laporan penelitian · 2020. 2. 14. · laporan penelitian pe:mbiakan larva dacus ---sp. (diptera:...
TRANSCRIPT
LAPORAN PENELITIAN
PE:MBIAKAN LARVA Dacus Sp. (Diptera: Tephretidae) ---PADA "BRAN-BASED MEDIUM•
Nomor 9/9
PROYEK PPPT-UGM TAHUN 1985/1986 NOMOR KONTRAK 1 0/PLT. IV/TH. 2/UGM/85
TANGGAL 1 MEl 1985
DIAJUKAN OLEH
SANTIANAWATI
FAKULTAS BIOLOGI UGM
KEPADA
LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA 1986
KATA PENGANTAR
Pembiakan ~dorsalis Hendel (Diptera; Tephritidae) pada
"Brand Based Medium" atau media katul merupakan salah satu sarano.pe
nunj ang guna pengendalian hama ini secara hayati.
Dalam peneli tian ini ingin diketahui pengaruh penggunaan katul ~
bagai bahan pembiakan Dacus dorsalis Hendel d1 laboratorium. Hal ini
selanjutnya diharapkan dapat membantu pelaksanaan pengendalian hama
ini dengan menggunakan biaya yang relatif murah.
Dengan selesainya penelitian dan tersusunnya laporan ini, maka
diucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Lembaga Peneli tian UGH. yang telah memberi biaya dan fasili tas
untuk penelitian ini.
2. Bapak Drs. Nurtjahyo beserta stafnya di laboratorium Radiasi Biol.Q.
gi UGH. yang telah berkenan memberi izin serta fasili tas penuh guna
pelaksanaan penelitian ini.
3. Saudara Drs. Bambang Agus Suripto, Subiyono B.Sc dan Endang Semia_!:
ti B.Sc yang telah banyak membantu sejak awal sampai selesainya
peneli tian ini
4. Saudara Drs. Abdul Rahman yang teleh membantu pemotretan spesimen
penelitian.
5. Semue fihak yang telah me~beri bantuan sehingga tersusunnya lapo
ran penelitian ini.
Semoga hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar peneli
tian lebih lanjut.
i
PRAKATA
WTAR
DAFTAR
!~.
DAFTAR ISI
............................ ISI .................................. TABl!:I. ..................... • • • • • • • • • • • • •
. . . . . . . . . . . ...................... DAFTAR FOTO
INTI SARI ..................................... I. PEtlGP.l~TAI\ ••••••••••••••••••••••••••••••••••••
II.
I. 1. La tar Belakang .•.......................
I. 2. Tinjauan Pustaka ••.....•........•...•.•
I. 3. Hipo tesa •..............................
I. 4. Rencana Penelitian •••••••••••••••••••••
CARA PENELITIAN ••••••••••••••••• . ........... . II.
II.
II.
1.
2.
. ................. . Bahan dan Alat-alat
Jalan Penelitian ...................... Cara Analisis . ....................... .
III. HASIL PENELITIAN DAN PEt-1B.AHASAN .............. IV. KESilvtll'ULllN ••••••••••.•.•.•.••.••.••••••.•••••
v. DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN •.
. ............................. .
ii
Hal am an
i
ii
iii
iv
v
1
1
2
6
7
8
8
9
14
17
18
20- 25
Dafter Tabel
Tabel 1 Komposisi media wortel dan katul untuk pemeliharaan larva
~ dorsalis Hendel (DREW, 1983).
Tabel 2 : Analisa Varian CRD Sub Sample untuk mengetahui perbedaan
pengaruh pengguaan katul dan wortel sebagai media terhadap Daur hidup; fekundi tas; ukuran pupa.
Tabel 3 Uji t test untuk mengetahui apakah ada perbedaan lama
tiap-tiap stadium; persentase munculnya pupa; persentase :
munculnya imago; berat dan panjang pupa.
iii
:.~.
Dafter Foto
Foto 1 : Kurungan untuk pemeliharaan stadium imago Dacus dorsalis
Hendel sebagai stock hevan uji.
Foto 2 Bush belimbing yang telah membusuk, karena terinfeksi oleh
larva Dacus dorsalis Hendel.
Foto .3. Stoples untuk pupasi Dacus dorsalis Hendel
Foto 4 Kelompok pupa yang dipersiupkan sebagai stock hevan uji.
Foto 5 Populasi Dacus dorsalis Hendel sebagai stock hewan uji.
Foto 6 Tempat air guna menjaga kelembaban dan kebutuhan air bagi
stadium imago didalam kurungan pemeliharaan.
Foto 7 Kulit buah apel sebagai tempat bertelur lalat betina.
Foto 8 Nampan tempat pemeliharaan larva ~ dorsalis Hendel pada
media katul dan vortel.
iv
INTISARI
·pembiakan Dacus dorsalis Hendel (Diptera; Tephri tidae) pads
"bran - based mediumn atau media dedak telah dilakukan di laboratorium
Radiasi Biologi, Fakul tas Biologi UGt-1. Yogyaka.rta, mulai bulan Juli
sampai bulan November 1985.
Komposisi makanan buatan yang dipakai sesuai dengan komposisi
yang digunakan oleh Drev (1983), yang memakai wrtel kering sebagai
media dasar dan hasilnya sangat memuaskan.
Sebagai hasil penelitian ini, secara umum dapat dinyatakan bahva
digunakan media dasa.r dedak sebagai pengganti media dasar wrtel, ter
nyata tidak ada perbedaan pengaruh terhadap daur hidup, kesuburan,
berat dan panjang pupa, persentase pemunculan pupa dan persentase p&
mucul.an imago.
Sehingga dapat disimpulkan bahva dedak dapat digunakan sebagai
media dasar gu:na pem:biakan ~ dorsalis Hendel seca.ra massal di
laboratorium.
1
I. PENGANTAR
I. 1. La tar Belakang Pen eli tian
Buab-buahan dan sayuran adalah tanaman horticulture yang sangat
penting dalam kehidupan manusia, karena mengandung protein, vitamin
dan mineral-mineral yang diperluk:an tubuh sebagai kebutuhan gizi manu
sis pada WD\.IJDDYa dan masyarakat pada khususnya.
Kenyataan bahva produksi tanaman tersebut di Indonesia masih di
bavah kebutuhan .masyarakat, dapat dirasakan bahva produksi buah-buahan
dan sayuran semakin menurun dari tahun ke tahun.
Salah satu hambatan utama bagi produksi tanam hortocul tura ada
lab serangga hama yang semakin meningkat. Diantara serangga hama yang
sangat merugike.n adalah 11lalat buah11 (Diptera; Tephri tidae) khusus
dari genus Dacus. Larva lalat ini hidup didalam dan hidup dari daging
buah, menyebabkan busuk, kemudian gugur sebelum mencapai tingkat kema
tangan yang ki ta inginka.
Berdasarkan laporan Hasil Survai Lalat Buah th. 1982 - 1983 oleh
Karantina Pertanian Pusat, bahva beberapa species lalat buah yang sa
ngat berbahaya di Australia, misal ~ musae; Dacus bryoniae; ~
neohumeralis telah masuk: di wilayah ki ta (Anonim, 1982).
Dari hasil peneli tian yang dilaksanakan pada pusat tanaman horti-. cultura di Java Timur, oleh Untung et al, (1980) memperkirakan bahva
kerusakan total akibat serangan lalat buah pada tanaman tomat sebesar
15 %; lombok sebesar 10 %; jambu biji sebesar 12 %; jambu air sebesar
10 % dan nangka sebesar 20 % pada musim kemarau dan 100 % selama musim
hujan.
Dengan demikian tanpa adanya usaha pengendalian hama ini secara
effektif dan efisien dikawatirkan bahva produksi tanaman horticulture
semakin parah atau menurun baik kvalitas maupunkvantitas.
Tentu saja akan menghambat program pemerintah dalam hal menaikkan gi
zi masyarakat dalam ikut serta mensukseskan program empat sehat lima
sempurna.
Berbagai usaha telah dilakukan manusia untuk mencegah kerusakan
pada buah-buahan dan sayuran anatara lain di Australia menggunakan
insektisida dan zat penarik lalat jantan atau biasa disebut " Male
attractant" (DREW, et al, 1978).
2
Penggunaan insektisida ini kurang eff'ektif, karena larva berada dida:...
lam buah. Sebagai bahan racun insektisida s&ngat berbahaya bagi kes&
lamatan dan kesehatan konsumen dan juga bagi lingkungan.
Sedang pengendalian dengan menggunakan 11 ·Male atrractant 11 (Methyl
eugenol atau CUe lure) dirasa masih kurang tepat, karena zat ini hanya
dapat menarik lalat jantan saja.
Oleh karena i tu perlu dipikirkan suatu cara pengendalian yang 1&
bih tepat, murah, aman, ef'isien tidak menyebabkan terj adinya pencemar
an lingkungan dan tidak menimbulkan kekebalan pada serangga hama i tu
sendiri. Cara pengendalian yang pal:.ne tepat adalah pengendalian hama
secara hayati misalnya dengan dengan Metoda Jantan Mandul. Salah satu
syarat guna menunj ang metode ini yai tu harus dapat mengembng biakan
hama ini secara massal di laboratorium, dengan menggunakan medium bu
atan.
Atas dasar hal tersebut, perlu kiranya dirintis cara pembiakan hama
ini di laboratorium.
I. 2. Tinjauan Pustaka
1. Klasifikasi
Kedudukan Dacus dorsalis Hendel yang dikenal sebagai "Oriental
fruit fly" dalam taksonmi hewan adalah sebagai berikut
Phylum :Arthropoda
Sub phylum Mandibulata
Classis . Insecta . Sub classis Pterygota
Or do . Diptera . Sub ordo Brachycera
Familia Tephritidae
Sub familia Dacinae
Genus Dacus lt'abricius
Sub genus Strum eta
Species Dacus (Strumeta) dorsalis Hendel.
( BORROR, et al., 1976, HARDY, 1973, 1974).
2. Daur Hidup
Lalat buah dari genus Dacus termasuk salah satu ordo Diptera
dalam daur hidupnya mengalami metamorphose sempurna atau melalui
4 x perubahan bentuk yaitu : telur, larva, pupa dan imago.
3
Daur hidup lalat ini dimulai dari lalat betina dengna ovipesi tor
menyisipkan telur-tel~a dibavah kuli t buah yang masih berada di
pohon, baik buah yang masih muda maupun buah yang hampir masak:.
Dalam jangka vaktu 1 sampai 5 hari, telur-telur akan menetas aenja
di stadium larva dan stadium ini tetap hidup didalam serta hidup
dari daging buah, larva ini mengalami 4x ecdysis, biasanya berlang
sung 5 sampai 7 hari. Setelah mencapai instar terakhir, larva alan
keluar dari daging buah dan dengan gerakan melenting jatuh diatas
tanah, segera menyusup masuk kedalam tanah untuk pupasi.
Salama stadium pupa memerlukan waktu antara 10 sampai 15 hari, hing
gamunculnya stadium imago. Setelah mencapai permukaan tanah, imago
akan mengalami perkembangan sexual maupun perubahan varna tubuh dan
sayapnya 7ini memerlukan waktu antara 7 hari sampai 10 hari, kemudian
saling mengadak:an perkavinan>selang 8 sampai 12 hari, lalat betina
akan meletakkan telur lagi dan dimulai daur hidup generasi berikut
nya. (BOHROR,et al, 1976, KALSHOVEN, 1981, CHRISTENSON & FOOTE,
196o).
Tiap-tiap stadium perkembangan secara terperinci akan di terangkan
sebagai berikut
Stadium imago
Stadium imago biasa muncul dari stadium pupa pada pagi hari
antara jam 8.00 s.ampai jam 10.00. Proses ini memerlukan vaktu 14
sampai 70 meni t. Lalat setelah mencapai permukaan tanah akan menga
lami perkembangan sexual dan perubahan-perubahan varna tubuh dan
sayap, proses ini memerlukan waktu antara 7 sampai 10 hari sejak
muncul dari stadium pupa. (CHRISTENSON & FOOTE, 196o).
Di alam terbuka, makanan lalat yang dapat merangsang produktivitas
telur dan kesuburan adalah honeydew, z~t ini disekresikan oleh
Aphid dari Ordo Honoptera. Berdasarkan hasil penelitian Hagen,
(1958) menyatakan bahwa honeydew mengandung protein, mineral dan
kelompok vitamin B yang ternyata zat-zat tersebut sangat dibutuhkan
4
stadium imago guns mempertinggi produksi telur. Stadium imago biasa
!l1B mengadakan kopulasi pada sore hari karena memerlukan tempat remang.;.
remang atau suasana gelap. Kopulasi tidak hanya satu kali, tapi beru
lang kali d.an selalu mengahsilkan telur fertil. (CHRISTENSON & FOOTE,
1960).
Stadium Telur
Telur disisipkan oleh lalat betina dibavalr kuli t bush sedalam 1/4
in chi kadang-kadang diletakkan pada lekukan-lekukan kuli t a tau celah
celah sempit pada permukaan kulit. Tiap celah atau tiap satu tusukan
berisi 3 sampai 7 telur. Telur akan men etas dalam vaktu 1 sampai 5
hari. (CHRISTENSON & FOOTE, 1960).
stadium Larva
Larva lalat buah berbentuk memanjang, meruncing dibagian anterior
dan membulat dibagian posterior. Type larva apoda, mempunyai 2 pasang
spiraculum yaitu 1 pasang dibagian anterior dan 1 pasang lainnya di
bagian posterior. Berdasarkan. jumlah spiraculum larva ini bertype ~
phineustic, (ESSIG, 1942). Larva setelah menetas dari telur, akan te
tap berada didalam buah dan hidup dari buah yang ditempati. Proses
keluarnya larva dari telur, memerlukan vaktu 1 menit. Stadium larva
mengalami 4 x ecdysis. Gerakan melenting instar larva terakhir meru
pakan ciri khas larva lalat buah, biasBD1a tinggi loncatan sampai 8
inchi. Setelah stadium larva memerlukan vaktu antara 5 sampai 7 hari
pada temperatur 56 ° F {CHRISTENSON & FOOTE, 1960).
Stadium Pupa
Pupa lalat buah berbentuk seperti "Tong 11 yang disebut puparium,
salah satu ciri khas dari lalat buah ialah membuat pupa didalam tanah
biasanya sedalam 1/4 inchi. Bach & Pemberten ( 1918) meeyatakan bahva
proses pembentukan pupa didalam puparium memerlukan waktu kurang le
bih 1 jam. Stadium pupa sampai munculeya stadium imago membutuhkan
waktu 10 sampai 12 hari pads temperatur 65° F sampai 85° F.
!.~ ..
3. Distribusi
Penyebaran lalat buah sangat luas meliputi daerah tropis dan
sub tropia. Mulai Afrika Selatan sampai Utara Meditehania dan dari
Asia Tenggara sampai Australia.
Khusus daerah penyebaran ~ dorsalis Hendel aeliputi :
Asia Tenggara, dan Kepualauan Pasijic teraasuk Havaii, Mariana,
Indonesia, Farmosa Philipina, Ryukyu (CHRISTENSON & FOOTE, 1960).
• 4. Tanaman !nang
5
Tanaman inang lalat buah ini meliputi semua buah-buahan dan
sayuran a tau tanaman horticul tura. Hevan ini merusak· _pada stadium
larva, karena hidup didalam dan hidup d&ri daging buah, maka menye
babkan buah menjadi busuk, dan dapat jatuh sebelum vaktunya.
Menurut Kalshoven (1981) statiiam larva ini a<ia yang bersifat .
monophaq a tau poligophaq, artinya dapat menginfeksi satu j enis ta
naman inang atau lebih dari satu tanaman inang. Sebagai contoh
Dacus cucurbitae Coquillett hanya menginfeksi buah-buah dan sayuran
yang termasuk familia Cucurbitaceae sedang Dacus dorsalis Hendel
dapat menginfeksi lebih dari satu tanaman inang. Pernyataan ini di
perkuat oleh (CHRISTENSON & FOOTE, 1960) bahwa Dacus dorsalis Hendel
dapat menginfeksi lebih dari 150 j enis tanaman inang antara lain
jambu biji, jambu air, belimbing, mangga, tomat dan lain sebagainya.
5. Cara Pengendalian
Sampai saat ini pengendalian yang pernah dilakukan, guna mengu
rangi populasi dan kerusakan buah antara lain : Pengendalian secara
mekanik, cara ini telah lama dilakukan oleh Me Phail, 1943 Cit
Nichida dan Bess, 1957), yaitu dengan cara meabungkus buah yang ma
sih muda dengan daun atau kertas koran. Nampaknya cara ini kurang
effektif, karena selain memerlukan banyak tenaga, beayapun relatif
mahal, sedang lalat betina masih dapat masuk melalui sela-sela daun
pembungkus dan menyisipkan telur pada buah yang berad& didalam pem
bungkus.
· _ .. ~engedalian dengan menggunakan insektisida misal d1-Chl8t-;..·,
vosJ kiranya cara ini juga kurang sesuai, karena larva berada dida
lam buah, sehint;;ga penggunaim insektisida ini selain sangat berba
haya bagi konsumen, karena sifat racun yang dikandung, juga sangat
mengganggu lingkungan seld tarnya • . . Di Hawaii, telah dilakukan cara pengendalian dengan mengguna
kan campuran "Male attractants" (Methyl eugenol) dan insectisida
6
( di Chlarvos), Methyl eugenol merupakan paraferomon bagi lalat jan
tan sehingga dengan zat tersebut hanya lalat jantan saja yang dapat
tertarik, sehingga merupakan kelemahan dari car a ini (Drew et al
1978).
Di Australia, pengendalian yang telah lama dilakukan ialah
menggunakan Calllpuran protein hydralisa dan insektisida nampaknya
cara ini lebih baik bila dibandingkan dengan cara diatas, karena
protein hydralisa merupakan salah satu unsur makanan lalat buah,
malta dengan zat ini, baik lalat jantan maupun lalat betina dapat
tertangkap (DREW, at al, 1978).
Salah satu cara pengendalian yang telah berhasil dilakukan di
beberapa negara maju misal : Australia, Hawaii yaitu dengan Metode
Jantan Mandul cara ini bertujuan mengurangi populasi hama dengan
cara melepas sejumlah besar lalat jantan mandul hasil radiasi di
lapangan (DRE"W, et al., 1978) Metode ini dapat dilaksanak:an dengan
baik, harus didukung dengan suatu cara pembiakan lalat di laborato
rium dengan menggunakan medium buatan dan cara ini dikenal " Mass
rearing 11 • Beberapa contoh " l-tass reel"ing " yang pernah dilakukan
d1 beberapa negara misal Australia, pemeliharaan Dacus tryoni pada
media wortel dan katul (Hooper 1978) dan di USA pemeliharaan ~
titis capitata dengan menggunakan media wortel (Rokopy, 1967).
Di Hawaii, pembiakan Dacus dorsalis Hendel, dengan menggunakan me
dia wortel (Finney, 1956)
! • .3. Hipotesis
Dari penelaahan kepustakaan dan penelitian-penelitian terdahulu,
dapat disusun hepotesis sebagai berikut :
Bertitik tolak dari harga katul yang relatif murah dan juga merupakan
salah satu hasil produksi dalam negeri sehingga sangat mudah di dapat.
Maka dengan beaya yang relatif kecil, diharapkan mendapatkan hasil
yang opt;imum, sehingga hasil yang diperoleh nanti tidak hanya guna
menunjang pengendalian hama ini saja, tapi juga dapat dipergunakan
7
untuk menunJang penelitian-penelitian lainnya.
I. 4. Rencana Peneli tian
Dalam peneli tian ini digunakan ,mo telur Dacus dorsalis Hendel
yang diperoleh dari hasil pemeliharaan stock hevan uji yang diimokula
sik~ pada 2 macam media yaitu media vortel dan media katul.
Untuk mengetahui pengaruh dari dua macam media terhadap pertumbuh-
an dan perkembal}gan lalat ini, maka pengamaU.n yang dilakukan meliputi
1. Jumlah telur yang berhaeil menjadi pupa
2. Jumlah pupa yang berhasil menjadi imago
J. Berat dan panjang pupa
4. Produkti vi tas telur per induk
5. Persentase pemunculan pupa dari telur
6. Persentase pemunculan imago dari pupa
7. Daur hidup.
8
II. CARA PENELITIAN
II. 1. Bahan dan Alat,..alat
Bahan
1. Buah belimbing busuk atau hampir busuk karena terinteksi larva . 12!£!!! dorsalis Hendel yang diperoleh dari pasar-pasar a tau j atuhan
dari pohon di kebun.
2. Bahan makanan buatan untuk memelihara larva~ dorsalis Hendel
yang susun~a tertera pada tabel 1.
3. Bahan makanan stadium imago Dacus dorsalis Hendel yang terdiri dari
protein hydralisa, madu dan air.
4. Serbuk gergaji sebagai pengganti tanah untuk tempat pupasi.
Alat-alat
1. Kurungan stadium imago untuk stock hewan uji berbentuk kubus terbuat
dari kaca dan kayu, dengan ukuran masing-masing sisi (31 x 31) em. Sisi .4atas dengan lubang berbentuk segi empat panjang berukuran
(5 x 10) em yang ditutup kain kasa untuk tempat mengoleskan makanen
lalat yang terdiri dari protein hydralisa, madu dan air. Sisi sam
ping dengan lubang berbentuk segi 4 sama sisi, berukuran (20 x 20)
Cm yang diberi kain kasa memanjang kesamping ± 30 em untuk memasuk
kan pupa, airJ kuli t buah apel sebagai tempat bertelur stadium imago
(foto 1).
2. Stoples gelas ukuran ( 13 x 23) G'm untuk pupasi.
3• Botol gelas ukuran (6 X 8) em untuk pengujian kesuburan lalat de-
was a.
4. Nampan plastik terdiri dari bermacam-macam ukuran yaitu :
ukuran 15 x 20 x 5 em. untuk t~mpat media buatan dan .. pupasi
ukuran 7 X 7 X 3 em untuk tempat pembiakan larva
ukuran 7 x 7 x 5 Cm untuk tempat air guna menjaga kelembaban di
dalam kurungan pembiakan dan kelangsungan hidup bagi stadium imago.
5. Timbangan, kantong plastik untuk menimbang bahan, galas ukur, panci
aluminium untuk merebus wortel kering, dan katul, kompor plastik,
blender listrik, alat pengaduk, kain kasa
•
II. 2. Jalan Peneli tian
Pelaksanaan kerja dapat dibagi menjadi·3 tahap yaitu:
1. Pemeliharaan stock hevan uji yai tu dengan cara mengumpulkan buah
belimbing busuk atau ham.pir busuk karena telah terinfeksi larva
Dacus dorsalis Hendel dari pasar-pasar a tau j atuhan dari pohon di
kebun. (f'oto 2), di tempatkan dalam kantong plastik ukuran 2 kg.
9
Di laboratorium buah diletakkan diatas saringan plastik yang dips
sang dibagian'tengah-tengah ember plastik ukuran 3 kg. Pemasangan
saringan ini bertujuan agar supaya cairan yang keluar dari buah ba
sil proses pembusukan dapat menetes pada dasar ember, sehingga lar
va·. tidak mati karena tergenang air tersebut. Setelah larva mencapai
instar terakhir yaitu ditandai gerakan melenting, maka dengan kuas
kecil yang dibasahi air, larva dipindah ke botol ukuran (13 x 23)
em, yamg sebelumnya pada dasarnya telah diisi serbuk gergaji yang
dibasahi sediki t air agar kelembaban sama dengan tanah, setebal 2 -
3 em. Larva segera masuk kedalam eerbuk gergaji untuk pupasi.
Botol di tutup kain kasa dan diletakkan diatas piring cekung yang
diberi sediki t air untuk menghindari semut (f'oto 3).
Setelah ± 5 hari, pupa dipisahkan dari serbuk gergaji dengan cara
di ayak. Pupa dihitung dan diletakkan pada nampan ukuran {7 x 7 x 5)
em, lalu dimasukkan dalam kurungan stock lalat devasa (foto 4), ± 5 hari berikutnya, stadium imago telah muncul (foto 5). Guna memacu produktivi tas telur, stadium imago diberi makan yang
terdiri dari protein hydralisa, madu yang dicairkan dengan air ha
ngat, dengan pipet di teteskan pada bagian kain kasa yang terletak
dibagian atas kurungan. Didalam kurungan dimasukkan nampan plastik
uk:uran (7 x 10 x 7) Cm untuk tempat air, bagian atas nampan diberi
karet spon, air hanya meresap pada karat spon, agar lalat tidak
mati karena masuk kedalam nampan yang berisi air. Air selain untuk
kelangsungan hidup lalat, juga menjaga kelembaban di dalam kurungan
( foto 6). Kurang lebih 21 hari setelah lalat muncul dari pupa, d1
dalam kurungan mulai dimasukkan ~pan sebagai tempat untuk menyi
sipkan telur, berupa ku1i t buah apel yang diberi beberapa lubang
deri.gan menggunakan jarum benthol {foto 7).
Untuk membantu dan memudahkan lalat betina menyisipkan telur.
Setiap pagi kul1 t buah apel yang telah terinf'eksi telur lalat di
ambil dan diganti yang baru. Pengambilan dan perhi tungan telur di.
lakukan dibawah mikroskop.
2. Pemruatan media wortel dan katul untuk pemeliharaan larva ~
dorsalis Hendel di laboratorium.
10
Komposisi makanan untuk me<Ua wortel yang digunakan di sesuaikan
dengan kompo~isi media wortel untuk pemeliharaan larva Dacus t;yoni
Fro.;gatt yang secara terus menerus telah dilakukan di laboratorium
Department of Primary Industries, Queensland Bresbane Australia
(DREW, 1983, kontak pribadi)*•
Sedang media ka tul sediki t mengalami modifikasi, susunannya secara
keseluruhan tertera pada label dibawah ini
Tabel 1 : Komposisi media wortel dan katul untuk pemeliharaan lar
va~ dorsalis Hendel yang telah mengalami modifikasi. * (DREW, 1983, kontak pribadi) •
wortel kering
katul
brewers' yeast
Nipogin
Hcl
! aquadesh -
! media
! wortel
! media
! katul
------------------------------------300 gr
.300 gr
100 gr 100 gr
10 gr 10 gr
21 ml 21 ml·
2000 ml 1650 ml . ----
*• Sewaktu peneliti mengikuti training lalat bueh (Diptera, Tephritidae)
di Department of Primary Industries, Queensland, Australia 1983
sampai dengan 1984.
11
Cara kerja
a. Untuk media wortel adalah sebagai berikut :
wortel kering di tambah 1000 ml aquadesh kemudian direbus sampai
wortel menj adi setengan matang, kemudian dimasukkan didalam blender
bersama sisa air rebusan, di tamabah brevers 1 yeast, Nipe.gin, Hcl
dan 1000 ml sisa aquadesh yang belum digunakan, kemudian blender
dihidupkan sampai semua bahan halus dan tercampur rata, blender
dimatikan dan media di tuang d.idalam nampan ukuran ( 15 x 20 x 5) Om
didinginkan 'selama kurang lebih 3 jam, baru dapat digunakan sebagai
media pemeliharaan.
b. Untuk media katul, caranya seperti membuat media vortel, hanya ber
beda pada jumlah air yang d.icampurka".
3. Pengamatan menge~ai pengaruh 2 macam media yaitu wortel dan katul
terhadap :
a. Jumlah telur ·yang berhasil menj adi pupa
Pengamatan dimulai dengan cara mengambil :300 .telur dari stock
hewan uji, yang diillloculasikan pada media wortel diletakkan
pada nampan plastik ukuran (7 x 7 x 3) em kemudian nampan ini
diletakkan pada nampan berukuran lebih besar yai tu ( 15 x 20 x 5)
em bagian dacar diisi serbuk gergaji ditambah sedikit air se
bagai tempat pupasi, .dan JQO telur lainnya pada media katul.
~iasing-masing dengan 5 kali ulangan (foto 8).
Setiap pagi d.iamati baik keadaan media maupun lama stadium
telur dan larva, sampai mencapai stadium pupa. Kemudian pupa
dipisahkan dari serbuk gergaji dengan cara di ayak, lalu dihi
tung j umlah pupa yang ada.
b. Jumlah pupa yang berhasil menj adi imago dengan cara mengambil
secara random masing-masing pada 5 x ulangan 100 pupa dari hasil
3a. Dimasukkan didalam botol ukuran (6 x 8) Cm bagian atas di
tutup kain kasa dan botol ini diletakkan pada piring cekung
yang diberi sediki t air untuk menghindari semut. Diamati sam
pai stadium imago muncul.
c. Berat dan panj ang pupa yai tu dengan cara mengambil 30 pupa se
cara random dari hasil 3a pada ke 2 macam media kemudian di tim
bang beratnya dan diukur panjangnya, lalu diadakan pencatatan.
12
d. Produkti vi tas telur per induk dengan car a yai tu mengambil 20
pasang lalat devasa dari basil 3b yang dimasukkan dalam botol
ukuran (6 X 8) Cm bagian atas ditutup kain kasa, untuk tempat makanan lalat devasa yang terdiri dari protein bydraliaa dan
madu yang dicampur dengan air hangat, yang di teteskan pada kain
kasa, botol ini diletakkan pada piring cekung yang diisi air
untuk menghindari semut. Setelah kurang lebib 21 bari, dimasuk
kan potongan kul1 t buah apel berbentuk segi 4 sama sisi (3 x 3)
em didalam botol dengan cara digantungkan dengan benang, setiap
pagi kuli t buah apel dig anti yang baru, dilakukan selama 10 ba
ri. Tiap pagi diadakan pengambilan dan perhitungan telur dari
kuli t buah apel yang dipasang didalam botol terse but. Pekerj aan
ini dilakukan dibavah mikroskop.
Untuk menghitung jumlah telur per induk per hari yaitu dengan
menjumlahkan semua telur yang diperoleh dari kulit buah apel
selama 10 bari, kemudian dibagi 20.
e. Persentase pemuaculan pupa dari stadium telur yai tu dengan cera
mengambil basil telur hari ke-5 dan ke-6, dari basil Jd, kemu
dian diimokulasikan pada ke 2 macam media tersebut. Ditunggu
sampai terbentuknya stadium pupa, dihi tung jumlah pupa yang
muncul dari masing-masing media.
Cera pemelibaraan dari stadium pupa seperti yang dilakukan pa
da no 3a.
Persentase pemunculan pupa dihitung dengan ·rumus :
Keterangan
p = ~ X 100 %
p = persentase pemunculan pupa pada tiap media
a = j umlah pupa yang terj adi a tau muncul pada
tiap media
b = j umlah telur yang dimokulasikan pada tiap
media.
f. Persentase pemunculan imago dari stadium pupa dilakukan dengan
cera menggunakan basil pupa yang muncul dari basil }e. Kemudian
dihi tung jumlah stadium imago yang berbasil muncul dari basil
3e.
13
Cara pemeliharaan dari stadium pupa sampai dengan stadium imago
seperti cara 3~
g. Daur hidup dimulai sej ak: telur dimokulasikan pada 2 macam media ,
hingga stadium imago mampu menghasilkan telur.
Selama pengamatan daur hidup dicatat pula lam~a tiap-tiap
stadium perk-ambangan yaitu telur> larva, pupa, imagm.
Pengamatan ini dimulai ·dari 3a sampai dengan Jd •
. II. J. CARA ANALISIS
Dalam peneli tian ini menggunakan pula percobaan CRD. (Completely Ram
domized Design) Sub Sample dan untuk membandingkan pengaruh dari dua
media terhadap lamanya tiap-tiap stadium perkembangan diuji deng
t test.
14
III. HASIL PENELITIAN DAN PE>iBAHASAN
Peneli tien ini dilakuk:an di la bora torium Radiasi, Fakul te.s Biologi.
UGM. Yogyakarta. Mulai tanggal 15 Juli sampai dengan tanggal 10 Novem
ber 1985.
Secara umum basil yang diperoleb untuk mengetahui perbedaan penga
ruh penggunaan katul dan wortel sebagai media terhadap :
1. I.a.Dlan1a daur hidup termasuk lamanya waktu yang di butuhkan pads tiap
tiap stadium . 2. Fekunditas termasuk produksi telur per induk, persentase pemunculan
pupa dan imago
J. Ukuran pupa termasuk berat dan panjang pupaJdapat di kaji dengan
analisa Varian CRD Sub Sample, tertera pads tabel sebagai berikut :
TABEL 2
! No I Pengujian I taraf uji F ! basil
l 1 1 Perbedaan pengaruh penggunaan 1
l I katul dan wortel
2 Perbedaan pengaruh penggunaant
katul dan wortel terbadap 1
5 %
5 %
Tidak berbeda
nyata
Tidak berbeda
nyata -~-fec~~!_ ________ _L _____ l ________ _
.3 Perbedaan pengaruh penggunaan!
katul dan wortel terbadap
ukuran pupa
5 % Tidak berbeda t
nyata
------------------------------·----------------------------------Secara terperinci basil yang diperoleh untuk mengetabui apakah ada perbedaan antara :
1. Lama stadium telur
2. Lama stadium larva
.3. Lama stadium pupa 4. Lama stadium imago
5. Perser.tase munculnya pupa
6. Per-sentase munculnya imago
15
7. Berat pupa
8. Panj ang pupa.
yang masing-masing dipelihara pada media wortel dun katul dapat di
kaji dengan t test tertera pada tabel sebagai berikut :
TABEL 3
Hasil Uji t test sebagai berikut :
----·--------- -------- - --------------·----! No Pengujian perbedaan 1 taraf uji t ! hasil -----------·-------------------------·-----
1 Lama stadium telur 5 % Tidak beda nyatal 2 Lama stadium larva 5 % Tidak beda nyata!
3 Lama stadium pupa 5 % Tidak beda nyata!
4 Lama stadium imago 5 a! Ada beda nyata I i3
5 Persentase pemunculan pupa 5 % Tidak beda nyatar
6 Persentase pemunculan imago! 5 % Tidak beda nyatat
7 Beret pupa 5 % Tidak beda nyatal
8 I Panjang pupa 5 % Ada beda nyata ------- -------------------- ------Hasil produksi telur per induk rata-rata pada media wortel :
9,1 sedang pada media katul 6,1. Dari hasil analisa Varian CRD Sub Sample (Tabel 2), maka seca
ra umum ke 2 media tidak ada beda nyata artinya tidak ada perbeda
an pengaruh penggunaan katul dan wortel sebagai media dasar.
Dengan uji t test yang tertera pada (Tabel 3) diatas, ternyata
beda nyata hanya pada pengujian lamanya stadium imago dan panjang
pupa artinya penggunaan katul dan wortel sebagai media dasar ada
perbedaan pengaruh terhadap lamanya stadium imago dan panjang pupa.
Beda nyata stadium imago ini mungkin dipengaruhi oleh faktor
luar khususnya didalam kurungan pemeliharaan yaitu misal temperatur
kelembaban dan intensi tas cahaya. Karena terutama intensi tas caha
ya sangat mempengarubi kemasakan sexual, masa ka'Win dan produkti
vi tas telur (Hi tchell, et al, 1966). Dengan demikian secara tidak langsung akan mempengaruhi lamanya
stadium imago.
Sebab selama pengamatan, intensitas cahaya dalam kurungan pemeli
haraan kurang diperhatikan dan tidak diadakan pengukuran intensi
tasnya.
16
Beda nyata pada panjang pupa, mungkin disebabkan adanya perbe
daan kandungan air an tara media katul dan wortel. Media ka tul lebih
cepat kering bila dibanding media wortel. (Hatmo Suwarno, 1979),
sehingga akan berpengaruh terhadap panj ang pupa pada ke 2 media
terse but.
Hasil produksi telur rata-rata per induk pada media wortel 9,1
sedang pada media katul 6, 1. Dengan analisa Varian CRD Sub Sample
(Tabel 2) tidak beda nyata. Karena produksi telur dipengaruhi oleh
jenis makanan yang diberikan selama stadium imago. Hakanan imago
yang diberikan selarna penelitian adalah protein hydralisa, madu dan
air. l~enurut Hagen ( 1958) bahwa zat-zat tersebut diatas dapat rne
rangsang dan mempertinggi produksi telur.
fl
IV. Kesimpulan
Dari basil pengamatan dan pembahasan tersebut dapat diambil kesi~
pulan sebagai berikut :
Berdasarkan l~a daur hidtip, fekunditas, ukuran pupa, persen
tase pemunculan pupa, persentase pemunculan imago dan produksi telur
per induk Dacus dorsalis Hendel sebagai parameter, ternyata pengguna
an baik media katul maupun wortel tidak ada beda nyata. ' Sehingga dapat disimpulkan bahwa katul dapat dipakai sebagai pe~
ganti bahan dasar yang harganya relatif mahal bila dibanding dengan
harga katul.
18
V. Daftar Pus taka
Anonim, 1982. Laporan hasil survai lalat buah 1981/1982, Proyek Pem
binaan dan Pengembangan Karan tina Pertanian, Jakarta.
Borror, D.J., D.M. Delong and C.A. Tripleharn, 1976. An Introduction
to the Study of Insect. hal 852. Halt, Rinehart and Winston,
New York.
Christenson, L.D., R.H. Foote, 1960. Biologi of FrUit Flies Annual
Review _of Entomology. Entomologi Research Division, Agricul
ture.! Research, U.S. Department of Agriculture 5 : 171 - 190.
Drew, R.A.I., G.H. Hooper and M.A. Bateman, 1978 • Economic Fruit
Flies of the South Pasific Region hal 137. watson Fergusson
& Co Bresbrme.
Essig, E.O., 1942. College Entomology hal 900. The Mac l·1illan Company.
New York.
Frimey, G.L.A. Fortified Carrot Medium for Mass - Culture of the
Oriental Fruit Fly and Certain other Tephri tidae. Jnl of
Economic Entomology. 49 : 134- 135.
Kalshoven, L.G.E., 1981. The Pest of Crap In Indonesia. hul 701. P.T.
Ichtiar Baru - Ve.n Hoeve. Jakarta.
Hagen, K.S. 1958. Honeydew as an Adult Fruit Fly Diet Affecting Re
production International Congress of Entomology, 3 : 25 - JQ.
Hardy, D.E. 1973. The Fruit Flies (Tephritidae; Diptera) of Thailand
and bardering Countries, Pacific Insects Honograph 31.
----- 1974. The Fruit Flies of Phillipines (Diptera-Tephri tidae). Pacific Insects M•nograph 32.
Hatmosoewarno, s., 1979. Pemeliharaan Serangga dan Hubungannya dengan
Tehnik Pemandulan Untuk Pembrantasannya. Lembaga Pendidikan
Perkebunan Yogyakarta.
Hooper, G.H.S. 1978. Rearing Larva of the Queensland Fruit Fly, Dacus
tryoni (Froggatt) (Diptera; Tephri tidae) on A Brand Based
Medium. J. Aust. ent. Soc. 1978; 17 : 143 - 144. Nichida, T. and H.A. Bess. 1957. Studies on the Ecology And Control
of the Melon Fly Dacus (Stumeta) cucurbitae Coquill~tt
( Dipter ; Tephri tidae) Hawaii Agrienl tural Experimeilft Station,
University of Hawaii. Technical Bulletin No. 34 : 44 p.
Mitchell, s. and L.F. Steiner, 1966. Tephritid Fruit Flies .Y!!!!! ~
InsectColonization and Mass production, Entomology Research.
Division, Agricultural Research Service, u.s. Department of
Agriculture Honolulu, Havaii Ed By C.H. Smith. Chapter .38 555 - 58.3.
Prokopy. R.J. 1967. Artificial Diet For Apple Maggot Larva. Jnl of
Economic Entomology 60 : 1161 - 1162.
Untung, K., K. Anande.,J Santianavati., Sisvondo., and Sri Widodo 1980.
19
Usaha Mengulur Besarnya Hambatan Peningkatan Produksi Sayuran
Dan Buah-buahan oleh Serangan Lalat Buah (Tephritidae, Diptera)
di Java Tengah. Proyek Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teh
nologi Direktorat Pembinaan Peneli tian dan Pengabdian pada
Hasyarakat Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen ·
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. SP3 Nomer
.302/PIT DPPH/416/1980 tanggal 15 Februari 1980.
20
LAMPIRAN 1
Foto 1
Keterangan Hodel kurung<n untuk pemeliharan stadium imago
~·. ·.
20
LAMPIRAN 1
Foto 1
Keterangan Hodel kurungtn untuk pemeliharan stadium imago
21
LAMPIRAN 2
Foto 2 - ~--~·-----·--- '"'"' -·-·
Keterangan Buah belimbing yang terinfeksi oleh larva Dacus dorsalis 3 - 118. tlfi,l •
Foto 3
Keterangan : Stoples untuk pupasi Dacus dorsalis Hendel
Bagian dasar stoples diisi serbuk gergaji.
22
LAMPIRAN 3
Foto 4 Keterangan Kelompok pupa yang dipersiapkan sebagai stock hewan uji,
yang terletak didalam kurungan pemeliharaan stadium imago.
"' I • I
23
LAMPIRAN 4
Foto 5 Keterangan Populasi Dacus dorsalis Hendel sebagai stock hewan UJ1
yang bergerombol didalam kain kasa yang terletak dibagien
sampin~ depan kurungan.
LAMPIRAN 5
;! - 1111. _,. •
Foto 6
Keterangan 1\ir yang meresap pada karet spon yang terletak didalam
kurungan pemeliharaan.