dikalikan dengan standar trip rate untuk masing-masing guna lahan

    tersebut. Tabel 4.6 dan Tabel 4.7 berikut berisi mengenai jumlah bangkitan dan

    tarikan yang dihasilkan oleh setiap jenis guna lahan yang ada di sepanjang Jalan

    Cihampelas.

    Secara keselurahan dapat dikatakan bahwa kegiatan perdagangan dan jasa

    mendominasi di sepanjang ruas Jalan Cihampelas dengan pusat perbelanjaan

    Cihampelas Walk yang menjadi daya tarik utama kawasan ini. Berdasarkan tabel-

    tabel tersebut, maka jumlah bangkitan terbesar yang dihasilkan oleh kegiatan-

    kegiatan di sepanjang Jalan Cihampelas terjadi pada pukul 12.00 sebesar 518,74

    smp/jam.

    Berkembangnya kegiatan di ruas Jalan Cihampelas telah menimbulkan

    berbagai dampak baik itu dampak positif maupun dampak negative. Dampak positif

    yang dihasilkan dari adanya kegiatan komersial yang berkembang pesat di Jalan

    Cihampelas antara lain memberikan kemudahan bagi penduduk sekitar dalam

    pemenuhan kebutuhan sehari-hari karena dengan berkembangnya berbagai jenis

    kegiatan di ruas Jalan Cihampelas antara lain memberikan kemudahan bagi

  • 42

    penduduk sekitar dengan pemenuhan kebuthan sehari-hari karena dengan

    berkembangya berbagai jenis kegiatan di ruas Jalan Cihampelas. Dapat mengurangi

    volume pergerakan ke pusat Kota Bandung. Selain itu juga harga lahan di sekitar

    kawasan komersial menjadi naik karena lokasi yang strategis.

    Sedangkan dampak negative yang dihasilkan dari pesatnya perkembangan

    kegiatan di ruas Jalan Cihampelas antara lain semakin meningkatnya volume

    pergerakan kendaraan yang membebani ruas jalan ini sehingga menambah

    kepadatan arus lalu lintas. Selain itu juga akibat dari tingginya intensitas penggunaan

    lahan menyebabkan besarnya hambatan samping yang dihasilkan seperti banyaknya

    aktivitas PKL yang menggunakan trotoar, tingginya pergerakan pejalan kaki, aktivitas

    keluar masuk parkir, serta konflik antara kendaraan dan pejalan kaki, yang

    kesemuanya itu dapat mengakibatkan kemacetan lalu lintas di ruas Jalan Cihampelas.

    Tabel 4.6 Bangkitan Setiap Guna Lahan di Jalan Cihampelas

    Bangunan Jumlah Luas Seluruh Bangkitan (smp/jam)

    Lantai Bangunan 07.00 12.00 17.00

    RS. Advent 19083.47 43.89 51.53 59.16

    Premier Plaza 7411.71 1.48 48.18 70.41

    Tropicana Hotel & hotel lainnya 8299.84 19.09 22.41 25.73

    The Pomade 3836.98 0.77 24.94 36.45

    Cihampelas Walk 22700.50 4.54 147.55 215.65

    STBA 8445.50 22.80 18.58 43.07

    Bengkel 1645.41 4.44 3.62 8.39

    Bank & Perkantoran 3713.86 10.03 8.17 18.94

    Pertokoan lainnya 20360.97 4.07 132.35 193.43

    TOTAL 111.11 457.33 671.23

    Sumber : Hasil analisis, 2014

    Tabel 4.7 Tarikan Setiap Guna Lahan di Jalan Cihampelas

    Bangunan Jumlah Luas Seluruh Bangkitan (smp/jam)

    Lantai Bangunan 07.00 12.00 17.00

    RS. Advent 19083.47 78.24 45.80 55.34

    Premier Plaza 7411.71 2.96 57.81 37.06

    Tropicana Hotel & hotel lainnya 8299.84 34.03 19.92 24.07

    The Pomade 3836.98 1.53 29.93 19.18

    Cihampelas Walk 22700.50 9.08 177.06 113.5

    STBA 8445.50 61.65 19.42 16.89

    Bengkel 1645.41 12.01 3.78 3.29

    Bank & Perkantoran 3713.86 27.11 8.54 7.43

  • 43

    Bangunan Jumlah Luas Seluruh Bangkitan (smp/jam)

    Lantai Bangunan 07.00 12.00 17.00

    Pertokoan lainnya 20360.97 8.14 158.82 101.8

    TOTAL 234.75 521.08 378.56

    Sumber : Hasil analisis, 2014

    4.2.3 Sistem Parkir di Jalan Cihampelas

    Adanya kegiatan di suatu tempat menimbulkan tarikan pergerakan penduduk

    ke tempat-tempat tersebut dan setiap pergerakan pada suatu saat akan berhenti.

    Demikian pula halnya dengan pusay perbelanjaan yang menjadi penarik pergerakan

    menimbulkan kebutuhan akan lahan parkir sebagai tempat akhir perjalanan. Sarana

    parkir merupakan salah satu bagian yang penting dari sistem transportasi suatu

    kawasan. Kegagalan dalam menyediakan sarana parkir yang memadai akan

    menimbulkan bertumpuknya kendaraan, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan

    kemacetan di kawasan tersebut. Semakin besar suatu kegiatan maka semakin besar

    pula daya tariknya. Dalam hal ini, salah satu ukuran besarnya suatu kegiatan adalah

    luas lantai bangunan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kebutuhan parkir

    ditentukan oleh luas lantai bangunan.

    Dalam kaitannta dengan kebutuhan ruang parkir di pusat perbelanjaan

    sampai saat ini belum ada standar yang dimiliki oleh Kota Bandung. Namun mengacu

    pada Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 7 Tahun 1992 tentang Pedoman Perencanaan

    Tata Bangunan bahwa setiap 60 m2 luas lantai bangunan perdagangan diperlukan

    satu petak parkir masing-masing jenis guna lahan berdasarkan Perda DKI Jakarta No.

    7 Tahun 1992:

    - Pertokoan : satu petak parkir untuk setiap 60 m2 lantai bruto

    - Perkantoran : satu petak parkir untuk setiap 100 m2 lantai bruto

    - Rumah makan : satu petak parkir untuk setiap 20 m2 lantai bruto

    - Lainnya : satu petak parkir untuk setiap 60 m2 lantai bruto

    Tabel berikut ini berisi mengenai perbandingan antara kebutuhan parkir

    dengan kapasitas parkir yang ada saat ini di sepanjang Jalan Cihampelas.

  • 44

    Tabel 4.8 Perbandingan Kapasitas Parkir dan Kebutuhan Parkir

    di Jalan Cihampelas

    Bangunan

    Kapasitas Parkir Luas Seluruh Kebutuhan Parkir

    (SRP) Lantai

    Bangunan (SRP)

    RS. Advent 110 19083.47 319

    Dealer Honda 6 1084.36 11

    Wisma Dirgantara 7 835.18 14

    Skaters Shop 2 530.08 9

    Bank Niaga 2 360.44 4

    Puma Hotel 11 708.93 12

    Warung Gaul 6 1270.84 22

    Superhero 3 1244.78 21

    Tatto Shop 0 271.34 5

    Blue Island 0 265.86 5

    Toko Jeans 0 260.22 5

    Premier Plaza 25 7411.71 124

    Tropicana Hotel 35 6755.74 113

    The Prominade 28 3836.98 64

    Elizabeth 6 1005.68 17

    Ayam Goreng Jakarta 6 459.07 23

    Sapu Lidi 2 489.21 25

    Bank BNI 2 319.02 4

    Asuransi 2 295.77 3

    Hanaya 2 175.67 3

    Bengkel 2 157.88 2

    Sari Raos 2 178.62 3

    Dealer Yamaha 8 1020.64 11

    Gamo 25 1487.53 15

    Ampera 22 932.75 16

    Hotline 8 551.78 28

    Mayasari 9 200.39 4

    Xpose Jeans 7 223.49 4

    Pertokoan Jeans 37 199.23 4

    IBC Jeans FO 9 1550.49 26

    Bandung Jeans 7 200.48 4

    Edward Forrer 8 210.89 4

    Rumah Snack 9 200.59 10

    Toko CIA 1 125.37 4

    Tarzan Jeans 4 400.46 7

    Studio Jenas 2 245.87 4

    Rambo 4 820.25 14

    Aztec 4 794.97 14

    Perahu 5 1427.98 16

  • 45

    Bangunan

    Kapasitas Parkir Luas Seluruh Kebutuhan Parkir

    (SRP) Lantai

    Bangunan (SRP)

    Arum Manis 53 935.78 24

    Westpack 0 310.73 6

    Ciwalk 800 22700.50 378

    Ultraman 0 337.45 6

    Toko Jeans 7 1557.35 26

    Toko CIA 2 119.48 2

    Bank Mandiri 2 251.46 3

    PVJ FO 35 445.62 8

    Ruko 10 1464.99 25

    Megalife 2 431.04 5

    Bank Permata 2 311.56 4

    STBA 35 8442.50 85

    TOTAL 1376 94902.47 1565

    Sumber : Raka Kersa, 2013

    Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa terjadi perbedaan antara

    kebutuhan parkir dengan kapasitas parkir yang ada saat ini, dimana kebutuhan parkir

    memerlukan lebih banyak 183 petak parkir dibandingkan dengan kapasitas parkir

    yang ada saat ini. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kapasitas parkir yang ada sekarang

    masih belum dapat memenuhi satuan ruang parkir yang dibutuhkan oleh seluruh

    kegiatan di sepanjang Jalan Cihampelas.

    4.2.4 Pergerakan Angkutan Umum

    Untuk mendukung analisis mengenai pengaruh kegiatan berhentinya

    angkutan umum terhadap terjadinya kemacetan lalu lintas di sepanjang Jalan

    Cihampelas, maka dilakukan pengamatan terhadap 30 kendaraan angkutan umum.

    Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui frekuensi dan lamanya berhenti

    angkutan umu dengan pertimbangan bahwa jenis kendaraan ini memberi pengaruh

    yang cukup besar dalam menciptakan masalah lalu lintas.

    Dari tabel tersebut diperoleh bahwa setiap angkutan umum yang melewati

    Jalan Cihampelas memililki rata-rata frekuensi berhenti sebanyak 12 kali dengan rata-

    rata lama berhenti sebuah angkutan umum menghabiskan waktu selama 288 detik

    atau 4,8 menit.

  • 46

    Tabel 4.9 Frekuesi dan Lama Berhenti Angkutan Umum

    di Jalan Cihampelas

    Frekuensi Jumlah Lama

    Berhenti Jumlah

    Lama Berhenti

    Jumlah

    Berhenti Kendaraan (detik) Kendaraan (detik) Kendaraan

    8 1 18 2 27 1

    9 4 19 4 28 3

    10 3 20 3 29 1

    11 5 21 4 30 1

    12 6 23 1 31 1

    13 5 24 4 32 1

    14 2 25 2 36 1

    15 4 26 1

    Sumber : Hasil analisis, 2014

    Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa terutama pada pick hours,

    kegiatan berhentinya angkutan umum ini dapat menghambat kelancaraan arus lalu

    lintas di belakangnya sehingga hal tersebut merupakan salah satu penyebab

    kemacetan lalu lintas yang terjadi di Jalan Cihampelas ini.

    Kegiatan berhenti dilakukan angkutan umum tersebut adalah untuk

    manaikkan dan menurunkan penumpang. Titik berhentinya pada umumnya adalah

    di sekitar daerah pertokoan terutama Cihampelas Walk, pertokoan, sekolah, dan

    persimpangan. Saat ini di Jalan Cihampelas hanya terdapat 2 buah tempat

    pemberhentian angkutan umu yang terletak di dekat Sekolah Tinggi Bahasa Asing

    Yapari dan di Sekolah Dasa Cihampelas 1 dan 2. Itupun dalam kondisi yang kurang

    memadai bahkan dijadikan tempat untuk berjualan oleh pedagang kaki lima.

    Akibatnya banyak angkutan mumu yang menaikkan dan menurunkan penumpang

    dengan sembarangan menyebabkan kemacetan lalu lintas. Oleh karena itu, sangat

    diperlukan tempat pemberhentian angkutan umum sehingga ketika kendaraan

    angkutan umum menaikkan dan menurunkan penumpang tidak akan mengganggu

    kelancaran lau lintas di belakangnya. Tempat pemberhentian angkutan umum dapat

    dilengkapi dengan tempat duduk beratap, sehingga memberikan kenyamanan bagi

    para penumpang yang menunggu angkutan umum.

  • 47

    4.2.5 Pergerakan Pejalan Kaki dan Pedagang Kaki Lima

    Terbatasnya prasarana yang tersedia bagi para pejalan kaki mengakibatkan

    pergerakan pejalan kaki menggunakan sebagian badan jalan. Pada ruas 1 Jalan

    Cihampelas (ruas Jalan Bapak Husen Jalan Prof. Eyckman), tidak tersedianya

    fasilitas trotoar yang memadai sepanjang 675 meter di bagian timur jalan dan 400

    meter di bagian barat jalan, tentunya keadaan ini dapat mengganggu arus lalu lintas

    karena salin dapat membahayakan jiwa pejalan kaki, juga dapat menyebabkan

    pengurangan pemakaian badan jalan sehingga jalan tersebut tidak