laporan minyak acc-
DESCRIPTION
don't di kopas ^^TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM II
APLIKASI PERUBAHAN KIMIA PANGAN
EVALUASI MUTU MINYAK GORENG
KELOMPOK IV
1. NURUL ILMI MUSRA (G31111009)
2. FITRI HAMZAH (G31111010)
3. RESKI AFRIANI OETAMI (G31111263)
4. SYARIF HIDAYAT S (G31111277)
5. INDRA YULIANA (G31111903)
6. AMRIDA AKKAS (G31109275)
ASISTEN :
1. RESKIATI WIRADHIKA ANWAR
2. NUR AZIZAH AMIN
3. MUKARRAMAH LUBIS
LABORATORIUM KIMIA ANALISA DAN PENGAWASAN MUTU PANGAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Minyak goreng umumnya berasal dari minyak kelapa sawit. Bahan cair
ini banyak bersumber dari nabati dan mengandung omega 9, vitamin A, D, E
dan K. Hingga saat ini, minyak goreng merupakan salah satu bahan yang
banyak digunakan dan diminati masyarakat pada umumnya. Aneka jenis
bahan pangan dapat diolah dengan menggunakan bahan cair ini. Bahkan
gorengan menjadi salah satu makanan populer yang paling banyak digemari
oleh semua kalangan karena harganya yang cukup terjangkau dan
memberikan rasa gurih.
Minyak goreng sangat mudah dijumpai karena telah beredar luas di
pasaran dengan berbagai jenis merek yang ditawarkan. Ibu rumah tangga dan
pedagang gorengan merupakan konsumen dengan presentase paling tinggi,
sehingga bahan makanan cair ini selalu tersedia di setiap dapur rumah dan
gerobak-gerobak para penjual jajanan gorengan. Kualitas pangan hasil
penggorengan juga ditentukan oleh minyak goreng yang digunakan. Namun
tidak sedikit diantara ibu rumah tangga dan penjual gorengan yang
mengetahui mutu minyak goreng yang mereka gunakan, apalagi jika minyak
goreng tersebut telah digunakan berulang kali, konsumen pun yang berperan
sebagai penikmat gorengan juga tidak mengetahui mutu minyak goreng yang
digunakan oleh penjual gorengan selama menggoreng apakah minyak yang
masih segar atau justru sebaliknya menggunakan minyak jelantah.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan praktikum yang berjudul
evaluasi mutu minyak goreng dan bagaimana pengujian minyak goreng yang
layak untuk dikonsumsi.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Untuk mengetahui mutu minyak goreng segar dan minyak hasil pemakaian
penggorengan pangan.
2. Untuk mengetahui penyebab-penyebab penurunan mutu pada minyak
goreng hasil penggorengan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Minyak Kelapa Sawit
Minyak kelapa sawit merupakan minyak yang diperoleh dari
pengolahan buah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Minyak kelapa sawit
sama seperti minyak nabati pada umumnya yaitu senyawa yang tidak larut
dalam air dan komponen penyusun utamanya adalah trigliserida dan
nontrigliserida. Trigliserida merupakan ester dari gliserol dengan tiga molekul
asam lemak. Makin tidak jenuh molekul asam lemak dalam komponen
trigliserida, maka akan semakin rendah titik beku atau titik cair minyak
tersebut. Sehingga pada suhu kamar biasanya berada pada fase
cair (Pasaribu, 2004).
Minyak kelapa sawit ada dua macam yaitu minyak sawit dan minyak
inti sawit. Minyak sawit berasal dari hasil pengepresan daging buah sawit
yang menghasilkan CPO (Crude Palm Oil). Minyak sawit kasar (CPO) sangat
kaya mikronutrien seperti karotenoid (provitamin A), tokoferol, tokotrienol
(vitamin E) dan sitosterol. CPO masih mengandung non gliserida seperti asam
lemak bebas, air, beberapa unsur logam dan kotoran lain. Oleh karena itu
harus dilakukan pemurnian lanjutan yaitu melalui degumming, netralisasi dan
deodorisasi sehingga dihasilkan minyak yang tidak berbau (Rephi, 2007).
Karakteristik dan komposisi dari minyak kelapa sawit dapat dilihat pada
tabel di bawah ini (Budhikarjono, 2007) :
Tabel 01. Karakteristik dan komposisi minyak kelapa sawit
Keterangan Range Nilai
Karakteristik Angka iod 49,2-58,9
Angka penyabunan 200-205
Asam lemak jenuh (% berat)
Miristat 0,5-6
Palmitat 32-45
Stearat 2-7
Asam lemak tak jenuh (% berat)
Hexadecenoat 0,8-1,8
Oleat 38-52
Linoleat 5-11
Sumber : Budhikarjono, 2007
B. Minyak Goreng
Minyak goreng yang digunakan pada saat penggorengan berfungsi
sebagai penghantar panas. Minyak goreng adalah minyak yang diperoleh
dengan cara memurnikan minyak makan nabati. Minyak nabati merupakan
minyak yang diperoleh dari serealia (beras, jagung, gandum, dan
sebagainya), kacang-kacangan (kacang kedelai, kacang tanah, dan
sebagainya), palma-palmaan (kelapa dan kelapa sawit) serta biji-bijian (biji
bunga matahari, biji wijen, dan sebagainya) (Nugraha, 2004).
Kualitas minyak goreng sangat ditentukan oleh kandungan asam
lemak dari minyak tersebut. Komponen asam lemak tersebut akan
mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan stabilitas minyak selama proses
penggorengan. Selain komponen asam lemaknya, stabilitas minyak goreng
dipengaruhi pula derajat ketidakjenuhan asam lemaknya, penyebaran ikatan
rangkap dari asam lemaknya, serta bahan-bahan yang dapat mempercepat
atau memperlambat terjadinya proses kerusakan minyak goreng yang
terdapat secara alami atau yang sengaja ditambahkan (Winarno, 2002).
Syarat mutu minyak yang telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi
Nasional (BSN) dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 02. Syarat mutu minyak goreng (SNI 01-3741-2002)
KRITERIA UJI SATUAN SYARAT
Keadaan bau, warna dan rasa - Normal
Air % b/b Maks 0.30
Asam lemak bebas (dihitung sebagai asam laurat)
% b/b Maks 0.30
Bahan Makanan Tambahan Sesuai SNI. 022-M dan Permenkes No.
722/Menkes/Per/IX/88
Cemaran Logam : - Besi (Fe) - Tembaga (Cu) - Raksa (Hg) - Timbal (Pb) - Timah (Sn) - Seng (Zn)
Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg
Maks 1.5 Maks 0.1 Maks 0.1
Maks 40.0 Maks0.005
Maks 40.0/250.0)*
Arsen (As) % b/b Maks 0.1
Angka Peroksida % mg 02/gr Maks 1
Catatan * Dalam kemasan kaleng Sumber : Standar Nasional Indonesia
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih minyak
goreng yang baik menurut Febriansyah (2007) yaitu :
1. Minyak goreng harus memiliki umur pakai yang lama dan ekonomis.
2. Tahan terhadap tekanan oksidatif.
3. Memiliki kualitas seragam.
4. Mudah untuk digunakan, baik dari segi bentuk (fluid shortening lebih
mudah daripada solid shortening) maupun dari kemudahan pengemasan.
5. Memiliki titik asap yang tinggi dan kandungan asapnya rendah setelah
digunakan untuk menggoreng.
6. Mengandung flavor alami dan tidak menimbulkan off flavor pada produk
yang digoreng
7. Mampu menghasilkan tekstur, warna, dan tidak menimbulkan pengaruh
greasy pada permukaan produk.
C. Sifat-Sifat Minyak
Sifat-sifat dari suatu minyak terdiri dari sifat fisik dan sifat kimia. Sifat
fisik minyak goreng merupakan penampilan fisik yang terlihat dari minyak
goreng. Penampilan fisik dari suatu minyak goreng, dapat menggambarkan
kualitas minyak tersebut. Sifat fisik minyak goreng meliputi warna, bau amis,
odor dan flavor, kelarutan, titik cair dan polimerisasi, titik didih, titik lunak, shot
melting point, berat jenis, indeks bias dan kekeruhan (Priyatno, 1991).
Minyak goreng biasanya berwarna kekuningan akibat adanya pigmen
α dan Β karoten, xanthofil dan anthosianin, sedangkan baunya tergantung dari
sumber minyak goreng, misalnya minyak goreng yang berasal dari minyak
kelapa sawit memiliki bau khas seperti kelapa sawit yang disebabkan karena
adanya senyawa beta-ionone. Minyak goreng memiliki rantai karbon yang
panjang sehingga minyak goreng cenderung bersifat non polar. Sesuai teori
like dissolve like, suatu zat dapat larut dalam suatu pelarut jika memiliki
polaritas yang sama, yaitu zat polar larut dalam pelarut polar dan tak larut
dalam pelarut non polar. Untuk itu karena minyak bersifat non polar maka
minyak larut dalam pelarut non polarseperti dietil eter, n-heksana tetapi tak
larut dalam pelarut polar seperti air (Bayu, 2007).
Sifat kimia minyak goreng berhubungan dengan komponen-komponen
yang ada di dalam minyak. Sifat kimia dari minyak antara lain: hidrolisa,
oksidasi, hidrogenasi, esterifikasi, dan pembentukan keton. Reaksi hidrolisa
yang dapat menyebabkan kerusakan pada minyak atau lemak terjadi akibat
adanya air dalam minyak tersebut. Hidrolisa minyak atau lemak akan
menghasilkan asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi ini akan
menyebabkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut (Priyatno, 1991).
Titik leleh minyak goreng berhubungan dengan kandungan jenis asam
lemak penyusun minyak. Minyak goreng yang kaya kandungan lemak jenuh
atau tak jenuh dapat dibedakan dengan melihat titik lelehnya. Semakin
banyak mengandung lemak jenuh, minyak goreng akan semakin mudah
membeku (Bayu, 2007).
D. Perubahan Sifat Fisiko Kimia Selama Proses Penggorengan
Masalah perubahan sifat fisiko kimia minyak selama penggorengan
telah menjadi perhatian para ahli teknologi pangan. Hal ini terkait dengan
proses penggorengan yang melibatkan suhu tinggi yang dapat menurunkan
mutu minyak dan bahan pangan yang digoreng. Ada perubahan besar yang
terjadi selama proses deep fat frying, yaitu: (1) perubahan fisik, seperti
transfer komponen air dari dalam bahan ke minyak goreng, penguapan air
bahan, migrasi minyak ke dalam bahan atau sebaliknya, (2) perubahan kimia
sebagai pengaruh dari suhu dan migrasi air dari bahan pangan ke minyak,
dan (3) interaksi kimia antara minyak goreng dengan komponen alami dari
bahan yang digoreng (Febriansyah, 2007).
Dalam proses perubahan sifat fisiko kimia minyak ada tiga hal utama
yang mempercepat proses perubahan tersebut menurut Bayu (2007), yaitu :
1. Keberadaan komponen air di dalam bahan pangan yang digoreng yang
dapat menyebabkan reaksi hidrolisis minyak.
2. Oksigen dari atmosfer yang dapat mempercepat reaksi oksidasi minyak.
3. Suhu proses yang sangat tinggi yang berdampak pada percepatan proses
kerusakan minyak.
Proses pemanasan minyak pada suhu tinggi dengan adanya oksigen
akan mengakibatkan rusaknya asam-asam lemak tak jenuh yang terdapat di
dalam minyak, seperti asam oleat dan asam linoleat. Kerusakan minyak akibat
pemanasan dapat diamati dari perubahan warna, kenaikan kekentalan,
peningkatan kandungan asam lemak bebas, kenaikan bilangan peroksida,
dan kenaikan kandungan urea adduct forming esters. Selain itu, dapat pula
dilihat terjadinya penurunan bilangan iod dan penurunan kandungan asam
lemak tak jenuh. Minyak yang digunakan untuk proses penggorengan akan
mengalami empat perubahan besar, yaitu: perubahan warna, oksidasi,
polimerasi, dan hidrolisis. Hasil penelitian membuktikan bahwa pemanasan
berulang menurunkan mutu minyak goreng. Minyak yang telah dipakai
secara berulang-ulang akan berubah warna menjadi gelap, kental, berbau
tengik, dan berbusa. Pembentukan flavor yang menyimpang juga sering
terjadi pada minyak goreng yang telah digunakan selama proses
penggorengan (Febriansyah, 2007).
E. Total Polar Materials (TPM)
Secara alami minyak tersusun dari senyawa yang bersifat nonpolar.
Namun, pada kenyataannya pada minyak terdapat pula molekul-molekul
polar. Hal ini karena adanya impurities dan senyawa-senyawa hasil degradsi
dari minyak. Pada minyak goreng, komponen polar didefinisikan sebagai
molekul-molekul yang hilang dalam kolom setelah elusi pertama pada saat
minyak yang telah dipanaskan diuji dengan menggunakan kromatografi kolom
silika gel (Pike, 1998).
Nilai TPM akan mengalami kenaikan selama proses penggorengan.
Pada saat minyak mencapai suhu penggorengan dan produk dimasukkan
maka proses konversi dari trigliseida akan mulai terjadi. Semakin lama proses
penggorengan berlanjut minyak akan semakin rusak dan komponen polar
pada minyak akan semakin bertambah. Oleh karena itu, komponen polar
dapat dijadikan untuk menghitung degradasi total dari minyak
goreng (Stier, 2001).
Simposium Internasional ke-3 deep frying yang diselenggarakan pada
tahun 2000 di Hagen, Westphalia, Jerman, merekomendasikan TPM (Total
Polar Materials) sebagai uji yang harus dilakukan untuk menentukan kualitas
minyak goreng. Pada simposium ini ditentukan nilai TPM maksimal
sebesar 24%. Selain TPM, komponen polimer juga direkomendasikan sebagai
parameter kualitas minyak dengan batas maksimal 12% (DGF, 2001).
F. Asam Lemak Bebas (ALB)
Asam lemak bebas merupakan sifat yang paling luas digunakan
dalam mengontrol kualitas minyak. Pada saat minyak digunakan, pada awal
proses asam lemak bebas dihasilkan melalui proses pemecahan oksidasi.
Namun, pada tahap selanjutnya asam lemak bebas dihasilkan dari proses
hidrolisis yang disebabkan karena adanya air. Semakin tinggi asam lemak
bebas yang terkandung dalam minyak menandakan semakin menurun mutu
minyak goreng (Febriansyah, 2007).
Kadar asam lemak bebas merupakan penentuan dari jumlah
rantai asam lemak hasil hidrolisis ikatan trigliserida yang belum
didegradasi menjadi komponen tak tertitrasi atau mungkin dibentuk melalui
proses oksidasi. Jumlah asam lemak di dalam minyak dinyatakan dengan
persen (%) (Priyatno, 1991).
Reagen yang digunakan dalam penentuan ALB berdasarkan
Febriansyah (2007) adalah sebagai berikut :
1. Alkohol
Alkohol adalah senyawa yang molekulnya memiliki suatu gugus
hidroksil, yang terikat pada suatu atom karbon jenuh. Dalam penentuan
Asam Lemak Bebas (ALB) alkohol berfungsi agar minyak dapat larut
sehingga mudah di titrasi karena minyak tidak larut dalam air. Tapi minyak
ditambahkan alkohol tidak bercampur begitu saja untuk itu dibutuhkan
pemanasan terlebih dahulu mengunakan hot plate sehigga minyak larut
seluruhnya.
2. NaOH (Natrium Hidroksida)
Pada percobaan ini metoda yang digunakan adalah metoda titrasi
dengan larutan standar NaOH 0.1 N. Titrasi dengan NaOH dimaksudkan
agar tercapai titik ekivalen dimana jumlah mol ekivalen titran sama
dengan jumlah mol ekivalen produk.
3. Indikator PP (Phenolpthalein)
Indikator yang digunakan pada pratikum ini yaitu indikator PP.
Indikator PP disini berfungsi untuk menentukan titik akhir yaitu ditandai
dengan perubahan warna indikator PP menjadi merah muda.
III. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum Aplikasi Perubahan Kimia Pangan mengenai Evaluasi Mutu
Minyak Goreng ini dilakukan pada hari Selasa, 25 September 2012, pada
pukul 10.00 – 13.30 WITA, bertempat di Laboratorium Kimia Analisa dan
Pengawasan Mutu Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan,
Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
- pengaduk - gelas kimia
- timbangan analitik - burret
- hotplate - konstanta dielektrik
- gelas erlenmeyer - pipet tetes
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
- minyak goreng segar
- minyak hasil penggorengan makanan ringan di warung
- minyak hasil penggoerangan makanan sehari-hari di warung
- minyak hasil penggorengan di rumah
- alkohol
- larutan indikator pp (phenoptalin)
- larutan NaOH 0,1 N
- kertas label
- air hangat
- aluminium foil
- tissue roll
C. Prosedur Praktikum
Prosedur praktikum yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Disiapkan bahan barupa minyak goreng
2. Dilakukan pengujian asam lemak bebas dengan tahapan sebagai berikut :
- sampel diaduk kemudian ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukkan
ke dalam gelas erlenmeyer.
- dicampurkan 50 mL alkohol lalu dipanaskan dengan suhu 50-75º C
(hingga mendidih).
- ditambahkan 3 tetes indikator pp (phenopthalin).
- dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terbentuk larutan berwarna merah
muda.
- dicatat volume NaOH yang digunakan.
- dilakukan perhitungan kadar ALB dengan rumus :
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝐿𝐵 =V𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 256 𝑥 𝑀𝑁𝑎𝑂𝐻
1000 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 100%
3. Dilakukan pengujian Total Polar Materials (TPM) :
Pengukuran kandungan materi polar dilakukan dengan
menggunakan alat TPM meter konstanta dielektrik sebagai berikut :
- sampel minyak dipanaskan minimal 40º C.
- alat ukur TPM (konstanta dielektrik) dimasukkan ke dalam minyak
sampai semua sensor terendam.
- alat ukur dinyalakan dan ditunggu 10 detik
- dicatat kandungan TPM yang muncul pada display alat ukur.
4. Dilakukan uji organoleptik terhadap segi warna dan aroma.
D. Perlakuan Praktikum
Perlakuan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
A1 = Minyak goreng segar
A2 = Minyak goreng hasil penggorengan makanan ringan di warung
A3 = Minyak goreng hasil penggorengan makanan sehari-hari di warung
A4 = Minyak goreng hasil penggorengan di rumah
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 03. Hasil Praktikum Pengukuran %ALB, %TPM, Warna, dan Aroma pada Minyak Goreng
No Perlakuan Pengamatan
ALB (%) TPM (%) Warna Aroma
1 A1 1 0,502 11,0 Sangat suka Sangat suka
2 A1 2 0,204 11,0 Sangat suka Sangat suka
3 A2 1 0,54 19,0 Agak suka Agak suka
4 A2 2 0,56 18,5 Tidak suka Agak suka
5 A3 1 0,56 16,0 Agak suka Tidak suka
6 A3 2 0,204 14,5 Tidak suka Tidak suka
7 A4 1 0,25 11,5 Suka Tidak suka
8 A4 2 0,51 28,0 Tidak suka Tidak suka
Sumber : Data Sekunder Praktikum Aplikasi Perubahan Kimia Pangan, 2012.
Keterangan : A1 : Minyak goreng segar
A2 : Minyak goreng hasil penggorengan makanan
ringan di warung
A3 : Minyak goreng hasil penggorengan makanan
sehari-hari di warung
A4 : Minyak goreng hasil penggorengan di rumah
B. Pembahasan
Praktikum ini untuk mengevaluasi mutu dari suatu minyak goreng.
Adapun bahan yang digunakan adalah minyak goreng segar dan minyak
goreng hasil penggorengan makanan ringan di warung. Secara fisik, terdapat
perbedaan yang sangat mencolok antara minyak goreng segar dengan yang
tidak. Yang mana perbedaan itu dapat dilihat secara kasat mata tanpa harus
melalukan suatu penelitian. Perbedaan itu terlihat dari segi warna, aroma,
dan juga kekentalan. Minyak goreng bekas atau minyak jelantah berwarna
gelap, agak kental, dan juga berbau tengik. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Febriansyah (2007), yang menyatakan bahwa pemanasan berulang
menurunkan mutu minyak goreng. Minyak yang telah dipakai secara
berulang-ulang pada umumnya akan berubah warna menjadi gelap, kental,
berbau tengik, dan berbusa.
Hasil dari praktikum menunjukkan bahwa minyak goreng hasil
penggorengan makanan ringan di warung memiliki kadar ALB yaitu 0,56%.
ALB minyak tersebut sudah melewati ambang batas persentase asam lemak
bebas yang ditetapkan oleh SNI 01-3741-2002, yang menyatakan syarat
kandungan asam lemak bebas maksimal adalah 0,30%. Hal ini terjadi karena
bahan makanan yang digoreng banyak mengandung air sehingga trigliserida
pada minyak pecah. Sesuai dengan pernyataan Febriansyah (2007) bahwa
pada saat minyak digunakan, pada awal proses asam lemak bebas
dihasilkan melalui proses pemecahan oksidasi. Namun, pada tahap
selanjutnya asam lemak bebas dihasilkan dari proses hidrolisis yang
disebabkan karena adanya air.
TPM (Total Polar Materials) yang terkandung dalam larutan minyak
goreng hasil penggorengan makanan ringan di warung diperoleh jumlah
sebesar 18,5%. Hal ini terjadi karena minyak yang digunakan sesuai dengan
suhu yang seharusnya dan proses penggorengannya tidak terlalu lama,
sehingga perpecahan TPM tidak terjadi. Sesuai dengan pernyataan
Stier (2001) bahwa nilai TPM akan mengalami kenaikan selama proses
penggorengan. Pada saat minyak mencapai suhu penggorengan dan produk
dimasukkan maka proses konversi dari trigliserida akan mulai terjadi.
Semakin lama proses penggorengan berlanjut minyak akan semakin rusak
dan komponen polar pada minyak akan semakin bertambah. Lebih dijelaskan
lagi pada simposium internasional ke-3 deep frying yang diselenggarakan
pada tahun 2000 di Hagen, Westphalia, Jerman, bahwa nilai TPM maksimal
yang terkandung dalam minyak goreng sebesar 24%.
Hasil praktikum evaluasi mutu minyak goreng, diperoleh warna coklat
gelap pada minyak goreng hasil penggorengan makanan ringan di warung.
Hal ini menyebabkan panelis tidak suka dengan warnanya. Perubahan warna
ini terjadi karena pengaruh warna yang dihasilkan dari bahan yang digoreng.
Pengukuran warna telah digunakan sebagai parameter kualitas minyak
goreng. Hal ini sesuai dengan pernyataan Priyatno (1991) yang menyatakan
bahwa penampilan fisik dari suatu minyak goreng dapat menggambarkan
kualitas minyak tersebut. Sifat fisik minyak goreng meliputi warna, bau amis,
odor dan flavor, kelarutan, dan sebagainya.
Hasil praktikum evaluasi mutu minyak goreng ini, panelis agak
menyukai aroma minyak goreng hasil penggorengan makanan ringan di
warung karena bau yang dihasilkan tidak tengik tetapi tidak juga
menghasilkan bau khas minyak. Aroma ini disebabkan karena bahan yang
digoreng tidak memiliki bau yang khas, sehingga minyak hasil
penggorengannya juga tidak ikut berbau. Ini berarti minyak gorengnya masih
bisa digunakan akan tetapi kualitas yang dihasilkan tidak begitu baik karena
aroma dari suatu minyak dapat digunakan sebagai parameter untuk
mengukur kualitas dari suatu minyak. Hal ini sesuai dengan salah satu syarat
mutu minyak goreng yang diatur dalam SNI 01-3741-2002, yang menyatakan
bahwa minyak baik adalah minyak yang memiliki aroma yang normal khas
minyak.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai
berikut :
1. Minyak goreng segar memiliki mutu yang lebih baik dibandingkan dengan
minyak hasil penggorengan pangan.
2. Penyebab terjadinya penurunan mutu minyak goreng hasil penggorengan
yaitu adanya kandungan asam lemak bebas (% ALB), terdapat komponen
polar (%TPM), dan terjadi perubahan warna serta aroma.
3. Saran
Saran yang dapat kami berikan untuk praktikum selanjutnya adalah
sebagai berikut :
1. Sebaiknya alat-alat laboratorium ditambah agar selama proses praktikum
berlangsung masing-masing kelompok dapat bekerja sendiri-sendiri tanpa
harus bergantian dengan kelompok lain.
2. Sebaiknya setiap proses yang berlangsung selama praktikum lebih
diperhatikan agar kesalahan-kesalahan seperti misalnya kesalahan dalam
menitrasi dapat dihindari
DAFTAR PUSTAKA
Bayu, Asep., 2007. Optimasi Komposisi Katalis Campuran Fe2(So4)3.Xh2o Dan H2SO4 Pekat Dalam Sintesis Metil Ester Melalui Reaksi Transesterifikasi Minyak Goreng Bekas dengan Metanol Sebagai Bahan Biodiesel. Skripsi. Sarjana Jurusan Kiimia. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB. Bogor.
BSN, 2002. Minyak Goreng. SNI 01-3741-2002. Badan Standardisasi Nasional.
Budhikarjono, Kusno. 2007. Perbaikan Kualitas Minyak Sawit Sebagai Bahan
Baku Sabun Melalui Proses Pemucatan Dengan Oksidasi. FTI-ITS.
Surabaya. DGF., 2001. Recommendation of symposium. The 4th International
Symposium onDeep-Fat Frying. Di dalam Febriansyah, Reza. 2007. Mempelajari Pengaruh Penggunaan Berulang dan Aplikasi Adsorben Terhadap Kualitas Minyak dan Tingkat Penyerapan Minyak Pada Kacang Salut. Skripsi. Sarjana Sarjana Jurusan Teknologi Pangan dan
Gizi. Fakultas Tenologi Pertanian. IPB. Bogor.
Febriansyah, Reza., 2007. Mempelajari Pengaruh Penggunaan Berulang dan Aplikasi Adsorben Terhadap Kualitas Minyak dan Tingkat Penyerapan Minyak Pada Kacang Salut. Skripsi. Sarjana Sarjana
Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Tenologi Pertanian. IPB. Bogor.
Nugraha, W.S., 2004. Kendali Adsorben Karbon Aktif dan Magnesium Silikat
dalam Efisiensi Pemakaian Minyak Goreng di Further Processing PT.Chaeroen Pokhand Indonesia-Serang. Skripsi. Sarjana Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Tenologi Pertanian. IPB. Bogor.
Pasaribu, Nurhida., 2004. Minyak Buah Kelapa Sawit. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Pike, O. A., 1998. Fat characterization. Di dalam Febriansyah, Reza. 2007.
Mempelajari Pengaruh Penggunaan Berulang dan Aplikasi Adsorben Terhadap Kualitas Minyak dan Tingkat Penyerapan Minyak Pada Kacang Salut. Skripsi. Sarjana Sarjana Jurusan Teknologi Pangan dan
Gizi. Fakultas Tenologi Pertanian. IPB. Bogor. Pratama, Rezki., 2010. Analisa Asam Lemak Bebas dalam CPO Minyak
Sawit. Padang : Universitas Negeri Padang
Priyatno, S., 1991. Evaluasi Mutu Minyak Goreng yang Digunakan dalam Proses Penggorengan Komersial. Skripsi. Sarjana Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Rephi, 2007. Gambaran Umum Produksi Minyak Sawit. Tersedia di
rhephi.wordpress.com. Diakses 26 September 2012. Stier, R. F. 2001. Finding Functionality in Fat and Oil.
www.preparedFood.com. Diakses pada 26 September 2012. Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan. PT. Gramedia. Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Organoleptik Warna Praktikum Evaluasi Mutu Minyak Goreng
Tabel 04. Hasil Uji Organoleptik Warna dari Minyak Goreng.
No Panelis A1 A2 A3 A4
1 2 1 2 1 2 1 2
1 Stevano 5 5 3 2 3 2 4 2
2 Ruslan 5 5 3 2 3 3 5 2
3 Aisyah 5 5 4 2 3 2 3 2
4 Fitri 5 5 3 2 3 2 3 2
5 Melani 5 5 4 3 3 2 3 1
6 Darma 5 5 3 2 3 2 4 2
7 Rais 4 4 3 2 3 2 3 1
8 Novi 5 5 3 2 3 2 4 2
9 Lia 5 5 3 2 3 2 4 1
10 Wana 5 5 3 2 4 2 4 1
Jumlah 49 49 32 19 31 21 37 16
Rerata 4,9 4,9 3,2 1,9 3,1 2,1 3,7 1,6
5 5 3 2 3 2 4 2 Sumber : Data primer Praktikum Aplikasi Perubahan Kimia Pangan, 2012.
Perlakuan : A1 = Minyak goreng segar
A2 = Minyak goreng hasil penggorengan makanan ringan
di warung
A3 = Minyak goreng hasil penggorengan makanan sehari-hari
di warung
A4 = Minyak goreng hasil penggorengan di rumah
Keterangan : 5 = Sangat suka
4 = Suka
3 = Agak suka
2 = Tidak suka
1 = Sangat tidak suka
Lampiran 2. Hasil Organoleptik Warna Praktikum Evaluasi Mutu Minyak Goreng
Tabel 05. Hasil Organoleptik Aroma dari Minyak Goreng
No Panelis A1 A2 A3 A4
1 2 1 2 1 2 1 2
1 Stevano 5 5 3 3 3 2 4 3
2 Ruslan 5 5 3 2 2 2 3 1
3 Aisyah 5 5 2 2 3 3 2 3
4 Fitri 5 5 3 3 2 2 3 2
5 Melani 5 5 3 3 2 2 1 1
6 Darma 5 5 2 2 2 2 1 1
7 Rais 4 4 2 2 3 2 1 1
8 Novi 5 5 2 2 2 2 3 2
9 Lia 5 5 3 3 1 2 3 2
10 Wana 5 5 3 3 2 3 1 2
Jumlah 49 49 26 25 22 22 23 19
Rerata 4,9 4,9 2,6 2,5 2,2 2,2 2,3 1,9
5 5 3 3 2 2 2 2
Sumber : Data primer Praktikum Aplikasi Perubahan Kimia Pangan, 2012.
Perlakuan : A1 = Minyak goreng segar
A2 = Minyak goreng hasil penggorengan makanan ringan
di warung
A3 = Minyak goreng hasil penggorengan makanan sehari-hari
di warung
A4 = Minyak goreng hasil penggorengan di rumah
Keterangan : 5 = Sangat suka
4 = Suka
3 = Agak suka
2 = Tidak suka
1 = Sangat tidak suka
Lampiran 3. Perhitungan % ALB
Perlakuan Untuk Minyak Goreng Segar
ALB1 = 1 ×256 ×0,1
1000 × 5,0900 X 100% = 0,502 %
ALB2 = 0,4 ×256 ×0,1
1000 ×5,0144 X 100% =
0,24
50,144 = 0,204%
Perlakuan Untuk Minyak Goreng Makanan Ringan di Warung
ALB1 = 1,1 ×256 ×0,7
1000 ×5,1851 x 100% =
28,16
5185,1 = 0,54%
ALB2 = 1,1 ×256 ×0,1
1000 ×5,0318 x 100% =
281,7
5,0138 = 0,5616%
Perlakuan Untuk Minyak Goreng Makanan Sehari – hari di Warung
ALB1 = 1,1 ×256 ×0,1
1000 ×5,0252 x 100% = 0,56%
ALB2 = 0,4 𝑥 256 𝑥 0,1
1000 𝑥 5,0029 x 100% =
102,4
5002,9 = 0,204%
Perlakuan Untuk Minyak Goreng Makanan di Rumah
ALB1 = 0,5 𝑥 256 𝑥 01
1000 𝑥 5,004 x 100% = 0,25%
ALB2 = 1 𝑥 256 𝑥 0,1
1000 𝑥 5,0084 x 100% =
2566
50284 = 0,509
Lampiran 4. Gambar Praktikum Evaluasi Mutu Minyak Goreng
Minyak goreng hasil penggorengan makanan
ringan di warung
Minyak goreng yanng telah
ditambahkan alkohol
Minyak goreng saat dititrasi
Minyak goreng setelah dititrasi