laporan lemak dan minyak makan 3

Upload: hafizhaputri

Post on 06-Oct-2015

83 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

netralisasi minyak

TRANSCRIPT

Hafizha M Putri

240210120037

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Minyak kelapa dapat dibuat dengan cara mengekstraksi kelapa parut. Pengertian dari ekstraksi adalah suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak ( Ketaren, 2008). Ekstraksi minyak dapat dilakukan dengan cara rendering ( dry rendering atau wet rendering ), mechanical expression dan solvent extraction. Minyak yang telah diperoleh dari proses ekstraksi masih mengandung beberapa zat serta sifat yang tidak sesuai dengan karakteristik minyak yang diperdagangkan. Oleh karena itu diperlukan perlakuan tambahan seperti pemurnian minyak.Permurnian minyak bertujuan untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum di konsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri.

Tahapan proses dari pemurnian adalah meliputi :

1. Pemisahan bahan berupa suspensi dan disperi koloid dengan cara penguapan, degumming, dan pencucian dengan asam

2. Pemisahan asam lemak bebas dengan cara netralisasi

3. Dekolorisasi dengan proses pemucatan

4. Deodorisasi

5. Pemisahan gliserida jenuh (stearin) dengan cara pendinginan (chilling)Dalam praktikum kali ini dilakukan salah satu tahapan pemurnian yang berupa netralisasi, yaitu pemisahan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas pada minyak dengan basa atau perekasi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock). Dalam hal ini pereaksi yang digunakan berupa NaOH, dimana biasanya digunakan untuk menetralisasi asam lemak bebas dengan kadar rendah. Minyak ini diteteskan dengan berbagai konsentrasi NaOH, yaitu 0,1 N; 0,2 N; 0,3 N dan 0,4 N. Penambahan NaOH berfungsi untuk menghilangkan FFA (Free Fatty Acid).

Proses netralisasi, yaitu dengan memanaskan sampel minyak dalam tabung reaksi pada penangas air bersuhu 70oC, kemudian sampel ditetesi larutan NaOH sampai terbentuk gelembung-gelembung (sabun) yang memisahkan 2 lapisan larutan, kemudian dihitung jumlah tetesan NaOH tersebut, sehingga dari proses tadi dapat dihitung jumlah soapstock yang terbentuk, warna dan aroma minyak setelah proses netralisasi ini pun dapat diketahui. Reaksi antara asam lemak bebas dengan NaOH adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Reaksi asam lemak bebas dengan NaOH

Tabel 1. Hasil Pengamatan Netralisasi Minyak

Kelompok AromaWarnaVawal (mL)Vakhir (mL)Jumlah Soapstock (mg)Banyak NaOH (mL)

5

(1:1)

0.1 NSama seperti awal (galendo)Kuning keruh7.54.61.10570.4

6

(1:1)

0.2 NSama seperti awal (galendo)Kuning keruh (++)7.541.06950.4

7

(1:2)

0.3 NSama seperti awal (galendo)Kuning 530.91520.4

8

(1:2)

0.4 NSama seperti awal (galendo)Kuning keruh (+++)53.61.12340.8

(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014)Berdasarkan data hasil pengamatan nampak minyak yang memerlukan NaOH dala jumlah banyak adalah minyak kelapa hasil fermentasi, hal ini dimungkinkan karena proses pengolahan minyak yang secara mekanis memungkinkan banyak komponen-komponen non lemak yang dapat lebih mudah masuk sehingga untuk menetralkannya pun membutuhkan jumlah NaOH yang relatif lebih banyak dibanding minyak yang cara ekstraksi enzimatis. Warna minyak setelah dinetralisasi semakin keruh, denagn aroma khas kelapa dan bertambah aroma seiring dengan meningkatnya konsentrasi dari NaOH yang diberikan.Minyak ekstraksi cara basah membutuhkan tetesan NaOH yang lebih sedikit dibandingkan dengan minyak ekstraksi cara enzimatis/fermentasi. Nilai SS (soap stock) yang dihasilkan minyak ekstraksi cara enzimatis lebih besar, dan warna minyak yang lebih bening, serta aroma minyak yang khas kelapa. Hal ini dimungkinkan karena proses pengolahan untuk memperoleh minyak tersebut kondisi pengolahannya lebih streril, sehingga kemungkinan pencemaran selain dari dalam bahan bakunya sangat kecil kemungkinannya dan untuk menetralkannya pun tidak memerlukan caustik soda yang terlampau besar.

Praktikum yang dilakukan selanjutnya adalah pengujian ketengikan minyak. Ketengikan menurut deMan (1997) adalah suatu proses autooksidasi dan kerusakan yang terjadi pada bau rasa lemak dan makanan berlemak. Ketengikan pada prinsipnya dapat terjadi akibat dua hal, yaitu terjadinya reaksi oksidasi dan hidrolisis. Dimana pada reaksi oksidasi ini dipercepat oleh faktor-faktor seperti panas, cahaya dan sebagainya, sedangkan pada proses hidrolisis dikatalis oleh enzim lipase dimana lemak oleh air dan eniym lipase tersebut akan dipecah menjadi gliserol dan asam lemak (Gaman, 1981).Ketengikan lemak dan minyak dapat diuji secara kuantitatif dan kualitatif. Pengujian ketengikan lemak dan minyak pada praktikum ini dilakukan secara kualitatif menggunakan uji Kreis atau Jacobs. Sampel yang digunakan adalah minyak baru, minyak 1 kali goreng, minyak 2 kali goreng, dan minyak 3 kali goreng.Uji Kreis atau Jacobs merupakan uji ketengikan minyak secara kualitatif. Ketaren (1986) menyatakan bahwa uji Jacobs berprinsip kepada reaksi kondensasi antara ephydrin - aldehida dengan phloroglucinol sehingga menghasilkan warna merah jambu (pink).

Uji ini dilakukan dengan memasukkan 1 ml minyak ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan HCl sebanyak 1 ml lalu ditambahkan 1 ml phloroglucinol 1 % dan dikocok - kocok. Prihastyanti (1986) menyatakan bahwa penambahan HCl bertujuan untuk menyumbangkan ion - ion hidrogennya yang dapat memecah unsur lemak sehingga terbentuk lemak radikal bebas dan hidrogen radikal bebas. Kedua bentuk radikal ini bersifat sangat reaktif dan pada tahap akhir oksidasi akan dihasilkan peroksida. Penambahan phloroglucinol berfungsi sebagai penampak bercak. Setelah itu, larutan tersebut didiamkan selama 10 menit dan perubahan yang terjadi diamati. Berikut hasil pengamatan dari uji kreis.

Tabel 2. Hasil pengamatan uji kreis

KelompokSampelAda/tidaknya cincin

5Minyak baru(-)

6Minyak 1 kali pakai(-)

7Minyak 2 kali pakai(-)

8Minyak 3 kali pakai(-)

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014)

Berdasarkan hasil pengamatan, semua sampel tidak menunjukkan hasil yang positif. Hal ini menandakan bahwa semua sampel tidak tengik, atau masih memiliki mutu yang cukup baik meskipun telah mengalami penggorengan. Warna pink atau ungu tersebut dihasilkan dari reaksi kondensasi antara ephydrin-aldehida dengan phloroglusinol tersebut. Standar mutu minyak kelapa sesuai dengan SNI pada tabel berikut:

Tabel 3. Standar Mutu Minyak Kelapa

NoKriteriaPersyaratan

1Bau dan RasaNormal

2WarnaMuda Jernih

3Kadar AirMax 0,3%

4Berat Jenis0,900 g/ml

5Asam Lemak BebasMax 0,3%

6Bilangan PeroksidaMax 2 Meg/Kg

7Bilangan AsamMax 0,5%

8Bilangan Iod45 46

9Bilangan Penyabunan196 206

10Index Bias1,448 1,450

11Cemaran LogamMax 0,1 mg/kg (kecuali seng)

(Sumber : SNI 3741 -1995)V. KESIMPULAN DAN SARAN5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapt dimabil beberapa kesimpulan, yaitu: Tujuan dari pemurnian ini juga untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak. Penggunaan NaOH banyak digunakan karena pemurnian minyak dapat dilakukan secara efisien dan lebih murah.

Besarnya nilai konsentrasi NaOH yang digunakan berbanding lurus dengan asam lemak bebas yang terkandung didalamnya. Minyak dengan pembuatan cara fermentasi membutuhkan volume NaOH yang lebih banyak dibandingkan dengan minyak yang lain.

Berdasarakan uji bilangan asam, sampel yang memiliki nilai bilangan asam yang tinggi adalah pada sampel minyak kelapa yang telah mengalami pemakaian baik 1x, 2x, maupun 3x. Hasil uji bilangan asam menunjukkan semua sampel masih layak untuk digunakan, karena tidak terlalu tengik dan tidak melewati batas maksimum menurut SNI yaitu 0,5%. Berdasarkan uji Kreis/Jacobs semua sampel tidak terbentuk cincin merah, yang menandakan minyak tersebut telah tengik.

5.2 SARAN Praktikan sebaiknya meminimalisir kesalahan agar tidak terjadi penyimpangan dataDAFTAR PUSTAKABuckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H., Wootton, M. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah Adiono. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi pengolahan Pangan Lanjut. Penerbit IPB, Bogor.DeMann, J.M.1997. Kimia Makanan. Edisi kedua. Penerbit ITB, Bandung.

Gaman, P. M.& Sherrington, K. B. 1981. The Science Of Food An Introduction To Food Science, Nutrition And Microbiology. Second edition. Pergamon Press, Oxford New York.Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.Prihastyanti, E. 1986. Hubungan Kadar Asam Lemak Bebas dengan Kandungan Aflatoksin pada Minyak Kelapa. Institut Pertanian Bogor, Bogor.Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta