laporan kasus skizofrenia para reza
DESCRIPTION
skizofrenia paranoidTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
Skizofrenia Paranoid
Oleh :
Reza Mardany
1102010238
Dokter Pembimbing :
dr.Prasila Darwin, SpKJ
KEPANITERAAN KLINIK STASE PSIKIATRI
RS JIWA ISLAM KLENDER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2015
I. IDENTITAS PASIEN
- Nama : Ny. H
- TTL : Jakarta, l6 Oktober 1977
- Umur : 38 tahun
- Jenis Kelamin : Perempuan
- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
- Pendidikan : SMA
- Agama : Islam
- Suku : Padang
- Status : Menikah
- Alamat : Ujungkrawang
- Tanggal Masuk : 15 Oktober 2015
- Tanggal Wawancara : 19 Oktober 2015
II. RIWAYAT PSIKIATRI
A. Keluhan Utama
a. Alloanamnesis (didapat dari Ny. D sebagai Saudara pasien )
Pasien dibawa oleh keluarga karena menolak minum obat sejak 4 hari sebelum
masuk rumah sakit.
b. Autoanamnesis
Pasien merasa kedua tangan dan kaki gemetaran.
B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
5 tahun yang lalu, pasien ditinggalkan oleh suaminya. Pasien mengaku
suaminya kembali ke Padang tanpa adanya alasan apapun dan tak kunjung pulang
ke rumah. Sebelumnya, pasien mengaku hubungannya dengan suami memang
kurang harmonis. Pasien seringkali berselisih paham dan bertengkar dengan
suaminya, tetapi pasien merasa itu hanyalah masalah kecil yang biasa terjadi
dalam rumah tangga. Sejak saat itum pasien menjadi sering gelisah serta terus
memikirkan suaminya yang tidak kunjung pulang. Terkadang suami masih
menelepon pasien untuk mengetahui kabar dari ketiga anak – anak mereka.
2
3 tahun sebelum masuk ke rumah sakit, rasa gelisah pasien semakin
meningkat. Pasien merasa kedua tangan dan kaki sering terasa gemetaran jika
mulai memikirkan keluarga dan kelelahan. Pasien juga mulai memikirkan
keuangan keluarga, karena uang yang dikirim oleh sang suami kurang mencukupi
kebutuhan sehari – hari. Pasien juga merasa sang suami semakin jarang
menghubunginya.
1 tahun sebelum masuk ke rumah sakit, pasien semakin sering gemetaran pada
kedua tangan serta kaki. Rasa gelisah pasien semakin sering dirasakan. Pasien
juga mengaku sering melihat dan merasakan sesosok bayangan hitam yang
mengikutinya serta mendengan suara – suara setan yang menyerupai kuntilanak.
Pasien mulai merasa curiga kepada suami yang tidak kunjung pulang bahwa
suami berencana buruk kepada dirinya, tetapi pasien tidak mengetahui rencana
apa yang akan dilakukan suaminya.
4 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien semakin sering merasa kedua
tangan dan kaki gemetaran. Pasien juga merasa gelisah serta semakin curiga
kepada suaminya. Pasien juga masih merasakan dan melihat sosok bayangan
hitam, suara setan dirasakan berkurang, tetapi pasien merasa ada yang sering
mencakar – cakar dirinya. Pasien menambahkan, sering mencium bau bunga,
tetapi tidak mengetahui jenis bunga yang tercium oleh pasien.
3 minggu sebelum masuk rumah sakit, menurut sepupu pasien, pasien menjadi
sering marah – marah tanpa sebab. Anak – anaknya pun sering dimarahi tanpa
sebab. Pasien terlihat menjadi sangat pendiam dan sering tidur.
1 minggu sebelum masuk rumah sakit, menurut sepupu pasien, pasien semakin
sering marah – marah dan mengamuk. Pasien juga selalu menolak untuk
meminum obat yang diberikan saat pasien dirawat sebelumnya.
C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
a. Riwayat psikiatri sebelumnya
Pasien pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa Islam Klender sebanyak dua
kali karena susah minum obat dan sering marah – marah tanpa sebab.
3
b. Riwayat medis umum
Tidak pernah mengalami cedera kepala, tumor, dan penyakit neurologis.
Diabetes dan hipertensi disangkal. Pasien mengaku tidak pernah mengalami
penyakit apapun.
c. Riwayat penggunaan alkohol dan NAPZA
Pasien tidak pernah merokok, mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan
terlarang.
D. RIWAYAT PREMORBID
a. Masa Prenatal
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Kehamilannya
direncanakan. Usia kehamilan 9 bulan, lahir di bidan dan trauma saat
persalinan disangkal.
b. Masa Kanak-Kanak Dini (0-3 tahun)
Pasien tumbuh sesuai anak seusianya. Pasien diasuh oleh ayah dan ibu
kandungm serta hubungan dengan orang tua cukup akrab.
c. Masa Kanak-kanak Pertengahan (3-7 tahun)
Pasien masuk SD pada usia 7 tahun. Pasien mampu bersosialisasi
dengan anak-anak lainnya. Tidak ada masalah dengan interaksi sosial, tidak
pernah membuat masalah dan kenakalan. Tidak ada gangguan akademik, dan
tidak pernah tidak naik kelas.
d. Masa kanak akhir dan pubertas (11-18 tahun)
Prestasi pasien pada saat sekolah biasa – biasa saja. Pasien merupakan
siswi yang memiliki banyak teman. Pasien lulus SMP pada usia 15 tahun dan
lulus SMA pada usia 18 tahun.
e. Masa Dewasa
Riwayat Pekerjaan
4
Pasien tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan karena
masalah biaya. Pasien langsung berjualan makanan yang dibuat sendiri di
rumahnya.
Riwayat Keagamaan
Pasien lahir dalam keluarga beragama Islam, mendapat pendidikan
agama hanya dari orang tua dan pelajaran sekolah. Tidak pernah pesantren
atau sekolah agama. Pasien mengaku jarang mengerjakan sholat 5 waktu.
Aktivitas Sosial
Pasien merupakan orang yang biasa – biasa saja. Mempunya
banyak teman tetapi tidak ada yang benar – benar dekat. Pasien juga bukan
merupakan orang yang pendiam karena sering berinteraksi dengan tetang
di sekitar rumahnya.
Situasi Kehidupan Sekarang
Saat ini pasien tinggal bersama paman serta ketiga anaknya.
Hubungan dengan pamannya baik, dan pasien mengaku sering berinteraksi
dengan pamannya. Hubungan dengan ketiga anaknya pun baik.
Riwayat Hukum
Pasien tidak pernah melanggar hukum dan tidak pernah terkait
masalah dengan kepolisian.
Riwayat Psikoseksual
Saat ini pasien mengaku sudah tidak pernah bertemu suaminya
sejak 5 tahun yang lalu, karena suaminya pergi ke Padang dan tidak pulang
– pulang. Suaminya pun jarang menghubunginya dan tidak pernah ada
kabar.
f. RIWAYAT KELUARGA
5
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Kakak pasien adalah laki - laki.
Menurut pengakuan dari pasien sendiri, kakak pasien tidak mengalami keluhan yang sama
dengan pasien. Saat ini pasien tinggal dengan paman serta ketiga anakanya
III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
A. DESKRIPSI UMUM
Penampilan
Pasien seorang perempuan berusia 38 tahun. Penampilan sesuai dengan usianya.
Pasien memakai kaos pink dengan celana panjang coklat yang terlihat sedikit lusuh dan
tidak memakai alas kaki. Pasien berambut panjang tebal dan berantakan, kulit sawo
matang dan berpenampilan kurang rapi.
Perilaku dan aktifitas motorik
Selama wawancara kontak mata baik, pasien duduk tenang, pasien menjawab
pertanyaan dengan baik. Selama di rawat di bangsal pasien sering terlihat berjalan
mondar-mandir dengan sesekali duduk dan tidur – tiduran.
Sikap terhadap pemeriksa
Pasien kooperatif.
B. MOOD DAN AFEK
• Mood : Hipotimik
• Afek : Menyempit
6
• Keserasian afek : Serasi
C. PEMBICARAAN
Volume : cukup
Intonasi : jelas
Kualitas : cukup
Kuantitas : cukup
D. Gangguan Persepsi
Halusinasi : Visual (merasa melihat bayangan hitam), auditorik
(mendengar suara – suara hantu), olfaktori (merasa mencium bau bunga)
Ilusi : Tidak ada.
Depersonalisasi : Tidak ada.
Derealisasi : Tidak ada
E. Proses Pikir
- Produktivitas : Penjelasan pasien cukup dipahami.
- Kontinuitas : Blocking
- Hendaya bahasa : Tidak ada
F. Isi pikir
- Waham
Waham kejar : Merasa suami ingin berbuat jahat terhadap dirinya.
Waham bizzare : Merasa dicakar – cakar oleh hantu.
- Preokupasi : Tidak ada
- Obsesi : Tidak ada
- Ide referensi : Tidak ada
- Fobia : Tidak ada
G. FUNGSI KOGNITIF DAN KESADARAN
Kesadaran : Compos mentis
Orientasi :
7
- Waktu : Baik (pasien benar menyebutkan hari, bulan, tahun saat di
wawancara)
- Tempat : Baik (pasien dapat menyebutkan bahwa saat ini sedang berada di
Rumah Sakit Jiwa Islam Klender Jakarta).
- Orang : Baik (pasien tahu bahwa ia sedang diwawancarai oleh dokter
muda dan dapat menyebutkan nama pemeriksa dan beberapa pasien).
Daya Ingat :
- Segera : Baik (menyebutkan 4 kata yang pewawancara ajukan)
- Jangka pendek : Baik (pasien dapat mengingat apa yang terjadi tadi
pagi)
- Jangka sedang : Baik (pasien mampu mengingat tanggal masuk ke RSJI-
Klender)
- Jangka panjang : Baik (pasien dapat mengingat kapan suaminya
meninggalkannya)
Konsentrasi dan perhatian : Baik
Kemampuan membaca dan menulis : Baik
Kemampuan visuospasial : Baik
Pikiran abstrak : Baik
Intelegensia : Baik
H. PENGENDALIAN IMPULS : Baik
I. DAYA NILAI : Baik
J. TILIKAN : Derajat 4
K. RTA : Terganggu
L. TARAF DAPAT DIPERCAYA : Dapat dipercaya
IV. STATUS FISIK
a. Status Internus
Keadaan umum : Baik
Tanda vital : TD 110/70 mmHg, nadi: 86x/menit, RR 22x/menit , suhu 36,4
Kepala : Normochephal
Thorax
8
Cor : BJ I/II Regular, murmur -, gallop –
Pulmo : rh -/- wh -/-
Abdomen : supel, BU +
Ekstremitas : atas : edema -/-, tremor -/-, CRT < 2 detik
bawah : edema -/-, tremor -/-, CRT < 2 detik
b. Status Neurologis
Rangsang meningeal : -
Mata
Gerakan bola mata : Baik ke segala arah
Refleks pupil : RCL +/+, RCTL +/+
Motorik
Tonus otot : Normal
Kekuatan : Ekstremitas atas 5555 / 5555, ekstremitas bawah 5555/5555
Koordinasi : Baik
Sensorik : Normal
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA DAN FORMULASI DIAGNOSTIK
AKSIS I
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sering mendengar suara – suara hantu
seperti suara kuntilanak. Suara – suara tersebut seringkali menganggu dirinya bila
sedang sendiri. Pasien merasa melihat bayangan hitam yang selalu mengikutinya.
Bayangan hitam tersebut terlihat tidak terlalu besar dan kadang menghilang dengan
sendirinya. Pasien juga sering mencium bau bunga yang timbul secara tiba – tiba.
Pasien mengaku tidak mengetahui bunga yang tercium, tetapi saat di rumah sakit,
perasaan mencium bau bunga tersebut berkurang. Pasien mengaku sering merasa
hantu mencakar – cakar kedua tangannya, tetapi pasien bersyukur karena tangannya
tidak terluka. Pasien juga merasa suami yang meninggalkannya 5 tahun yang lalu
berencana berbuat jahat pada dirinya. Pada tahun 2014 pasien dirawat di RS Jiwa
Islam Klender. Karena keluhan yang sama. Pasien dibawa lagi oleh keluarga ke RS
jiwa islam Klender karena selalu menolak minum obat dan sering marah – marah
sendiri.
Dari pemeriksaan status mental didapatkan:
9
Mood : Hipotimik
Afek : Menyempit
Gangguan persepsi: Halusinasi visual, halusinasi auditorik, halusinasi olfaktori
Gangguan isi pikir : Waham kejar, waham bizzare
RTA terganggu
Dari pemeriksaan status fisik tidak ditemukan adanya kelainan.
Hendaya tersebut sudah dirasakan selama kurang lebih satu tahun, sehingga
disimpulkan diagnosis Aksis I adalah Skizofrenia Paranoid
AKSIS II : Tiadak ada diagnosis
AKSIS III : Tidak ada Diagnosis
AKSIS IV
Pasien mengaku hubungannya tidak harmonis dengan suaminya sejak 5 tahun
yang lalu. Secara tiba – tiba, suaminya pergi ke padang dan tidak pulang tanpa alasan.
Pasien pun bingung masalah biaya anak – anaknya yang sedang sekolah karena
walaupun suaminya mengirimkan uang, uang yang dikirimkan kurang cukup untuk
kebutuhan sehari – hari dan biaya sekolah. Sampai saat ini pasien merasa tidak bisa
menghubungi suaminya sama sekali.
AKSIS V
Penilaian kemampuan penyesuaian menggunakan skala Global Assessment Of
Functioning (GAF) menurut PPDGJ III, untuk saat ini didapatkan 61-70, dan GAF 1
tahun terakhir adalah 51-60.
VI. DAFTAR MASALAH
Organobiologik
Tidak ditemukan.
Psikologik
- Gangguan Persepsi : Halusinasi visual, auditorik dan olfaktori.
- Gangguan Isi Pikir : Waham kejar dan waham bizzare.
Lingkungan dan faktor sosial
Masalah dengan keluarga.
VII. DIAGNOSIS MULTIAXIAL
Aksis I : F20.0 Skizofrenia paranoid
10
Aksis II : Tidak ada
Aksis III : Tidak ada
Aksis IV : Masalah keluarga
Aksis V :
GAF saat masuk : 51-60
GAF saat diperiksa : 61-70
GAF terbaik satu tahun terakhir: 51-60
VIII. PENATALAKSANAAN
Farmakoterapi
- Risperidone 2 x 2 mg
- Tryhexyphenidil 1 x 2 mg
Psikoterapi
Terapi Suportif : Menanamkan kepercayaan pada pasien bahwa gejalanya akan hilang
dengan menganjurkan pasien untuk selalu minum obat secara teratur agar gejala
penyakitnya berkurang dan menjelaskan kepada pasien tentang akibat yang terjadi
bila pasien tidak teratur minum obat.
Terapi berorientasi keluarga : Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai kondisi
yang pasien jalani agar keluarga dapat menerima dan mendukung kesembuhan pasien.
Terapi kerja : Memafaatkan waktu luang dengan melakukan hobi atau pekerjaan yang
bermanfaat, melibatkan pasien secara aktif dalam kegiatan terapi aktivitas kelompok
di RSJI Klender agar ia dapat beraktivitas dan berinteraksi dengan lingkungannya
secara normal.
Religi : Memotivasi pasien agar selalu rajin beribadah, seperti shalat, puasa, dan
berdzikir.
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
11
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu skizo yang artinya retak atau pecah, dan frenia
yang artinya jiwa, dengan demikian, seseorang yang menderita skizofrenia adalah seseorang
yang mengalami keretakan jiwa atau keretakkan kepribadian.
Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi
individu, termasuk berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas,
merasakan dan menunjukan emosi serta berperilaku dengan sikap yang tidak dapat diterima
secara sosial.
2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, prevalensi seumur hidup skizofrenia sekitar 1 %, yang berarti bahwa
kurang lebih 1 dari 100 orang akan mengalami skizofrenia selama masa hidupnya. Studi
epidemiologi Catchman Area (ECA) yang disponsori National Institute of Mental Health
(NIMH) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 0,6-1,9 %. Menurut DSM-IV-TR,
insidensi tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5-5,0 per 10 000 dengan beberapa variasi
geografik (contoh, insidens lebih tinggi pada orang yang lahir di daerah perkotaan di negara
maju). Skizofrenia ditemukan pada semua masyarakat dan area geografis dan angka insidens
serta prevalensinya secara kasar merata di seluruh dunia. Di A.S kurang lebih 0,05 %
populasi total menjalani pengobatan untuk skizofrenia setiap tahun dan hanya sekitar
setengah dari semua pasien skizofrenia mendapatkan pengobatan, meskipun penyakit ini
termasuk penyakit berat.
Prevalensi (kemungkinan terjadi) gangguan skizofrenia dapat dilihat pada daftar di bawah ini:
1. Populasi umum 1%
2. Saudara Kandung 8%-10%
3. Anak dengan salah satu orang tua skizofrenia 12%-15%
4. Kembar 2 telur (dizigot) 12%-15%
5. Anak dengan kedua orang tua skizofrenia 35%-40%
6. Kembar monozigot 47%-50%
Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen penduduk atau sekitar dua sampai
empat juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari sekitar satu sampai
dua juta yang terjangkit penyakit skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa kini
12
sedang mengidap skizofrenia. Perkiraan angka ini disampaikan Dr LS Chandra, SpKJ dari
Sanatorium Dharmawangsa Jakarta Selatan.
Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16 sampai
25 tahun pada laki-laki. Pada kaum perempuan,skizofrenia biasanya mulai diidap pada usia
25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini cenderung menyebar di antara anggota keluarga
sedarah.
3. Etiologi
Hingga sekarang belum ditemukan penyebab (etiologi) yang pasti mengapa seseorang
menderita skizofrenia, padahal orang lain tidak.Ternyata dari penelitian-penelitian yang telah
dilakukan tidak ditemukan faktor tunggal. Penyebab skizofrenia menurut penelitian mutakhir
antara lain :
Faktor genetik
Virus
Autoantibodi
Malnutrisi
Dari penelitian diperoleh gambaran sebagai berikut :
1) Studi terhadap keluarga menyebutkan pada orang tua 5,6%, saudara kandung
10,1%; anak-anak 12,8%; dan penduduk secara keseluruhan 0,9%.
2) Studi terhadap orang kembar (twin) menyebutkan pada kembar identik 59,20%;
sedangkan kembar fraternal 15,2%. Penelitian lain menyebutkan bahwa gangguan
pada perkembangan otak janin juga mempunyai peran bagi timbulnya skizofrenia
kelak dikemudian hari. Gangguan ini muncul, misalnya, karena kekurangan gizi,
infeksi, trauma, toksin dan kelainan hormonal. Penelitian mutakhir menyebutkan
bahwa meskipuna ada gen yang abnormal, skizofrenia tidak akan muncul kecuali
disertai faktor-faktor lainnya yang disebut epigenetik faktor. Skizofrenia muncul
bila terjadi interaksi antara abnormal gen dengan : (Yosep, 2010)
a. Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat menganggu
perkembangan otak janin;
b. Menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan;
c. Komplikasi kandungan; dan
d. Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama pada trimester kehamilan.
13
Seseorang yang sudah mempunyai faktor epigenetik tersebut, bila mengalami stresor
psikososial dalam kehidupannya, maka risikonya lebih besar untuk menderita skizofrenia dari
pada orang yang tidak ada faktor epigenetik sebelumnya.
4. Klasifikasi
Terdapat berbagai macam skizofrenia, yaitu sebagai berikut:
Skizofrenia simplex
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala
utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi
jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan
mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik
diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran
dan akhirnya menjadi pengangguran.
Jenis hebrefenik
Yaitu jenis skizofrenia yang permulannya perlahan-lahan dan sering timbul
pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan
proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak
menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan
kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran
ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku
tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu
preokupasi yang dangkal mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.
Jenis katatonik
- Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
- Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya:
stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
14
Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang
berlawanan);
Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan
tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
Jenis Paranoid
Jenis skizofrenia ini agak berbeda dari jenis-jenis yang lain dalam jalannya
jenis penyakit. Jenis ini mulai sesudah umur 30 tahun, penderita mudah
tersinggung, cemas, suka menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada
orang lain. Hal ini dilakukan penderita karena adanya waham kebesaran dan atau
waham kejar ataupun tema lainnya disertai juga dengan halusinasi yang berkaitan.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien
skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode
pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan
biasanya mencapai kehidupan sosial yang dapat membantu mereka melewati
penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien
katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi
yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya
dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan
tak ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik
paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam
situasi social. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis
mereka dan tetap intak.
Skizofrenia Residual
Yaitu jenis skizofrenia dengan gejala mengalami gangguan proses berpikir,
gangguan afek dan emosi, ganguan emosi serta gangguan psikomotor. Namun, tidak
15
ada gejala waham dan halusinasi. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan
skizofrenia.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus
adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala
yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan
social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan
adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan
maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.
Skizofrenia Tak Terinci
PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria
diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
- Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
- Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik,
atau katatonik.
- Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca
skizofrenia.
5. Manifestasi Klinis
Ada banyak gejala-gejala skizofrenia. Gejala-gejala ini dirumuskan oleh berbagai sumber.
Menurut Diagnostic and Statistical Manual Of Mental Disorder IV-TR, gejala khas
skizofrenia berupa adanya:
- Waham atau Delusi (keyakinan yang salah dan tidak bisa dikoreksi yang tidak
sesuai dengan kenyataan, maupun kepercayaan, agama, dan budaya pasien
atau masyarakat umum)
- Halusinasi (persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar)
- Pembicaraan kacau
- Perilaku kacau
- Gejala negatif (misalnya berkurangnya kemampuan mengekspresikan emosi,
kehilangan minat, penarikan diri dari pergaulan sosial)
Selain itu untuk menegakkan diagnosa skizofrenia menurut DSM IV-TR (2008)
adalah munculnya disfungsi sosial, durasi gejala khas paling sedikit 6 bulan, tidak termasuk
gangguan perasaan (mood), tidak termasuk gangguan karena zat atau karena kondisi medis,
dan bila ada riwayat Autistic Disorder atau gangguan perkembangan pervasive lainnya,
16
diagnosis skizofrenia dapat ditegakkan bila ditemui halusinasi dan delusi yang menonjol
selama paling tidak 1 bulan.
Menurut Bleuler, ada 2 kelompok gejala-gejala skizofrenia, yaitu:
1. Gejala Primer, yang meliputi:
- Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah dan isi pikiran). Pada skizofrenia
inti, gangguan memang terdapat pada proses pikiran.
- Gangguan afek dan emosi. Gangguan ini pada skizofren berupa:
Parathimi, yaitu apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan
gembira, pada penderita malah menimbulkan rasa sedih atau marah.
Paramimi, yaitu penderita merasa senang tetapi menangis
- Gangguan kemauan, yaitu gangguan di mana banyak penderita skizofrenia
memiliki kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat mengambil keputusan dan
tidak dapat bertindak dalam sebuah situasi menekan. Gangguan kemauan yang
timbul antara lain:
Negativisme, yaitu sikap atau perbuatan yang negatif atau berlawanan
terhadap suatu permintaan.
Ambivalensi, yaitu sikap yang menghendaki seseuatu yang berlawanan
pada waktu yang bersamaan.
Otomatisme, yaitu penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang
lain atau oleh tenaga dari luar, sehingga dia melakukannya secara
otomatis.
2. Gejala psikomotor, disebut juga dengan gejala-gejala katatonik.
Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila
gangguan hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang
kurang luwes atau agak kaku.
3. Gejala Sekunder, yang meliputi:
a. Waham.
Pada penderita skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali dan
sangat bizar. Tetapi penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia
wahamnya merupakan fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun.
b. Halusinasi.
17
Pada penderita skizfrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran
dan hal ini merupakan suatu gejala yang hampir tidak dijumpai pada keadaan
lain.
Menurut Bleuler, seseorang didioagnosa menderita skizofrenia apabila terdapat
gangguan-gangguan primer dan disharmoni pada unsur-unsur kepribadian yang diperkuat
dengan adanya gejala-gejala sekunder.
Menurut Kut Schneider, terdapat 11 gejala skizofrenia yang terdiri dari 2 kelompok,
yaitu sebagai berikut:
- Kelompok A, halusinasi pendengaran, yaitu:
Pikirannya dapat didengar sendiri
Suara-suara yang sedang bertengkar
Suara-suara yang mengomentari perilaku penderita
- Kelompok B, gangguan batas ego, yang meliputi:
Tubuh dan gerakan penderita dipengaruhi oleh kekuatan dari luar
Pikirannya diambil keluar
Pikirannya dipengaruhi oleh orang lain
Pikirannya diketahui oleh orang lain
Perasaannya dibuat oleh orang lain
Kemauannya dipengaruhi orang lain
Dorongannya dikuasai orang lain
Persepsi yang dipengaruhi oleh waham
Menurut Kut Schneider, seseorang bisa didiagnosa penderita skizofrenia bila ada
gejala dari kelompok A dan Kelompok B, dengan syarat kesadaran penderita tidak menurun.
Gejala lain yang diungkap adalah:
- Gejala-Gejala Positif, yaitu penambahan fungsi dari batas normal, meliputi:
a. Delusi.
Delusi adalah keyakinan yang oleh kebanyakan orang dianggap
misinterpretasi terhadap realitas. Delusi memiliki bermacam-macam bentuk,
yaitu delusion of grandeur (waham kebesaran) yaitu keyakinan irasional
mengenai nilai dirinya, delusion of persecution yaitu yakin dirinya atau orang
lain yang dekat dengannya diperlakukan dengan buruk oleh orang lain dengan
cara tertentu, delusion of erotomanic yaitu keyakinan irasional bahwa
18
penderita dicintai oleh seseorang yang lebih tinggi statusnya, delusion of
jealous yaitu yakin pasangan seksualnya tidak setia, dan delusion of somatic
yaitu merasa menderita cacat fisik atau kondisi medis tertentu.
b. Halusinasi
Gejala-gejala psikotik dari gangguan perseptual dimana berbagai hal
dilihat didengar, atau diindera meskipun hal-hal itu tidak real (benar-benar
ada).
- Gejala-Gejala Negatif, yaitu pengurangan fungsi dari batas normal, meliputi:
a. Avolisi
Yaitu apati atau ketidakmampuan untuk memulai atau mempertahankan
kegiatan-kegiatan penting.
b. Alogia
Yaitu pengurangan dalam jumlah atau isi pembicaraan.
c. Anhedonia
Yaitu ketidakmampuan untuk mengalami kesenangan yang terkaitu dengan
beberapa gangguan suasana perasaan dan gangguan skizofrenik.
d. Afek Datar
Yaitu tingkah laku yang tampak tanpa emosi.
- Gejala Disorganisasi, yaitu ketidakharmonisan fungsi, meliputi:
a. Disorganisasi dalam pembicaraan (Disorganized Speech)
Gaya bicara yang sering terlihat pada penderita skizofrenia termasuk
inkoherensi dan ketiadaan pola logika yang wajar.
b. Afek yang tidak pas (inappropriate Affect) dan perilaku yang disorganisasi
Afek yang tidak pas merupakan ekspresi emosi yang tidak sesuai dengan
aslinya. Perilaku yang disorganisasi adalah perilaku yang tidak lazim.
6. Diagnosis
Pedoman Diagnostik Skizofrenia menurut PPDGJ-III, adalah sebagai berikut :
- Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. “thought echo”, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
19
sama, namun kualitasnya berbeda atau “thought insertion or withdrawal”
yang merupakan isi yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya
(insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya
(withdrawal); dan “thought broadcasting”, yaitu isi pikiranya tersiar keluar
sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
b. “delusion of control”, adalah waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar atau “delusion of passivitiy” merupaka
waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan
dari luar; (tentang ”dirinya” diartikan secara jelas merujuk kepergerakan
tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus),
atau “delusional perception”yang merupakan pengalaman indrawi yang
tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat
mistik atau mukjizat.
c. Halusinasi auditorik yang didefinisikan dalam 3 kondisi dibawah ini:
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus
terhadap perilaku pasien, atau
Mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri
(diantara berbagai suara yang berbicara), atau
Jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian
tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
mahluk asing dan dunia lain).
e. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk
tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide
berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap
hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme;
20
Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor;
Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
e. Adanya gejala-gejala khas di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal)
f. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.
Adapun kriteria diagnosis skizofrenia menurut DSM IV adalah :
Berlangsung minimal dalam enam bulan
Penurunan fungsi yang cukup bermakna di bidang pekerjaan, hubungan
interpersonal, dan fungsi dalam mendukung diri sendiri
Pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas selama berlangsungnya
sebagian dari periode tersebut
Tidak ditemui dengan gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood
mayor, autisme, atau gangguan organik.
7. Penatalaksanaan
Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik.
Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada
Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum
mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien.
Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-
obatan pertama yang efektif untuk mengobati Skizofrenia. Terdapat 2 kategori obat
antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik konvensional dan newer atypical
antipsycotics.
21
a. Antipsikotik Konvensional
----
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional.
Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang
serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
- Haldol (haloperidol)
- Mellaril (thioridazine)
- Navane (thiothixene)
- Prolixin (fluphenazine)
- Stelazine (trifluoperazine)
- Thorazine (chlorpromazine)
- Trilafon (perphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional,
banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic. Ada 2
pengecualian (harus dengan antipsikotik konvensional). Pertama, pada pasien yang sudah
mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa
efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan
pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil
secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long
acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot
formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara
perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic
antipsycotic.
b. Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya
berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik
konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzepine)
22
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien
dengan Skizofrenia.
Cara penggunaan
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klnis) yang
sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan
dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang
sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat
psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya
dimana profil efek samping belum tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek
sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
o Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
o Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
o Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
o Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping
(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu
o Kualitas hidup pasien
Untuk pasien dengan serangan sindroma psikosis multi episode terapi pemeliharaan
dapat diberikan paling sedikit selama 5 tahun.
Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis
terakhir yang masih mempunyai efek klinis.
Pada umumnya pemberian oabt psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan
sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis
reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun
waktu 2 minggu – 2 bulan. Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat
23
yang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi
ketergantungan obat kecil sekali.
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu:
gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini
akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg
IM dan tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari)
Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau
atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis
dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi
1 cc setiap bulan. Pemberian anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi
dan pemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.
Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu
perubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya
dengan injeksi noradrenalin (effortil IM).
Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan tablet
trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari
Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama
Newer atypical antipsycotic merupakan terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia
episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal.
Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bekerja.
Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli
biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu
Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk
mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti
minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi,
dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti
dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah.
Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti
obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian
obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
24
Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran.
Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain,
misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau
newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat
menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.
Pengobatan Selama fase Penyembuhan
Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah
sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum obat setelah
episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien
Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum
mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode,
atau balum sembuh total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama.
Perlu diingat, bahwapenghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan
makin beratnya penyakit.
Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat
penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah
terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan
(kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP).
Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita
harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek
samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter
dapat memberikan obat antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat
antipsikotik untuk mencegah atau mengobati efek samping ini.
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi
pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace.
Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif
terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik
konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik
konvensional dengan antipsikotik atipikal.
25
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual,
sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut.
Untuk
mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti
dengan newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit.
Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan
obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan
olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini.
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome, dimana
timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi
berupa demam penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang
segera.
Psikoterapi
Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling percaya.
Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis tidak boleh mendukung
ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-menerus membicarakan tentang
wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur dan membuat perjanjian seteratur mungkin.
Tujuan yang dikembangkan adalah hubungan yang kuat dan saling percaya dengan klien.
Kepuasan yang berlebihan dapat meningkatkan kecurigaan dan permusuhan klien, karena
disadari bahwa tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada klien
bahwa keasyikan dengan wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu
kehidupan konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis dapat
meningkatkan tes realitas.
Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman internal klien, dan harus
mampu menampung semua ungkapan perasaan klien, misalnya dengan berkata : "Anda pasti
merasa sangat lelah, mengingat apa yang anda lalui, "tanpa menyetujui setiap mis persepsi
wahamnya, sehingga menghilangnya ketegangan klien. Dalam hal ini tujuannya adalah
membantu klien memiliki keraguan terhadap persepsinya. Saat klien menjadi kurang kaku,
perasaan kelemahan dan inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat timbul. Pada saat klien
membiarkan perasaan kelemahan memasuki terapi, suatu hubungan terapeutik positif telah
ditegakkan dan aktifitas terpeutik dapat dilakukan.
Terapi Keluarga
26
Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga klien, sebagai sekutu
dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh manfaat dalam membantu ahli terapi
dan membantu perawatan klien.
Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan
medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat
kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif
antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang
dilakukan pada perawatan rumah sakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan
pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka
menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari
keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana
pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan,
perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit
harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien.
Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam
memperbaiki kualitas hidup.
ECT
Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan di
rumah sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo Cerleti
(1887-1963). Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi ini belum diketahui secara
pasti. Alat yang digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga
penderita menerima aliran listrik yang terputus putus. Tegangan yang digunakan 100-150
Volt dan waktu yang digunakan 2-3 detik.
Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi pasien
karena alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak adanya
perbaikan setelah pemberian antipsikotik. Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah
dekompensasio kordis, aneurisma aorta, penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan
pemberian obat pelemas otot pada pasien dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra
indikasi mutlak adalah tumor otak. Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada
27
rahang, fraktur pada vertebra, robekan otot-otot, dapat juga terjadi apnea, amnesia dan terjadi
degenerasi sel-sel otak.
8. Prognosis
Walaupun remisi penuh atau sembuh pada skizofrenia itu ada, kebanyakan orang
mempunyai gejala sisa dengan keparahan yang bervariasi. Secara umum 25% individu
sembuh sempurna, 40% mengalami kekambuhan dan 35% mengalami perburukan. Sampai
saat ini belum ada metode yang dapat memprediksi siapa yang akan menjadi sembuh siapa
yang tidak, tetapi ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya seperti : usia tua, faktor
pencetus jelas, onset akut, riwayat sosial / pekerjaan pramorbid baik, gejala depresi, menikah,
riwayat keluarga gangguan mood, sistem pendukung baik dan gejala positif ini akan
memberikan prognosis yang baik sedangkan onset muda, tidak ada faktor pencetus, onset
tidak jelas, riwayat sosial buruk, autistik, tidak menikah/janda/duda, riwayat keluarga
skizofrenia, sistem pendukung buruk, gejala negatif, riwayat trauma prenatal, tidak remisi
dalam 3 tahun, sering relaps dan riwayat agresif akan memberikan prognosis yang buruk.
DAFTAR PUSTAKA
28
1. Kaplan & Sadock: Buku Ajar Psikiatri Klinis; Edisi 2; Penerbit Buku Kedokteran
ECG; 2004; Halaman 147-165.
2. Maslim. R: Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, edisi
3, Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 2002, hal 46-51.
3. Durand, V. Mark, & Barlow, David H. (2006). Psikologi Abnormal. Edisi Keempat. Jilid Pertama. Jogjakarta : Pustaka Pelajar
4. Jenkins, J.H.,Garcia, J.I.R., Chang, C.L., Young, J.S., Lopez, S.R. 2006. FamilySupport Predicts Psychiatric Medication Usage Among Mexican AmericanIndividuals with Schizophrenia. Social Psyciatry and Psychiatric Epidemology,41. 624-631.
29